Oleh :
YENI SASWITA
130100061
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN
2017
SKRIPSI
Oleh :
YENI SASWITA
130100061
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA
UTARA MEDAN
2017
i
Introduction: Circumcision is a throwing action from one part or entire preputium with
a certain purpose. Circumsision action is really important for health because can
reduce the incidence of urinary tract infections, reduce the risk of sexually transmitted
diseases, and others. But, there are still many parents who do not know what to do after
their child had been circumcised, especially about treatment for wound healing. This
research aims to know the correlation measure between parental knowledge with
wound treatment after circumcision on boys in Gunung Hasahatan and Ujunggurap
villages in 2016.
Method: This research is the research which is analyctical with the research design
cross-sectional study. This research has 114 people to be the sample which was taken
with the total sampling method and accordance with inclusion and exclusion criteria.
Result: The results showed that the average parent has a enough level of knowledge
about circumcision (50,9%), less (28,9%), and good (19,3%). Whereas parents who
have an attitude in maintaining the wound on circumsision that the right (67,5%) and
wrong (32,5%).
Discussion: There is a significant relationship between the level of parental knowledge
with wound treatment after circumcision on boys (p=0,000).
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil
penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Orangtua dengan Sikap
terhadap Perawatan Luka Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung
Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan Tahun 2016”. Sebagai salah satu
area kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang dokter umum, skripsi ini disusun
sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya
penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:
1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Bambang Prayugo, Sp.B dan dr. Riyadh Ikhsan, Sp.KK, M.Ked (D.V)
selaku Dosen Pembimbing yang dengan sepenuh hati telah mendukung,
membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan penulisan
sampai dengan selesainya hasil penelitian ini.
3. Dosen penguji yakni dr. Vita Camelia, Sp.KJ dan Dr.med. Yahwardiah
Siregar yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyempurnaan
penulisan skripsi ini.
4. Seluruh civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
teristimewa kepada dosen dan staf departemen IKK serta staf Medical
Education Unit (MEU).
5. Kepala Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan
yang telah membantu memberikan data dan mengizinkan penulis melakukan
penelitian di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap
Padangsidimpuan.
6. Rasa sayang dan terima kasih yang tak terhingga saya persembahkan kepada
kedua orang tua saya, Ayahanda Robby Sugianto Leo dan Ibunda Nur
Milawati Harahap yang selama ini telah membesarkan, mendidik, memberi
kasih sayang, serta dukungan yang begitu besar kepada saya sehingga saya
menjadi seperti ini dan dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
7. Adinda tersayang Elsy Emalia dan Rika Destiny yang telah memberikan
dukungan dan mendoakan penulis selama mengerjakan karya tulis ilmiah ini.
8. Teman-teman sejawat seperjuangan stambuk 2013 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu atas solidaritas, bantuan, dan dukungannya kepada
penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
9. Kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan karya
tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum
sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis
ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan, khususnya bagi pembaca karya tulis
ilmiah ini
Yeni Saswita
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Pengesahan...........................................................................................i
Abstrak.................................................................................................................ii
Abstract................................................................................................................iii
Kata Pengantar.....................................................................................................iv
Daftar Isi...............................................................................................................vi
Daftar Tabel..........................................................................................................ix
Daftar Gambar......................................................................................................x
Daftar Lampiran...................................................................................................xi
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1. Latar Belakang...........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah......................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian.......................................................................4
1.3.1. Tujuan Umum.................................................................4
1.3.2. Tujuan Khusus................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian.....................................................................4
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................33
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
PENDAHULUAN
2.1. Pengetahuan
2.1.1. Definisi
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar
menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa air, apa manusia, apa alam, dan
sebagainya. Pengetahuan hanya dapat menjawab pertanyaan apa sesuatu itu.10
Menurut KBBI, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan
dengan hal.11
2.2.2. Epidemiologi
Dalam bidang kesehatan, tidak ada ketetapan batasan umur untuk
melakukan sirkumsisi. Sering kali usia melakukan sirkumsisi dipengaruhi oleh
agama maupun budaya setempat. Di Arab Saudi anak disirkumsisi pada usia 3-7
tahun, di Mesir antara 5-6 tahun, di India 5-9 tahun, dan di Iran biasanya 4 tahun.
