Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

PENGARUH NARKOBA TERHADAP SISTEM SARAF

Di ajukan untuk memenuhi mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia

Disusun Oleh:

KOKI ANIMUSTIKA

(1806103010097)

Doses Pengampu Mata Kuliah:

Dr. Safrida, S.Pd., M.Si

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

DARUSSALAM, BANDA ACEH

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjantkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan

rahmat-Nya, makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Makalah ini dibuat

dalam rangka memenuhi tugas Biologi, dan semoga makalah ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca dengan memperluas wawasan dan meningkatkan kesadaran

mengenai narkoba.

Akhir kata, tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan kami. Kami

mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini, dan semoga makalah ini

dapat bermanfaat. Selamat membaca!

Penyusun

1
DAFTAR ISI

i. Kata Pengantar 1

ii. Daftar Isi 2

1. Pendahuluan 3

1.1. Latar Belakang 3

1.2. Tujuan 3

1.3. Manfaat 4

2. Landasan Teori 5

2.1. Pengertian Narkoba 5

2.2. Jenis-Jenis Narkoba 5

2.3. Pengertian Sistem Saraf 14

2.4. Bagian-bagian sel saraf 14

2.5. Cara kerja sistem saraf 15

3. Pengaruh Narkoba terhadap Sistem Saraf 16

4. Pencegahan dan Pengobatan 26

4.1. Pencegahan 26

4.2. Pengobatan 27

5. Daftar Pustaka 32

2
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi yang bergerak begitu cepat dan penuh tekanan


menyebabkan banyaknya orang yang mencari cara untuk kabur dari tekanan-tekanan
tersebut. Banyak dari mereka yang akhirnya terlibat dalam pergaulan tidak sehat.
Ditambah lagi, era globalisasi seperti saat ini mempengaruhi dan bahkan membuat
nilai-nilai moral dalam kehidupan menjadi kurang diperhatikan lagi. Pergaulan bebas
yang tidak sehat dapat mengarah ke banyak hal yang tidak baik – salah satunya adalah
narkoba.

Selain itu, faktor lainnya yaitu tidak adanya atau kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai efek samping atau akibat yang dapat ditimbulkan dari
penggunaan obat terlarang tersebut mendorong maraknya penggunaan narkoba.

Maraknya penggunaan narkoba saat ini tidak hanya tren di kalangan para
pemuda yang sudah tidak menduduki bangku sekolah lagi, saat ini penggunaan
narkoba telah merajalela di kalangan para pelajar, orang dewasa dan bahkan pada usia
lanjut. Semua itu dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai bahaya narkoba dan
kurangnya sosialisasi dampak-dampak penggunaan narkoba bagi kesehatan. Oleh
karena itu, penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai dampak penggunaan
narkoba terhadap sistem  saraf manusia.
1.2. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk :

 Mengetahui jenis-jenis narkoba yang dapat mempengaruhi sistem saraf


manusia

 Mengetahui bagaimana narkoba dapat berpengaruh terhadap sistem saraf


manusia

 Mengetahui apa pengaruh narkoba terhadap sistem saraf manusia

1.3. Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari makalah ini di antaranya:

 Mendapatkan informasi mengenai jenis-jenis narkoba

 Mendapatkan informasi bagaimana narkoba dapat mempengaruhi sistem saraf


manusia dan apa pengaruhnya

 Memperoleh cara pencegahan dan pengobatan

3
II. LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain


"narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif.

Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seseorang
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta prilaku seseorang jika masuk kedalam
tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, disuntik, intravena dan
lain-lain sebagainya.

Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok
senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut
pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang
biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk
penyakit tertentu. Namun, kini narkoba mengalami pergeseran arti dan umumnya
mengacu pada pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

2.2. Jenis-Jenis Narkoba

Berdasarkan bahannya, narkoba digolongkan atas:

a) Narko Golongan 1, (Alam) terdiri dari :


a. Tanaman Papaver Somniferum L.Kokainkokaina Heroin
b. Morphine (Putaw)
c. Ganja
b) Narko Golongan 2 (Semi sintetis) : Alfasetilmetadol, Benzetidin,Betametadol
c) Narko Golongan 3 (Sisntetis) : Asetildihidrokodenia.

Sedangkan, berdasarkan efek yang ditimbulkan, narkoba dibedakan atas:

A. OPIOID (OPIAD)

Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga opium, Papaver
somniverum, yang mengandung kira-kira 20 alkaloid opium, termasuk morfin. Nama

4
Opioid juga digunakan untuk opiat, yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dan
narkotik sintetik yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari opium.

Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami adalah heroin
(diacethylmorphine), kodein (3-methoxymorphine), dan hydromorphone (Dilaudid).

Bahan-bahan opioida yang sering disalahgunakan adalah :

a. Candu

Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan menyadap (menggores)


buah yang hendak masak. Getah yang keluar berwarna putih dan dinamai "Lates".
Getah ini dibiarkan mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal
lunak. Inilah yang dinamakan candu mentah atau candu kasar.

Candu kasar mengandung bermacam-macam zat-zat aktif yang sering


disalahgunakan. Candu masak warnanya coklat tua atau coklat kehitaman. Diperjual
belikan dalam kemasan kotak kaleng dengan berbagai macam cap, antara lain ular,
tengkorak,burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb. Pemakaiannya dengan
cara dihisap.

b. Morfin

Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin merupaakan


alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung
halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna. Pemakaiannya dengan cara
dihisap dan disuntikkan.

c. Heroin ( putaw )

5
Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari morfin dan
merupakan jenis opiat yang paling sering disalahgunakan orang di Indonesia pada
akhir-akhir ini. Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin menyebabkan
orang menjadi mengantuk dan perubahan mood yang tidak menentu. Walaupun
pembuatan, penjualan dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin
tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal karena efek analgesik dan
euforik-nya yang baik.

d. Codein

Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu. Efek codein lebih lemah
daripada heroin, dan potensinya untuk menimbulkan ketergantungaan rendah.
Biasanya dijual dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya ditelan dan
disuntikkan.

e. Demerol

Nama lain dari Demerol adalah pethidina. Pemakaiannya dapat ditelan atau
dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan cairan tidak berwarna.

f. Methadon

6
Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan
ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis
opioid dan ketergantungan opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah
dibuat, termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine), pentazocine (Talwin),
dan propocyphene (Darvon).

Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam pengobatan


ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah dibuat untuk mengobati overdosis
opioid dan ketergantungan opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan),
naltrxone (Trexan), nalorphine, levalorphane, dan apomorphine.

Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis dan antagonis telah


disintesis, dan senyawa tersebut adalah pentazocine, butorphanol (Stadol), dan
buprenorphine (Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa
buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk ketergantungan opioid.
Nama popoler jenis opioid : putauw, etep, PT, putih.

Efek yang ditimbulkan :

Mengalami pelambatan dan kekacauan pada saat berbicara, kerusakan


penglihatan pada malam hari, mengalami kerusakan pada liver dan ginjal,
peningkatan resiko terkena virus HIV dan hepatitis dan penyakit infeksi lainnya
melalui jarum suntik dan penurunan hasrat dalam hubungan sex, kebingungan dalam
identitas seksual, kematian karena overdosis.

Gejala Intoksikasi ( keracunan ) Opioid :

Kontraksi pupil ( atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis berat ) dan
satu ( atau lebih ) tanda berikut, yang berkembang selama , atau segera setelah
pemakaian opioid, yaitu mengantuk atau koma bicara cadel ,gangguan atensi atau
daya ingat.

Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang bermakna secara klinis


misalnya: euforia awal diikuti oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor,
gangguan pertimbangaan, atau gangguan fungsi sosial atau pekerjaan ) yang
berkembang selama, atau segera setelah pemakaian opioid.

Gejala Putus Obat :

7
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan jam setelah dosis
terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu sampai dua minggu pemakaian kontinu
atau pemberian antagonis narkotik.

Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya selama hari kedua atau
ketiga dan menghilang selama 7 sampai 10 hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala
mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.

Gejala putus obat dari ketergantungan opioid adalah :

Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut, rinorea
lakrimasipiloereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, hipertensi takikardia disregulasi
temperatur, termasuk pipotermia dan hipertermia.

Seseorang dengan ketergantungan opioid jarang meninggal akibat putus opioid,


kecuali orang tersebut memiliki penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit
jantung.

Gejala residual seperti insomnia, bradikardia, disregulasi temperatur, dan


kecanduan opiat mungkin menetap selama sebulan setelah putus zat. Pada tiap waktu
selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal morfin atau heroin menghilangkan
semua gejala. Gejala penyerta putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi,
tremor, kelemahan, mual, dan muntah.

B. KOKAIN

Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan dan merupakan zat
yang sangat berbahaya. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman
belukar Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari
tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan efek stimulan.

Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal, khususnya untuk
pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek vasokonstriksifnya juga
membantu. Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin
dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah dikenali.

8
Nama lain untuk Kokain : Snow, coke, girl, lady dan crack ( kokain dalam
bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk mendapatkan efek yang lebih kuat ).

Efek yang ditimbulkan :

Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia,


peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain
dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas
kognitif.

Gejala Intoksikasi Kokain :

Pada penggunaan Kokain dosis tinggi gejala intoksikasi dapat terjadi, seperti
agitasi iritabilitas gangguan dalam pertimbangan perilaku seksual yang impulsif dan
kemungkinan berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor Takikardia
Hipertensi Midriasis .

Gejala Putus Zat :

Setelah menghentikan pemakaian Kokain atau setelah intoksikasi akut terjadi


depresi pascaintoksikasi ( crash ) yang ditandai dengan disforia, anhedonia,
kecemasan, iritabilitas, kelelahan, hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi. Pada
pemakaian kokain ringan sampai sedang, gejala putus Kokain menghilang dalam 18
jam. Pada pemakaian berat, gejala putus Kokain bisa berlangsung sampai satu
minggu, dan mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari.

Gejala putus Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha mengobati sendiri
gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik, atau obat antiensietas seperti diazepam
( Valium ).

C. KANABIS (GANJA)

Kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis sativa. Semua bagian
dari tanaman mengandung kanabioid psikoaktif. Tanaman kanabis biasanya dipotong,
dikeringkan, dipotong kecil - kecil dan digulung menjadi rokok disebut joints.

Bentuk yang paling poten berasal dari tanaman yang berbunga atau dari eksudat
resin yang dikeringkan dan berwarna coklat-hitam yang berasal dari daun yang
disebut hashish atau hash.

9
Nama populer untuk Kanabis :

Nama yang umum untuk Kanabis adalah, marijuana, grass, pot, weed, tea, Mary
Jane. Nama lain untuk menggambarkan tipe Kanabis dalam berbagai kekuatan adalah
hemp, chasra, bhang, dagga, dinsemilla, ganja, cimenk.

Efek yang ditimbulkan :

Efek euforia dari kanabis telah dikenali. Efek medis yang potensial adalah
sebagai analgesik, antikonvulsan dan hipnotik. Belakangan ini juga telah berhasil
digunakan untuk mengobati mual sekunder yang disebabkan terapi kanker dan untuk
menstimulasi nafsu makan pada pasien dengan sindroma imunodefisiensi sindrom
(AIDS). Kanabis juga digunakan untuk pengobatan glaukoma. Kanabis mempunyai
efek aditif dengan efek alkohol, yang seringkali digunakan dalam kombinasi dengan
Kanabis.

D. PSIKOTROPIKA

Adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetris, bukan narkotika, yang
bersifat atau berkhasiat psiko aktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf
pusat yang menyebabjan perubahankahas pada aktivitas mental dan perilaku.

Zat/obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf
pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi
(mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat
menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para
pemakainya.

Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan


pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak
saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam
penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan
menimbulkan kematian.

Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam empat golongan yaitu


Psikotropika gol. I, Psikotropika gol. II, Psyko Gol. III dan Psikotropik Gol IV.
Psikotropika yang sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah
psikotropika Gol I, diantaranya yang dikenal dengan Ecstasi dan psikotropik Gol II
yang dikenal dengan nama Shabu-shabu.

a. Ecstasy

10
Rumus kimia XTC adalah 3-4-Methylene-Dioxy-Methil-Amphetamine
(MDMA). Senyawa ini ditemukan dan mulai dibuat di penghujung akhir abad lalu.
Pada kurun waktu tahun 1950-an, industri militer Amerika Serikat mengalami
kegagalan didalam percobaan penggunaan MDMA sebagai serum kebenaran. Setelah
periode itu, MDMA dipakai oleh para dokter ahli jiwa. XTC mulai bereaksi setelah 20
sampai 60 menit diminum. Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh
akan terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa kaku, serta
mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan jantung berdegup lebih kencang.
Mungkin pula akan timbul rasa mual. Bisa juga pada awalnya timbul kesulitan
bernafas (untuk itu diperlukan sedikit udara segar).

Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama. Selebihnya akan timbul
perasaan seolah-olah kita menjadi hebat dalam segala hal dan segala perasaan malu
menjadi hilang. Kepala terasa kosong, rileks dan "asyik". Dalam keadaan seperti ini,
kita merasa membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk
menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsur-angsur menghilang
dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita akan merasa sangat lelah dan tertekan.

b. Shabu-Shabu

Shabu-shabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan dikonsumsi


dengan cara membakarnya di atas aluminium foil sehingga mengalir dari ujung satu
ke arah ujung yang lain. Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah
Bong (sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut berfungsi sebagai
filter karena asap tersaring pada waktu melewati air tersebut. Ada sebagian pemakai
yang memilih membakar Sabu dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang
yang mungkin ditimbulkan aluminium foil yang terhirup. Sabu sering dikeluhkan
sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), menjadi sangat sensitif
(mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang sering tidak berpikir positif, dan
halusinasi visual. Masing-masing pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang
berbeda.

11
Selain itu, pengguna Sabu sering mempunyai kecenderungan untuk memakai
dalam jumlah banyak dalam satu sesi dan sukar berhenti kecuali jika Sabu yang
dimilikinya habis. Hal itu juga merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia
mengingat efek yang diinginkan tidak lagi bertambah (The Law Of Diminishing
Return). Beberapa pemakai mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu makan.
Namun sebagian besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang
mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang mengatakan berat badannya berkurang
drastis selama memakai Sabu.

Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap susunan saraf pusat


manusia, Psikotropika dapat dikelompokkan menjadi :

a. Depresant

yaitu yang bekerja mengendorkan atau mengurangi aktifitas susunan saraf pusat
(Psikotropika Gol 4), contohnya antara lain : Sedatin/Pil BK, Rohypnol, Magadon,
Valium, Mandrak (MX).

b. Stimulant

yaitu yang bekerja mengaktif kerja susan saraf pusat, contohnya amphetamine,
MDMA, N-etil MDA & MMDA. Ketiganya ini terdapat dalam kandungan Ecstasi.

c. Hallusinogen

yaitu yang bekerja menimbulkan rasa perasaan halusinasi atau khayalan


contohnya licercik acid dhietilamide (LSD), psylocibine, micraline. Disamping itu
Psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari Narkotika dan mahal harganya.
Penggunaan Psikotropika biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain
seperti air mineral, sehingga menimbulkan efek yang sama dengan Narkotika.

2.3. Pengertian Sistem Saraf

Jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi yang terdiri dari jaringan sel-
sel khusus dan dibedakan menjadi dua,Sel neuron dan sel Neoroglia.

Sel neuron adalah sel saraf yang merupakan suatu unit dasar dari sistem saraf.
Sel ini bertugas melanjutkan informasi dari organ penerima rangsangan kepusat
susunan saraf dan sebaliknya.

2.4. Bagian-bagian sel saraf

Sel neuron terdiri atas tiga bagian 1) Badan sel yang mengandung nukleus dan
nukleolus serta berwarna kelabu, 2) Dendrit merupakan lanjutan plasma yang
berfungsi menyampaikan impuls saraf (informasi) menuju ke badan sel dan 2) akson,
berfungsi meneruskan informasi dari badan sel ke sel lain.

12
Berdasarkan fungsinya, sel neuron dapat dibedakan menjadi 4 Bagian:

1. Neuron sensorik (nouron aferen) yauitu sel saraf yang bertugas


menyampaikan rangsangan dari reseptor ke pusat susunan saraf. Neuron memiliki
dendrit yang berhubungan dengan reseptor (penerima rangsangan) dan neurit yang
berhubungan dengan sel saraf lainnya.

2. Neuron Motorik (nouronaferen), yaitu sel saraf yang berfungsi untuk


menyampaikan impuls motorik dari susunan saraf pusat ke saraf efektor. Dendrit
menerima impuls dari akson neoron lain sedangkan aksonnya berhubungan dengan
efektor.

3. Neuron konektor adalah sel saraf yang bertugas menghubungkan antara


neuron yang satu dengan yang lainnya.

4. Neuron ajustor, yaitu sel saraf yang bertugas menghubungkan neuron


sensorik dan neuron motorik yang terdapat di dalam sumsum tulang belakang atau di
otak.

2.5. Cara kerja sistem saraf

Jaringan saraf terdiri dari 3 komponen yang mempunyai struktur dan fungsi
yang berbeda, yaitu sel saraf (neuron) yang mampu menghantarkan impuls, sel
schwann yang merupakan pembungkus kebanyakan akson dari sistem saraf perifir dan
selpenyokong (neuroglia) yang merupakan sel yang terdapat diantaraneuron dari
sistem safaf pusat. Oleh karena itu saraf dari sistem saraf perifiritu di bangun oleh
neuron dan sel schwann, sedangkan traktus yang terdapat diotak dan susmsum tulang
belakang dibentuk oleh neuron dan neuroglia.

Untuk mengetahui perubahan-perubahan listrik didalam saraf, perlu diketahui


dulu sifat-sifat akson. Akson dari kebanyakan hewan mamalia umumnya relatif kecil,
untuk itu didalam percobaan digunakan akson raksasa yang terdapat pada hewan
invertebrat seperti cumi-cumi dan lain-lain.

Berbagai bangunan yang dapat ditemukan dalam sistem saraf hewan yaitu
otak, serabut saraf, plektus, dan ganglia. Serabut saraf yaitu kumpulan akson dari
sejumlah sel saraf baik sejenis maupun tidak sejenis. Contoh serabut yang sejenis
adalah serabut eferen, serabut campuran contohnya adalah campuran antara sejumlah
akson dari sel saraf motorik dan sensorik.

Apabila rangsangan dengan kekuatan tertentu diberikan kepada membran sel


saraf, membran akan mengalami perubahan elektrokimia dan perubahan fisiologis.
Perubahan tersebut berkaitan dengan adanya perubahan permeabilitas membran yang
menyebabkan terjadinya permiabel tehadap Na+ dan sangat kurang permiabel
terhadap K+.

13
Depolarisasi yang timbul hanya paba bagian yang dirangsang dinamakan
depolarisasi lokal. Pada bagian tersebut terbentuk arus lokal. Apabila rangsangan
yang diberi cukup kuat, arus lokal yang timbul pada membran yang terdepolarisasi
akan merangsang membran disebelahnya yang masih dalam keadaan istirahat,
sehingga sebagian membran tersebut akan ikut terdepolarisasi. Peristiwa ini
menunjukkan penjalaran impuls.Depolarisasi adalah nilai potensial aksi yang terjadi
akibat adanya rangsangan.

Bagian otak depan terakhir adalah telensefalon, telah mengalami perubahan


sangat besar selama evolusi vertebrata. Pada ikan dan amphibi, telensefalon lebih dari
sekedar suatu penciuman, tapi dapat juga menerima input dari bulbus olfaktori.

Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara otomatis tanpa disadari.
Terdapat dua macam refleks:

1. Refleks sederhana atau refleks dasar, yang menyatu tanpa dipelajari, misalnya
refleks menutup mata bila ada benda yang menuju ke mata.

2.Refleks yang dipelajari, atau refleks kondisiskan yang dihasilakan dengan


belajar.

Rangkaian jalus saraf yang terlibat dalam aktifitas refleks disebut lengkung
refleks, yang terdiri atas lima komponen dasar: (1) reseptor (2) saraf eferen (3) pusat
pengintegrasi (4) saraf eferen (5) efektor.

Reseptor merupakan impuls yang merupakan perubahan fisik atau kimia di


lingkungan reseptor. Dalam merespon stimulus, reseptor menghasilkan potensial aksi
yang akan diteruskan oleh saraf eferen ke pusat pengintegrasi refleks dasar,
sedangkan otak lebih tinggi memproses semua informasi dan meneruskannya melalui
saraf eferen ke efektor (otot atau kelenjar) yang melaksanakan respon yang
diinginkan.

14
III. PENGARUH NARKOBA TERHADAP SISTEM SARAF

Penggunaan obat-obatan ini memiliki pengaruh terhadap kerja sistem saraf,


misalnya hilangnya koordinasi tubuh, karena di dalam tubuh pemakai, kekurangan
dopamin. Dopamin merupakan neurotransmitter yang terdapat di otak dan berperan
penting dalam merambatkan impuls saraf ke sel saraf lainnya. Hal ini menyebabkan
dopamin tidak dihasilkan. Apabila impuls saraf sampai pada bongkol sinapsis, maka
gelembung-gelembung sinapsis akan mendekati membran presinapsis.

Namun karena dopamin tidak dihasilkan, neurotransmitte tidak dapat


melepaskan isinya ke celah sinapsis sehingga impuls saraf yang dibawa tidak dapat
menyebrang ke membran post sinapsis. Kondisi tersebut menyebabkan tidak
terjadinya depolarisasi pada membran post sinapsis dan tidak terjadi potensial kerja
karena impuls saraf tidak bisa merambat ke sel saraf berikutnya.

