Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

HEPATITIS B

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/KSM
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara

Oleh :

Nurul Putri Nadilla Lubis, S.Ked


150611014

Preseptor :

dr. Julia Fitriany, M.Ked (Ped) Sp.A

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hanya
dengan rahmat, karunia dan izinNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Hepatitis B” yang merupakan salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan
Klinik Senior bagian Ilmu Kesehatan Anak di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Program
Studi Pendidikan Dokter Universitas Malikussaleh RSU Cut Meutia Aceh Utara dapat saya
selesaikan
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Julia Fitriany, M.Ked (Ped) Sp.A sebagai
pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberi arahan dan bimbingan kepada
penulis selama mengikuti KKS di bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum
Daerah Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara. Terima kasih juga saya ucapkan kepada teman-
teman sejawat dokter muda yang telah membertikan dorongan dan motivasi kepada saya
untuk menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini
masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan
yang membangun demi kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak.

Lhokseumawe, September 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................. 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 5
2.1 Defenisi............................................................................................. 5
2.2 Epidemiologi.................................................................................... 5
2.3 Etiologi............................................................................................. 6
2.4 Cara Transmisi.................................................................................. 8
2.5 Patogenesis....................................................................................... 9
2.6 Gejala Klinis..................................................................................... 10
2.6.1 Hepatitis akut........................................................................... 10
2.6.2 Hepatitis kronis........................................................................ 11
2.6.3 Gagal hati fulminan................................................................. 11
2.6.4 Pengidap sehat......................................................................... 12
2.7 Diagnosis.......................................................................................... 12
2.8 Diagnosa banding............................................................................. 13
2.9 Penatalaksanaan................................................................................ 14

BAB 3. KESIMPULAN...................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Infeksi virus Hepatitis B (HBV) yang pertama kali ditemukan pada tahun
1996, telah terjadi pada lebih dari 350 juta penduduk di seluruh dunia. Infeksi HBV
saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang besar serta serius, karena
selain manifestasinya sebagai penyakit HBV akut beserta komplikasinya, lebih
penting lagi ialah dalam bentuk sebagai karier, yang dapat menjadi sumber penularan
bagi lingkungan.1
Hepatitis B biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui kontak
perkutaneus atau permukosal terhadap cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi
HBV, melalui hubungan seksual dan transmisi perinatal dari seorang ibu yang
terinfeksi ke bayinya. Manifestasi klinis dapat bervariasi mulai dari hepatitis subklinik
hingga hepatitis simtomatik, dan meskipun jarang dapat terjadi hepatitis fulminan.
Komplikasi jangka panjang dari hepatitis mencakup sirosis hepatis dan hepatoma.1
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan lebih 350 juta orang pengidap HBV
persisten, hampir 74 % (lebih dari 220 juta) pengidap bermukim dinegara-negara
Asia. Bagian dunia yang endemisitasnya tinggi adalah terutama Asia yaitu Cina,
Vietnam, Korea, dimana 50–70 % dari penduduk berusia antara 30 – 40 tahun pernah
kontak dengan HBV, dan sekitar 10 – 15 % menjadi pengidap Hepatitis B Surface
Antigen (HbsAg). Menurut WHO Indonesia termasuk kelompok daerah dengan
endemisitas sedang dan berat (3,5 – 20 %).1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Hepatitis B merupakan penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan
peradangan hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV
mempunyai 2 fase yaitu akut dan kronis.1
- Fase akut: infeksi muncul segera setelah terpapar virus dan beberapa kasus
berubah menjadi
hepatitis fulminan.
- Fase kronik: bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan.

