ANASTESIS
1.1 Pengertian
1. Untuk menghalau rasa sakit dibagian tubuh tertentu, dari pada harus
melakukan pembiusan total
2. Tujuan utama pemberian obat premedikasi adalah untuk memberikan
sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stress
mental dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan tindakan anestesi
yang spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premidikasi
adalah terjadinya sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari
pernafasan dan sirkulasi. Kebutuhan predikasi bagi masing-masing
pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul
pada pasien pre operasi/bedah.
3. Tujuan anestesi dalah untuk menyediahkan atau menghilangkan rasa
sakit. Memblokir implus saraf dari bagian bawah segmen tulang
belakang yang mengaktifkan penurunan sensasi dibagian bawah tubuh.
4. Obat epidural jatuh kedalam kelas obat yang disebut bius lokas seperti
seperti bupivacaine, chloroprocaine, atau lidokain. Mereka
sering diseampaikan dalam kombinasi dengan opioid atau
narkotika, seperti fentanyl dan sufentanil, untuk mengurangi
dosis yang diperlukan bius lokal
1.3
C. JENIS ANESTESI
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunaka
n adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh d
okter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pemb
edahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kad
ar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injek
si pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatka
n hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untu
k tujuan diagnostik dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai baw
ah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikk
an di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum
belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan
melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatu
s skralis.
D. CARA PEMBERIAN
Obat penghilang rasa sakit epidural diberikan dalam beberapa cara :
1. Injeksi dengan top-
up : Anestesi akan disuntikkan dengan obat penghilang rasa sakit ke dala
m tabung untuk mematikan bagian bawah perut pasien.
2. Infus kontinu : Anestesi yang mengatur kateter epidural. Ujung tabung t
erpasang pada pompa, yang akan menghilangkan rasa sakit pada punggun
g pasien terus-menerus.
a. Resistensi Bius
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mend
apatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resist
en terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseoran
g resisten terhadap obat bius di antaranya:
- Pecandu alcohol
- Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
- Pengguna obat anelgesik
b. Agar Obat Bius Optimal & Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat
bius, sebaiknya pasien benar-
benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.
2. Injeksi Intravena
Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan
propofol adalah obat-
obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-
obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secar
a menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasie
n tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan b
ila ternyata lamanya operasi perlu ditambah.
4. Injeksi Lokal
Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit
untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja membl
okade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan ter
asa kebas dan mati rasa.
G. SIFAT ANESTESI
1. Tidak mengiritasi / merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Larut dalam air
4. Stabil dalam larutan
5. Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
6. Indikasi & Keuntungan anastesi lokal
7. Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.
8. Tekniknya relatif sederhana dan prosentase kegagalan dalam penggunaany
a relatif kecil.
9. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.
10. Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang dig
unakan relatif murah.
11. Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi ter
tentu.Mula kerja harus sesingkat mungkinDurasi kerja harus cukup lama.
H. TIPE ANESTESI
Beberapa tipe anestesi adalah :
1. Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
2. Pembiusan lokal —
hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil
daerah tubuh).
3. Pembiusan regional —
hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selekti
f pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
I. MANFAAT ANESTESI
1. Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri
2. Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untu
k kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghi
langkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran te
rcapainya tujuan terapi
3. Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi
yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai
metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
4. Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggu
nakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penti
ng untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.
1. Kerugian :
a. Ini mungkin tidak bekerja dengan baik pada awal penggunaan
b. Menimbulkan rasa gatal atau demam
c. Pasien mungkin merasakan hanya mati rasa di bagian perut
K. EFEK SAMPING
Ada beberapa macam efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan di
antaranya :
1. Penurunan tekanan darah.
2. Sakit kepala (juga dikenal sebagai tulang punggung sakit kepala).
3. Pada bayi,mungkin membuat penurunan tekanan darah.
4. Sakit kepala juga sangat jarang, tetapi mungkin dapat terjadi.
5. Reaksi terhadap obat-obatan yang berlebihan, sepert ruam.
Pendarahan jika pembuluh darah yang secara tidak sengaja rusak
DAFTAR PUSTAKA
http://kesehatan.kompas.com
http://dypta.wordprees.com
http://satyaexcel.blogspot.com/2012/10/makalah-anestesi-
anesthesia.html
Daftar isi
[sembunyikan]
BAB I
PENDAHULUAN
Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Farmakologi
adalah ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang kesehatan manusia hanya
membatasi ilmu farmakologi klinik yang hanya mempelajari efek obat terhadap manusia
dan farmakologi eksperimental yang hanya mempelajari efek obat terhadap binatang.
Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat induksi
anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat anestesi lokal/regional,
obat pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia non-opioid.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam sepuluh
kelompok, yakni :
1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran. Obat – obat ini
diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resepsi yang cepat
melalui paru – paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang
biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.
3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena teknis mudah,
relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi. Keburukannya ialah absorpsi
kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri dibenci anak-anak, dan beberapa bersifat
iritan.
6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat menghindari efek
sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya fentanil lolipop untuk anak dan
buprenorfin.
7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.
9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan ligamentum
flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.
10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus diberikan obat peri-
anestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun gula darah, dan sebagainya.
Sebagian besar diabsorpsi usus halus bagian atas. Beberapa obat dihancurkan asam
lambung. Pengosongan lambung yang terlambat menyebabkan terkumpulnya obat di
lambung. Sebelum obat masuk sistemik, harus melewati sirkulasi portal. Maka dosis oral
harus lebih besar dari intramuskular, contohnya petidin, dopamin, isoprenalin, dan
propanolol.