Efek lain dari penggunaan obat-obatan terlarang adalah hilangnya kendali otot
gerak, kesadaran, denyut jantung melemah, hilangnya nafsu makan, terjadi kerusakan
hati dan lambung, kerusakan alat respirasi, gemetar terus-menerus, terjadi kram perut
dan bahkan mengakibatkan kematian.

Untuk menyembuhkan para pencandu diperlukan terapi yang tepat dengan


mengurangi konsumsi obat-obatan sedikit demi sedikit di bawah pengawasan dokter
dan diperlukan dukungan moral dari keluarga serta lingkungannya yang diiringi oleh
tekad si pemakai untuk segera sembuh.

Patofisiologi

Para peneliti telah melakukan penyelidikan banyak menggunakan model


hewan dan pencitraan otak fungsional pada manusia dalam rangka untuk menentukan
mekanisme yang mendasari kecanduan narkoba di otak. Topik menarik ini
menggabungkan beberapa wilayah otak dan perubahan sinaptik, atau neuroplastisitas,
yang terjadi di daerah-daerah tersebut.

Efek akut

Penggunaan akut dari sebagian besar obat psikoaktif menyebabkan


pengeluaran dopamine dan serotonin dalam Reward Circuit. Berbagai jenis obat
menghasilkan efek ini dengan metode yang berbeda. Dopamin (DA) muncul ke

15
pelabuhan pengaruh terbesar dan tindakan yang ditandai. DA mengikat ke reseptor
D1, memicu kaskade sinyal dalam sel. cAMP-dependent protein kinase (PKA)
phosphorylates respon cAMP elemen protein mengikat (CREB), suatu faktor
transkripsi, yang menginduksi transkripsi gen tertentu termasuk C-Fos.

Reward Circuit

Ketika memeriksa dasar biologis dari kecanduan obat, yang pertama harus
memahami jalur di mana obat bertindak dan bagaimana narkoba dapat mengubah jalur
tersebut. Reward Circuit, juga disebut sebagai sistem mesolimbic, dicirikan oleh
interaksi beberapa area otak.

Daerah tegmental ventral (VTA) terdiri dari neuron dopaminergik yang


menanggapi glutamat. Sel-sel ini merespons ketika rangsangan indikasi hadiah hadir.
VTA mendukung pembelajaran dan pengembangan sensitisasi dan mengeluarkan
dopamin (DA) ke otak depan. Neuron ini juga memproyeksikan dan melepaskan DA
ke accubens inti, melalui jalur mesolimbic.. Hampir semua obat yang menyebabkan
kecanduan obat meningkatkan pelepasan dopamin di jalur mesolimbic, di samping
efek khusus mereka.

Accumbens Inti (NAC) terutama terdiri dari neuron proyeksi menengah


berduri (MSNs), yang neuron GABA NACC ini terkait dengan mendapatkan dan
memunculkan perilaku AC dan terlibat dalam sensitivitas meningkat menjadi obat
sebagai kecanduan berlangsung.

Korteks prefrontal, lebih khusus cingulate anterior dan korteks orbitofrontal


adalah penting bagi integrasi informasi yang memberikan kontribusi untuk apakah
perilaku akan diperoleh. Tampaknya menjadi daerah di mana motivasi berasal dan
arti-penting stimuli ditentukan.

Proyek-proyek amigdala basolateral ke NACC dan dianggap penting untuk


motivasi juga.

Lebih banyak bukti menunjuk ke arah peran hipokampus dalam kecanduan


narkoba karena pentingnya dalam belajar dan memori. Banyak bukti ini berasal dari
penyelidikan memanipulasi sel-sel di hippocampus mengubah tingkat dopamin di
NACC dan tingkat pembakaran sel VTA dopaminergik.

16
Peran dopamin

Hampir semua obat adiktif, secara langsung atau tidak langsung, menyerang
sistem imbalan otak dengan membanjiri sirkuit dengan dopamin. Sebagai orang yang
terus overstimulate di "sirkuit hadiah", menyesuaikan otak ke besar lonjakan dopamin
dengan memproduksi kurang dari hormon atau dengan mengurangi jumlah reseptor di
sirkuit pahala. Akibatnya, dampak kimia di sirkuit pahala berkurang, mengurangi
kemampuan pelaku untuk menikmati hal-hal yang sebelumnya membawa kesenangan.
Penurunan ini memaksa mereka kecanduan dopamin untuk meningkatkan konsumsi
obat dalam rangka upaya untuk membawa hormon "merasa-baik" mereka ke tingkat
normal - efek yang dikenal sebagai toleransi. Pengembangan toleransi dopamin
akhirnya dapat mengakibatkan perubahan mendasar dalam neuron dan sirkuit otak,
dengan potensi untuk sangat membahayakan kesehatan jangka panjang dari otak.
Antipsikotik modern dirancang untuk memblokir fungsi dopamin. Sayangnya,
pemblokiran ini juga bisa menyebabkan kambuh dalam depresi, dan dapat
meningkatkan perilaku adiktif.

Respon Stress

Selain rangkaian pahala, ada hipotesis bahwa mekanisme stres juga


memainkan peran dalam kecanduan. Koob dan Kreek memiliki hipotesis bahwa
selama penggunaan narkoba, faktor kortikotropin-releasing (PKR) mengaktifkan
sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA) dan sistem stres lainnya dalam amigdala
diperpanjang. Aktivasi ini mempengaruhi keadaan emosi dysregulated berkaitan
dengan kecanduan narkoba. Mereka telah menemukan bahwa penggunaan narkoba
meningkat, demikian juga kehadiran CRF dalam cairan cerebrospinal manusia (CSF).
Pada model tikus, penggunaan terpisah antagonis CRF dan antagonis reseptor CRF
baik menurun diri pemberian obat studi. Penelitian lain dalam tinjauan ini
menunjukkan disregulasi hormon lain yang terkait dengan sumbu HPA, termasuk
enkephalin yang merupakan peptida opioid endogen yang mengatur rasa sakit. Hal ini
juga muncul bahwa sistem reseptor μ-opioid, yang enkephalin bertindak atas, adalah
berpengaruh dalam sistem reward dan dapat mengatur ekspresi hormon stres.

Perilaku

17
Memahami bagaimana perilaku kerja di sirkuit pahala dapat membantu
memahami tindakan obat adiktif. Kecanduan narkoba ditandai dengan perilaku
mencari obat pecandu secara terus-menerus haus, meski sudah mengetahui
konsekuensinya. Obat Addictive menghasilkan pahala, yang adalah perasaan gembira
yang dihasilkan dari konsentrasi dopamin berkelanjutan di celah sinaptik neuron di
otak. Instrumental AC dipamerkan pada pecandu narkoba serta tikus laboratorium,
tikus, dan primata, mereka dapat mengasosiasikan suatu tindakan atau perilaku, dalam
hal ini mencari obat, dengan hadiah, yang merupakan efek dari obat. Bukti
menunjukkan bahwa perilaku ini kemungkinan besar akibat dari perubahan sinaps
yang telah terjadi akibat paparan obat berulang. Perilaku pencarian obat ini
disebabkan oleh proyeksi glutamatergic dari korteks prefrontal ke NAC. Ide ini
didukung dengan data dari percobaan menunjukkan perilaku mencari obat dapat
dicegah mengikuti penghambatan reseptor glutamat AMPA dan melepaskan glutamat
dalam NAC.