2.2 EPIDEMIOLOGI
WHO memperkirakan adanya 400 juta orang sebagai pengidap HBV pada tahun
2000. Pola prevalensi hepatitis B dibagi menjadi 3 golongan yaitu prevalensi rendah
(HBsAg 0,2%-0,5% dan anti-HBs 4%-6%), prevalensi sedang (HBsAg 2%-7% dan
anti- HBs 20%-55%), dan prevalensi tinggi (HBsAg 7%-20% dan anti-HBs 70%-
95%).
Dinegara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Negara-negara Skandinavia
prevalensi HBsAg bervariasi antara 0,1%-0,2% sedangkan di Afrika Timur 10%-15%.
Pada komunitas terisolasi seperti orang Eskimo di Alaska prevalensi dapat mencapai
45% dan Aborigin di Australia mencapai 85%. Pada daerah dengan endemisitas tinggi
infeksi sering terjadi pada usia dini, ditularkan secara vertikal dari ibu ke anak maupun
horizontal diantara anak kecil. Sebaliknya pada daerah dengan prevalensi rendah
penularan secara horizontal terjadi oleh penyalahgunaan obat, penggunaan instrumen
yang tidak steril pada klinik gigi, tusuk jarum, tindik daun telinga, dan tattoo.
Di Indonesia pada penelitian terhadap donor darah di beberapa kota besar
didapatkan angka prevalensi antara 2,5%-36,2% dengan frekuensi terbanyak antara 5-
10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di Jakarta prevalensi HBsAg
pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat tinggi sehingga
diperlukan suatu cara untuk menurunkannya.2
2.3 ETIOLOGI

Gambar 1. Virus Hepatitis B7

Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam


family Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena
virus bersifat hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk
dalam family ini adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika
Utara) yang telah diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B
pada bebek Peking, dan bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat
sitopatik.1,2,5

Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B7

Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat
yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan
penyimpanan selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran 42
nm dan berbentuk seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda
dengan selubung bagian luar dan nukleokapsid di bagian dalam. Nukleokapsid ini
berukuran 27 nm dan mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda
(partially double stranded) dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2
macam partikel virus yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang
disebut juga partikel Dane dan selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul
virus kosong berukuran 22 nm, dapat berbentuk seperti bola atau filament.

Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B7

Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui
adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan.
Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C (core),
X untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6)
telah dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1
Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan
pre- C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri dari
87 nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C mengkode 212
asam amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian pre-S2, pre-S2, dan S,
mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam amino. 1,2,3,4
Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen ini
juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang bekerja
sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi virus. Gen ini
merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan protein X VHB
(HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga berperan pada
pathogenesis karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3
Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai
aktivitas replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi atau
dengan metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction (PRC).
DNA-VHB kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons penyakit
terhadap terapi.1.8,9
Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati8

Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu dari
beberapa non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai sebuah
bagian dari proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel dengan cara
membuat suatu sel peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan masuk ke sel
tersebut dengan endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus kemudian
membuat secara penuh lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently
menutup DNA melingkar (cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template)
untuk penyalinan empat mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang dari
genom virus), digunakan untuk membuat copy baru dari genom dan untuk membuat
inti capsid protein serta DNA virus polymerase. Empat catatan virus Ini mengalami
pemrosesan tambahan dan meneruskan untuk membentuk keturunan virions yang
bebas dari sel atau kembali ke nukleus serta re-cycled untuk menghasilkan lebih lagi
mengcopy. MRNA lama kemudian mengangkut kembali ke sitoplasma dimana virion
P protein mensintesa DNA melalui kebalikan aktivitas transkriptase. 2

2.4 CARA TRANSMISI


Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral)
yang terdiri dari transmisi vertikal (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal
terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat
antar keluarga / individu. Transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B
(VHB) ke bayi adalah salah stu cara transmisi yang paling serius karena bayi lahir
akan memiliki risiko tertinggi untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut
menjadi sirosis atau karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi
intrauterin (pranatal), saat lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi
intrauterin sangat jarang, hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi
perinatal. Besarnya risiko transmisi vertikal ini sangat ditentukan oleh status serologi
ibu. Bila HBsAg dan HBeAg ibu positif, risiko transmisi vertikal sangat tinggi yaitu
sebanyak 70-90%, sementara bila hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi vertikal
tersebut lebih rendah yaitu 10-67%. Bila anti HBe ibu positif, berpotensi untuk
menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi, walaupun jarang terjadi. 1,3,4

