Anda di halaman 1dari 103

LAPORANN PENDAHULUAN

ANASTESIS

1.1 Pengertian

Anestesi (pembiusan; berasal dari Bahasa Yunani An yaitu “tidak,


tanpa” dan aesthetos yaitu “persepsi, kemampuan untuk merasa”). Secara
umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel
Holmes Sr pada tahun 1846.

Anestesi menurut arti kata adalah hilangnya kesadaran rasa sakit,


namun obat anestasi umum tidak hanya menghilangkan rasa sakit tetapi
juga menghilangkan kesadaran pada operasi-operasi daerah tertentu seperti
perut, selain hilangnya rasa sakit dan kesadaran, dibutuhkan juga relaksasi
otot yang optimal agar operasi dapat berjalan dengan lancar (Ibrahim
2002).

1.2 Tujuan anestesi

1. Untuk menghalau rasa sakit dibagian tubuh tertentu, dari pada harus
melakukan pembiusan total
2. Tujuan utama pemberian obat premedikasi adalah untuk memberikan
sedasi psikis, mengurangi rasa cemas dan melindungi dari stress
mental dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan tindakan anestesi
yang spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premidikasi
adalah terjadinya sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari
pernafasan dan sirkulasi. Kebutuhan predikasi bagi masing-masing
pasien dapat berbeda. Rasa takut dan nyeri harus diperhatikan betul
pada pasien pre operasi/bedah.
3. Tujuan anestesi dalah untuk menyediahkan atau menghilangkan rasa
sakit. Memblokir implus saraf dari bagian bawah segmen tulang
belakang yang mengaktifkan penurunan sensasi dibagian bawah tubuh.
4. Obat epidural jatuh kedalam kelas obat yang disebut bius lokas seperti
seperti bupivacaine, chloroprocaine, atau lidokain. Mereka
sering diseampaikan dalam kombinasi dengan opioid atau
narkotika, seperti fentanyl dan sufentanil, untuk mengurangi
dosis yang diperlukan bius lokal
1.3

Efek somatic ini timbul didalam kecerdasan dan menumbuhkan doron


gan untuk bertahan atau menghindari kejadian tersebut. Kebanyakan pasi
en akan melakukan modifikasi terhadap manifestasi efek somatic tersebut
dan menerima keadaan yaitu dengan Nampak tenang. Reaksi saraf simpati
s terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat disembunyikan oleh pasien. R
asa takut dan nyeri mengaktifkan syaraf simpatis untuk menimbulkan per
ubahan system sirkulasi dalam tubuh. Perubahan ini disebabkan oleh stim
ulasi efferen simpatis yang ke pembuluh darah, dan sebagian karena naikn
ya katekolamin dalam sirkulasi.

C. JENIS ANESTESI
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunaka
n adalah:
1. Anestesi permukaan.
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh d
okter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pemb
edahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kad
ar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
2. Anestesi Infiltrasi.
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injek
si pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatka
n hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
3. Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untu
k tujuan diagnostik dan terapi.
4. Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari
kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai baw
ah.
5. Anestesi Epidural
Anestesi epidural (blokade subarakhnoid atau intratekal) disuntikk
an di ruang epidural yakni ruang antara kedua selaput keras dari sumsum
belakang.
6. Anestesi Kaudal
Anestesi kaudal adalah bentuk anestesi epidural yang disuntikkan
melalui tempat yang berbeda yaitu ke dalam kanalis sakralis melalui hiatu
s skralis.

D. CARA PEMBERIAN
Obat penghilang rasa sakit epidural diberikan dalam beberapa cara :
1. Injeksi dengan top-
up : Anestesi akan disuntikkan dengan obat penghilang rasa sakit ke dala
m tabung untuk mematikan bagian bawah perut pasien.
2. Infus kontinu : Anestesi yang mengatur kateter epidural. Ujung tabung t
erpasang pada pompa, yang akan menghilangkan rasa sakit pada punggun
g pasien terus-menerus.

E. MEKANISME KERJA ANESTESI


1. Mencegah timbulnya konduksi impuls saraf
2. Meningkatkan ambang membran, eksitabilitas berkurang dan kelancaran h
antaran terhambat.
3. Meningkatkan tegangan permukaan selaput lipid molekuler.

a. Resistensi Bius
Ketika dilakukan anestesi, terkadang dapat terjadi seseorang tak mend
apatkan efek bius seperti yang diharapkan. Atau, yang kerap disebut resist
en terhadap obat bius. Beberapa kondisi yang bisa menyebabkan seseoran
g resisten terhadap obat bius di antaranya:
- Pecandu alcohol
- Pengguna obat psikotropika seperti morfin, ekstasi dan lainnya
- Pengguna obat anelgesik
b. Agar Obat Bius Optimal & Aman
Untuk menghindari terjadinya efek samping dan resistensi terhadap obat
bius, sebaiknya pasien benar-
benar memastikan kondisi tubuhnya cukup baik untuk menerima anestesi.

- Menghentikan penggunaan obat anelgetik, paling tidak 1-


2 hari sebelum dilakukan prosedur anestesi.
- Menghentikan konsumsi obat-
obatan yang berefek pada saraf pusat seperti morfin, barbiturat, amfetami
n dan lainnya,
- Paling tidak 1-3 hari sebelum anestesi dilakukan.
-
Berhenti mengonsumsi alkohol paling tidak 2 minggu sebelum penggunaa
n anestesi,
-
Berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum anestesi dilakukan. (nova
/lia)

F. CARA PENGGUNAAN ANESTESI


Kebutuhan dan cara kerja anestesi beranekaragam. Anestesi juga memi
liki cara penggunaan yang berbeda sesuai kebutuhannya. Tak hanya cara d
isuntikkan saja, tetapi juga dihirup melalui alat bantu nafas. Beberapa cara
penggunaan anestesi ini di antaranya :
1. Melalui Pernafasan
Beberapa obat anestesi berupa gas seperti isoflurane dan nitrous oxide,
dapat dimasukkan melalui pernafasan atau secara inhalasi. Gas-
gas ini mempengaruhi kerja susunan saraf pusat di otak, otot jantung, sert
a paru-paru sehingga bersama-
sama menciptakan kondisi tak sadar pada pasien.
Penggunaan bius jenis inhalasi ini lebih ditujukan untuk pasien operasi
besar yang belum diketahui berapa lama tindakan operasi diperlukan. Seh
ingga, perlu dipastikan pasien tetap dalam kondisi tak sadar selama operas
i dilakukan.

2. Injeksi Intravena
Sedangkan obat ketamine, thiopetal, opioids (fentanyl, sufentanil) dan
propofol adalah obat-
obatan yang biasanya dimasukkan ke aliran vena. Obat-
obatan ini menimbulkan efek menghilangkan nyeri, mematikan rasa secar
a menyeluruh, dan membuat depresi pernafasan sehingga membuat pasie
n tak sadarkan diri. Masa bekerjanya cukup lama dan akan ditambahkan b
ila ternyata lamanya operasi perlu ditambah.

3. Injeksi Pada Spinal/ Epidural


Obat-
obatan jenis iodocaine dan bupivacaine yang sifatnya lokal dapat diinjeksi
kan dalam ruang spinal (rongga tulang belakang) maupun epidural untuk
menghasilkan efek mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari pu
sat ke bawah.
Beda dari injeksi epidural dan spinal adalah pada teknik injeksi. Pada e
pidural,injeksi dapat dipertahankan dengan meninggalkan selang kecil unt
uk menambah obat anestesi jika diperlukan perpanjangan waktu tindakan.
Sedang pada spinal membutuhkan jarum lebih panjang dan hanya bisa dil
akukan dalam sekali injeksi untuk sekitar 2 jam ke depan.

4. Injeksi Lokal
Iodocaine dan bupivacaine juga dapat di injeksi di bawah lapisan kulit
untuk menghasilkan efek mati rasa di area lokal. Dengan cara kerja membl
okade impuls saraf dan sensasi nyeri dari saraf tepi sehingga kulit akan ter
asa kebas dan mati rasa.

G. SIFAT ANESTESI
1. Tidak mengiritasi / merusak jaringan saraf secara permanen
2. Batas keamanan harus lebar
3. Larut dalam air
4. Stabil dalam larutan
5. Dapat disterilkan tanpa mengalami perubahan
6. Indikasi & Keuntungan anastesi lokal
7. Penderita dalam keadaan sadar serta kooperatif.
8. Tekniknya relatif sederhana dan prosentase kegagalan dalam penggunaany
a relatif kecil.
9. Pada daerah yang diinjeksi tidak terdapat pembengkakan.
10. Peralatan yang digunakan, sedikit sekali dan sederhana serta obat yang dig
unakan relatif murah.
11. Dapat digunakan sesuai dengan yang dikehendaki pada daerah anatomi ter
tentu.Mula kerja harus sesingkat mungkinDurasi kerja harus cukup lama.

H. TIPE ANESTESI
Beberapa tipe anestesi adalah :
1. Pembiusan total — hilangnya kesadaran total
2. Pembiusan lokal —
hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil
daerah tubuh).
3. Pembiusan regional —
hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selekti
f pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.

I. MANFAAT ANESTESI
1. Digunakan sebagai diagnostic, untuk menentukan sumber nyeri
2. Digunakan sebagai terapi, local anestesi merupakan bagian dari terapi untu
k kondisi operasi yang sangat nyeri, kemampuan dokter gigi dalam menghi
langkan nyeri pada pasien meski bersifat sementara merupakan ukuran te
rcapainya tujuan terapi
3. Digunakan untuk kepentingan perioperatif dan postoperasi. Proses operasi
yang bebas nyeri sebagian besar menggunakan anestesi local, mempunyai
metode yang aman dan efektif untuk semua pasien operasi dentoalveolar.
4. Digunakan untuk kepentingan postoperasi. Setelah operasi dengan menggu
nakan anestesi umum atau lokal, efek anestesi yang berlanjut sangat penti
ng untuk mengurangi ketidaknyamanan pasien.

J. KEUNTUNAN DAN KERUGIAN


1. Keuntungan :
a. Tidak diperlukan persiapan khusus pada pasien.
b. Tidak membutuhkan alat dan tabung gas yang kompleks
c. Tidak ada resiko obstruksi pernapasan. Durasi anestesi sedikitnya satu jam
dan jika pasien setuju dapat diperpanjang sesuai kebutuhan operasi gigi m
inor atau adanya kesulitan dalam prosedur
d. Pasien tetap sadar dan kooperatif dan tidak ada penanganan pasca anestesi
e. Pasien-
pasien dengan penyakit serius, misalnya penyakit jantung biasanya dapat
mentolerir pemberian anestesi lokal tanpa adanya resiko yang tidak diingi
nkan.

1. Kerugian :
a. Ini mungkin tidak bekerja dengan baik pada awal penggunaan
b. Menimbulkan rasa gatal atau demam
c. Pasien mungkin merasakan hanya mati rasa di bagian perut

K. EFEK SAMPING
Ada beberapa macam efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan di
antaranya :
1. Penurunan tekanan darah.
2. Sakit kepala (juga dikenal sebagai tulang punggung sakit kepala).
3. Pada bayi,mungkin membuat penurunan tekanan darah.
4. Sakit kepala juga sangat jarang, tetapi mungkin dapat terjadi.
5. Reaksi terhadap obat-obatan yang berlebihan, sepert ruam.
Pendarahan jika pembuluh darah yang secara tidak sengaja rusak

DAFTAR PUSTAKA

http://kesehatan.kompas.com
http://dypta.wordprees.com
http://satyaexcel.blogspot.com/2012/10/makalah-anestesi-
anesthesia.html

Materi anestesi sumber lain


Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
dan aesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai
prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah anestesi
digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Dua kelompok anestesi


 2Tipe anestesi
 3Anestesiologis dengan empat rangkaian kegiatan
 4Sejarah anestesi
 5Penggunaan obat-obatan dalam anestesi
 6Gejala siuman (awareness)
 7Pemilihan teknik anestesi
 8Lihat pula
 9Daftar pustaka
 10Pranala luar

Dua kelompok anestesi[sunting | sunting sumber]


Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam 2 kelompok,
yaitu analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai
hilangnya perasaan secara total. seseorang yang mengonsumsi analgetik tetap
berada dalam keadaan sadar. Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh
rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang
lainnya hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap
sadar.

Tipe anestesi[sunting | sunting sumber]


Beberapa tipe anestesi adalah:

 Pembiusan total — hilangnya kesadaran total


 Pembiusan lokal — hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada
sebagian kecil daerah tubuh).
 Pembiusan regional — hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh
oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan
dengannya
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia
kehilangan kesadaran. Obat bius jenis ini bila digunakan dalam operasi
pembedahan, maka setelah selesai operasi tidak membuat lama waktu
penyembuhan operasi.

Anestesiologis dengan empat rangkaian


kegiatan[sunting | sunting sumber]
Anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau anestesiologis. Dokter
spesialis anestesiologi selama pembedahan berperan memantau tanda-tanda
vital pasien karena sewaktu-waktu dapat terjadi perubahan yang memerlukan
penanganan secepatnya.
Empat rangkaian kegiatan yang merupakan kegiatan sehari-hari dokter anestesi
adalah:

 Mempertahankan jalan napas


 Memberi napas bantu
 Membantu kompresi jantung bila berhenti
 Membantu peredaran darah
 Mempertahankan kerja otak pasien.

Sejarah anestesi[sunting | sunting sumber]


Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi
dalam dunia kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang
ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus Lullius pada tahun 1275. Lullius
menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius Cordus, ilmuwan
dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G.
Frobenius mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum
penemuan eter, Priestly menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun 1777, dan
berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy menjelaskan kegunaan gas nitrogen-
oksida dalam menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk
pesta mabuk-mabukan. Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek
dari menghirup gas ini membuat orang tertawa dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia
kedokteran sebenarnya sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844.
Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-oksida sebagai penghilang
rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya
mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah
Sakit Umum Massachusetts, Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya
diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells
pada tahun 1842. Ia lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal
9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Boston untuk
berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran gigi
di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada
tahun 1844 untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia
teruskan. Pada tahun yang sama, ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan
kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam membuat dan memasang
gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara menghilangkan
rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya
sebagaimana yang dilakukan Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida
kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di sekolah kedokteran Harvard.
Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-oksida.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan
pada tahun 1846 Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan
di rumah sakit umum Massachusetts. Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton
mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang telah dikemas dalam
suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang
mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap
mengoperasi tumor dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai
tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia
kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil dengan baik dan memicu penggunaan eter
sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan dimulai dan eter
sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali
menggunakan anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia
kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam 100 orang paling berpengaruh dalam
sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa tahun yang lalu.
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan
penggagas zat anestesi telah terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan
mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah digunakan seluruh dokter
di seluruh bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing
mengklaim zat anestesi adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang
dokter bernama Crawford W. Long telah menggunakan eter sebagai zat anestesi
sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan ke masyarakat
luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak
memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara
ketiga dokter dan ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala,
dokter Long tetap menjalankan profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia
bahwa zat anestesi merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun
menghabiskan waktu dan uangnya untuk mempromosikan hasil temuannya. Ia
mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di lembaga
paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika
tahun 1847 dunia kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang
telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk
mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim, dirinya juga berhak
atas penemuan tersebut.
Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan
Monthyon yang bernilai 5.000 frank pada tahun 1846, Morton menolak untuk
membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut adalah miliknya
pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform)
sebagai bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim
patennya. Ia mulai stres dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal
tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu
juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan Wells yang meninggal
secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius
Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

Penggunaan obat-obatan dalam


anestesi[sunting | sunting sumber]
Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik, hirup,
ataupun lewat mulut) yang bertujuan menghilangkan rasa sakit (pain killer),
menidurkan, dan membuat tenang (paraytic drug). Pemberian ketiga macam obat itu
disebut triangulasi.
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:

 Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)


 Benzodiazepine Intravena
 Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
 Etomidate (suatu derifat imidazole)
 Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP'
(phencyclidine)
 Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
 Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane
 Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul
Janssen), alfentanil, sufentanil (1981), remifentanil, meperidine
 Neurosteroid

Gejala siuman (awareness)[sunting | sunting sumber]


Sering terjadi pasien ternyata dapat merasa dan sadar dari pengaruh bius akibat
obat pembius yang tidak bekerja dengan efektif. Secara statistik, Dr. Peter Sebel,
ahli anestesi dari Universitas Emory yang dikutip Time terbitan 3
November 1997 mengungkapkan bahwa dari 20 juta pasien yang dioperasi setiap
tahunnya di Amerika Serikat, 40.000 orang mengalami gejala siuman tersebut. Untuk
mengatasi masalah ini, dalam pertemuan tahunan sekitar bulan Oktober
1997, Persatuan Dokter Ahli Anestesi Amerika ditawari suatu alat yang
disebut Bispectral Index Monitor yang akan memberi peringatan bahwa pasien yang
sedang dioperasi mengalami gejala siuman atau menjelang "bangun dari
tidurnya".Penemu alat tersebut adalah Dr. Nassib Chamoun, seorang dokter ahli
saraf (neurologist) asal Yordania. Dengan menggunakan prinsip kerja dari alat yang
sudah ada, yaitu peranti yang disebut EEG (Electroencephalography). Alat yang
ditemukan Dr. Chamoun itu mampu memonitor potensi listrik yang ditimbulkan oleh
aktivitas "jaringan otakmanusia".
Alat ini dapat menunjukkan derajat kondisi siuman pasien yang sedang menjalani
suatu pembedahan. Angka "100" menunjukkan pasien dalam keadaan "siuman
sepenuhnya". Bila jarum menunjukkan angka "60" berarti pasien dalam kondisi "siap
untuk dioperasi". Angka "0" menandakan pasien mengalami "koma yang dalam".
Dengan mengamati derajat siuman dari alat ini, dokter anestesi dapat menambahkan
obat pembiusan apabila diperlukan, atau memberikan dosis perawatan kepada
pasien yang telah mengalami kondisi ideal untuk dilakukan operasi. Di samping itu,
dokter bedah dapat dengan tenang menyelesaikan operasinya sesuai rencana yang
telah ditetapkan.