Di Indonesia lazimnya melakukan sirkumsisi anak sekitar 5-15 tahun.14
2.2.4. Indikasi
a. Agama
Sunat bagi laki-laki sebelum menginjak pubertas (remaja) adalah tradisi
dalam beberapa agama. Terutama agama Islam, Yahudi dan juga sebagian
kelompok agama Kristen.18
b. Medis
1. Fimosis
Fimosis adalah keadaan di mana prepusium tidak dapat di tarik ke
belakang (proksimal)/membuka. Kadang-kadang lubang pada prepusium
hanya sebesar ujung jarum, sehingga sulit untuk keluar. Pada 95% bayi,
kulup masih melekat pada glans penis sehingga tidak dapat di tarik ke
belakang dan hal ini tidak dikatakan fimosis.19
Pada usia 3 tahun, hanya 10% anak laki-laki yang tidak dapat menarik
secara penuh prepusiumnya, pada saat remaja 98-99% prepusium dapat
tertarik sampai glans. Fimosis terjadi akibat kurang menjaga kebersihan,
balanitis kronis, dan menarik paksa prepusium berulang-ulang yang
berakhir pada pembentukan cincin fibrosis yang menutup orificium dari
prepusium dan menyebabkan terjadinya fimosis. Fimosis tidak
menyebabkan obstruksi traktus urinarius, namun tanpa higienitas akan
berisiko terjadinya iritasi kulit, infeksi, balanitis, dan jika menarik paksa
prepusium dapat mentidakibatkan parafimosis. Seseorang yang mengalami
fimosis akan mengalami rasa sakit saat berhubungan seksual.2
2. Parafimosis
Parafimosis adalah keadaan dimana prepusium dapat ditarik ke
belakang, tetapi tidak dapat kembali ke depan dan akhirnya menjepit penis
sehingga menyebabkan pembengkakan. Hal ini merupakan suatu kondisi
kegawatdaruratan dalam bidang urologi. Jika tidak ditangani dengan cepat
dapat menyebabkan vena tersumbat dan edema pada glans dan prepusium
yang akan menyebabkan sumbatan terhadap arteri sehingga terjadi iskemi
dan kehilangan sebagian atau seluruh glans penis. Parafimosis terjadi
akibat orang tua atau perawat menarik prepusium dengan kuat untuk
membersihkan penis atau pada percobaan kateterisasi dan prepusium tidak
kembali ke posisi semula.2
3. Balanitis atau Postitis
Balanitis adalah infeksi dari glans penis,sedangkan postitis adalah
infeksi dari prepusium. Pada postitis, tanda dan gejala yang dapat
ditemukan adalah eritema, pembengkakan, panas, dan nyeri tekan pada
kulit prepusium. Pada balanitis, tanda dan gejala yang ditemukan adalah
eritema, pembengkakan, panas, dan nyeri tekan pada glans penis. Bau
yang tidak enak, eksudat yang sedikit, dan seropurulen merupakan tanda
yang jelas. Balanitis, postitis, atau keduanya (balanopostitis) merupakan
akibat dari kurang menjaga kebersihan.2
4. Kondiloma Akuminata
Kondiloma Akuminata adalah papiloma multiple yang tumbuh pada
kulit genitalia eksterna. Bentuknya seperti kulit, multiple dan permukaan
kasar. Faktor predisposisinya adalah perawatan kebersiahan genitalia yang
buruk. Bila lesi meliputi permukaan glands penis atau permukaan dalam
(mukosa) prepusium, maka tindakan terpilih adalah sirkumsisi untuk
mencegah perluasan dan kekambuhan.20
c. Alasan Kesehatan
Di negara maju mayoritas non-muslim seperti Amerika Serikat, sunat
dianjurkan karena alasan kebersihan dan untuk mencegah infeksi saluran kemih
dan kanker serviks. Penis yang disunat menghasilkan smegma lebih sedikit atau
tidak ada sama sekali sehingga lebih mudah dijaga kebersihannya.20
2.2.5. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sirkumsisi adalah prematur, anomali penis
(misalnya chorde, atau kelainan kelengkungan penis), hipospadia, epispadia,
mikropenis, dan memiliki 2 genital. Kelainan perdarahan bukan merupakan
kontraindikasi absolut untuk sirkumsisi, tetapi sirkumsisi sebaiknya dihindari
pada kasus seperti ini.2
2.2.7. Komplikasi
Walaupun sirkumsisi secara teknis tidak sulit dilakukan, tindakan ini
dapat mentidakibatkan berbagai komplikasi ringan hingga berat. Prevalensi
komplikasi sirkumsisi keseluruhan belum diketahui secara pasti dan berkisar 1-
15%.22
Berbagai komplikasi yang biasanya terjadi paska sirkumsisi, antara lain:
1. Nyeri
Nyeri adalah hal yang paling sering dan biasanya terjadi. Setelah
efek anestesinya berakhir yang didahului dengan rasa panas pada daerah
genitalia. Pada saat pelaksanaan khitan pertimbangkan penambahan obat
penghilang rasa sakit (analgesik) yang dimasukkan lewat dubur. Setelah
