Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Era globalisasi yang bergerak begitu cepat dan penuh tekanan menyebabkan
banyaknya orang yang mencari cara untuk kabur dari tekanan-tekanan tersebut.
Banyak dari mereka yang akhirnya terlibat dalam pergaulan yang tidak sehat.
Ditambah lagi, era globalisasi seperti ini mempengaruhi dan bahkan membuat
nilai-nilai moral dalam kehidupan menjadi kurang diperhatikan lagi. Pergaulan
bebas yang tidak sehat dapat mengarah ke banyak hal yang tidak baik dan salah
satunya adalah narkoba.
Selain itu, faktor lainnya yaitu tidak adanya atau kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai efek samping atau akibat yang dapat ditimbulkan dari
penggunaan obat terlarang tersebut mendorong maraknya peenggunaan narkoba.
Menurut laporan United Nations Office Drugs and Crime pada tahun 2009
menyatakan 149 sampai 272 juta penduduk dunia usia 15-64 tahun yang
menyalahgunakan obat setidaknya satu kali dalam 12 bulan terakhir. Dari semua
jenis obat terlarang ganja merupakan zat yang paling banyak digunakan di seluruh
dunia yaitu 125 juta sampai dengan 203 juta penduduk dunia dengan prevalensi
2,8%-4,5% (UNODC, 2011).
Berdasarkan hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerjasama
dengan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (UI) memperkirakan
prevalensi penyalahgunaan NAPZA pada tahun 2009 adalah 1,99% dari penduduk
Indonesia berumur 10-59 tahun. Pada tahun 2010, prevalensi penyalahgunaan
NAPZA meningkat menjadi 2,21%. Jika tidak dilakukan upaya penanggulangan
diproyeksikan kenaikan penyalahgunaan NAPZA dengan prevalensi 2,8% pada
tahun 2015 (BNN, 2011).
Berdasarkan data Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
cabang DKI Jaya dari sekitar 2 juta orang pengguna NAPZA di Indonesia,
mayoritas pengguna berumur 20-25 tahun dan pengguna adalah pria dengan
proporsi 90%. Usia pertama kali menggunakan NAPZA rata-rata 19 tahun. Kotakota besar seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar menjadi daerah
tujuan pasar narkotika Internasional. Target utama pasar narkotika adalah remaja
(BKKBN, 2002).

Masalah penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks, baik latar belakang


maupun cara memperoleh serta tujuan penggunaannya. Pada umumnya NAPZA
disalahgunakan oleh mereka yang kurang mengerti efek samping yang
ditimbulkan oleh pemakaiannya, hal tersebut disebabkan antara lain oleh tata
budaya, tingkat pendidikan dan karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia, yaitu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, namun kurang tanggap
dan kurang bisa membicarakan hal-hal yang dianggap negatif antara lain
mengenai NAPZA. Sehingga NAPZA dengan segala permasalahannya tetap
menjadi

sesuatu

yang

misterius

bagi

kebanyakan

masyarakat

kita

(Prasetyaningsih, 2003).
Maraknya penggunaan narkoba saat ini tidak hanya tren dikalangan para
pemuda yang sudah tidak menduduki bangku sekolah lagi, saat ini penggunaan
narkoba telah merajalela di kalangan para pelajar, orang dewasa dan bahkan pada
usia lanjut. Semua itu dikarenakan kurangnya pengetahuan mengenai bahaya
narkoba dan kurangnya sosialisasi dampak-dampak penggunaan narkoba bagi
kesehatan. Oleh karena itu, penulis akan menfokuskan pembahasan mengenai
dmpak penggunaan narkoba terhadap fungsi seksualitas pria.
1.2. Perumusan Masalah
Saat ini, jumlah pecandu narkoba cukup banyak dan terus meningkat dari
tahun ke tahun. Banyak asumsi masyarakat yang menyatakan bahwa narkoba
dapat meningkatkan fungsi seksual. Kenyataan Medis menyatakan bahwa narkoba
tidak dapat meningkatkan fungsi seksual namun justru menimbulkan akibat buruk
terhadap fungsi seksual dan organ tubuh yang lain, selain tentunya kematian.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis akan memfokuskan
pembahasan mengenai Apa pengaruh yang akan ditimbulkan narkoba terhadap
fungsi seksual pria ?

1.3. Tujuan Masalah


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dampak dari penggunaan narkoba terhadap fungsi
seksual pria
1.1.1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jenis-jenis narkoba


2. Untuk mengetahui pengaruh narkoba terhadap fungsi seksual pria
3. Untuk mengetahui efek dari penggunaan berbagai jenis narkoba
terhadap fungsi sexual pria
1.1.4. Manfaat
1. Hasil penulisan karya ilmiah ini dapat digunakan sebagai salah satu
referensi bagi

mahasiswa serta sebagai perbendaharaan kepustakaan di

Universitas Baiturrahmah
2. Hasil Penelitian diharapkan dapat memberikan salah satu pengertian
pengaruh narkoba terhadap fungsi seksual

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Narkoba
Narkoba adalah singakatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya.
Selain Narkoba, istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Departemen

Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari


Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
Narkoba adalah zat kimia yang dapat merubah keadaan psikologi seseorang
seperti perasaan, pikiran, suasana hati serta prilaku seorang jika masuk kedalam
tubuh manusia baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, disuntik, intravena
,dll.
Semua istilah ini, baik Narkobaataupun Napza, mengacu pada kelompok
senyawa yang umumnya memiliki resiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut
pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropik yang
biasanya dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan
untuk penyakit tertentu. Namun, kini narkoba mengalami pergeseran arti dan
umumnya mengacu pada pemakain diluar peruntukan dan dosis yang semestinya.
2.1.1

Jenis-jenis Narkoba
Berdasarkan bahayanya narkoba digolongkan atas :
1. Narkoba golongan 1 (Alam) terdiri dari :
a. Tanaman papaver somniferum L.kokain kokaina heroin
b. Morphine (Putau)
c. Ganja
2. Narkoba golongan 2 (Semi sintetis) : Alfasetilmetadol, Benzetidin,
Betametadol.
3. Narkoba golingan 3 (Sintetis) : Asetildihydrokodenia.

