Anda di halaman 1dari 133

SKRIPSI

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU


TERHADAP SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA ANGKATAN 2015
DAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERITAS HASANUDDIN

Oleh :
ASTRI DEWI
C111 14 087

Pembimbing :

dr. MUHAMMAD HUSNI CANGARA, Ph.D, Sp.PA, DFM

DISUSUN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK


MENYELESAIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU
TERHADAP SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA ANGKATAN
2015 DAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERITAS HASANUDDIN

ABSTRAK
Latar Belakang : Berdasarkan Kriteria Roma III terbaru, dispepsia fungsional
didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala
seperti, perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu
hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala
sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis. Menurut studi berbasiskan populasi
pada tahun 2007, ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9%
pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003.
Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan karakteristik individu
terhadap sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observational analitik dengan
rancangan penelitian cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan secara total
sampling dengan total 612 orang. Analisis data menggunakan uji Chi-Square dengan
p value = 0,05 menggunakan program SPSS. Penelitian ini dilakukan di Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin pada bulan September - November 2017.
Hasil : Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari 612 mahasiswa terdapat 368
orang (60,1%) menderita sindrom dispepsia dan 340 orang diantaranya adalah
perempuan dan bertempat tinggal di kost sebanyak 326 orang. Terdapat hubungan
antara jenis kelamin (p=0,000), tempat tinggal (p=0,000), keteraturan makan
(p=0,000), dan makanan dan minuman iritatif (p=0,000) terhadap kejadian sindrom
dispepsia.
Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik individu dan
pola makan terhadap sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Dimana nilai p value < 0,05, yaitu
0,000 Kata kunci : Sindrom Dispepsia, Karakteristik Individu, Pola Makan,
Mahasiswa

v
CORRELATION OF EATING PATTERNS AND INDIVIDUAL
CHARACTERISTICS TO DYSPEPSIA SYNDROME IN STUDENTS BATCH
2015 AND 2016 MEDICAL FACULTY OF HASANUDDIN UNIVERSITY

ABSTRACT

Background: Based on the most recent Criteria of Rome III, functional dyspepsia is
defined as a syndrome that includes one or more of the symptoms such as a full-
stomach feeling after a meal, full satiety, or burning in the pit of the liver, lasting for
at least 3 months, after the onset of symptoms for at least 6 months before the
diagnosis. According to a population-based study in 2007, an increase in the
prevalence of functional dyspepsia from 1.9% in 1988 to 3.3% in 2003.
Objective: To know the context between eating patterns and individual
characteristics of dyspepsia syndrome in student of batch 2015 and 2016 Medical
Faculty of Hasanuddin University.
Method: This was an observational analytic study with cross sectional study design.
Sampling was conducted in total sampling with a total of 612 people. Data analysis
using Chi-Square test with p value = 0,05 using SPSS program. This research was
conducted at the Medical Faculty of Hasanuddin University in September -
November 2017.
Results: The results of the study showed that out of 612 students there were 368
people (60.1%) suffering from dyspepsia syndrome which 340 of them were female
and residing in boarding as many as 326 people. There was a relationship between
sex (p = 0,000), residence (p = 0,000), eating regularity (p = 0,000), and irritating
food and beverage (p = 0,000) on the incidence of dyspepsia syndrome.
Conclusion: There is a significant correlation between individual characteristic and
eating patterns to dyspepsia syndrome in student of Batch 2015 and 2016 Faculty of
Medicine Hasanuddin University. Where p value <0,05, that is 0.000
Keywords: Dyspepsia Syndrome, Individual Characteristics, Diet, Student

v
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan

rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua dengan segala keterbatasan yang

penulis miliki, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dalam

rangka penyelesaian studi di semester akhir dalam mengikuti jenjang preklinik

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah atas junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat serta para

pengikutnya yang senantiasa istiqamah di jalan Islam.

Dengan rahmat dan petunjuk Yang Maha Kuasa, kemudian disertai usaha,

doa, serta arahan dan bimbingan dokter pembimbing, maka skripsi yang berjudul

“Hubungan Pola Makan dan Karakteristik Individu Terhadap Sindrom Dispepsia

pada Mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, penulis menemui hambatan–

hambatan, tetapi atas izin Allah kemudian bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,

hambatan tersebut dapat teratasi.

Dengan tulus ikhlas dan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada Allah SWT kemudian orangtua tercinta Ayahanda Thamrin dan

Ibunda Dra. Sitti Aisyah atas doa, ketulusan, dan kasih sayangnya selama ini, serta

kepada saudaraku tersayang Surya Aditama atas perhatian, motivasi dan bantuan

selama ini.

v
Ucapan terima kasih penulis haturkan pula kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan,

staf Pengajar, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan dan bimbingan

kepada penulis.

2. dr. Muhammad Husni Cangara, Ph.D., Sp.PA., DFM selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan berbagai bimbingan dan pengarahan

dalam pembuatan dan membantu kami dapat menyelesaikan skripsi ini tepat

waktu.

3. Dr. dr. Berti Julian Nelwan, DFM., M.Kes., Sp.PA selaku penguji dalam

skripsi ini yang telah meluangkan waktunya untuk turut memberikan

perbaikan ataupun saran dalam penulisan skripsi ini.

4. dr. Upik Anderiani Miskad, Ph.D., Sp.PA(K) selaku penguji dalam skripsi ini

yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan saran yang membangun

kepada penulis.

5. dr.Tjiang Sari Lestari selaku KPM Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

6. Staf pengajar dan karyawan Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Pimpinan, staf

pengajar, dan seluruh karyawan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

7. Sahabat–sahabatku Khaerunnisa, Dini, Eka, Amni, Indah, Feni, Mardha,

Arwidya, Suci, Farnida, Anisah, Cindy, dan Anildhah yang telah berjuang

v
bersama, saling menyemangati dan mendoakan.

v
8. Rekan-rekan seperjuangan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Angkatan 2014 (Neutrof14vine) atas kebersamaan, bantuan, dan motivasi

selama ini.

9. Qanaah, Azizah, Ismi dan Uswa yang telah membantu dalam pengambilan

data populasi dan sampel serta memberikan dukungan dalam penyelesaian

skripsi ini.

10. Teman-teman sepembimbing Gianina Helena, Muhammad Fikri Hadju, dan

Lukman yang telah berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi ini.

11. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu yang telah

membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun

dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa

berkontribusi dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Makassar, November 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL.................................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PANITIA SIDANG.................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PERCETAKAN......................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN....................................Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK....................................................................................................................v
KATA PENGANTAR...............................................................................................vii
DAFTAR ISI................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR................................................................................................xiii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xv
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................7
2.1. Dispepsia............................................................................................................7
2.1.1. Definisi dispepsia...................................................................................7
2.1.2. Epidemiologi...........................................................................................8
2.1.3. Klasifikasi Dispepsia..............................................................................9
2.1.4. Fungsi Motorik Lambung...................................................................10
2.1.5. Sekresi Getah Lambung......................................................................13
2.1.6. Patofisiologi..........................................................................................15
2.1.7. Diagnosis...............................................................................................20
2.2. Pola makan.......................................................................................................23
2.2.1. Pola Makan Keluarga..........................................................................23
2.2.2. Pola Makan Sehat................................................................................24
2.3. Makanan dan Minuman Iritatif.....................................................................25

x
2.4. Hubungan pola makan (keteraturan makan dan mengonsumsi makanan
dan minuma iritatif) dengan sindrom dispepsia..........................................26
2.5. Hubungan jenis kelamin dengan sindrom dispepsia...................................29
2.6. Hubungan tempat tinggal dengan sindrom dispepsia.................................30
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.....................31
3.1. Kerangka Konsep............................................................................................31
3.2. Definisi Operasional........................................................................................32
a. Hipotesis Penelitian.........................................................................................34
BAB 4 METODE PENELITIAN.............................................................................36
4.1. Desain Penelitian.............................................................................................36
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian.......................................................................36
4.2.1. Tempat Penelitian.................................................................................36
4.2.2. Waktu Penelitian...................................................................................36
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian.....................................................................37
4.3.1. Populasi penelitian................................................................................37
4.3.2. Sampel penelitian..................................................................................37
4.3.3. Cara pengambilan sampel....................................................................37
4.4. Variabel Penelitian..........................................................................................37
4.4.1. Variabel terikat.....................................................................................37
4.4.2. Variabel bebas.......................................................................................37
4.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi...........................................................................38
4.5.1. Faktor inklusi.........................................................................................38
4.5.2. Faktor Ekslusi........................................................................................38
4.6. Jenis Data dan Instrumen Penelitian............................................................38
4.6.1. Jenis Data...............................................................................................38
4.6.2. Instrumen Penelitian.............................................................................39
4.7. Manajemen Penelitian....................................................................................39
4.7.1. Pengumpulan Data................................................................................39
4.7.2. Teknik Pengolahan dan Analisa Data.................................................41
4.7.3. Penyajian Data.......................................................................................43

x
4.8. Etika Penelitian...............................................................................................43
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN..............44
5.1. Analisis Univariat...........................................................................................45
5.2. Analisis Bivariat.............................................................................................48
BAB 6 PEMBAHASAN.............................................................................................52
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................59
7.1. Kesimpulan......................................................................................................59
7.2. Saran.................................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................62

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Kerangka Konsep................................................................................31

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional.........................................................................................32

Tabel 5.1. Distribusi Responden Angkatan 2015 dan 2016.............................................44

Tabel 5.2. Distribusi Responden menurut jenis kelamin...................................................45

Tabel 5.3. Distribusi Responden menurut tempat tinggal.................................................46

Tabel 5.4. Distribusi Responden menurut keteraturan makan..........................................47

Tabel 5.5. Distribusi Responden menurut makanan dan minuman iritatif........................47

Tabel 5.6. Distribusi Responden menurut Sindrom Dispepsia..........................................48

Tabel 5.7. Distribusi Responden menurut jenis kelamin dan sindrom dispepsia..............49

Tabel 5.8. Distribusi Responden menurut tempat tinggal dan sindrom dispepsia............50

Tabel 5.9. Distribusi Responden menurut keteraturan makan dan sindrom dispepsia.....51

Tabel 5.10. Distribusi Responden menurut mengonsumsi makanan dan minuman

iritatif dengan sindrom dispepsia.....................................................................52

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Penulis

Lampiran 2 Lembar Informed Consent

Lampiran 3 Lembar Persetujuan Menjadi Respoonden

Lampiran 4 Kuesioner Penelitian

Lampiran 5 Surat Rekomendasi Persetujuan Etik

Lampiran 6 Data Hasil Kuesioner Penelitian

Lampiran 7 Hasil Pengolahan Data dengan SPSS

x
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan

peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9% pada tahun 1988

menjadi 3,3% pada tahun 2003 (Halder SL dkk, 2007). Istilah dispepsia

sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang

menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari

nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat

kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di

dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai

penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai

lambung, atau yang lebih dikenal sebagai penyakit maag. (Djojodiningrat D,

2009).

Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat

prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan

kesehatan primer (Lacy BE dkk, 2010). Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di

Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan

dispepsia ternyata telah terinfeksi Helicobacter pylori yang terdeteksi setelah

dilakukan pemeriksaan lanjutan (Dahlerup S dkk, 2011).

Menurut profil data kesehatan Indonesia tahun 2011 yang diterbitkan

rawat inap di rumah sakit tahun 2010, pada urutan ke-5 dengan angka

1
oleh Depkes RI pada tahun 2012, dispepsia termasuk dalam 10 besar penyakit

rawat inap di rumah sakit tahun 2010, pada urutan ke-5 dengan angka

1
kasus sebesar 9.594 kasus pada pria dan 15.122 kasus pada wanita. Sedangkan

untuk 10 besar penyakit rawat jalan di rumah sakit tahun 2010, dispepsia

berada pada urutan ke-6 dengan angka kejadian kasus sebesar 34.981 kasus

pada pria dan 53.618 kasus pada wanita, jumlah kasus baru sebesar 88.599

kasus.

Sindrom dispepsia dapat disebabkan oleh banyak hal. Menurut

Djojoningrat (2009), penyebab timbulnya dispepsia diantaranya karena faktor

diet dan lingkungan, sekresi cairan asam lambung, fungsi motorik lambung,

persepsi viseral lambung, psikologi, dan infeksi Helicobacter pylori.

Menurut Susanti (2011), sindroma dispepsia dipengaruhi oleh tingkat

stres, makanan dan minuman iritatif dan riwayat penyakit (gastritis dan ulkus

peptikum). Kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman, seperti makan

pedas, asam, minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi dapat

meningkatkan resiko munculnya gejala dispepsia. Suasana yang sangat asam

di dalam lambung dapat membunuh organisme patogen yang tertelan bersama

makanan. Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat

asam di lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman,

2004). Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya

beberapa zat kimia, seperti alkohol, makanan dan minuman yang bersifat

asam, makanan yang pedas serta bumbu yang merangsang, misalnya jahe dan

merica (Warianto, 2011). Pertumbuhan mahasiswa (remaja menuju dewasa)

diiringi dengan meningkatnya partisipasi kehidupan sosial dan aktivitas dapat

menimbulkan dampak terhadap apa yang mereka makan (Mulia, 2010).

