TINJAUAN PUSTAKA
I. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi didefinisikan sebagai operasi pengangkatan seluruh tonsil palatina.
Tonsiloadenoidektomi adalah pengangkatan tonsil palatina dan jaringan limfoid di nasofaring
yang dikenal sebagai adenoid atau tonsil faringeal. Tonsilektomi merupakan prosedur operasi
yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor
karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam
pelaksanaannya. Di AS karena kekhawatiran komplikasi, tonsilektomi digolongkan pada
operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi digolongkan pada operasi sedang karena durasi
operasi pendek dan teknik tidak sulit.1
Indikasi Tonsilektomi
Indikasi tonsilektomi dulu dan sekarang tidak berbeda, namun terdapat perbedaan
prioritas relatif dalam menentukan indikasi tonsilektomi pada saat ini. Dulu tonsilektomi
diindikasikan untuk terapi tonsilitis kronik dan berulang. Saat ini, indikasi yang lebih utama
adalah obstruksi saluran napas dan hipertrofi tonsil.9 Untuk keadaan emergency seperti
adanya obstruksi saluran napas, indikasi tonsilektomi sudah tidak diperdebatkan lagi
(indikasi absolut). Namun, indikasi relatif tonsilektomi pada keadaan non emergency dan
perlunya batasan usia pada keadaan ini masih menjadi perdebatan. Sebuah kepustakaan
menyebutkan bahwa usia tidak menentukan boleh tidaknya dilakukan tonsilektomi
a. Indikasi Absolut
Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran napas, disfagia berat,
gangguan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
Abses peritonsil yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan drainase
Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
Tonsilitis yang membutuhkan biopsi untuk menentukan patologi anatomi
b. Indikasi Relatif
Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi antibiotik
adekuat
Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak membaik dengan pemberian terapi
medis
Tonsilitis kronik atau berulang pada karier streptokokus yang tidak membaik
dengan pemberian antibiotik β-laktamase resisten.
Pada keadaan tertentu seperti pada abses peritonsilar (Quinsy), tonsilektomi dapat
dilaksanakan bersamaan dengan insisi abses.1,2
Skor Mallampati
Skor Mallampati adalah suatu perkiraan kasar dari ukuran relatif lidah terhadap
rongga mulut yang digunakan untuk memperkirakan tingkat kesulitan intubasi. Skor
Mallampati ditentukan dengan melihat anatomi dari rongga mulut, khususnya
berdasarkan visibilitas dari dasar uvula, arkus tonsilaris anterior dan posterior, dan
palatum mole. Semakin tinggi skor mallampati, semakin tinggi pula tingkat kesulitan
untuk dilakukan intubasi.1
Kelas 1 tonsil, palatum mole, dan uvula terlihat jelas seluruhnya
Kelas 2 palatum durum dan palatum mole masih terlihat, sedangkan
tonsil dan uvula hanya terlihat bagian atas
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung. Laringoskop pilih bilah atau
daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien. Lampu harus cukup terang.
T : Tubes Pipa trakea. Pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan usia > 5
tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut-faring (Guedel,orotracheal airway) dan pipa hidung-faring (naso-
tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar untuk menjaga supaya
lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape Plester untuk fiksasi pipa agar tidak terdorong atau tercabut
I : Introducer Mandrin atau stillet untuk memandu agar pipa trakea mudah dimasukkan
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction Penyedot lender, ludah, dan lain-lainnya
Tabel 3. Persiapan induksi anestesi
Tindakan Intubasi.
Dalam melakukan suatu tindakan intubasi, perlu diikuti beberapa prosedur
yang telah ditetapkan antara lain10 :
Persiapan.
Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal
dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras
atau botol infus 1 gram), sehingga kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea
dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.
Oksigenasi.
Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi
dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup
muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan.
Laringoskop.
Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang
dengan tangan kiri. Daun laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan
pandang akan terbuka. Daun laringoskop didorong ke dalam rongga mulut.
Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta
epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat
sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan berbentuk huruf
V.
Pemasangan pipa endotrakheal.
Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon
pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten
diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak
dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut.Ventilasi atau oksigenasi
diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri
memfiksasi.Balon pipa dikembangkan dan daun laringoskop dikeluarkan
selanjutnya pipa difiksasi dengan plester.
Mengontrol letak pipa.
Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi,
dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan
kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila
terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan
berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suara wheezing, sekret
lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu
sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan
bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan
mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang
keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru.
Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan
oksigenasi yang cukup.
Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien
bersangkutan.6,7
2. Anestetik intravena
Beberapa obat anestetik diberikan secara intravena baik tersendiri maupun
dalam bentuk kombinasi dengan anestetik lainnya untuk mempercepat tercapainya
stadium anestesi atau pun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat yang
mendapat pernafasan untuk waktu yang lama, Yang termasuk :
Barbiturat (tiopental, metoheksital)
Benzodiazepine (midazolam, diazepam)
Opioid analgesik dan neuroleptik
Obat-obat lain (profopol, etomidat)
Ketamin, arilsikloheksilamin yang sering disebut disosiatif anestetik.