Sulfas Atropin
Pethidin
Propofol/ Recofol
Succinil Cholin
Tramus
Efedrin
Obat untuk Anestesi Spinal:
Buvanest atau Bunascan
Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek
buvanest)
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.
- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan
· depresan SSP
· penyempitan bronkus
- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk.
- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
Barbiturat
Midazolam
- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan
induksi anestesia.
- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal
- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis 1-2mg/kgBB
menimbulkan halusinasi.
Diazepam
- mengendalikan kejang
- bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta
menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko
timbulnya refleks vagal.
- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter
atau ketamin
OBAT-OBATAN ANESTESI
Keterangan
1. Ketamin/ketalar
- efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk nyeri visceral
- disosiasi à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah,
tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)
- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.
- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderita-
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.
- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat retikular
otak
Indikasi:
§ Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik
pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
§ Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.
§ Pasien asma
Kontra Indikasi
§ hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
§ Dekompensasi kordis
§ Kdg terasa nyeri pd penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang
pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
§ Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
Efek Samping
ž bradikardi.
ž Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok
hipovolemik.
3. Thiopental
ž Ultra short acting barbiturat
4. Pentotal
§ Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr. Dipakai
dilarutkan dgn aquades
§ Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun)
§ Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi > kecil,
hitungan pemberian lebih mudah
§ Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ↑) à efek sedasi&hipnosis cepat tjd, tp sifat
analgesik sangat kurang
§ TIK ↓
§ depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah à hipotensi. Dpt menimbulkan
vasokontriksi pembuluh darah ginjal
§ Metabolisme di hepar
Kontraindikasi
ž syok berat
ž Anemia berat
1. Halothan/fluothan
v Tidak berwarna, mudah menguap
Loading...
Efek:
v Menghambat salivasi
v Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
ž cepat tidur
ž Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
Kerugian
ž overdosis
ž aritmia jantung
ž Cukup mahal
Efek:
3. Eter
- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
- murah
- teknik sederhana
4. Enfluran
isomer isofluran
tidak mudah terbakar, namun berbau.
Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang (pada
EEG).
Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.
5. Isofluran
cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan
sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevofluran
tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis
ž Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk keluar &
terjadi relaksasi
ž Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi
Durasi
Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
Short (10-15 menit) : mivakurium
Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
Efek terhadap kardiovaskuler
tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan
histamin dan (penghambatan ganglion)
pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
Antikolinesterase
à antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
Halotan : 0,87%
Eter : 1,92%
Enfluran : 1,68%
Isofluran : 1,15%
Sevofluran : 1,8%
Obat Darurat
Spuit à 24mg/ml
Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB
Spuit à 5 mg/cc
Potensi Obat
Onset 2’ 5’ 15’
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 2 10
Keterangan:
Bupivacaine
- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml.
- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.
A. Klasifikasi Opioid
Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek
morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.
Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,
konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).
b. Farmakokinetik
Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin
juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah
pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui
janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam
tinja dan keringat.
c. Indikasi
Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri
yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut
pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan
pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca
bedah.
d. Efek samping
Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,
nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan
pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.
Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi
nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan
dapat diulang sesuai yang diperlukan.
2. PETIDIN
a. Farmakodinamik
Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan
efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah
dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis
3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.
1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.
2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan
asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari
10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.
5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.
c. Farmakokinetik
Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya
dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah
pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam
pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin
dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia
meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian
mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-
demitilasi.
Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan
intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat
masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.
d. Indikasi
Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.
Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.
f. Efek samping
Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,
euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi,
disforia, sinkop dan sedasi.
3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil
75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang
singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan
morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.
Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi
menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.
b. Farmakokinetik
Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan
dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil
dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.
c. Indikasi
Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya
hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan
dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi
anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis
rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.
d. Efek samping
Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah
dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.
Keterangan
Ketorolak
- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB
<50kg dibatasi maks. 60mg/hari.
- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid
di sistem saraf pusat.
- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut,
anak usia <4th, gangguan perdarahan, tonsilektomi.
Ketoprofen
Piroksikam
- Oral, kapsul, tablet, flash, suppositoria, ampul 10-20mg/hari.
Tenoksikam
- Suntikan itramuskuler, intravena ampul 20mg/hari dilanjutkan oral.
Meloksikam
- Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam tetapi efek samping
lebih minimal.
Asetaminofen
- Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin sangat
lemah, karena itu tak digolongkan NSAID.
- Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim mikrosomal hati.
- Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan pembekuan
minimal.
- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis
papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.
- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.
- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.
- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,
manula.
Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan Coomb,
yaitu:
Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi
membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel
basofil di sirkulasi.
- Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang dilapisi
antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.
- Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.
BAB III
KESIMPULAN
- Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat
anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).
- Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa pipi, intramuskular,
subkutan, intravena, rektal, transdermal, inhalasi, epidural, dan spinal.
- Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan
walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan.
- Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri
adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain,
menghindari alergen penyebab, dan cara desensitisasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur
pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan
pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William
Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter.
Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes
yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh
orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis
Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi obat anestesi
berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).
Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan
anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya
kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud
mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia
tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi
untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika,
dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan
untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut
saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur
minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-
operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan
(Neal, 2006).
Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-
obat anestesi umum dan lokal”yang akan membahas obat anestesi umum
dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat,
kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek samping, dan
syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?
8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca
mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Perawat
PEMBAHASAN
A. Definisi Anestesi
Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak
terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang
reversibel (Neal, 2006).
Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum
yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan,
maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).
1. Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga
golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan
obat anestesi yang diberikan secara intravena.
2) Siklopropan
1) Eter
2) Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan
plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen
tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk
induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3) Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada
kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang
kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan
anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan
stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus
sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran
menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat
kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat
hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4) Etilklorida
5) Trikloretilen
1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis
kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila
dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons
korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat
pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan
kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular
meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit
menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.
a) Natrium thiopental
b) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c) Natrium metoheksital
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ±
20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin
sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian
besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan
dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
4) Diazepam
6) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek
pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara
cepat seperti tiopental. Rasa +
2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
1. Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,
benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa Amida
3. Lainnya
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:
a) Anestesi permukaan
b) Anestesi Infiltrasi
c) Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi.
d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai
bawah.
a. Anestesi Inhalasi
b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai
mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas
inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.
a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis
terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi
lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak
penderita.
a) Kelarutannya
c) Ventilasi paru-paru
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran
terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada
jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel.Dengan meningkatnya ambang
rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi
seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas
neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja
tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses
sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang
diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah
dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+,
sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch
clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas
reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini
dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek
benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan
hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk
memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian
propofol dan anestetik inhalasi lain.
Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan
ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah
berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap
kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas
sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit
untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh
hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai
contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi
dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen
oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan
aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
d) Kecepatan metabolisme
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam
sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium
menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel
merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -
95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.
Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini
mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun
mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak
di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut
tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula
kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari
bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi
local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya
bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan
sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke
distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.
d) Nyeri tenggorokan.
e) Sakit kepala.
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika
kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul
efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan
visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan
timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang
terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk
semua anestesi local termasuk kokain.
Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya
kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat
dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai
dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan
dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan
benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan
menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular
d) Darah
f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO
yang berlangsung lama
2. Syarat Ideal Anestesi Lokal
i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil
terhadap pemanasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi
menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik
untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.
B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan
mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang
disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik.
Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri
eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan
efek sampingnya apabila penggunaannya salah.
II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi
a. Penilaian Status Fisik Menurut ASA
Skala yang paling luas adalah digunakan untuk memperkirakan resiko yaitu
klasifikasi status fisik menurut ASA. Tujuannya adalah suatu sistem untuk menilai
kesehatan pasien sebelum operasi. Pada tahun 1963 American Society of
Anesthesiologists (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah
kategori keenam kemudian ditambahkan.
Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang akan
ASA I
dioperasi.
ASA III Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang belum
mengancam jiwa.
27OCT2009
Anestesi
posted in Anestesi by DokMud's Blog
Definisi :
Peristiwa ilangnya sensasi, perasaan ( panas, raba, posture ) dan nyeri bahkan
hilangnya kesadaran, sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan
pembedahan
Trias Anestesi :
1. Analgesia ( Hilangnya nyeri )
2. Hipnotik ( Hilang kesadaran )
3. Relaksasi otot ( Muscle Relaxan )
Tahap :
1. Informed consent
2. Periksa keadan ummum pasien :
– Anamnesis
– Fisik diagnostik
– Pemeriksaan Lab
– Kelas / status penyakit
3. ASA Menentukan grade operasi
4. Masukan oral dibatasi ( Puasa )
5. Tehnik operasi
6. Resiko operasi
7. Premedikasi
Tujuan Premedikasi :
1. Menenangkan penderita
2. Mengurangi rasa sakit
3. Memudahkan induksi
4. Mengurangi dosis obat- obat anestesi
5. Menngurangi refleks yang tidak diinginkan
6. Mengurangi sekresi kelainan mulut & saluran nafas
7. Mencegah mual dan muntah pasca bedah
8. Mencegah penderita ingat situasi selama operasi ( menciptakan amnesia )
Tehnik Anestesi :
1. Umum ( Narkose Umum )
2. Lokal / Regional Anestesi
Yang membedakan : Kesadaran
Anestesi Umum
Tehnik :
1. Inhalasi
2. Intravena
3. Intra Muscular
– Pada operasi anak – anak
– Operasi yang sebentar
Anestesi Lokal :
Tehnik :
1. Topikal ( Anestesi permukaan )
2. Infiltrasi lokal
3. Field Block ( Anestesi / lapaangan )
4. Nerve Block ( Block Syaraf )
5. Spinal Block ( LCS )
6. Epidural Block
7. Intravenous local anestesi
Obat – obat anestesi lokal :
1. Potensi rendah, lama kerja pendek
Ex : Procain, chloroprocain
2. Potensi sedang, lama kerja sedang
Ex : Lidocain, Mopivacain, prilokain
3. Potensi kuat, lama kerja panjang
Ex : Bupivacain , Tetracain
Selama operasi harus ada pemantauan ( Tanda – tanda vital : yaitu : Tensi, suhu,
respirasi, nadi ). Tujuannya adalah untuk mengurangi terjadinya komplikasi
anestesi operasi.
