Anda di halaman 1dari 52

1

BAB I
PENDAHULUAN

Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain (NAPZA) adalah bahan, zat ayau obat
yang bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak atau
susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan
fungsi sosialnya. Karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. Istilah NAPZA umumnya digunakan oleh sektor
pelayanan kesehatan, yang menitik beratkan pada upaya penanggulangan dari sudut
kesehatan fisik, psikis, dan sosial. Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif sering
disebut juga sebagai zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga
menimbulkan perubahan perilaku, perasaan, dan pikiran.1
Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainya (NAPZA)
atau istilah yang populer dikenal masyarakat sebagai NARKOBA (Narkotika dan Bahan
atau Obat berbahaya) merupakan masalah yang sangat kompleks, yang memerlukan
upaya

penanggulangan

secara

komprehensif

dengan

melibatkan

kerja

sama

multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang dilaksanakan
secara berkesinambungan, konsekuen dan konsisten. Meskipun dalam Kedokteran,
sebagian besar golongan NAPZA masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
terlebih lagi bila disertai peredaran dijalur ilegal, akan berakibat sangat merugikan bagi
individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Jenis narkoba yang saat ini

banyak disalahgunakan adalah ganja, amfetamin/metamfetamin (shabu-sabu, ekstasi),


heroin (putaw), kokain, barbiturat dan benzodiazepin.2,3
Pemeriksaan narkoba menjadi pemeriksaan yang rutin dalam mendeteksi ada atau
tidaknya substansi atau metabolit obat dalam tubuh. Bahan yang dapat digunakan dalam
tes ini adalah urin, saliva, darah, rambut, keringat, dari bahan pemeriksaan ini kita dapat
menentukan ada tidaknya jenis obat spesifik atau metabolit dari narkoba. Bahan
pemeriksaan narkoba yang banyak digunakan adalah urin, dikarenakan kemudahan
dalam pengambilan sampel, sederhana, murah dan

tidak invasif. Namun pada

pelaksanaannya terdapat perangkap (pitfalls) dalam pemeriksaan narkoba yang dapat


menganggu hasil akhir pemeriksaan. Pitfalls dapat terjadi pada tahap pre analitik,
analitik dan pasca analitik. Pitfalls mengakibatkan hasil pemeriksaan narkoba menjadi
positif palsu atau negatif palsu.
Pada tinjauan pustaka ini akan dibahas mengenai narkoba yang banyak digunakan di
Indonesia meliputi definisi, jenis-jenis narkoba, pemeriksaan laboratorium yang
meliputi tahap pre analitik, analitik dan pasca analitik beserta pitfalls dalam setiap tahap
pemeriksaan narkoba.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Narkoba
Narkoba merupakan nama lain dari Narkotika, Psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 22, Tahun 1997 tentang Narkotika, Narkoba
dan zat-zat adiktif merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan

dapat

menimbulkan

ketergantungan.2,6Pemakaian

terus

menerus

akan

mengakibatkan ketergantungan fisik dan atau psikologis. Risiko yang pasti terjadi
adalah kerusakan pada sistem saraf dan organ-organ penting lainnya seperti jantung,
paru-paru dan hati. istilah narkoba ini sangat populer dalam masyarakat, istilah ini
mempunyai makna yang sama dengan NAPZA.1,2
Jenis narkoba dibagi menjadi tiga, yaitu :2
a. Narkotika golongan I
Narkotika yang paling berbahaya, daya adiktif yang sangat tinggi
menyebabkan ketergantungan. Tidak dapat digunakan untuk kepentingan apa
pun. Kecuali untuk penelitian dan ilmu pengetahuan.
Contoh : ganja, morphine, putaw (heroin tidak murni)
b. Narkotika golongan II
Narkotika yang memiliki daya adiktif kuat, tetapi bermanfaat bagi
pengobatan dan penelitian.
Contoh : petidin, benzetidin, betametadol

c. Narkotika golongan III


Narkoba yang memiliki daya adiktif ringan, dapat bermanfaat bagi
pengobatan dan penelitian.
Contoh : codein.
Hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2009, prevalensi
penyalahgunaan narkoba pada umur 10-59 tahun di tahun 2009 adalah 1,99% sekitar
3,6 juta orang. Pada tahun 2010 dangan umur yang sama, prevalensi penyalahgunaan
narkoba meningkat menjadi 2,21% atau sekitar 4,02 juta orang. Pada tahun 2011,
prevalensi penyalahgunaan meningkat menjadi 2,8% atau sekitar 5 juta orang. Pemakai
narkoba di Indonesia didominasi oleh kalangan pekerja dan pelajar, 70% pengguna
narkoba adalah pekerja, dan 22 % lainnya adalah pelajar.4
Telah diestimasi sebesar 172 juta dan 250 juta orang di dunia menggunakan narkoba
setahun belakangan ini. Jenis narkoba yang umum digunakan oleh pengguna usia 15-64
tahun adalah amphetamine tipe stimulan (termasuk methampethamine 0.4 1.2% dan
methylenedioxymethamphetamine (MDMA) yang sering dikenal dengan nama ekstasi
0.3-0.5% selanjutnya kokain 0.4 0.5% dan opiate 0.3-0.5%.5
Tingkat dan pola penggunaan narkoba pada wilayah yang berbeda terlihat konstan.
Dipengaruhi oleh kekuatan sosial ekonomi dan ketersediaan berbagai narkoba. Pada
umumnya, tingkat tertinggi penggunaan obat-obatan ditemukan di Amerika Utara,
Oseania dan Eropa Barat, walaupun konsumsi narkoba di negara-negara pada wilayah
dan sub wilayah tersebut dilaporkan stabil atau mengalami penurunan belakangan ini.
Ganja umumnya digunakan di berbagai belahan dunia sedangkan amphetamine tipe
stimulan umumnya digunakan di wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara.5

Menurut BNN, di Indonesia penggunaan narkoba jenis sabu (amphetamin) dari tahun
2007 hingga 2011 mengalami peningkatan, terlebih lagi penggunaan narkoba jenis
ganja, heroin, dan kokain meningkat hingga tiga kali lipat.4
Beberapa jenis narkoba yang banyak digunakan di Indonesia adalah:6
1)
2)
3)
4)

Golongan Opioid seperti morfin dan heroin


Golongan Kanabis (ganja)
Depresan Susunan Saraf Pusat (benzodiazepin, barbitirat)
Stimulan Susunan Saraf Pusat (kokain, amfetamin)

2.2 Jenis-jenis narkoba


2.2.1 Opioid
Nama lain opioid yang dikenal oleh masyarakat adalah putaw, black heroin, brown
sugar. Dalam dunia kedokteran, opiod digunakan sebagai anti nyeri, namun karena
memiliki efek euforia maka opioid sering disalahgunakan. Opioid merupakan zat adiktif
terdiri dari zat alamiah, semi sintetik dan

sintetik. Berasal

dari getah papaver

somniferum yang telah dikeringkan. Opioid adalah bahan kimia psikoaktif yang bekerja
dengan mengikat reseptor opioid, yang ditemukan terutama di sistem saraf pusat, sistem
perifer dan saluran cerna yang mengakibatkan depresan susunan syaraf pusat (SSP),
analgesik dan euforia.7,8

Gambar 2.1 metabolisme kodein, heroin,morfin


Dikutip :Gurlay 3

Turunan dari opioid yang sering disalahgunakan adalah heroin dan morfin.

Morfin

merupakan prototipe analgetik yang kuat, berupa kristal putih yang lama kelamaan
berubah menjadi kecoklatan, tidak berbau dan rasanya pahit. Heroin atau yang lebih
dikenal sebagai putaw merupakan opioid semisintetik. Heroin lebih kuat dari morfin
karena daya tembus pada sawar darah otak lebih baik, 1 mg heroin setara dengan
1,8 2,66 mg morfin.7
Morfin memiliki efek samping terhadap SSP yaitu analgesia dan narkosis. Pasien
dengan keluhan nyeri, gelisah, lesu, dan tegang diberikan terapi morfin sebesar 5-10 mg
mengakibatkan rasa nyeri dan cemas hilang, perasaan nyaman (sense of well being) dan
euforia. Sebaliknya dengan dosis yang sama pada orang normal sering kali
menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir dan takut.8,9
Opioid agonis menimbulkan analgesia akibat berikatan dengan reseptor spesifik yang
berlokasi di otak dan medula spinalis, sehingga mempengaruhi transmisi dan modulasi
nyeri. Terdapat tiga jenis reseptor yang spesifik, yaitu reseptor (mu), (delta) dan
(kappa). Di dalam otak terdapat tiga jenis endogeneus peptide yang aktivitasnya seperti

opiat, yang berikatan dengan reseptor , endorfin dengan reseptor dan dynorpin
dengan resptor . Reseptor merupakan reseptor untuk morfin (heroin). Ketiga jenis
reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan dengan adenilsiklase
menyebabkan

penurunan

formasi

siklik

AMP

sehingga

aktivitas

pelepasan

neurotransmitter terhambat reseptor ini berhubungan dengan protein G dan berpasangan


dengan adenilsiklase menyebabkan penurunan formasi siklik AMP sehingga aktivitas
pelepasan neurotransmitter terhambat.9,10
Pin point pupils merupakan gejala yang khas pada kasus intoksikasi morfin. Dilatasi
berlebihan timbul pada stadium akhir intoksikasi morfin yaitu jika sudah terjadi
asfiksia. Adanya efek miosis pada pengguna morfin yang diakibatkan stimulasi pada
nukleus Edinger Westphal N. III. Sehingga pecandu morfin selalu mempunyai pupil
kecil, selain itu morfin menimbulkan depresi pernafasan terhadap pusat pernafasan dan
mempunyai efek langsung. Dosis toksik dapat menyebabkan frekuensi nafas 3 sampai 4
kali/menit. Depresi pernafasan biasanya terjadi dalam tujuh menit setelah injeksi
intravena atau tiga puluh menit setelah injeksi subkutan atau intramuskular dan
kematian pada keracunan morfin hampir selalu disebabkan oleh depresi nafas.11,12
Pada penggunaan morfin efek depresi pernafasan lebih besar dibandingkan depresi
batuk sedangkan sedangkan pada penggunaan kodein, depresi batuk lebih kuat dari
pada efek depresi pernafasan. Morfin mempunyai efek langsung

terhadap saluran

pencernaan, sehingga pecandu opioid mengalami konstipasi dan diare secara bergantian.
Morfin juga menyebabkan gangguan hormonal berupa gangguan siklus menstruasi,
gangguan libido sampai impotensi.11