Pemilihan teknik anestesi[sunting | sunting sumber]


Pemilihan teknik anestesi adalah suatu hal yang kompleks, memerlukan
kesepakatan dan pengetahuan yang dalam baik antara pasien dan faktor-faktor
pembedahan. Dalam beberapa kelompok populasi pasien, pembiusan
regional ternyata lebih baik daripada pembiusan total.Blokade neuraksial bisa
mengurangi risiko thrombosis vena, emboli paru, transfusi, pneumonia, tekanan
pernapasan, infark miokardial dan kegagalan ginjal.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


 Dokter
 Anestesiologis

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]


 Martaningtyas, Tsemol (2005): "Terbius memburu paten gas tertawa"
 Suryanto,dr (1998): "Trauma selama dan setelah operasi"

FARMAKOLOGI OBAT-OBATAN ANESTESI


pemberian anestesi

BAB I

PENDAHULUAN

Obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup. Farmakologi
adalah ilmu yang sangat luas cakupannya, karena itu bidang kesehatan manusia hanya
membatasi ilmu farmakologi klinik yang hanya mempelajari efek obat terhadap manusia
dan farmakologi eksperimental yang hanya mempelajari efek obat terhadap binatang.

Secara umum, obat-obatan anestesi terdiri dari obat pre-medikasi, obat induksi
anestesi, obat anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat anestesi lokal/regional,
obat pelumpuh otot, analgesia opioid dan analgesia non-opioid.
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan cara penggunaanya, obat anestesi dapat dibagi dalam sepuluh

kelompok, yakni :

1. Anastetika Inhalasi : gas tertawa, halotan, enfluran, isofluran, scuofluran. Obat – obat ini
diberikan sebagai uap melalui saluran nafas. Keuntungannya adalah resepsi yang cepat
melalui paru – paru seperti juga ekskresinya melalui gelembung paru (alveoli) yang
biasanya dalam keadaan utuh. Obat ini terutama digunakan untuk memelihara anastesi.

2. Anastetika Intravena : thiopental, diazepam dan midazolam, ketamin, dan propofol.


Obat – obat ini juga dapat diberikan dalam sediaan suppositoria secara rectal, tetapi
resorpsinya kurang teratur. Terutama digunakan untuk mendahului (induksi) anastesi
total, atau memeliharanya, juga sebagai anastesi pada pembedahan singkat.

3. Anestetika intramuskular : sangat populer dalam praktek anestesi, karena teknis mudah,
relatif aman karena kadar plasma tidak mendadak tinggi. Keburukannya ialah absorpsi
kadang diluar perkiraan, menimbulkan nyeri dibenci anak-anak, dan beberapa bersifat
iritan.

4. Subkutan : sekarang sudah jarang digunakan

5. Spinal : dimasukkan kedalam ruang subarakhnoid (intratekal) seperti pada bupivacaine.

6. Lidah dan mukosa pipi : absorpsi lewat lidah dan mukosa pipi dapat menghindari efek
sirkulasi portal, bersifat larut lemak, contohnya fentanil lolipop untuk anak dan
buprenorfin.

7. Rektal : sering diberikan pada anak yang sulit secara oral dan takut disuntik.

8. Transdermal : contoh krem EMLA (eutectic mixture of local anesthetic), campuran


lidokain-prokain masing-masing 2,5%. Krem ini dioleskan ke kulit intakdan setelah 1-2
jam baru dilakukan tusuk jarum atau tindakan lain.

9. Epidural: dimasukkan kedalam ruang epidural yaitu antara duramater dan ligamentum
flavum. Cara ini banyak pada anestesia regional.

10. Oral : paling mudah, tidak nyeri, dapat diandalkan. Kadang harus diberikan obat peri-
anestesia, seperti obat anti hipertensi, obat penurun gula darah, dan sebagainya.
Sebagian besar diabsorpsi usus halus bagian atas. Beberapa obat dihancurkan asam
lambung. Pengosongan lambung yang terlambat menyebabkan terkumpulnya obat di
lambung. Sebelum obat masuk sistemik, harus melewati sirkulasi portal. Maka dosis oral
harus lebih besar dari intramuskular, contohnya petidin, dopamin, isoprenalin, dan
propanolol.

OBAT-OBATAN DALAM ANESTESI


Obat-Obatan Anestesi Umum

 Sulfas Atropin
 Pethidin
 Propofol/ Recofol
 Succinil Cholin
 Tramus
 Efedrin
Obat untuk Anestesi Spinal:
 Buvanest atau Bunascan
 Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek
buvanest)

Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak


emergency:
 Atropin
 Efedrin
 Ranitidin
 Ketorolac
 Metoklorpamid
 Aminofilin
 Asam Traneksamat
 Adrenalin
 Kalmethason
 furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
 lidocain
 gentamicyn salep mata
 Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
 Methergin (untuk pasien obsgyn)
 Adrenalin
PENGGOLONGAN OBAT PRE-MEDIKASI
1. Golongan Narkotika
- analgetika sangat kuat.

- Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.

- Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.

- Efek samping: mendepresi pusat nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh


darah àhipotensi

- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah, misalnya:
halotan, tiopental, propofol.

- Pethidin diinjeksikan pelan untuk:

· mengurangi kecemasan dan ketegangan

· menekan TD dan nafas

· merangsang otot polos

- Morfin adalah obat pilihan jika rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan

· mengurangi kecemasan dan ketegangan

· menekan TD dan nafas

· merangsang otot polos

· depresan SSP

· pulih pasca bedah lebih lama

· penyempitan bronkus

· mual muntah (+)

2. Golongan Sedativa & Transquilizer

- Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk.

- Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.

- Efek samping: depresi nafas, depresi sirkulasi.


- diberikan apabila pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak lebih
gelisah

Barbiturat

- menimbulkan sedasi dan menghilangkan kekhawatiran sebelum operasi

- depresan lemah nafas dan silkulasi

- mual muntah jarang

Midazolam

- Midazolam sering digunakan sebagai premedikasi pada pasien pediatrik sebagai sedasi dan
induksi anestesia.

- Pre-medikasi, induksi, rumatan, sedasi post operasi.

- Memiliki efek antikonvulsan sehingga dapat digunakan untuk mengatasi kejang grand mal

- Dianjurkan sebelum pemberian ketamin karena pasca anestesi ketamin dosis 1-2mg/kgBB
menimbulkan halusinasi.

Diazepam

- induksi, premedikasi, sedasi

- menghilangkan halusinasi karena ketamin

- mengendalikan kejang

- menguntungkan untuk usia tua

- jarang terjadi depresi nafas, batuk, disritmia

- premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg

3. Golongan Obat Pengering

- bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta
menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko
timbulnya refleks vagal.

- Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.


- Efek samping: proses pembuangan panas akan terganggu, terutama pada anak-anak
sehingga terjadi febris dan dehidrasi

- diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika dengan efek hipersekresi, mis: dietileter
atau ketamin

OBAT-OBATAN ANESTESI

Obat Dalam Jumlah di Pengenceran Dalam Dosis 1 cc


sediaan sediaan spuit (mg/kgBB) spuit =

Pethidin ampul 100mg/2cc 2cc + aquadest 10 cc 0,5-1 10 mg


8cc

Fentanyl 0,05 mg/cc 0,05mg

Recofol ampul 200mg/ 10cc + lidocain 10 cc 2-2,5 10 mg


(Propofol) 1 ampul
20cc

Ketamin vial 100mg/cc 1cc + aquadest 10 cc 1-2 10 mg


9cc

Succinilcholin vial 200mg/ Tanpa 5 cc 1-2 20 mg


pengenceran
10cc

Atrakurium ampul 10mg/cc Tanpa 5 cc Intubasi: 0,5- 10 mg


Besilat (Tramus/ pengenceran 0,6, relaksasi:
Tracrium) 0,08,
maintenance:
0,1-0,2

Efedrin HCl ampul 50mg/cc 1cc + aquadest 10 cc 0,2 5 mg


9cc

Sulfas Atropin ampul 0,25mg/cc Tanpa 3 cc 0,005 0,25 mg


pengenceran

Ondansentron ampul 4mg/2cc Tanpa 3 cc 8 mg (dewasa) 2 mg


HCl (Narfoz) pengenceran
5 mg (anak)

Aminofilin ampul 24mg/cc Tanpa 10 cc 5 24 mg


pengenceran
Dexamethason ampul 5 mg/cc Tanpa 1 5 mg
pengenceran

Adrenalin ampul 1 mg/cc 0,25-0,3

Neostigmin ampul 0,5mg/cc Tanpa Masukkan 2 0,5 mg


(prostigmin) pengenceran ampul
prostigmin + 1
ampul SA

Midazolam ampul 5mg/5cc Tanpa 0,07-0,1 1 mg


(Sedacum) pengenceran

Ketorolac ampul 60 mg/2cc Tanpa 30 mg


pengenceran

Difenhidramin ampul 5mg/cc Tanpa 5 mg


HCl pengenceran

Onset dan Durasi yang penting

OBAT ONSET DURASI

Succinil Cholin 1-2 mnt 3-5 mnt

Tracrium (tramus) 2-3 mnt 15-35 mnt

Sulfas Atropin 1-2 mnt

Ketamin 30 dtk 15-20 mnt

Pethidin 10-15 mnt 90-120 mnt

Pentotal 30 dtk 4-7 mnt

Keterangan

A. Obat Induksi intravena

1. Ketamin/ketalar
- efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk nyeri visceral

- Efek hipnotik kurang

- Efek relaksasi tidak ada


- Refleks pharynx & larynx masih ckp baik à batuk saat anestesi à refleks vagal

- disosiasi à mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh gelisah,
tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi

- Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)

- TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat, hiosin.

- dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderita-
penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang masih
ringan.

- Dosis berlebihan scr iv à depresi napas

- Pd anak dpt timbulkan kejang, nistagmus

- Meningkatkan kdr glukosa darah + 15%

- Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit

- Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin

- Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat retikular
otak

Indikasi:

§ Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan sikatrik
pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.

§ Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).

§ Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)

§ Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai untuk
induksi pada pasien syok.

§ Untuk tindakan operasi kecil.

§ Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.

§ Pasien asma

Kontra Indikasi
§ hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg

§ riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)

§ Dekompensasi kordis

Harus hati-hati pada :

§ Riwayat kelainan jiwa

§ Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

2. Propofol (diprifan, rekofol)


§ Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai &
postasida telur yg dimurnikan.

§ Kdg terasa nyeri pd penyuntikan à dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol à jarang
pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian

§ Analgetik tdk kuat

§ Dpt dipakai sbg obat induksi & obat maintenance

§ Obat setelah diberikan à didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.

§ Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.

§ Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak

Efek Samping

ž bradikardi.

ž nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.

ž Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan

ž Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan

ž Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver, syok
hipovolemik.

3. Thiopental
ž Ultra short acting barbiturat

ž Dipakai sejak lama (1934)


ž Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dlm air

4. Pentotal
§ Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr. Dipakai
dilarutkan dgn aquades

§ Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8

§ Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun)

§ Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi > kecil,
hitungan pemberian lebih mudah

§ Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ↑) à efek sedasi&hipnosis cepat tjd, tp sifat
analgesik sangat kurang

§ TIK ↓

§ Mendepresi pusat pernapasan

§ Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan

§ depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah à hipotensi. Dpt menimbulkan
vasokontriksi pembuluh darah ginjal

§ tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta

§ Dpt melewati ASI

§ menyebabkan relaksasi otot ringan

§ reaksi. anafilaktik syok

§ gula darah sedikit meningkat.

§ Metabolisme di hepar

§ cepat tidur, waktu tidur relatif pendek

§ Dosis iv: 3-5 mg/kgBB

Kontraindikasi

ž syok berat

ž Anemia berat

ž Asma bronkiale à menyebabkan konstriksi bronkus


ž Obstruksi sal napas atas

ž Penyakit jantung & liver

ž kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

B. Obat Anestetik inhalasi

1. Halothan/fluothan
v Tidak berwarna, mudah menguap

v Tidak mudah terbakar/meledak

v Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya

Loading...

Efek:

v Tidak merangsang traktus respiratorius

v Depresi nafas Þ stadium analgetik

v Menghambat salivasi

v Nadi cepat, ekskresi airmata

v Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup

v Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus

v Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)

v Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi

v Vasodilatasi pembuluh darah otak

v Sensitisasi jantung terhadap katekolamin

v Meningkatkan aktivitas vagal à vagal refleks

v Pemberian berulang (1-3 bulan) à kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)

v Menghambat kontraksi otot rahim

v Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh

v Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance


Keuntungan

ž cepat tidur

ž Tidak merangsang saluran napas

ž Salivasi tidak banyak

ž Bronkhodilator à obat pilihan untuk asma bronkhiale

ž Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)

ž Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak

Kerugian

ž overdosis

ž Perlu obat tambahan selama anestesi

ž Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi

ž aritmia jantung

ž Sifat analgetik ringan

ž Cukup mahal

ž Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)


 gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak
larut dalam darah.

Efek:

 Analgesik sangat kuat setara morfin


 Hipnotik sangat lemah
 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.àBila murni N2O =
depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.

3. Eter
- tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
- iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus

- margin safety sangat luas

- murah

- analgesi sangat kuat

- sedatif dan relaksasi baik

- memenuhi trias anestesi

- teknik sederhana

4. Enfluran
 isomer isofluran
 tidak mudah terbakar, namun berbau.
 Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang (pada
EEG).
 Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran
 cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
 menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan
sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
 Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran

6. Sevofluran
 tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
 tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

C. Obat Muscle Relaxant


ž Bekerja pd otot bergaris à terjadi kelumpuhan otot napas & otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.

ž Bekerja pertama: kelumpuhan otot


mata àekstremitas à mandibula àintercostalisàabdominal àdiafragma.

ž Pd pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.

ž Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk keluar &
terjadi relaksasi
ž Terbagi dua: Non depolarisasi, dan depolarisasi

Dosis awal Dosis Durasi Efek samping


(mg/kgBB) rumatan (menit)
(mg/kgBB)

Non depol long-acting

1. D-tubokurarin (tubarin) 0.40-0.60 0.10 30-60 Hipotensi

2. Pankuronium 0.08-0.12 0.15-0.020 30-60 Takikardi

3. Metakurin 0.20-0.40 0.05 40-60 Hipotensi

4. Pipekuronium 0.05-0.12 0.01-0.015 40-60 KV stabil

5. Doksakurium 0.02-0.08 0.005-0.010 45-60 KV stabil

6. Alkurium (alloferin) 0.15-0.30 0.5 40-60 Takikardi

Non depol intermediate acting

1. Gallamin (flaxedil) 4-6 0.5 30-60 Hipotensi

2. Atrakurium (tracrium/notrixum) 0.5-0.6 0.1 20-45 Amanhepar&ginjal

3. Vekuronium (norcuron) 0.1-0.2 0.015-0.02 25-45

4. Rokuronium (roculax/esmeron) 0.6-1.0 0.10-0.15 30-60

5. Cistacuronium 0.15-0.20 0.02 30-45 Isomer atrakurium

Non depol short acting

1. mivakurium (mivacron) 0.20-0.25 0.05 10-15 Hipotensi &


histamin +
2. ropacuronium 1.5-2.0 0.3-0.5 15-30

Depol short acting


3-10
1. suksinilkolin (scolin) 1.0
3-10
2. dekametonium 1.0

 Durasi
 Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
 Short (10-15 menit) : mivakurium
 Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
 Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
 Efek terhadap kardiovaskuler
 tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan
histamin dan (penghambatan ganglion)
 pankuronium : menaikkan tekanan darah
 suksinilkolin : aritmia jantung
Antikolinesterase
à antagonis pelumpuh otot non depolarisasi

 neostigmin metilsulfat 0,04-,0,08mg/kg (prostigmin)


 piridostigmin 0,1-0,4mg/kg
 edrofonium 0,5-1,0mg/kg
- fungsi: efek nilotinik + muskarinik à bradikardi, hiperperistaltik, hipersekresi,
bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria

- pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)

MAC (Minimal Alveolar Concentration)


à konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak memberikan
respon rangsang sakit

Halotan : 0,87%

Eter : 1,92%

Enfluran : 1,68%

Isofluran : 1,15%

Sevofluran : 1,8%

Obat Darurat

Nama Berikan bila Berapa yang diberikan?