pelaksanaan khitan segera minum analgesik yang diberikan oleh dokter,
biasanya analgesik bisa diminum tiap 6 jam bila sakit, atau menurut
petunjuk dokter.16
2. Perdarahan
Perdarahan adalah komplikasi awal yang paling umum terjadi
beberapa jam setelah sirkumsisi. Perdarahan terjadi jika dokter lupa
mengidentifikasi dan mengikat pembuluh darah yang cukup besar. Bila
perdarahan sedikit, cukup dibersihkan dengan kasa steril yang sudah
dibubuhi povidone iodine. Bisa juga dibalut dengan perban (kasa steril)
untuk menekan sumber perdarahan (blood compressing). Jika perdarahan
banyak dan terus terjadi, biasanya dilakukan tindakan untuk mencari dan
mengikat sumber perdarahan.16,23
3. Bengkak (edema)
Bengkak merupakan kejadian yang normal. Pada penderita alergi
dan hipersensitivitas kulit sering terjadi lamanya penyebuhan luka
kadang disertai pembengkakan tetapi tidak disertai tanda radang seperti
nyeri dan kemerahan pada sekitar luka.23 Bekas suntikan obat anastesi di
pangkal penis terkadang dapat menimbulkan bengkak yang sebenarnya
akan diserap sendiri oleh tubuh dan kempes dalam waktu 5-7 hari. Jika
dirasakan mengganggu, dapat dibantu dengan cara mengompresnya
dengan air hangat. Usahakan air tersebut tidak mengenai luka khitan.16
4. Infeksi
Infeksi terjadi karena kontaminasi dari peralatan ataupun lingkungan
yang kurang steril. Ditandai dengan edema (bengkak), adanya nanah
pada bekas khitan, tubuh demam, mengeluh nyeri di sekitar genetalia.
Penatalaksanaannya dengan pemberian obat antibiotik dan obat
antiinflamasi dari dokter. Karena itu obat yang diberikan harus
dihabiskan, kemudian dikontrol ke dokter yang mengkhitan untuk
mengevaluasi luka khitan. Rawat luka dengan mengompres dengan
rivanol atau menurut petunjuk dokter dan jaga kebersihan luka.16
5. Glans penis tersayat, tertusuk, atau terpotong
Komplikasi yang satu ini tentunya sangat erat kaitannya dengan
ketelitian, kecerobohan atau profesionalisme yang melakukannya.
Kejadian ini umumnya terjadi pada metode khitan konvensional.16
6. Syok anafilaktik
Syok anafilaktik diakibatkan reaksi alergi tipe cepat, terjadi segera
atau beberapa saat setelah masuknya alergen, misalnya obat. Pasien
menunjukkan tanda-tanda syok, diantaranya pucat, keringat dingin,
lemas, badan terasa melayang, mual, bahkan dalam tahap lanjut penderita
dapat pingsan diikuti hipotensi dan bradikardi. Reaksi ini sifatnya
individual dan atidak sulit diduga. Kebanyakan terjadi akibat pemberian
antibiotik atau efek samping pemberian obat anastesi.16
7. Sukar buang air kecil
Setelah pelaksanaan sirkumsisi, pasien sukar atau terhambat
pancarannya saat buang air kecil. Hal ini disebabkan oleh adanya
sumbatan pada muara saluran kemih luar oleh bekuan darah. Dapat
diatasi dengan membersihkan sumbatan, bisa dengan menggunakan kasa
steril dan air hangat atau jika lukanya sudah kering bisa berendam
dengan air hangat yang sudah dibubuhi PK (kalium permanganat) untuk
meluruhkan bekuan atau kotoran.16
8. Luka yang tidak menutup sempurna
Setelah proses penyembuhan luka sirkumsisi, ada beberapa luka
yang tidak menutup dengan baik, bahkan terbuka kembali sehingga luka
lama untuk kering. Hal ini terjadi oleh karena pemotongan prepusium
terlalu panjang pada metode khitan smartclamp atau electrocouter yang
tidak dijahit. Sehingga setelah klem dibuka, pada saat ereksi bekas luka
iris khitan membuka kembali. Oleh karena itu, metode khitan
smartclamp tidak disarankan pada pasien diatas usia 14 tahun atau
dewasa. Sedangkan pada khitan metode electrocouter disarankan
dilakukan jahitan di atas usia 3 tahun. Pada keadaan ini, usahakan luka
tetap kering, tidak boleh lembab atau kena air. Luka akan kering dan
sembuh, walaupun membutuhkan waktu lebih lama. Sebaiknya
dikonsulkan kembali kepada dokter yang mengkhitan untuk mendapatkan
obat yang mempercepat proses penyembuhan luka.16
9. Prepusium tumbuh lagi
Prepusium tumbuh lagi sehingga menutup sebagian atau seluruh
glans penis. Hal ini disebabkan pemotongan kulit dan mukosa prepusium
terlalu pendek. Untuk mengatasinya kembali ke dokter yang mengkhitan
untuk dikhitan kembali.24
10. Meatal stenosis
Adanya pengerutan pada saluran kemih, saluran kemih menutup.