Perioperatif :
1. Therapi cairan :
– Maintenance ( Pemeliharaan )
– Resusitasi ( Pasien shock, perdarahan )
2. Therapi darah :
Enteral :
Masuk Usus melalui NGT :
– Gastrostomi
– Yeyenostomi
– Illeustomi
TBW :
– Cairan intrasel (40%)
a. Terdiri dari : kalium, Mg, fosfat (kalium paling banyak)
b. Otak, Hb, eritrosit
– Cairan Ekstrasel (20%)
a. Cairan interstisial (antar sel) : 15%
b. Plasma (cairan intravaskular) : 5%
c. Terdiri dari : Na, Cl (Na paling banyak)
Indikasi RJPO :
– Henti jantung
– Henti nafas
Indikasi :
– Post operasi ada gangguan nafas (dekomp kordis)
– Depresi nafas
teknik pemberian
1. Nasal kateter
2. Nasal kanul
3. Fis mas (sungkup) :
– non rebiliting (tanpa balon)
– rebiliting (dengan balon)
Tidal volume : 8 – 15
Minute volume (MV) = tidal volume x RR
Cardiac output (CO) = stroke volume x RR (5 – 8 liter)
Spinal
Indikasi :
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T 4 Kebawah
Kontra Indikasi ;
Kelainan pembekuan darah, syok hypopolemia, septocemia, Peningkatan tekanan
intrakranial, infeksi klulit pada daerah fungsi
Komplikasi :
– Dini : Gangguan pada sirkulasi, respirasi, GIT
– Terjadi kemudian ( Delayed )
Kasus :
– Illeus, hernia incarcerataBedah
– Plasenta previa, solutio plasentaKebidanan
– Perdarahan intra cranii, fraktur basis craniiSyaraf
– Trauma BulbiMata
Penyakit :
– lambung penuh
– Syok
– Gangguan alektrolit & asam basa
– Kadar gula darah naik
EX : – Insisi Abses
– Sirkumsisi
– Kuretase
– Hernia Inguinalis ( Pada anak )
– Reposisi fraktur
Syarat TM
1. Induksi cepat & lancar
2. Analgesi cukup baik
3. Cukup dalam untuk pembedahan
4. Masa pulih sadar cepat
5. Komplikasi anestesi pasaca bedah luminal
Tehnik Anestesi
– Lokal
– Prokain 1% – 2,5%
– Lidokain 0,5% – 1%
– Regional
– Intra vena – Block Subarachnoid
– Block regional – Umum
Anestesi Obstetrik :
– Analgesi lokal
1. Spinal
2. Epidural
3. Caudal
4. Paraservcikal
– Komplikasi
1. Aspirasi paru
2. Gangguan respirasi
3. Gangguan kardiovasculer
Anestesi Pediatrik :
Permasalahan :
– Pernafasan – Suhu tubuh
– Kardio – sirkulasi – Cairan tubuh
Massa anestesi :
– Intubasi
– Induksi inhalasi
– Induksi intravena
Misal :
_ Asma _ operasi appendicitis
anestesi :- Halothan + O2 + N2O + relaksasi
- Regional
_ Hemoroid _ckp anestesi regional
_ Operasi singkat
- Curettage _Ketamin iv
_ Sectio Caesaria Regional anestesi
General anestesi
(incapacitating)
Status Fisik (Physical Status = PS) Pasien yang akan mengalami anestesi dan
pembedahan dapat dikategorikan dalam beberapa kelas status fisik, yang semula
diusulkan dan digunakan oleh American Society of Anestesiologist (ASA), karena itu
status fisik diberi nama ASA. Status fisik diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu ASA 1
sampai dengan ASA 5, dengan uraian sebagai berikut : M Klas 1 Pasien tanpa
gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik. Proses patologis yang
akan dilakukan operasi terbatas lokasinya dan tidak akan menyebabkan gangguan
sistemik. Contoh : - Seorang dewasa muda sehat akan menjalani operasi hernia
inguinalis - Seorang wanita muda sehat dengan myoma uteri akan dilakukan
myomektomi M Klas 2 Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang,
yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan
maupun oleh proses patofisiologis. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung
organik tanpa pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan
untuk operasi hernia - Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi
appendektomi - Pasien dengan anemia - Pasien dengan hipertensi esensial Dalam
klas ini dapat juga dimasukkan : - Pasien dengan umur ekstrim (neonatus atau
geriatri) tanpa penyakit sistemik - Obesitas, bronchitis kronis M Klas 3 Pasien
dengan gangguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya Contoh : - DM berat
dengan komplikasi vaskuler yang memerlukan tindakan pembedahan - Insufisiensi
paru sedang sampai berat, perlu pembedahan misalnya hernia - Angina pectoris
atau myocard infarct lama M Klas 4 Pasien dengan gangguan sistemik berat yang
mengancam jiwa, yang tidak selalu dapat dikoreksi dengan pembedahan. Contoh : -
Pasien dengan dekompensasi jantung - Angina pectoris yang terus-menerus -
Insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal atau endokrin M Klas 5 Pasien yang
hanya mempunyai peluang hidup yang kecil. Contoh : - Pasien shock karena
perdarahan - Trauma kepala hebat dengan tekanan intrakranial yang meningkat. -
Pada umumnya pasien-pasien ini memerlukan operasi untuk resusitasi dan
umumnya hanya perlu anestesi sedikit atau bahkan tanpa obat anestesi. Operasi
Darurat (D) : Setiap pasien dari masing-masing klas tersebut di atas yang mengalami
pembedahan darurat dipertimbangkan menjadi dalam kondisi fisik yang jelek.