3.6 Induksi Anestesi
a. Induksi intravena
Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati, perlahan-lahan,
lembut, dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara 30-
60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus
diawasi dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang
kooperatif.9,10
Propofol
Propofol (2,6-diisoprophylphenol) adalah campuran 1% obat dalam air dan
emulsi yang berisi 10% soya bean oil, 1,2% phosphatide telur dan 2,25% glyserol.
Dosis yang dianjurkan 2-2,5mg/kgBB untuk.9,10
Propofol memiliki kecepatan onset yang sama dengan barbiturat intravena
lainnya, namun pemulihannya lebih cepat dan pasien dapat diambulasi lebih cepat
setelah anestesi umum. Selain itu, secara subjektif, pasien merasa lebih baik
setelah postoperasi karena propofol mengurangi mual dan muntah postoperasi.
Propofol digunakan baik sebagai induksi maupun mempertahankan anestesi dan
merupakan agen pilihan untuk operasi bagi pasien rawat jalan. Obat ini juga
efektif dalam menghasilkan sedasi berkepanjangan pada pasien dalam keadaan
kritis. Penggunaan propofol sebagai sedasi pada anak kecil yang sakit berat
(kritis) dapat memicu timbulnya asidosis berat dalam keadaan terdapat infeksi
pernapasan dan kemungkinan adanya skuele neurologik.
Pemberian propofol (2mg/kg) intravena menginduksi anestesi secara cepat.
Rasa nyeri kadang-kadang terjadi di tempat suntikan, tetapi jarang disertai plebitis
atau trombosis. Anestesi dapat dipertahankan dengan infus propofol yang
berkesinambungan dengan opiat, N2O dan/atau anestetik inhalasi lain.9,10
Propofol dapat menyebabkan turunnya tekanan darah yang cukup berarti
selama induksi anestesi karena menurunnya resitensi arteri perifer dan
venodilatasi.Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi
efek ini disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea.
Setelah pemberian propofol secara intravena, waktu paruh distribusinya
adalah 2-8 menit, dan waktu paruh redistribusinya kira-kira 30-60 menit. Propofol
cepat dimetabolisme di hati 10 kali lebih cepat daripada thiopenthal pada tikus.
Propofol diekskresikan ke dalam urin sebagai glukoronid dan sulfat konjugat,
dengan kurang dari 1% diekskresi dalam bentuk aslinya. Klirens tubuh total
anestesinya lebih besar daripada aliran darah hepatik, sehingga eliminasinya
melibatkan mekanisme ekstrahepatik selain metabolismenya oleh enzim-enzim
hati. Propofol dapat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan kemampuan dalam
memetabolisme obat-obat anestesi sedati yang lainnya. Propofol tidak merusak
fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolisme otak dan tekanan
intrakranial akan menurun. Keuntungan propofol karena bekerja lebih cepat dari
tiopental dan konvulsi pasca operasi yang minimal. Tidak di anjurkan pada pasien
yang hipotensi (tensi rendah) karena dapat menyebabkan hipotensi berat9,10
Tiopental (tiopenton, pentotal)
Diberikan secara intravena dengan kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7
mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan nyeri. Pada anak dan manula digunakan
dosis rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi.
Ketamin (ketalar) intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesi dengan
ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya dianjurkan
menggunakan sedativa seperti midasolam (dormikum). Ketamin tidak dianjurkan
pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah > 160 mmHg). Ketamin
menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka.9,1
Midazolam merupakan golongan benzodiazepin aksi-pendek. Memiliki sifat
sedatif, amnesik, antikonvulsan dan relaksan otot skelet. Digunakaan saat
premedikasi, sedasi sadar, dan obat induksi suplementasi anestesia. Dosis IV 50-
350 µg/kg. Dosis premedikasi o,5 mg – 5 mg IV. Midazolam menyebabkan
depresi ringan vaskuler sistemik dan curah jantung. Laju jantung biasanya tidak
berubah. Perubahan hemodinamik yang berat dapat terjadi jika pemberian
dilakukan secara cepat dalam dosis besar atau bersama-sama dengan narkotik.
Pemberian midazolam juga menyebabkan depresi ringan pada volume tidal, laju
napas, dan sensitivitas terhadap CO2. Hal ini makin nyata bila digunakan bersama
dengan opioid dan pada pasien dengan penyakit jalan obstruktif jalan nafas. Pada
pasien yang sehat, midazolam tidak menyebabkan bronkhokonstriksi. Midazolam
tidak memiliki efek iritasi setelah penyuntikan intravena. Hal ini terlihat dari tidak
adanya nyeri saat penyuntikan dan tidak ada gejala-gejala sisa pada vena.9,10
b. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara
intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
c. Induksi inhalasi
Obat yang digunakan adalah obat-obat yang memiliki sifat-sifat :
tidak berbau menyengat / merangsang
baunya enak
cepat membuat pasien tertidur.