Jika terjadi hal ini, rujuk kepada Bedah Urologi untuk dilakukan
penatalaksanaan lebih lanjut.24
11. Peyronie Disseases
Pembengkokan pada batang penis terjadi karena terbentuknya
jaringan parut pada batang penis dengan pengerasan kulit lapisan dalam
dan menimbulkan proses penyembuhan luka yang lama akibat infeksi
pada bagian dalam penis.24
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN
Faktor-faktor yang
Kategori tingkat mempengaruhi
pengetahuan: pengetahuan:
- Baik Pengetahuan - Umur
- Cukup - Pendidikan
- Kurang - Pekerjaan
- Sumber informasi
Perawatan
paska
sirkumsisi
Komplikasi
1.3. Hipotesis
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap
terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa Gunung
Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.2.2. Sampel
Pada penelitian ini pengambilan sampel ditentukan dengan cara total
sampling, dimana seluruh anggota populasi digunakan sebagai sampel. Besarnya
sampel adalah seluruh orang tua di Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditentukan.
4.2.3. Kriteria Inklusi
a. Orang tua yang memiliki anak laki-laki berusia 0-18 tahun yang
sudah disirkumsisi maupun belum disirkumsisi.
b. Orang tua yang bertempat tinggal di Desa Gunung Hasahatan dan
Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.
5.2. Pembahasan
5.2.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan usia responden, responden dengan usia <40 tahun (50%)
paling banyak dan diikuti oleh usia 40-60 tahun (45,6%). Hasil penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan hasil penelitian Yosefin (2015) dimana responden berusia
35-55 tahun sebanyak 52%.20
Ditinjau dari agama responden, seluruh responden beragama Islam.
WHO mencatat bahwa 69% laki-laki di dunia beragama Muslim telah melakukan
sirkumsisi.4 Dari hasil penelitian ini, 83 orang responden telah melakukan
sirkumsisi (72,8%) pada anak mereka. Apabila terdapat variasi agama pada
responden akan terjadi peningkatan atau penurunan pada jumlah responden yang
sudah ataupun belum melakukan tindakan sirkumsisi pada anak.
5.2.2. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Sikap terhadap Perawatan
Luka Paska Sirkumsisi
Sebagian responden dengan usia <40 tahun belum melakukan tindakan
sirkumsisi terhadap anak laki-lakinya. Penyebabnya ialah budaya pada negara
bagian timur, sirkumsisi dilakukan paling sering pada usia 5-12 tahun. 4 Sementara
pada usia <40 tahun umumnya memiliki anak laki-laki yang masih di bawah lima
tahun.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 114 orangtua di Desa Gunung
Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan dengan analisis hubungan
tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap terhadap perawatan luka paska
sirkumsisi dengan menggunakan uji analisis fisher’s exact menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orangtua dengan
sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi dengan nilai p=0,001 (p<0,005).
Terlihat dari hasil penelitian bahwa orangtua dengan tingkat pengetahuan baik
memiliki sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang benar dan orangtua
dengan tingkat pengetahuan kurang baik memiliki sikap terhadap perawatan luka
paska sirkumsisi yang salah. Sikap yang baik dan benar harus didasari
pengetahuan yang baik. Pada penelitian ini sebanyak 50,9% responden memiliki
tingkat pengetahuan cukup dan 29,8% memiliki tingkat pengetahuan kurang baik.
Sebaliknya, responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik hanya 19,3%. Hal
ini terjadi karena kurangnya informasi orangtua tentang sirkumsisi dan kurang
pedulinya petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kesehatan terutama
mengenai sirkumsisi kepada masyarakat. Hal ini sejalan dengan penelitian Mavhu
W et al (2011) dari Universitas Zimbabwe yang memperoleh bahwa semakin baik
tingkat pengetahuan seseorang tentang sirkumsisi maka akan semakin
mempengaruhi sikap dan pentingnya tindakan sirkumsisi.26 Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian Yosefin (2015) yang memperoleh bahwa tidak terdapat
hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan tindakan sirkumsisi.20
Perbedaan ini terjadi karena penelitian Yosefin (2015) meneliti hubungan tingkat
pengetahuan dengan tindakan, sedangkan penelitian ini meneliti hubungan tingkat
pengetahuan dengan sikap.