Efedrin TD menurun >20% dari TD awal 2 cc spuit


(biasanya bila TD sistol <90
diberikan)

Sulfas atropin Bradikardi (<60) 2 cc spuit

Aminofilin Bronkokonstriksi 5 mg/kgBB

Spuit à 24mg/ml
Dexamethason Reaksi anafilaksis 1 mg/kgBB

Spuit à 5 mg/cc

Adrenalin Cardiac arrest 0,25 – 0,3 mg/kgBB, 1 mg/cc (teori)

Prakteknya à beri sampai aman

Succinil cholin Spasme laring 1 mg/kgBB (1cc spuit à

ANESTESI LOKAL/ REGIONAL


à blokade reversibel konduksi saraf

mencegah DEPOLARISASI dengan blokade ion Na+ ke channel Na ( blokade


konduksi) àmencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+

Potensi Obat

SHORT act MEDIUM act LONG act

Prototipe Prokain Lidokain Bupirokain

Gol Ester Amida Amida

Onset 2’ 5’ 15’

Durasi 30-45’ 60-90’ 2-4jam

Potensi 1 3 15

Toksisitas 1 2 10

Dosis max 12 Mg/KgBB 6 mg/KgBB 2 Mg/KgBB

Metabolisme Plasma Liver Liver

Keterangan:

Bupivacaine

- Konsentrasi 0,5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volume yang digunakan
<20ml.

Lidokain (Xylocaine, Lidonest)

- Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relasasi otot baik.
- 0,8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik.

- 1,5% lazim digunakan untuk pembedahan.

- 2% untuk relaksasi pasien berotot.

OPIOID DAN ANALGETIKA NON-OPIOID


OPIOID
 Opioid yang sering digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin,
fentanil.
 Opioid adalah semua zat baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan
reseptor morfin. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering
digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan
nyeri pasca pembedahan.

A. Klasifikasi Opioid

Penggolongan opioid antara lain:

1. opioid natural (morfin, kodein, pavaperin, dan tebain)

2. semisintetik (heroin, dihidro morfin/morfinon, derivate tebain)

3. sintetik (petidin, fentanil, alfentanil, sufentanil dan remifentanil).

B. Obat-obat opioid yang biasa digunakan dalam


anastesi antara lain:
1. MORFIN
a. Farmakodinamik

Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek
morfin pada sistem syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi.
Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar.
Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis, miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal,
konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH).

b. Farmakokinetik

Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin
juga dapat menembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah
pemberian oral jauh lebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian
parenteral dengan dosis yang sama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaharui
janin. Eksresi morfin terutama melalui ginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam
tinja dan keringat.

c. Indikasi

Morfin dan opioid lain terutama diindikasikan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
hebat yang tidak dapat diobati dengan analgesik non-opioid. Apabila nyerinya makin besar
dosis yang diperlukan juga semakin besar. Morfin sering digunakan untuk meredakan nyeri
yang timbul pada infark miokard, neoplasma, kolik renal atau kolik empedu, oklusi akut
pembuluh darah perifer, pulmonal atau koroner, perikarditis akut, pleuritis dan
pneumotorak spontan, nyeri akibat trauma misalnya luka bakar, fraktur dan nyeri pasca
bedah.

d. Efek samping

Efek samping morfin (dan derivat opioid pada umumnya) meliputi depresi pernafasan,
nausea, vomitus, dizzines, mental berkabut, disforia, pruritus, konstipasi kenaikkan tekanan
pada traktus bilier, retensi urin, dan hipotensi.

e. Dosis dan sediaan

Morfin tersedia dalam tablet, injeksi, supositoria. Morfin oral dalam bentuk larutan
diberikan teratur dalam tiap 4 jam. Dosis anjuran untuk menghilangkan atau mengurangi
nyeri sedang adalah 0,1-0,2 mg/ kg BB. Untuk nyeri hebat pada dewasa 1-2 mg intravena dan
dapat diulang sesuai yang diperlukan.

2. PETIDIN
a. Farmakodinamik

Meperidin (petidin) secara farmakologik bekerja sebagai agonis reseptor µ. Seperti halnya
morfin, meperidin (petidin) menimbulkan efek analgesia, sedasi, euforia, depresi nafas dan
efek sentral lainnya. Waktu paruh petidin adalah 5 jam. Efektivitasnya lebih rendah
dibanding morfin, tetapi lebih tinggi dari kodein. Durasi analgesinya pada penggunaan klinis
3-5 jam. Dibandingkan dengan morfin, meperidin lebih efektif terhadap nyeri neuropatik.

b. Perbedaan antara petidin (meperidin) dengan morfin sebagai berikut :

1) Petidin lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin yang larut dalam air.

2) Metabolisme oleh hepar lebih cepat dan menghasilkan normeperidin, asam meperidinat dan
asam normeperidinat. Normeperidin adalah metabolit yang masih aktif memiliki sifat
konvulsi dua kali lipat petidin, tetapi efek analgesinya sudah berkurang 50%. Kurang dari
10% petidin bentuk asli ditemukan dalam urin.

3) Petidin bersifat atropin menyebabkan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan


takikardia.
4) Petidin menyebabkan konstipasi, tetapi efek terhadap sfingter oddi lebih ringan.

5) Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah yang tidak ada
hubungannya dengan hipotermi dengan dosis 20-25 mg i.v pada dewasa.

6) Lama kerja petidin lebih pendek dibandingkan morfin.

c. Farmakokinetik

Absorbsi meperidin dengan cara pemberian apapun berlangsung baik. Akan tetapi kecepatan
absorbsi mungkin tidak teratur setelah suntikan IM. Kadar puncak dalam plasma biasanya
dicapai dalam 45 menit dan kadar yang dicapai antar individu sangat bervariasi. Setelah
pemberian meperidin IV, kadarnya dalam plasma menurun secara cepat dalam 1-2 jam
pertama, kemudian penurunan berlangsung lebih lambat. Kurang lebih 60% meperidin
dalam plasma terikat protein. Metabolisme meperidin terutama dalam hati. Pada manusia
meperidin mengalami hidrolisis menjadi asam meperidinat yang kemudian sebagian
mengalami konjugasi. Meperidin dalam bentuk utuh sangat sedikit ditemukan dalam urin.
Sebanyak 1/3 dari satu dosis meperidin ditemukan dalam urin dalam bentuk derivat N-
demitilasi.

Meperidin dapat menurunkan aliran darah otak, kecepatan metabolik otak, dan tekanan
intra kranial. Berbeda dengan morfin, petidin tidak menunda persalinan, akan tetapi dapat
masuk ke fetus dan menimbulkan depresi respirasi pada kelahiran.

d. Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia. Pada beberapa keadaan klinis,
meperidin diindikasikan atas dasar masa kerjanya yang lebih pendek daripada morfin.
Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia obstetrik dan sebagai obat
preanestetik.

e. Dosis dan sediaan

Sediaan yang tersedia adalah tablet 50 dan 100 mg ; suntikan 10 mg/ml, 25 mg/ml, 50
mg/ml, 75 mg/ml, 100 mg/ml. ; larutan oral 50 mg/ml. Sebagian besar pasien tertolong
dengan dosis parenteral 100 mg. Dosis untuk bayi dan anak ; 1-1,8 mg/kg BB.

f. Efek samping

Efek samping meperidin dan derivat fenilpiperidin yang ringan berupa pusing, berkeringat,
euforia, mulut kering, mual-muntah, perasaan lemah, gangguan penglihatan, palpitasi,
disforia, sinkop dan sedasi.

3. FENTANIL
a. Farmakodinamik
Turunan fenilpiperidin ini merupakan agonis opioid poten. Sebagai suatu analgesik, fentanil
75-125 kali lebih poten dibandingkan dengan morfin. Awitan yang cepat dan lama aksi yang
singkat mencerminkan kelarutan lipid yang lebih besar dari fentanil dibandingkan dengan
morfin. Fentanil (dan opioid lain) meningkatkan aksi anestetik lokal pada blok saraf tepi.
Keadaan itu sebagian disebabkan oleh sifat anestetsi lokal yamg lemah (dosis yang tinggi
menekan hantara saraf) dan efeknya terhadap reseptor opioid pada terminal saraf tepi.
Fentanil dikombinasikan dengan droperidol untuk menimbulkan neureptanalgesia.

b. Farmakokinetik

Setelah suntikan intravena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan
dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Fentanil
dimetabolisir oleh hati dengan N-dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa
metabolismenya dikeluarkan lewat urin.

c. Indikasi

Efek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. Dosis 1-3 mg /kg BB analgesianya
hanya berlangsung 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan
dan tidak untuk pasca bedah. Dosis besar 50-150 mg/kg BB digunakan untuk induksi
anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioazepam dan inhalasi dosis
rendah, pada bedah jantung. Sediaan yang tersedia adalah suntikan 50 mg/ml.

d. Efek samping

Efek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah
dengan pelumpuh otot. Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin
plasma, ADH, renin, aldosteron dan kortisol.

ANALGETIKA NON OPIOID (NSAID)

Keterangan

Ketorolak

- Diberikan secara oral, intramuskular, intravena.

- Efek analgesia dicapai dalam 30 menit, maksimal setelah 1-2 jam.


- Lama kerja 4-6 jam.

- Dosis awal 10-30mg/hari dosis maks. 90mg/hari, pada manula, gangguan faal ginjal, dan BB
<50kg dibatasi maks. 60mg/hari.

- 30mg ketorolak=12mg morfin=100mg petidin, dapat digunakan bersama opioid.

- Cara kerja menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid
di sistem saraf pusat.

- Tidak untuk wanita hamil, menghilangkan nyeri persalinan, wanita menyusui, usia lanjut,
anak usia <4th, gangguan perdarahan, tonsilektomi.

Ketoprofen

- Diberikan secara oral, kapsul, tablet 100-200 mg/hari.

- Per-rektal 1-2 suppositoria.

- Suntikan intarmuskuler 100-300mg/hari.

- Intravena per-infus dihabiskan dalam 20 menit.

Piroksikam
- Oral, kapsul, tablet, flash, suppositoria, ampul 10-20mg/hari.

Tenoksikam
- Suntikan itramuskuler, intravena ampul 20mg/hari dilanjutkan oral.

- Hasil metabolisme dibuang lewat ginjal dan sebagian lewat empedu.

Meloksikam
- Inhibitor selektif Cox-2 dengan efektifitas=diklofenak atau piroksikam tetapi efek samping
lebih minimal.

- Dosis satu tablet 7,5mg atau 15mg/hari

Asetaminofen
- Tak punya sifat anti inflamasi dan sifat inhibitor terhadap sintesis prostaglandin sangat
lemah, karena itu tak digolongkan NSAID.

- Biasa untuk nyeri ringan dan dikombinasi analgetik lain

- Dosis oral 500-1000mg/4-6jam, dosis maksimal 4000mg/hari.

- Dosis toksis dapat menyebabkan nekrosis hati karena dirusak oleh enzim mikrosomal hati.
- Lebih disukai dari aspirin karena efek samping terhadap lambung dan gangguan pembekuan
minimal.

Efek samping golongan NSAID


- Gangguan saluran cerna: nyeri lambung, panas, kembung, mual-muntah, konstipasi, diare,
dispepsia, perdarahan tukak lambung, ulserasi mukosa lambung.

- Hipersensitivitas kulit: gatal, pruritus, erupsi, urtikaria, sindroma Steven-Johnson.

- Gangguan fungsi ginjal: penurunan aliran darah ginjal, penurunan laju filtrasi glomerulus,
retensi natrium, hiperkalemia, peningkatan ureum-kreatinin, pererenal azotemia, nekrosis
papil ginjal, nefritis, sindroma nefrotik.

- Gangguan fungsi hepar: peningkatan SGOT, SGPT, gamma globulin, bilirubin, ikterus
hepatoseluler.

- Gangguan sistem darah: trombositopenia, leukimia, anemia aplastik.

- Gangguan kardiovaskuler: akibat retensi air menyebabkan edema, hipertensi, gagal jantung.

- Gangguan respirasi: tonus bronkus meningkat, asma.

- Keamanan belum terbukti pada wanita hamil, menyusui, proses persalinan, anak kecil,
manula.

Alergi obat-obatan anestesi

Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas Gell dan Coomb,
yaitu:

 Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau metabolitnya berinteraksi
membentuk antibodi IgE yang spesifik dan berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel
basofil di sirkulasi.

-  Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan IgM yang mengenali
antigen obat di membran sel. Dengan adanya komplemen serum, maka sel yang dilapisi
antibodi akan dibersihkan atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag.

-  Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble dari obat atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG.

-  Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah


reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang spesifik obat.
- Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap satu obat, namun
yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat penyebab alergi sangat bervariasi dan
berbeda menurut waktu, tempat dan jenis penelitian yang dilakukan. Pada umumnya
laporan tentang obat tersering penyebab alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat, dan
pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat, luminal, fenotiazin, fenergan, dilantin,
tridion. Namun demikian yang paling sering dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan
sulfa. Alergi obat biasanya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik
memerlukan paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa laten) sebelum terjadi
reaksi alergi.

Pengobatan Alergi Obat


· Obat-obatan : antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri adrenalin
1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain.

· Menghindari alergen penyebab.

· Pengobatan lain dengan cara desensitisasi

BAB III

KESIMPULAN

- Obat-obatan anestesi terdiri dari obat-obatan pre-medikasi, obat induksi anestesi, obat
anestesi inhalasi, obat anestesi intravena, obat pelumpuh otot (muslce relaxant), obat
anestesi lokal/regional, dan analgesia (opioid dan non-opioid).

- Metode pemberian obat anestesi terdiri dari oral, lidah dan mukosa pipi, intramuskular,
subkutan, intravena, rektal, transdermal, inhalasi, epidural, dan spinal.

- Anamnesis riwayat kemungkinan alergi obat sebelumnya penting untuk selalu dilakukan
walaupun harus dinilai dengan kritis untuk menghindari tindakan berlebihan.

- Pengobatan alergi obat terdiri dari antihistamin, steroid, bila terjadi reaksi anafilaksis beri
adrenalin 1/1000 sc dan pengobatan sesuai seperti reaksi anafilaksis karena sebab lain,
menghindari alergen penyebab, dan cara desensitisasi
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Prakis Anestesiologi Edisi
Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.

2. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, editors. Anestesiologi.


Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 1989.

3. Komplikasi Anestesi Lokal. Available


at:http://www.gudangmateri.com/2010/03/komplikasi-anastesi-
lokal.html. Accessed: September 16th, 2011.

4. Patofisiologi Alergi. Available


at:http://www.irwanashari.com/pdf/patofisiologi-alergi.html.
Accessed: September 16th, 2011.

5. Resiko Anestesi. Available at: http://irwanto-


fk04usk.blogspot.com/2011/06/resiko-anestesi.html. Accessed :
September 16th, 2011.

6. Seputar Obat Bius. Available


at:http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles/general-
articles/743-seputar-obat-bius-lain-jenis-lain-kegunaannya.html.
Accessed: September 16th, 2011.

7. Apakah Alergi Obat Itu. Available


at: http://www.sehatgroup.web.id/?p=1115. Accessed: September
16th, 2011.

8. Alergi Obat. Available


at: http://www.facebook.com/note.php?note_id=92634282078.
Accessed: September 16th, 2011.

9. Seputar Obat Bius. Available


at:http://www.hypnosis45.com/download/Seputar%20Obat%20Bius.
pdf. Accessed: September 17th, 2011.
10. Menguak Misteri Kamar Bius. Available
at:http://www.slideshare.net/rennechiaki/menguak-
misterikamarbius. Accessed: September 17th, 2011.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang ini usaha-usaha yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit dengan penggunaan obat dalam prosedur
pembedahan telah dilakukan sejak zaman kuno, termasuk dengan
pemberian ethanol dan opium secara oral. Pembuktian ilmiah pertama dari
penggunaan obat anestesi untuk pembedahan dilakukan oleh William
Morton di Boston pada tahun 1846 dengan menggunakan diethyl eter.
Sedangkan istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes
yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi yang dilakukan dahulu oleh
orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakan cannabis
Indica dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan
kesadaran. Sehingga dengan perkembangan teknologi obat anestesi
berkembang pesat saat ini. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk
menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi
(Kartika Sari, 2013).

Obat Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan
anestesi lokal Anestesi umum adalah hilang rasa sakit disertai hilangnya
kesadaran. Anestesi umum ini digunakan pada pembedahan dengan maksud
mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia),
memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta
menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia
tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi
untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika,
dan relaksansia otot. Sedangkan anestesi lokal adalah obat yang digunakan
untuk mencegah rasa nyeri dengan memblok konduksi sepanjang serabut
saraf secara reversibel. Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur
minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pasca-
operasi maka dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan
(Neal, 2006).