Sedangkan, berdasarkan efek yang ditimbulkan, narkoba dibedakan


menjadi :
1. Opioid (Opiad)
Opioid atau opiat berasal dari kata opium, jus dari bunga
opium, Papaver somniverum, yang mengandung 20 alkaloid
opium, termasuk morfin.NamaOpioid juga digunakan untuk opiat,
yaitu suatu preparat atau derivat dari opium dannarkotik sintetik
yang kerjanya menyerupai opiat tetapi tidak didapatkan dari
opium.Opiat alami lain atau opiat yang disintesis dari opiat alami
adalah heroin, kodein, dan hydromorphone.

Gambar 2.1. Opiad


Bahan-bahan opioid yang sering disalahgunakan adalah :
a. Candu
Getah tanaman Papaver Somniferum didapat dengan
menggores buah yang hendak masak. Getah yang keluar
berwarna putih dan dinamai "Lates". Getah inidibiarkan
mengering pada permukaan buah sehingga berwarna coklat
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan
yang menyerupai aspal lunak. Inilah yang dinamakan candu
mentah atau candu kasar. Candu kasar mengandung
bermacam-macam

zat-zat

aktif

yang

sering

disalahgunakan.Candu masak warnanya coklat tua atau coklat


kehitaman. Diperjual belikan dalam kemasan kotak kaleng
dengan berbagai macam cap, antara lain ular, tengkorak,
burung elang, bola dunia, cap 999, cap anjing, dsb.
Pemakaiannya dengan cara dihisap.
b. Morfin

Gambar 2.2. Morfin


Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah.
Morfin

merupakan

alkaloida

utama

dari

opium

(C17H19NO3). Morfin rasanya pahit, berbentuk tepung halus


berwarna putih atau dalam bentuk cairan berwarna.
Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.
c. Heroin (putaw)

Gambar 2.3. Heroin (Putaw)


Heroin mempunyai kekuatan yang dua kali lebih kuat dari
morfin dan merupakan jenis opiat yang paling sering
disalahgunakan orang di Indonesia pada akhir-akhir ini.
Heroin, yang secara farmakologis mirip dengan morfin
menyebabkan orang menjadi mengantuk dan perubahan
mood yang tidak menentu. Walaupun pembuatan, penjualan
dan pemilikan heroin adalah ilegal, tetapi diusahakan heroin
tetap tersedia bagi pasien dengan penyakit kanker terminal
karena efek analgesic dan euforik nya yang baik.
d. Codein

Gambar 2.4. Codein


Codein termasuk garam / turunan dari opium / candu.
Efek codein lebih lemah daripada heroin, dan potensinya
untuk menimbulkan ketergantungan rendah. Biasanya dijual
dalam bentuk pil atau cairan jernih. Cara pemakaiannya
ditelan dan disuntikkan.
e. Demerol

Gambar 2.5. Demerol


Nama lain dari pethidin. Pemakaiannya dapat ditelan
atau dengan suntikan. Demerol dijual dalam bentuk pil dan
cairan tidak berwarna.
f. Methadon
Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam
pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah
dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan
opioid. Sejumlah besar narkotik sintetik (opioid) telah dibuat,
termasuk meperidine (Demerol), methadone (Dolphine),
pentazocine (Talwin), dan propocyphene (Darvon).

Saat ini Methadone banyak digunakan orang dalam


pengobatan ketergantungan opioid. Antagonis opioid telah
dibuat untuk mengobati overdosis opioid dan ketergantungan
opioid. Kelas obat tersebut adalah nalaxone (Narcan),
naltrxone

(Trexan),

nalorphine,

levalorphane,

dan

apomorphine.
Sejumlah senyawa dengan aktivitas campuran agonis
dan antagonis telah disintesis, dan senyawa tersebut adalah
pentazocine,

butorphanol

(Stadol),

dan

buprenorphine

(Buprenex). Beberapa penelitian telah menemukan bahwa


buprenorphine adalah suatu pengobatan yang efektif untuk
ketergantungan opioid. Nama popular jenis opioid : putaw,
etep, PT, putih.
Gejala Intoksikasi (keracunan) Opioid :
Kontraksi pupil (atau dilatasi pupil karena anoksia akibat
overdosis berat) dan satu/lebih tanda yang akn berkembang
selama atau segera setelah pemakaian opioid, yaitu
mengantuk atau koma bicaracadel, gangguan atensi atau daya
ingat.
Perilaku maladaptif atau perubahan psikologis yang
bermakna secara klinis , misalnya : euphoria awal, diikuti
oleh apatis, disforia, agitasi atau retardasi psikomotor,
gangguan pertimbangan, atau gangguan fungsi social atau
pekerjaan yang berkembang selama atau segera setelah
pemakaian opioid.
Gejala Putus Obat :
Gejala putus obat dimulai dalam enam sampai delapan
jam setelah dosis terakhir. Biasanya setelah suatu periode satu
sampai dua minggu pemakaian kontinue atau pemberian
antagonis narkotik.

Sindroma putus obat mencapai puncak intensitasnya


selama hari kedua atau ketiga dan menghilang selama tujuh
sampai sepuluh hari setelahnya. Tetapi beberapa gejala
mungkin menetap selama enam bulan atau lebih lama.
Gejala putus obat dari ketergantungan opioid :
Kram otot parah dan nyeri tulang, diare berat, kram perut,
rinorea lakrimasi piloereksi, menguap, demam, dilatasi, pupil,
hipertensi

takikardia

disregulasi

temperatur,

termasuk

hipotermi dan hipertermi.