Morfin dapat diabsorpsi usus, dengan dosis yang sama efek analgesik pada
pemberian oral lebih rendah daripada efek yang ditimbulkan oleh pemberian parenteral.
Morfin dapat diabsorpsi melalui kulit yang luka. Setelah pemberian dosis tunggal,
sebagian morfin mengalami konjugasi dengan asam glukoronat di hepar, sebagian
dikeluarkan dalam bentuk bebas. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi
perkembangan fetus. Ekskresi morfin terutama melalui ginjal, sebagian kecil morfin
bebas ditemukan dalam feses dan keringat. Masa kerja morfin dan heroin adalah antara
tiga sampai lima jam, lebih dari 90% di ekskresi dalam 2-24 jam pertama, tetapi
metabolitnya masih dapat ditemukan setelah dua sampai tiga hari.4,15
Morfin dapat disalahgunakan dengan cara disuntikan secara intravena, subkutan atau
intra muskular, cara suntikan tersebut lebih praktis dan efisien untuk heroin kadar
rendah. Injeksi secara intravena dapat menimbulkan efek eforia dalam 7-8 detik,
sedangkan secara intramuskuler efeknya lebih lama yaitu 5-8 menit.10
Heroin dapat dihirup dengan cara ditaruh di aluminium foil dan dipanaskan diatas
api, kemudian asapnya dihirup melalui hidung. Efek puncak dengan penggunaan secara
dihirup atau dihisap biasanya dirasakan dalam 10-15 menit. Selain dihirup morfin dapat
dihisap menggunakan pipa atau dilinting sebagai rokok. Dengan cara dihirup dan
dihisap heroin masuk dalam tubuh dalam kadar yang tinggi.10
Opioid memiliki dua efek farmakologis yaitu adanya ketergantungan dan toleransi.
Ketergantungan dapat berupa ketergantungan fisik dan psikologis bila zat dihentikan.
Ketergantungan fisik berupa gejala putus zat, sedangkan ketergantungan psikis akan
menimbulkan kecemasan, depresi dan gejala psikis lainnya. Sedangkan toleransi adalah

suatu keadaan peningkatan jumlah dosis dari pemakaian awal untuk mendapatkan efek
yang sama. Toleransi terhadap heroin meningkat sangat cepat, dapat terjadi dalam
beberapa hari pemakaian dan akhirnya dapat menyebabkan over dosis. Ketergantungan
fisik akibat pemakaian morfin terjadi karena efek depresan morfin merangsang
kompensasi eksitabilitas susunan saraf otonom yang tidak terlihat selama masih ada
morfin dan ketika morfin dihentikan kompensasi akan terlihat sebagai gejala putus zat
(withdrawal syndrome) atau dikenal dengan sebutan sakaw.11
Gejala putus obat pada morfin atau heroin adalah lakrimasi, rhinorrhea, sering
menguap, gelisah setelah enam sampai dua belas jam. Dalam dua belas sampai dua
puluh empat jam pemakai biasanya tidur dengan gelisah, tremor, pupil dilatasi
(midriasis), anoreksia. Setelah dua puluh empat sampai tujuh puluh dua jam semua
gejala diatas intensitasnya bertambah disertai adanya kelemahan, depresi, mual-muntah,
diare, kram perut, nyeri pada otot dan tulang, kedinginan dan kepanasan yang
bergantian, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung, gerakan involunter dari
lengan dan tungkai, dehidrasi dan gangguan elektrolit. Selanjutnya, gejala hiperaktivitas
otonom mulai berkurang secara berangsur-rangsur dalam tujuh sampai sepuluh hari,
tetapi penderita masih tergantung kuat pada obat.11,13

2.2.2 Kanabis

10

Kanabis memiliki kandungan zat narkotika pada bijinya, Bahan aktif ini adalah zat
psikoaktif delta-9 tetrahydrocannabinol (THC), cannabidiol (CBD) dan cannabinol
(CBN). Tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol) yang dapat membuat
pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab). Istilah
kanabis mengacu pada kepada pucuk daun, bunga, batang dari tanaman yang
dikeringkan, dicacah dan dibentuk rokok. Nama lain dari kanabis adalah mariyuana,
grass, weed, mary jane dan produknya bernama ganja, hem, charas, hanish,
sinsemila.3,5
Mulanya pemakaian THC bertujuan untuk mengobati neuralgia, depresi, rematik,
gout, batuk, asma, migren, dismenorhoe serta mengatasi rasa mual dan muntah pada
kemoterapi penyakit kanker. Hasil Terapi dengan THC ini sangat memuaskan, bahkan
dapat menyebabkan ketergantungan obat.7,12
Mariyuana mempunyai efek halusinogen, tetapi sebenarnya efek yang utama adalah
euforia dan pengguna merasakan suatu ketenangan (feeling of relaxation), pengindraan
menjadi lebih jelas dan tajam serta adanya perubahan persepsi waktu dan jarak.12
Pada pemula, efek yang ditimbulkan oleh mariyuana dalam 10-30 menit pertama
adalah pemakai merasa cemas, rasa takut mati, gelisah, hiperaktif dan setelah beberapa
menit kemudian akan menjadi tenang, lalu mulai mengalami euforia. Pemakai menjadi
banyak bicara, tertawa-tawa secara eksplosif dan tidak terkontrol, halusinasi visual,
kemudian mulai mengantuk, lalu tidur. Gangguan pada organ tubuh dapat terjadi berupa
lesi pada saluran pernafasan yang terjadi setelah tiga bulan pemakaian. Pemakaian yang
lebih lama akan meyebabkan reaksi inflamasi yang hebat, kerusakan parenkim paru dan

11

alveoli, selain itu dapat menyebabkan hiperemis pada konjungtiva dan gangguan pada
sistem kardivaskuler, gangguan menstruasi, abortus dan infertilitas.7,12
Dosis THC untuk mencapai efek farmakologis pada manusia sekitar 2-22 mg.
Molekul THC larut dalam lemak, sehingga dapat didistribusikan dan dideposit di
jaringan tubuh yang mengandung lemak seperti jaringan lemak, hati, paru-paru, dan
limpa.12
THC dapat ditemukan di urin dalam 6-18 jam tergantung individu, sampai 10 hari
sesudah pemakaian terakhir. Organ sasaran THC adalah otak, meskipun demikian belum
diketahui dengan pasti reseptor spesifiknya. THC berinteraksi dengan beberapa
neurotransmiter seperti asetilkolin, dopamine, juga dengan 5-hidroksi triptamin dengan
cara yang belum dapat diketahui. THC akan berakumulasi di dalam otak dan
menyebabkan rendahnya aliran darah ke otak, oleh karena itu kanabis dianggap lebih
destruktif terhadap jaringan otak dibandingkan opioid.2,3,14
Ganja dapat digunakan dengan cara diinhalasi dan peroral. Penggunaan dengan cara
diinhalsi (rokok) dapat mencapai efek puncak dalam waktu 10-30 menit dan efek
berakhir antara 2-4 jam, sedangkan penggunaan peroral mencapai efek puncak antara
1-2 jam dan berakhir antara 5-12 jam. Melalui inhalasi potensi THC lebih besar
daripada peroral.4,12

2.2.3 Depresan Susunan Saraf Pusat

12

Golongan obat-obatan depresan SSP ini mengurangi aktifitas fungsional tubuh. Efek
yang ditimbulkan pada pemakainya adalaha perasaan tenang, pendiam dan bahkan
membuatnya tertidur dan tidak sadarkan diri.15

2.2.3.1 Barbiturat
Barbiturat adalah turunan dari asam barbiturat. Merupakan obat yang bertindak
sebagai depresan sistem saraf pusat berdasarkan sifatnya ini, barbiturat digunakan mulai
dari sedasi ringan sampai anestesi total. Mereka juga efektif sebagai hipnotik dan
sebagai antikonvulsan. Mereka memiliki potensi kecanduan, baik fisik dan psikologis.
Berdasarkan onset dan lama kerja, barbiturat dibagi dalam 4 golongan yaitu:7
1) Ultra Short Acting Barbiturates memiliki onsetnya kerja sangat cepat, efek
anesthesia sudah dapat terjadi dalam satu menit sesudah penyuntikan
intravena. Efeknya yang cepat dan kerjanya yang singkat menyebabkan
kelompok ini tidak disukai untuk disalahgunakan.
Contoh : heksobarbital, metpheksital, tiamilal, dan thiopental.
2) Short Acting Barbiturates memiliki masa kerja yang pendek, secara medis
digunakan untuk menginduksi sedasi atau tidur, bekerja 20-40 menit setelah
pemakaian dan efeknya berlangsung 4-6 jam.
Contoh: sandoptal, sekobarbital atau sekonal,

siklobarbital,

dan

heptabarbital.
3) Intermediate Acting Barbiturates memiliki masa kerja yang sedang, secara
medis untuk menginduksi sedasi. Barbiturat kelompok 2 dan 3, terutama
sekonal, amital dan nembutal adalah obat depresan SSP yang paling banyak
disalahgunakan dalam istilah awam sering disebut pil koplo.