2.5 PATOGENESIS
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatik
yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun.
Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV,
menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari
antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan
produk HBcAg. Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas
(MHC) mayor kelas I, membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik.
Untuk memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas
I tidak dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa
mekanisme lain yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit.
Agar infeksi dari sel ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung
virus harus bertahan hidup.1,4,5
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan
ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang
sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang
mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia,
dan sindrom Guillan Barre yang terkait.1,3
Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan strain
mutan telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan
kegagalan mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan
hepatitis berat dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 1,3
Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme sistem imun diaktivasi untuk
mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi
peningkatan serum transaminase, dan terbentuk antibodi spesifik terhadap protein
HBV, yang terpenting adalah anti-HBs.1
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons
imun non-spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah
infeksi virus terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan, antara
lain interferon. Interferon ini meningkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel
hepatosit yang terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis
mengenal sel hepatosit yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen
presenting cell (APC) seperti sel makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan
mengolah VHB. Sel APC ini kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan
bantuan HLA kelas II pada sel CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan
membentuk suatu kompleks. Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk
sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi
Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung pada adanya sitokin yang
mempengaruhinya. 1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN
γ, sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang
terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada
hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan
ke arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi
virus intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan
mengaktifkan sel NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara
non-spesifik akan melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan
proliferasi sel NK ini bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas
belum diketahui, tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi resolusi infeksi
virus akut. Pada hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1

2.6 GEJALA KLINIS


2.6.1 Hepatitis Akut
Manifestasi klinis infeksi HBV cenderung ringan. Kondisi asimptomatis ini
terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila
menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi
dengan intensitas yang lebih berat. Gejala yang muncul terdiri atas gejala seperti flu
dengan malaise, lelah, anoreksia, mual dan muntah, timbul kuning atau ikterus dan
pembesaran hati dan berakhir setelah 6-8 minggu. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan kadar AST dan ALT sebelum timbulnya gejala klinis, yaitu
6-7 minggu setelah terinfeksi. Pada beberapa kasus dapat didahului gejala seperti
serum sickness, yaitu nyeri sendi dan lesi kulit (urtikaria, purpura, makula, dan
makulopapular). Ikterus terdapat pada 25% penderita, biasanya mulai timbul saat 8
minggu setelah terinfeksi dan berlangsung selama 4 minggu. Gejala klinis ini jarang
terjadi pada infeksi neonatus, 10% pada anak dibawah umur 4 tahun dan 30% pada
dewasa. Sebagian besar penderita hepatitis B simptomatis akan sembuh tetapi dapat
menjadi kronis pada 10% dewasa, 25% anak, 80% bayi.2

2.6.2 Hepatitis Kronis


Definisi hepatitis kronis adalah terdapatnya peningkatan kadar aminotransferase atau
HBsAg dalam serum, minimal selama 6 bulan. Sedangkan sebagian besar penderita hepatitis
kronis adalah asimtomatis atau bergejala ringan dan tidak spesifik. Peningkatan kadar
aminotransferase serum (bervariasi mulai dari minimal sampai 20 kali nilai normal)
menunjukkan adanya kerusakan jaringan hati yang berlanjut.
Fluktuasi kadar aminotransferase serum mempunyai korelasi dengan respons
imun terhadap HBV. Pada saat kadar aminotransferase serum meningkat dapat timbul
gejala klinis hepatitis dan IgM anti-HBc. Namun gejela klinis ini tidak berhubungan
langsung dengan beratnya penyakit, tingginya kadar aminotransferase serum , atau
kerusakan jaringan hati pada biopsi.
Pada penderita hepatitis kronis-aktif yang berat (pada pemeriksaan
histopatologis didapatkan bridging necrosis), 50% diantaranya akan berkembang
menjadi sirosis hati setelah 4 tahun, sedangkan penderita hepatitis kronis-aktif sedang
akan menjadi sirosis selama 6 tahun. Kecepatan terjadinya sirosis mungkin
berhubungan dengan beratnya nekrosis jaringan hati yang dapat berubah dari waktu
ke waktu sehingga untuk melakukan perkiraan kapan timbulnya sirosis pada individu
sukar untuk ditentukan.