Oleh karena itu, penulis tertarik membuat makalah yang berjudul “obat-
obat anestesi umum dan lokal”yang akan membahas obat anestesi umum
dan lokal baik dari pengertian, klasifikasi, mekanisme kerja, aktivitas obat,
kontra indikasi, farmakokinetik dan farmakodinamik, efek samping, dan
syarat ideal obat-obat anestesi.
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:

1. Apa yang di maksud dengan obat anestesi umum dan lokal ?

2. Apa saja klasifikasi obat anestesi umum dan lokal ?

3. Bagaimana mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal ?

4. Bagaimana aktifitas obat anestesi umum dan lokal ?

5. Apa saja kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal ?

6. Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat anestesi


umum dan lokal ?

7. Apa saja efek samping dari obat anestesi umum dan lokal ?

8. Apa saja syarat ideal dari obat anestesi umum dan lokal ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar pemaca
mengetahui obat-obat anestesi umum dan lokal.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengertian obat anestesi umum dan lokal

b. Untuk mengetahui klasifikasi dari obat anestesi umum dan lokal

c. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat anestesi umum dan lokal

d. Untuk mengetahui aktivitas obat-obat anestesi umum dan lokal

e. Untuk mengetahui kontra indikasi obat anestesi umum dan lokal

f. Untuk mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik obat anestesi


umum dan lokal
g. Untuk mengetahui efek samping obat anestesi umum dan lokal

h. Untuk mengetahui syarat ideal obat anestesi umum dan lokal

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Perawat

Sebagai menambah pengetahuan tentang obat-obat anestesi umum dan


lokal.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan referensi dan tambahan pengetahuan tentang obat-obat


anestesi umum dan lokal.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anestesi

Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa


Yunani an artinya “tidak atau tanpa" danaesthētos, "artinya persepsi atau
kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu
tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat
anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam
bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).

Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes


yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesidibagi menjadi dua kelompok
yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.

1. Definisi Anestesi Umum

Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang
kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak
terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang
reversibel (Neal, 2006).

Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu
keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang
bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan
sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada
pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi
rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum
yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan,
maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi
hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari, 2013).

2. Definisi Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel


penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan
demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin
(Kartika Sari, 2013).

Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang


diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata).
Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat
terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan,
aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih).
Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat
bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat
memberi anestesi lokal pada area pembedahan.

B. Klasifikasi Obat Anestesi

Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :

1. Anestesi Umum
Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat
reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga
golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan
obat anestesi yang diberikan secara intravena.

a. Obat Anestesik Gas (Inhalasi)

Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya


digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah
larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat.
Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat
anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru,
masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.

Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :

1) Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)

Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau,


tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam
bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu
kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan
inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar
optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini
sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu
kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan
kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk
mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.

2) Siklopropan

Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak


berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya
digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam
darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat
1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan
kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%,
tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan
pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa
hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang
timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan
menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat
kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada
penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular,
ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan
oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi.
Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium.
Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5%
dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air.
Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk
mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen.
Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen,
sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.

b. Obat Anestesi yang Menguap

Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang


sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik
kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan
jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat
memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk
mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan.
Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk
mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat
diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan
anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen
misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.

Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :

1) Eter

Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah


terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat
sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik
tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang
menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan
neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak
dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin
dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter
diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.

2) Halotan

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi
dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan
plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen
tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut
fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang
ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk
induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %).
Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.

3) Metoksifluran

Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak
mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada
kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang
kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan
anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan
stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus
sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran
menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat
kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat
hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.

4) Etilklorida

Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar


dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan
segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang.
Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya.
Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit
sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah
tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk
induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik.
Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara
menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku
sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan
melambatnya penyembuhan.

5) Trikloretilen

Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas


seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi
dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam
darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka
yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi
ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar
trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan
oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain
trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c. Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)

Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat


dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi.
Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk
golongan obat ini adalah:

1) Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi
(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis
kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila
dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons
korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat
pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan
kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular
meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit
menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:

a) Natrium thiopental

Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi


tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita.
Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara
intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk
anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis
1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk
berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml
larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal
pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40%
dengan dosis 30 mg/kgBB.

b) Natrium tiamilal

Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%,
diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang
diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan
larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)

c) Natrium metoheksital

Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan


secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml
larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan
larutan larutan 0,2%.
2) Ketamin

Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik,
tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,
bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan
meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ±
20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin
sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian
besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian
diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi
dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan
dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi
diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.

3) Droperidol dan fentanil

Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk


menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg
BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit)
diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis
penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit)
bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan
dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya
mengalami hiperpireksia maligna.

4) Diazepam

Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan


bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan
potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik
obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada
anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi
anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular.
Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam
kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya
lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk
mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5) Etomidat

Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi.


Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi
dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten.
Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan
tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat
kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan
metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin
berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri
di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena
besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.

6) Propofol

Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek
pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara
cepat seperti tiopental. Rasa +

nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan


thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80%
tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada
penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan
intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah
ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya
terdapat kejang.

2. Anestesi Lokal
Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.

Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi


di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah
anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau
area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk
anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi
umum).

Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:

1. Senyawa Ester

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,
benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.

2. Senyawa Amida

Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan


prilokain.

3. Lainnya

Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.

Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan
adalah:

a) Anestesi permukaan

Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter


gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan
kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang
tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.

b) Anestesi Infiltrasi

Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada


atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan
hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya
daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).

c) Anestesi Blok

Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan
diagnostik dan terapi.

d) Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki
sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini
bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai
bawah.

C. Mekanisme Kerja Obat Anestesi

1. Mekanisme Kerja Anestesi Umum

a. Anestesi Inhalasi

Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan


aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi
digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda
dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun
menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-
cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang
kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan
antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi
dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat
lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi
dari gas atau uap yang diinhalasi. Keuntungan anastetika inhalasi
dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat
lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi
dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di
metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan
zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika
umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air
yang bersifat stabil

b. Anestesi Intravena
Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai
mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas
inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa
intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan
pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat.

Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi


umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air
yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi
rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.

2. Mekanisme Kerja Anestesi Lokal

Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf.


Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut
lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok
porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini menunjukkan bahwa makin
banyak molekul obat memasuki kanal Na+ ketika kanal-kanal terbuka
menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain
seperti miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek
sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja
meliputi :

1. Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf

2. Tempat kerja terutama di membran sel

3. Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi


menjadikan ambang rangsang membran meningkat

4. Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat

5. Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade


sehingga hambat gerak ion via membran.

D. Aktifitas Obat Anestesi

1. Aktifitas Obat Anestesi Lokal


Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:

a) Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:

Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:

1) pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak


terionisasi meningkatdan dapat menembus membrann sel saraf sehingga
menghasilkan mula kerja cepat.

2) Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat

3) Konsentrasi obat anestetika lokal

b) Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:

Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:

1) Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah


protein

2) Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.

3) Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah


pemberian.

E. Kontra Indikasi Obat Anestesi

1. Kontra Indikasi Anastesi Umum

Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ


yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:

a. Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis
terhadap hepar atau dosis obat diturunkan

b. Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau


menurunkan aliran darah koroner

c. Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal

d. Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru


e. Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/
hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada
diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.

2. Kontra Indikasi Anastesi Lokal

Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:

1) Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah


diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau
suntikan intravaskular.

2) Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung


teknik tertentu.

3) Kurangnya prasarana resusitasi.

4) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.

5) Infeksi lokal atau iskemik pada tempat suntikan.

6) Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.

7) Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.

8) Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.

9) Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.

10) Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi
lokal untuk bekerja dengan sempurna.

11) Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak
penderita.

F. Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi

1. Farmakokinetik Anastesi Umum

Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan


saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan
induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang
mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding
dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering
dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses
transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik
yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer
obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan
pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik,
konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah
paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi
antara darah arteri dan campuran darah vena.

Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:

a) Kelarutannya

Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik


dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah;
gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-
tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan
dengan udara.

b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi

Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai


efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam
alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah
arterinya.

c) Ventilasi paru-paru

Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri


bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya
efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.

d) Aliran darah paru

Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan


mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan
memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh
obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.

e) Gradient konsentrasi arteri-vena

Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran
terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada
jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2. Farmakdinamik Anastesi Umum

Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan
meningkatkan ambang rangsang sel.Dengan meningkatnya ambang
rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi
seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas
neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja
tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses
sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang
diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah
dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+,
sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang
rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch
clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas
reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini
dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek
benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai
reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan
hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk
memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian
propofol dan anestetik inhalasi lain.

Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada


membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan
interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada
saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan
pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik
interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan
tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan
perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi
yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid,
dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3. Farmakokinetik Anastesi Lokal

Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut


saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi
tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan
mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem
saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal
bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja
efek anestesinya.

Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi


oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat
jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan
vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik
anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah
di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya
singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak
untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat
lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena
kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.

Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah


pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat
mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang
cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya
tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat
yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti
otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat
tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.

Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma
menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan
ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah
berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk
netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap
kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas
sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit
untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh
hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai
contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi
dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen
oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan
aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.

Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:

1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION.


Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi
local.

2. Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin


tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.

3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin


rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal
dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan
dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik
lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Haltersebut karena
suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan
untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal
ditentukan oleh:

a) Kadar obat dan potensinya

b) Jumlah pengikatan obat oleh protein dan

c) Pengikatan obat ke jaringan local

d) Kecepatan metabolisme

e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor


(epinefrin) ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal
dan mengurangi absorpsi sistemik.

4. Farmakodinamik Anastesi Lokal

Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:


a. Mekanisme Kerja

Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam
sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial
natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium
menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel
merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -
95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat.
Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini
mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun
mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.

Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan


menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase.
Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local
digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat,
konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun,
amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu
potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan
anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada
setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini
dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah
yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang
dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak
terganggu.

Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin


banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan
reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan
kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk
berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut
dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang
terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat
lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat
ikatannya oleh obat-obatan lain.

b. Aksi Terhadap Saraf

Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya


tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan.
Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya
terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi.
Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut
paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan
dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan;
kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.

Adapun efek serabut saraf antara lain:

v Efek diameter serabut

Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak
di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut
tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula
kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut
berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.

Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut


dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin
tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan
sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi.
Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin
pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B
dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.

v Efek frekuensi letupan

Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris


mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan
anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata
berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama
(mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih
lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan
C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri
berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan
anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

v Efek posisi saraf dalam bundle saraf

Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari
bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi
local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya
bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan
sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar,
anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke
distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

G. Efek Samping Obat Anestesi

1. Efek Samping Anestesi Umum

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah


N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi
umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam
lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek
samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi
pasien.

Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:

a) Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring


(golongan halogen).

b) Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit


tidur karena mata terus terbuka (golonganKetamin).

c) Depresi pada susunan saraf pusat.

d) Nyeri tenggorokan.

e) Sakit kepala.

f) Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.

g) Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan


oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan
eter.

h) Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan


isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga
merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi
ringan.

i) Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya


kloroform.
j) Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal,
sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.

k) Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan


(menggigil) pasca-bedah.

Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi


serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang,
dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat
anestesi.Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan
penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan
risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat
anestesi yang tidak melebihi dosis.

2. Efek Samping Anestesi Lokal

Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika
kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul
efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:

a) Sistem Saraf Pusat

Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan
visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan
timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang
terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk
semua anestesi local termasuk kokain.

Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya
kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat
dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai
dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan
dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan
benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah
bangkitan kejang.

b) Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)

Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan
menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c) Sistem Kardiovaskular

Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung


terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak
langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium
jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan
konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan
kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi,
kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara
infiltrasi.

d) Darah

Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan


menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi
yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila
kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

H. Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi

1. Syarat Ideal Anestesi Umum

Syarat Ideal anastesi umum yaitu:

a) Memberi induksi yang halus dan cepat.

b) Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons

c) Timbulkan keadaan amnesia

d) Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi bukan otot pernafasan.

e) Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang


cukup untuk tempat operasi.

f) Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO
yang berlangsung lama
2. Syarat Ideal Anestesi Lokal

Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:

a) Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen

b) Batas keamanan harus lebar

c) Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara


permanen.

d) Tidak menimbulkan alergi.

e) Harus netral dan bening.

f) Toksisitas harus sekecil mungkin.

g) Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.

h) Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka


waktu yang yang cukup lama

i) Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil
terhadap pemanasan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat


reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan. Obat anestesi
umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan
yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat
anestesi yang diberikan secara intravena. Anestesi umumyang ideal akan
bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat
segera sesudah pemberian dihentikan.

Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada
penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke
sistem saraf pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi
rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin. Obat anestesi lokal dibagi
menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu senyawa
ester, senyawa amida dan senyawa lainnya. Anestesi lokal adalah teknik
untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu.
Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk
pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit.

B. Saran
Diharapkan makalah ini dapat membantu mahasiswa dalam proses
pembelajaran dan semoga bisa menambah ilmu pengetahuan
mengenai obat-obat anestesi umum dan anestesi lokal sehingga materi yang
disampaikan dan dimengerti dalam farmakologi dapat diterima dengan baik.
Apabila penggunaan nya atau pun penggunaan obat secara universal ini
disalahgunakan, tentulah akibat buruk yang akan di dapat di akhri
eksperimen kita sebagai orang awam yang tak tahu apapun tentang obat dan
efek sampingnya apabila penggunaannya salah.

Tujuan dilakukannya pemeriksaan pre anestesi adalah untuk menilai status


kesehatan pasien dan segala penyulit sebelum dilakukannya tindakan anestesi agar
perawat / dokter anestesi dapat mempersiapkan semua kebutuhan untuk tindakan tersebut.
1. Mahasiswa dapat menilai status kesehatan fisik pasien pre anestesi menurut American
Society of Anesthesiologists (ASA).
2. Mahasiswa dapat mengetahui penyulit saat dilakukannya tindakan anestesi umum
(intubasi) dengan Skor Mallampati

II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
a. Penilaian Status Fisik Menurut ASA
Skala yang paling luas adalah digunakan untuk memperkirakan resiko yaitu
klasifikasi status fisik menurut ASA. Tujuannya adalah suatu sistem untuk menilai
kesehatan pasien sebelum operasi. Pada tahun 1963 American Society of
Anesthesiologists (ASA) mengadopsi sistem klasifikasi status lima kategori fisik; sebuah
kategori keenam kemudian ditambahkan.

Kelas Status Fisik

Seorang pasien yang normal dan sehat, selain penyakit yang akan
ASA I
dioperasi.

ASA II Seorang pasien dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang.

ASA III Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang belum
mengancam jiwa.

Seorang pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam


ASA IV
jiwa.

Penderita sekarat yang mungkin tidak bertahan dalam waktu 24 jam

dengan atau tanpa pembedahan, kategori ini meliputi penderita yang


ASA V
sebelumnya sehat, disertai dengan perdarahan yang tidak terkontrol,

begitu juga penderita usia lanjut dengan penyakit terminal.

b. Penilaian Tampakan Faring dengan Skor Mallampati


Dalam anestesi, skor Mallampati, juga Mallampati klasifikasi, digunakan
untuk memprediksi kemudahan intubasi. Hal ini ditentukan dengan melihat
anatomi rongga mulut, khusus, itu didasarkan pada visibilitas dasar uvula, pilar
faucial.
Klasifikasi tampakan faring pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah
dijulurkan maksimal menurut Mallampati dibagi menjadi 4 grade :
 Grade I : Pilar faring, uvula, dan palatum mole terlihat jelas
 Grade II : Uvula dan palatum mole terlihat sedangkan pilar
faring tidak terlihat
 Grade III : Hanya palatum mole yang terlihat
 Grade IV : Pilar faring, uvula, dan palatum mole tidak terlihat
Gambar 1. Penampakan faring pada tes Mallampati.