13

Contoh: matabarbital, probarbital, apobarbital, assam dialibarbiturat,


butabarbital, dan pentobarbital.
4) Long Acting Barbiturates. Onsetnya mulai sekitar 1 jam setelah pemakaian
dan efeknya berlangsung sampai 16 jam. Golongan ini digunakan sebagai
sedative,

hipnotik

dan

obat

antikonvulsi.

Kelompok

ini

jarang

disalahgunakan karena onsetnya lambat.


Contoh: barbital/veronal, fenobarbital/luminal dan mefobarbital.
Golongan barbiturat memiliki efek depresi SSP, semua tingkat depresi bisa dicapai,
mulai dari sedasi, hipnosis, anestesi, koma sampai kematian. Tingkat depresi ini
bergantung pada jenis barbiturat, dosis yang digunakan, cara pemberian, dan
toleransi.12,16
Barbiturat biasa digunakan sebagai obat tidur. Dosis tinggi semua golongan barbiturat
dapat berefek antikonvulsi misalnya pada status epileptikus. Besarnya dosis dapat
menganggu respirasi karena pengaruh langsung terhadap pusat nafas. Hiperefleksi pada
nervus vagus yang dapat menyebabkan batuk, bronkospasme dan laringospasme. 12,16
Efek yang dicari pada penyalahgunaan barbiturat adalah efek euforia. Intoksikasi
golongan barbiturat mengakibatkan timbulnya kelambanan secara umum, sulit berpikir,
bicara, daya tangkap melambat, dan gejala-gejala seperti nistagmus dan hipotonia.
Gejala intoksikasi akut pada penggunaan barbiturat adalah depresi nafas hebat, tekanan
darah yang turun, oligouri atau anuria. Intoksikasi dapat terjadi akibat kelalaian,
memakan sekaligus barbiturat sepuluh kali dosis terapi atau pada percobaan bunuh diri.
Kadar dalam darah yang bersifat letal untuk barbiturat long acting sekitar 10 mg%,
sedangkan untuk short acting sekitar 3 mg%.12,16

14

Barbiturat mudah diabsorpsi dan dapat melewati sawar uri. Kadar tertinggi terdapat
dalam hepar dan ginjal. Barbiturat kerja pendek ditimbun dalam jaringan lemak tubuh,
oleh karena itu penggunaan penggunaan dosis kecil hanya berefek sebentar karena cepat
memasuki depot lemak, bukan karena cepat dieksresikan. Barbiturat dapat ditemukan
dalam urin 2- 4 jam setelah pemakaian dan masih ditemukan sampai 3 hari, sedangkan
fenobarbital dapat ditemukan sampai 2 minggu. Obat-obat depresan SSP biasanya
dipakai peroral, karena penggunaan secara intravena terasa nyeri dan menyebabkan
sklerosis pada vena, flebitis dan abses. 12,16
Pemakaian obat-obatan depresan SSP akan menyebabkan toleransi terhadap efek
sedasi maupun efek toksik, apabila sudah terjadi toleransi diperlukan peningkatan dosis,
sedikitnya 0,1 gram untuk mendapatkan kembali efek semula. Gejala putus zat karena
barbiturat yang tersering adalah konvulsi, delirium, halusinasi dan gejala ini dapat
berakibat fatal bagi penderita usia lanjut atau penderita yang disertai penyakit berat.16

2.2.3.2 Benzodiazepin
Benzodiazepin dikenal oleh masyarakat dengan nama bk, dum, lexo, mg, rohyp.
Dalam dunia kedokteran benzodiazepin digunakan untuk mengobati insomnia, ansietas,
kaku otot dan medikasi preanestesi. Daya benzodiazepin untuk menyebabkan
ketergantungan lebih kecil dari alkohol maupun barbiturat, hal ini dikarenakan

15

benzodiazepin kurang memiliki efek psikotropik berupa perubahan emosi dan euforia
serta toleransinya relatif rendah. 12,16
Benzodiazepin memiliki efek hipnosis, sedasi, relaksasi otot dan anti konvulsi
dengan potensi yang berbeda. Batas dosis aman benzodiazepin lebih besar dari obat
depresan lainnya. Toksisitasnya relatif rendah, pemakaian dosis besar (kurang lebih 2
gram) hanya akan mengakibatkan rasa kantuk. Pemakaian benzodiazepin dosis tinggi
dalam jangka panjang dapat menyebabkan timbul gejala putus zat, seperti insomnia,
anoreksia, agitasi, otot berkedut-kedut, berkeringat dan kejang-kejang.16
Dalam plasma kadar tertinggi benzodiazepin dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam
setelah pemberian peroral. Golongan ini dapat melewati sawar uri dan disekresi
kedalam air susu ibu, dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan beberapa
benzodiazepin dimetabolisme menjadi metabolit yang aktif. Metabolit yang aktif
umumnya memiliki biotransformasi lebih lambat dari senyawa asal, sehingga lama kerja
benzodizepin tidak sesuai dengan waktu paruh eliminasi obat, misalnya waktu paruh
flurazepam adalah 2-3 jam, tetapi metabolit aktifnya yaitu N-deslkil-flurazepam
mempunyai masa kerja sampai 50 jam. Benzodiazepin dan metabolitnya dapat dideteksi
dalam 2-7 jam setelah penggunaan dan masih ditemukan sampai 2 minggu atau
lebih.12,16
Pada pemakaian dosis tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan
ketergantungan fisik dan psikis serta gejala putus zat. Namun ketergantungan yang
ditimbulkan tidak terlalu hebat karena obat ini hanya mengakibatkan sedikit euforia
tetapi kurang kuat dibandingkan obat-obat yang sering disalahgunakan.16

16

2.2.4 Stimulan Susunan Saraf Pusat


Stimulan susunan saraf pusat yang terkenal dan biasa digunakan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari adalah nikotin dan kafein sedangkan stimulan alami
lainnya yang sering disalahgunakan dan mempunyai efek yang kuat adalah kokain.
Kokain diekstraksi dari daun tanaman Erythroxylon coca. Pengaruh stimulan saraf
pusat terhadap tubuh adalah euforia, mengurangi kelelahan dan kebutuhan tidur,
penurunan selera makan, gelisah, peningkatan libido, dan denyut jantung jadi cepat.12

2.2.4.1 Amfetamin/Metamfetamin
Semenjak tahun 1932, amfetamin digunakan sebagai dekongestan, mempunyai
struktur dasar -feniletilamin yang terdiri dari inti aromatis berupa cincin benzen
maupun bagian alifatis berupa etilamin. Penyalahguna obat ini biasa mengenal dengan
nama seed,meth,crystal,uppers,whizz dan sulphate
Amfetamin terdiri dari dua jenis yaitu Methilen dioxy methamphetamine (MDMA),
MDMA mulai dikenal sekitar tahun 1980 dengan nama Ekstasi atau Ecstacy. Nama
lainnya adalah xtc, fantacy pils, inex, cece, cein, dan terdiri dari berbagai macam jenis
antara lain white doft, pink heart, snow white, petir yang dikemas dalam bentuk pil atau
kapsul. Jenis amphetamin lainnya adalah metamfetamin yang mempunyai lama kerja
lebih panjang dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan efek halusinasinya lebih
kuat. Penyalahgunaan obat ini dapat dibakar lalu asapnya dihirup, dimasyarakat dikenal
sebagai shabu-shabu, SS, ice, crystal, crank.12

17

Terjadi peningkatan pengguna metamfetamin saat ini, hal ini diakibatkan


kemudahan dalam proses pembuatannya, bahan bakunya bisa didapatkan secara legal,
dan efeknya lebih lama dibandingkan dengan narkoba lainnya.5
Salah satu simpatomimetik yang paling kuat menyebabkan stimulan pada SSP adalah
amfetamin. Obat ini dapat mengurangi depresi nafas yang disebabkan oleh obat-obat
yang bekerja sentral. Efek farmakologi metamfetamin serupa dengan amfetamin.
Metamfetamin dosis kecil, dapat menimbulkan efek perangsangan sentral yang nyata
tanpa menimbulkan efek perifer yang berarti. Dosis yang lebih besar menimbulkan
peningkatan tekanan sistolik dan diastolik.7,12
Amfetamin dan metamfetamin dapat menimbulkan efek psikis berupa peningkatan
kewaspadaan, hilangnya rasa kantuk dan berkurangnya rasa lelah, euforia, dan
peningkatan aktifitas motorik dan aktifitas bicara, tetapi sebaliknya penggunaan dosis
besar hampir selalu diikuti oleh depresi mental dan kelelahan fisik. Obat ini seringkali
digunakan untuk mengurangi kelelahan dan mengurangi kebutuhan tidur, bila obat ini
dihentikan setelah penggunaan jangka panjang, kembalinya pola tidur yang normal
membutuhkan waktu sampai 2 bulan. Efek anoreksia amfetamin merupakan efek
sentral, yakni pada pusat makan di hipotalamus lateral dan bukan pada pusat kenyang di
hipotalamus ventrimedial. Pada intoksikasi akut dapat terjadi konvulsi, koma, dan
kematian disebabkan karena perdarahan otak. Intoksikasi kronik menimbulkan gejala
halusinasi, paranoid, menyerupai skizofrenia dan penurunan berat badan. 7,12
Amfetamin dan metamfetamin dimetabolisir di hepar, dan sebagian diekskresi
melalui urin, metabolitnya dapat ditemukan dalam urin 2-7 jam setelah penggunaan dan

18

masih ditemukan dalam 2-4 hari. Toleransi yang timbul pada penggunan obat ini
berhubungan dengan cepatnya eliminasi obat melalui urin7,12
Toleransi terhadap obat ini adalah euforia. Amfetamin dan metamfetamin dapat
menyebabkan ketergantungan psikis yang sangat kuat. Gejala putus obat ini berupa rasa
nyeri pada seluruh tubuh, apatis, gerakan motorik lamban, kejang otot yang hebat dan
gejala yang paling khas adalah depresi dan usaha bunuh diri. Puncak gejala timbul pada
48-72 jam setelah pemakaian terakhir dan bisa berlangsung beberapa minggu, selain
depresi biasanya ada neurastenia sehingga penderita benar-benar apatis.12