2.6.3 Gagal hati Fulminan


Gagal hati fulminan terjadi pada tidak lebih dari 1% penderita hepatitis B akut
simtomatik. Gagal hati fulminan ditandai dengan timbulnya ensefalopati hepatikum
dengan beberapa minggu setelah munculnya gejela pertama hepatitis, disertai ikterus,
gangguan pembekuan, dan peningkatan kadar aminotransferase serum sehingga
ribuan unit. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya reaksi imunologis yang
berlebihan dan menyebabkan nekrosis jaringan hati yang luas.

2.6.4 Pengidap Sehat


Pada golongan ini tidak didapatkan gejala penyakit hati dan kadar
aminotransferase serum dalam batas normal. Dalam hal ini terjadi toleransi
imunologis sehingga tidak terjadi kerusakan pada jaringan hati. Kondisi ini sering
terjadi pada bayi didaerah endemik yang terinfeksi secara vertikal dari ibunya.
Prognosis bagi pengidap sehat adalah membaik (anti HBe positif) sebesar 10% setiap
tahun, menderita sirosis pada umur diatas 30 tahun sebesar 1% dan menderita
karsinoma hati kurang dari 1%.2
Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi

kronis9
2.7 DIAGNOSIS
Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan serologis. Pada saat
awal infeksi HBV terjadi toleransi imunologis, dimana virus masuk kedalam sel hati
melalui aliran darah. Dan dapat melakukan replikasi tanpa adanya kerusakan jaringan
hati dan tanpa gejala klinis. Pada saat ini DNA HBV, HBsAg, HBeAg, dan anti-HBc
terdeteksi dalam serum. Keadaan ini berlangsung selama bertahun-tahun terutama
pada neonatus dan anak yang dinamakan sebagai pengidap sehat. Pada tahap
selanjutnya terjadi reaksi imunologis dengan akibat kerusukan sel hati yang terinfeksi.
Pada akhirnya penderita dapat sembuh atau berkembang menjadi hepatitis kronis.2
Antigen Interpretasi Bentuk Klinis

HBsAg Sedang infeksi (aktif) Hepatitis akut, hepatitis


kronis, penanda
kronis

Proses replikasi dan sangat Hepatitis akut, hepatitis


HBeAg
menular kronis

Anti-HBs Resolusi infeksi Kekebalan


Anti- HBc Total
Sedang infeksi atau infeksi Hepatitis akut, hepatitis
kronis yang kambuh kronis,penanda
kronis, kekebalan

Infeksi akut atau infeksi Hepatitis akut, hepatitis


IgM anti-HBc
kronis yang kambuh kronis

Penurunan aktivitas
Anti-HBe Penanda kronis, kekebalan
replikasi (resolusi)

PCR DNA HBV Infeksi HBV Hepatitis akut, hepatitis


kronis,penanda
kronis

Replikasi aktif dan sangat Hepatitis akut, hepatitis


Hibridisasi DNA HBV
menular kronis

2.8 DIAGNOSA BANDING


Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α 1-
antitrypsin, tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino atau
gangguan metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. Penyebab
lain dari hepatitis kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis autoimun,
dan pengobatan yang hepatotoksik. 1,4

2.9 PENATALAKSANAAN
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian
kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit.
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan.
Namun tidak demikian pada neonatus, bayi, dan anak dibawah 3 tahun dimana infeksi
HBV tidak menimbulkan gejala klinis hepatitis akut dan sebagian besar (80%) akan
menjadi kronis. Pengobatan hepatitis B kronis merupakan masalah yang sulit dan
sampai saat ini hasilnya tidak memuaskan, terutama pada anak. Tujuan pengobatan
hepatitis B kronis adalah penyembuhan total dari infeksi HBV sehingga infeksi
tersebut dieliminasi dari tubuh dan kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi
imunologis didalam hati terutama sirosis serta komplikasinya dapat dicegah. Hanya
penderita dengan replikasi aktif (ditandai dengan HBeAg dan DNA HBV serum
positif) kronis dengan peningkatan kadar aminotransferase serum yang akan
memberikan hasil baik terhadap pengobatan.