2
Penelitian yang dilakukan Reshetnikov (2007) tentang gejala

gastrointestinal menyatakan bahwa faktor diet pada sindrom dispepsia

berkaitan dengan ketidakteraturan pada pola makan dan jeda antara jadwal

makan yang lama. Ketidakteraturan pola makan sangat dipengaruhi oleh

aktivitas dan kegiatan yang padat (Sayogo, 2006). Ketidakteraturan pola

makan juga dipengaruhi oleh keinginan untuk mempunyai bentuk tubuh yang

ideal. Selain itu, ketidakteraturan pola makan dipengaruhi oleh melemahnya

pengawasan dari orang tua padahal orang tua menjadi penjaga pintu

(gatekeeper) dimana memiliki peran dalam mengatur pola makan (Robert,

2000).

Remaja adalah salah satu suatu kelompok yang berisiko untuk terkena

sindrom dispepsia (Djojoningrat, 2009). Menurut Monks (2000), remaja

adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang memiliki usia

antara 12-

21 tahun termasuk mahasiswa. Pada mahasiswa khususnya mahasiswa

perempuan, pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada bentuk tubuh

yang dimiliki oleh mahasiswa serta kesadaran diri dalam menjaga

penampilannya membuat mahasiswa memiliki gambaran tentang diri (body

image) yang salah (Heinberg & Thompson, 2009).

Selain hal tersebut di atas, kegiatan mahasiswa dalam mengerjakan

berbagai macam tugas kuliah sangat menyita waktu. Kesibukan dari

mahasiswa akan hal tersebut akan berdampak pada waktu atau jam makan

sehingga walaupun sudah sampai pada saatnya waktu makan, mahasiswa

3
sering

menunda dan bahkan lupa untuk makan (Arisman, 2008).

4
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang hubungan pola makan dan karakteristik individu terhadap

sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian yaitu Apakah Terdapat Hubungan Antara Pola Makan dan

Karakteristik Individu terhadap Sindrom Dispepsia pada Mahasiswa Angkatan

2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara pola makan dan karakteristik

individu terhadap sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015

dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan Penelitian yang diinginkan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui deskripsi tentang pola makan (keteraturan

makan dan konsumsi makanan dan minuman iritatif) pada

mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran

Universitas

5
Hasanuddin.

6
b. Untuk mengetahui deskripsi tentang karakteristik (jenis kelamin

dan tempat tinggal) pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

c. Untuk mengetahui deskripsi tentang sindrom dispepsia pada

mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin.

d. Untuk mengetahui hubungan pola makan (keteraturan makan dan

konsumsi makanan dan minuman iritatif) dengan sindrom

dispepsia pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

e. Untuk mengetahui hubungan karakteristik individu (jenis kelamin

dan tempat tinggal) dengan sindrom dispepsia pada mahasiswa

angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi peneliti

Sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam

melakukan penelitian kesehatan dan tambahan ilmu mengenai topik

yang dibahas yaitu hubungan pola makan dan karakteristik individu

terhadap sindrom dispepsia.

7
1.4.2. Bagi mahasiswa dan tenaga kesehatan

Sebagai sumber informasi tentang hubungan pola makan dan

karakteristik individu terhadap sindrom dispepsia sehingga diharapkan

bagi mahasiswa dapat mengatur pola makan dengan baik.

1.4.3. Bagi peneliti lain

Sebagai acuan Sebagai acuan bagi peneliti-peneliti lain yang tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai hubungan pola makan dan karakteristik

individu terhadap sindrom dispepsia.

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dispepsia

2.1.1. Definisi dispepsia

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -

peptein (pencernaan) (Bonner GF, 2006). Berdasarkan konsensus

International Panel of Clinical Investigators, dispepsia didefinisikan

sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah

perut bagian atas, sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru,

dispepsia fungsional didefinisikan sebagai sindrom yang mencakup

satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah

makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung

sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya

timbul 6 bulan sebelum diagnosis.

Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir

tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala

(sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium,

mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa,

regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau

keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit,

tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung,

atau yang

9
lebih dikenal sebagai penyakit maag. (Djojodiningrat, 2009).

1
2.1.2. Epidemiologi

Berdasarkan Konsensus Penatalaksanaan Dispepsia dan Infeksi

Helicobacter pylori (2014), Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan

kesehatan mencakup 30% dari pelayanan dokter umum dan 50% dari

pelayanan dokter spesialis gastroenterologi.

Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum

diinvestigasi dan tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional.

Berdasarkan hasil penelitian di negara-negara Asia (Cina, Hong Kong,

Indonesia, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan

Vietnam) didapatkan 43-79,5% pasien dengan dispepsia adalah

dispepsia fungsional (Miwa, dkk 2012).

Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia

dalam beberapa senter di Indonesia pada Januari 2003 sampai April

2004, didapatkan 44,7 % kasus kelainan minimal pada gastritis dan

duodenitis; 6,5% kasus dengan ulkus gaster; dan normal pada 8,2%

kasus (Syam, dkk 2006).

Di Indonesia, data prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada

pasien ulkus peptikum (tanpa riwayat pemakaian obat-obatan anti-

inflamasi non-steroid/OAINS) bervariasi dari 90-100% dan untuk

pasien dispepsia fungsional sebanyak 20-40% dengan berbagai

metode

200

1
diagnostik (pemeriksaan serologi, kultur, dan histopatologi) (Rani, dkk

200

1
Prevalensi infeksi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia

yang menjalani pemeriksaan endoskopik di berbagai rumah sakit

pendidikan kedokteran di Indonesia (2003-2004) ditemukan sebesar

10.2%. Prevalensi yang cukup tinggi ditemui di Makasar tahun 2011

(55%), Solo tahun 2008 (51,8%), Yogyakarta (30.6%) dan Surabaya

tahun 2013

(23,5%), serta prevalensi terendah di Jakarta (8%) (Parewangi, 2011).

2.1.3. Klasifikasi Dispepsia

Dispepsia terbagi atas dua subklasifikasi, yakni dispepsia organik

dan dispepsia fungsional, jika kemungkinan penyakit organik telah

berhasil dieksklusi (Montalto M dkk, 2004). Dispepsia organik adalah

apabila penyebab dispepsia sudah jelas, misalnya ada ulkus peptikum,

karsinoma lambung, kholelithiasis, yang bisa ditemukan secara mudah.

Dispepsia fungsional adalah apabila penyebab dispepsia tidak diketahui

atau tidak didapati kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi

konvensional, atau tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan

penyakit-penyakit sistemik (Tarigan, 2003).

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 2 kelompok, yakni

postprandial distress syndrome dan epigastric pain syndrome.

Postprandial distress syndrome mewakili kelompok dengan perasaan

“begah” setelah makan dan perasaan cepat kenyang, sedangkan

1
epigastric pain syndrome merupakan rasa nyeri yang lebih konstan

1
dirasakan dan tidak begitu terkait dengan makan seperti halnya

postprandial distress syndrome.

Dalam praktik klinis, sering dijumpai kesulitan untuk

membedakan antara gastroesophageal reflux disease (GERD), irritable

bowel syndrome (IBS), dan dispepsia itu sendiri. Hal ini sedikit banyak

disebabkan oleh ketidakseragaman berbagai institusi dalam

mendefinisikan masing-masing entitas klinis tersebut (Quigley EM &

Keohane J, 2008). El-Serag dan Talley (2004) melaporkan bahwa

sebagian besar pasien dengan uninvestigated dyspepsia, setelah

diperiksa lebih lanjut, ternyata memiliki diagnosis dispepsia fungsional.

Talley secara khusus melaporkan sebuah sistem klasifikasi dispepsia,

yaitu Nepean Dyspepsia Index, yang hingga kini banyak divalidasi dan

digunakan dalam penelitian di berbagai negara, termasuk baru-baru ini

di China (Tian XP, 2009).

2.1.4. Fungsi Motorik Lambung

Menurut Laksono (2011), terdapat hubungan antara skor

keparahan dispepsia dengan tingkat kerusakan mukosa lambung. Oleh

karena itu, penting untuk memahami fungsi motorik dan sekresi

lambung untuk mengetahui patogenesis dari sindroma dispepsia.

Fungsi motorik lambung terdiri atas penyimpanan, pencampuran,

dan pengosongan

lambung) ke dalam duodenum (Lindseth, 2012). Fungsi

1
kimus (makanan yang masuk dihaluskan dan dicampur dengan sekresi

lambung) ke dalam duodenum (Lindseth, 2012). Fungsi

1
(menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut

dapat ditampung pada saluran cerna bagian bawah), fungsi

pencampuran (mencampur makanan tersebut dengan sekret lambung

sehingga membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan

kimus), dan fungsi pengosongan kimus (mengeluarkan makanan dengan

lambat dari lambung masuk ke usus halus dengan kecepatan yang

sesuai untuk pencernaan dan absorpsi oleh usus halus (Guyton, 2015).

Dalam keadaan kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml.

Organ ini dapat mengembang sampai kapasitasnya mencapai sekitar

1000 ml atau 1 liter. Akomodasi perubahan volume hingga 20 kali lipat

disebabakan oleh 2 hal yaitu plastisitas otot lambung dan relaksasi

reseptif (Sherwood, 2014).

Apabila makanan masuk ke lambung, fundus dan bagian atas

korpus akan melemas dan mengakomodasi makanan dengan sedikit

peningkatan tekanan (relaksasi reseptif). Peristaltik dimulai dari bagian

bawah korpus yang mencampur dan menghaluskan makanan serta

memungkinkan makanan dalam bentuk setengah cair mengalir sedikit

demi sedikit melalui pilorus dan memasuki duodenum (Ganong, 2008).

Relaksasi reseptif diperantai oleh nervus vagus dan dipengaruhi

oleh pergerakkan faring dan esofagus. Gelombang peristaltik yang

diatur oleh sfingter esofagus bawah (SEB) lambung segera

timbul dan

setiap gelombang disebut sistol antrum dan dapat berlangsung selama

1
menyapu ke arah pilorus. Kontraksi lambung yang ditimbulkan oleh

setiap gelombang disebut sistol antrum dan dapat berlangsung selama

1
detik. Gelombang-gelombang ini timbul tiga sampai empat kali setiap

menit (Ganong, 2008).

Pola gelombang ini disebut sebagai irama listrik atau BER (basic

electrical rythm) lambung. Bagian fundus dan korpus memiliki lapisan

otot yang tipis sehingga kontraksi peristaltik di kedua daerah tersebut

lemah. Gelombang peristaltik akan lebih kuat pada bagian antrum

karena antrum memiliki lapisan otot yang kuat dibandingkan dengan

bagian fundus dan korpus. Daerah fundus biasanya tidak menjadi

tempat penyimpanan makanan tetapi hanya berisikan sejumlah gas

(Sherwood, 2014).

Pada proses pencampuran di lambung, kontraksi peristaltik yang

kuat akan menyebabkan makanan bercampur dengan sekresi lambung

dan menghasilkan kimus. Gelombang peristaltik di antrum akan

mendorong makanan ke depan ke arah sfingter pilorus. Dalam keadaan

normal, kontraksi otot sfingter pilorus akan menjaga sfingter hampir

tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan

yang lewat tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental melewati lubang

tersebut (Sherwood, 2014).

Kontraksi pada antrum dan sfingter memiliki arah yang

berlawanan. Kontraksi antrum akan bergerak ke arah sfingter dan

kontraksi sfingter ke arah antrum. Gerakan yang terjadi pada antrum

dan

secara merata (Sherwood,

1
sfingter ini dinamakan retropulsi sehingga membuat kimus menyebar

secara merata (Sherwood,

2
Pada pengaturan pengosongan lambung, kontraksi peristaltik

antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga

menghasilkan suatu gaya pendorong untuk mengosongkan lambung.

Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang

peristaltik sebelum sfingter bergantung pada kekuatan peristaltik.

Intensitas peristaltik antrum ditentukan oleh pengaruh dari sinyal

lambung dan duodenum (Sherwood, 2014).

2.1.5. Sekresi Getah Lambung

Selain sel-sel yang menyekresi mukus yang membatasi

permukaan lambung, mukosa lambung memiliki dua kelenjar tubulosa,

yaitu kelenjar gastrik atau fundus dan kelenjar pilorus. Kelenjar gastrik

menyekresikan getah pencernaan dan kelenjar pilorus menyekresikan

hampir seluruhnya mukus untuk perlindungan mukosa pilorus. Kelenjar

gastrik terletak di sembarang tempat dalam mukosa korpus dan fundus

lambung, sedangkan kelenjar pilorus terletak pada bagian antrum

lambung (Guyton, 2015).

Pada bagian pilorus dan kardia lambung, kelenjar tersebut

mensekresikan mukus. Di korpus lambung, termasuk fundus, kelenjar

juga mengandung sel parietal (oksintik). Sel parietal akan

mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Pada bagian

korpus lambung ini

adalah mensekresikan pepsinogen. Sekret-sekret ini akan

2
juga terdapat chief cell (sel zimogen dan sel peptik) yang fungsinya

adalah mensekresikan pepsinogen. Sekret-sekret ini akan

2
dengan mukus yang disekresikan oleh sel-sel bagian leher kelenjar atau

mukosa neck. Mukus ini juga akan disekresikan bersama dengan

HCO3- (asam bikarbonat) oleh sel-sel mukus di permukaan epitel

antara kelenjar-kelenjar (Ganong, 2008).

Sel kelenjar lambung mensekresikan sekitar 2500 ml getah lambung

setiap hari. Getah lambung ini mengandung bermacam-macam zat,

diantaranya adalah HCl, pepsinogen dan lain-lain. Bagian korpus lambung

yang mensekresikan HCl berfungsi untuk membunuh sebagian besar

bakteri yang masuk, membantu pencernaan protein, menghasilkan pH

yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang aliran

empedu dan cairan pankreas (Ganong, 2008).

