F11.5
PENYUSUN :
Dwi Pascawitasari
K1A1 12 105
PEMBIMBING :
KENDARI
2016
GANGGUAN PSIKOTIK AKIBAT PENGGUNAAN OPIOIDA
A. PENDAHULUAN
dalam bentuk opium mentah atau larutan opium dalam alkohol. Morfin pertama
kali diisolasi tahun 1806 dan kodein pada tahun 1832. Selama satu abad
mentah untuk tujuan medis, meski penggunaan opium non medis (seperti untuk
opioid berasal dari kata opium, sari bunga opium, Papaver somniferum, yang
Timur Tengah dan Timur Jauh, di mana bunga opium adalah jalur utama
menghasilkan panen. Opiat alami lainnya atau opiat yang disintesis dari opiat
hydromorphone (Dilaudid). Heroin kira-kira dua kali lebih kuat dari morfin dan
opiat yang paling sering digunakan pada orang dengan gangguan berhubungan
dengan opioid.4 Yang terkenal ialah opium, morfin, heroin, kodein dan
petidin.5
dan pemilikan heroin adalah ilegal di Amerika Serikat, telah dilakukan usaha
untuk membuat heroin tersedia bagi pasien dengan kanker terminal karena efek
2
analgesik dan euforiknya yang baik. Banyak orang, termasuk beberapa
mengobati overdosis opioid dan ketergantungan opioid, dan kelas obat tersebut
ketergantungan opioid.4
tetapi mempunyai kriteria spesifik hanya untuk intoksikasi opioid dan putus
3
penggunaan opioida dibagi lagi berdasarkan kondisi klinisnya yaitu: intoksikasi
ketergantungan (F1x.2), keadaan putus zat (F1x.3), keadaan putus zat dengan
gangguan psikotik residual atau onset lambat (F1x.7), gangguan mental dan
perilaku lainnya (F1x.8) dan gangguan mental dan perilaku YTT (F1x.9).3
B. DEFINISI
auditorik, tetapi sering pada lebih dari satu gangguan modalitas sensorik),
psikomotor (excitement atau stupor) dan afek yang abnormal, yang terentang
bingung. Gangguan itu mereda setidaknya sebagian dalam sebulan dan hilang
Barat yang paling sering disalahgunakan adalah heroin dan morfin. Heroin di
4
Indonesia disebut: putauw (atau ‘pete’, ‘hero’ atau ‘petewe’). Heroin
kristal putih yang larut dalam air. Bila heroin berwarna berarti berasal dari
dragon (atau dregi, ngedreg) uap heroin yang dipanaskan melalui aluminium
foil dihirup dengan bibir (menggunakan bong pipa dari uang kertas atau
disebut insul, yaitu alat suntik untuk penderita kencing manis) melalui intra
dengan rokok/tembakau.6
Kata opiate dan opioid berasal dari kata opium, sari bunga opium,
morfin.1 Yang terkenal ialah opium, morfin, heroin, kodein dan petidin.5
Opioid bisa dibagi menjadi: (1) alami, seperti morfin dan heroin
sifat agonis dan antagonis opioid seperti buprenorphine dan pentazocine. Nama
jalanan untuk penyalahgunaan heroin adalah smac,7 selain itu nama jalanan
heroin juga berupa ‘coklat’ (brown), horse, gear, H, junk, skag, jack.8
5
Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat
preparat atau derivat dari opium, dan guna “opioid”, suatu narkotik sintetik
yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.4 Bunga
madat menghasilkan antara lain opium, morfin dan heroin. Getah yang keluar
dari kepala kembang itu merupakan sumber opium, morfin dan heroin.5
adalah sekitar 1 persen, dengan 0,2 persen pernah mengonsumsi zat tersebut
dalam tahun sebelumnya. Jumlah pengguna heroin saat ini diperkirakan antara
6
sekitar 600.000 dan 800.000. Jumlah orang yang diperkirakan menggunakan
heroin pada suatu waktu dalam kehidupan mereka (“pengguna seumur hidup”)
adalah sekitar 2 juta. Rasio pria terhadap wanita dengan ketergantungan heroin
adalah sekitar 3:1. Pengguna opioid biasanya mulai menggunakan zat pada
usia remaja dan awal 20 tahunan; saat ini, sebagian besar orang dengan
Heroin adalah opiat yang paling luas digunakan pada orang dengan
belasan tahun atau bahkan pada usia 10 tahun. Pengenalan yang awal tersebut
adalah penyalah guna zat. Kebiasaan heroin akan menghabiskan ratusan dolar
HIV sehingga perkiraan yang dapat dipercaya tidak dapat dikembangkan. 1,4
7
Angka penggunaan heroin selama hidup secara bermakna lebih tinggi
pada orang dewasa yang berusia 26 sampai 34 tahun (1,8 persen) dibandingkan
orang dewasa yang berusia 18 sampai 25 tahun (0,8 persen) atau remaja
hidup di antara orang dewasa yang berusia 35 tahun dan lebih meningkat
secara bermakna, dari 0,7 persen menjadi 1,5 persen. Tidak ada perubahan lain
psikotik karena kondisi medis umum dan gangguan psikotik akibat zat.