2.2.4.2 Kokain
Nama lain kokain yang dikenal luas masyarakat adalah koka, coke, happy dust,
charlie, srepet, snow salju, putih.. Kokain atau benzoilmetilekgonin didapat dari daun
erythroxylon coca dan species Erythroxylon lain, yaitu pohon yang tumbuh di Peru dan
Bolivia, dimana selama berabad abad lamanya daun tersebut dikunyah oleh penduduk
asli untuk menambah daya tahan terhadap kelelahan. Kokain merupakan ester asam
benzoat dengan metilekgonin.12
Kokain digunakan dengan cara dihirup yaitu dengan membagi setumpuk kokain
menjadi beberapa bagian berbaris lurus diatas permukaan kaca atau benda-benda yang
mempunyai permukaan datar kemudian dihirup dengan menggunakan penyedot atau
gulungan kertas.2
Selain efek stimulan terhadap SSP, kokain juga bekerja pada saraf tepi dan sistim
kardiovaskuler. Pada dosis rendah gerak motorik menurun dan denyut jantung

19

melambat, tetapi pada dosis tinggi menimbulkan kejang-kejang dan tremor serta denyut
jantung menjadi cepat, terjadi vasokontriksi sehingga tekanan darah naik dan
menimbulkan aritmia kordis. Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat inisiasi dan
konduksi impuls saraf tepi sehingga memberi efek anestesi, merangsang langsung SSP
dan menghambat re-uptake norepinephrin pada sinaps, sehingga kadar di otak
meningkat dan menimbulkan efek simpatomimetik.7,12,
Intoksikasi ditandai oleh adanya euforia, timbul rasa senang, peningkatan rasa
percaya diri, bayak bicara, rasa lelah hilang dan kebutuhan tidur berkurang, disertai
gejala halusinasi lihat, dengar, dan raba juga adanya waham curiga. Keadaan over dosis
ditandai adanya kejang-kejang, penurunan kesadaran, pupil melebar, nadi cepat, suhu
badan naik. Kematian dikarenakan berhentinya kerja jantung walaupun demikian
intoksikasi berat dan kematian karena kokain jarang terjadi, kematian terjadi lebih
sering akibat penggunaan kombinasi opiat-kokain.12
Kokain paling sering digunakan dengan cara dihirup, disamping itu bisa juga dengan
cara dirokok, ditelan atau disuntikan. Kokain dimetabolisir dalam hepar dan sebagian
diekskresi melalui ginjal. Kokain ditemukan pada urin dalam bentuk metabolit
Benzoylecgonine, 1-4 jam sesudah pemakaian dan masih ditemukan dalam 2-3 hari,
tetapi bila digunakan secara intranasal baru ditemukan di darah atau urin dalam 24-36
jam setelah pemakaian. 12
Toleransi pada kokain terjadi dengan cepat. Penurunan efek euforia dan efek
kardiovaskuler lebih cepat dari penurunan kadar kokain dalam plasma, sehingga
mendorong pemakaian kokain dalam dosis yang lebih tinggi lagi.12

20

2.3 Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan narkoba berdasarkan kegunaannya dapat dibagi menjadi dua yaitu:18
1) Kegunaan diagnostik, pengobatan, dan rehabilitasi.
Pemeriksaan laboratorium ini berguna untuk para klinisi dalam mencari
penyebab intoksikasi atau menentukan seseorang adalah pengguna atau bukan
serta untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi penyalahgunaan narkoba.
2) Kegunaan forensik
Hasil pemeriksaan laboratorium ini berguna dalam proses hukum dan sebagai
barang bukti dalam persidangan.
Pemeriksaan laboratorium untuk tes narkoba dapat menggunakan bahan pemeriksaan
berupa rambut, urin, darah, saliva dan keringat. Tes menggunakan darah secara efektif
dapat mendeteksi substansi dengan kadar yang rendah, pemeriksaan ini sering
digunakan dalam keadaan emergensi dan pemantauan detoksifikasi digunakan metode
Enzyme-Mediated

Imunologic

Technique

(EMIT),

Fluorescence

Polarization

Immunoassay (FPIA) atau Thin-Layer Chromatography (TLC) karena diharapkan dapat


menggambarkan kadar obat atau zat pada saat itu. Kelemahan dari pemeriksaan ini
adalah invasif dan mahal.3,17
Pengujian melalui saliva dapat mencerminkan konsentrasi obat dalam kelenjar
saliva, saliva mendeteksi konsentrasi obat dalam waktu satu sampai empat jam,
pengumpulan sampel yang tidak tepat dapat mempengaruhi konsentrasi obat dalam
saliva. Obat diekresikan juga melalui rambut, waktu deteksi pada rambut lebih lama
yaitu berbulan bulan atau tahunan setelah pemakaian obat dan tergantung panjangnya

21

rambut. Kelemahan dalam pemeriksaan ini yaitu konsentrasi obat yang rendah, dan
perawatan rambut seperti pewarnaan, pengeritingan rambut turut mempengaruhi hasil
pemeriksaan.3
Pemeriksaan skrining pada umumnya menggunakan bahan pemeriksaan urin, karena
tidak invasif dan mempunyai nilai sensitifitas yang tinggi. Brussels Expert Group
merekomensasikan urin sebagai bahan pemeriksaan yang terbaik (sample of choice)
dengan alasan metabolit semua obat/zat di ekskresi di urin serta metabolit ini dapat di
deteksi dalam waktu yang lebih lama bila dibanding dengan bahan pemeriksan
darah.,14,18
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pre analitik, analitik dan
pasca analitik. Ketiga tahap ini sangat erat kaitannya dalam hasil akhir dimana pitfalls
dalam ketiga tahap ini yang dapat menganggu hasil akhir pemeriksaan narkoba.3

2.3.1 Pre Analitik


Preanalitik dapat dikatakan sebagai tahap persiapan awal, dimana tahap ini sangat
menentukan kualitas sampel yang nantinya akan mempengaruhi proses kerja berikutnya.
Tahap pre analitik meliputi kondisi pasien, cara pengambilan sampel dan perlakuan
pada sampel. 3,17

2.3.1.1 Kondisi pasien

22

Dari keadaan umum pasien, kita dapat mengetahui apakah pasien sadar atau sedang
berada dalam pengaruh obat-obatan tertentu, intoksikasi atau berada dalam gejala putus
obat ( sakaw).3
Selanjutnya kita dapat menganamnesis pasien, anamnesis merupakan hal yang
penting, berbagai informasi dapat kita peroleh seperti penyakit yang diderita pasien,
apakah pasien mendapatkan terapi tertentu dari dokter yang akan mempengaruhi hasil
(seperti obat flu, antibiotik, pelemas otot dan lain-lain), asupan makanan atau minuman
sebelum pemeriksaan narkoba. 3,18
Sebelum pengambilan urin, pasien disarankan untuk mengurangi asupan air dan urin
yang digunakan sebaiknya urin pagi, hal ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi
metabolit yang tinggi dalam urin.3,18

2.3.1.2

Pengambilan sampel
Urin yang di ambil adalah urin pancaran tengah. Dimana sepertiga urin pertama

dibuang, urin selanjutnya diambil dan urin terakhir dibuang dan urin yang digunakan
adalah urin pagi. Dalam pengambilan sampel, pengawasan yang ketat sangatlah penting,
pengawasan bertujuan untuk menghindari upaya manipulasi sampel. Akan tetapi
pengawasan ini harus tetap menjaga privasi dan kenyamanan pasien. Oleh karena itu
fasilitas kamar mandi sebaiknya diminimalisirkan, seperti tidak disediakan sabun atau
zat pembersih dalam kamar mandi, tempat cuci tangan berada diluar kamar mandi. Hal
ini bertujuan mencegah manipulasi urin.3,18

23

Urin yang baik untuk pemeriksaan narkoba dapat dilihat dari warna, suhu, kretinin
urin dan pH. Untuk menghindari usaha pemalsuan urin, kita dapat memastikan dengan
suhu urin, pada empat menit setelah pengambilan yaitu 32-38C, suhu urin yang terlalu
dingin atau panas dapat kita curigai keasliannya. Selain suhu indikator pemalsuan urin
dapat kita lihat dari pH urin. pH urin secara fisiologis mengalami fluktuatif sepanjang
hari namun tetap berada dalam kisaran 4.5 sampai 8.0. Perubahan pH dapat dikarenakan
usaha manipulasi, penyimpanan yang tidak tepat dan lama. Kreatinin 180 80 mg/100
ml adalah urin normal, bila nilai kreatinin 10-30 mg/ml ada kemungkinan urin dicampur
dengan air. BJ urin adalah 1,007-1.035, bila diluar nilai ini pemeriksa harus mencuriga
keaslian dari urin.3,19
Bahan pemeriksaan urin dikumpulkan dalam dua tabung urin pada tabung urin
ukuran 50 ml serta isinya tidak kurang dari 2/3 bagian dari tabung urin. Syarat yang
harus dimiliki pada tabung urin adalah lubang tabung urin harus lebar.
Botol urin harus tertutup rapat dan berlabel untuk menjaga keamanan bahan
pemeriksaan. Selain itu pastikan bahwa sampel tidak tertukar dengan milik orang lain.
Integritas spesimen harus dipertahankan, integritas spesimen ini meliputi pencatatan
identitas atau barcode pada sampel, identitas dan permintaan pada formulir. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalisirkan resiko tertukarnya sampel pada pemeriksaan
narkoba. 18

2.3.1.3

Perlakuan terhadap sampel. 3,17

24

Bahan pemeriksaan urin sebaiknya langsung diperiksa, tetapi bila pada keadaan
tertentu dan tidak memungkinkan untuk langsung diperiksa disimpan dalam keadaan
dingin (2-8C). Urin masih dapat diperiksa sampai 48 jam bila disimpan pada suhu 28C, dan harus dibiarkan dalam suhu kamar sebelum dilakukan pemeriksaan. Dalam
penyimpanan urin harus terhindar dari cahaya langsung.18
Bila pemeriksaan tertunda satu sampai dua hari urin harus disimpan di lemari es
pada freezer (-20C) dan diusahakan lemari es dikunci. Pada freezer ini urin stabil
sampai beberapa bulan. 5
Pitfalls pada tahap preanalitik akan berpengaruh kepada hasil tes narkoba. Pitfalls
dapat berupa :

Kesalahan penulisan identitas pada spesimen


Kesalahan yang terjadi dapat berupa ketidaksesuaian penulisan nama atau
identitas pasien yang tertera pada spesimen dengan identitas pasien pada
medical record, formulir permintaan pemeriksaan laboratorium. kesalahan
penulisan tanggal dan waktu saat pendaftaran pemeriksaan laboratorium.