Dibelakang angka yang menunjukkan kelasnya, ditulis huruf D yang berarti darurat
(dalam buku berbahasa Inggris ditulis E = Emergency) Contoh : Pasien dewasa
sehat dengan hernia incarcerata : PS 1 D Dengan menggunakan klasifikasi ini maka
seseorang dapat berbicara dengan bahasa yang sama baik di forum nasional,
maupun internasional. PERSIAPAN FARMAKOLOGIK PRABEDAH (premedikasi
dalam arti sempit/khusus) Setelah penilaian prabedah selesai dengan menghasilkan
antara lain penentuan status fisik pasien, langkah berikutnya ialah menentukan
macam obat premedikasi yang akan digunakan. Untuk penentuan ini ada beberapa
hal yang harus dipertimbangkan yaitu : Macam operasi Posisi pasien waktu
dilakukan operasi Perkiraan lama operasi dan sebagainya Tujuan utama dari
pemberian obat premedikasi ialah untuk memberikan sedasi psikis, mengurangi rasa
cemas dan melindungi keadaan basal fisiologis dalam melawan bahaya stress
mental atau faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan anestesi yang
spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi yaitu induksi
anestesi yang lancar. Sehingga dapat disimpulkan secara singkat, bahwa tujuan dari
premedikasi dan anestesi ialah untuk melindungi pasien terhadap akibat segera dari
trauma pembedahan (misalnya rasa takut, sakit, aktivitas saraf simpatis, ketegangan
otot).Oleh karena itu premedikasi ini harus memenuhi kebutuhan masing-masing
pasien yang untuk setiap pasien dapat berbeda-beda. Mengapa masalah takut dan
nyeri ini harus diperhatikan betul pada prabedah, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Reaksi fisiologis terhadap nyeri dan rasa takut terdiri atas 2 bagian : Somatik
(voluntary) Simpatetik (involuntary) Efek somatik ini timbul dalam kecerdasan dan
menumbuhkan dorongan untuk bertahan atau menghindari kejadian tsb.
Kebanyakan pasien akan melakukan modifikasi terhadap menifestasi efek somatik
tersebut dan menerima keadaan yaitu dengan tampak tenang. Reaksi saraf simpatis
terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat disembunyikan oleh pasien. Rasa takut
dan nyeri mengaktifkan saraf simpatis untuk menimbulkan perubahan dalam
berbagai derajat yang mengenai setiap sistem dalam tubuh. Banyak dari perubahan
ini yang disebabkan oleh suplai darah ke jaringan, sebagian karena stimulasi eferen
simpatis yang ke pembuluh darah, dan sebagian karena naiknya katekolamin dalam
sirkulasi. Impuls adrenergik dari rasa takut timbul di korteks serebri dan dapat
ditekan dengan tidur atau dengan sedatif yang mencegah kemampuan untuk
menjadi takut bila ada penyebab takut yang sesuai. Reaksi kardiovaskuler terhadap
nyeri secara neurologis berbeda dengan rasa takut, karena arkus refleks yang
tersangkut seluruhnya ada di batang otak di bawah level sensoris thalamus. Ini
berarti bahwa pendekatan klinis untuk menghilangkan kedua hal tersebut harus
berbeda. Tanda akhir dari reaksi adrenergik terhadap rasa takut ialah meningkatnya
detak jantung dan tekanan darah. Maka tujuan pemberian obat premedikasi dapat
disimpulkan sebagai berikut : Menghilangkan kecemasan Mendapatkan sedasi
Mendapatkan analgesi Mendapatkan amnesi Mendapatkan efek antisialogoque
Disamping itu pada keadaan tertentu juga : Menaikkan pH cairan lambung
Mengurangi volume cairan lambung Mencegah terjadinya reaksi alergi Premedikasi
ini tidak boleh diberikan secara otomatis/rutin, tetapi harus berdasar pada keadaan
psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah kunjungan prabedah dilakukan.
Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu dengan memperhitungkan : Umur pasien Berat badan Status fisik Derajat
kecemasan Riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak) Riwayat reaksi
terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah diberi anestesi
sebelumnya) Riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat
berpengaruh pada jalannya anestesi (misalnya MAO inhibitor, kortikosteroid,
antibiotik tertentu) Perkiraan lamanya operasi Macamnya operasi (misalnya
terencana, darurat pasien rawat inap atau rawat jalan) Rencana obat anestesi yang
akan digunakan OBAT-OBAT PREMEDIKASI YANG DIGUNAKAN Sesuai dengan
tujuannya maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai obat premedikasi dapat
digolongkan seperti dibawah ini (beberapa contoh yang terdapat di Indonesia)
Golongan Obat Contoh Barbiturat Luminal Narkotik Morfin Petidin Benzodiazepin
Diazepam Midazolam Butyrophenon Droperidol Antihistamin Promethazine
Antikolinergik Atropin Antasida Gelusil H2 reseptor antagonis Cimetidin Dalam
praktek sehari-hari sering diberikan kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil
yang diinginkan, misalnya : Kombinasi Narkotik + Benzodiazepin + Antikolinergik
Kombinasi Narkotik + Butyrophenon + Antikolinergik Kombinasi Narkotik +
Antihistamin + Antikolinergik Pada keadaan tertentu (misalnya pasien obstetrik) perlu
diberikan antasida. Barbiturat Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk
menjalani operasi akan lebih baik bila diberikan hipnotik malam sebelum hari
operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa
dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat digunakan golongan barbiturat per
oral sebelum waktu tidur Selain itu barbiturat juga digunakan untuk obat premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini ialah dapat menimbulkan sedasi, efek terhadap
depresi respirasi minimal (ini dibuktikan dengan tidak berubahnya respon ventilasi
terhadap CO2), depresi sirkulasi minimal dan tidak menimbulkan efek mual dan
muntah. Obat ini efektif bila diberikan per oral. Sayang untuk bangsa Indonesia,
premedikasi per oral belum dapat dibudayakan (terutama bagi golongan
menengah/bawah) karena masih ditakutkan bila disamping minum obat, pasien tidak
dapat menahan diri untuk tidak minum lebih banyak. Kerugian penggunaan barbiturat
termasuk tidak adanya efek analgesi, terjadinya disorientasi terutama pada pasien
yang kesakitan, serta tidak ada antagonisnya. Narkotik Morfin dan petidin merupakan
narkotik yang paling sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan
obat ini ialah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi,
menghasilkan analgesia pra dan pasca-bedah, memudahkan melakukan pemberian
pernafasan buatan, dapat diantagonisir dengan naloxon. Narkotik ini dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan hipovolemia.