27OCT2009

Anestesi
posted in Anestesi by DokMud's Blog
Definisi :
Peristiwa ilangnya sensasi, perasaan ( panas, raba, posture ) dan nyeri bahkan
hilangnya kesadaran, sehingga memungkinkan dilakukannya tindakan
pembedahan

Trias Anestesi :
1. Analgesia ( Hilangnya nyeri )
2. Hipnotik ( Hilang kesadaran )
3. Relaksasi otot ( Muscle Relaxan )

Ruang lingkup kerja anestesi :


1. Ruang operasi
2. ICU
3. UGD
Persiapan Anestesi :
Tujuan :
1. Mempersiapkan mental dan fisik penderita secara optimal
2. Merencanakan & memilih tehnik & obat-obat anestesi yang sesuai
3. Mengurangi angka kesakitan
4. Mengurangi angka mortalitas

Tahap :
1. Informed consent
2. Periksa keadan ummum pasien :
– Anamnesis
– Fisik diagnostik
– Pemeriksaan Lab
– Kelas / status penyakit
3. ASA Menentukan grade operasi
4. Masukan oral dibatasi ( Puasa )
5. Tehnik operasi
6. Resiko operasi
7. Premedikasi

Tujuan Premedikasi :
1. Menenangkan penderita
2. Mengurangi rasa sakit
3. Memudahkan induksi
4. Mengurangi dosis obat- obat anestesi
5. Menngurangi refleks yang tidak diinginkan
6. Mengurangi sekresi kelainan mulut & saluran nafas
7. Mencegah mual dan muntah pasca bedah
8. Mencegah penderita ingat situasi selama operasi ( menciptakan amnesia )

Obat – obatan Premedikasi :


1. Sedativa, transquilizer
2. Analgetika narkotika
3. Alkaloid belladona :
– Anti sekresi
– Mengurangi efek vagal terhadap jantung dari obat-obat
– Impuls afferent abdomen, thorax, mata
4. Anti emetik

Klasifikasi Status Fisik :


– ASA I : Pasien normal / sehat
– ASA II : Pasien dengan penyakit sistemik ringan
– ASA III : Pasien dgn peny. Sistemik berat sehingga aktivitas rutin terbatas
– ASA IV : Pasien dengan peny. Sistemik berat tidak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya – mengancam kematian
– ASA V : Pasien emergensi / muribund, dengan atau tanpa operasi hidupnya
tidak lebih dari 24 jam

Tehnik Anestesi :
1. Umum ( Narkose Umum )
2. Lokal / Regional Anestesi
Yang membedakan : Kesadaran

Anestesi Umum
Tehnik :
1. Inhalasi
2. Intravena
3. Intra Muscular
– Pada operasi anak – anak
– Operasi yang sebentar

Tehnik Penguasaan jalan nafas :


1. Sungkup
Dibagi 2 :
– Triple
– Manuver
Indikasi :
– Untuk operasi yang sebentar
– Untuk pasien yang posisinya tidak sulit
2. Intubasi ( ETT ) ada 2 :
a. Spontan : Nafas sendiri tanpa muscle relaxan
b. Kontrol : Dengan muscle relaxan
Indikasi Intubasi :
– Pasien operasi
– Pasien bukan operasi ( Cth : Stroke, gagal nafas, koma )
Komplikasi Intubasi :
a. Pada saat intubasi
Sudah terjadi kompilkasi
b. Selama Intubasi
– Aspirasi
– Trauma ggigi geligi
– Laserasi bibir, gusi, laring
– Hipertensi, takikardi
– Spasme Bronchus
c. Setelah Intubasi :
– Spasme laring
– Aspirasi
– Gangguan fonasi
– Edema glotis – sunglotis
– Infeksi larinng, faring, trakhea

Indikasi anestesi umum


1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi ummum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi lokal
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia

Anestesi Lokal :
Tehnik :
1. Topikal ( Anestesi permukaan )
2. Infiltrasi lokal
3. Field Block ( Anestesi / lapaangan )
4. Nerve Block ( Block Syaraf )
5. Spinal Block ( LCS )
6. Epidural Block
7. Intravenous local anestesi
Obat – obat anestesi lokal :
1. Potensi rendah, lama kerja pendek
Ex : Procain, chloroprocain
2. Potensi sedang, lama kerja sedang
Ex : Lidocain, Mopivacain, prilokain
3. Potensi kuat, lama kerja panjang
Ex : Bupivacain , Tetracain

Golongan obat anestesi lokal :


1. Golongan eter ( -COOC – )
Kokain, Benzokain, Ametocaine, Prokain ( Novokain), Tetrakain ( Pentokain ),
Chloropocain ( Nesakain )
2. Golongan Amida ( – NHCO – )
Lidocain, Mepivacain, Prilocain, Bupivacain, Etidokain, Dibukain, ropivakain,
levobupivacain
Sebelum dilakuan sungkup atau intubasi ada : Induksi :
– Inhalasi
– Parenteral ( IV & IM )

Selama operasi harus ada pemantauan ( Tanda – tanda vital : yaitu : Tensi, suhu,
respirasi, nadi ). Tujuannya adalah untuk mengurangi terjadinya komplikasi
anestesi operasi.

Setelah operasi dilakukan :


Ekstubasi :
 RR ( Recovery Room ) Bisa terjadi komplikasi juga. EX : Muntah, tensi tinggi,
dll
 Di RR : Setelah 2 jam atau kurang dihitung ALDRENE SCORE ( Sadar, tensi
stabil, nafas lagi )
 Jika ALDRENE SCORE :
– > Masuk ruang perawatan8
– < ICU7

Indikasi pasien masuk ICU :


1. Gagal nafas
2. Gagal jantung
3. Koma
4. Post operasi besar
5. Post cardiac arrest

Selain itu pasien dari :


1. UGD ( Pasien karena trauma kapitis, stroke )
2. Ruang perawatan
Pasien masuk ICU diharapkan = harapan hidupnya lebih besar

Perioperatif :
1. Therapi cairan :
– Maintenance ( Pemeliharaan )
– Resusitasi ( Pasien shock, perdarahan )

Normal cairan didalam tubuh : 60 – 70 % BB/TBW ( Total body water )

2. Therapi darah :

Faktor yang mempengaruhi dosis obat :


1. Usia
2. Suhu
3. Emosi
4. Penyakit
Obat Premedikasi :
1. Golongan antikolinergik
– Atropin
– Scopolamin ( Hyoscine )
– Glycopyrolat
2. Golongan hipnotik – sedative
– barbiturat : Phenobarbital ( Luminal )
– Benzodizepine , diazepam
3. Golongan Analgetik narkotik
– Morphin
– Petidin
4. Golongan Transquilizer ( Anti Histamin )
– Phenotiazine : Phenergen
– Chlorpomazine : Largactil
5. Golongan Nevroleptik
– Deperidol
– Dehydrobenzoperidol

Enteral :
 Masuk Usus melalui NGT :
– Gastrostomi
– Yeyenostomi
– Illeustomi

Nutrien : Adalah zat nutrisi yang masuk dalam tubuh


1. Karbohidrat
2. Protein : 4 kal
3. Lipid : ( kal
4. Trace element

Kebutuhan kalori : 25 kal / kgBB

TBW :
– Cairan intrasel (40%)
a. Terdiri dari : kalium, Mg, fosfat (kalium paling banyak)
b. Otak, Hb, eritrosit
– Cairan Ekstrasel (20%)
a. Cairan interstisial (antar sel) : 15%
b. Plasma (cairan intravaskular) : 5%
c. Terdiri dari : Na, Cl (Na paling banyak)

Kehilangan cairan lebih dari 20 % harus di intervensi (dikompensasi).

Jenis – jenis cairan :


1. intravenaKoloid (plasma ekspander)
– Gelatin (lemak sel, gelafundin, gelofusin)
– Polimer dextrosa (dextran 40, dextran 70)
– Turunan kanji
– Hidroksi – etil starch (haes, ekspafusin)
2. Kristaloid (elektrolit)
– Dextrosa 5 % (dewasa)
– Ringer laktat (RL)
– NaCl 0,9 %
– Asetat ringer (asering)

Indikasi transfusi darah :


1. Perdarahan akut sampai Hb < 8 gr % atau Ht < 30 %
Pada orang tua, kelainan paru, kelainan jantung,
Hb < 10 gr %
2. Bedah mayor kehilangan darah 20 % volume darah

RJPO (Resusitasi jantung dan paru)

Adalah tindakan untuk memulihkan keadaan pasien dengan tahapan A – B – C –


D.

Indikasi RJPO :
– Henti jantung
– Henti nafas

Therapi oksigen : Sebelum, selama, setelah operasi

Indikasi :
– Post operasi ada gangguan nafas (dekomp kordis)
– Depresi nafas

Kadar oksigen murni di ruangan : 20 – 21 %


Kadar oksigen dalam tabung : 100 %

teknik pemberian
1. Nasal kateter
2. Nasal kanul
3. Fis mas (sungkup) :
– non rebiliting (tanpa balon)
– rebiliting (dengan balon)

Tidal volume : 8 – 15
Minute volume (MV) = tidal volume x RR
Cardiac output (CO) = stroke volume x RR (5 – 8 liter)

Nutrisi : parenteral, enteral


Parenteral : Masuk ke pembuluh darah :
– Perifer, melalui : V. Radialis, V. Femoralis
– Sentral, melalui : pembuluh darah besar, V. Subclavia, V.cava.

Batasan kekentalan osmoler : 900 ml osm


sentral900 ml osm

Spinal
Indikasi :
Untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersyarafi cabang T 4 Kebawah

Kontra Indikasi ;
Kelainan pembekuan darah, syok hypopolemia, septocemia, Peningkatan tekanan
intrakranial, infeksi klulit pada daerah fungsi

Komplikasi :
– Dini : Gangguan pada sirkulasi, respirasi, GIT
– Terjadi kemudian ( Delayed )

Pemeriksaan Pra bedah / Persiapan pasien :


Dasar tinadakan pertolongan gawat darurat :
1. Evaluasi * pengendalian jalan nafas
2. Ventilasi dan oksigenasi
3. Pengendalian sirkulasi
4. Tindakan hemostatis
5. Evaluasi terhadap cedera
6. Monitoring

Kasus :
– Illeus, hernia incarcerataBedah
– Plasenta previa, solutio plasentaKebidanan
– Perdarahan intra cranii, fraktur basis craniiSyaraf
– Trauma BulbiMata

Penyakit :
– lambung penuh
– Syok
– Gangguan alektrolit & asam basa
– Kadar gula darah naik

Pengelolaan pasca Bedah :


1. Awasi keadaan vital
2. Perbaiki deposit cairan, darah dan elektrolit
3. Tangulangi penyakit yang menyertai
Pada Pasien tanpa mondok
Pilihan pasien :
1. Sebaiknya termasuk kategori ASA I, dapat status fisik ASA II
2. Pembedahan superfisial, bukan tindakan bedah didalam kranium, toraks atau
abdomen
3. Lama pembedahan tidak melebihi 60 menit
4. Perdarahan & perubahan fisiologis yang terjadi minat

EX : – Insisi Abses
– Sirkumsisi
– Kuretase
– Hernia Inguinalis ( Pada anak )
– Reposisi fraktur

Syarat TM
1. Induksi cepat & lancar
2. Analgesi cukup baik
3. Cukup dalam untuk pembedahan
4. Masa pulih sadar cepat
5. Komplikasi anestesi pasaca bedah luminal

Tehnik Anestesi
– Lokal
– Prokain 1% – 2,5%
– Lidokain 0,5% – 1%
– Regional
– Intra vena – Block Subarachnoid
– Block regional – Umum

Komplikasi ( Nyeri kepala )


– Mual
– Muntah
– Nyeri pada otot
– Nyeri pada tenggorok
– Batuk – batuk

Anestesi Obstetrik :
– Analgesi lokal
1. Spinal
2. Epidural
3. Caudal
4. Paraservcikal

Tehnik ini ( Anest. Obstetrik ) dikontraindikasikan pada :


– Infeksi didaerah fungsi
– Gangguan pembekuan darah
– Hipovolemia
– Pasien menolak
Hipotensi, muntah,meningitis/ encephalitis

– Komplikasi
1. Aspirasi paru
2. Gangguan respirasi
3. Gangguan kardiovasculer

Anestesi Pediatrik :
Permasalahan :
– Pernafasan – Suhu tubuh
– Kardio – sirkulasi – Cairan tubuh

Massa anestesi :
– Intubasi
– Induksi inhalasi
– Induksi intravena

Misal :
_ Asma _ operasi appendicitis
anestesi :- Halothan + O2 + N2O + relaksasi
- Regional
_ Hemoroid _ckp anestesi regional
_ Operasi singkat
- Curettage _Ketamin iv
_ Sectio Caesaria Regional anestesi
General anestesi

KLASIFIKASI ASA (The American


Society Of Anesthesiologists)
Skor ASA (the American Society of Anesthesiologists) telah digunakan bertahun-tahun
sebagai indikator risiko perioperatif. Panitia ASA pertama kali mengemukakan konsep
skor tersebut pada tahun 1941, sebagai metoda untuk standarisasi status fisik di rekam
medis rumah sakit untuk kajian statistik di bidang anestesia. Hanya serangkaian
perubahan kecil telah dikenakan selama bertahun-tahun dan versi mutakhir dari
klasifikasi ini yang diselesaikan pada tahun 1974 oleh the House of Delegates of the ASA
disajikan pada Tabel 6.1. pasien diberi skor menurut kebugaran fisik mereka dan hurup E
ditambahkan jika prosedur yang direncanakan bersifat darurat (emergensi).
Walaupun skor mudah dan praktis digunakan, skor ini kurang ketepatan ilmiah
dalam penerapannya. Dokter anestesi mungkin tidak setuju terhadap kalsifikasi yang
tepat untuk pasien-pasien tertentu.

Tabel 6.1 klasifikasi ASA dari status fisik

Kelas Status fisik Contoh

I Pasien normal yang sehat Pasien bugar dengan


hernia inguinal

II Pasien dengan penyakit Hipertensi esensial,


sistemik ringan diabetes ringan

III Pasien dengan penyakit Angina, insufisiensi


sistemik berat yang tidak pulmoner sedang
melemahkan sampai berat

(incapacitating)

IV Pasien dengan penyakit Penyakit paru


sistemik yang melemahkan stadium lanjut, gagal
dan merupakan ancaman jantung
konstan terhadap kehidupan

V Pasien sekarat yang Ruptur aneurisma


diperkirakan tidak bertahan aorta, emboli paru
selama 24 jam dengan atau massif
tanpa operasi

E Kasus-ksus emergensi diberi


tambahan hurup “E” ke
angka.