Seseorang

dengan

ketergantungan

opioid

jarang

meninggal akibat putus obat, kecuali orang tersebut memiliki


penyakit fisik dasar yang parah, seperti penyakit jantung.
Gejala

residual

seperti

insomnia,

bradikardi,

disregulasi temperature, dan kecanduan opiate mungkin


menetap selama sebulan setelah putus obat zat. Pada tiap
waktu selama sindroma abstinensi, suatu suntikan tunggal
morfin atau heroin menghilang semua gejala. Gejala penyerta
putus opioid adalah kegelisahan, iritabilitas, depresi, tremor,
kelemahan, mual, dan muntah.

2. Kokain

Gambar 2.6 Kokain


Kokain adalah zat yang adiktif yang sering disalahgunakan
dan merupakan zat yang sangat berbahaya. Kokain merupakan
alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar Erythroxylon

coca, yang berasal dari Amerika Selatan, dimana daun dari


tanaman belukar ini biasanya dikunyah-kunyah oleh penduduk
setempat untuk mendapatkan efek stimulan.
Saat ini Kokain masih digunakan sebagai anestetik lokal,
khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan,
karena

efek

vasokonstriksinya

juga

membantu.

Kokain

diklasifikasikan sebagai suatu narkotik, bersama dengan morfin


dan heroin karena efek adiktif dan efek merugikannya telah
dikenali.
Nama lain Kokain : Snow, coke, girl, lady, dan crack
(kokain dalam bentuk yang paling murni dan bebas basa untuk
mendapatkan efek yang lebih kuat)
Gejala Intoksikasi Kokain
Pada penggunaan kokain dosis tinggi gejala intoksikasi
dapat terjadi, seperti agitasi iritabilitas gangguan dalam
pertimbangan perilaku sexual yang impulsif dan kemungkinan
berbahaya agresi peningkatan aktivitas psikomotor, takikardi,
hipertensi midriasis.
Gejala putus zat
Setelah menghentikan pemakain kokain atau setelah intoksikasi
akut terjadi depresi pasca intoksikasi (crash) yang ditandai
dengan disforia, anhedonia, kecemasan, iritabilitas, kelelahan,
hipersomnolensi, kadang-kadang agitasi.
Pada pemakaian kokain ringan sampai sedang gejala putus
Kokain menghilang dalam 18 jam. Pada pemakaian berat, gejala
putus Kokain bisa berlangsung sampai satu minggu, dan
mencapai puncaknya pada dua sampai empat hari. Gejala putus
Kokain juga dapat disertai dengan kecenderungan untuk bunuh
diri. Orang yang mengalami putus Kokain seringkali berusaha
mengobati sendiri gejalanya dengan alkohol, sedatif, hipnotik,
atau obat antiansietas seperti diazepam ( Valium ).
3. Kanabis (Ganja)

Gambar 2.7 Kanabis (Ganja)


Kanabis adalaha nama singkatan untuk tanaman Cannabis
sativa. Semua bagian dari tanaman mengandung kanabioid
psikoaktif. Tanaman kanabis biasanya dipotong, dikeringkan,
dipotong kecil - kecil dan digulung menjadi rokok disebut joints.
Bentuk yang paling poten berasal dari tanaman yang berbunga
atau dari eksudat resin yang dikeringkan dan berwarna coklathitam yang berasal dari daun yang disebut hashish atau hash.
Nama yang umum untuk kanabis adalah marijuana, grass,
pot, weed, tea, Mary jane. Nama lain untuk menggambarkan tipe
Kanabis dalam berbagai kekuatan adalah hemp, chasra, bhang,
dagga, dinsemilla, ganja, cimenk.
3. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun
sintetris, bukan narkotika yang bersifat atau berkhasiat psiko aktif
melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Zat
atau obat yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang
susunan saraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai
dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara
berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan
ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi
para pemakainya.
Pemakaian Psikotropika yang berlangsung lama tanpa
pengawasan dan pembatasan

kesehatan dapat menimbulkan

dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan


bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan
fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan
kematian. Sebagaimana Narkotika, Psikotropika terbagi dalam
empat golongan yaitu Psikotropika gol I, Psikotropika gol II,
Psikotropika gol III, dan Psikotropika gol IV. Psikotropika yang
sekarang sedang populer dan banyak disalahgunakan adalah
Psikotropika gol I, diantaranya yang dikenal dengan Ecstasi dan
Psikotropika gol II yang dikenal dengan nama shabu-shabu.
a. Ecstasy

Gambar 2.8 Ecstasy


Efeknya berlangsung maksimum 1 jam. Seluruh tubuh akan
terasa melayang. Kadang-kadang lengan, kaki dan rahang terasa
kaku, serta mulut rasanya kering. Pupil mata membesar dan
jantung berdegup lebih kencang, dan timbul rasa mual. Bisa juga
pada awalnya timbul kesulitan bernafas (untuk itu diperlukan
sedikit udara segar).
Jenis reaksi fisik tersebut biasanya tidak terlalu lama.
Selebihnya akan timbul perasaan seolah-olah kita menjadi hebat
dalam segala hal dan segala perasaan malu menjadi hilang. Kepala
terasa kosong dan rileks. Dalam keadaan seperti ini, kita merasa
membutuhkan teman mengobrol, teman bercermin, dan juga untuk
menceritakan hal-hal rahasia. Semua perasaan itu akan berangsurangsur menghilang dalam waktu 4 sampai 6 jam. Setelah itu kita
akan merasa sangat lelah dan tertekan.
b. Sabu-Sabu