Berlawanan dengan barbiturat, narkotik ini dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan di medulla oblongata yang akan dapat ditunjukkan dengan turunnya
respon terhadap CO2. Mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik
pada pusat mundah di medulla. Bila pasien dalam posisi tidur akan mengurangi efek
tersebut. Morfin diberikan dengan dosis 0,1 – 2,2 mg/kg BB, sedang petidin dengan
dosis 1 – 2 mg/kg BB. Pada orang tua dan anak-anak dosis diberikan lebih kecil.
Benzodiazepin Golongan ini sangat spesifik untuk menghilangkan rasa cemas.
Diazepam bekerja pada reseptor otak yang spesifik, menghasilkan efek antiansietas
yang selektif pada dosis yang tidak menimbulkan sedasi yang berlebihan, deperesi
napas, mual atau muntah. Kerugian penggunaan diazepam untuk premedikasi ini
ialah kadang-kadang pada orang tertentu dapat menyebabkan sedasi yang
berkepan-jangan. Selain itu juga rasa sakit pada penyuntikan intramuskular. Serta
absorbsi sistemik yang jelek setelah pemberian IM. Sekarang sudah ada obat baru
dari golongan Benzodiazepin IM, yaitu Midazolam. Keuntungan obat ini tidak
menimbulkan rasa nyeri pada penyuntikan baik secara IM maupun IV. Diazepam
dapat diberikan pada orang dewasa dengan dosis 10 mg, sedang pada anak kecil
0,2 – 0,5 mg/kg BB. Midazolam dapat diberikan dengan dosis 0,1 mg/kg BB.
Penggunaan midazolam ini harus dengan pengawasan yang ketat, karena
kemungkinan terjadi depresi respirasi. Butyrophenon Dari golongan ini Droperidol
dengan dosis 2,5 – 5 mg IM digunakan sebagai obat premedikasi dengan kombinasi
narkotik. Keuntungan yang sangat besar dari penggunaan obat ini ialah efek
antiemetik yang sangat kuat, dan bekerja secara sentral pada pusat muntah di
medulla. Obat ini ideal digunakan untuk pasien-pasien dengan resiko tinggi, misalnya
pada operasi mata, pasien dengan riwayat sering muntah dan obesitas. Dapat juga
diberikan secara intravena dengan dosis 1 – 1,25 mg. Kadang-kadang pada pasien
tertentu Droperidol ini dapat menimbulkan dysphoria (pasien merasa takut mati).
Droperidol juga mempunyai efek blokade terhadap dopaminergik pada pasien yang
normal. Selain itu juga mempunyai efek alfa adrenergik antagonis yang ringan,
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer. Efek ini dapat
digunakan pada pasien hipertermi sebelum diberikan kompres basah seluruh tubuh.
Namun perlu diingat akan terjadinya relatif hipovolemia. Pada pasien dengan riwayat
alergi/rinitis vasomotorika sebaiknya penggunaan obat ini dihindari. Antihistamin Dari
golongan ini yang sering digunakan sebagai obat premedikasi ialah Promethazin
(phenergan) dengan dosis 12,5 – 25 mg intramuskular pada orang dewasa.
Digunakan pada pasien dengan riwayat asma bronchiale. Antikolinergik Atropin
mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari asetilkolin. Atropin
ini dapat menembus barier lemak misalnya Blood-Brain Barrier, Placenta Barrier, dan
Gastrointestinal tract. Reaksi tersering dari pemakaian obat ini ialah : Menghasilkan
efek antisialogog Mengurangi sekresi ion H asam lambung Menghambat refleks
bradikardia Efek sedativa dan amnesik (terutama scopolamin) Efek yang kurang
menyenangkan dari golongan obat ini ialah : CMS toxicity (gelisah, agitasi) Naiknya
nadi Mydriasis dan cycloplegia Kenaikan suhu tubuh Mengeringkan sekret jalan
napas Antasida Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% efektif
untuk menaikkan pH asam lambung di atas 2,5. Seperti diketahui, aspirasi cairan
asam lambung dengan pH yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan
Acid Aspiration Syndrome atau disebut juga Mendelson Syndrome . Yang dianjurkan
adalah preparat yang mengandung Mg-trisilikat. Histamin H2-reseptor antagonis
Obat ini melawan kemampuan histamin dalam meningkatkan sekresi cairan lambung
yang mengandung ion H tinggi. Dari kepustakaan disebutkan bahwa pemberian
cimetidin oral 300 mg 1 – 1,5 jam pra induksi dapat menaikkan pH cairan lambung di
atas 2,5 sebanyak lebih dari 80% pasien. Dapat pula diberikan secara intravena
dengan dosis yang sama 2 jam sebelum induksi dimulai.