Allostasis

Allostasis adalah proses mencapai stabilitas melalui perubahan perilaku serta


fitur fisiologis. Sebagai orang yang berkembang menjadi ketergantungan obat, ia
memasuki keadaan allostatic baru, yang didefinisikan sebagai perbedaan dari tingkat
normal perubahan yang bertahan dalam keadaan kronis. Kecanduan obat-obatan dapat
menyebabkan kerusakan otak dan tubuh sebagai suatu organisme memasuki keadaan
patologis, biaya berasal dari kerusakan dikenal sebagai beban allostatic. Disregulasi
dari allostasis secara bertahap terjadi sebagai imbalan dari obat berkurang dan
kemampuan untuk mengatasi keadaan tertekan berikut menggunakan narkoba mulai
menurun juga. Beban allostatic dihasilkan menciptakan keadaan konstan depresi
relatif terhadap perubahan allostatic normal. Apa yang mendorong penurunan ini
adalah kecenderungan pengguna obat untuk mengambil obat sebelum otak dan tubuh
telah kembali ke tingkat allostatic asli, menghasilkan keadaan konstan stres. Oleh
karena itu, kehadiran stres lingkungan dapat menyebabkan perilaku mencari obat
kuat.

Neuroplastisitas

Neuroplastisitas adalah mekanisme putatif balik belajar dan memori. Hal ini
melibatkan perubahan fisik dalam sinaps antara dua neuron berkomunikasi, ditandai

18
dengan peningkatan ekspresi gen, sel diubah sinyal, dan pembentukan sinapsis baru
antara neuron berkomunikasi. Ketika obat adiktif yang hadir dalam sistem, mereka
muncul untuk membajak mekanisme ini dalam sistem penghargaan sehingga motivasi
diarahkan untuk pengadaan obat, dan bukan manfaat alami. Tergantung pada sejarah
penggunaan narkoba, sinapsis rangsang dalam nucleus accumbens (NAC) mengalami
dua jenis neuroplastisitas: potensiasi jangka panjang (LTP) dan depresi jangka
panjang (LTD). Dengan menggunakan tikus sebagai model, Kourrich et al.
menunjukkan bahwa paparan kronis kokain meningkatkan kekuatan sinapsis dalam
NAC setelah periode penarikan 10-14 hari, sementara Synapses tampaknya tidak
diperkuat dalam waktu penarikan 24 jam setelah paparan kokain berulang. Dosis
tunggal kokain tidak menimbulkan apapun atribut dari sinaps diperkuat. Ketika tikus
obat-berpengalaman ditantang dengan satu dosis kokain, depresi synaptic terjadi. Oleh
karena itu, tampaknya sejarah paparan kokain bersama dengan kali penarikan
mempengaruhi arah plastisitas glutamatergic di NAC.

Setelah seseorang telah beralih dari penggunaan obat untuk kecanduan,


perilaku menjadi benar-benar diarahkan mencari obat, meskipun pecandu laporan
euforia ini tidak intens seperti dulu. Meskipun tindakan yang berbeda selama
penggunaan obat akut, jalur akhir dari kecanduan adalah sama. Aspek lain dari
kecanduan narkoba merupakan respon menurun menjadi rangsangan biologis normal,
seperti makanan, seks, dan interaksi sosial. Melalui pencitraan otak fungsional pasien
kecanduan kokain, para ilmuwan telah mampu memvisualisasikan aktivitas
metabolisme meningkat pada cingulate anterior dan korteks orbitofrontal (daerah
korteks prefrontal) di otak subjek tersebut. Hiperaktifitas daerah ini dari otak pada
subyek kecanduan terlibat dalam motivasi lebih intens untuk menemukan obat
daripada mencari manfaat alami, serta kemampuan pecandu menurun untuk mengatasi
dorongan ini. Brain imaging juga telah menunjukkan kecanduan kokain-subyek
mengalami penurunan aktivitas, dibandingkan non-pecandu, di korteks prefrontal
mereka ketika disajikan dengan rangsangan yang berhubungan dengan penghargaan
alam.

Transisi dari penggunaan narkoba dapat kecanduan terjadi secara bertahap


bertahap dan diproduksi oleh pengaruh obat pilihan pada neuroplastisitas dari neuron
yang ditemukan di sirkuit pahala. Selama peristiwa sebelum kecanduan, ketagihan
diproduksi oleh pelepasan dopamin (DA) di korteks prefrontal. Sebagai orang transisi

19
dari penggunaan obat untuk kecanduan, pelepasan DA di NAC menjadi tidak perlu
untuk menghasilkan nafsu, melainkan, penurunan transmisi DA sementara aktivitas
metabolisme meningkat pada korteks orbitofrontal berkontribusi mengidam. Pada saat
ini seseorang mungkin mengalami tanda-tanda depresi jika kokain tidak digunakan.

Sebelum seseorang menjadi kecanduan dan pameran obat-perilaku mencari,


ada periode waktu di mana neuroplastisitas adalah reversible. Kecanduan terjadi
ketika perilaku mencari obat muncul dan kerentanan untuk kambuh tetap ada,
meskipun penarikan berkepanjangan; atribut-atribut ini perilaku adalah hasil dari
perubahan neuroplastic yang dibawa oleh paparan berulang untuk obat dan relatif
permanen.

Mekanisme pasti dibalik efek molekul obat di plastisitas sinaps masih belum
jelas. Namun, dalam proyeksi glutamatergic neuroplastisitas tampaknya merupakan
hasil utama dari paparan obat berulang. Jenis keliatan hasilnya sinaptik dalam LTP,
yang memperkuat hubungan antara dua neuron; awal ini terjadi dengan cepat dan
hasilnya adalah konstan. Selain glutamatergic neuron, neuron dopaminergik hadir
dalam merespon VTA glutamat dan dapat direkrut awal selama adaptasi syaraf yang
disebabkan oleh paparan obat berulang. Seperti yang ditunjukkan oleh Kourrich, et
al., Riwayat paparan obat dan waktu penarikan dari paparan terakhir tampaknya
memainkan peran penting dalam arah plastisitas di neuron sistem imbalan.

Sebuah aspek pembangunan neuron yang mungkin juga berperan dalam obat-
neuroplastisitas induksi keberadaan molekul-molekul bimbingan akson seperti
semaphorins dan ephrins. Setelah pengobatan kokain diulang, ekspresi diubah
(kenaikan atau penurunan tergantung pada jenis molekul) dari molekul mRNA coding
untuk panduan akson terjadi pada tikus. Hal ini dapat memberikan kontribusi pada
perubahan dalam karakteristik sirkuit pahala kecanduan narkoba.

Neurogenesis

Kecanduan obat juga menimbulkan masalah potensi dampak buruk pada


perkembangan neuron baru pada orang dewasa. Harburg Eisch dan meningkatkan tiga
konsep baru yang mereka telah diekstrapolasi dari studi baru-baru ini banyak pada
kecanduan narkoba.