Interferon Alfa
Pengobatan dengan interferon-alfa 2b (IFN-α2b) adalah pengobatan standar
untuk penderita hepatitis B kronis dengan gejala dekompensasi hati (asites,
ensefalopati, koagulopati, dan hipoalbuminemia) dengan penanda replikasi aktif
(HBeAg dan DNA HBV) serta peningkatan kadar aminotransferase serum.
Kontraindikasi penggunaan interferon adalah neutropenia, trombositopenia, gangguan
jiwa, adiksi terhadap alkohol, dan penyalahgunaan obat. Dosis interferon adalah 3
MU/m2 secara subkutan tiga kali dalam seminggu, diberikan selama 16 minggu. Efek
samping interferon dapat berupa efek sistemik, autoimun, hematologis, imunologis,
neurologis, dan psikologis.
Efek sistemik dapat berupa lelah, panas, nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi,
anoreksia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, nyeri perut, dan rambut
rontok. Efek auto imun ditandai dengan timbulnya auto antibody, antibody anti-
interferon, hipertiroidisme, diabetes, anemia hemolitik, dan purpura trombositopenik.
Efek hematologis berupa penurunan jumlah trombosit, jumlah sel darah putih

dan kadar hemoglobin. Efek imunologis berupa mudah terkena infeksi bakrerial seperti
bronchitis, sinusitis, abses kulit, infeksi saluran kemih, peritonitis, dan sepsis. Efek
neurologis berupa kesulitan konsentrasi, kurang motivasi, gangguan tidur, delirium dan
disorientasi, kejang, koma, penurunan pendengaran, tinnitus, vertigo, penurunan
pengelihatan, dan perdarahan retina. Sedangkan efek psikologis berupa gelisah, iritabel,
depresi, paranoid, penurunan libido, dan usaha bunuh diri.
Analog nukleosida
Lamivudin, famsiklovir, dan adefovir adalah golongan analog nukleosida yang
menghambat replikasi HBV. Lamivudin efektif dan kurang menimbulkan efek
samping daripada interferon: dosisnya 3mg/kgBB sekali sehari selama 52 minggu
atau 1 tahun. Terjadi perbaikan gambaran histologis pada 52-67% kasus, sedangkan
hilangnya HBeAg dan timbulnya anti-HBe sebesar 17-18%. Penelitian pada anak
menunjukkan serokonversi HBeAg menjadi anti-HBe sebesar 23%. Pada penderita
dekompensasi hati, lamivudin memperbaiki skor Child-Pugh.
Lamivudin adalah obat utama untuk penderita dengan replikasi aktif dan
peningkatan kadar aminotransferase serum dengan spesifikasi: kontraindikasi
penggunaan interferon terutama penderita yang mengalami dekompensasi hati.
Penderta dengan mutasi pre-core HBV mendapat imunosupresif dalam jangka lama
dan kemoterapi. Pada penderita yang mengalami kegagalan pengobatan dengan
interferon dapat diberikan lamivudin. Apabila dengan pemberian lamivudin terjadi
mutasi YMDD pada HBV, maka dapat diberikan adefovir atau gansiklovir.
Penggunaan lamivudin pada anak selama 52 minggu dengan dosis 3mg/kgBB
memberi respons yang signifikan terhadap virus. Kombinasi terapi antara interferon
dengan lamivudin tidak lebih baik dibanding pengobatan lamivudin saja. 2

2.10 KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis
lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau
superinfeksi dengan virus hepatitis D. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari
30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung
yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang
dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu per satu.