Menurut Ganong (2008) dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran

mengatakan bahwa konsentrasi asam dalam getah lambung cukup pekat

untuk dapat menyebabkan jaringan mengalami suatu kerusakan, tetapi

pada orang normal, mukosa lambung tidak mengalami iritasi karena

adanya mukus dan HCO3- sebagai sawar atau pelindung mukosa lambung.

Prostaglandin dalam lambung juga berfungsi untuk merangsang sekresi

mukus dan HCO3- . Oleh karena itu, mukus dan HCO 3- yang disekresikan

oleh sel mukosa sangat berperan penting dalam melindungi lambung dari

kerusakan ketika getah lambung yang sangat asam disekresikan ke dalam

lambung.

Menurut Price dan Wilson (2006), pengaturan sekresi lambung dapat

dibagi menjadi fase sefalik, gastrik dan intestinal. Fase sefalik sudah

2
bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat, mencium,

memikirkan atau mengecap makanan. Fase sefalik ini menghasilkan

sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan

makanan. Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus.

Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah

menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Fase sekresi gastrik

menghasilkan lebih dari dua pertiga sekresi lambung total setelah makan,

sehingga merupakan bagian terbesar dari total sekresi lambung harian yang

berjumlah sekitar 2.000 ml. Dan fase intestinal dimulai oleh gerakan

kimus dari lambung ke duodenum.

Pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu

tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung

dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut

pengeluaran asam basal (basic acid output, BAO) dan dapat diukur dengan

pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi

lambung normal selama periode ini terutama terdiri dari mukus dan hanya

sedikit pepsin dan asam. Tetapi rangsangan emosional kuat dapat

meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga

merupakan salah satu penyebab ulkus peptikum (Price & Wilson,

2006).

2.1.6. Patofisiologi

Dari sudut pandang patofi siologis, proses yang paling banyak

adal sekre asa lambun dismotilit gastrointestin

2
dibicarakan dan potensial berhubungan dengan dispepsia fungsional

adal sekre asa lambun dismotilit gastrointestin

2
hipersensitivitas viseral, disfungsi autonom, diet dan faktor lingkungan,

psikologis (Djojoningrat, 2009).

Ferri dkk. (2012) menegaskan bahwa patofisiologi dispepsia

hingga kini masih belum sepenuhnya jelas dan penelitian-penelitian

masih terus dilakukan terhadap faktor-faktor yang dicurigai memiliki

peranan bermakna, seperti Abnormalitas fungsi motorik lambung

(khususnya keterlambatan pengosongan lambung, hipomotilitas antrum,

hubungan antara volume lambung saat puasa yang rendah dengan

pengosongan lambung yang lebih cepat, serta gastric compliance yang

lebih rendah), infeksi Helicobacter pylori dan faktor-faktor psikososial,

khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.

a) Sekresi asam lambung

Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi

asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi

pentagastrin, yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan

sensitivitas mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa

tidak enak di perut (Djojoningrat, 2009).

Peningkatan sensitivitas mukosa lambung dapat terjadi akibat pola

makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak teratur akan

membuat lambung sulit untuk beradaptasi dalam pengeluaran sekresi

asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu yang lama,

produksi

mukosa pada lambung (Rani,

2
asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding

mukosa pada lambung (Rani,

2
b) Dismotilitas Gastrointestinal

Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional

terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas

antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat

makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini dapat

ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia fungsional.

Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-80% kasus

dispepsia fungsional dengan keluhan seperti mual, muntah, dan rasa

penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009).

Gangguan motilitas gastrointestinal dapat dikaitkan dengan gejala

dispepsia dan merupakan faktor penyebab yang mendasari dalam

dispepsia fungsional. Gangguan pengosongan lambung dan fungsi

motorik pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien dengan

dispepsia fungsional. Sebuah studi meta-analisis menyelidiki dispepsia

fungsional dan ganguan pengosongan lambung, ditemukan 40% pasien

dengan dispepsia fungsional memiliki pengosongan lebih lambat 1,5

kali dari pasien normal (Chan & Burakoff, 2010).

c) Hipersensitivitas viseral

Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor

kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor. Beberapa pasien dengan

dispepsia mempunyai ambang nyeri yang lebih rendah. Peningkatan

persepsi tersebut tidak terbatas pada distensi mekanis, tetapi juga dapat

terjadi pada respon terhadap stres, paparan asam, kimia atau

2
nutrisi, atau hormon, seperti kolesitokinin dan glucagon-like peptide

(Djojoningrat, 2009).

Berdasarkan studi, pasien dispepsia dicurigai mempunyai

hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di gaster atau

duodenum, meskipun mekanisme pastinya masih belum dipahami

(Djojoningrat, 2009). Hipersensitivitas viseral juga disebut-sebut

memainkan peranan penting pada semua gangguan fungsional dan

dilaporkan terjadi pada 30-40% pasien dengan dispepsia fungsional.

Mekanisme hipersensitivitas ini dibuktikan melalui uji klinis

pada tahun 2012. Dalam penelitian tersebut, sejumlah asam

dimasukkan ke dalam lambung pasien dispepsia fungsional dan orang

sehat. Didapatkan hasil tingkat keparahan gejala dispeptik lebih tinggi

pada individu dispepsia fungsional. Hal ini membuktikan peranan

penting hipersensitivitas dalam patofisiologi dispepsia.

d) Gangguan akomodasi lambung

Dalam keadaan normal, waktu makanan masuk lambung terjadi

relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan tekanan dalam

lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh serotonin dan nitric

oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf enterik. Dilaporkan bahwa

pada penderita dyspepsia fungsional terjadi penurunan kemampuan

relaksasi fundus postprandial pada 40% kasus dengan pemeriksaan

gastricscintigraphy dan ultrasound (USG) (Chan & Burakoff,

2
e) Helicobacter pylori

Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional

belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.

pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak

berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat kecenderungan

untuk melakukan eradikasi H. pylori pada dispepsia fungsional dengan

H. pylori positif yang gagal dengan pengobatan konservatif baku

(Djojoningrat, 2009).

f) Disfungsi autonom

Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam hipersensitivitas

gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya neuropati

vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian

proksimal lambung sewaktu menerima makanan, sehingga

menimbulkan gangguan akomodasi lambung dan rasa cepat kenyang

(Djojoningrat, 2009).

g) Peranan hormonal

Peranan hormon masih belum jelas diketahui dalam patogenesis

dispepsia fungsional. Dilaporkan adanya penurunan kadar hormon

motilin yang menyebabkan gangguan motilitas antroduodenal. Dalam

beberapa percobaan, progesteron, estradiol, dan prolaktin

memengaruhi

gastrointestinal (Djojoningrat,

3
kontraktilitas otot polos dan memperlambat waktu transit

gastrointestinal (Djojoningrat,

3
h) Diet dan faktor lingkungan

Faktor makanan dapat menjadi penyebab potensial dari gejala

dispepsia fungsional. Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung

mengubah pola makan karena adanya intoleransi terhadap beberapa

makanan khususnya makanan berlemak yang telah dikaitkan dengan

dispepsia. Intoleransi lainnya dengan prevalensi yang dilaporkan lebih

besar dari 40% termasuk rempah-rempah, alkohol, makanan pedas,

coklat, paprika, buah jeruk, dan ikan (Chan & Burakoff, 2010).

i) Faktor psikologis

Berdasarkan studi epidemiologi menduga bahwa ada hubungan

antara dispepsia fungsional dengan gangguan psikologis. Adanya stres

akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan mencetusakan

keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya penurunan kontraktilitas

lambung yang mendahului mual setelah stimulus stres sentral. Tetapi

korelasi antara faktor psikologik stres kehidupan, fungsi otonom dan

motilitas masih kontroversial (Djojoningrat, 2009).

2.1.7. Diagnosis

Keluhan utama yang menjadi kunci untuk mendiagnosis

dispepsia adalah adanya nyeri dan atau rasa tidak nyaman pada perut

bagian atas. Apabila kelainan organik ditemukan, dipikirkan

kemungkinan diagnosis

organik apa pun, dipikirkan kecurigaan kearah dispepsia

3
banding dispepsia organik, sedangkan bila tidak ditemukan kelainan

organik apa pun, dipikirkan kecurigaan kearah dispepsia

3
Penting diingat bahwa dispepsia fungsional merupakan diagnosis by

exclusion, sehingga idealnya terlebih dahulu harus benar-benar

dipastikan tidak ada kelainan yang bersifat organik (Montalto M, dkk

2004).

Dispepsia fungsional mengacu kepada kriteria Roma III. Kriteria

Roma III belum divalidasi di Indonesia. Konsensus Asia-Pasifik (2012)

memutuskan untuk mengikuti konsep dari kriteria diagnosis Roma III

dengan penambahan gejala berupa kembung pada abdomen bagian atas

yang umum ditemui sebagai gejala dispepsia fungsional (Miwa H, dkk

2012).

Dispepsia menurut kriteria Roma III adalah suatu penyakit

dengan satu atau lebih gejala yang berhubungan dengan gangguan di

gastroduodenal:

 Nyeri epigastrium

 Rasa terbakar di epigastrium

 Rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan

 Rasa cepat kenyang

Gejala yang dirasakan harus berlangsung setidaknya selama tiga

bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum diagnosis

ditegakkan. Kriteria Roma III membagi dispepsia fungsional menjadi 2

subgrup, yakni epigastric pain syndrome dan postprandial distress

syndrome. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa

3
tumpang tindih diagnosis dalam dua pertiga pasien dispepsia (Ford AC,

dkk 2013).

Diagnosis dispepsia dapat bertumpang tindih dengan IBS. Pasien

IBS, khususnya dengan predominan konstipasi, mengalami

keterlambatan pengosongan lambung sehingga akhirnya disertai pula

dengan gejala-gejala saluran pencernaan bagian atas yang menyerupai

gejala dispepsia. Sebaliknya, pada pasien dispepsia, sering kali juga

disertai dengan gejala-gejala saluran pencernaan bawah yang

menyerupai IBS. Untuk membedakannya, beberapa ahli

mengemukakan sebuah cara, yakni dengan meminta pasien menunjuk

lokasi di perut yang terasa paling nyeri; dengan lokalisasi ini, kedua

entitas tersebut dapat didiferensiasi (Kaji, dkk 2010).

Quigley dkk (2008), Mengemukakan sebuah pendekatan baru,

yaitu dengan menyatakan IBS dan dispepsia fungsional sebagai bagian

dari spektrum penyakit fungsional saluran cerna.

Esofagogastroduodenoskopi dapat dilakukan bila sulit

membedakan antara dispepsia fungsional dan organik, terutama bila

gejala yang timbul tidak khas, dan menjadi indikasi mutlak bila pasien

berusia lebih dari 55 tahun dan didapatkan tanda-tanda bahaya (Tack J,

dkk 2004).

Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi

pasien-pasien yang datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya

2
pada dispepsia yaitu:

2
 Penurunan berat badan (unintended)

 Disfagia progresif

 Muntah rekuren atau persisten

 Perdarahan saluran cerna

 Anemia

 Demam

 Massa daerah abdomen bagian atas

 Riwayat keluarga kanker lambung

Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun Pasien-pasien

dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi terlebih

dahulu dengan endoskopi (Miwa H, dkk 2012).

2.2. Pola makan

Menurut Suhardjo (2003) berpendapat bahwa pola makan dapat

didefinisikan sebagai cara seseorang atau sekelompok orang dalam memilih

makanan dan mengonsumsi sebagai tanggapan pengaruh psikologi, fisiologi,

budaya, dan sosial.

2.2.1. Pola Makan Keluarga

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola makan. Salah satu

faktor yang dapat membentuk pola perilaku makan pada mahasiswa

adalah peran serta orang tua. Orang tua menjadi penjaga pintu

(gatekeeper) dimana memiliki peran dalam mengatur pola makan

mahasiswa. Hal ini menggambarkan bahwa mahasiswa yang tinggal

2
bersama dengan orang tuanya akan lebih teratur dalam pola makan

dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak tinggal bersama dengan

orang tuanya (Robert, 2000).

Karyadi (1996) berpendapat bahwa keluarga mempunyai peran

dan pengaruh yang besar terhadap anak. Dalam hal ini orang tua

mempunyai pengaruh yang kuat dalam hal makan. Hubungan sosial

yang dekat yang berlangsung lama antara anggota keluarga

memungkinkan bagi anggotanya mengenal jenis makanan yang sama

dengan keluarga. Berdasarkan pendapat para ahli bahwa faktor orang

tua berperan besar terhadap keteraturan pola makan termasuk

mahasiswa.

2.2.2. Pola Makan Sehat

Makanan yang sehat adalah tiga kali makan dalam sehari (makan

pagi, makan siang dan makan malam) lebih baik daripada makan satu

kali atau dua kali dalam sehari dengan porsi besar. Kebiasaan dalam

meninggalkan sarapan pagi dan makan pagi tergesa merupakan hal

yang tidak boleh dilakukan karena proses metabolisme tubuh akan

terganggu (Wirakusumah, 2001). Pola makan yang tidak teratur seperti

meninggalkan sarapan pagi karena kegiatan aktivitas yang padat dapat

menyebabkan sindrom dispepsia (Reshetnikov, 2007)

2
2.3. Makanan dan Minuman Iritatif

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa

IPB, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan control dalam

mengonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan

minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan mengonsumsi

makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko munculnya gejala

dispepsia pada mahasiswa tersebut. Jenis makanan yang dikonsumsi

hendaknya mempunyai proporsi yang seimbang antara karbohidrat (55-65 %),

protein (10-15 %) dan lemak (25-35 %) (Dewi, 2011).