A. PENGERTIAN ANASTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
danaesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan
keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup
(resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun.
B. SKALA RESIKO “ASA”
“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem
penilaian yang membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
I penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang
tua sehat dan bayi muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya
II
penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan penderita
DM ringan yang akan menjalani apendektomi
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
III komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis
akut
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa
IV yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan,
missal insufisiensi koroner atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil,
pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal
V
penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di
luar uterus yang pecah.
C. PEMBAGIAN ANASTESI
1. ANASTESI UMUM
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri
dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.
a. Parenteral (intramuscular/intravena)
b. Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
c. Anastesi Inhalasi
Stadium Anestesi
a. Stadium I
b. Stadium II
c. Stadium III
d. Stadium IV
a. Tiopenthal :
b. Propofol:
1) Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%.
Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi
perawatan intensif 0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa
5%.
2) Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3
thn dan ibu hamil.
c. Ketamin:
d. Opioid:
2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL
a. Anastesi Permukaan
b. Anastesi Infiltrasi
c. Anastesi Blok
Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal
ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan
pleksus brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi
kaudal. Pada anestesispinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.
1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang
luas dengan memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid
di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan
anesthesia pada ekstermitas bawah, perenium dan abdomen bawah.
Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring dalam
posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi
lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera setelah
penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat
blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien
diletakkan lebih rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung
pada jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah
penyuntikan, dan berat jenis agens. Jika berat jenis agens lebih
berat dari berat jenis cairan serebrospinal (CSS), agens akan
bergerak keposisi dependen spasium subarachnoid, jika berat jenis
agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka anasteti akan bergerak
menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan oleh ahli
anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,
tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis
mempengaruhi jari-jari kaki dan perineum dan kemudian secara
bertahap mempengaruhi tungkai dan abdomen. Jika anestetik
mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis dalam
konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,
parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan
mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada
saraf respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi
selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai
aturan, reaksi ini terjadi akibat traksi pada berbagai struktur,
terutama pada struktur di dalam rongga abdomen. Reaksi tersebut
dapat dihindari dengan pemberian intarvena secara simultan
larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang
melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini
juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi,
urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah
obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil
dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat
dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok),
koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi
relatf meliputi neuropati,prior spine surgery, nyeri punggung,
penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a
resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini
(informed concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti
infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit.
Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT)
dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.
Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien,
pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum
spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam
lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik
lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau
bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika
berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih
kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di
tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki
berat jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine,
alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal
2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis
yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:
Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri
saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine,
meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal
total.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia
spinal, selain memantau tekanan darah, perawat perlu
mengobservasi pesien dengan cermat dan mencatat waktu saat
perjalanan sensasi kaki dan jari kembali. Jika sensasi pada jari kaki
telah kembali sepenuhnya, pasien dapat dipertimbangkan telah
pulih dari efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik
local ke dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling
durameter. Anestesia epidural memblok fungsi sensori, motor dan
otonomik yang mirip, tetapi tempat injeksinya yang
membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih besar
disbanding dosis yang diberikan selama anestesi spinal karena
anestesi epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla
atau radiks saraf. Keuntungan dari anestesi epidural adalah tidak
adanya sakit kepala yang kadang disebabkan oleh penyuntikan
subarachnoid. Kerugiannya adalah memiliki tantangan teknik yang
lebih besar dalam memasukkan anestetik ke dalam epidural dan
bukan ke dalam spasium subarachnoid. Jika terjadi penyuntikan
subarachnoid secarA tidak sengaja selama anestesi epidural dan
anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi anestesia
spinal “tinggi”. Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan
hipotensi berat dan depresi atau henti napas. Pengobatan untuk
komplikasi ini adalah dukungan jalan napas, cairan intravena, dan
penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang
mempersarafi dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang
abdomen bawah.
d. Anastesi Regional Intravena
D. OBAT PREMEDIKASI
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi adalah
sebagai berikut:
1. Analgetik narkotik
a. Morfin
b. Petidin
2. Barbiturat
Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis
dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau
intramuslcular.
3. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus
selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
Depolarisasi Nondepolarisasi
Kelumpuhan berkurang
denganpemberian obat pelumpuh
ototnondepolarisasi dan asidosis
Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB
intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi
trakhea 0,15 mg/kgBB intravena.
Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit.
Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.
2.Ketamin
3.Droperidol
4.Diprivan
Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan
dilakukan juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut :
1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.
2. Area operatif harus terpajan secara adekuat.
3. Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.
4. Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau
konstriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.
5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi
lengan, tangan, tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan
cedera serius atau paralisis. Bidang bahu harus tersangga dengan baik
untuk mencegah cedera saraf yang tidak dapat diperbaiki, terutama jika
posisi Trendelenburg diperlukan.