2.11 PENCEGAHAN
Imunisasi Pada Bayi

Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang HBsAg positif harus mendapat vaksin
pada saat lahir, umur 1 bulan dan 6 bulan. Dosis pertama harus diseertai dengan
pemberian 0,5 ml immunoglobulin hepatitis B (IGHB) sesegera mungkin sesudah
lahir (12 jam) karena efektivitasnya berkurang dengan cepat dengan bertambahnya
waktu sesudah lahir. AAP (American Academy of Pediatrics) merekomendasikan
bahwa bayi yang dilahirkan dari ibu yang HBsAg negative mendapat dosis vaksin
pertama pada saat lahir, kedua pada umur 1-2 bulan, dan ketiga Indonesia adalah
Negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 5-20% termasuk Negara dengan
endemisitas sedang sampai dengan tinggi, dengan transmisi verikal 48%. Oleh jarena
itu, strategi yang paling tepat untuk Indonesia adalah vaksinasi
bayi secepat mungkin setelah dilahirkan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan kekebalan
seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara, maka kekebalan
aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun. Vaksin akan berinteraksi dengan
system imun dan umumnya menghasilkan respons imun yang sama dengan yang
dihasilkan oleh infeksi alami, tetapi penerima vaksin tidak menjadi sakit atau
terserang komplikasi. Vaksin juga menimbulkan immunologic memory yang serupa
dengan yang didapat dari infeksi
alami.4
Banyak faktor yang mempengaruhi imun respons terhadap vaksinasi, antara
lain adanya antibodi maternal, sifat dan dosis antigen, cara pemberian dan adanya
adjuvant. Faktor penerima vaksin juga berpengaruh antara lain, umur, status
nutrisi, genetik, dan penyakit yang sedang diderita.3,4
Vaksin HB ternasuk vaksin inactivated, yaitu vaksin yang terdiri dari bagian
dari virus dan tidak mengandung virus hidup. Oleh karena itu, vaksin HB tidak
menyebabkan replikasi virus hepatitis dan tidak menyebabkan penyakit. Ia juga tidak
dapat bermutasi kearah lebih pathogen. Vaksin HB merupakan HBsAg murni yang
terikat dengan adjuvant alum. HBsAg adalah glikoprotein yang membentuk selubung
(envelope) luar dari virus HB. HBsAg bisa berasal dari proses pemurnian plasma
pengidap (plasma derived vaccine) atau diproduksi dalam yeast atau sel mamalia
menggunakan teknologi rekombinan (recombinant vaccine).3,4

Vaksin Derivat Plasma5


Pada infeksi alamiah dengan virus HB, sel hati akan memproduksi HBsAg
secara berlebihan dari yang dibutuhkan untuk membungkus partikel virus. Kelebihan
HBsAg ini adalah kemampuan untuk membentuk partikel sferis dan tubular berukuran
22mm. vaksin HB dibuat dengan memurnikan partikel HBsAg yang berasal dari
plasma pengidap. Bahan vaksin diinaktivasi untuk menjamin tidak ada lagi virus
maupun mikro- organisme lain yang infeksius. Vaksin HB asal plasma telah diberikan
pada lebih dari 70 juta orang dengan kemanan dan efektivitas yang luar biasa.
Program imunisasi nasional Indonesia menggunakan vaksin jenis ini yang diproduksi
PT Bio Farma dengan teknologi KGCC (Koren Green Cross Corporation)
sejak 1991 sampai dengan 1998.
Vaksin HB asal plasma ini memiliki beberapa keterbatasan bila digunakan dalam

program universal :
1. Terbatasnya darah pengidap HB yang sehat
2. Perlu ketelitian dalam proses pemurnian dan inaktivasi
3. Kekhawatiran akan kontaminasi pathogen yang berasal dari darah.