Status Fisik (Physical Status = PS) Pasien yang akan mengalami anestesi dan
pembedahan dapat dikategorikan dalam beberapa kelas status fisik, yang semula
diusulkan dan digunakan oleh American Society of Anestesiologist (ASA), karena itu
status fisik diberi nama ASA. Status fisik diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu ASA 1
sampai dengan ASA 5, dengan uraian sebagai berikut : M Klas 1 Pasien tanpa
gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik. Proses patologis yang
akan dilakukan operasi terbatas lokasinya dan tidak akan menyebabkan gangguan
sistemik. Contoh : - Seorang dewasa muda sehat akan menjalani operasi hernia
inguinalis - Seorang wanita muda sehat dengan myoma uteri akan dilakukan
myomektomi M Klas 2 Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang,
yang disebabkan baik oleh keadaan yang harus diobati dengan jalan pembedahan
maupun oleh proses patofisiologis. Contoh : - Pasien dengan penyakit jantung
organik tanpa pembatasan aktivitas atau dengan pembatasan ringan, direncanakan
untuk operasi hernia - Pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi
appendektomi - Pasien dengan anemia - Pasien dengan hipertensi esensial Dalam
klas ini dapat juga dimasukkan : - Pasien dengan umur ekstrim (neonatus atau
geriatri) tanpa penyakit sistemik - Obesitas, bronchitis kronis M Klas 3 Pasien
dengan gangguan sistemik yang berat, apapun penyebabnya Contoh : - DM berat
dengan komplikasi vaskuler yang memerlukan tindakan pembedahan - Insufisiensi
paru sedang sampai berat, perlu pembedahan misalnya hernia - Angina pectoris
atau myocard infarct lama M Klas 4 Pasien dengan gangguan sistemik berat yang
mengancam jiwa, yang tidak selalu dapat dikoreksi dengan pembedahan. Contoh : -
Pasien dengan dekompensasi jantung - Angina pectoris yang terus-menerus -
Insufisiensi berat dari faal paru, hepar, ginjal atau endokrin M Klas 5 Pasien yang
hanya mempunyai peluang hidup yang kecil. Contoh : - Pasien shock karena
perdarahan - Trauma kepala hebat dengan tekanan intrakranial yang meningkat. -
Pada umumnya pasien-pasien ini memerlukan operasi untuk resusitasi dan
umumnya hanya perlu anestesi sedikit atau bahkan tanpa obat anestesi. Operasi
Darurat (D) : Setiap pasien dari masing-masing klas tersebut di atas yang mengalami
pembedahan darurat dipertimbangkan menjadi dalam kondisi fisik yang jelek.
Dibelakang angka yang menunjukkan kelasnya, ditulis huruf D yang berarti darurat
(dalam buku berbahasa Inggris ditulis E = Emergency) Contoh : Pasien dewasa
sehat dengan hernia incarcerata : PS 1 D Dengan menggunakan klasifikasi ini maka
seseorang dapat berbicara dengan bahasa yang sama baik di forum nasional,
maupun internasional. PERSIAPAN FARMAKOLOGIK PRABEDAH (premedikasi
dalam arti sempit/khusus) Setelah penilaian prabedah selesai dengan menghasilkan
antara lain penentuan status fisik pasien, langkah berikutnya ialah menentukan
macam obat premedikasi yang akan digunakan. Untuk penentuan ini ada beberapa
hal yang harus dipertimbangkan yaitu : Macam operasi Posisi pasien waktu
dilakukan operasi Perkiraan lama operasi dan sebagainya Tujuan utama dari
pemberian obat premedikasi ialah untuk memberikan sedasi psikis, mengurangi rasa
cemas dan melindungi keadaan basal fisiologis dalam melawan bahaya stress
mental atau faktor-faktor yang tidak ada hubungannya dengan anestesi yang
spesifik. Hasil akhir yang diharapkan dari pemberian premedikasi yaitu induksi
anestesi yang lancar. Sehingga dapat disimpulkan secara singkat, bahwa tujuan dari
premedikasi dan anestesi ialah untuk melindungi pasien terhadap akibat segera dari
trauma pembedahan (misalnya rasa takut, sakit, aktivitas saraf simpatis, ketegangan
otot).Oleh karena itu premedikasi ini harus memenuhi kebutuhan masing-masing
pasien yang untuk setiap pasien dapat berbeda-beda. Mengapa masalah takut dan
nyeri ini harus diperhatikan betul pada prabedah, dapat dijelaskan sebagai berikut :
Reaksi fisiologis terhadap nyeri dan rasa takut terdiri atas 2 bagian : Somatik
(voluntary) Simpatetik (involuntary) Efek somatik ini timbul dalam kecerdasan dan
menumbuhkan dorongan untuk bertahan atau menghindari kejadian tsb.
Kebanyakan pasien akan melakukan modifikasi terhadap menifestasi efek somatik
tersebut dan menerima keadaan yaitu dengan tampak tenang. Reaksi saraf simpatis
terhadap rasa takut atau nyeri tidak dapat disembunyikan oleh pasien. Rasa takut
dan nyeri mengaktifkan saraf simpatis untuk menimbulkan perubahan dalam
berbagai derajat yang mengenai setiap sistem dalam tubuh. Banyak dari perubahan
ini yang disebabkan oleh suplai darah ke jaringan, sebagian karena stimulasi eferen
simpatis yang ke pembuluh darah, dan sebagian karena naiknya katekolamin dalam
sirkulasi. Impuls adrenergik dari rasa takut timbul di korteks serebri dan dapat
ditekan dengan tidur atau dengan sedatif yang mencegah kemampuan untuk
menjadi takut bila ada penyebab takut yang sesuai. Reaksi kardiovaskuler terhadap
nyeri secara neurologis berbeda dengan rasa takut, karena arkus refleks yang
tersangkut seluruhnya ada di batang otak di bawah level sensoris thalamus. Ini
berarti bahwa pendekatan klinis untuk menghilangkan kedua hal tersebut harus
berbeda. Tanda akhir dari reaksi adrenergik terhadap rasa takut ialah meningkatnya
detak jantung dan tekanan darah. Maka tujuan pemberian obat premedikasi dapat
disimpulkan sebagai berikut : Menghilangkan kecemasan Mendapatkan sedasi
Mendapatkan analgesi Mendapatkan amnesi Mendapatkan efek antisialogoque
Disamping itu pada keadaan tertentu juga : Menaikkan pH cairan lambung
Mengurangi volume cairan lambung Mencegah terjadinya reaksi alergi Premedikasi
ini tidak boleh diberikan secara otomatis/rutin, tetapi harus berdasar pada keadaan
psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah kunjungan prabedah dilakukan.
Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus
selalu dengan memperhitungkan : Umur pasien Berat badan Status fisik Derajat
kecemasan Riwayat hospitalisasi sebelumnya (terutama pada anak) Riwayat reaksi
terhadap obat premedikasi sebelumnya (bila pasien pernah diberi anestesi
sebelumnya) Riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang kemungkinan dapat
berpengaruh pada jalannya anestesi (misalnya MAO inhibitor, kortikosteroid,
antibiotik tertentu) Perkiraan lamanya operasi Macamnya operasi (misalnya
terencana, darurat pasien rawat inap atau rawat jalan) Rencana obat anestesi yang
akan digunakan OBAT-OBAT PREMEDIKASI YANG DIGUNAKAN Sesuai dengan
tujuannya maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai obat premedikasi dapat
digolongkan seperti dibawah ini (beberapa contoh yang terdapat di Indonesia)
Golongan Obat Contoh Barbiturat Luminal Narkotik Morfin Petidin Benzodiazepin
Diazepam Midazolam Butyrophenon Droperidol Antihistamin Promethazine
Antikolinergik Atropin Antasida Gelusil H2 reseptor antagonis Cimetidin Dalam
praktek sehari-hari sering diberikan kombinasi beberapa obat untuk mendapat hasil
yang diinginkan, misalnya : Kombinasi Narkotik + Benzodiazepin + Antikolinergik
Kombinasi Narkotik + Butyrophenon + Antikolinergik Kombinasi Narkotik +
Antihistamin + Antikolinergik Pada keadaan tertentu (misalnya pasien obstetrik) perlu
diberikan antasida. Barbiturat Kebanyakan pasien yang telah direncanakan untuk
menjalani operasi akan lebih baik bila diberikan hipnotik malam sebelum hari
operasi, karena rasa cemas, hospitalisasi atau keadaan sekitar yang tidak biasa
dapat menyebabkan insomnia. Untuk itu dapat digunakan golongan barbiturat per
oral sebelum waktu tidur Selain itu barbiturat juga digunakan untuk obat premedikasi.
Keuntungan penggunaan obat ini ialah dapat menimbulkan sedasi, efek terhadap
depresi respirasi minimal (ini dibuktikan dengan tidak berubahnya respon ventilasi
terhadap CO2), depresi sirkulasi minimal dan tidak menimbulkan efek mual dan
muntah. Obat ini efektif bila diberikan per oral. Sayang untuk bangsa Indonesia,
premedikasi per oral belum dapat dibudayakan (terutama bagi golongan
menengah/bawah) karena masih ditakutkan bila disamping minum obat, pasien tidak
dapat menahan diri untuk tidak minum lebih banyak. Kerugian penggunaan barbiturat
termasuk tidak adanya efek analgesi, terjadinya disorientasi terutama pada pasien
yang kesakitan, serta tidak ada antagonisnya. Narkotik Morfin dan petidin merupakan
narkotik yang paling sering digunakan untuk premedikasi. Keuntungan penggunaan
obat ini ialah memudahkan induksi, mengurangi kebutuhan obat anestesi,
menghasilkan analgesia pra dan pasca-bedah, memudahkan melakukan pemberian
pernafasan buatan, dapat diantagonisir dengan naloxon. Narkotik ini dapat
menyebabkan vasodilatasi perifer, sehingga dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Hal ini akan lebih berat lagi bila digunakan pada pasien dengan hipovolemia.
Berlawanan dengan barbiturat, narkotik ini dapat menyebabkan depresi pusat
pernapasan di medulla oblongata yang akan dapat ditunjukkan dengan turunnya
respon terhadap CO2. Mual dan muntah menunjukkan adanya stimulasi narkotik
pada pusat mundah di medulla. Bila pasien dalam posisi tidur akan mengurangi efek
tersebut. Morfin diberikan dengan dosis 0,1 – 2,2 mg/kg BB, sedang petidin dengan
dosis 1 – 2 mg/kg BB. Pada orang tua dan anak-anak dosis diberikan lebih kecil.
Benzodiazepin Golongan ini sangat spesifik untuk menghilangkan rasa cemas.
Diazepam bekerja pada reseptor otak yang spesifik, menghasilkan efek antiansietas
yang selektif pada dosis yang tidak menimbulkan sedasi yang berlebihan, deperesi
napas, mual atau muntah. Kerugian penggunaan diazepam untuk premedikasi ini
ialah kadang-kadang pada orang tertentu dapat menyebabkan sedasi yang
berkepan-jangan. Selain itu juga rasa sakit pada penyuntikan intramuskular. Serta
absorbsi sistemik yang jelek setelah pemberian IM. Sekarang sudah ada obat baru
dari golongan Benzodiazepin IM, yaitu Midazolam. Keuntungan obat ini tidak
menimbulkan rasa nyeri pada penyuntikan baik secara IM maupun IV. Diazepam
dapat diberikan pada orang dewasa dengan dosis 10 mg, sedang pada anak kecil
0,2 – 0,5 mg/kg BB. Midazolam dapat diberikan dengan dosis 0,1 mg/kg BB.
Penggunaan midazolam ini harus dengan pengawasan yang ketat, karena
kemungkinan terjadi depresi respirasi. Butyrophenon Dari golongan ini Droperidol
dengan dosis 2,5 – 5 mg IM digunakan sebagai obat premedikasi dengan kombinasi
narkotik. Keuntungan yang sangat besar dari penggunaan obat ini ialah efek
antiemetik yang sangat kuat, dan bekerja secara sentral pada pusat muntah di
medulla. Obat ini ideal digunakan untuk pasien-pasien dengan resiko tinggi, misalnya
pada operasi mata, pasien dengan riwayat sering muntah dan obesitas. Dapat juga
diberikan secara intravena dengan dosis 1 – 1,25 mg. Kadang-kadang pada pasien
tertentu Droperidol ini dapat menimbulkan dysphoria (pasien merasa takut mati).
Droperidol juga mempunyai efek blokade terhadap dopaminergik pada pasien yang
normal. Selain itu juga mempunyai efek alfa adrenergik antagonis yang ringan,
sehingga menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah perifer. Efek ini dapat
digunakan pada pasien hipertermi sebelum diberikan kompres basah seluruh tubuh.
Namun perlu diingat akan terjadinya relatif hipovolemia. Pada pasien dengan riwayat
alergi/rinitis vasomotorika sebaiknya penggunaan obat ini dihindari. Antihistamin Dari
golongan ini yang sering digunakan sebagai obat premedikasi ialah Promethazin
(phenergan) dengan dosis 12,5 – 25 mg intramuskular pada orang dewasa.
Digunakan pada pasien dengan riwayat asma bronchiale. Antikolinergik Atropin
mempunyai efek kompetitif inhibitor terhadap efek muskarinik dari asetilkolin. Atropin
ini dapat menembus barier lemak misalnya Blood-Brain Barrier, Placenta Barrier, dan
Gastrointestinal tract. Reaksi tersering dari pemakaian obat ini ialah : Menghasilkan
efek antisialogog Mengurangi sekresi ion H asam lambung Menghambat refleks
bradikardia Efek sedativa dan amnesik (terutama scopolamin) Efek yang kurang
menyenangkan dari golongan obat ini ialah : CMS toxicity (gelisah, agitasi) Naiknya
nadi Mydriasis dan cycloplegia Kenaikan suhu tubuh Mengeringkan sekret jalan
napas Antasida Pemberian antasida 15-30 menit pra induksi hampir 100% efektif
untuk menaikkan pH asam lambung di atas 2,5. Seperti diketahui, aspirasi cairan
asam lambung dengan pH yang rendah dapat menimbulkan apa yang dinamakan
Acid Aspiration Syndrome atau disebut juga Mendelson Syndrome . Yang dianjurkan
adalah preparat yang mengandung Mg-trisilikat. Histamin H2-reseptor antagonis
Obat ini melawan kemampuan histamin dalam meningkatkan sekresi cairan lambung
yang mengandung ion H tinggi. Dari kepustakaan disebutkan bahwa pemberian
cimetidin oral 300 mg 1 – 1,5 jam pra induksi dapat menaikkan pH cairan lambung di
atas 2,5 sebanyak lebih dari 80% pasien. Dapat pula diberikan secara intravena
dengan dosis yang sama 2 jam sebelum induksi dimulai.

Read more at: http://www.medicinestuffs.com/2014/02/persiapan-anestesi-dan-


premedikasi.html
Copyright © MedStuffs
Sabtu, 29 Agustus 2009
KONSEP DASAR ANESTESIOLOGI DAN TINJAUAN KASUS ANESTESI
KONSEP TEORI ANESTESI

A. PENGERTIAN ANASTESI
Anestesi (pembiusan; berasal dari bahasa Yunani an-"tidak, tanpa"
danaesthētos, "persepsi, kemampuan untuk merasa"), secara umum berarti
suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan
berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Anastesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasri berbagai
tindakan meliputi pemberian anastesi maupun analgetik, pengawasan
keselamatan pasien di operasi maupun tindakan lainnya, bantuan hidup
(resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian terapi inhalasi dan
penanggulangan nyeri menahun.
B. SKALA RESIKO “ASA”
“American Society of Anaesthesiologists” (ASA) menetapkan sistem
penilaian yang membagi status fisik penderita ke dalam lima kelompok.
Golongan Status Fisik
Tidak ada gangguan organic, biokimia dan psikiatri, misalnya
I penderita dengan hernia inguinalis tanpa kelainan lain, orang
tua sehat dan bayi muda yang sehat.
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan
disebabkan oleh penyakit yang akan dibedah, misalnya
II
penderita dengan obesitas, penderita bronchitis dan penderita
DM ringan yang akan menjalani apendektomi
Penyakit sistemik berat, misalnya penderita DM dengan
III komplikasi pembuluh darah dan datang dengan appendicitis
akut
Penyakit gangguan sistemik berat yang membahayakan jiwa
IV yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan pembedahan,
missal insufisiensi koroner atau MCI
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil,
pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir, missal
V
penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di
luar uterus yang pecah.
C. PEMBAGIAN ANASTESI

1. ANASTESI UMUM
Adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible). Komponen trias anastesi ideal terdiri
dari hipnotik, analgesia dan relaksasi otot.

Cara pemberian anastesi umum:

a. Parenteral (intramuscular/intravena)

Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi anastesi.

b. Perektal

Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.

c. Anastesi Inhalasi

Yaitu anastesi dengan menggunakan gas atau cairan anastesi yang


mudah menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara
pernapasan. Zat anestetik yang digunakan berupa campuran gas
(denganO 2 ) dankonsentrasi zat anestetik tersebut tergantung dari
tekanan parsialnya.

Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium


(stadium III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:

a. Stadium I

Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik


sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat
mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya rasa sakit).
Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi
kelenjar dapat dilakukan pada stadium ini

b. Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari


hilangnya kesadaran dan refleks bulu mata sampai pernapasan kembali
teratur.

c. Stadium III

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan tcraturnya pernapasan sampai


pernapasan spontan hilang. Stadium I I I dibagi menjadi 4 plana yaitu:
1) Plana 1 : Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut
seimbang, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut
kehendak, pupil midriasis, refleks cahaya ada, lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai
relaksasi otot lurik yang sempurna. (tonus otot mulaimenurun).

2) Plana 2 : Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume


tidak menurun, frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi
di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya mulai menurun, relaksasi otot
sedang, dan refleks laring hilang sehingga dikerjakan intubasi.

3) Plana 3 : Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai


paralisis, lakrimasi tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring
dan peritoneum tidak ada, relaksasi otot lurik hampir sempuma
(tonus otot semakin menurun).

4) Plana 4 : Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot


interkostalparalisis total, pupil sangat midriasis, refleks
cahaya hilang, refleks sfmgter ani dan kelenjar air mata tidak
ada, relaksasi otot lurik sempuma (tonus otot sangat menurun).

d. Stadium IV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya


pernapasan perut dibanding stadium III plana 4. pada stadium ini tekanan
darah tak dapat diukur, denyut jantung berhenti, dan akhirnya terjadi
kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini tidak dapat diatasi
dengan pernapasan buatan.

Obat-obat anestesi umum

a. Tiopenthal :

1) Bubuk berbau belerang, berwarna kuning, dalam ampul 500/1000 mg.


Dilarutkan dengan aquades sampai konsentrasi 2,5%. Dosis 3-7
mg/kgBB.

2) Melindungi otak oleh karena kekurangan O2.

3) Sangat alkalis, nyeri hebat dan vasokonstriksi bila disuntikkan ke arteri


yang menyebabkan nekrosis jaringan sekitar.

b. Propofol:
1) Dalam emulsi lemak berwarna putih susu, isotonic, dengan kepekatan 1%.
Dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB, rumatan 4-12mg/kgBB/jam, sedasi
perawatan intensif 0,2mg/kgBB. Pengenceran hanya dengan Dextrosa
5%.

2) Dosis dikurangi pada manula, dan tidak dianjurkan pada anak dibawah 3
thn dan ibu hamil.

c. Ketamin:

1) Kurang disenangi karena sering takikardi, HT, hipersalivasi, nyeri kepala.


Paska anestesi mual, muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis
bolus iv 1-2mg/kgBB, im 3-10mg/kgBB.

2) Dikemas dalam cairan bening kepekatan 5%, 10%, 1%.

d. Opioid:

1) Diberikan dosis tinggi, tak menggangu kardiovaskular, sehingga banyak


digunakan untuk pasien dengan kelainan jantung.

2) Untuk induksi dosis 20-50mg/kgBB, rumatan dosis 0,3-1 mg/kgBB/mnt.

Untuk memberikan cairan dalam waktu singkat dapat digunakan vena-


vena di punggung tangan, di dalam pergelangan tangan, lengan bawah atau
daerah kubiti. Pada anak kecil dan bayi digunakan punggung kaki, depan mata
kaki atau di kepala. Bayi bari lahir digunakan vena umbilikus.