Sifat-sifat tadi ditemukan pada halotan dan sevofluran. Induksi inhalasi
hanya dikerjakan dengan halotan (fluotan) atau sevofluran. Cara induksi ini
dikerjakan pada bayi atau anak yang belum terpasang jalur vena atau pada dewasa
yang takut disuntik.
Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2.
Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 liter/menit atau campuran N2O:O2=3:1 aliran
> 4 liter/menit, dimulai dengan halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi yang
dibutuhkan. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan untuk kemudian
kalau sudah tenang dinaikkan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk,
walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol%. seperti
dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran), atau desfluran
jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.3,9,10
d. Induksi per rektal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau
midazolam. Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu mata. Jika
bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.
e. Obat Pelumpuh Otot
Obat golongan ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan
kelumpuhan pada otot rangka. Menurut mekanisme kerjanya, obat ini dibagi
menjadi 2 golongan yaitu obat penghambat secara depolarisasi resisten, misalnya
suksinil kolin, dan obat penghambat kompetitif atau nondepolarisasi, misal
kurarin.
Dalam anestesi umum, obat ini memudahkan dan mengurangi cedera tindakan
laringoskopi dan intubasi trakea, serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan
dalam pembedahan dan ventilasi kendali. Obat pelumpuh otot yang digunakan
dalam kasus ini adalah :
Atracurium besilat (tracrium)
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi yang relatif baru yang
mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari tanaman Leontice
leontopetaltum. Indikasi, sebagai adjuvant terhadap anestesi umum agar intubasi
trakea dapat dilakukan dan untuk relaksasi otot rangka selama proses pembedahan
atau ventilasi terkendali. Dosis yang dianjurkan : 0,3-0,6 mg/kg (tergantung durasi
blokade penuh yang dibutuhkan) dan akan memberikan relaksasi yang memadai
selama 15-35 menit. Intubasi endotrakea biasanya sudah dapat dilakukan dalam
90 detik setelah injeksi intravena 0,5-0,6 mg/kg. Efek samping :
Skin flushing, hioptensi atau bronkospasme ringan dan sementara, yang
berhubungan dengan pelepasan histamine.
Sangat jarang terjadi : reaksi anafilaktik berat dilaporkan terjadi pada pasien
yang mendapatkan atracurium bersamaan dengan beberapa obat lain. Pasien ini
biasanya memiliki satu atau lebih kondisi medis yang memudahkan terjadinya
kejang (contohnya trauma cranial, edema serebri, uremia).
KI : Pasien yg hipersensitif trhadap obat ini.
Beberapa keunggulan atrakurium dibandingkan dengan obat terdahulu
antara lain adalah :
Metabolisme terjadi dalam darah (plasma) terutama melalui suatu reaksi kimia
unik yang disebut reaksi kimia hoffman. Reaksi ini tidak bergantung pada
fungsi hati dan ginjal.
Tidak mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
Tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Pada umumnya mulai kerja atracurium pada dosis intubasi adalah 2-3 menit,
sedang lama kerja atracurium dengan dosis relaksasi 15-35 menit3.
Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara spontan (sesudah lama kerja
obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian antikolinesterase. Nampaknya
atracurium dapat menjadi obat terpilih untuk pasien geriatrik atau pasien dengan
penyakit jantung dan ginjal yang berat1,2.
Kemasan dibuat dalam 1 ampul berisi 5 ml yang mengandung 50 mg
atracurium besilat. Stabilitas larutan sangat bergantung pada penyimpanan pada
suhu dingin dan perlindungan terhadap penyinaran.9,10 Dosis pemeliharaan : 0,1 –
0,2 mg/kgBB/ iv
Kesadaran
Sadar penuh 2
Terangsang oleh stimulus verbal 1
Tidak terangsang oleh stimulus verbal 0
Respirasi
Dapat bernapas dalam dan batuk 2
Dispnea atau hanya dapat bernapas dangkal 1
Tidak dapat bernapas tanpa bantuan (apnea) 0
Tekanan Darah
Berbeda 20% dari tekanan darah sebelum operasi 2
Berbeda 20 – 50% dari tekanan darah sebelum operasi 1
Berbeda > 50% dari tekanan darah sebelum operasi 0
Oksigenasi
SpO2 > 92% pada udara ruangan 2
Memerlukan O2 tambahan untuk mencapai SpO2 > 90% 1
SpO2 < 90% meskipun telah mendapat O2 tambahan 0
Tabel 4. Aldrete’s Score