Gambar 2.8 Shabu-shabu


Sabu-sabu berbentuk kristal, biasanya berwarna putih, dan
dikonsumsi dengan cara membakarnya di atas aluminium foil
sehingga mengalir dari ujung satu ke arah ujung yang lain.
Kemudian asap yang ditimbulkannya dihirup dengan sebuah Bong
(sejenis pipa yang didalamnya berisi air). Air Bong tersebut
berfungsi sebagai filter karena asap tersaring pada waktu melewati
air tersebut. Ada sebagian pemakai yang memilih membakar Shabu
dengan pipa kaca karena takut efek jangka panjang yang
ditimbulkan aluminium foil yang terhirup. Sabu sering dikeluhkan
sebagai penyebab paranoid (rasa takut yang berlebihan), Menjadi
sangat sensitif (mudah tersinggung), terlebih bagi mereka yang
sering tidak berpikir positif, dan halusinasi visual. Masing-masing
pemakai mengalami efek tersebut dalam kadar yang berbeda.
Selain

itu,

pengguna

Sabu

sering

mempunyai

kecenderungan untuk memakai dalam jumlah banyak dalam satu


sesi dan sukar berhenti kecuali jika Sabu yang dimilikinya habis.
Hal itu merupakan suatu tindakan bodoh dan sia-sia mengingat
efek yang diinginkan tidak lagi bertambah. Beberapa pemakai
mengatakan Sabu tidak mempengaruhi nafsu makan. Namun
sebagian besar mengatakan nafsu makan berkurang jika sedang
mengkonsumsi Sabu. Bahkan banyak yang mengatakan berat
badannya berkurang drastis selama memakai Sabu.

Apabila dilihat dari pengaruh penggunaannya terhadap


susunan saraf pusat manusia, Psikotropika dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Depresant yaitu yang bekerja mengendorkan atau
mengurangi aktifitas susunan saraf pusat (Psikotropika
Gol 4), contohnya antara lain : Sedatin, Rohypnol,
Magadon, Valium, Mandrak.
2. Stimulant yaitu bekerja mengaktifkan kerja susunan syarf
pusat, contohnya amphetmin, MDMA, N-etil MDA, dan
MMDA. Ketiganya ini terdapat dalam kandungan Ecstasi.
3. Hallusinogen yaitu yang bekerja menimbulkan rasa
perasaan halusinasi atau khayalan. Disamping itu
Psikotropika dipergunakan karena sulitnya mencari
Narkotika dan mahal harganya. Penggunaan Psikotropika
biasanya dicampur dengan alkohol atau minuman lain
seperti air.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Organ Reproduksi Pria


.2.1
Anatomi Organ Genitalia Pria
2.2.1.1 Anatomi Genitalia Externa
1. Skrotum
Skrotum merpakan kantong kulit yang terletak di bagian bawah
dinding anterior abdomen yang berisi testis, epididymis, dan ujung
bawah funiculus spermaticus. Skrotum berjumlah sepasang, yaitu
skrotum kanan dan skrotum kiri. Di antara skrotum kanan dan kiri
dibatasi oleh sekat yang berupa jaringan ikat dan otot polos (otot
dartos). Otot Dartos berfungsi menggerakkan skrotum sehingga dapat
mengerut dan mengendur, didalam skrotum juga terdapat serat-serat
otot yang berasal dari penerusan otot lurik dinding perut yang disebut
otot Kremaster. Otot ini bertindak sebagai pengatur suhu lingkungan
testis

agar

kondisinya

stabil.

Proses

pembentukan

sperma

(spermatogenesis) membutuhkan suhu yng stabil, yaitu beberapa


derajat lebih rendah daripada suhu tubuh.
Dinding skrotum terdiri atas lapisan-lapisan sebagai berikut :
1) Kulit : warna kecokelatan, tipis, dan mempuyai flika/rugae
2) Fascia superficialis yang berisi lapisan otot polos yang tipis
sepanjang basis scrotum
3) Fascia spermatica externa yang berasal dari aponeurosis
musculus obliqus abdominis externus
4) Fascia cremasterica yang berasal dari aponeurosis musculus
obliqus abdominis internus
5) Fascia spermatica interna yang berasal dari fascia transversalis
6) Tunica vaginalis.
Pendarahan
Arteriae : Arteriae pudenda externa dari arteriae femoralis dan rami
scrotales arteriae pudenda interna.
Venae : Venae yang mengikuti arteriae yang senama
Aliran Limf
Pembuluh limfe terdiri atas dua bagian : permukaan luar dan dalam.
Pembuluh limfe berasal dari permukaan tunika vaginalis epididimis
dan korpus testis. Pembuluh ini akan membentuk 4-8 traktus dan
berakhir pada bagian lateral dari pronatik dan nervus lumbalis II.
Pembuluh Saraf
Permukaan anterior scrotum diurus oleh nervus ilioinguinalis dan
ramus genitalis nervus genitofemoralis, dan permukaan posterior
diurus oleh cabang nervi perinealis dan nervus cutaneus femoris
posterior.
2. Penis
Bagian ini terletak menggantung didepan skrotum,bagian ujung
disebut glans penis, bagian tengan disebut korpus penis dan bagian
pangkal disebut radiks penis. Kulit ini berhubungan dengan pelvis,

skrotum, dan perineum. Lubang uretra (saluran tempat keluarnya


semen dan air kemih) terdapat di ujung glas penis. Dasar glans penis
disebut korona. Pada pria yang tidak disunat (sirkumsisi), kulit depan
(preputium) membentang mulai dari korona menutupi glans penis.
Preputium penis merupakan lipatan kulit seperti kerudung yang
menutupi glans penis. Preputium dihubungkan dengan glans penis oleh
lipatan yang terdapat tepat di bawah muara urethra dan dinamakan
frenulum preputii.
Pendarahan
Arteriae : Corpora Cavernosa penis diperdarahi oleh arteria profunda
penis, corpus spongiosum penis diperdarahi oleh arteria bulbi penis.
Sebagai tambahan ada arteria dorsalis penis. Semua arteri tersebut
adalah cabang dari arteria pudenda interna.
Venae : Venae bermuara ke vena pudenda interna
Aliran limf
Cairan limf kulit penis dialirkan ke nodi superomedialis dari nodi
inguinalis superficialis. Struktur profunda penis mengalirkan cairan
limfnya ke nodi iliaci interna.
Persarafan
Persarafan berasal dari nervus pudendus dan plexus pelvicus.
2.2.1.2 Anatomi Organ Genitalia Interna Pria
1. Testis
Pada perkembangan janin, testis berkembang didekat ginjal dan
mulai turun kedalam skrotum melalui inguinal canalis ketika 7 bulan
perkembangan

janin.