2. ANASTESI LOKAL/REGIONAL

Adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit secara lokal tanpa disertai


hilangmya kesadaran. Pemberian anestetik lokal dapat dengan tekhnik:

a. Anastesi Permukaan

Yaitu pengolesan atu penyemprotan analgetik lokal diatas selaput mukosa,


seperti mata, hidung atau faring.

b. Anastesi Infiltrasi

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan disekitar


tempat lesi, luka dan insisi.

c. Anastesi Blok

Penyuntikan analgetik lokal langsung ke saraf utama atau pleksus saraf. Hal
ini bervariasi dari blokade pada saraf tunggal, misal saraf oksipital dan
pleksus brachialis, anastesi spinal, anastesi epidural, dan anestesi
kaudal. Pada anestesispinal, anestesi lokal disuntikkan ke ruang subarakhnoid.

1) Anastesi Spinal
Anestesi spinal merupakan tipe blok konduksi saraf yang
luas dengan memasukkan anestesi local dalam rung subarachnoid
di tingkat lumbal (biasanya L4 dan L5). Cara ini menghasilkan
anesthesia pada ekstermitas bawah, perenium dan abdomen bawah.
Untuk prosedur fungsi lumbal, pasien dibaringkan miring dalam
posisi lutut-dada. Teknik steril diterapkan saat melakukan fungsi
lumbal dan medikasi disuntikkan melalui jarum. Segera setelah
penyuntikan, pasien dibaringkan terlentang. Jika diinginkan tingkat
blok yang secara relative tinggi, maka kepala dan bahu pasien
diletakkan lebih rendah.
Penyebab agens anastetik dan tingkat anesthesia bergantung
pada jumlah cairan yang disuntikkan, posisi pasie setelah
penyuntikan, dan berat jenis agens. Jika berat jenis agens lebih
berat dari berat jenis cairan serebrospinal (CSS), agens akan
bergerak keposisi dependen spasium subarachnoid, jika berat jenis
agens anastetik lebih kecil dadri CSS, maka anasteti akan bergerak
menjauh bagian dependen. Perbatasan ini dikendalikan oleh ahli
anestesi. Secara umum, agens yang digunakan adalah prokain,
tetrakain (Pontocaine), dan lidokain (Xylokain).
Dalam beberapa menit, anestesia dan paralisis
mempengaruhi jari-jari kaki dan perineum dan kemudian secara
bertahap mempengaruhi tungkai dan abdomen. Jika anestetik
mencapai toraks bagian atas dan medulla spinalis dalam
konsentrasi yang tinggi, dapat terjadi paralisis respiratori temporer,
parsial atau komplit. Paralisis oto-otot pernapasan diatasi dengan
mempertahankan respirasi artificial sampai efek anestetik pada
saraf respiratori menghilang. Mual, muntah dan nyeri dapat terjadi
selama pembedahan ketika digunakan anestesia spinal. Sebagai
aturan, reaksi ini terjadi akibat traksi pada berbagai struktur,
terutama pada struktur di dalam rongga abdomen. Reaksi tersebut
dapat dihindari dengan pemberian intarvena secara simultan
larutan teopental lemah dan inhalasi oksida nitrat.
Indikasi
Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang
melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini
juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi,
urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah
obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil
dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.
Kontraindikasi
Kontraindikasi mutlak meliputi infeksi kulit pada tempat
dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok),
koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi
relatf meliputi neuropati,prior spine surgery, nyeri punggung,
penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin
subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil, serta a
resistant surgeon.
Persiapan Pasien
Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini
(informed concernt) meliputi pentingnya tindakan ini dan
komplikasi yang mungkin terjadi.
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat
penyuntikan untuk menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti
infeksi. Perhatikan juga adanya scoliosis atau kifosis. Pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit.
Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT)
dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Perlengkapan
Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan
perlengkapan operasi yang lengkap untuk monitor pasien,
pemberian anestesi umum, dan tindakan resusitasi.
Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum
spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam
lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. obat anestetik
lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau
bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran
obat dan perluasan daerah teranestesi. Pada anestesi spinal jika
berat jenis obat lebih besar dari berat jenis CSS (hiperbarik), maka
akan terjadi perpindahan obat ke dasar akibat gravitasi. Jika lebih
kecil (hipobarik), obat akan berpindah dari area penyuntikan ke
atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di tingkat yang sama di
tempat penyuntikan. Pada suhu 37oC cairan serebrospinal memiliki
berat jenis 1,003-1,008.
Perlengkapan lain berupa kain kasa steril, povidon iodine,
alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan. Jarum spinal. Dikenal
2 macam jarum spinal, yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atau Greene) dan jenis
yang ujungnya seperti ujung pensil (whitacre). Ujung pensil
banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca
penyuntikan spinal.
Teknik Anestesi Spinal
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

1. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Posisi duduk merupakan


posisi termudah untuk tindakan punksi lumbal. Pasien duduk di tepi
meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan
tangan menyilang di depan. Pada posisi dekubitus lateral pasien
tidur berbaring dengan salah satu sisi tubuh berada di meja operasi.

2. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah


antara vertebrata lumbalis (interlumbal).

3. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung


pasien.

4. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang


medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah
cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum,
ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater,
dan lapisan subaraknoid.

5. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.

6. Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang


subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat
ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah hipotensi, nyeri
saat penyuntikan, nyeri punggung, sakit kepala, retensio urine,
meningitis, cedera pembuluh darah dan saraf, serta anestesi spinal
total.
Pengkajian keperawatan yang dilakukan setelah anestesia
spinal, selain memantau tekanan darah, perawat perlu
mengobservasi pesien dengan cermat dan mencatat waktu saat
perjalanan sensasi kaki dan jari kembali. Jika sensasi pada jari kaki
telah kembali sepenuhnya, pasien dapat dipertimbangkan telah
pulih dari efek anestetik spinal.
2) Blok Epidural
Anestesia epidural dicapai dengan menyuntikkan anestetik
local ke dalam kanalis spinalis dalam spasium sekeliling
durameter. Anestesia epidural memblok fungsi sensori, motor dan
otonomik yang mirip, tetapi tempat injeksinya yang
membedakannya dari anestesi spinal. Dosis epidural lebih besar
disbanding dosis yang diberikan selama anestesi spinal karena
anestesi epidural tidak membuat kontak langsung dengan medulla
atau radiks saraf. Keuntungan dari anestesi epidural adalah tidak
adanya sakit kepala yang kadang disebabkan oleh penyuntikan
subarachnoid. Kerugiannya adalah memiliki tantangan teknik yang
lebih besar dalam memasukkan anestetik ke dalam epidural dan
bukan ke dalam spasium subarachnoid. Jika terjadi penyuntikan
subarachnoid secarA tidak sengaja selama anestesi epidural dan
anestetik menjalar ke arah kepala, akan terjadi anestesia
spinal “tinggi”. Anestesia spinal tinggi dapat menyebabkan
hipotensi berat dan depresi atau henti napas. Pengobatan untuk
komplikasi ini adalah dukungan jalan napas, cairan intravena, dan
penggunaan vasopresor.
3) Blok Pleksus Brakialis
Blok pleksus brakialis menyebabkan anestesia pada lengan.
4) Anestesia Paravertebral
Anestesia paravertebral menyebabkan anestesia pada saraf yang
mempersarafi dada, dindind abdomen dan ekstremitas.
5) Blok Transakral (Kaudal)
Blok transakral menyebabkan anestesia pada perineum dan kadang
abdomen bawah.
d. Anastesi Regional Intravena

Yaitu penyuntikan larutan analgetik lokal. Ekstremitas dieksanguinasi dan


diisolasi bagian proksimalnya dari sirkulasi sistemik dengan torniquet
pneumatik.

D. OBAT PREMEDIKASI

Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:

1.Menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekhawatiran, memberikan


ketenangan, membuat amnesia, memberikan analgesi).
2.Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan, dan sadar dari anastesi.

3.Mengurangi jumlah obat-obatan anastesi.

4. Mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaanastesi.

5.Mengurangi stres fisiologis (takikardi, napas cepat, dan lain-lain).

6.Mengurangi keasaman lambung.

Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi adalah
sebagai berikut:

1. Analgetik narkotik

a. Morfin

Dosis premedikasi dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kg BB) intramuskular diberikan


untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien menjelang operasi,
menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan
dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu
pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.

b. Petidin

Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena diberikan


untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol polos.
Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena.

2. Barbiturat
Penobarbital dan sekobarbital). Diberikan untuk menimbulkan sedasi. Dosis
dewasa 100-200 mg, pada anak dan bayi 1 mg/kg BB secara oral atau
intramuslcular.

3. Antikolinergik
Atropin. Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus
selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.

4. Obat penenang (tranquillizer)


a. Diazepam

Diazepam (valium) merupakan golongan benzodiazepin. Dosis premedikasi


dewasa 10 mg intramuskular atau 5-10 mg oral (0,2-0,5 mg/kgBB) dengan
dosis maksimal 15 mg. Dosis sedasi pada analgesi regional 5-10 mg (0,04-
0,2mg/kgBB) intravena. Dosis induksi 0,2-1 mg/kg BB intravena.
b. Midazolam

Mempunyai awal dan lama kerja lebih pendek dibandingkan dengan


diazepam.

E. OBAT PELUMPUH OTOT

Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuskular


sehinggamenimbulkan kelumpuhan pada otot rangka. Menurut
mekanisme kerjanya obat ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu obat penghambat
secara depolarisasi resisten dan obat penghambat kompetitif
atau nondepolarisasi. Pada anestesi umum, obat ini memudahkan
dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakhea, sertamemberi
relaksasi otot yang dibutuhkan dalam pembedahan dan ventilasi kendali.

Perbedaan Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi dan Nondepolarisasi

Depolarisasi Nondepolarisasi

Ada vasikulasi otot Tidak ada vasikulasi


otot

Berpotensiasi dengan antikolinesterase Berpontisiasi dengan hipokalemia,


hipotermia, obat anestetik inhalasi, eter,
halotan, enfluran dan isofluran

Tidak menunjukkan kelumpuhan Menunjukkan kelumpuhan


yangbertahap pada perangsangan yangbertahap pada perangsangan tunggal
tunggalatau tetanik atautetanik

Belum dapat diatasi dengan Dapat diantagonis oleh


obatspesifik antikolinesterase

Kelumpuhan berkurang
denganpemberian obat pelumpuh
ototnondepolarisasi dan asidosis

1. Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi

Pavulon (pankuronium bromida). Dosis awal untuk relaksasi otot 0,008 mg/kgBB
intravena pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis intubasi
trakhea 0,15 mg/kgBB intravena.

Trakrium (atrakurium besilat). Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di


dalam darah, tidak tergantung pada fungsi hati dan ginjal. Dosis intubasi 0,5-0,6
mg/kgBB intravena. Dosis relaksasi otot 0,5-0,6 mg/kgBB intravena. Dosis
rumatan 0,1-0,2 mg/kgBB intravena.
Vekuronium (norkuron).

Rokuronium. Dosis intubasi 0,3-0,6 mg/kgBB. Dosis rumalan 0,1-2 mg/kgBB.

2. Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi

Suksametonium (suksinil kolin). Mula kerja 1-2 menit dan lama kerja 3-5 menit.
Dosis intubasi 1-1,5 mg/kgBB intravena.

3. Antagonis Pelumpuh Otot Nondepolarisasi

Prostigmin (neostigmin metilsulfat). Prostigmin mempunyai efek nikotik, muskarinik,


dan merupakan stimulan otot langsung. Dosis 0,5 mg bertahap sampai 5 mg, biasa
diberikan bersama atropin dosis 1- 1,5mg.

F. OBAT ANESTES1 INHALASI

Zat Untung Rugi

N2O Analgesik kuat, baunya Jarang digunakan tunggal, harus


manis, tidak iritasi, tidak disertai O2 minimal 25%, anestetik
terbakar. lemah, memudahkan hipoksia difusi.

Halotan Baunya enak. Tidak Vasodilator serebral, meningkatkan


merangsang jalan nafas, aliran darah otak yang sulit
anestesi kuat dikendalikan, analgesik lemah.

Kelebihan dosis akan menyebabkan


depresi nafas, menurunnya tonus
simpatis, hipotensi, bradikardi,
vasodilator perifer, depresi
vasomotor, depresi miokard.

Kontraindikasi gangguan hepar. Paska


pemberian menyebabkan menggigil.

Enfluran Induksi dan pemulihan Pada EEG, menunjukkan kondisi


lebih cepat dari halotan. epileptik. Depresi nafas, iritatif,
Efek relaksasi terhadap depresi sirkulasi.
otot lebih baik

Isofluran Menurunkan laju meta- Meninggikan aliran darak otak dan


bolisme otak terhadap O2 TIK.

Desfluran Sangat mudah menguap, potensi


rendah. Simpatomimetik, depresi
nafas, me-rangsang jalan nafas atas.

Sevofluran Bau tidak menyengat, tidak


merangsang jalan nafas,
kardiovaskular stabil

G. OBAT ANESTESI INTRAVENA

1.Natrium Tiopental (tiopental, pentotal)

2.Ketamin

3.Droperidol

4.Diprivan

H. OBAT ANESTESI REGIONAL/LOKAL

Obat anestesi regional/lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf


bila dikenakan secara lokal. Anestesi lokal ideal adalah yang tidak mengiritasi atau
merusak jaringan secara permanen, batas keamanan lebar, mula kerja singkat,
masa kerja cukup lama, larut dalam air, stabil dalam larutan, dapat disterilkan
tanpa mengalamiperubahan, dan efeknya reversibel. Obat anestesianya yaitu
lidokain dan bupivikain.

I. POSISI PASIEN DI MEJA OPERASI

Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan
dilakukan juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
adalah sebagai berikut :

1. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.
2. Area operatif harus terpajan secara adekuat.
3. Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.
4. Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau
konstriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.
5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi
lengan, tangan, tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan
cedera serius atau paralisis. Bidang bahu harus tersangga dengan baik
untuk mencegah cedera saraf yang tidak dapat diperbaiki, terutama jika
posisi Trendelenburg diperlukan.
6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama
pada pasien kurus, lansia atau obes.
7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-
jaga bila pasien melawan
Posisi pasien di meja operasi:

1. Posisi Dorsal Rekumben


Posisi lazim untuk pembedahan adalah terlentang dasar; satu lengan di sisi
tubuh, dengan telapak tangan tertelungkup; tangan satunya diposisikan di
atas sebuah papan lengan untuk infuse intravena. Posisi ini kebanyakan
digunakan pada bedah abdomen, kecuali untuk bedah kandung empedu
dan pelvis.
2. Posisi Trendelenberg
Posisi ini biasanya digunakan untuk pembedahan abdomen bawah dan
pelvis untuk mendapat pajanan area operasi yang baik dengan mengeser
intestine ke dalam abdomen atas. Dalam posisi ini kepala dan badan lebih
rendah dan lutut dalam keadaan fleksi.
3. Posisi Litotomi
Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi
dengan sudut yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan
telapak kaki pada pijakan kaki. Posisi ini digunakan pada pembedahan
perineal, rectal dan vaginal.
4. Untuk Bedah Ginjal
Pasien dibaringkan miring pada sisi tubuh yang tidak dioperasi dalam
posisi Sims menggunakan bantal udara dengan ketebalan 12,5 cm samapai
15 cm di bawah pinggang, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung
di atas.
5. Untuk Bedah Dada dan Abdominotorakik
Posisi yang dibutuhkan beragam sesuai dengan pembedahan yang akan
dilakukan. Ahli bedah dan ahli anestesi membaringkan pasien dalam posisi
yang diinginkan.
6. Pembedahan pada Leher
Bedah leher, misalnya bedah tiroid, dilakukan dengan pasien dalam posisi
terlentang, leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan dibawah
bahu, dan kepala serta dada ditinggikan untuyk mengurangi aliran balik
vena.
7. Pembedahan pada Tulang Tengkorak dan Otak
Prosedur ini membutuhkan posisi dan peralatan khusus, biasanya diataur
oleh ahli bedah.
J. PERALATAN

Mesin anestesi merupakan peralatan anestesi yang sering digunakan.


Secara umum mesin anestesi terdiri dari tiga komponen yang saling berhubungan
yaitu:

1.Komponen 1: sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter),dan alat


penguap(vaporizer).
2. Komponen 2: sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan
sistem Magill.

3. Komponen 3: alat yang menghubungkan sistem napas dengan


pasien yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea
(endotrakheal tube).

K. TAHAPAN

1. Persipan Praanestesi

Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya. Dilakukan penilaian


praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, akses intravena dipasang untuk
pemberian cairan infus, transfusi dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan
elektrografi, tekanan darah, saturasi Cb, kadar CO2 dalam darah (kapnograf), dan
tekanan vena sentral (CVP).Premedikasi dapat diberikan. oral, rektal,
intramuskular, atau intravena.

2. Induksi Anestesi

Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-


obat induksi diberikan secara intravena seperti tipental, ketamin, diazepam,
midazolam, dan profol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau napas
orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi trakhea. Setelah kedalaman
anestesi tercapai, posisi pasien disesuaikan.