Makanan yang sehat adalah makanan yang didalamnya terkandung

zat- zat gizi, seperti karbohidrat, protein dan lemak ditambah dengan vitamin

dan mineral (Hardani, 2002). Kembung merupakan salah satu gejala dari

sindroma dispepsia. Perut kembung dapat disebabkan oleh masuk angin

(aerophagia) atau karena usus membuat banyak gas. Makan terburu-buru

menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari biasanya. Jenis

makanan/minuman tertentu seperti minuman bersoda, durian, sawi, nangka,

kubis dan makanan sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie, singkong,

dan talas dapat menyebabkan perut kembung (Salma, 2011).

Makanan yang sangat manis seperti kue tart dan makanan berlemak

seperti keju, gorengan merupakan makanan yang lama di cerna/sulit dicerna

menyebabkan hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri pada

lambung (Salma, 2011).

2
Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh

organisme patogen yang tertelan bersama makanan. Namun, bila barrier

lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di lambung akan

memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004).

Faktor yang memicu produksi asam lambung berlebihan, diantaranya

beberapa zat kimia, seperti alkohol, umumnya obat penahan nyeri, asam cuka.

Makanan dan minuman yang bersifat asam, makanan yang pedas serta bumbu

yang merangsang, misalnya jahe, merica (Warianto, 2011).

2.4. Hubungan pola makan (keteraturan makan dan mengonsumsi makanan

dan minuma iritatif) dengan sindrom dispepsia

Ketidakteraturan makan seperti kebiasaan makan buruk, tergesa-gesa,

dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia (Eschleman 1984

dalam Firman 2009). Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal

yang dilakukan oleh Reshetnikov (2007) kepada 1562 orang dewasa, jeda

jadwal makan yang lama, dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala

dispepsia (Firman, 2009).

Mendukung hasil penelitian diatas, berdasarkan penelitian yang

dilakukan oleh Ervianti (2008) pada 48 orang subjek tentang faktor yang

berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia, didapatkan salah satu faktor

yang berhubungan dengan kejadian sindrom dispepsia adalah keteraturan

makan.

2
Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam

lambung karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu

makan sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan teratur

akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama,

produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding

mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut menjadi

tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala

tersebut bias naik ke korongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar

(Nadesul 2005 dalam Firman 2009). Jarang sarapan di pagi hari beresiko

terkena kejadian dispepsia. Pada pagi hari tubuh memerlukan banyak kalori.

Apabila tidak makan dapat menimbulkan produksi asam lambung (Harahap,

2009).

Fungsi dari cairan asam lambung adalah untuk mencerna makanan

yang masuk ke lambung dan merubah makanan tersebut menjadi massa kental

(khimus); membantu proses pencernaan makanan yang telah di mulai dari

mulut. Cairan asam lambung merupakan cairan yang bersifat iritatif dan asam

(Ganong, 2008).

Suasana yang sangat asam di dalam lambung dapat membunuh

organisme patogen yang tertelan atau masuk bersama dengan makanan.

Namun, bila barier lambung telah rusak, maka suasana yang sangat asam di

lambung akan memperberat iritasi pada dinding lambung (Herman, 2004).

Selain faktor asam, efek proteolitik pepsin sesuai dengan sifat korosif

asam lambung yang disekresikan merupakan komponen integral

2
menyebabkan cedera jaringan. Kebanyakan agen yang merangsang sekresi

asam lambung juga meningkatkan sekresi pepsinogen. Walaupun sekresi asam

lambung dihambat, sekretin tetap merangsang sekresi pepsinogen (McGuigan,

2012).

Pengaturan asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh otak (fase

sefalik), fase sekresi, dan fase intestinal. Fase sefalik ini dimulai sebelum

adanya makanan dalam mulut bahkan dari proses melihat, mencium,

memikirkan atau mengecap makanan dapat merangsang sekresi lambung

secara refleks. Fase sefalik ini diperantarai seluruhnya oleh nervus vagal

(Ganong, 2008).

Selain pengaruh sefalik, sekresi asam lambung interdigestif atau basal

dapat dipertimbangkan untuk menjadi tahapan sekresi. Tahap ini tidak

berhubungan dengan makan, mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan

titik terendahnya kira-kira pukul 7 pagi (McGuigan, 2012).

Apabila terjadi peningkatan sekresi asam yang berlebihan dimana sifat

korosif dan efek proteolitik pepsin lebih banyak daripada efek protektif

pertahanan mukosa maka akan dapat mengiritasi mukosa lambung

(McGuigan, 2012). Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus

sepanjang hari. Tidak adanya konsumsi makanan yang masuk akan

mengganggu proses pencernaan (Ganong, 2008). Hal ini terjadi pada sebagian

besar mahasiswa yang diteliti oleh Khotimah (2012) dalam penelitian

2
tentang analisis faktor-
faktor yang mempengaruhi dispepsia memiliki pola makan yang tidak teratur.

2
Mahasiswa yang memiliki aktivitas dan jadwal pekuliahan yang sangat

padat akan mempengaruhi perilaku hidup sehatnya terutama pada pola makan

mahasiswa. Aktivitas yang padat tersebut dapat membuat seorang mahasiswa

tersebut mengulur waktu makan bahkan lupa untuk makan (Arisman, 2008).

Jenis-jenis makanan juga dapat mengakibatkan timbulnya dispepsia.

Beberapa jenis makanan tersebut adalah makanan yang berminyak dan

berlemak. Makanan ini berada di lambung lebih lama dari jenis makanan

lainnya. Makanan tersebut lambat dicerna dan menimbulkan peningkatan

tekanan di lambung. Proses pencernaan ini membuat katup antara lambung

dengan kerongkongan (lower esophageal sphincter/LES) melemah sehingga

asam lambung dan gas akan naik ke kerongkongan (Firman, 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa

Institut Pertanian Bogor, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan

kontrol dalam mengonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam,

kebiasaan minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan

mengonsumsi makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko

munculnya gejala dispepsia pada mahasiswa tersebut.

2.5. Hubungan jenis kelamin dengan sindrom dispepsia

Kejadian dispepsia lebih banyak diderita perempuan daripada laki-

laki. Perbandingan insidennya 2 : 1 (Harahap, 2007). Penelitian yang

dilakukan Tarigan di RSUP. Adam Malik tahun 2001, diperoleh penderita

dispepsia

2
fungsional laki-laki sebanyak 9 orang (40,9 %) dan perempuan sebanyak 13

orang (59,1 %).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 449 siswa usia 14-17

tahun, perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan

laki- laki, yaitu 27% dan 16% (Reshetnikov, 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Li (2014) tentang prevalensi dan

karakteristik dispepsia pada mahasiswa di Provinsi Zhejiang, China

berdasarkan kriteria diagnosis dispepsia bahwa sindrom dispepsia lebih besar

terjadi pada perempuan yaitu 7,53% daripada laki-laki yaitu 4,14%.

2.6. Hubungan tempat tinggal dengan sindrom dispepsia

Dispesia sering ditemui pada lingkungan yang padat penduduk dengan

sosial ekonomi rendah. Penyakit ini sering terjadi pada Negara berkembang,

dengan perkiraan sebanyak 10% usia 8-12 tahun terinfeksi setiap tahunnya.

Sedangkan pada Negara maju, hanya kurang dari 1% yang terkena dispesia.

Salah satu faktor yang dapat membentuk pola makan mahasiswa

adalah peran serta orang tua dengan pengawasan yang baik. Orang tua

menjadi penjaga pintu (gatekeeper) dimana memiliki peran dalam mengatur

pola makan mahasiswa (Robert, 2000). Hal ini menggambarkan bahwa

mahasiswa yang tinggal bersama orang tuanya akan lebih teratur dalam hal

pola makan

3
dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak tinggal bersama orang tuanya.

3
BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka kerangka konsep dalam penelitian ini :

Variabel Independen

Pola makan

Keteraturan makan

Jenis makanan dan minuman iritatif


Variabel Dependen

Sindrom Dispepsia

Karakteristik individu

Jenis kelamin

Tempat tinggal

Gambar 3.1. kerangka konsep

3
3.2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala

Variabel Bebas

1. Pola makan Struktur (waktu) yang kuesioner 1. Teratur Nominal

tetap dalam hal (0-16)

makan (Kamus Besar 2. Tidak teratur

Bahasa (17-33)

Indonesia, 2008)
2. Makanan dan Jenis makanan dan kuesioner 1. Tidak iritatif Nominal

Minuman minuman yang dapat (0-11)

Iritatif mengiritasi lambung. 2. Iritatif

(12-24)

3. Jenis Kelamin Karakteristik biologis kuesioner 1. Perempuan Nominal

responden dari lahir (1)

yang bersifat 2. Laki-laki (0)

permanen

3
4. Tempat Tempat menetap kuesioner 1. Tidak tinggal Nominal

tinggal responden selama bersama

kuliah. dengan orang

tua/indekos

3
2. Tinggal

bersama

dengan

orang tua

Variabel Terikat

1. Sindrom Dispepsia menurut kuesioner Penilaian Nominal

dispepsia kriteria Roma III sindroma

adalah suatu penyakit dispepsia positif

dengan satu atau (+) apabila

lebih gejala yang terdapatnya

berhubungan dengan jawaban (ya)

gangguan di pada 1 atau lebih

gastroduodenal pertanyaan 1-4

seperti, nyeri ataupun 2 atau

epigastrium, rasa lebih dari seluruh

terbakar di pertanyaan dan

epigastrium, rasa negatif (-)

penuh atau tidak apabila

nyaman setelah terdapatnya

makan, dan rasa cepat jawaban (tidak)

kenyang. Gejala yang pada seluruh

dirasakan harus pertanyaan

3
berlangsung (Djojoningrat,

setidaknya selama 2009)

tiga bulan terakhir

dengan awitan gejala

enam bulan sebelum

diagnosis ditegakkan.

(Ford AC, dkk 2013)

a. Hipotesis Penelitian
i.
Hipotesis Nol (H0)

1. Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap kejadian

sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

2. Tidak terdapat hubungan antara tempat tinggal terhadap kejadian

sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

3. Tidak terdapat hubungan antara keteraturan makan terhadap

kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

4. Tidak terdapat hubungan antara makanan dan minuman iritatif

terhadap kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

3
ii.
Hipotesis Alternatif (Ha)

1. Terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap kejadian sindrom

dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

2. Terdapat hubungan antara tempat tinggal terhadap kejadian

sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

3. Terdapat hubungan antara keteraturan makan terhadap kejadian

sindrom dispepsia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan 2016.

4. Terdapat hubungan antara mengonsumsi makanan dan minuman

iritatif terhadap kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Angkatan 2015 dan

2016.

3
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi analitik (kuantitatif) dengan desain

studi cross sectional yaitu penelitian non eksperimental dengan menggunakan

data primer yang diteliti dalam satu waktu yang bersamaan. Dalam penelitian

ini, peneliti ingin mengetahui pengaruh pola makan dan karakteristik individu

dengan kejadian sindrom dispepsia pada Mahasiswa angkatan 2015 dan 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Oleh karena itu peneliti

memilih desain studi cross sectional sebagai desain studi yang paling tepat

digunakan dalam penelitian ini.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2017.

3
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi penelitian

Populasi penelitian adalah Mahasiswa angkatan 2015 dan 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Jumlah populasi yang

menjadi objek penelitian dalam skripsi ini adalah 627 mahasiswa.

4.3.2. Sampel penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang diambil dari populasi

yang memenuhi kriteria penelitian dan secara tertulis telah menyatakan

bersedia ikut serta dalam penelitian dan telah menandatangani lembar

persetujuan atau informed consent.

4.3.3. Cara pengambilan sampel

Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan metode total

sampling yaitu semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi

dijadikan sebagai sampel.

4.4. Variabel Penelitian

4.4.1. Variabel terikat

Sindrom Dispepsia.

4.4.2. Variabel bebas

Pola makan (keteraturan makan dan mengonsumsi makanan dan

minuman iritatif) dan karakteristik individu (jenis kelamin dan tempat

tinggal).

3
4.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.5.1. Faktor inklusi

1. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Angkatan 2015 dan 2016

Universitas Hasanuddin yang telah memiliki masa studi minimal 3

bulan pada saat pengambilan data.

2. Sindrom dispepsia terjadi selama 3 bulan dalam waktu 6 bulan

terakhir sebelum diagnosis ditegakkan (Djojoningrat, 2009).

3. Telah menandatangani lembar persetujuan penelitian.

4.5.2. Faktor Ekslusi

1. Pernah didiagnosis kelainan gastrointestinal.

2. Alarm symptoms (umur > 45 tahun, perdarahan dari rektal dan

melena, penurunan berat badan > 10%, anoreksia, muntah yang

persisten, anemia, massa di abdomen atau limfadenopati, disfagia

yang progresif atau odinofagia, riwayat keluarga keganasan

saluran cerna bagian atas, riwayat keganasan atau operasi saluran

cerna sebelumnya, riwayat ulkus peptikum, kuning/jaundice).

4.6. Jenis Data dan Instrumen Penelitian

4.6.1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh

melalui kuesioner penelitian.

