Anda di halaman 1dari 10

REFERAT

ANESTESI UMUM

Disusun oleh :
Made Rannia Celia Watumbara
11-2018-149

Dokter Pembimbing :
dr. Ucu Nurahdiyat Sp.An

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESIOLOGI


RUMAH SAKIT BAYUKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 19 APRIL – 8 MEI 2021
BAB I
PENDAHULUAN

Kata anestesia diperkenalkan oleh Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan


keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk
menghilangkan nyeri pembedahan. Anestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan
aesthetos, "persepsi, kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan
menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang
menimbulkan rasa sakit pada tubuh.1 Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh
tubuh dan hilangnya kesadaran sementara yang dihasilkan melalui penekanan sistem saraf pusat
karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada saraf. Anestesi umum
merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran yang bersifat reversibel dan
diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan inhalasi yang ditandai dengan
hilangnya respons rasa nyeri (analgesik), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respons
terhadap rangsangan atau reflek, hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya
kesadaran (unconsciousness).2
Anestesi umum yang poten diberikan secara inhalasi atau suntikan intravena. Awitan dan
durasi merupakan efek farmakokinetik yang paling penting pada anestetik intravena ketika
digunakan sebagai induksi anestesi. Anestesi intravena dapat menghasilkan berbagai manfaat
dan efek samping (seperti depresi atau stimulasi kardiovaskular, nyeri pada sisi injeksi, mual dan
muntah, depresi atau stimulasi pernafasan, eksitasi atau perlindungan central nervous system,
supresi adenocorticoid). Pemilihan anestesi intravena sebaiknya berdasarkan karakteristik pasien
dan kondisi yang berhubungan dengan operasi. Pada anestesi umum akan diperoleh trias
anestesia, yaitu : Hipnotik, analgetik dan relaksasi otot. Tujuan anestesi secara umum adalah
untuk menciptakan ketidaksadaran yang aman dan reversibel, mengoptimalkan respon fisiologis,
dan menciptakan keadaan operasi yang kondusif.3
BAB II
PEMBAHASAN
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).4 Tujuan anestesi umum adalah sebagai
hipnotik atau sedasi hilangnya kesadaran, analgesia hilangnya respon terhadap nyeri,
muscle relaxant untuk merelaksasi otot rangka. Keuntungan dari anestesi umum pasien
tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung, digunakan pada
operasi yang membutuhkan durasi yang lama, dapat dilakukan prosedur penanganan
(pertolongan) dengan cepat dan mudah pada waktu-waktu yang tidak terprediksi. Efek
amnesia akan menghilangkan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dari
berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin memberikan trauma psikologis. Dapat
melakukan prosedur dalam jangka waktu lama dan memudahkan kontrol penuh ventilasi
pasien.

STADIUM ANESTESI UMUM


Stadium anestesi umum dibagi menjadi empat tingkatan (stadium). Stadium I (analgesik)
dimulai dari saat pemberian zat anastetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
penderita masih dapat mengikuti perintah dan rasa sakit hilang (analgesik). Pada stadium ini
dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan seperti cabut gigi, biopsi kelenjar dan sebagainya.2
Stadium II (delirium/eksitasi) dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan
stadium pembedahan. Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak
menurut kehendak, berteriak, pernafasan tidak teratur, kadang-kadang apnea dan hipernea. Hal
ini terutama terjadi karena adanya hambatan pada sistem saraf pusat. Pada stadium ini dapat
terjadi kematian, karena itu stadium harus cepat dilewati.2
Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernafasan sampai pernafasan
spontan hilang. Tanda yang harus dikenal adalah pernafasan yang tidak teratur pada stadium II
menghilang, pernafasan menjadi spontan dan teratur oleh karena tidak ada pengaruh psikis,
sedangkan pengontrolan kehendak hilang, refleks kelopak mata dan konjungtiva hilang, gerakan
bola mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk permulaan stadium III.2
Stadium IV (paralisis medula oblongata), dimulai dengan melemahnya pernafasan perut
dibanding stadium III, tekanan darah tidak dapat diukur karena kolaps pembuluh darah,
berhentinya denyut jantung dan dapat disusul kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernafasan
tidak dapat diatasi dengan pernafasan buatan.2

INDUKSI ANESTESIA
Induksi anestesia adalah membuat pasien sadar menjadi tidak sadar, sehingga
dimungkinkan untuk memulai anestesi dan pembedahan. Induksi anetesia dapat dikerjakan
secara intravena, inhalasi, atau intramuskular.1
1. Induksi intravena.
● Tiopental: dalam ampul 500mg atau 1000mg, dilarutkan dalam akuades steril sampai
kepekatan 2,5%, hanya boleh digunakan dengan dosis 3-7 mg/kgbb iv.
● Propofol: kepekatan 1% (1ml = 10mg), dosis bolus untuk induksi 2-2,5mg/kgbb iv.
● Ketamin: kurang digemari untuk induksi anestesi karena menimbulkan takikardi,
hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala, dosis bolus induksi intravena 1mg/kgbb iv &
intramuskular 3-10mg/kgbb iv
● Opioid; diberikan dosis tinggi, tidak menganggu kardiovaskular sehingga banyak
digunakan pada pasien kelainan jantung, fentanil dosis induksi 1-3ug/kgbb iv
2. Induksi inhalasi.
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang
dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan yang
mudah menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi, hanya dikerjakan
dengan halotan atau sevofluran. Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien
jarang batuk, walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. Induksi dengan
enfluran, isofluran atau desfluran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran
N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2>4 liter/menit ata campuran N2O:O2=3:1
aliran 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol sampai konsentrasi yang dibutuhkan.
kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian kalau sudah tenang
dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.1
3. Induksi Intramuskular.
Hanya ketamin yang dapat diberikan intramuskular dengan dosis 5-7mg/kgbb iv.
Sebelum memulai induksi anestesi perlu dipersiapkan peralatan yang diperlukan,
mengingat kata STATICS.1
● S = Scope, stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung Laringo-scope,
pilih ukuran yang sesuai dengan pasien dan lampu harus terang.
● T = Tubes, pipa trakea dipilih sesuai ukuran pasien. <5 tahun tanpa cuffed dan >5
tahun dengan cuffed.
● A = Airway Guedel, orotracheal airway/nasotracheal airway. Alat ini berfungsi
untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya lidah tidak
menyumbat jalan nafas.
● T = Tape, plester untuk fiksasi pipa.
● I = Introducer, mandrin atau stilet dari kawat yang dibungkus plastik yang mudah
dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
● C = Connector, penyambung antara pipa dengan alat anestesia.
● S = Suction, penyedot lendir, ludah dan lain-lainnya.

TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM


Preanestesi adalah pemberian zat kimia sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan
utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi dosis
anestetikum, mengurangi atau menghilangkan efek samping anestetikum, dan mengurangi nyeri
selama operasi maupun pasca operasi.
Premedikasi adalah pemberian obat dalam waktu 1-2 jam sebelum operasi untuk
melancarkan induksi yang berguna untuk : Meredakan kecemasan dan ketakutan memperlancar
induksi anestesia, mengurangi kelenjar ludah dan bronkus, meminimalkan jumlah obat anestesi,
mengurangi mual-muntah pasca bedah, Menciptakan amnesia, mengurangi isi cairan lambung
dan mengurangi refleks yang membahayakan.3

KLASIFIKASI STASUS FISIK


Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang yaitu
berdasarkan The American Society of Anesthesiologist (ASA): Kelas I: Pasien sehat organik,
fisiologik, psikiatrik, biokimiawi. Kelas II: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
Kelas III: Pasien dengan penyakit sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas. Kelas IV:
Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin, dan penyakitnya
merupakan ancaman kehidupan setiap saat. Kelas V: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan
atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam. Kelas E: Bila tindakan
pembedahan dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E (emergency) di belakang angka.5

PERSIAPAN PRE-ANESTESI1
1. Anamnesis.
● Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan.
● Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru
kronik, penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
● Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat
menimbulkan interaksi dengan obat-obat anestesi.
● Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang
waktunya, serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.
● Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi
misalnya merokok, alkohol, obat-obat penenang atau narkotik.
2. Pemeriksaan fisik.
● Tinggi dan berat badan untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.
● Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi,
pola dan frekuensi pernafasan.
● Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda
sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian
temporomandibular.
● Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dyspnea atau ortopnea,
sianosis, hipertensi.
● Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat
tekanan intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.
3. Pemeriksaan laboratorium.
● Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa
perdarahan, hitung jenis leukosit.
● Urine : protein, reduksi, sedimen.
● Foto thorax.
● EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya iskemia
miokard.
● Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.
● Fungsi hati pada pasien ikterus.
● Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.
● Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif.

PASCA BEDAH
Pasien yang sejak prabedah sudah direncanakan menjalani perawatan di ICU/PACU,
setelah operasi akan segera dibawa menuju ruang tersebut. Semua pasien yang tidak memerlukan
perawatan intensif harus segera diobservasi di ruang pemulihan. Pemantauan standar dilakukan
sesuai kriteria Aldrete.
Post Anesthesia Score
Aldrete Score

Maximum total score is 10; a score of ≥ 9 is required for discharge.


BAB III
KESIMPULAN

Anestesi umum adalah suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral, disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible yang terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi. Sebelum
dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada pasien yang mencakup beberapa hal
yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta menentukan
klasifikasi status fisik menurut The American Society Of Anesthesiology (ASA). Selama
proses anestesi, dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran,
tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat
kesulitan selama melaksanakan anestesi umum, seperti jalan nafas
dan intubasi, harus ditangani dengan benar. Proses induksi anestesi
dapat dilakukan dengan cara induksi intravena, intramuskular,
inhalasi. Apabila pembiusan sudah dimulai dan pasien tidak sadar,
perlu dilakukan monitoring serta manajemen jalan nafas yang baik
agar pernafasan tetap adekuat. Selesainya proses pembedahan maka
pasien akan dipindahkan ke ruang recovery room dan dievaluasi
sesuai kriteria Aldrete yang dimodifikasi. Dibutuhkan skor ≥ 9 untuk
dapat keluar dari recovery room.
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan M. Petunjuk Klinis Anestesiologi. Jakarta : Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universits Indonesia. Ed 2.
2007;29-96.
2. Fadhli c, syafrudin, sayuti arman et al. Perbadingan onset dan sedasi ketamin- xilazin dan
profopol. Banda aceh: fakultas kedokteran hewan universitas syiah kuala. Vol 10
no2;2016.
3. Istiqoma DK, Ikawati zullies, Inayati. Evaluasi Efektivitas dan Keamanan penggunaan
obat anestesi umum. Yogjakarta:RS PKU Muhammadiyah Yogjakarta
4. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian
Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI
5. Lucky TK, Anjte AW, Magdelena FS. Keamanan dalam tindakan anestesi. Manado:
Fakultas kedokteran universitas sam manado. Vol4. 2016;200-202.

Anda mungkin juga menyukai