Kesalahan pendaftaran permintaan laboratorium


Kesalahan pendaftaran akan berakibat terjadinya kesalahan pemeriksaan.

Spesimen yang tidak tepat


Kesalahan dapat berupa spesimen yang diperiksa tidak tepat akibat spesimen
ditukar atau tertukar dengan spesimen orang lain.

Penambahan zat pada spesimen

25

Penambahan bahan kimia atau air pada spesimen akan menyebabkan hasil
menjadi negatif palsu karena konsentrasi obat dalam urin berkurang atau sama
sekali tidak ada.

2.3.2 Analitik
Tahap analitik merupakan tahap pengerjaan sampel sampai hasil keluar. Tahap ini
meliputi pemilihan metode, cara pengerjaannya. Metode analitik yang digunakan harus
spesifik terhadap kandungan obat yang akan diuji. Kesalahan pasca analitik dapat
berakibat hasil menjadi positif palsu dan negatif palsu. Maka dari itu ketersediaan
metode konfirmasi merupakan hal yang penting. Faktor penganggu yang dapat
menyebabkan pitfalls akan dibahas selanjutnya pada bahasan interpretasi hasil.17

2.3.2.1 Metode pemeriksaan


Hasil laboratorium narkoba ini sudah menjadi pemeriksaan yang rutin dan berperan
penting dalam ranah hukum, sehingga pada proses pengambilan sampelnya harus ketat
serta mempunyai standar prosedur dan standar metode. Pada dasarnya strategi
pemeriksaan laboratorium untuk narkoba terdiri dari pemeriksaan skrining dan
pemeriksaan konfirmasi. 18
Pemeriksaan skrining harus mempunyai sensitifitas yang tinggi, cepat dan murah.
Kriteria ini secara umum terdapat pada pemeriksaan metode immunoassay. Prinsip
immunoassay adalah competitive binding. Kelebihan dari immunoassay adalah
pemeriksaannya yang cepat, praktis dalam mendeteksi obat dalam urin. Sedangkan

26

kekurangannya adalah dapat terjadi reaksi silang dengam obat atau zat. Selain itu
kelemahan lainnya adalah reagennya yang tidak stabil sehingga suhu ruangan serta
tempat penyimpanan reagen yang salah dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. 18
Pemeriksaan kromatografi merupakan pemeriksaan konfirmasi bila pada
pemeriksaan immunoassay hasil narkobanya positif. Metode kromatografi merupakan
salah satu metode analisis berdasarkan atas pemisahan metabolit berdasarkan perbedaan
afinitasnya yang terdistribusi pada fase gerak dari cairan, dan metabolit yang
diidentifikasi dibandingkan dengan standar. Pada metode kromatografi ini, persiapan
bahan pemeriksaan sangat penting karena akan dipisahkan zat/analit yang terkandung
dalam obat dengan metabolit-metabolit lainnya dalam urin. Persiapan bahan
pemeriksaan ini meliputi hidrolisis, ekstraksi, dan purifikasi.18,20
Pada praktisnya terdapat beberapa faktor yang menjadi bahan pertimbangan
pemilihan suatu metode diantaranya ketersediaan alat, bahan pemeriksaan dan nilai
rujukan, banyaknya bahan pemeriksaan serta tenaga laboratorium yang terlatih.18
Hasil laboratorium pada narkoba ini tergantung beberapa faktor, yaitu:
1) Jenis narkoba
2) Jumlah dan frekuensi penggunaan narkoba
3) Metabolisme tubuh
4) Usia dan berat badan
5) Kondisi kesehatan secara umum
6) pH urin (bahan pemeriksaan urin)
Pemeriksaan skrining pada tes narkoba menggunakan metode immunoassay seperti,
Enzyme-Mediated

Imunologic

Technique

(EMIT),

Fluorescence

Polarization

Immunoassay (FPIA), dan Drug-Strip Immnunochromatograpic assay. Sedangkan


untuk

pemeriksaan konfirmasi dengan menggunakan metode

pemisahan bahan

27

kimia/fisika

(kromatografi)

seperti

Thin-Layer

Chromatography

(TLC),

Gas

Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) atau High Performance Liquid


Chromatography (HPLC).14,17,18
2.3.2.1.1 Enzyme-Mediated Immunologic Technique (EMIT)
Enzyme-Mediated Immunologic Technique (EMIT) pertama kali diperkenalkan pada
tahun 1973. Metode ini digunakan untuk penentuan kualitatif dan kuantitatif obat
dalam serum atau urin. Metode ini merupakan salah satu pemeriksaan homogenous
immunoassay, yaitu metode ini dikerjakan dalam satu cara atau mengunakan satu
antibodi dalam prosedur kerjanya.14,20
Prinsip yang digunakan pada pemeriksaan ini adalah immnunoassay enzyme dengan
metode kompetitif. Sebagai penanda mengunakan kompleks drug-enzyme. Bila tidak
ditemukan obat atau zat, komplek drug-enzyme akan berikatan dengan anti-drug
antibody dan daerah aktif pada komplek drug-enzyme akan diblok, sehingga bila
ditambahkan substrat tidak akan terjadi reaksi, maka hasil pemeriksaan negatif. Bila
dalam bahan pemeriksaan terdapat obat/zat bebas, maka anti-drug antibody akan
berikatan dengan analit obat, sedangkan komplek drug-enzyme tetap aktif dan akan
bereaksi dengan substrat, hasil hidrolisis substrat dan enzim merupakan parameter
antigen obat bebas yang ada dalam bahan pemeriksaan yang ditunjukkan dengan
intensitas warna. Kemudian intensitas warna ini diukur dengan spektrofotometer, makin
tinggi aktifitas enzim, menunjukan makin tingginya kadar obat/zat dalam bahan
pemeriksaan.14

28

Gambar 2.2 Skema metode Enzyme-Mediated Immunologic Technique (EMIT)


Dikutip dari: Pincus14

2.3.2.1.2 Fluorescence Polarization Immunoassay (FPIA)


FPIA menggunakan metode yang bersifat homogenous immunoassay. Pada
prinsipnya metode ini hampir sama dengan EMIT, perbedaaan FPIA dan EMIT terletak
pada pelabelan, FPIA menggunakan fluoresen. apabila tidak terdapat obat/zat maka
drug-label complex akan berikatan dengan anti-drug antibody maka fluoresen akan
mengalami polarisasi, sedangkan bila terdapat obat/zat maka drug-label complex tidak
berikatan dengan anti-drug antibody, sehingga terjadi polarisasi fluoresen akan
berkurang. Penurunan polarisasi fluoresen berhubungan dengan peningkatan konsentrasi
obat atau zat dalam bahan pemeriksaan keduanya mempunyai sensitifitas dan spesifitas
yang cukup tinggi.14

29

Gambar 2.3 Skema metode Fluorescence Polarization Immunoassay (FPIA)


Dikutip dari: Pincus4

Pada pemeriksaan EMIT dan FPIA, hasil pemeriksaan dapat kualitatif maupun
kuantitatif.14 Hasil kualitatif ini memiliki nilai standar yang sudah dikonfirmasi dengan
metode GC-MS, sedangkan nilai kuantitatif berasal dari nilai estimasi yang diperkirakan
dari perubahan warna cairan dari yang terlihat setelah diberi label. Faktor penggangu
pada pemeriksaan ini adalah antibodi monoklonal yang dapat memberikan hasil positif
palsu. 14

30

2.3.2.1.3 Drug Strip Immunochromatograpic assay


Metode ini merupakan metode yang paling banyak dikerjakan, selain mudah, murah
dan cepat, hasilnya dapat dibaca secara visual. Bahan pemeriksaannya menggunakan
urin. Prinsip dari metode ini adalah competitive binding, yaitu jika konsentrasi obat/zat
bebas sama atau lebih besar dari cut off yang telah ditentukan maka obat/zat bebas ini
akan berikatan anti-drug antibody, ikatan ini akan menghambat timbulnya warna pada
membran yang menunjukan hasil positif. Bila tidak ada obat/zat bebas maka anti-drug
antibody akan bereaksi dengan antigen conjugated dan menghasilkan warna pada
membran yang menunjukkan hasil negatif. Pemeriksaan ini bersifat kualitatif.21