20
Pertama, neurogenesis menurun sebagai akibat dari paparan berulang terhadap
obat adiktif. Daftar studi menunjukkan bahwa penggunaan opiat kronis,
psikostimulan, nikotin, dan alkohol neurogenesis penurunan pada tikus dan tikus.
Kedua, penurunan ini jelas dalam neurogenesis tampaknya tidak tergantung pada
aktivasi HPA axis. faktor lingkungan lainnya selain paparan obat seperti usia, stres
dan olahraga, juga dapat memiliki efek pada neurogenesis dengan mengatur (HPA)
hipotalamus-hipofisis-adrenal axis. Mount bukti menunjukkan ini untuk 3 alasan:
dosis kecil opiat dan psikostimulan meningkatkan konsentrasi coricosterone dalam
serum tetapi tanpa efek neurogenesis, walaupun neurogenesis menurun mirip antara
self-administered dan dipaksa asupan obat, aktivasi HPA axis lebih besar dalam diri-
administrasi subyek, dan bahkan setelah penghambatan meningkat akibat candu
corticosterone, penurunan neurogenesis terjadi. Ini, tentu saja, perlu diteliti lebih
lanjut. Terakhir, obat-obatan adiktif tampaknya hanya mempengaruhi proliferasi
dalam zona subgranular (SGZ), daripada daerah lain yang terkait dengan
neurogenesis. Penelitian penggunaan narkoba dan neurogenesis mungkin memiliki
implikasi pada biologi sel induk.

Toleransi Obat Psikologis

Sistem reward ikut bertanggung jawab untuk bagian psikologis toleransi obat.
Protein CREB, suatu faktor transkripsi diaktifkan oleh adenosin monofosfat siklik
(cAMP) segera setelah tinggi, memicu gen yang memproduksi protein seperti
dinorfin, yang memotong pelepasan dopamin dan sementara menghambat sirkuit
imbalan. Pada pengguna narkoba kronis, aktivasi berkelanjutan CREB sehingga
memaksa dosis yang lebih besar yang harus diambil untuk mencapai efek yang sama.
Selain itu meninggalkan pengguna umumnya merasa tertekan dan tidak puas, dan
tidak dapat menemukan kesenangan dalam kegiatan sebelumnya menyenangkan,
sering mengarah ke kembali ke obat untuk "memperbaiki" tambahan.

Mekanisme serupa, campur juga dengan sistem dopamin, namun


mengandalkan pada faktor transkripsi yang berbeda, CEBPB, juga telah diusulkan.
Dalam rilis ini dopamin kasus ke inti accumbens neuron akan memicu sintesis
peningkatan substansi P yang, pada gilirannya, akan meningkatkan sintesis dopamin
di VTA. Pengaruh umpan balik positif ini dianggap tertutupi oleh penyalahgunaan zat
yang berulang-ulang.

21
Sensitasi

Sensitisasi adalah peningkatan kepekaan terhadap suatu obat setelah


penggunaan jangka panjang. Delta protein FosB dan pengatur G-protein Signaling 9-2
(RGS9-2) diperkirakan terlibat:

Faktor transkripsi, yang dikenal sebagai FosB delta, diperkirakan untuk


mengaktifkan gen yang berlawanan dengan efek dari CREB, sebenarnya
meningkatkan sensitivitas pengguna terhadap pengaruh zat tersebut. Delta FosB
perlahan membangun dengan setiap paparan obat dan tetap diaktifkan selama
berminggu-minggu setelah pajanan terakhir-lama setelah efek dari CREB telah pudar.
Hipersensitivitas yang menyebabkan dianggap bertanggung jawab atas mengidam
intens terkait dengan kecanduan narkoba, dan sering diperluas untuk bahkan isyarat
perangkat penggunaan narkoba, seperti perilaku yang berkaitan atau melihat
perlengkapan obat. Ada beberapa bukti bahwa delta FosB bahkan menyebabkan
perubahan struktural dalam accumbens inti, yang mungkin membantu untuk
mengabadikan ngidam, dan mungkin bertanggung jawab atas insiden tinggi relaps
yang terjadi pada pecandu narkoba yang dirawat.

Pengatur G-protein Signaling 9-2 (RGS9-2) baru-baru ini menjadi subyek


penelitian KO beberapa hewan. Hewan kurang RGS9-2 tampaknya telah meningkat
kepekaan terhadap agonis reseptor dopamin seperti kokain dan amphetamines; over-
ekspresi RGS9-2 penyebab kurangnya respon terhadap agonis yang sama. RGS9-2
diyakini mengkatalisis inaktivasi protein-G digabungkan reseptor D2 dengan
meningkatkan laju hidrolisis GTP dari subunit alfa G yang mengirimkan sinyal ke
bagian dalam sel.

Individu mekanisme efek

Mekanisme dasar yang substansi yang berbeda mengaktifkan sistem


penghargaan adalah sebagai dijelaskan di atas, tetapi bervariasi sedikit di antara
golongan obat.

Depressants

Depressants seperti alkohol, barbiturat, dan bekerja benzodiazepines dengan


meningkatkan afinitas reseptor GABA untuk ligan tersebut; GABA. Narkotika seperti

22
morfin dan bekerja heroin dengan meniru endorphins-bahan kimia yang diproduksi
secara alami oleh tubuh yang memiliki efek mirip dengan dopamin-atau dengan
menonaktifkan neuron yang biasanya menghambat pelepasan dopamin dalam sistem
imbalan. Zat-zat (kadang-kadang disebut "Downers") biasanya memfasilitasi relaksasi
dan pereda nyeri.

Stimulan

Stimulan seperti amfetamin, nikotin, dan kokain dopamin meningkatkan sinyal


dalam sistem reward baik dengan langsung merangsang rilis, atau dengan
menghalangi penyerapan. Zat-zat ini biasanya menyebabkan kewaspadaan tinggi dan
energi. Mereka menimbulkan rasa menyenangkan dalam tubuh dan euforia, dikenal
sebagai ”high”. Setelah ini tinggi habis, pengguna dapat merasa tertekan. Hal ini
membuat mereka ingin lagi dosis obat, dan dapat memperburuk kecanduan.

23
IV. PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

4.1. Pencegahan

Masalah pencegahan narkoba adalah masalah yang kompleks yang pada


umumnya disebabkan oleh tiga faktor yaitu: faktor individu, faktor lingkungan/sosial
dan faktor ketersediaan, menunjukkan bahwa pencegahan penyalahgunaan narkoba
yang efektif memerlukan pendekatan yang terpadu dan komprehensif. Pendekatan apa
pun yang dilakukan tanpa mempertimbangkan ketiga faktor tersebut akan mubazir. 

Oleh karena itu peranan semua sektor terkait, termasuk para orang tua, para guru,
tokoh-tokoh masyarakat dan agama, kelompok remaja, dan LSM-LSM di masyarakat,
dalam pencegahan narkoba sangat penting.

 A.  Peran Remaja

  - Pelatihan keterampilan  

- Kegiatan alternatif untuk mengisi waktu luang, seperti: kegiatan olah raga,
kesenian, dll.

B.  Peran Orang Tua

  - Menciptakan rumah yang sehat, serasi, harmonis, cinta, kasih sayang dan
komunikasi terbuka.  

- Mengasuh, mendidik anak yang baik.  

- Menjadi contoh yang baik.  

- Mengikuti jaringan orang tua.  

- Menyusun peraturan keluarga tentang “Keluarga Bebas Narkoba”.  

- Menjadi pengawas yang baik.

24
C.  Peran Tokoh Masyarakat

 - Mengikutsertakan dalam pengawasan narkoba dan pelaksanaan Undang-Undang. 

- Mengadakan penyuluhan, kampanye pencegahan penyalahgunaan narkoba. 

- Merujuk korban narkoba ke tempat pengobatan. 

- Merencanakan, melaksanakan dan mengkoordinir program-program pencegahan


penyalahgunaan narkoba.