4
4.6.2. Instrumen Penelitian

Alat pengumpul data dan istrumen penelitian yang dipergunakan dalam

penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner.

4.7. Manajemen Penelitian

4.7.1. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada peneliti ini yaitu data primer. Data primer

pada penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber

data, yaitu dengan pengisian kuesioner oleh responden yang dilakukan

secara langsung oleh peneliti terhadap sampel penelitian. Kuesioner

tersebut terdiri dari kuesioner identitas responden (jenis kelamin

mahasiswa dan tempat tinggal mahasiswa), kuesioner pola makan, dan

kuesioner sindrom dispepsia. Kuesioner dispepsia merupakan kuesioner

yang sudah baku sedangkan kuesioner pola makan mengadopsi dari

kuesioner yang sudah valid dan reliable yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya.

a) Pola makan

Kuesioner ini terdapat 11 pertanyaan dimana 10 pertanyaan (1-10)

adalah pertanyaan positif dan 1 pertanyaan negatif yaitu pertanyaan

nomor 11. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan pilihan

jawaban (a), (b), (c) atau (d). Nilai tertinggi untuk tiap pertanyaan

adalah 3 dan nilai terendah adalah 0. Dikatakan pola makan teratur

apabila jumlah skor 0-16 dan tidak teratur apabila jumlah skor 17-33.

4
b) Kuesioner makanan dan minuman iritatif

Kuesioner ini terdapat 8 pertanyaan yang semuanya merupakan

pertanyaan negatif. Kuesioner ini menggunakan skala likert dengan

pilihan jawaban (a), (b), (c), atau (d). Dengan skor tertinggi untuk

tiap pertanyaan adalah 3 dan skor terendah adalah 0. Dikatakan

konsumsi jenis makanan dan minuman tidak iritatif apabila jumlah

skor 0-11 dan iritatif apabila jumlah skor 12-24.

c) Jenis Kelamin

Data jenis kelamin didapatkan dari 1 pertanyaan kuesioner. Jika

responden memiliki jenis kelamin laki-laki maka akan diberikan

kode 0, sedangkan responden dengan jenis kelamin perempuan

maka akan diberikan kode 1.

d) Tempat Tinggal

Data tempat tinggal responden dalam waktu 3 bulan terakhir

didapatkan dari 1 pertanyaan kuesioner. Responden dengan tempat

tinggal di rumah akan diberikan kode 0, sedangkan respon dengan

tempat tinggal kost/asrama (tidak bersama orang tua) akan

diberikan kode 1.

e) Sindrom Dispepsia

Kuesioner sindroma dispepsia dibuatkan berdasarkan Rome Criteria

III yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau

tidak. Penilaian sindroma dispepsia positif (+) apabila terdapatnya

jawaban (ya) pada 1 atau lebih pertanyaan 1-4 ataupun 2 atau lebih

4
dari seluruh pertanyaan dan negatif (-) apabila terdapatnya jawaban

(tidak) pada seluruh pertanyaan.

4.7.2. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan setelah semua data terkumpul dengan

melalui beberapa tahap, yaitu editing untuk memeriksakan data

responden dan memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian

data yang sesuai diberi kode untuk memudahkan melakukan tabulasi

dan analisa data, selanjutnya memasukkan (entry) data ke komputer dan

dilakukan pengolahan data dengan mengunakan teknik komputerisasi

yaitu dalam Microsoft Excel dan SPSS. Analisis data yang digunakan

adalah analisis univariat dan analisis bivariat.

a) Analisis univariat

Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik

dari masing-masing variabel penelitian. Data tersebut meliputi

karakteristik mahasiswa yang diteliti (jenis kelamin mahasiswa dan

tempat tinggal mahasiswa saat ini) dan pola makan dari mahasiswa

yang akan diteliti. Data-data tersebut akan dijelaskan dengan nilai

jumlah dan persentase masing-masing variabel dengan

menggunakan tabel dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang

diperoleh.

4
b) Analisis bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis dari

penelitian, yaitu apakah terdapat hubungan antara pola makan,

jenis kelamin, dan tempat tinggal terhadap sindroma dispepsia

pada mahasiswa Fakultas Kedokteran angkatan 2015 dan 2016

Universitas Hasanuddin. Data dianalisis menggunakan metode

Chi- square. Untuk interpretasi hasil menggunakan derajat

kemaknaan α (P alpha) sebesar 5% dengan catatan jika p <0,05 (p

value ≤ p alpha) maka H0 di tolak (ada hubungan antara variabel

bebas dengan terikat), sedangkan bila p>0,05 maka H0 diterima

(tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan terikat).

Chi-square: menguji apakah ada hubungan antara baris dengan

kolom pada sebuah tabel kontigensi. Data yang digunakan

merupakan data kualitatif.

Rumus Chi-square:

X2= ⅀ (O-E)2

O= skor yang diobservasi (Observed)

E= Skor yang diharapkan (Expected)

4
4.7.3. Penyajian Data

Seluruh data yang diperoleh Data diolah melalui program SPSS dan

Microsoft Excel. Hasil analisis disajikan dalam bentuk narasi yang

diperjelas dengan tabel, diagram atau grafik.

4.8. Etika Penelitian

Hal-hal yang terkait dengan etika dalam penelitian ini adalah:

1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak terkait sebagai

permohonan izin untuk melakukan penelitian.

2. Menjaga kerahasiaan identitas pasien sehingga diharapkan tidak ada

pihak yang merasa dirugikan atas penelitian yang dilakukan.

3. Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat kepada semua pihak

yang terkait sesuai dengan manfaat penelitian yang telah disebutkan

sebelumnya.

4
BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Data diperoleh dari hasil pengumpulan data berupa data primer (pengisian

kuesioner) terhadap mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin. Pengumpulan data dilakukan dalam waktu 1 bulan dengan

jumlah responden yang diperoleh sebesar 612 orang yang memenuhi kriteria inklusi.

Data yang diperoleh diolah menggunakan Microsoft Excel dan SPSS. Penyajian data

penelitian ini meliputi hasil analisis univariat dan bivariat. Hasil analisis univariat

adalah deskripsi karakteristik responden (jenis kelamin dan tempat tinggal), deskripsi

keteraturan makan, deskripsi makanan dan minuman iritatif, dan deskripsi sindrom

dispepsia. Hasil analisis bivariat adalah data dianalisis menggunakan metode Chi-

square, yaitu metode statistik yang digunakan untuk melihat kemaknaan dan

hubungan antara masing-masing variabel (karakteristik individu dan pola makan

terhadap kejadian sindrom dispepsia terhadap mahasiswa angkatan 2015 dan 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin).

Tabel 5.1 : Distribusi responden angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin (n = 612)

Responden Jumlah Persentase


Angkatan 2015 298 48,7%
Angkatan 2016 314 51,3%
Total 612 100%
Sumber : Data primer

4
5.1. Analisis Univariat

5.1.1. Karakteristik Individu

a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 612 responden, jenis kelamin

terbanyak, baik dari angkatan 2015 maupun 2016 adalah perempuan dengan

total sebanyak 425 orang (69,4%), sedangkan laki-laki hanya berjumlah 187

orang (30,6%).(Tabel 5.2.)

Tabel 5.2 : Distribusi responden menurut jenis kelamin mahasiswa


angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin (n = 612)

Jenis Kelamin Jumlah (%) Total


Angkatan 2015 Angkatan 2016 (%)
101 86 187
Laki-laki
(33.9%) (27,4%) (30,6%)
197 228 425
Perempuan
(66,1%) (72,6%) (69,4%)
298 314 612
Total
(100%) (100%) (100%)
Sumber : Data primer
b. Tempat Tinggal

Distribusi responden menurut tempat tinggal (tabel 5.3.) memperlihatkan

bahwa jumlah responden yang tidak tinggal bersama orang tua lebih banyak

(392 orang; 64,1%) dibandingkan dengan yang tinggal bersama orang tua

(220

4
orang; 35,9%).

4
Tabel 5.3. : Distribusi responden menurut tempat tinggal mahasiswa
angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin (n = 612)

Tempat Jumlah (%) Total


Tinggal 2015 2016 (%)
Bersama 111 109 220
Orang tua (37,2%) (34,7%) (35,9%)
Tidak Bersama 187 205 392
Orang tua (62,8%) (65,3%) (64,1%)
298 314 612
Total
(100%) (100%) (100%)
Sumber : Data Primer

5.1.2. Pola makan

Distribusi responden menurut keteraturan makan (tabel 5.4.)

menunjukkan bahwa dari 612 responden, lebih banyak mahasiswa yang

makan tidak teratur (315 orang; 51,5%). daripada yang teratur (297 orang;

48,5%). Dikatakan pola makan teratur apabila jumlah skor yang

didapatkan dari data kuesioner mengenai keteraturan makan adalah 0-16

dan tidak teratur apabila jumlah skor 17-33.

Tabel 5.4. : Distribusi responden menurut keteraturan makan


mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)

Keteraturan Jumlah (%) Total


Makan 2015 2016 (%)
149 148 297
Teratur
(50,0%) (47,1%) (48,5%)
149 166 315
Tidak Teratur
(50,0%) (52,9%) (51,5%)
298 314 612
Total
(100%) (100%) (100%)
Sumber : Data Primer

4
Distribusi responden menurut makanan dan minuman iritatif (tabel

5.5.) menunjukkan bahwa dari 612 responden, lebih banyak mahasiswa

yang mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak iritatif sebanyak

358 orang (58,5%) daripada yang iritatif sebanyak 254 orang (41,5%)..

Dikatakan konsumsi jenis makanan dan minuman tidak iritatif apabila

pada data kuesioner didapatkan jumlah skor 0-11 dan iritatif apabila

jumlah skor 12-24.

Tabel 5.5. : Distribusi responden menurut makanan dan minuman


iritatif pada mahasiswa angkatan 2015 dan 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)
Makanan dan Jumlah (%) Total
Minuman Iritatif 2015 2016 (%)
127 127 254
Iritatif
(42,6%) (40,4%) (41,5%)
171 187 358
Tidak Iritatif
(57,4%) (59,6%) (58,5%)
298 314 612
Total (100%) (100%) (100%)
Sumber : Data Primer

5.1.3. Sindrom Dispepsia

Penilaian sindroma dispepsia dibuat berdasarkan kriteria Roma III

yang terdiri dari 7 pertanyaan dengan pilihan jawaban ya atau tidak.

Dikatakan positif (+) apabila terdapatnya jawaban (ya) pada 1 atau lebih

pertanyaan 1- 4 ataupun 2 atau lebih dari seluruh pertanyaan dan negatif

(-) apabila terdapatnya jawaban (tidak) pada seluruh pertanyaan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang menderita

sindrom dispepsia, baik itu dari angkatan 2015 maupun 2016 dengan total

4
sebanyak

4
368 orang (60,1%), sedangkan yang tidak menderita sindrom dispepsia

sebanyak 244 orang (39,9%). (Tabel 5.6)

Tabel 5.6. : Distribusi responden menurut sindrom dispepsia pada


mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)
Sindrom Jumlah (%) Total
Dispepsia 2015 2016 (%)
167 201 368
Iya
(56,0%) (64,0%) (60,1%)
131 113 244
Tidak
(44,0%) (36,0%) (39,9%)
298 314 612
Total
(100%) (100%) (100%)
Sumber : Data Primer

5.2. Analisis Bivariat

5.2.1. Hubungan antara Karakteristik Individu (Jenis Kelamin dan Tempat

Tinggal) dengan Sindrom Dispepsia

Tabel 5.7. : Distribusi responden menurut jenis kelamin dan sindrom


dispepsia mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)

Sindrom Dispesia
Total
Jenis
Ya Tidak p value
Kelamin
N % n % N %
Laki-laki 28 15% 159 85% 187 100%
0,000
Perempuan 340 80% 85 20% 425 100%

Total 368 60,1% 244 39,9% 612 100%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7. terdapat kecenderungan jumlah responden

dengan jenis kelamin perempuan yang lebih banyak mengalami sindrom

4
dispepsia, yaitu 340 orang (80%). Sedangkan responden dengan jenis

kelamin laki-laki hanya berjumlah 28 orang (15%). Hasil analisa statistik

menggunakan uji korelasi Chi-Square diperoleh hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan sindrom dispepsia. (p < 0,05)

Tabel 5.8. : Distribusi responden menurut tempat tinggal dan sindrom


dispepsia mahasiswa angkatan 2015 dan 2016 Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)

Sindrom Dispesia
Total
Tempat
Ya Tidak p value
tinggal
N % n % N %

Bersama 42 19,1% 178 80,9% 220 100%


Orang tua

Tidak 326 83,2% 66 16,8% 392 100% 0,000


Bersama
Orang tua

Total 368 60,1% 244 39,9% 612 100%

Sumber : Data Primer

Pada tabel 5.8. terdapat kecenderungan jumlah responden yang tidak

tinggal dengan orang tua lebih banyak mengalami sindrom dispepsia,

yaitu 326 orang (83,2%), sedangkan responden yang tinggal bersama

orang tua atau keluarga hanya berjumlah 42 orang (19,1%). Berdasarkan

hasil analisis menggunakan uji korelasi Chi-Square diperoleh hubungan

yang bermakna antara tempat tinggal dengan sindrom dispepsia. (p < 0,05)

4
5.2.2. Hubungan antara Keteraturan Makan dengan Sindrom Dispepsia

Tabel 5.9. : Distribusi responden menurut keteraturan makan dan


sindrom dispepsia mahasiswa angkatan 2015 dan 2016
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (n = 612)
Sindrom Dispesia
Total p value
Keteraturan
Makan Ya Tidak
n % n % N %