Sindrom waham yang dapat menyertai kejang parsial kompleks adalah lebih
sering pada wanita daripada laki-laki.4 Lebih dari 40% penggunaan opioid
D. ETIOLOGI
1. Faktor Psikososial
rendah, meski insiden ketergantungan opioid lebih besar pada kelompok ini
daripada kelas sosioekonomi yang lebih tinggi. Faktor sosial yang dikaitkan
dari orang tua tunggal atau orang tua yang bercerai dan berasal dari
8
keluarga dengan setidaknya satu anggota keluarga lain mengalami
gangguan terkait zat. Anak yang berasal dari situasi semacam ini berada
perilaku.1,4
mendasari, sering berupa tipe agitatif dan kerap disertai gejala ansietas;
9
obat. Kembar monozigotik lebih mungkin sama-sama mengalami
Karena kesulitan yang ada pada penelitian gangguan berhubungan zat, data
dengan opioid.4
3. Teori Psikodinamik
10
psikologi ego. Patologi ego yang serius sering dianggap berkaitan dengan
perkembangan yang jelas. Masalah hubungan antara ego dan afek muncul
E. NEUROFARMAKOLOGI
paruh kedua 1970-an. Reseptor opioid-µ terlibat dalam regulasi dan mediasi
pada analgesia, diuresis, dan sedasi; serta reseptor opioid-δ, mungkin pada
analgesia.1,4,10
Reseptor Opioid terdiri dari Mu (µ), Kappa (ĸ), Delta (δ) dan Sigma
(σ). Reseptor Mu ditemukan pada batang otak dan bagian medial thalamus,
biasanya juga disebut OP3 atau MOR (morphine opioid receptors). Reseptor
Kappa ditemukan pada sistem limbic dan area encephalon lainnya, batang otak,
disebut OP2 atau KOR (kappa opioid receptors). Reseptor Delta ditemukan
memiliki area yang sangat luas pada otak, efeknya kurang begitu dipelajari,
11
efek disforik. Reseptor Delta biasa juga disebut OP1 atau DOR (delta opioid
receptors).10,11
efek disforik dan stress yang diinduksi depresi. Reseptor Sigma tidak lagi
12
Pada tahun 1974, enkefalin, suatu pentapeptida endogen dengan kerja
identifikasi tiga kelas opiat endogen di dalam otak; termasuk endorfin dan
menekan rasa nyeri. Zat ini dilepaskan secara alami dalam tubuh ketika
seseorang terluka secara fisik dan sebagian berperan pada tidak adanya rasa
dan menyenangkan dari opiate dan opioid diperantarai melalui aktivasi neuron
sistem limbik.1,4
poten serta lebih larut dalam lemak dibandingkan dengan morfin. Karena sifat-
sifat tersebut, heroin melintasi sawar darah otak lebih cepat dan memiliki
Kodein yang terdapat secara alami sekitar 0,5 persen dari alkaloid opiat dalam
salah satu efek dari semua opiat dan opioid adalah penurunan aliran darah otak
13
(serebral) pada region tertentu di otak pada orang dengan ketergantungan
opioid.1,4
dapat, sebagai contoh, sangat kuat sehingga pasien kanker yang sakit stadium
akhir mungkin memerlukan 200 sampai 300 mg morfin sehari, di mana suatu
dosis 60 mg dapat mudah mematikan bagi orang yang awam dengan opiat.