Gambar 2.5 Skema metode pada Drug strip immunoassay


Dikutip dari: Smith16

2.3.2.1.4 Thin Layer Chromatography (TLC)

31

Prinsip pemeriksaan Thin layer chromatography (TLC) adalah pemisahan senyawa


kimia berdasarkan berat molekul dengan menggunakan solvent-substrat yang berguna
untuk mengekstrak narkoba kemudian membandingkan dengan spot-spot warna pada
piring TLC (nightbyrd). Proses pemisahan terjadi karena dua gaya yang berlawanan.
Terdapat dua fase yaitu fase diam yang bersifat polar umumya menggunakan hydrated
silica dan fase gerak yang bersifat non polar, umumnya menggunakan metanol 10%
dalam kloroform. Fase diam dilapiskan pada flat yang bersifat inert dalam hal ini berupa
silika gel. Tes ini berdasarkan pada perbedaan angka migrasi dari sejumlah zat pada
medium poros, derajat migrasi, dan karakter warna berbagai narkoba yang bersifat
unik. Pemeriksaan TLC merupakan salah satu pemeriksaan obat secara kualitatif.14

Gambar 2.4 Skema metode Thin-Layer Chromatography (TLC)


Dikutip dari: Pincus14

2.3.2.1.5 Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS)


Metode ini memiliki sensitivitas dan spesitivitas yang tinggi. Metode ini
menggunakan gas kromatografik untuk memisahkan obat dan dan mass spectroscopy

32

untuk menguji identifikasi susunan molekul-molekul dari sampel. mass spectroscopy


adalah suatu metode untuk mendapatkan berat molekul dengan cara mencari
perbandingan massa terhadap muatan dari ion yang muatannya diketahui dengan
mengukur jari-jari orbit melingkarnya dalam medan magnetik seragam.23,24
Cara kerja dari metode ini adalah bahan pemeriksaan dimasukkan pada daerah
sampel injection port. Sampel masuk ke dalam oven mengalami pemanasan, sehingga
terjadi penguapan dan sampel diubah menjadi gas. Dalam oven terdapat beberapa
ruangan yaitu C,B,A yang dipisahkan oleh columm rings sehingga terjadi pergerakan
gas dengan cepat. Gas lalu akan memasuki daerah mass spektrometer yang terletak pada
sebelah kanan gambar. Perpindahan gerakan gas ini menghasilkan sumber elektron yang
tinggi dengan jumlah molekul yang banyak. Ion spesifik akan meningkat dalam medan
listrik kemudian memasuki wilayah quadrupole field, hanya ion dengan berat molekul
yang rendah dan dapat melewati celah ini, kemudian ion akan mengenai detektor aliran
elektron dan akan menghasilkan angka/nilai yang kemudian disimpan dalam komputer,
akhirnya akan diperoleh analisis data.21-23
Gas kromatografik memisahkan bahan pemeriksaan menjadi komponen yang
terpisah. Bahan pemeriksaan dalam bentuk cairan kemudian dibawa oleh udara yang
bergerak dengan media solid berlapis cairan film yang tipis. Bahan pemeriksaan akan
terpisah menjadi komponen-komponen berdasarkan perbedaan afinitas yang kemudian
akan dibaca oleh detektor berupa rekaman secara tertulis atau gambar dari metabolit
yang telah terpisah tadi.23

33

Gambar 2.6 Skema metode Gas Chromatography-Mass Spectroscopy


Dikutip dari: Pincus14

2.3.4.6 High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


High performance liquid chromatography menggunakan metode kromatografi, yaitu
suatu teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase
gerak dan fase diam untuk memisahkan komponen yang berada pada larutan, pemisahan
molekul ini didasari oleh adanya perbedaan afinitas dengan menggunakan teknik
tekanan tinggi kemudian dibaca dengan detektor.20

34

Gambar 2.7 Skema High Performance Liquid Chromatography (HPLC)


Dikutip dari: Nguyen 25

Berbeda dengan Gas chromatography (GC), pada HPLC bahan pemeriksaan berada
pada cairan saat diperiksa sampel ini berikatan dengan partikel silica. Selain itu HPLC
menggunakan temperatur normal, sehingga lebih berguna untuk menganalisa metabolitmetabolit yang tidak stabil dan hancur pada tes yang temperaturnya tinggi seperti GC.
Identifikasi dari HPLC berdasarkan dari waktu retensi dari metabolit tersebut.
Interpretasi akan direkam sebagai rangkaian puncak, dimana masing-masing puncak
mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor.20
2.3.2.2 Cara Pengerjaan
Metode yang sering dipakai adalah metode imunoassay dengan menggunakan bahan
pemeriksaan dari urin. Metode ini banyak disukai karena kelebihannya yaitu mudah,
murah dan cepat, hasilnya dapat dibaca secara visual.21

35

Cara pengerjaan tes narkoba : 22


1. Sebelum digunakan, kit disimpan pada suhu kamar terlebih dahulu.
2. Ambil urin sampel secukupnya atau seukuran cawan obat (pot plastik obat).
3. Buka penutup bagian bawah dari alat tes lalu celupkan strip ke dalam urin
sampai tanda panah selama sepuluh sampai lima belas detik.
4. Kemudian angkat dan tunggu, hasilnya akan terbaca dalam waktu paling lambat
lima menit.
Pitfalls yang sering terjadi pada tahap ini :22

Kit pemeriksaan yang digunakan sudah melewati tanggal kadaluarsa.

Penyimpanan kit pada suhu yang tidak tepat. Penyimpanan pada freezer akan
mempengaruhi stabilitas reagen

Pembacaan hasil lebih dari sepuluh menit.

2.3.3 Pasca Analitik


Pasca analitik meliputi interpretasi hasil, pencatatan hasil, pemasukan data
kekomputer, validasi hasil dan penyerahan hasil laboratorium pada pasien. 3
Pencatatan hasil, pemasukan data dan validasi merupakan suatu integritas yang tidak
dapat dipisahkan. Dibutuhkan ketelitian, keahlian dan pengetahuan dalam proses ini,
proses validasi dilakukan oleh orang atau dokter

yang berkompetensi. Hal ini

diharapkan dengan pengetahuan mengenai narkoba dapat mengurangi pitfalls pada


pemeriksaan narkoba.3

36

Pitfalls sangat berpengaruh dalam interpretasi hasil. Dengan adanya pitfalls hasil
menjadi tidak akurat. Dibawah ini dibahas mengenai interpretasi hasil berupa positif,
positif palsu, negatif dan negatif palsu beserta faktor penganggu. 3

2.3.3.1 Interpretasi hasil pada pemeriksaan narkoba


Interpretasi hasil merupakan hal yang penting, karena kesalahan dalam interpretasi
hasil dapat menyebabkan positif palsu atau negatif palsu. Seseorang yang tidak
mengetahui pembacaan hasil pemeriksaan narkoba akan terkecoh dengan hasil
immunoassay pada pemeriksaan lain.22

Pemeriksaan dikatakan positif apabila hanya terdapat satu garis berwarna pada
daerah kontrol (C) dan tidak terdapat garis pada daerah pemeriksaan (T). Hasil
positif menunjukan adanya kadar narkotika atau zat adiktif yang sesuai atau
lebih dengan cut off.

Hasil dikatakan negatif bila terdapat dua garis berwarna pada daerah C dan
daerah T. Hasil negatif menunjukkan bahwa narkotika dan zat adiktif tidak
ditemukan dalam urin atau kadarnya lebih rendah dari cut off.

Hasil dikatakan invalid bila tidak tampak garis berwarna pada daerah C.
pemeriksaan sebaiknya diulang. Bila tetap invalid dicurigai adanya kerusakan
pada kit atau reagen.22

37

Gambar 2.8 Interpretasi hasil narkoba


Dikutip dari: Nguyen 22

Panel immunoassay kualitatif obat melaporkan setiap sampel positif atau negatif
untuk obat tertentu berdasarkan cutoff yang telah ditentukan. Hasil lainnya dapat berupa
positif palsu dan negatif palsu.17 Pit falls dapat menyebabkan hasil menjadi tidak akurat
akibat adanya faktor penganggu.3,17

2.3.3.1.1 Hasil Positif


Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
metabolit dalam urin dan pasien mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Substansi dalam
urin dapat terdeteksi dalam waktu satu sampai tiga hari. Sedangkan penggunaan obat
dalam jangka panjang obat yang larut dalam lemak seperti ganja, diazepam atau
ketamin dapat memberikan hasil positif lebih dari satu minggu. Waktu deteksi obat
dipengaruhi beberapa faktor seperti dosis, cara pemakaian, metabolisme, volume urin

38

dan pH. Hasil yang positif tidak dapat memberikan informasi mengenai waktu
penggunaan obat, dosis obat dan frekwensi pemakaian obat tersebut. 3,17
Hasil positif pada pemeriksaan skrining harus dilanjut dengan pemeriksaan
konfirmasi yang mempunyai nilai spesifitas lebih tinggi dari pemeriksaan skrining dan
metode yang digunakan berbeda, biasanya dengan metode kromatografi yang
memisahkan metabolit-metabolit berdasarkan ilmu kimia atau fisika.18,20

2.3.3.1.2 Hasil Positif Palsu


Positif palsu adalah istilah untuk mengambarkan situasi dimana hasil tes narkoba
positif namun pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Beberapa faktor yang
dapat menyebabkan hasil positif palsu akan dibahas dibawah ini.3

Tertukarnya bahan pemeriksaan.


Tertukarnya sampel pada pemeriksaan narkoba dapat menyebabkan positif
palsu, kesalahan ini dapat terjadi pada tahap pre analitik dan analitik.
Pengawasan dalam pengambilan sampel dan pencatatan identitas pasien pada
bahan pemeriksaan dan formulir merupakan hal penting dalam rangkaian
pemeriksaan narkoba.3

Kit yang tidak layak digunakan


Kit yang melewati batas kadaluarsa, penyimpanan kit yang tidak tepat dapat
menganggu hasil pemeriksaan.22

Sensitifitas dan spesitifitas

39

Sensitivitas tes adalah kemampuan untuk mendeteksi kelas obat, sedangkan


spesifisitas

adalah

kemampuan

untuk

mengidentifikasi

obat

tertentu.