Teratur 53 17,8% 244 82,2% 297 100%

Tidak 315 100% 0 0% 315 100% 0,000


Teratur

Total 368 60,1% 244 39,9% 612 100%

Sumber : Data Primer

Berdasarkan Tabel 5.9. terdapat kecenderungan jumlah responden

dengan pola makan yang tidak teratur lebih banyak mengalami sindrom

dispepsia, yaitu 315 orang (100%), sedangkan responden dengan pola

makan teratur hanya berjumlah 53 orang (17,8%). Hasil analisa statistik

menggunakan uji korelasi Chi-Square diperoleh hubungan yang bermakna

antara keteraturan makan dengan sindrom dispepsia. (p < 0,05)

5.2.3. Hubungan antara Makanan dan Minuman Iritatif dengan Sindrom

Dispepsia

Hasil penelitian (tabel 5.10.) menunjukkan bahwa terdapat

kecenderungan jumlah responden yang mengonsumsi makanan dan

minuman iritatif lebih banyak mengalami sindrom dispepsia sebanyak 247

orang (97,2%), sedangkan responden yang mengonsumsi makanan tidak

iritatif hanya berjumlah 121 orang (33,8%). Hasil analisa statistik

5
menggunakan uji korelasi Chi-Square diperoleh hubungan yang bermakna

antara keteraturan makan dengan sindrom dispepsia. (p < 0,05)

Tabel 5.10. : Distribusi responden menurut makanan dan minuman


iritatif dengan sindrom dispepsia mahasiswa angkatan
2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin (n = 612)

Sindrom Dispesia
Makanan dan Total p value
Minuman Ya Tidak
Iritatif
n % n % N %
Iritatif 247 97,2% 7 2,8% 254 100%
0,000
Tidak Iritatif 121 33,8% 237 66,2% 358 100%

Total 368 60,1% 244 39,9% 612 100%


Sumber : Data Primer

5
BAB 6

PEMBAHASAN

Dari penelitian mengenai hubungan jenis kelamin dengan sindrom

dispepsia diketahui bahwa jumlah perempuan yang mengalami sindrom

dispepsia lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Reshetnikov (2007). Dimana perempuan lebih

banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan laki-laki. Penelitian yang

dilakukan oleh Li (2014) tentang prevalensi dan karakteristik dispepsia pada

mahasiswa di Provinsi Zhejiang, China berdasarkan kriteria diagnosis

dispepsia bahwa sindrom dispepsia lebih besar terjadi pada perempuan.

Menurut Woodrow (2005) dan Prio (2009), pria lebih toleran terhadap gejala-

gejala gangguan lambung seperti nyeri daripada wanita.

Seperti yang dikemukakan Guyton (2015), bahwa sekresi lambung diatur

oleh mekanisme saraf dan hormonal. Pengaturan hormon berlangsung melalui

hormon gastrin. Hormon ini bekerja pada kelenjar gastric dan menyebakan

aliran tambahan lambung yang sangat asam. Sekresi tersebut berlangsung

selama beberapa jam. Hormon gastrin dipengaruhi oleh beberapa hal seperti

adanya makanan dalam jumlah besar yang berada di lambung, juga zat

sekretatogue seperti ektrak makan, hasil pencernaan protein, alkohol, dan

kafein. Namun, ternyata ada hal lain yang juga mempengaruhi kerja hormon

gastrin, yaitu jenis kelamin. Menurut Prio (2009), faktor hormonal wanita

lebih

5
reaktif dibanding pria.

5
Pada hasil penelitian yang diperoleh, tidak hanya responden yang berjenis

kelamin perempuan menderita sindrom dispepsia, tetapi ada 15% responden

laki-laki juga menderita sindrom dispepsia. Kemungkinan hal ini dapat terjadi

karena ada faktor-faktor lain yang memicu timbulnya sindrom dispepsia.

Faktor stress diduga sebagai salah satu penyebab lain timbulnya sindrom

dispepsia. Stress memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian sindrom

dispepsia, hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tarigan

(2003) bahwa pasien yang mengalami dispepsia berhubungan dengan stres

yang dialaminya.

Dari data kuesioner penelitian menunjukkan bahwa tidak sedikit laki-laki

yang mengonsumsi makanan dan minuman iritatif seperti kopi dan minuman

bersoda, hal ini diduga sebagai penyebab lain terjadinya sindrom dispepsia.

Sherwood (2014) yang menyatakan bahwa kafein dapat merangsang sekresi

getah lambung yang sangat asam walaupun tidak ada makanan.

Dari hasil penelitian mengenai hubungan tempat tinggal dengan sindrom

dispepsia diketahui bahwa terdapat kecenderungan jumlah responden yang

tidak tinggal bersama orang tua lebih banyak mengalami sindrom dispepsia

dibandingkan dengan responden yang tinggal bersama orang tua. Hal ini

sesuai dengan penelitian Robert (2000), Salah satu faktor yang dapat

membentuk pola makan mahasiswa adalah peran serta orang tua dengan

pengawasan yang baik.

mengatur pola makan mahasiswa. Hal ini menggambarkan bahwa

5
Orang tua menjadi penjaga pintu (gatekeeper) dimana memiliki peran dalam

mengatur pola makan mahasiswa. Hal ini menggambarkan bahwa

5
yang tinggal bersama orang tuanya akan lebih teratur dalam hal pola makan

dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak tinggal bersama orang tuanya.

Menurut Reuters (2012), remaja sering gagal membuat prioritas kesehatan

setelah meninggalkan rumah dan tinggal di kota lain untuk kuliah. Kehidupan

sehari-hari seperti makan dengan diet seimbang sering tidak dipenuhi. Selain

itu, kebanyakan remaja ketika memasuki kehidupan mahasiswa seringkali

meninggalkan rumah dan menjadi anak kos, dimana kehidupan anak kos

identik dengan gaya hidup yang kurang teratur dan kurang sehat. Anak kos

seringkali tidak memenuhi kebutuhan asupan makanan sehat.

Dalam memperoleh makanan, ada beberapa cara mahasiswa kost

mendapatkan makanan yaitu makan bayar, beli di warung, rantangan dan

masak sendiri. Hal ini dilakukan 3 kali atau 2 kali per hari, tergantung kepada

keinginan mahasiswa tersebut. Khusus mereka yang makan sendiri atau

makan bayar, keteraturan pola makannya sangat tergantung kepada

kedisiplinan mereka mengatur waktu dan keuangan. Tidak jarang dijumpai

mahasiswa yang makan pagi dan siang disatukan karena terlambat bangun

atau kondisi keuangan yang kurang baik, karena biasanya yang dialami anak

kos, ada waktu tertentu uang mereka banyak dan ada waktu tertentu uang

mereka sedikit atau sama sekali tidak ada (Mulia, 2010).

Berdasarkan data kuesioner penelitian dan observasi sederhana yang

dilakukan oleh peneliti, ketersediaan makanan di kost atau asrama tidak jauh

berbeda dengan ketersediaan makanan di rumah. Aksesibilitas warung makan

dari berbagai jenis masakan hingga berbagai tingkatan harga sudah

5
mudah di sekitar kost atau asrama mahasiswa, sedangkan pada mahasiswa

yang tinggal di rumah, banyak yang tidak sarapan dan waktu makannya

terlambat karena membutuhkan perjalanan yang cukup lama. Hal ini

memungkinkan sebagai salah satu penyebab terjadinya sindrom dispepsia

pada beberapa responden yang tinggal bersama orang tua atau keluarga.

Hasil penelitian mengenai hubungan keteraturan makan dengan sindrom

dispepsia memperlihatkan kecenderungan jumlah responden dengan pola

makan yang tidak teratur lebih banyak mengalami sindrom dispepsia. Hal ini

menunjukkan bahwa banyak mahasiswa yang tidak terlalu memperhatikan

kebiasaan makannya.

Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh

Reshetnikov (2007) jeda jadwal makan yang lama, dan ketidakteraturan

makan berkaitan dengan gejala dispepsia.

Menurut Djojodiningrat (2009) pola makan merupakan salah satu faktor

yang berperan pada kejadian dispepsia. Makan yang tidak teratur, kebiasaan

makan yang tergesa-gesa dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan

dispepsia.

Kebiasaan makan yang teratur sangat penting bagi sekresi asam lambung

karena kondisi tersebut memudahkan lambung mengenali waktu makan

sehingga produksi asam lambung terkontrol. Kebiasaan makan teratur akan

membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal ini berlangsung lama,

produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding

mukosa pada lambung sehingga timbul gastritis dan dapat berlanjut

5
tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala

tersebut bias naik ke korongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar

(Nadesul 2005). Jarang sarapan di pagi hari beresiko terkena kejadian

dispepsia. Pada pagi hari tubuh memerlukan banyak kalori. Apabila tidak

makan dapat menimbulkan produksi asam lambung (Harahap, 2009).

Dari penelitian mengenai hubungan makanan dan minuman iritatif dengan

sindrom dispepsia diketahui bahwa jumlah responden yang mengonsumsi

makanan dan minuman iritatif lebih banyak mengalami sindrom dispepsia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Susanti (2011) pada mahasiswa

IPB, terdapat perbedaan antara kelompok kasus dan control dalam

mengonsumsi makanan pedas, makanan atau minuman asam, kebiasaan

minum teh, kopi, dan minuman berkarbonasi. Kebiasaan mengonsumsi

makanan dan minuman tersebut dapat meningkatkan resiko munculnya gejala

dispepsia pada mahasiswa tersebut.

Makan terburu-buru menyebabkan produksi gas usus lebih banyak dari

biasanya. Jenis makanan/minuman tertentu seperti minuman bersoda, durian,

sawi, nangka, kubis dan makanan sumber karbohidrat seperti beras ketan, mie,

singkong, dan talas dapat menyebabkan perut kembung. Makanan yang sangat

manis seperti kue tart dan makanan berlemak seperti keju, gorengan

merupakan makanan yang lama di cerna/sulit dicerna menyebabkan

hipersekresi cairan lambung yang dapat membuat nyeri pada lambung (Salma,

2011).

Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Menurut Oktavia (2009),

5
kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf pusat sehingga dapat

5
meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung

dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek

sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Hal ini

sejalan dengan yang diungkapkan oleh Guyton (2015), bahwa kafein adalah

salah satu dari zat sekretagogue yang merupakan salah satu penyebab antrum

mukosa lambung menyekresikan hormon gastrin. Sherwood (2014),

menambahkan bahwa kafein dapat merangsang sekresi getah lambung yang

sangat asam walaupun tidak ada makanan.

Selain konsumsi kopi, pada data kuesioner didapatkan bahwa cenderung

mahasiswa juga mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan. Menurut

Oktavia (2009), mengonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan

merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus yang

berkontraksi. Hal ini akan menimbulkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang

disertai dengan mual dan muntah. Bila kebiasaan mengonsumsi makanan

lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal enam bulan dibiarkan

terus menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung (Suparyanto, 2012).

Pada penelitian ini frekuensi makan makanan pedas yang didapatkan pada

kuesioner bagian pola konsumsi makanan dan minuman iritatif adalah

kebiasaan selama tiga bulan terakhir, sehingga tidak dapat dipastikan apakah

responden yang memiliki kebiasaan konsumsi makanan pedas dalam 6 bulan

terakhir secara terus menerus atau tidak. Hal inilah yang mungkin

menyebabkan adanya 2,8% mahasiswa yang mengonsumsi makanan dan

minuman iritatif tapi tidak menderita sindrom dispepsia.

5
Keterbatasan penelitian ini adalah variabel independen yang diteliti belum

mencakup semua faktor yang memungkinkan terjadinya sindrom dispepsia.

Terdapat sebuah faktor yang hampir dalam seluruh penelitian mengenai

sindrom dispepsia yang memiliki hubungan bermakna dengan faktor stress.

Nyeri abdominal merupakan masalah utama yang dialami oleh pasien

dispepsia. Depresi akan mengubah pergerakan usus yang akan memperkuat

perasaan nyeri sehingga menimbulkan perasaan nyeri yang berlebihan. Pada

pasien yang mengalami rasa takut, cemas dan depresi memperlihatkan

mukosa lambung yang pucat akibat penurunan sekresi lambung dan motilitas

(pergerakan) lambung (Tarigan, 2003).

rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan studi cross

sectional sehingga sulit menentukan hubungan sebab akibat karena

pengambilan data resiko dan efek dilakukan bersamaan dalam satu waktu

sehingga kemungkinan bias cukup besar mengingat kejadian dispepsia

membutuhkan waktu yang tidak sebentar.

5
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan sindrom

dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, dimana proporsi terbanyak adalah perempuan.

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara tempat tinggal dengan sindrom

dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, dimana mahasiswa yang tidak tinggal bersama

orang tua cenderung mengalami sindrom dispepsia.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara keteraturan makan dengan

sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana lebih banyak terjadi pada

mahasiswa dengan pola makan tidak teratur.

4. Terdapat hubungan yang bermakna antara mengonsumsi makanan dan

minuman iritatif dengan sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan

2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, dimana

mahasiswa yang mengonsumsi makanan dan minuman iritatif cenderung

mengalami sindrom dispepsia.