Keterbatasan ini menyebabkan harga vaksin asal plasma ini terlalu mahal
untuk Negara berkembang, sehingga para ahli mengembangkan vaksin dengan
teknologi rekombinan.
Vaksin Rekombinan HB5

Vaksin HB ini dibuat dari yeast atau sel mamalia, sel-sel ini berisi plasmid
yang sudah disisipi gen HBsAg, sehingga dengan replikasi yeast maka plasmid turut
ber- replikasi dan menghasilkan HBsAg dalam jumlah banyak. Bentuk HBsAg sferis
yang dihasilkan serupa dengan partikel sferis 22 nm alami, baik dalam hal komposisi
kimia maupun imunogenisitasnya. Vaksin HB ini dapat diproduksi dalam jumlah tidak
terbatas di dalam fermentor, sehingga tak ada lagi kekhawatiran akan habisnya bahan
asal antigen sebagaimana halnya dengan pemakaian vaksin asal plasma.
Sejak tahun 1998 program nasional telah menggunakan vaksin rekombinan
produksi PT Bio Farma dengan teknologi KGCC. Yeast yang digunakan bukan
Saccharomyces cerevisiae tetapi Hansenula polymorpha yang memiliki banyak
keunggulan antara lain plasmid yang stabil dan produktivitas yang tinggi.
Efikasi vaksin HB rekombinan5

Setelah 3 x suntikan IM, lebih dari 90 % orang dewasa sehat dan lebih dari 95
% bayi dan anak usia kurang dari 19 tahun akan memberikan repons imun yang
cukup. Walaupun terjadi penurunan imunogenisitas yang tergantung dari faktor umur
(setelah umur 40 tahun). Sejumlah 90 % penerima vaksin masih memperlihatkan
respons imun yang adekuat. Namun demikian, mendekati umur 60 tahun hanya 70 %
yang menunjukkan respons imun. Dosis vaksin yang direkomendasikan dapat berbeda
tergantung dari umur penerima vaksin, kondisi tertentu, dan tipe vaksin5
Kelompok Vaksin
Recombivax HB Engerix-B Bio Farma/KGCC

Dosis (ml) Dosis (ml) Dosis (ml)


Bayi + anak < 11 tahun 5 µg (0,5) 10 µg (0,5) 10 µg (0,5)
Anak 11-19 tahun 5 µg (0,5) 10 µg (0,5) 20 µg (1,0)
Dewasa > 20 tahun 10 µg (1,0) 20 µg (1,0) 20 µg (1,0)

Penyuntikan yang dianjurkan adalah intramuscular pada musculus deltoideus


untuk anak besar dan orang dewasa, sedangkan pada bayi sebaiknya pada bagian
anterolateral paha. Penyuntikan orang dewasa di bokong akan mengurangi
imunogenisitas vaksin.
Antibody yang ditimbulkan karena vaksinasi akan menurun dengan waktu,
tetapi immune memory akan menetap sampai kira-kira 13 tahun setelah imunisasi,
sehingga baik anak maupun dewasa denagn antibody yang menurun ini masih
terlindung terhadap infeksi HBV yang serius (klinis, antigenemia, kelainan fungsi
HB). Paparan dengan HBV akan menimbulkan respons anamnestik anti-HBs yang
akan mencegah timbulnya gejala klinis infeksi.
Vaksin HB dalam kemasan uniject4

Uniject adalah alat suntik terbuat dari plastic yang disposable, pre-filled
dengan obat dosis tunggal. Obatnya tertutup rapat dalam blister, dengan jarum yang
terpasang permanent. Uniject ini dirancang untuk mencegah penggunaan ulang alat
suntik, sehingga menjamin safe infection, tidak ada risiko tertular penyakit lain
melalui suntik bekas yang terkontaminasi.
Di samping itu mengingat sifat vaksin HB yang relative stabil terhadap
perubahan suhu, yaitu hanya sedikit kehilangan potensi setelah penyimpanan pada
37ºc selama 6 bulan, maka WHO menganggap vaksin HB adalah calon vaksin yang
dalam kondisi tertentu dapat dipakai di luar rantai dingin.hal ini bertujuan agar dapat
memperluas cakupan imunisasi universal pada bayi.Upaya pencegahan umum
terhadap HBV yang seyogianya dilakukan pula adalah :5Uji tapis donor darah
terhadap HBV
1. Sterilisasi alat operasi, alat suntik, peralatan gigi
2. Penggunaan sarung tangan oleh tenaga medis
3. Mencegah kemungkinan terjadinya mikrolesi yang dapat menjadi tempat masuknya