Testis

merupakan

tempat

dibentuknya

spermatozoa dan hormone laki-laki, terdiri dari belahan-belahan yang


disebut tubulus testis. Selain hormone FSH dan LH, tubulus testis
juga menghasilkan hormone testosterone yang menimbulkan sifat
kejantanan setelah masa pubertas.
Testis berbentuk lonjong dengan ukuran sebesar buah zaitun dan
terletak di dalam skrotum. Biasanya testis kiri agak lebih rendah dari
testis kanan. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu menghasilkan sperma dan
membuat testosterone (hormone seks pria yang utama).

2. Epididymis
Epidydimis merupakan struktur struktur kuat yang terletak
posterior terhadap testis, dengan ductus deferens pada sisi medialnya.
Epididymis mempunyai ujung atas yang melebar, caput, corpus, dan
cauda yang arahnya ke inferior. Di lateral, terdapat alur nyata antara
testis dan epididymis, yng dibatasi ileh lapisan visceral tunica
vaginalis dan dinamakan sinus epidydimis.
Epididymis merupakan saluran yang sangat berkelok-kelok yang
panjangnya hampir 20 kaki (6m) dan tertanam di dalam jaringan ikat.
Saluran ini berasal cauda epididymis sebagai ductus deferens dan
masuk kedalam funiculus spermaticus.
Saluran yang panjang ini merupakan tempat penyimpanan
spermatozoa untuk menjadi matang. Salah satu fungsi utama
epididymis adalah mengabsorbsi cairan. Fungsi lainnya mungkin
menambahnkan zat pada cairan semen untuk memberikan makanan
pada spermatozoa yang sedang mengalami proses pematangan.
Pendarahan Testis dan Epididymis
Arteria Testicularis adalah sebuah cabang aorta abdominalis. Venae
testiculares keluar dari testis dan epidydimis sebagai jalinan vena,
plexus pampiniformis. Jalinan ini menjadi kecil dan akhirnya
membentuk sebuah vena yang berjalan ke atas melalui canalis
inguinalis. Vena testicularis dextra mengalirkan darahnya ke vena
cava inferior, dan vena testicularis senistra bermuara ke vena renalis
sinistra.
Aliran Limf Testis dan Epididymis
Pembuluh-pembuluh limf berjalan ke atas di dalam funiculus
spermaticus dan berakhir di nodi lymphoidei di samping aorta (nodi
lymphoidei lumbales atau paraaortici) setinggi vertebra lumbalis I
(yaitu, pada planum transpyloricum). Aliran seperti ini diperkirakan
karena selama perkembangannya, testis bermigrasi dari bagian atas
dinding posterior abdomen, turun melalui canalis inguinalis, dan
masuk ke dalam skrotum, menarik suplai darah dan pembuluh limf
mengikutinya.
3. Vas deferens

Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis.


Panjangnya 45 cm yang berawal dari ujung bawah epididimis, naik
disepanjang aspek posterior testis dalam bentuk gulungan-gulungan
bebas, kemudian meninggalkan bagian belakang testis, duktus ini
melewati korda spermatika menuju abdomen
4. Vesicula Seminalis
Vesicula seminalis merupakan dua buah organ yang yang
berlobus dengan panjang kurang lebih 2 inci (5cm) dan terletak pada
facies posterior vesicae. Ujung atasnya terletak agak berjauhan dan
ujung bawahnya saling berdekatan. Pada sisi medial masing-masing
vesicular seminalis berbatasan dengan rectum. Ke inferior, masingmasing vesicula seminalis menyempit dan bersatu dengan dectus
deferens sisi yang sama untuk membentuk ductus ejakulatorius.
5. Ductus Ejakulatorius
Masing-masing ductus ejaculatorius panjangnya kurang dari
satu inci serta dibentuk oleh persatuan ductus deferen dan ductus
vesicula seminalis. Ductus ejaculatorius menembus facies posterior
prostate dan bermuara ke urethra pars prostatica, dekat pinggir
utriculus prostaticus. Fungsinya adalah mengalirkan cairan semen ke
urethra.
6. Prostat
Kelenjar prostat merupakan organ dengan sebagian strukturnya
merupakan kelenjar dan sebagian lagi otot dengan ukuran sekitar 2,3
x 3,5 x 4,5 cm. Organ ini mengililingi uretra pria, yang terfiksasi kuat
oleh lapisan jaringan ikat di belakang simpisis pubis. Lobus media
prostat secara histologis sebagai zona transisional berbentuk baji,
mengelilingi uretrra dan memisahkannya dengan duktus ejakulatorius.
Saat terjadi hipertropi, lobus media dapat menyumbat aliran urin.
Hipertropi lobus media banyak terjadi pada pria usia lanjut.

Gambar 2.9 Anatomi alat reproduksi pria

.2.2
Fisiologi Genitalia Pria
.2.2.1 Spermatogenesis

Gambar 2.10 Spermatogenesis


Spermatogenesis terjadi didalam testis, tepatnya pada tubulus
seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal
dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan
untuk membantu sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus
seminiferus yang kemudian disimpan di edididymis. Dinding tubulus
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epithelium germinal
(jaringan epithelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis.
Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapt didalam ruang-ruang testis
(lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis.
Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel
benih)

yang

disebut

spermatogonia

(spermatogonium

tunggal).

Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus
seminiferus.
Spermatogonia terus menerus membelah untuk memperbanyak diri,
sebagian

dari

spermatogonia

berdiferensiasi

melalui

tahap-tahap

perkembangan tertentu untuk membentuk sperma. Pada tahap pertama


spermatogenesis, spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung
23 kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal
yang disebut spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah secara
mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali
membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih
bersifat diploid. Setelah melewati beberapa minggu, setiap spermatosit
primer membelah secara miosis mebentuk 2 buah spermatosit sekunder
yang bersifat haploid. Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara
miosis membentuk 4 buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma
yang belum memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau emengandung 23
kromosom yng tidak berpasangan). Setiap spermatid akan berdiferensiasi
menjadi spermatozoa (sperma).
Proses perubahan spermatid menjadi sperma disebut spermiasi.
Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti
sel-sel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma,
akan terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor.
Kepala sperma terdiri dari sel berinti tebal dengan hanya sedikit
sitoplasma. Pada bagian membrane permukaan di ujung kepala sperma
terdapat selubung tebal yang disebut akrosom. Akrosom mengandung enzim
hialuronidase dan proteinase yang berfungsi untuk menembus lapisan
pelindung ovum. Pada ekor sperma terdapat badan sperma yang terletak
pada bagian tengah sperma. Badan sperma yang terletak pada bagian tengah
sperma. Badan sperma banyak mengandung mitokondria yan berfungsi
sebagai penghasil energy untuk pergerakan sperma.
Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya pengaruh sel-sel
sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediakan makanan dan
mengatur proses spermatogenesis.

Faktor-faktor hormonal yang merangsang spermatogenesis


Beberapa hormon yang memainkan peranan yang penting dalam
spermatogenesis.
a. Testosteron, yang diesekresikan oleh sel-sel Leydig yang terletak di
interstisium testis, penting bagi pertumbuhan dan pembelahan selsel germinal testis, yang merupakan tahap pertama pembentukan
sperma.
b. Luteinizing hormone, yang disekresi oleh kelenjar hipofisis
anterior, merangsang sel-sel Leydig untuk menyekresi testosteron.
c. Hormon perangsang folikel (FSH),yang juga disekresi oleh sel-sel
kelenjar hipofisis anterior, merangsang sel-sel sertoli, tanpa
rangsangan ini, pengibahan spermatid menjadi sperma (proses
spermiogenesis) tidak akan terjadi.
d. Estrogen, yang dibentuk dari testosteron oleh sel Sertoli ketika sel
Sertoli dirangsang oleh hormone perangsang folikel, mungkin juga
penting untuk spermiogenesis.
e. Hormon Pertumbuhan (dan sebagian besar hormon tubuh lainnya)
diperlukan untuk mengatur latar belakang fungsi metabolisme
testis. Hormon pertumbuhan secara spesifik meningkatkan
pembelahan awal spermatogonia itu sendiri. Bila tidak terdapat
hormone

pertumbuhan,

seperti

pada

diwarfisme

hipofisis,

spermatogenesis sangat berkurang atau tidak ada sama sekali


sehingga menyebabkan infertilitas.
2.2.2.2 Ereksi

Gambar 2.11 Ereksi


Ereksi merupakan perubahan pada pembuluh darah dimana
tergantung dari derajat keseimbangan antara inflow arteri dan outflow
vena. Ketika inflow arteri rendah dan outflow vena dlam keadaan
seimbang, penis dalam kondisi lemas. Ketika peningkatan inflow dan
outflow turun, terjadi tumesen. Dalam keadaan lemas, sistem saraf
simpatetik dominan menjaga arteriol dan otot polos kavernosatetap
berkontraksi. Aliran darah ke penis tetap rendah. Ereksi terjadi
dibawah pengaruh stimulasi parasimpatis dimana arteriole berdilatasi
dan otot polos trabeluka relaksasi. Lue dkk, tahun 1980- an, telah
teridentifikasi 8 fase ereksi :
1. Fase 0 : Fase flaccid
Penis flaccid dibawah pengaruh saraf simpatis. Arteri inflow
rendah

(dibawah

15

cm/detik)

dan

otot

polostrabekula

berkontraksi. Sinusoid kosong dan gas darah sama dengan darah


vena.
2. Fase 1 : Fase pengisian Stimulasi
Saraf parasimpatis menyebabkan dilatasi arteri dengan arteri flow
meningkat drastis lebih dari30 cm / detik. Relaksasi trabekula
menyebabkan pengisian sinusoid tanpa peningkatan secara
signifikan tekanan intrakavernosa.
3. Fase 2 : Fase tumesen
Tekanan intrakevernosa mulai meningkat. Tekanan meningkat
diatas tekanan diastolik tekanan darah, flowarteri terus meningkat

hanya selama fase sistolik. Sinusoid membesar dan beberapa


menekan pleksus vena subtunika. Penis memanjang dan
membesar ke kapasitas maksimal.
4. Fase 3 : Fase ereksi penuh
Tekanan intrakavernosa terus meningkat sekitar 90 % tekanan
darah sistolik. Aliran darah arteri ke dalam penis menurun tetapi
masih lebih besar dari selama fase flaccid. Pembesaran tekanan
sinusoid pada pleksus vena subtunika mengurang aliran ke vena
eminen. Pada saat ini gas darah sama dengan gas darah arteri.
5. Fase 4 : Fase ereksi rigid
Dibawah pengaruh saraf pudenda, kontraksi otot ischiokavernosa,
memeras krura dan meningkatkan tekanan intrakavernosa diatas
tekanan darah sistolik. Penis menjadi kaku dan tegak. Otot
ischiokavernosa dapat berkontraksi volunter atau dibawah
pengaruh reflek bulbokavernosa (yang maintain kekakuan selama
penetrasi). Arteri inflow tidak dapat masuk lagi dan vena eminen
menutup sempurna. Ketika otot rangka menjadi lelah terjadi
penurunan tekanan intrakavernosa kembali ke level fase ereksi
penuh,mengikuti sirkulasi kembali ke jaringan kavernosa.
6. Fase 5 : Fase detumesen awal
Sedikit peningkatan tekanan intrakevernosa, mungkin diinduksi
oleh stimulasi simpathetik yang menutup outflow vena.
7. Fase 6 : Fase detumesen lambat
Kontraksi otot polos trabekula, arteri helisina berkontriksi dan
tekanan intrakavernosa menurun, terjadi penurunan tekanan vena
subtunika dan peningkatan outflow vena.
8. Fase 7 : Fase detumesen cepat
Stimulasi simpatetik menurun secara cepat arteri inflow dan
tekanan intrakavernosa, dengan peningkatanoutflow dalam vena
dan detumesen cepat.