4.2. Pengobatan

• Pengobatan Narkoba:
1. Pengobatan adiksi (detoks)
2. Pengobatan infeksi

3. Rehabilitasi

4. Pelatihan mandiri

• Pencegahan Narkoba:

1. Memperkuat keimanan
2. Memilih lingkungan pergaulan yang sehat

3. Komunikasi yang baik

4. Hindari pintu masuk narkoba yaitu rokok

Pertolongan Pertama

Pertolongan pertama penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak, makan
makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya dari
narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter. Pengguna harus diyakinkan
bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam 3-5 hari dan setelah 10 hari akan
hilang.

Empat Cara Alternatif Menurunkan Risiko atau "Harm Reduction" :

25
1. Menggunakan jarum suntik sekali pakai
2. Mensuci hamakan (sterilisasi) jarum suntik

3. Mengganti kebiasaan menyuntik dengan menghirup atau oral dengan tablet

4. Menghentikan sama sekali penggunaan narkoba

Detoksifikasi

Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau adiktif lain) dari
tubuh dengan cara menghentikan total pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau
dengan penurunan dosis obat pengganti.

Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di rumah sakit.
Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu sampai tiga
minggu, hingga hasil tes urin menjadi negatif dari zat adiktif.

Berikut ini beberapa alamat rumah sakit yang menerima pasien untuk detoksifikasi:

1.   Rumah Sakit Ketergantungan Obat


Jl. RS Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan
Tel: 62-21-7695461; 7698240 

2.   Rumah Sakit Atma Jaya


Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara
Tel: 62-21-6606127-30

3.   Rumah Sakit Mitra Keluarga Jatinegara


Jl. Raya Jatinegara Timur No. 85 A-87, Jakarta 13310
Tel: 62-21-280666; 280777; 280888; 280999 

4.   Rumah Sakit Darmawangsa


Jl. Darmawangsa Raya No. 13 Blop P2, 
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Tel: 62-21-7394484; Fax: 62-21-7394162 

26
5.   Rumah Sakit Ongko Mulyo
Jl. Pulomas Barat VI, Jakarta Timur
Tel: 62021-4723332, 4722719

Rehabilitasi

Setelah menjalani detoksifikasi hingga tuntas (tes urin sudah negatif), tubuh secara
fisik memang tidak “ketagihan” lagi, namun secara psikis ada rasa rindu dan kangen
terhadap zat tersebut masih terus membuntuti alam pikiran dan perasaan sang
pecandu. Sehingga sangat rentan dan sangat besar kemungkinan kembali mencandu
dan terjerumus lagi.

Untuk itu setelah detoksifikasi perlu juga dilakukan proteksi lingkungan dan
pergaulan yang bebas dari lingkungan pecandu, misalnya dengan memasukkan
mantan pecandu ke pusat rehabilitasi.

Berikut ini daftar dari beberapa pusat rehabilitasi

1.   Yayasan Kasih Mulia


Jl. Camar Indah blok DD-10, 
Ruko Pantai Indah Kapuk, Jakarta 14470
Tel: 62-21-5881103, 5882265; Fax: 62-21-5882275; 
e-mail: drugKP@cbn.net.id 

2.   Yayasan Titihan Respati


Jl. Hang Lekir Raya No. 16, Jakarta Selatan
Tel: 62-21-7394762, 7394769

3.   Terapi & Rehabilitasi Pasien NAZA 


ala Prof. Dr. dr. H. Dadamng Hawari
Jl. Tebet Mas Indah Blok E No. 5, Jakarta
Tel: 62-21-8299857; 8298885 

4.   Yayasan Insan Pengasuh


Jl. Daksa IV/69, Kebayoran Baru, Jakarta 12110
Tel: 62-21-7208216 

27
5.   Yayasan Dharma Kasih Ibu Puri Kinasih
Komplek Cilember desa Jogjogan, Bogor, Jawa Barat
Tel: 62-251-252379 

6.   Wisma Adiksi
Jl. Jati Indah I No. 23
Pangkalan Jati, Podok Labu, Jakarta Selatan
Tel: 62-21-7690455; 7540604 

7.   Pusat Pemulihan Rumah Anak Panah


Jl. Kran V No. 3, RT 011/05, Kemayoran, Jakarta 10610
Tel: 62-21-4255652 

8.   Permadi Siwi
Jl. MT Haryono, Jarkarta Timur 

9.   Wisma Dulos
Jl. Tugu No. 4, Cilangkap, Jakarta Timur

10. Panti Sosial Parmadi Putra (Depsos)


Khusnul Khotimah
Jl. Babakan Pocis RT 003/03, Babakan, 
Kec. Cisauk, Serpong Tangerang
Tel: 62-21-7561331

11.  Wisma Siloam
Jl. Semplak No. 345, Bogor
Tel: 62-251-505159

12.  Pesantren Al Ihya
Jl. Batu Tapak, Pasir Jaya, Ciomas, Bogor
Tel: 62-251-311964, 312272, 312055

13. Yayasan Harapan Permata Hati Kita


     Jl. Dr. Semeru No. 111, Bogor 

28
14. Yayasan Podok Bina Kasih
Puncak Cipanas
Sekretariat: Citra I ext. Blok AE V/1, Kalideres, Jakarta Barat
Tel: 62-21-5418993; 5459815

15.  Pesantren Inabah XV
Jl. Raya Perjuangan No. 15, Cipanas, Ciawi  46157
Tel: 62-265-455228

16.  Pesantran Inabah VII


Kp. Rawa, Desa Calingcing, Kec. Sukabening, 
Pos Raya Poloh, Tasikmalaya  46155
Tel: 62-265-450028

17.  Panti Rehab. Doulos


Jl. Raya Maribaya 191, Lembang, Jawa Barat
Tel: 62-22-2787384

18.  Yayasan Cinta Kasih Bangsa


Jl. Kol Soegiyono Susukan Ngemplak, Ungaran
Tel: 62-24-922674

19.  Pondok Pesantren Tebu Ireng


Tromol Pos V
Jombang 61471
Jawa Timur

29
DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Substance_dependence

http://www.bnpjabar.or.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=350:pencegahan-narkoba-secara-
terpadu&catid=71:artikel&Itemid=172

http://www.jombangkab.go.id/e-gov/Narkoba/apa2.htm

http://www.iapw.info/home/index.php?
option=com_content&view=article&id=143:bahaya-
narkoba&catid=32:ragam&Itemid=45

http://blog.bukukita.com/users/warnet/?postId=5995

http://nusaindah.tripod.com/pengobatannarkoba.htm

30
Penyakit Stroke

Pengertian Stroke

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu
atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh
darah (stroke hemoragik).

Terdapat beberapa faktor yang meningkatkan risiko stroke. Selain stroke,


faktor risiko ini juga dapat meningkatkan risiko serangan jantung. Faktor-faktor
tersebut meliputi:

Faktor kesehatan, yang meliputi:

 Hipertensi.
 Diabetes.
 Kolesterol tinggi.
 Obesitas.
 Penyakit jantung, seperti gagal jantung, penyakit jantung bawaan, infeksi
jantung, atau aritmia.
 Sleep apnea.
 Pernah mengalami TIA atau serangan jantung sebelumnya.

Faktor gaya hidup, yang meliputi:

 Merokok.
 Kurang olahraga atau aktivitas fisik.
 Konsumsi obat-obatan terlarang.
 Kecanduan alkohol.