virus, seperti pemakaian sikat gigi, sisir, alat pencukur rambut pribadi
4. Untuk mencegah transmisi vertical, semua ibu hamil terutama yang berisiko terinfeksi
HBV sebaiknya dianjurkan untuk diperiksa terhadap HBV. Pemeriksaan sebaiknya
dilakukan pada awal dan trimester ketiga kehamilan.

BAB III
KESIMPULAN

Hepatitis B adalah penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan


hati yang disebabkan oleh Virus Hepatitis B. WHO memperkirakan adanya 400 juta
orang sebagai pengidap HBV pada tahun 2000. Di Indonesia pada penelitian terhadap
donor darah di beberapa kota besar didapatkan angka prevalensi antara 2,5%-36,2%
dengan frekuensi terbanyak antara 5-10%. Virus hepatitis B merupakan kelompok
virus DNA dan tergolong dalam family Hepadnaviridae. Nama family
Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat hepatotropis dan
merupakan virus dengan genom DNA.
Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral)
yang terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal
terjadi dari ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat
antar keluarga / individu. Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan
virus nonsitopatik yang mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang
diperantarai imun. Langkah pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh
HBV, menyebabkan munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling
penting dari antigen virus ini mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan
HBeAg, pecahan produk HBcAg.
Gejala klinis hepatitis dibagi menjadi hepatitis akut, hepatitis kronis, gagal hati
fulminan, dan pengidap sehat. Dasar diagnosis hepatitis B adalah diagnosis klinis dan
serologis. Pada saat awal infeksi HBV terjadi toleransi imunologis, dimana virus
masuk kedalam sel hati melalui aliran darah. Dan dapat melakukan replikasi tanpa
adanya kerusakan jaringan hati dan tanpa gejala klinis.
Pada hepatitis virus akut, sebagian besar kasus akan sembuh dan sebagian
kecil menjadi kronis. Prinsipnya adalah suportif dan pemantauan gejala penyakit.
Pasien dirawat bila ada dehidrasi berat dengan kesulitan masukan per oral, kadar
SGOT-SGPT >10 kali nilai normal atau bila ada kecurigaan hepatitis fulminan.
Pemberian vaksinasi bertujuan untuk merangsang system imun agar
membentuk kekebalan humoral (antigen-spesifik humoral antibody) dan kekebalan
seluler. Tidak seperti kekebalan pasif yang berlangsung sementara, maka kekebalan
aktif biasanya bertahan untuk beberapa tahun.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In


Harrison’s : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill,
Medical Publishing Division, 2005.
2. Mohammad Juffrie, dkk. Gastroenterologi-Hepatologi. Jilid 1. IDAI. 2011
3. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,
Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition.
Saunders Elsevier. Canada. 2006
4. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan

Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif

Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000


6. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Jakarta. 2007
7. Synder JD, Pickering LK. Viral hepatitis. Dalam: Kliegman RM, Stanton BM,
Geme J, Schor N,Behrman RE, penyunting Nelson’s textbook of pediatrics. Edisi
ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011.
8. Harber BA, Block JM, Jonas MM, Karpen SJ, London WT, Mc Mahon BJ, dkk.
Recommendations for screening monitoring and referral of pediatric chronic
hepatitis B. Pediatrics. 2009; 124(5);e1-e7.
9. Mack CL. Gonzalez-Peralta RP, Gupta N, Leung D, Narkewicz MR, Roberts EA,
dkk. NASPGHAN practice guidelines: diagnosis and management of hepatitis C
infection in infants children and adolscents. JPGN. 2012;54;838-55.

Anda mungkin juga menyukai