Berdasarkan sifat ini pemeriksaan narkoba memberikan hasil positif pada pasien
yang mengkonsumsi dari obat-obatan tertentu, dan pemeriksaan yang sangat
sensitif akan memberikan hasil positif palsu dimana pasien tidak mengkonsumsi
obat-obatan tertentu tetapi memiliki hasil positif pada tes urin.17

Reaksi silang
Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat menyebabkan pemeriksaan menjadi
positif palsu, hal ini terjadi karena adanya reaksi silang. Reaksi silang terjadi
karena kesamaan struktur dari obat tersebut dengan metabolit yang dicari pada
pemeriksaan narkoba. 3,17
Sebagai contoh : 3,17
a. Reaksi silang pada goongan opioid
Pemberian antibiotik kuinololon dapat memberikan hasil positif palsu,
selain kuinolon, pasien yang mendapatkan terapi rimfapisin akan bereaksi
silang pada saat pemeriksaan narkoba.
b.

Reaksi silang pada golongan amfetamin


Obat flu yang dijual bebas memiliki kandungan pseudoefedrin, efedrin dan
fenilefrin. Obat ini dapat memberikan hasil posiitif palsu pada golongan
amfetamin.

c. Reaksi silang dengan golongan benzodiazepin

40

Setraline dan oxaprozine memiliki reaksi silang dengan benzodiazepin.


Oxaprozine merupakan golongan nonsteroidal anti-inflammatory drug
(NSAID) yang biasa diberikan pada terapi rematoid artritis dan osteoartritis.

Tabel 2.1 Reaksi silang pada Pemeriksaan Narkoba


Subsatansi

Positif palsu

Substansi

Positif palsu

Alcohol

Short-chain alcohols
( isopropyl alcohol)

Cannabinoids

Dronabinol

Amphetamines

Amantadine

Efavirenz

Benzphetamine

Hemp-containing foods

Bupropion

NSAIDs

Chlorpromazine

Proton pump inhibitors

Clobenzorexb

Tolmetin

l-Deprenylc

Cocaine

Desipramine
Trimipramine

Topical
anesthetics
containing cocaine
Opioids, opiates, dan
heroin

Dextromethorphan

Dextroamphetamine

Heroin

Ephedrine

Opiates (codeine,
hydromorphone,
hydrocodone,
morphine)
Poppy seeds

fenproporexb
Subsatansi

Coca leaf tea

Positif palsu

Substansi

Positif palsu

Isometheptene

Quinine

Isoxsuprine

Quinolones

Labetalol

Rifampin

MDMA

Verapamil
metabolites

dan

41

Methamphetamine

Dextromethorphan

l-Methamphetamine
(Vicks inhaler)d
Methylphenidate

Diphenhydraminee

Phentermine

Ibuprofen

Phenylephrine

Imipramine

Phenylpropanolamine

Ketamine

Promethazine

Meperidine

Pseudoephedrine

Mesoridazine

Ranitidine

Thioridazine

Ritodrine

Tramadol

selegiline

venlafaxine

Thioridazine

desmethylvenlafaxine

Trazodone

Benzodiazepines

Phencyclidine

Doxylamine

Tricyclic
antidepressants

Carbamazepinef

Trimethobenzamide

Cyclobenzaprine

Oxaprozin

Cyproheptadinef

Sertraline

Diphenhydraminef
Hydroxyzinef
Quetiapine

Dikutip : Gourlay 17

Untuk mengetahui adanya reaksi silang pada pemeriksaan narkoba, anamnesis


memegang peranan penting dalam hal ini. Dari anamnesis kita mendapatkan informasi
mengenai penyakit yang diderita pasien dan terapi yang diberikan oleh dokter.

Mengkonsumsi secara pasif


Positif palsu dapat disebabkan juga karena pasien menjadi pengkonsumsi pasif.
Sebagai contoh :3,17

42

a.

Pasien yang secara tidak sengaja menghirup asap rokok ganja dapat
menyebabkan positif palsu pada pemeriksaan kanabis.

b.

Pasien yang mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung poppy


seed,

pemeriksaan

narkoba

memberikan

hasil

positif

dengan

ditemukannya metabolit morfin (6monoacetylmorphine atau 6 MAM)


dalam urin.
c.

Pasien yang mengkonsumsi teh atau bahan pangan lainnya yang


berasal dari daun coca, memberikan hasil positif pada pemeriksaan
kokain.

Waktu pembacaan.
Pembacaan hasil lebih dari sepuluh menit akan menyebabkan hasil tidak akurat
dimana hasil negatif dapat terlihat sebagai hasil positif. 22

Kesalahan interpretasi hasil


Pembacaan hasil pada tes narkoba berbeda dengan pemeriksaan rapid lainnya.
Pemeriksa yang tidak memiliki pengetahuan pada tes narkoba akan membaca
dua garis merah sebagai hasil positif.24

Kesalahan pemasukan data pasien, hasil dan validasi


Dalam memasukan data dan hasil pemeriksaan pada komputer haruslah tepat.
Dibutuhkan ketelitian dalam proses ini. Menyesuaikan kembali data pasien pada
formulir dan yang tertera dikomputer merupakan prosedur wajib. Kesalahan
identitas pasien dan kesalahan memasukan hasil dapat menyebabkan hasil tidak
akurat berupa positif palsu atau negatif palsu.3

43

Positif palsu dapat terjadi akibat kesalahan dalam proses pre analitik, analitik dan
pasca analitik. Anamnesis pasien kembali untuk menghindari adanya faktor-faktor yang
menganggu dalam pemeriksaan. Bila dicurigai adanya hasil positif palsu sebaiknya
pemeriksaan diulang kembali menggunakan metode konfirmasi mendapatkan hasil yang
akurat.

3,17,20

2.3.3.1.3 Hasil Negatif


Dalam berbagai kasus, hasil negatif merupakan hasil yang diharapkan banyak orang
dengan ditandai dua garis merah pada daerah C dan T. Hal ini berarti pasien tidak
menggunakan obat yang diperiksa dalam jangka waktu tertentu.

2.3.3.1.4 Hasil Negatif Palsu


Istilah negatif palsu digunakan apabila hasil pemeriksaan negatif dalam obat tertentu
tetapi sebenarnya pasien mengkonsumsi obat tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Manipulasi pada bahan pemeriksaan


Pemeriksaan narkoba sudah menjadi pemeriksaan laboratorium yang rutin yang
memiliki banyak manfaat seperti persyaratan memasuki sebuah instansi tertentu,
menegakkan dugaan dalam penyalahgunaan narkoba dan lain-lain. Tak jarang
untuk mendapatkan hasil bebas narkoba, ada upaya untuk memanipulasi bahan
pemeriksaan. Usaha ini dapat berupa memasukan zat yang dapat merusak atau
menganggu konsentrasi obat dalam urin. Seperti penambahan sabun, cairan
pemutih, amonia, hidrogen peroksida dan obat tetes mata. Selain penambahan

44

zat perusak konsentrasi obat upaya memanipulasi bahan pemeriksaan dengan


cara menambahakan air pada bahan pemeriksaan.25
Untuk mengetahui adanya usaha manipulasi pada bahan pemeriksaan, kita
evaluasi urin terlebih dahulu dengan cara melihat

penampilan dan warnanya.

Pada urin adakah perubahan warna dan bau, bila ada dapat kita curigai adanya
penambahan zat tertentu dalam urin, jika tidak, langkah selanjutnya urin
dikocok.

Pembentukan

gelembung

yang

berlangsung

lama

dapat

mengindikasikan penambahan sabun dalam sampel.17,25


Selain dari penampilan dan bau, suhu urin dapat menjadi indikator upaya
manipulasi. Suhu urin yang normal pada empat menit pertama setelah
pengambilan adalah 32C -28C, sedangkan suhu setelah lima belas menit
adalah 33C. Bila didapatkan suhu urin yang rendah atau lebih hangat, pH urin
kurang dari tiga atau lebih besar dari sebelas, berat jenis urin kurang dari 1.002
atau lebih besar dari dari 1.020 disertai konsentrasi kreatinin urin kurang dari
20mg/dL dan nitrat urin lebih dari 500 g/mL maka manipulasi pada urin patut
dicurigai. 17,25
Tabel 2.2 Faktor Penganggu Pemeriksaan narkoba
Faktor Penganggu
Pengenceran urin : konsumsi air berlebihan, konsumsi diuretik,
penambahan air pada sampel
Zat pembersih yang mengandung hipoklorit
Sabun
Penambahan asam dan basa kuat
Nitrat
Ascorbat
Dikutip :Gourlay17

Pemeriksaan lab
Warna, kreatinin
Bau, warna, pH
Kocok
pH
NO2- strip tes
pH

45

Bahan pemeriksaan yang salah


Tidak jarang upaya dalam memperoleh hasil negatif palsu dengan cara
menukarkan urin dengan urin milik orang lain. Pengawasan yang ketat dalam
pra analitik sangatlah penting untuk menghindari upaya pemalsuan sampel.25

Waktu penggambilan
Waktu penggambilan yang baik sebaiknya pada pagi hari dimana konsentrasi
metabolit dalam urin berada dalam level tertinggi.25

Persiapan pasien
Upaya manipulasi urin tidak hanya menambahkan substansi tertentu dalam urin,
tetapi dapat juga dilakukan pada tahap persiapan pasien. Memperbanyak asupan
air atau mengkonsumsi diuretik sebelum pemeriksaan dapat membuat urin
menjadi encer sehingga konsentrasi metabolit dalam urin menjadi rendah atau
tidak ada, sehingga hasil menjadi negatif palsu.23

Kit yang tidak layak


Kit yang tidak layak akibat kadaluarsa dan penyimpanan yang tidak tepat akan
berpengaruh pada hasil pemeriksaan.22