.3 Pengaruh Penggunaan Narkoba terhadap Fungsi Sexual pada pria


Narkoba tidak dapat meningkatkan fungsi seksual dengan pengaruh yang
ditimbulkan oleh semua jenis narkoba, baik secara fisik maupun psikis yang
sebenarnya tidak ada pengaruh yang positif terhadap fungsi seksual. Bahkan
sebaliknya, justru pengaruh negatif yang dapat terjadi. Tapi sayang banyak warga
masyarakat yang telah tertipu oleh informasi salah. Padahal orang yang
menggunakan narkoba bukan manfaat terhadap fungsi seksual yang didapat,
melainkan berbagai akibat buruk, bahkan kematian. Gangguan fungsi seksual dan
reproduksi yang terjadi, tergantung dari jenis narkoba yang digunakan dan jangka
waktu menggunakan bahan yang berbahaya itu. Berikut akan diuraikan pengaruh
beberapa

jenis

narkoba

terhadap

fungsi

seksual

pria.

a. Heroin
Walaupun menimbulkan euforia, tidak berarti heroin memberikan pengaruh
positif bagi fungsi seksual. Heroin justru menimbulkan pengaruh buruk bagi
fungsi seksual. Pada pria terjadi penurunan kadar hormon testosteron,
menurunnya dorongan seksual, disfungsi ereksi, dan hambatan ejakulasi. Masalah
seksual tersebut muncul karena pengaruh heroin yang menghambat fungsi hormon
seks,

baik

pada

pria

maupun

wanita.

b. Marijuana
Selain menimbulkan pengaruh halusinasi, marijuana juga menimbulkan akibat
buruk bagi fungsi seksual. Bahan yang diisap seperti rokok ini memiliki
kandungan tar yang jauh lebih tinggi daripada rokok. Berbagai akibat pada fungsi
seksual dapat terjadi karena penggunaan marijuana. Beberapa akibat pada pria

ialah mengecilnya ukuran testis dan menurunnya kadar hormon testosteron. Lebih
lanjut mengakibatkan pembesaran payudara pria, dorongan seksual menurun,
disfungsi ereksi, dan gangguan sperma.

c. Ecstasy
Karena bersifat stimulan, maka ecstasy menyebabkan pengguna merasa
terus bersemangat tinggi, selalu gembira, dan ingin bergerak terus. Tetapi
walaupun memberikan pengaruh yang bersifat merangsang, tidak berarti ecstasy
menimbulkan pengaruh yang positif bagi fungsi seksual. Ecstasy meningkatkan
pelepasan neurotransmitter dopamine di dalam otak. Dopamine merupakan
neurotransmitter yang bersifat merangsang, termasuk terhadap perilaku seksual.
Maka peningkatan dopamine sebagai akibat pengaruh ecstasy dapat menyebabkan
hilangnya kemampuan untuk mengontrol perilaku seksual. Pengguna ecstasy
menjadi berani, tanpa kontrol, melakukan hubungan seksual tanpa memikirkan
risiko, bahkan dapat melakukan aktivitas seksual yang tidak mungkin dilakukan
dalam keadaan normal. Perilaku seksual tanpa kontrol ini sangat berisiko. Bila
digunakan oleh wanita hamil, ecstasy dapat meningkatkan risiko cacat pada bayi
sampai

tujuh

kali

lebih

besar.

d. Depresan
Depresan atau obat penenang yang digunakan berlebihan juga dapat
menimbulkan akibat buruk bagi fungsi seksual, baik pada pria maupun Wanita.
Sebagai contoh penyalahgunaan barbiturat yang dapat mengganggu metabolisme
hormon testosteron dan estrogen. Maka pada wanita, penyalahgunaan barbiturat
dapat mengakibatkan gangguan menstruasi dan menurunnya dorongan seksual.
Lebih jauh keadaan ini berakibat hambatan dalam mencapai orgasme. Pada pria,
penyalahgunaan barbiturat dapat mengakibatkan penurunan dorongan seksual
dan disfungsi ereksi. Kalau akibat ini timbul, justru bukan ketenangan yang
didapat, melainkan menjadi semakin gelisah dan kecewa. Jadi, bila sebagian

besar pengguna narkoba mengaku fungsi seksualnya lebih baik, sebenarnya


adalah pengakuan palsu yang tidak disadarinya. Perasaan bahwa fungsi
seksualnya lebih baik, terutama justru disebabkan oleh pengaruh negatif narkoba.
Sebagai contoh, karena menggunakan ecstasy mereka merasa lebih segar dan
bergembira sehingga merasa fungsi seksualnya juga lebih baik. Pengguna ecstasy
menjadi lebih berani karena kehilangan kontrol sehingga tidak takut melakukan
hubungan seksual, termasuk hubungan seksual yang berisiko tinggi.
Pengguna depresan atau obat penenang merasa lebih tenang sehingga lebih
berani melakukan hubungan seksual, bahkan dengan siapa saja. Karena itu
mereka beranggapan fungsi seksualnya lebih baik setelah menggunakan
depresan. Jadi pengakuan mereka sebenarnya adalah pengakuan palsu yang tidak
mereka ketahui. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah proses gangguan fungsi
seksual dan reproduksi. Di samping itu, tentu mereka akan mengalami
ketergantungan terhadap narkoba dengan segala akibat buruknya, sampai pada
kematian.
Gangguan fungsi seksual dan reproduksi yang terjadi, tergantung pada jenis
narkoba yang digunakan dan jangka waktu menggunakan bahan yang berbahaya
itu. Berikut akan diuraikan pengaruh beberapa jenis narkoba terhadap fungsi
seksual dan reproduksi.