5
7.2. Saran

1. Bagi Mahasiswa

a. Mengubah dan menjaga frekuensi makan besar minimal 3 kali/hari,

makan cemilan 2 kali/hari dengan membuat jadwal makan dan selalu

menjaga ketersediaan makanan ketika waktu makan tiba atau dengan

selalu membawa makanan cemilan.

b. Memperhatikan waktu makan teratur (tepat) serta jenis makanan yang

adekuat dan bervariasi, yaitu terdiri dari karbohidrat, protein, dan

lemak setiap kali makan.

c. Hindari konsumsi makanan pedas, asam, minuman bersoda atau

beralkohol terlalu sering.

d. Mahasiswa dapat mengenali faktor pencetus terjadinya sindrom

dispepsia sehingga dapat melakukan langkah-langkah promotive dan

preventive untuk mencegah terjadinya sindrom dispepsia.

2. Bagi instansi kesehatan

Perlunya penyuluhan atau promosi kesehatan terutama pada penyakit-

penyakit yang mudah terjadi pada mahasiswa seperti sindrom dispepsia.

3. Peneliti selanjutnya

a. Memaparkan lebih banyak lagi faktor yang berhubungan dengan

sindrom dispepsia seperti, faktor stress, infeksi bakteri Helicobacter

pylori, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan sebagainya.

6
b. Mepertimbangkan desain penelitian lainnya guna mempererat

hubungan sebab akibat yang mungkin terjadi, misalnya dengan

menggunakan desain penelitian case control.

6
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Appendix B: Rome III Diagnostic criteria for functional gastrointestinal disorders.

Am J Gastroenterol. 2010;105:798–801.

Arisman MB. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2008.

Chan WW, Burakoff R. 2010. Functional (Nonulcer) dyspepsia. In: Greenberger,

Norton J. Current Diagnosis & Treatment Gastroenterology, Hepatology, &

Endoscopy. Philadelphia: Mc Graw Hill. pp. 203-206.

Dahlerup S, Andersen RC, Nielsen BS, Schjodt I, Christensen LA, Gerdes LU, et al.

First-time urea breath tests performed at home by 36,629 patients: a study of

Helicobacter pylori prevalence in primary care. Helicobacter. 2011;16(6):468-74.

Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Sehat 2010. Jakarta; Departemen Kesehatan

Republik Indonesia; 2004

Ervianti M. 2008. Faktor Yang Berhubungan dengan Kejadian Sindroma Dispepsia

pada Supir Truk: Studi di PT. Varia Usaha. Tersedia dari: http://

adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-sl-2008-erviantime8434.

Ford AC, Moayyedi P. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2013;29:662-8.

Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-22. Jakarta: EGC; 2008.

Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati,

Ramadani D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2015.

6
Halder SL, Locke GR 3rd, Schleck CD, Zinsmeister AR, Melton LJ 3rd, Talley NJ.

Natural history of functional gastrointestinal disorders: a 12-year longitudinal

population-based study. Gastroenterology.2007;133:799-807.

Harahap, Y. (2009). Karakteristik Penderita Dispepsia Rawat Inap di Rumah Sakit

Martha Friska Medan Tahun 2007.

Heinberg LJ, Thompson JK. The Media’s Influence On Body Image Disturbance And

Eating Disorders. Journal of social issue. 2009;55(2):339-353.

Herman, B. (2004). Fisiologi pencernaan untuk kedokteran. Padang : Andalas

University Press

Kaji M, Fujiwara Y, Shiba M, Kohata Y, Yamagami H, Tanigawa T, et al. Prevalence

of overlaps between GERD, FD and IBS and impact on health-related quality of

life. J Gastroenterol Hepatol.2010;25(6):1151-6.

Karyadi D. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Jakarta: PT Gramedia; 1996.

Khotimah N. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sindrom Dispepsia pada

Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Jurnal

Keperawatan Holistik. 2012;1:19-24

Lacy BE, Talley NJ, Camilleri M. Functional dyspepsia: Time to change clinical trial

design. Am J Gastroenterol. 2010;105:2525-9.

6
Laksono, D. R. (2011). Hubungan Skor Keparahan Dispepsia dengan Tingkat

Kerusakan Mukosa Lambung Secara Endoskopi.

Li M, Lu B, Chu L, Zhou H, Chen MY. 2014. Prevalence And Characteristics of

Dyspepsia Among College Students in Zhejiang Province. World J Gastroenterol.

20(13):3649-54.

Lindseth GN. Gangguan Lambung dan Duodenum. In: Hartanto, H., Patofisiologi

Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012

McGuigan JE. 2012. Ulkus Peptikum dan Gastritis. In: Isselbacher J.K., Braunwald

E, Wilson J.D., Martin J.B., Fauci A.S., Kasper D.L., Harrison: Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam. 13thed. Jakarta: EGC. pp. 1532-34.

Miwa H, Ghoshal UC, Gonlachanvit S, et al. Asian consensus report on functional

dyspepsia. J Neurogastroenterol Motil 2012;18:150-68.

Mulia, A. (2010). Pengetahuan gizi, pola makan dan status gizi mahasiswa

Pendidikan Tekhnologi Kimia Industri (PTKI) Medan Tahun 2010.

Monks FJ. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press;

2000.

Montalto M, Santoro L, Vastola M, Curigliano V, Cammarota G, Manna R, et al.

Functional dyspepsia: defi nition, classifi cation, clinical and therapeutic

management. [Article in Italian]. Ann Ital Med Int. 2004 Apr-Jun;19(2):84-9.

6
Notoadmojo S. 2010. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Parewangi AML. Jumlah data Helicobacter pylori positif di Makassar. Makassar:

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo; 2011. (Unpublished raw data).

Price dan Wilson. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi

6. Jakarta : EGC

Quigley EM, Keohane J. Dyspepsia. Curr Opin Gastroenterol. 2008; 24:692-7.

Rani AA, Jacobus A. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusat: Interna Publishing;

2011

Reshetnikov OV, Kurilovich SA, Denisova DV, Zavyalova LG, Tereshonok IN.

2007. Prevalence of Dyspepsia and Irritable Bowel Syndrome Among Adolescent

of Novosibirsk, Institute Of Internal Medicine Russia. Int. J Circumpolar Health.

60(2):253.

Robert WB, William S. 2000. Nutrition Troughout The Life Cycle. Boston: McGraw

Hill.

Sayogo S. Gizi Remaja Putri. Jakarta: FK UI; 2006

Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2014.

Suhardjo. 2003. Berbagai cara pendidikan gizi. Jakarta. Bumi Aksara

Susanti , A. (2011). Faktor risiko dispepsia pada mahasiswa Institut Pertanian Bogor

(IPB). http://fema.ipb.ac.id/index.php/faktor - risiko -dispepsia -pada -mahasiswa

6
institut -pertanian -bogor -ipb -2/

6
Syam AF, Abdullah M, Rani AA, et al. Evaluation of the use of rapid urease test:

Pronto Dry to detect H pylori in patients with dyspepsia in several cities in

Indonesia. World J Gastroenterol 2006;12:6216-8.

Tack J, Bisschops R, Sarnelli G. Pathophysiology and treatment of functional

dyspepsia. Gastroenterology. 2004;127:1239-55.

Talley NJ, Colin-Jones D, Koch KL, Koch M, Nyren O, Stanghellini V. Functional

dyspepsia: a classifi cation with guidelines for diagnosis and management.

Gastroenterol Int. 1991;4:145.

Talley NJ, Stanghellini V, Heading RC, Koch KL, Malagelada JR, Tytgat GN.

Functional gastroduodenal disorders. Gastroenterology. 2006;130:1466-79.

Talley NJ, Vakil N, and the Practice Parameters Committee of the American College

of Gastroenterology. Guidelines for the management of dyspepsia. Am J

Gastroenterol 2005;100:2324-37.

Tarigan, C. J. (2003). Perbedaan Depresi pada Pasien Dispepsia Fungsional dan

Dispepsia Organik.

Tian XP. Translation and validation of the Nepean Dyspepsia Index for functional

dyspepsia in China. World J Gastroenterol. 2009; 15(25): 3173-7.

6
Lampiran 1

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Astri Dewi


NIM : C111 14 087
Tempat Tanggal Lahir : Parepare, 18 Oktober 1996
Alamat : Rusunawa 2 Blok A 219, Universitas Hasanuddin,
Makassar. Agama : Islam
Suku : Bugis
Nama Orang Tua
Ayah : Thamrin
Ibu : Dra. Sitti Aisyah

Riwayat Pendidikan
Tahun 2002 Lulus TK Pertiwi Parepare
Tahun 2008 Lulus SD Negeri 28 Parepare
Tahun 2011 Lulus SMP Negeri 3 Parepare
Tahun 2014 Lulus SMA Negeri 5 Parepare
Tahun 2014-Sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

6
Lampiran 2

LEMBAR INFORMED CONSENT

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Nama saya Astri Dewi, Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin . Saya akan melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Pola Makan dan Karakteristik Individu Terhadap Kejadian Sindrom Dispepsia

pada Mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016 Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin”.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara pola makan dan karakteristik individu (jenis kelamin dan tempat tinggal)

terhadap kejadian sindrom dispepsia pada mahasiswa Angkatan 2015 dan 2016

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan Saudara untuk mengisi pertanyaan-

pertanyaan yang tertera pada kuesioner terlampir untuk disertakan dalam data

penelitian. Saya akan menjamin kerahasiaan identitas maupun jawaban yang saudara

berikan. Sebagai bukti kesediaan menjadi responden dalam penelitian ini, saya mohon

kesediaan Saudara sekalian untuk menandatangani persetujuan yang telah saya

siapkan.

6
Lampiran 3

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : L / P

Alamat :

Pekerjaan :

Setelah mendapat penjelasan dari peneliti mengenai penelitian ini, saya


menyatakan bersedia secara sukarela tanpa paksaan untuk menjadi responden
penelitian ini dan menaati semua prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini.
Saya mengerti bahwa prosedur penelitian terhadap saya tidak akan menyebabkan hal-
hal yang merugikan bagi saya.

Makassar,.................................2017

Responden

(……………………)
Saksi 1 Saksi 2
NIM

(……………………) (……………………)

NIM NIM

Penanggung Jawab, Peneliti Utama


Nama : Astri Dewi
Alamat : Rusunawa 2 UNHAS Blok A No. 219, Makassar
No. Telpon : 081241534340

7
Lampiran 4

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN POLA MAKAN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU

TERHADAP KEJADIAN SINDROM DISPEPSIA PADA MAHASISWA

ANGKATAN 2015 DAN 2016 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

HASANUDDIN

1. Data Pribadi

1. Nama :

2. NIM :

3. Jenis Kelamin : L/ P

4. Usia : tahun

5. Nomor telepon/ HP:

6. Bertempat tinggal : bersama orang tua/kost/asrama/lain-lain;……

2. Data Keteraturan Makan

Bacalah setiap pertanyaan dan tuliskan tanda silang ( × ) pada pilihan jawaban a, b, c

atau d yang menurut Saudara paling benar.

1. Berapa kali Saudara makan dalam satu hari?

a. 3 kali

b. 2 kali

c. 1 kali

d. Kalau lapar

7
2. Apakah Saudara sarapan pagi setiap hari?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau lapar

d. Tidak pernah sama sekali

3. Apakah Saudara sarapan pagi antara jam 07.00-09.00 pagi?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau lapar

d. Tidak pernah sama sekali

4. Apakah Saudara makan siang setiap hari?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau lapar

d. Tidak pernah sama sekali

5. Apakah Saudara makan malam setiap hari?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau lapar

d. Tidak pernah sama sekali

6. Berapa lama jeda antara waktu makan Saudara?

a. 4-5 jam

b. 5-6

7
c. 6-9 jam

d. > 10 jam

7. Apakah lama jeda waktu makan Saudara selalu sama di antara waktu makan

setiap hari?

a. Ya, lama jeda waktu makan saya selalu sama di antara waktu makan di setiap

harinya

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau tidak ada kegiatan

d. Tidak, lama jeda antara waktu makan saya tidak menentu setiap harinya

8. Apakah Saudara sering mengonsumsi makanan tambahan atau cemilan setiap

harinya?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau banyak kegiatan

d. Tidak pernah

9. Cemilan apa yang biasa Saudara konsumsi setiap harinya?

a. Buah-buahan

b. Puding

c. Snack/makanan ringan

d. Gorengan

10. Apakah konsumsi makanan Saudara cukup sebagai sumber energi untuk

beraktivitas?

a. Ya, saya merasa cukup energi untuk beraktivitas setiap

7
b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau tidak ada kegiatan

d. Tidak, saya merasa kekurangan energi

11. Apakah Saudara makan di larut malam?

a. Ya, saya selalu makan di larut malam

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau ada kegiatan

d. Tidak pernah sama sekali

3. Data Makanan dan Minuman Iritatif

Bacalah setiap pertanyaan dan tuliskan tanda silang ( × ) pada pilihan jawaban a, b, c

atau d yang menurut Saudara paling benar.