Keterbatasan metode immunoassay


Keterbatasan dari immunoassay dapat menyebabkan negatif palsu. Keterbatasan
itu meliputi ketidakmampuan mendeteksi semisintetik dan sintetik opioid seperti
metadon atau oksikodon. Walau konsentrasi metabolit ini tinggi dalam urin
tetapi hasil yang diberikan adalah negatif.22,25

46

Tabel 2.3 Golongan opioid


Natural
Kodein
Morfin
Thebain

Semisintetik
Hydrocodone
Oxycodone
Hydromorphone
Oxymorphone
Buprenorphine

Sintetik
Meperidine
Fentanyl
Proproxyphene
Methadone

Dikutip : Gourlay17

Konsentrasi obat dibawah cut-off


Konsentrasi obat berada dibawah cutt off dapat menghasilkan negatif palsu. Pada
umumnya produk drug strip yang dibuat mempunyai nilai cut off sebagai
batasan sensitifitas yang merujuk pada metode GC-MS. Batasan sensitifitas
mengacu pada National Institute on Drug Abuse (NIDA) dan US Departement
of Health and Human Services.16,17,25

Tabel 2.4 Konsentrasi Obat/Zat


OBAT
Matabolit marijuana
Metabolik kokain
Metabolit opiat
Phencyclidine
Amphetamine

CUTOFF(ng/mL)
50
300
2000
25
1000

Dikutip : Gourlay17

Waktu deteksi obat


Pemeriksa harus mengetahui waktu deteksi dari metabolit yang diperiksakan.
Pemeriksaan diluar waktu deteksi akan menghasilkan negatif palsu, seperti

47

pemeriksaan untuk amphetamin yang dilakukan pada hari ke enam pemakaian


akan menghasilkan negatif palsu karena waktu deteksi amphetamin adalah satu
sampai tiga hari25

Kesalahan waktu pembacaan


Waktu pembacaan lebih dari sepuluh menit dapat menyebabkan negatif palsu22

Kesalahan interpretasi hasil


Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, kurangnya pengetahuan dalam
pembacaan hasil dapat menyebabkan hasil yang tidak akurat21

Kesalahan pemasukan data pasien, hasil dan validasi


Ketelitian sangat diperlukan dalam tahap pemasukan data pasien, hasil pasien
dan validasi. Tidak jarang kesalahan dalam tahap ini akan menyebabkan hasil
menjadi negatif palsu

Hasil yang dicurigai negatif palsu sebaiknya pemeriksaan diulang kembali dengan
metode konfirmasi untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya.

48

BAB III
RINGKASAN

Terjadi peningkatan dalam penyalahgunaan narkoba diseluruh negara terutama


negara-negara berkembang. Pada masa kini, tidak ada satupun negara yang terbebas dari
masalah yang pelik ini. Tingkat dan pola penggunaan narkoba pada wilayah yang
berbeda terlihat konstan. Dipengaruhi oleh kekuatan sosial ekonomi dan ketersediaan
berbagai narkoba.

49

Jenis narkoba yang banyak digunakan di Indonesia adalah golongan Opioid seperti
morfin dan heroin, golongan Kanabis (ganja), depresan Susunan Saraf Pusat
(benzodiazepin, barbitirat), stimulan Susunan Saraf Pusat (kokain, amfetamin).
Pemeriksaan narkoba menjadi pemeriksaan yang rutin untuk mendeteksi adanya
substansi obat atau metabolit dalam tubuh, laboratorium harus memiliki kemampuan
menangani masalah mendasar dari penyalahgunaan Narkoba serta penerapan metode
deteksi dan analisis yang lebih cepat, akurat, dan spesifik. Bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan narkoba dapat berupa urin, darah, rambut dan keringan. Namun yang
sering digunakan adalah urin
Pemeriksaan skrining harus mempunyai sensitifitas yang tinggi, cepat dan murah.
Kriteria ini secara umum terdapat pada pemeriksaan metode immunoassay. Pemeriksaan
laboratori meliputi tiga tahap yaitu pre analitik, analitik dan pasca analitik. Adanya
jebakan dalam pemeriksaan narkoba dapat menganggu hasil akhir. Hasil yang tidak
akurat dapat berupa positif palsu dan negatif palsu.
SUMMARY

There was an increase in drug abuse throughout the country, especially developing
countries. At present, no single country is free from this complicated issue. The level
and pattern of drug use in different areas seen constantly. Influenced by socio-economic
forcesand the availability of varius drugs.
Type of drug that is widely used in Indonesia is the class of opioids such as
morphine and heroin, class of Cannabis (marijuana), depressants, central nervous

50

system (benzodiazepines, barbitirat), Structure of the Central Nervous stimulant


(cocaine,amphetamines).
Drug inspection into the routine checks to detect the presence of the drug substance
or metabolite in the body, the laboratory must have the ability to handle the underlying
problem of drug abuse and the application of methods of detection and analysis for
faster, accurate, and specific. Examination materials for the examination of drugs may
be

urin,

blood,

hair

and

sweat.

But

that

is

often

used

is

the

urin

Screening should have a high sensitivity, fast and cheap. These criteria are
generally found on examination of immunoassay methods. Laboratory examination
includes three stages, namely pre-analytical, analytical and post analytical. Of a trap in
the examination of drugs can disturb the final result. Inaccurate results may be false
positives and false negatives

DAFTAR PUSTAKA
1.

Badan Narkotika Nasional. Pedoman Petugas Penyuluh P4GN di Lingkungan


Umum. Jakarta: Pusat Pencegahan BNN Republik Indonesia; 2009.

2.

Badan Narkotika Nasional. Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba.


Jakarta: Pusat Pencegahan BNN Republik Indonesia; 2009.

3.

Gurlay D. Urin Drug Tesing in Clinical Practice. California. PharmaCom. 2010.


hlm. 3-13

4.

Badan Narkotika Nasional. Ringkasan Eksekutif Survey Nasionan Lahgun


Narkoba. Jakarta: Pusat Pencegahan BNN Republik Indonesia; 2011.

5.

Badan Narkotika Nasional. Tingkat dan Jenis Penyalahgunaan Narkoba Menurut


Laporan INCB. Jakarta: Pusat Pencegahan BNN Republik Indonesia; 2009.

51

6.

Hawari D. Menangulangi Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif. Jakarta: Dana


Bhakti Primayasa; 2002.

7.

Jaffe JH. Drug Addiction and Drug Abuse. Dalam: Gilman AG, Rall TW, Neis
AS, Taylor P, editor. Goodman and Gilman`s The Pharmacological Basis of
Therapeutics. Edisi ke-10. New York: Macmillan; 2000. hlm. 522-70.

8.

World Health Organization-United. Guidelinef for the Psychoscially Assisted


Pharmacological Treatmen of Opioid Dependence. Genewa. UNODC. 2009.

9.

Batki S. Medicatin Assisted Treatment for Opioid Addiction in Opioid Treatmen


Programs. Rockville. DHHS. 2005.

10.

Harrison L. Comparing Drug Tesing and Self Report of among Youths and
Young Adults in the Gemeral Populations. Rockville. DHHS.2007. hlm. 5-15

11.

Jaffe JH, Martin WR. Opioid Analgesics and Antagonist. Dalam: Gilman AG,
Rall TW, Nies AS, Taylor P, editor. Goodman and Gilman`s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: Macmillan; 2000. hlm. 485520.

12.

Karch SB. Pathology of Drug Abuse. New York: CRC Press; 2009.

13.

Stephen L. Dilts J, Dilts SL. Opioids. Dalam: Frances RJ, Miller SI, Mack AH,
editor. Clinical Textbook of Addictive Disorders. Edisi ke-3. New York: The
Guilford Press; 2005. hlm. 138-43.

14.

Pincus MR, Abraham NZ. Toxicology and Therapeutic Drug Monitoring.


Dalam: McPherson RA, Pincus MR, editor. Henry`s Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Method. Edisi ke-21. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2007. hlm. 297-324.

15.

Jaffe JH, Martin WR. Opioid Analgesics and Antagonist. Dalam: Gilman AG,
Rall TW, Nies AS, Taylor P, editor. Goodman and Gilman`s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: Macmillan; 2000. hlm. 485520.

16.

Smith, F. P.; Siegel, J. A., Handbook Of Forensic Drug Analysis. Academic


Press. St. Louis, 2004. hlm. 1-34

17.

Gourlay D. Urin Drug Tesing in Primary Care. California. Pharmacom. 2005.


hlm. 3-28.

52

18.

United Nations International Drug Control Programme. Recommended Method


for the Detection and Assay of Heroin, Cannabinoids, Cocaine, Amphetamine,
Methampetamine and Ring-Substituted Amphetamine Derivates in Biological
Spesimens. New York: United Nation 2000.

19.

Donhoe M. Urin Trouble: Practical, Legal and Ethical Issues Surrounding


Mandate of Physicians. Oregn. 2005.

20.

Dimaio V. Forensic Toxicology in Handbook of Forensic Pathology. London.


CRC. 2007. hlm 255-60.

21.

Watterson J. Introduction to Enzyme Immunoassay in Clinical and Forensic


Toxicology. CHMI [serial on the Internet]. 2010.

22.

Inst-Answer Multi-Drug. One Step Screen Tes Panel (Urin) Package Insert.
2008.

23.

Ochei J, Kolhatkar A. Medical Laboratory Science Theory and Practice. Edisi


ke-2. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited; 2000.

24.

Annesley T, Rockwood AL, Sherman NE. Mass Spectrometry. Dalam: Burtis


CA, Aswhood ER, Burtis DE, editor. Tietz Fundamental of Clinical Chemistry.
Edisi ke-6. New Delhi: Elsevier Saunders; 2008. hlm. 128-38

25.

Nguyen AND, Sunheimer RL, Henry JB. Principles of Instrumentation. Dalam.


Henry JB, editor. Clinical Diagnosis and Management by Laboratory Method.
Edisi ke-20. New York: McGraw-Hill; 2001. hlm. 69-71.

Anda mungkin juga menyukai