Tetapi gejala putus opioid tidak terjadi kecuali seseorang telah menggunakan
opiat atau opioid dalam jangka waktu lama atau jika penghentiannya secara
tiba-tiba, seperti yang terjadi secara fungsional jika diberikan suatu antagonis
jumlah dan kepekaan reseptor opiat, yang merupakan mediator untuk efek
toleransi dan putus zat. Walaupun pemakaian jangka panjang disertai dengan
efek opiat dan opioid pada neuron noradrenergik kemungkinan mediator utama
untuk gejala putus opioid. Pemakaian singkat opiat atau opioid menurunkan
14
Gambar 3. Acute Opiate Action in the LC4
pendek dan jangka panjang pada lokus sereleus (LC). (Atas) Opiat
15
Gambar 4. Chronic Opiate Action in the LC4
polypeptide receptor (VIP adalah activator utama jalur cAMP dalam (LC), dan
16
F. GAMBARAN KLINIS
Opioid dapat dikonsumsi per oral, dihirup secara intra nasal, dan
bersifat adiktif karena melalui sensasi tinggi euforik (the rush) yang dialami
pengguna, terutama mereka yang mengonsumsi zat secara IV. Gejala terkait
mencakup perasaan hangat, rasa berat di ekstermitas, mulut kering, wajah gatal
Euforia awal diikuti oleh periode sedasi, dikenal dalam istilah jalanan sebagai
“nodding off”.4
rasa nyeri dan dapat menginduksi disforia karena rasa mual, muntah, mabuk
dan pikiran berkabut.4,5,9 Jika ada rasa nyeri, maka terjadi “efori negative”
karena rasa nyeri itu hilang. Semua ini merupakan gejala-gejala intoksikasi
akut. Jika seseorang pernah memakai morfin, maka satu dosis dapat
menimbulkan efori positif padanya (rasa senang luar biasa). Ada yang
tertunda.5
berupa stupor,5 mengantuk,5,8 tanda jarum pada tubuh, mata berair, nafsu
Efek fisik opioid meliputi depresi napas, konstriksi pupil, kontraksi otot
17
darah, denyut jantung, dan suhu tubuh. Efek depresi napas diperantarai pada
pelan, suhu badan menurun sedikit dan spasme sfinkter-sfinkter otot polos.
Pada umumnya efek satu dosis tunggal morfin mencapai puncak kira-kira 20
menit sesudah suntikan intravena dan 1 jam sesudah suntikan subkutan serta
berlangsung terus dengan efek makin lama makin kurang selama 4-6 jam.
Sesudahnya dapat timbul perasaan kecewa.5 Dosis letal minimal morfin buat
mg, tetapi orang yang ketagihan rata-rata memakai 600 sampai 1200 mg sehari.
Dengan morfin terjadi toleransi sampai pada dosis yang tinggi. Pada
halusinasi dan waham. Halusinasi dapat terjadi pada satu atau lebih modalitas
sensorik. Halusinasi raba (taktil) (seperti perasaan adanya kutu yang merayap
halusinasi dengar juga dapat terjadi pada orang yang tuli. Halusinasi cium
(visual) dapat terjadi pada orang yang buta akibat katarak. Halusinasi dapat
rekuren atau persisten. Halusinasi dan waham dialami di dalam keadaan terjaga
18
penuh dan sadar, pasien tidak menunjukkan perubahan yang bermakna di
dalam fungsi kognitif. Halusinasi lihat sering kali mengambil bentuk gambaran
yang berupa manusia kerdil (liliput) dan berbagai binatang kecil. Halusinasi
dengan gangguan psikotik karena kondisi medis umum dan gangguan psikotik
mungkin meminta pasien untuk melukai dirinya sendiri maupun orang lain,
pasien tersebut adalah berbahaya dan berada pada risiko bermakna untuk
Selain itu, gangguan psikotik yang juga dapat terjadi adalah waham.
Waham sekunder dan waham akibat zat biasanya ditemukan pada kesadaran
yang penuh. Pasien tidak mengalami adanya perubahan pada tingkat kesadaran,
19
G. PEDOMAN DIAGNOSTIK
biruan pada vena. Miosis dan mengantuk menunjukkan bahwa penderita masih
obat (biasanya dalam waktu 48 jam) harus dicatat disini, kecuali keadaan itu
bukan merupakan manifestasi dari keadaan putus zat dengan delirium atau
suatu onset lambat. Gangguan psikotik onset lambat (dengan onset lebih dari
dua minggu setelah penggunaan zat) dapat terjadi, namun harus digolongkan
dengan pola gejala yang bervariasi. Variasi ini akan dipengaruhi oleh jenis zat
stimulasi seperti kokain dan amfetamin, gangguan psikotik yang diinduksi oleh
distorsi persepsi atau pengalaman halusinasi, bila zat yang digunakan ialah
tinggi). Pada kasus demikian dan juga untuk keadaan kebingungan, suatu
20
Perlu diperhatikan untuk menghindari kesalahan diagnosis psikosis
ialah psikosis yang disebabkan oleh zat psikoaktif. Banyak keadaan psikotik
yang disebabkan oleh zat psikoaktif berlangsung singkat asal tidak ada lagi
obat yang digunakan (seperti pada kasus psikosis akibat amfetamin dan
kokain). Diagnosis yang salah pada kasus demikian, dapat memberi dampak
yang merugikan dan biaya tinggi baik bagi pasien maupun fasilitas pelayanan
F1x.50 Lir-Skizofrenia
F1x.56 Campuran
21
DSM-IV telah mengkombinasikan berbagai kategori diagnostik di
Diagnosis diberikan bagi orang yang memiliki gejala psikotik akibat zat tanpa
adanya tes realitas. Orang yang memiliki gejala psikotik akibat zat (sebagai
Diagnosis yang lengkap gangguan psikotik akibat zat harus termasuk zat yang
selama intoksikasi atau putus zat), dan fenomena klinis (sebagai contoh,
22
mungkin berupa seperti berikut: gejala mendahului onset pemakaian
(atau pemakaian medikasi); gejala menetap untuk periode waktu yang
cukup lama (misalnya, kira-kira satu bulan) setelah hilangnya putus akut
atau intoksikasi parah, atau cukup lama melebihi apa yang diperkirakan
menurut jenis atau jumlah zat yang digunakan atau lama pemakaian; atau
terdapat bukti lain yang menyatakan adanya gangguan psikotik akibat
non-zat yang tersendiri (misalnya, suatu riwayat episode berhubungan
non-zat yang rekuren.
D. Ganguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium.
Catatan: Diagnosis ini harus dibuat bukannya diagnosis intoksikasi zat atau
putus zat hanya jika gejala melebihi dari yang biasanya berhubungan dengan
sindrom intoksikasi atau putus dan jika gejala adalah cukup parah sehingga
memerlukan perhatian klinis tersendiri.
Penulisan: Gangguan psikotik akibat [zat spesifik] salah satunya opioid
dengan waham, opioid dengan halusinasi
Sebutkan jika:
Dengan onset selama intoksikasi: jika kriteria untuk intoksikasi untuk zat
terpenuhi dan gejala berkembang selama sindrom intoksikasi
Dengan onset selama putus: jika kriteria untuk putus dari zat terpenuhi dan
gejala berkembang selama, atau segera setelah, suatu sindrom putus.
Efek satu dosis tunggal morfin atau opioid yang lain ternyata
kepribadiannya, adanya atau tidak adanya rasa nyeri serta tergantung pula pada
Efek samping paling sering dan paling serius yang dikaitkan dengan
23
C) dan HIV melalui penggunaan jarum terkontaminasi oleh lebih dari satu
kematian bila mereka tidak menerima penanganan yang tepat dan adekuat.
Efek samping serius lain adalah interaksi obat idiosinkratik antara meperidin
dosis berlebihan, adiksi, infeksi hati dan infeksi lain karena jarum tidak steril.5
1. Problem Fisik
c) Endokarditis
d) Hepatitis (B dan C)
e) HIV/AIDS
menyebabkan sifilis9
24
i) Tuberkulosis9
2. Problem Psikiatri
b) Suicide
3. Problem Sosial
4. Sebab-sebab kematian
akhirnya meninggal
c) tindak kekerasan
d) bronkopneumonia
e) endokarditis
I. DIAGNOSIS BANDING
skizofrenia (F20) di mana pasien memiliki gejala lain gangguan berpikir dan
25
gangguan fungsi; gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) (F30-F39) di
akibat zat perlu dibedakan dari delirium, di mana pasien mengalami kesadaran
yang utama.4
J. TERAPI
Terapi termasuk identifikasi kondisi medis umum atau zat tertentu yang
terlibat. Pada saat tersebut, terapi diarahkan kepada kondisi yang mendasari
dimulai dengan dosis yang rendah lalu pelan-pelan dinaikkan, dapat juga
langsung diberi dosis tinggi, tergantung pada keadaan pasien dan kemungkinan
timbulnya efek samping. Bila pasien dirawat di rumah sakit, maka boleh segera
26
rupanya lebih manjur untuk gejala skizofrenia seperti; gangguan proses
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Gangguan Amnesik. Dalam: Kaplan & Sadock
Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed Ke-2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 129-
134
3. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta. Hal 40-41
6. Utama, Hendra dkk. 2014. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal 147-148
7. Puri B.K, Laking dan I.H. Treasaden. 2008. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 140-141
8. Hibber, Allison, Alice Godwin dan Frances Dear. 2004. Rujukan Cepat
Psikiatri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal 107,111
10. Trescot, Andrea et al. Opioid Pharmocology. Journal of Pain Physician. 2008.
Gainesville: University of Florida.
11. Corbett, Alistair, Sandy McKnight dan Graeme Henderson. Opioid Receptors.
1993. Bristol: University of Bristol.
28