Faktor lainnya:

 Faktor keturunan. Orang yang memiliki anggota keluarga yang


pernah mengalami stroke, berisiko tinggi mengalami penyakit
yang sama juga.
 Dengan bertambahnya usia, seseorang memiliki risiko stroke lebih
tinggi dibandingkan orang yang lebih muda.

Penyebab Stroke:

Berdasarkan penyebabnya, ada dua jenis stroke, yaitu:

 Stroke iskemik. Stroke iskemik terjadi ketika pembuluh darah arteri yang
membawa darah dan oksigen ke otak mengalami penyempitan, sehingga
menyebabkan aliran darah ke otak sangat berkurang. Kondisi ini disebut juga
dengan iskemia. Stroke iskemik dapat dibagi lagi ke dalam 2 jenis, stroke
trombotik dan stroke embolik.

31
 Stroke hemoragik. Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di otak
pecah dan menyebabkan perdarahan. Pendarahan di otak dapat dipicu oleh
beberapa kondisi yang memengaruhi pembuluh darah. Kondisi tersebut
meliputi hipertensi yang tidak terkendali, melemahnya dinding pembuluh
darah, dan pengobatan dengan pengencer darah. Stroke hemoragik terdiri dari
dua jenis, yaitu perdarahan intraserebral dan subarachnoid.

Gejala Stroke
Tiap bagian otak mengendalikan bagian tubuh yang berbeda-beda, sehingga
gejala stroke tergantung pada bagian otak yang terserang dan tingkat kerusakannya.
Itulah mengapa gejala atau tanda stroke bisa bervariasi pada tiap pengidap. Namun,
umumnya stroke muncul secara tiba-tiba. Ada tiga gejala utama stroke yang mudah
untuk dikenali, yaitu:
 Salah satu sisi wajah akan terlihat menurun dan tidak mampu tersenyum
karena mulut atau mata terkulai.
 Tidak mampu mengangkat salah satu lengannya karena terasa lemas atau mati
rasa. Tidak hanya lengan, tungkai yang satu sisi dengan lengan tersebut juga
mengalami kelemahan.
 Ucapan tidak jelas, kacau, atau bahkan tidak mampu berbicara sama sekali
meskipun penderita terlihat sadar.
Diagnosis Stroke

Bila mengalami gejala seperti di atas, segera ke rumah sakit untuk mendapat
penanganan. Agar bisa menentukan jenis penanganan yang paling tepat bagi pengidap
stroke, dokter akan mengevaluasi terlebih dahulu jenis stroke dan area otak yang
mengalami stroke.

Sebagai langkah awal diagnosis, dokter bertanya kepada pasien atau anggota
keluarga pasien tentang beberapa hal, yang meliputi:

 Gejala yang dialami, awal munculnya gejala, dan apa yang sedang pasien
lakukan ketika gejala tersebut muncul.
 Jenis obat-obatan yang sedang dikonsumsi.
 Apakah pasien pernah mengalami cedera di bagian kepala.
 Memeriksa riwayat kesehatan pengidap dan keluarga pengidap terkait penyakit
jantung, stroke ringan (TIA), dan stroke.

1. Penyakit Arteriovenous Malformation

Pengertian Arteriovenous Malformation

Arteriovenous Malformation (AVM) adalah istilah medis untuk


terdapatnya jalur pintas yang menghubungkan arteri dan vena. Akibatnya, aliran
darah menjadi terganggu.

32
Tanda dan Gejala Arteriovenous Malformation

Pada kebanyakan kasus, gejala arteriovenous malformation tidak menyebabkan


gejala apapun sampai perdarahan muncul. Ketika terjadi perdarahan, keluhan yang
dirasakan oleh pengidap bisa bervariasi, sesuai dengan bagian tubuh mana yang
mengalaminya.

AVM otak
Bila terjadi pada otak, gejala AVM yang umumnya dialami oleh penderita meliputi:

 Sakit kepala hebat yang tiba-tiba. Penderita seringkali menggambarkannya


sebagai sakit kepala terhebat yang pernah dia alami
 Muntah
 Leher yang kaku dan sulit digerakkan
 Kejang-kejang
 Migrain
 Adanya bunyi aliran darah atau sensasi seperti berdenging di telinga. Gejala
ini disebabkan oleh aliran darah yang melewati kumparan pembuluh darah
arteri dan vena

AVM sumsum tulang belakang


Jika AVM terjadi pada sumsum tulang belakang, gejalanya bisa berupa:

 Nyeri punggung yang berat dan muncul tiba-tiba


 Kelemahan pada kaki serta tangan
 Kelumpuhan

Risiko perdarahan pada penderita arteriovenous malformation adalah sekitar 2-3


persen per tahun. Sementara kasus kematian akibat perdarahan AVM yang pertama
kali terjadi, berkisar antara 10 hingga 30 persen.Ketika perdarahan arteriovenous
malformation telah terjadi, penderita lebih berisiko untuk kembali mengalami
perdarahan pada rentang satu tahun pertama setelahnya.
Penyebab Arteriovenous Malformation
Penyebab arteriovenous malformation belum diketahui hingga saat ini.

2. Aneurysm
Aneurisma otak adalah kondisi di mana pembuluh darah di otak
menggelembung akibat melemahnya dinding pembuluh darah di suatu titik.
Aneurisma otak disebut juga aneurisma serebral atau aneurisma intrakranial.
Aneurisma otak merupakan aneurisma yang paling sering terjadi selain aneurisma
pada aorta abdominal. Jika aneurisma pada otak pecah, hal tersebut bisa
menyebabkan hal yang lebih buruk, seperti kerusakan otak, stroke hemoragik
(diakibatkan perdarahan di otak), koma, bahkan kematian.

33
Faktor Risiko Aneurisma Otak

Penyebab dan faktor risiko aneurisma otak, antara lain:

 Berusia lebih dari 40 tahun.


 Memiliki gangguan pembuluh darah sejak lahir.
 Wanita.
 Memiliki hipertensi atau tekanan darah tinggi.
 Memiliki riwayat trauma kepala.
 Mengidap kanker atau tumor kepala dan leher.
 Memiliki riwayat keluarga dengan aneurisma otak.
 Mengonsumsi alkohol.
 Merokok.
 Penyalahgunaan obat-obatan terlarang.

Penyebab Aneurisma Otak

Aneurisma otak disebabkan oleh dinding pembuluh darah yang melemah atau
menipis, namun belum dapat dipastikan penyebab pasti penyebab pelemahannya.

Gejala Aneurisma Otak

Umumnya, tidak akan ada gejala yang muncul jika aneurisma pada otak tidak
pecah. Hal tersebut membuat pengidapnya seringkali tidak menyadari adanya
kelainan ini. Aneurisma otak umumnya diketahui dari pemeriksaan medis rutin
(medical check up). Akan tetapi, aneurisma yang cukup besar dapat menekan jaringan
atau saraf sekitar sehingga akan timbul berbagai keluhan, seperti:

 Sakit kepala.
 Pandangan buram atau ganda.
 Nyeri diatas dan di belakang mata.
 Sulit bicara.
 Kelemahan dan baal pada sebagian wajah.

Aneurisma otak dapat menimbulkan gejala yang serius dan menjadi kondisi yang
gawat darurat jika pecah, seperti:

 Nyeri kepala tiba-tiba.


 Rasa kaku di leher.
 Mual dan muntah.
 Gangguan keseimbangan, sehingga sulit berjalan.
 Nyeri saat melihat terang.
 Kejang.
 Kehilangan kesadaran.

34
35

Anda mungkin juga menyukai