3. Rumatan Anestesi

Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang


dipantau adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi, dan kedalaman
anestesi, misalnya adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas,
takikardi, hipertensi, keringat, air mata, midriasis.

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali
tergantung jenis, lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan
memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dan lain-lain

Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan


tekanan darah. Peningkatan tekanan darah dan dan frekuensi nadi terjadi bila
anestesi kurang dalam. Hal ini disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi
dengan membuat anestesi lebih dalam, yaitu dengan meningkatkan konsentrasi
halotan atau suntikan barbiturat. Penurunan tekanan darah dan nadi halus
sebagaitanda syok dapat disebabkan karena kehilangan banyak darah. Hal ini
diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau darah. Penurunan tekanan
darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi terlalu dalam atau
terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan tekanan
darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi
yang berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.

4. Pemulihan Pasca-Anestesi

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery


room)atau keruang perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi
terbaik dilakukan pada saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang
pemulihan dilakukan pemantauan keadaan umum, kesadaran, tekanan
darah, nadi,pemapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dan lain-
lain

Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit,
kesadaran, sirkulasi, pemapasan dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrette.
Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. namun
bila skor total telah diatas 8 pasien boleh dipindahkan dari ruang pemulihan.

Skor Pemulihan Pasca-Anestesi

Penilaian Nilai

Merah muda 2

Warna Pucat 1

Sianotik 0

Dapat bernafas dalam dan batuk 2

Pernapasan Dangkal namun pertukaran udara adekuat 1

Apnea atau obstruksi 0

Tekanan darah menyimpang <20%> 2

Sirkulasi Tekanan darah menyimpang 20-50% dari normal 1

Tekanan darah menyimpang >50% dari normal 0

Sadar, siaga, dan orientasi 2

Kesadaran Bangun namun cepat kembali tertidur 1

Tidak berespon 0

Aktivitas Seluruh ekstremitas dapat digerakkan 2


Dua ekstremitas dapat digerakkan 1

Tidak bergerak 0

L.INTUBASI TRAKEA

Intubasi trakea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakeal ke dalam


trakea sehingga jalan napas bebas hambatan dan napas mudah dibantu atau
dikendalikan. Ekstubasi trakea adalah tindakan pengeluaran pipa endotrakeal.

1. Tujuan

Pembersihan saluran trakeobronkial, mempertahankan jalan napas agar


tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi
dan oksigenisasi.

2. Indikasi

Tindakan resusitasi, tindakan anestesi, pemeliharaan jalan napas, dan


pemberian ventilasi mekanis jangka panjang.

3. Peralatan

Sebelum mengerjakan intubasi trakea, dapat diingat kata STATICS

S : scope, laringioskop dan stetoskop

T : tubes, pipa endotrakeal

A : airway tubes, pipa orofaring/nasofaring

T : tape, plester

I : introducer, stilet, mandrin

C: connector, sambungan-sambungan

S : suction, penghisap lendir

4. Komplikasi

a. Komplikasi tindakan laringioskopi dan intubasi:

1) Malposisi: intubasi esofagus, intubasi endobronkial,


malposisi laryngeal cuff.
2) Trauma jalan napas: kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah,
atau mukosa mulut, cedera tenggorokan, dislokasi
mandibula, dan diseksi retrofangeal.

3) Gangguan refleks: hipertensi, takikardi, tekarian


intrakranial meningkat, tekanan intraokular meningkat,
dan spasme laring.

4) Malfungsi tuba: perforasi cuff.

b. Komplikasi pemasukan pipa endotrakeal:

1) Malposisi: ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke


endobronkial, malposisi laringeal cuff.

2) Trauma jalan napas: inflamasi dan ulserasi mukosa, serta


ekskoriasi kulit hidung.

3) Malfungsi tuba: obstruksi.

c. Komplikasi setelah ekstubasi:

1) Trauma jalan napas: edema dan stenosis (glotis, subglotis,


atau trakea), suara serak/ parau (granuloma atau paralisis
pita suara), malfungsi dan aspirasi laring.

2) Gangguan refleks: spasme laring.

5. Penentuan ukuran ETT

Usia Diameter Skala French Jarak sampai bibir

Prematur 2,0-2,5 10 10 cm

Neonatus 2,5-3,5 12 11 cm

1-6 bulan 3,0-4,0 14 11 cm

0,5-1 tahun 3,5-3,5 16 12 cm

1-4 tahun 4,0-5,0 18 13 cm

4-6 tahun 4,5-5,5 20 14 cm

6-8 tahun 5,0-5,5 22 15-16 cm


8-10 tahun 5,5-6,0 24 16-17 cm

10-12 tahun 6,0-6,5 26 17-18 cm

12-14 tahun 6,5-7,0 28-30 18-22 cm

Dewasa wanita 6,5-8,5 28-30 20-24 cm

Dewasa pria 7,5-10,0 32-34 20-24 cm

Cara memilih pipa trakhea untuk bayi dan anak kecil

a. Ф dalam pipa trakheal (mm) = 4,0 + ¼ umur (thn)

b. Panjang pipa oro trakheal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

c. Panjang pipa nasotrakheal (cm) = 12 + ½ umur (thn)

M. INTUBASI PADA OPERASI DARURAT

Pada operasi darurat dilakukan induksi cepat (crush induction) untuk


mencegah aspirasi selama tindakan intubasi. Diindikasikan terutama pada pasien
dengan lambung penuh. Selain peralatan intubasi dipersiapkan pula alat penghisap
dan pipa lambung. Pasien dipersiapkan dalam posisi setengah duduk atau telentang
dengan posisi kepala lebih rendah.

Awali dengan pemberian O2 100% (praoksigenisasi) selama 3-5 menit kemudian


obat pelumpuh otot nondepolarisasi ¼ dosis (prekurarisasi). Suntikan obat induksi
cepat diberikan sampai refleks bulu mata hilang. Tulang krikoid ditekan ke arah
posterior(Sellick manouver) dan kemudian obat pelumpuh otot depolarisasi
diberikan dengan dosis 1,5-2 kali dosis normal. Setelah itu baru dilakukan tindakan
laringioskopi dan intubasi. Bila pipa endotrakeal telah masuk, balon pipa (cuff) segera
dikembangkan.

N. HIPOTERMIA

Hipotermia adalah keadaan dimana suhu tubuh di bawah batas normal


fisiologis (36,6 - 37,5°C). Hipotermia yang tidka diinginkan mungkin dialami oleh
pasien sebagai akibat suhu yang rendah diruang operasi, infuse denga cairan yang
dingin, inhalasi gas-gas yang dingin, kavitas atau kula terbuka pada tubuh, aktivitas
otot yang menurun, usia lanjut atau agens obat-obatan yang digunakan.

Penanganan hipotermi antara lain dengan membuat suhu lingkungan dalam


ruang operasi diataur pada suhu 25° - 26,6°C. Cairan intravena dan irigasi
dihangatkan samapai 37°C. gaun dan selimut basah diganti dengan yang kering,
karena gaun dan selimut yang basah memperbesar kehilangan panas.

Diperlukan pemantauan suhu inti tubuh, haluan urin, EKG, tekanan darah,
gas darah dalam ateri, dan serum elektrolit yang cermat. Perhatikan terhadap
penatalaksanaan hiportemi meluas hingga keperiode pascaoperatif untuk mencegah
kehilangan nitrogen yang signifikan dan katabolisme. Pengobatan mencakup
pemberian oksigen, hidrasi yang adekuat, dan nutrisi yang sesuai. Kehilangan panas
pada pasien lansia di rung operasi dapat dicegah dengan menutupi kepala pasien
mengguanakn topi penahan panas selama anestesi, jaga suhu ruangan operasi harus
dipertahankan pada 26,6oC. larutan antiseptic yang digunakan dalam persiapkan
awal kulit sebelum pemasangan selimut harus cukup hangat, dan bukan yang dingin.

O. HIPERTERMIA MALIGNA SELAMA ANASTESI UMUM

Hipertermia maligna adalah gangguan otot yang diturunkan yang secara


kimiawi diinduksikan oleh anestetik. Selama anastesi agen protein seperti anastesi
inhalasi dan relaksan otot dapat memicu gejala hipertermi maligna. Medikasi seperti
simpatomimetik, teofilin, aminofilin, dan glikosida jantung dapat juga menginduksi
atau mengeluarkan reaksi tersebut, proses ini diawali oleh setres.

Patofisiologi ini berkaitan dengan aktivitas sel-sel otot. Sel-sel otot terdiri
atas cairan bagian dalam dan membrane bagian terluar. Kalsium, suatu factor
penting dalam proses kontraksi otot, normalnya disimpan dalam froses kontraksi
otot, kalsiu dilepaskan sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi otot,
hipertermia, dan kerusakan pada system saraf pusat. Dengan angka moralitas yang
melebihi 50%, mengidentifasikan pasien yang beresiko adalah penting penting.

Manifestasi klinis; gejala awal hipertermia maligna adalah yang berkaitan


dengan aktivitas kardiovaskuler dan muskuloskletal. Takikardi sering merupakan
tanda dini. Selain takikardi, silmulasi saraf sinpatis mengarah pada disrima
ventikuler, hipotensi, dan penurunan curah jantung, oliguria, dan selanjutnya henti
jantung. Dengan transport kalsium yang abnormal, kekakuan atau gerakan seperti
tetani yang sering terjadi pada rahang. Kenaikan suhu tubuh sebenarnya adalah
tanda lanjut yang terjadi dengan cepat, dan dapat meningkat 1oC setiap 5 menit.

Pemindahan dari ruang operasi ke unit perawatan pascaanestesia (PACU),


yang juga disebut sebagai ruang pemulihan pascaanestesia (PARR), memerlukan
pertimbangan khusus pada letak insisi, perubahan vascular dan pemajanan.letak
posisi insisi harus selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pascaoperatif
dipindahkan banyak luka tertutup dalam tetgangan yang cukup tinggi, dan setiap
upaya dilakukan untuk mencegah renggangan sutura lebih lanjut. Selain itu pasien
diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada dan menyumbat drain atau selang
drainase.

Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu
posisi ke posisi lainya, seperti dari posisi litotomi keposisi hozontal, dari lateral ke
posisi terlentang. Bahkan memindahklan pasien yang telah dianestesi ke brankar
dapat menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara perlahan lahan
dan secara cermat.

P. UNIT PERAWATAN PASCA ANESTESIA

PACU biasanya berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih


terpengaruh anestesi atau yang pulih dari anestesi ditempatkan diunut untuk
kemudahan akses ke

1. Perawat yang disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif segera


2. Ahli anestesi dan ahli bedah
3. Alat pemantau dan peralatan khusus medikasi dan penggantian cairan.
Ruang dijaga agar harus, bersih dan bebas dari peralatan yang tidak
dibutuhkan. Ruang juga harus dicat dengan warna yang lembut dan menyenangkan
dan mempunyai

1. Pencahayaan tidak langsung


2. Plafon kedap suara
3. Peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara mis basin emesis dari
plastic
4. Ruang terisolasi (kotak berkaca) untuk pasien yang terganggu
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat
tentang kondisi pasien.

1. Alat bantu pernapasan


2. Oksigen
3. Laringoskop
4. Set trakeostomi
5. Peralatan bronchial
6. Kateter
7. Ventilator mekanis
8. Peralatan suction
Sasaran pelaksanan PACU adalah untuk memberikan perawatan sampai
pasien pulih dari efek anestesi (sampai kembalinya fungsi motorik dan sensorik),
terorientasi, mempunyai tanda vital yang stabil, dan tidak memperlihatkan tanda-
tanda hemoragik.
Pengkajian pascaoperatif segera perawat PACU menerima pasien
memeriksa hal – hal berikut dengan ahli-ahli anestesi atau anastesis :

1. Diagnosa medis dan jenis pembedahan yang dilakukan


2. Usia dan kondisi umum pasien masih, kepatenen jalan nafas, tanda-tanda
vital
3. Anestetik dan medikasi lain yang digunakan misalnya narkotik, relaksan
otot, antibiotic
4. Segala masalah yang terjadi dalam ruang operasi yang mungkin
mempengaruhi pascaoperatif midalnya hemoralgi berlebihan, syok dan
henti jantung
5. Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah pasien atau keluarga sudah
diberitahukan)
6. Cairan yang diberikan, kehilangan darah dan penggantian.
7. Segala slang, drain kateter, atau alat bantu pendukung lainnya
8. Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau anestesi yang akan
diberitahukan
Q. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tanda vital dipantau dan status fisik umum pasien dikaji pada setidaknya
setiap 5 menit. Kepatenan jalan nafas dan fungsi pernafasan selalu dievaluasi
pertama kali, diikuti dengan pengkajian fungsi kardiovaskuler, kondisi letak yang
dioperasi dan fungsi system saraf pusat.

Sasaran utama intervensi adalah mempertahankan ventilasi pulmonal dan


dengan demikian mencegah hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) dan
hiperkapnea (kelebihan kadar dioksida dalam darah) hal ini terjadi jika jalan nafas
tersumbat dan ventilasi berkurang.

Kesulitan pernafasan berkaitan dengan tipe spesifik anestesi


Tanda-tanda kesulitan ini termasuk :

1. Tersedak
2. Pernapasan yang bising dan tidak teratur
3. Dalam beberapa menit kulit menjadi berwarna biru agak kehitaman
Satu-satunya cara untuka mengetahui apakah pasien bernafas atau tidak
adalah dengan menmpatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk
merasakan hembusan napas. Tindakan obstruksi hipofaringeus termasuk
mendongakan kepala kebelakang dan mendorong kedepan pada sudut rahang
bawah.
1. Obstruksi hipofaringeus terjadi leher yang fleksi memungkinkan dagu untuk
turun kearah dada; obstruksi hamper selalu terjadi ketika kepala dalam
midposisi.
2. Mendongakan kepala kebelakang untuk meregangkan struktur leher anterior
menyebabkan dasar lidah terangkat menjauhi dinding faringeal posterior.
Arah anak panah menunjukkan tekanan dari tangan.
3. Membuka mulut diperlukan untuk memperbaiki obstruksi seperti katup dari
saluran hidung selama ekspirasi yang terjadi pada sekitar 30 % pasien
tidak sadar.
R. PROSES KEPERAWATAN MERAWAT PASIEN PASCA ANESTESIA
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
yang berikut :
1. Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter
pernapasan ; sulit dan bunyi napas
2. Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit.
3. Neurologi ; tingkat respon
4. Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang
kesistem drainase yang spesifik adanya dan kodisi balutan
5. Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan posisi yang
dibutuhkan.
6. Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan tidur ;
gangguan oleh kebisingan pengunjung, ketersedian bel pemanggil.
7. Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang tidak
tersumbat; cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan
baik
8. Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik
S. PENGKAJIAN RESPIRASI
Yang harus diamati kualitas pernapasan dicatat seperti :
1. Kedalaman
2. Frekuensi
3. Bunyi napas
Pernapasan pendek dan cepat mungkin karena nyeri, balutan yang terlalu ketat,
dilatasi lambung atau obstruksi oleh sekresi.

T. PENGKAJIAN SIRKULASI
Pertimbangan dasar dalam mengkaji fungsi kardiovaskuler adalah
Pemantaun tanda-tanda syok dan hemoragi. penampilan pasien, TTV untuk
menentukan fungsi kardiovaskuler. Tekanan vena sentral (TVS) dan nilai gas darah
arteri dipantau jika kondisi pasien membutuhkan pengkajian yang demikian.
Institusi mempunyai protocol spesifik untuk pemantauan pascaoperatif.
Nadidarah dan pernapasan dicatat setiap 15 menit selama 2 jam pertama, dan
setiap 30 menit selama 2 jam, dan setiap 30 menit selama 2 jam berikutnya, kecuali
diindikasikan untuk dilakukan lebih sering setelanhnya mereka diukur lebih jarang
jika semuanya tetap stabil. Suhu tubuh dipantau setiap 4 jam selama 24 jam
pertama.

1. Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan
lebih dari 30 kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah
sistolik turun dibawah 90 mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan.
Namun tekanan darah dasar atau praoperatif pasien digunakan sebagai
perbandingan pascaoperatif yang jelas.
2. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan
menurun 5 mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus
mewaspadakan perawat terhadap adanya masalah.
DAFTAR PUSTAKA

Latief, A. Said, dkk. Anestesiology. Jakarta: FKUI. 2009

Ganiswarna, Sulistia. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI. 1995

Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002

Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000

Gainswarna, G Sulistia. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI

Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC.
2001

Staff Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.


2004. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anestesi Spinal. http://anestesi-fkunram.blogspot.com/2009/02/anestesi-


spinal.html.Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul 09:00 WIB. Visitor:
Komang

Anestesiology. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul


09:00 WIB. Visitor: Komang

UNTUK ANESTESI SPINAL

Anestetik local yang paling sering digunakan:


1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric,
dosis 20-100 mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.003, sifat hyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobaric, dosis 5-20 mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Anda mungkin juga menyukai