BAB 6
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai “Hubungan
Tingkat Pengetahuan Orangtua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka Paska
Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa
Ujunggurap Padangsidimpuan Tahun 2016” serta seluruh pembahasan yang telah
dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Tingkat pengetahuan orangtua tentang sirkumsisi 19,3% baik, 50,9% cukup
baik, dan 29,8% kurang baik.
2. Sikap orangtua terhadap perawatan luka paska sirkumsisi yang benar 67,5%
dan yang salah 32,5%.
3. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan orangtua dengan sikap
terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di Desa
Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan tahun 2016.
Hasil analisis ini bermakna dengan nilai p=0,001 (p<0,005).
6.2. Saran
1. Kepada orangtua yang belum melakukan tindakan sirkumsisi kepada
anaknya agar lebih banyak mencari informasi mengenai sirkumsisi dari
berbagai sumber agar memiliki sikap yang benar terhadap perawatan luka
paska sirkumsisi.
2. Kepada petugas kesehatan agar berperan aktif dalam memberikan
penyuluhan mengenai sirkumsisi kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
34
Dengan hormat,
Saya yang bernama Yeni Saswita adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka
Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa
Ujunggurap Padangsidimpuan”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan
dalam menyelesaikan proses belajar mengajar pada semester keenam dan ketujuh.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
orang tua dengan sikap terhadap perawatan luka paska sirkumsisi pada anak laki-laki di
Desa Gunung Hasahatan dan Desa Ujunggurap Padangsidimpuan.
Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan Ibu/Bapak untuk
mengisikan lembar kuesioner ini.
Partisipasi Ibu/Bapak dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan.
Data pribadi dan jawaban yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan
untuk penelitian ini. Jika Ibu/Bapak bersedia menjadi responden, silahkan
menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediaan Ibu/Bapak saya
ucapkan terimakasih.
Medan, 2016
Peneliti,
(Yeni Saswita)
Nim: 130100061
Lampiran 3
Padangsidimpuan, 2016
( )
Lampiran 4
Lembar Kuesioner
Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Sikap terhadap Perawatan Luka
Paska Sirkumsisi pada Anak Laki-Laki di Desa Gunung Hasahatan dan Desa
Ujunggurap Padangsidimpuan Tahun 2016
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Jenis Kelamin :
Agama :
Status Sirkumsisi Anak :( ) Sudah ( ) Belum
No Sikap SS S R TS STS
1 Jika terjadi komplikasi pada anak Anda
setelah dikhitan seperti perdarahan,
bengkak, kesulitan buang air kecil, dan
sebagainya, yang Anda lakukan adalah
membawa/periksakan ke dokter.
2 Sebelum dikhitan, yang harus
dilakukan pada anak Anda adalah
membersihkan alat kelaminnya
termasuk mencukur bulu kemaluan jika
ada.
3 Langkah pertama perawatan untuk
anak yang telah dikhitan adalah segera
memberi obat penghilang nyeri
(analgetik) yang telah diberikan
dokter/orang yang mengkhitan.
4 Seetelah buang air kecil, bersihkan alat
kelamin secukupnya secara perlahan
tanpa mengenai luka.
5 Penggantian perban dilakukan setiap 2-
3 hari.
6 Setelah dilakukan sirkumsisi/khitan,
diwajibkan memakai perban.
7 Sebelum perban dilepaskan, basahi
perban secukupnya untuk melunakkan
kulit luka dan perban sehingga mudah
dilepaskan.
8 Jika kelamin bengkak dalam 2-5 hari
setelah dikhitan, yang Anda lakukan
adalah mengkompresnya dengan kasa
steril dan air hangat.
9 Anak harus minum antibiotik yang
diberikan dokter/orang yang
mengkhitan selama 5-10 hari untuk
mencegah terjadinya infeksi.
10 Setelah dikhitan, jangan memakai
celana yang ketat.
11 Setelah dikhitan, anak tidak boleh
bergerak terlalu aktif seperti melompat-
lompat atau berlari-larian untuk
penyembuhan yang cepat dan total.
12 Kontrol ke dokter yang melakukan
khitan untuk tindak lanjut setelah anak
Anda dikhitan pada hari ketiga.
Lampiran 5
Data Output
Sex
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Kelompok Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Agama
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Islam 114 100,0 100,0 100,0
Pendidikan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Tingkat Pengetahuan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Sikap
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Asymptotic
Significance (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,04.
b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 6