6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama
pada pasien kurus, lansia atau obes.
7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-
jaga bila pasien melawan
Posisi pasien di meja operasi:
K. TAHAPAN
1. Persipan Praanestesi
2. Induksi Anestesi
3. Rumatan Anestesi
Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali
tergantung jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan
memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain
4. Pemulihan Pasca-Anestesi
Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette.
Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun
bila skor total telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.
Penilaian Nilai
Merah muda 2
Warna Pucat 1
Sianotik 0
Tidak berespon 0
Tidak bergerak 0
L.INTUBASI TRAKEA
1. Tujuan
2. Indikasi
3. Peralatan
T : tape, plester
C: connector, sambungan-sambungan
4. Komplikasi
Prematur 2,0-2,5 10 10 cm
Neonatus 2,5-3,5 12 11 cm
N. HIPOTERMIA
Diperlukan pemantauan suhu inti tubuh, haluan urin, EKG, tekanan darah,
gas darah dalam ateri, dan serum elektrolit yang cermat. Perhatikan terhadap
penatalaksanaan hiportemi meluas hingga keperiode pascaoperatif untuk mencegah
kehilangan nitrogen yang signifikan dan katabolisme. Pengobatan mencakup
pemberian oksigen, hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Kehilangan panas
pada pasien lansia di rung operasi dapat dicegah dengan menutupi kepala pasien
mengguanakn topi penahan panas selama anestesi, jaga suhu ruangan operasi harus
dipertahankan pada 26,6oC. larutan antiseptic yang digunakan dalam persiapkan
awal kulit sebelum pemasangan selimut harus cukup hangat, dan bukan yang dingin.
Patofisiologi ini berkaitan dengan aktivitas sel-sel otot. Sel-sel otot terdiri
atas cairan bagian dalam dan membrane bagian terluar. Kalsium, suatu factor
penting dalam proses kontraksi otot, normalnya disimpan dalam froses kontraksi
otot, kalsiu dilepaskan sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi otot,
hipertermia, dan kerusakan pada system saraf pusat. Dengan angka moralitas yang
melebihi 50%, mengidentifasikan pasien yang beresiko adalah penting penting.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainya, seperti dari posisi litotomi keposisi hozontal, dari lateral ke
posisi terlentang. Bahkan memindahklan pasien yang telah dianestesi ke brankar
dapat menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara perlahan lahan
dan secara cermat.
Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada setidaknya
setiap 5 menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi
pertama kali, diikuti dengan pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang
dioperasi dan fungsi system saraf pusat.
1. Tersedak
2. Pernapasan yang bising dan tidak teratur
3. Dalam beberapa menit kulit menjadi berwarna biru agak kehitaman
Satu-satunya cara untuka mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak
adalah dengan menmpatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk
merasakan hembusan napas. Tindakan obstruksi hipofaringeus termasuk
mendongakan kepala kebelakang dan mendorong kedepan pada sudut rahang
bawah.
1. Obstruksi hipofaringeus terjadi leher yang fleksi memungkinkan dagu untuk
turun kearah dada; obstruksi hamper selalu terjadi ketika kepala dalam
midposisi.
2. Mendongakan kepala kebelakang untuk meregangkan struktur leher anterior
menyebabkan dasar lidah terangkat menjauhi dinding faringeal posterior.
Arah anak panah menunjukkan tekanan dari tangan.
3. Membuka mulut diperlukan untuk memperbaiki obstruksi seperti katup dari
saluran hidung selama ekspirasi yang terjadi pada sekitar 30 % pasien
tidak sadar.
R. PROSES KEPERAWATAN MERAWAT PASIEN PASCA ANESTESIA
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut :
1. Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter
pernapasan ; sulit dan bunyi napas
2. Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit.
3. Neurologi ; tingkat respon
4. Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang
kesistem drainase yang spesifik adanya dan kodisi balutan
5. Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan posisi yang
dibutuhkan.
6. Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan tidur ;
gangguan oleh kebisingan pengunjung, ketersedian bel pemanggil.
7. Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang tidak
tersumbat; cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan
baik
8. Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik
S. PENGKAJIAN RESPIRASI
Yang harus diamati kualitas pernapasan dicatat seperti :
1. Kedalaman
2. Frekuensi
3. Bunyi napas
Pernapasan pendek dan cepat mungkin karena nyeri, balutan yang terlalu ketat,
dilatasi lambung atau obstruksi oleh sekresi.
T. PENGKAJIAN SIRKULASI
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah
Pemantaun tanda-tanda syok dan hemoragi. penampilan pasien, TTV untuk
menentukan fungsi kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas darah
arteri dipantau jika kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.
Institusi mempunyai protocol spesifik untuk pemantauan pascaoperatif.
Nadidarah dan pernapasan dicatat setiap 15 menit selama 2 jam pertama, dan
setiap 30 menit selama 2 jam, dan setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali
diindikasikan untuk dilakukan lebih sering setelanhnya mereka diukur lebih jarang
jika semuanya tetap stabil. Suhu tubuh dipantau setiap 4 jam selama 24 jam
pertama.
1. Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan
lebih dari 30 kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah
sistolik turun dibawah 90 mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan.
Namun tekanan darah dasar atau praoperatif pasien digunakan sebagai
perbandingan pascaoperatif yang jelas.
2. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan
menurun 5 mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus
mewaspadakan perawat terhadap adanya masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC.
2001