Heroin

Walaupun menimbulkan euforia, tidak berarti heroin memberikan pengaruh positif


bagi fungsi seksual dan reproduksi. Heroin justru menimbulkan pengaruh buruk
bagi fungsi seksual. Pada pria terjadi penurunan kadar hormon testosteron,
menurunnya dorongan seksual, disfungsi ereksi, dan hambatan ejakulasi. Pada
wanita, beberapa pengaruh buruk terjadi juga pada fungsi seksual dan reproduksi,
yaitu menurunnya

dorongan seksual, kegagalan orgasme, terhambatnya

menstruasi, gangguan kesuburan, mengecilnya payudara, dan keluarnya cairan


dari payudara. Masalah seksual tersebut muncul karena pengaruh heroin yang
menghambat fungsi hormon seks, baik pada pria maupun wanita.

Marijuana (Ganja)

Selain menimbulkan pengaruh halusinasi, marijuana juga menimbulkan akibat


buruk bagi fungsi seksual. Bahan yang diisap seperti rokok ini memiliki
kandungan tar yang jauh lebih tinggi daripada rokok. Berbagai akibat pada fungsi
seksual dan reproduksi dapat terjadi karena penggunaan marijuana. Beberapa
akibat pada pria ialah mengecilnya ukuran testis (buah pelir) dan menurunnya
kadar hormon testosteron. Lebih lanjut mengakibatkan pembesaran payudara pria,
dorongan seksual menurun, disfungsi ereksi, dan gangguan sperma. Pada wanita
terjadi gangguan sel telur, hambatan menjadi hamil, dan terhambatnya proses
kelahiran, di samping dorongan seksual yang menurun.

Ekstasi

Karena bersifat stimulan, maka ekstasi menyebabkan pengguna merasa terus


bersemangat tinggi, selalu gembira, dan ingin bergerak terus. Tetapi walaupun
memberikan pengaruh

yang

bersifat

merangsang, tidak berarti ekstasi

menimbulkan pengaruh yang positif bagi fungsi seksual. Ekstasi meningkatkan


pelepasan neurotransmitter dopamine di dalam otak. Dopamine merupakan
neurotransmitter yang bersifat merangsang, termasuk terhadap perilaku seksual.
Maka peningkatan dopamine sebagai akibat pengaruh ekstasi dapat menyebabkan
hilangnya kemampuan untuk mengontrol perilaku seksual. Pengguna ekstasi
menjadi berani, tanpa kontrol, melakukan hubungan seksual tanpa memikirkan

resiko yang mungkin terjadi. Bahkan pengguna ekstasi mungkin dapat melakukan
suatu aktivitas seksual yang tidak mungkin dilakukan dalam keadaan normal.
Perilaku seksual tanpa kontrol ini tentu sangat berisiko tinggi, antara lain bagi
penularan Penyakit Menular Seksual, seperti HIV/AIDS. Bila digunakan oleh
wanita hamil, ekstasi dapat meningkatkan risiko cacat pada bayi sampai tujuh kali
lebih besar daripada bila tidak menggunakan.

Depresan

Depresan atau obat penenang yang digunakan berlebihan juga dapat menimbulkan
akibat buruk bagi fungsi seksual, baik pada pria maupun Wanita. Sebagai contoh
penyalahgunaan barbiturat yang dapat mengganggu metabolisme hormon
testosteron dan estrogen. Maka pada wanita, penyalahgunaan barbiturat dapat
mengakibatkan gangguan menstruasi dan menurunnya dorongan seksual. Lebih
jauh keadaan ini berakibat hambatan dalam mencapai orgasme. Pada pria,
penyalahgunaan barbiturat dapat mengakibatkan penurunan dorongan seksual dan
disfungsi ereksi. Kalau akibat ini timbul, justru bukan ketenangan yang didapat,
melainkan menjadi semakin gelisah dan kecewa.

Jika ada sebagian pecandu narkoba yang mengaku fungsi seksualnya lebih baik,
sebenarnya itu adalah pengakuan yang palsu tetapi tidak disadari. Perasaan bahwa
fungsi seksualnya lebih baik, terutama justru disebabkan oleh pengaruh negatif
narkoba. Sebagai contoh, karena menggunakan ekstasi mereka merasa lebih segar
dan bergembira sehingga merasa fungsi seksualnya juga lebih baik. Pengguna
ekstasi menjadi lebih berani karena kehilangan kontrol sehingga tidak takut
melakukan hubungan seksual, termasuk hubungan seksual yang berisiko tinggi.

Pengguna depresan atau obat penenang merasa lebih tenang sehingga lebih berani
melakukan hubungan seksual, bahkan dengan siapa saja. Karena itu mereka
beranggapan fungsi seksualnya lebih baik setelah menggunakan depresan. Jadi
pengakuan mereka sebenarnya adalah pengakuan palsu yang tidak mereka
ketahui. Padahal yang terjadi sebenarnya adalah proses gangguan fungsi seksual
dan reproduksi. Di samping itu, tentu mereka akan mengalami ketergantungan
terhadap narkoba dengan segala akibat buruknya, sampai pada kematian.

Anda mungkin juga menyukai