1. Apakah Saudara minum kopi?

a. Ya, saya minum 4 cangkir atau lebih kopi setiap hari (1 cangkir = 150 mL)

b. Ya, saya minum 1-3 cangkir kopi setiap hari

c. Ya, kadang-kadang

d. Tidak pernah sama sekali

2. Jenis kopi apa yang biasa Saudara konsumsi?

a. Kopi instan

b. Kopi asli dengan susu

c. Kopi asli dengan gula

d. Kopi asli

7
3. Apakah Saudara mengonsumsi minuman bersoda?

a. Ya, saya minum 2 kaleng atau lebih minuman bersoda setiap hari (1 kaleng =

330 mL)

b. Ya, saya minum 1 kaleng minuman bersoda setiap hari

c. Ya, kadang-kadang

d. Tidak pernah sama sekali

4. Apakah Saudara mengonsumsi minuman beralkohol?

a. Ya, saya minum 2 gelas atau lebih minuman beralkohol setiap hari (1 gelas =

200 mL)

b. Ya, saya minum 1 gelas minuman beralkohol setiap hari

c. Ya, kadang-kadang

d. Tidak pernah sama sekali

5. Apakah Saudara mengonsumsi makanan tinggi lemak, seperti gorengan sebanyak

3 potong atau lebih setiap hari?

a. Ya, rutin setiap hari

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau disediakan

d. Tidak pernah sama sekali

6. Apakah Saudara selalu menambahkan banyak cabai di makanan Saudara?

a. Ya, sampai perut terasa perih

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau ingin

d. Tidak pernah

7
7. Apakah Saudara mengonsumsi makanan asam?

a. Ya, sampai perut terasa perih

b. Ya, kadang-kadang

c. Ya, kalau ingin

d. Tidak pernah

8. Jenis makanan asam apa yang Saudara konsumsi?

a. Asam cuka

b. Mangga muda

c. Kedondong

d. Jeruk manis

4. Data Sindrom Dispepsia

1. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara merasakan sakit atau rasa tidak enak di

ulu hati / bagian perut selama beberapa kali dalam seminggu?

a. Ya b. Tidak

2. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara merasakan adanya rasa panas terbakar

yang tidak nyaman / nyeri terbakar di dada selam beberapa kali dalam seminggu?

a. Ya b. Tidak

3. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara merasa kembung setelah makan makanan

porsi normal / biasa selama beberapa kali dalam seminggu?

a. Ya b. Tidak

7
4. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara merasa cepat kenyang atau tidak sanggup

menghabiskan makanan dengan porsi normal/biasa selama beberapa kali dalam

seminggu?

a. Ya b. Tidak

5. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara merasa mual selama beberapa kali dalam

seminggu?

a. Ya b. Tidak

6. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara mengalami keluhan muntah selama

beberapa kali dalam seminggu?

a. Ya b. Tidak

7. Dalam 2 bulan terakhir, adakah Saudara mengalami keluhan sering sendawa

selama beberapa kali dalam seminggu?

a. Ya b. tidak

7
Lampiran 5

7
7
8
8
LAMPIRAN 6
A. DATA KUESIONER 2015
Pola Makan Pola Makan
Jenis Tempat makanan & Sindrom Jenis Tempat Sindrom
No. keteraturan No. keteraturan makanan&
Kelamin tinggal minuman Dispepsia Kelamin tinggal Dispepsia
makan makan minuman
iritatif
iritatif
1 1 1 17 12 1 61 0 1 7 11 0
2 0 0 12 8 0 62 1 1 17 12 1
3 1 1 17 11 1 63 0 0 14 9 0
4 1 1 9 3 0 64 1 1 17 9 1
5 1 1 18 13 1 65 0 0 6 11 0
6 1 1 19 10 1 66 1 1 22 13 1
7 1 1 19 12 1 67 0 0 10 6 0
8 1 1 8 8 0 68 1 1 19 12 1
9 1 1 20 12 1 69 1 1 19 12 1
10 1 1 6 12 0 70 1 1 17 9 1
11 0 1 19 8 1 71 0 0 9 7 0
12 1 1 17 12 1 72 0 0 14 8 0
13 1 1 13 6 0 73 1 1 18 13 1
14 0 0 11 7 0 74 0 1 14 10 0
15 1 1 18 7 1 75 1 0 12 8 0
16 1 1 20 8 1 76 0 0 8 9 0
17 1 1 18 13 1 77 1 0 6 8 0
18 1 1 19 12 1 78 0 0 13 6 0
19 1 1 17 9 1 79 0 0 12 11 0
20 1 0 7 12 1 80 0 1 15 9 0
21 1 0 13 13 1 81 1 0 6 12 0
22 1 1 19 13 1 82 1 0 5 6 0
23 0 0 10 9 0 83 0 0 10 8 0
24 1 1 22 14 1 84 0 0 14 8 0
25 0 1 10 4 1 85 1 1 21 12 1
26 1 1 22 13 1 86 1 1 18 12 1
27 0 0 16 6 0 87 0 0 11 6 0
28 1 1 17 13 1 88 1 1 17 12 1
29 0 0 15 11 0 89 1 1 17 13 1
30 1 1 18 13 1 90 1 1 17 12 1
31 1 0 14 7 0 91 1 1 19 13 1
32 1 1 20 15 1 92 0 0 4 10 0
33 1 1 18 12 1 93 0 1 11 9 0
34 1 0 5 8 0 94 0 0 11 5 0
35 1 1 17 14 1 95 0 1 7 9 0
36 0 0 12 13 0 96 1 1 18 13 1
37 1 1 20 15 1 97 0 0 8 9 0
38 1 1 17 11 1 98 0 0 7 5 0
39 1 1 17 13 1 99 1 1 19 12 1
40 1 1 18 12 1 100 1 1 17 14 1
41 1 1 18 13 1 101 0 1 7 9 0
42 0 0 8 7 0 102 0 0 4 11 0
43 1 1 19 13 1 103 1 0 10 3 1
44 0 1 10 11 0 104 1 1 17 9 1
45 1 1 17 12 1 105 1 1 17 10 1
46 1 1 17 8 1 106 0 0 6 10 0
47 1 1 18 13 1 107 1 1 8 8 0
48 0 0 14 11 0 108 1 1 17 13 1
49 1 1 21 13 1 109 0 0 9 10 0
50 1 1 17 12 1 110 0 0 6 14 1
51 0 0 13 7 0 111 1 1 18 1 1
52 1 1 22 14 1 112 0 1 17 12 1
53 1 1 17 15 1 113 0 0 7 8 0
54 0 1 13 11 0 114 1 1 19 11 1
55 1 1 17 12 1 115 1 1 21 15 1
56 1 0 8 11 0 116 0 0 5 9 0
57 1 0 12 6 0 117 0 0 8 9 0
58 0 0 11 7 0 118 0 0 10 7 0
59 1 1 17 12 1 119 0 0 7 6 0
60 1 1 21 14 1 120 1 1 18 12 1

8
Pola Makan
Jenis Tempat makanan& Sindrom
No. keteraturan
Kelamin tinggal minuman Dispepsia
makan
iritatif
121 1 1 18 12 1
122 1 1 20 13 1
123 1 1 18 12 1
124 1 1 19 7 1
125 1 0 15 14 1
126 1 1 19 13 1
127 0 1 12 6 0
128 0 0 10 7 0
129 1 1 18 13 1
130 1 1 14 11 0
131 1 0 15 11 0
132 1 1 22 14 1
133 1 1 17 12 1
134 1 0 14 14 1
135 1 1 18 12 1
136 0 0 13 9 0
137 1 1 17 13 1
138 1 1 18 13 1
139 1 1 20 9 1
140 1 1 19 3 1
141 1 1 18 13 1
142 0 0 9 10 0
143 1 1 13 9 0
144 1 1 17 12 1
145 1 1 22 15 1
146 1 0 14 12 1
147 1 1 17 13 1
148 0 0 9 3 0
149 1 0 10 5 0
150 1 0 19 14 1
151 1 0 13 11 1
152 1 1 20 14 1
153 1 1 22 12 1
154 1 1 9 7 0
155 1 1 18 13 1
156 1 0 13 7 0
157 0 0 8 8 0
158 1 1 21 14 1
159 0 0 13 11 0
160 1 1 18 13 1
161 0 0 11 3 0
162 0 0 11 11 0
163 1 1 17 10 1
164 1 1 17 8 1
165 1 1 19 6 1
166 1 1 10 7 0
167 1 1 18 6 1
168 1 0 12 11 1
169 1 1 17 7 1
170 1 1 8 10 0
171 1 1 7 10 0
172 1 1 19 13 1
173 1 1 10 8 0
174 1 1 9 7 0
175 1 1 18 9 1
176 1 1 21 14 1
177 1 1 9 9 0
178 1 1 18 6 1
179 1 1 17 12 1
180 0 0 5 4 0

8
Pola Makan
Jenis Tempat makanan Sindrom
No. keteraturan
Kelamin tinggal &minuman Dispepsia
makan
iritatif
181 1 1 20 5 1
182 1 1 20 8 1
183 0 0 5 7 0
184 1 1 18 16 1
185 0 0 6 8 0
186 1 1 9 9 0
187 0 0 10 4 0
188 0 1 12 6 0
189 1 1 17 10 1
190 1 1 18 10 1
191 1 1 21 14 1
192 1 1 19 12 1
193 1 1 17 10 1
194 1 1 21 10 1
195 1 1 17 7 1
196 1 1 18 13 1
197 1 1 17 7 1
198 1 1 20 10 1
199 1 0 10 8 0
200 0 0 14 7 0
201 1 1 19 13 1
202 1 1 17 14 1
203 0 0 15 10 0
204 1 1 18 15 1
205 1 1 22 12 1
206 1 0 15 3 0
207 0 0 7 4 0
208 0 0 15 8 0
209 1 1 20 14 1
210 1 1 18 14 1
211 1 1 22 10 1
212 1 1 21 14 1
213 1 1 17 12 1
214 1 0 12 8 0
215 1 1 19 12 1
216 1 0 11 4 0
217 1 1 19 13 1
218 1 1 22 15 1
219 1 1 11 9 0
220 0 1 13 13 1
221 0 0 6 11 0
222 1 0 13 13 1
223 1 0 8 13 1
224 1 1 21 15 1
225 1 0 19 12 1
226 0 0 8 7 0
227 0 0 13 9 0
228 0 1 15 11 0
229 0 0 7 6 0
230 0 0 6 14 1
231 1 1 17 13 1
232 1 1 22 14 1
233 1 1 15 10 0
234 0 0 7 4 0
235 0 0 12 10 0
236 0 0 6 6 0
237 1 1 18 12 1
238 1 0 13 14 1
239 1 1 19 12 1
240 1 0 14 7 0

8
Pola Makan
Jenis Tempat Makanan& Sindrom
No. keteraturan
Kelamin tinggal minuman Dispepsia
makan
iritatif
241 1 1 20 14 1
242 1 1 17 15 1
243 0 0 7 9 0
244 1 0 12 10 0
245 0 0 14 6 0
246 0 1 13 14 1
247 1 1 19 11 1
248 0 1 14 7 0
249 0 0 7 5 0
250 0 0 9 4 0
251 0 0 12 8 0
252 0 0 8 7 0
253 0 1 12 11 0
254 0 0 12 9 0
255 0 1 15 12 0
256 0 0 8 3 0
257 0 0 12 10 0
258 1 1 22 12 1
259 1 1 17 14 1
260 1 0 10 7 0
261 1 1 18 12 1
262 1 1 17 14 1
263 0 0 13 4 0
264 0 0 7 7 0
265 1 1 17 9 1
266 1 0 7 12 1
267 0 0 9 3 0
268 0 1 19 5 1
269 1 1 17 12 1
270 0 0 9 7 0
271 0 1 12 11 0
272 1 1 18 9 1
273 1 1 18 14 1
274 1 1 19 12 1
275 0 0 6 6 0
276 1 0 10 9 0
277 1 1 20 14 1
278 0 0 11 7 0
279 0 0 10 10 0
280 1 1 18 12 1
281 1 1 17 16 1
282 1 1 22 13 1
283 1 1 19 13 1
284 1 1 20 13 1
285 1 1 17 14 1
286 1 0 13 11 0
287 0 1 15 7 0
288 0 1 8 8 0
289 1 1 22 12 1
290 0 1 7 11 0
291 1 1 17 12 1
292 0 0 13 11 0
293 1 0 7 10 0
294 1 1 17 8 1
295 1 1 17 9 1
296 1 0 16 13 1
297 0 1 11 7 0
298 0 1 12 9 0

8
B. DATA KUESIONER 2016

Pola Makan Pola Makan


Jenis Tempat Makanan& Sindrom Jenis Tempat Makanan& Sindrom
No. keteraturan No. keteraturan
Kelamin tinggal minuman Dispepsia Kelamin tinggal minuman Dispepsia
makan makan
iritatif iritatif
1 1 0 11 17 0 61 1 1 18 15 1
2 1 0 13 5 0 62 1 0 7 9 0
3 1 1 14 11 1 63 1 0 7 10 0
4 1 0 14 11 1 64 1 1 17 8 1
5 0 0 11 10 0 65 1 1 17 9 1
6 0 0 16 10 0 66 1 0 16 13 1
7 1 1 17 12 1 67 1 1 11 13 1
8 1 0 10 5 1 68 1 0 9 10 0
9 1 1 17 12 1 69 1 1 6 4 0
10 1 0 6 10 1 70 1 1 17 9 1
11 1 0 5 9 1 71 1 1 17 8 1
12 1 1 17 12 1 72 1 1 6 6 0
13 1 1 17 12 1 73 1 1 17 9 1
14 1 1 7 13 1 74 1 0 12 9 0
15 0 1 13 11 0 75 1 0 10 10 0
16 1 1 17 14 1 76 1 0 11 10 0
17 1 0 7 10 0 77 1 0 5 14 1
18 1 0 10 2 0 78 0 1 17 4 1
19 1 1 20 13 1 79 0 1 12 12 0
20 1 1 18 13 1 80 1 0 6 13 1
21 1 1 17 12 1 81 1 1 17 13 1
22 0 0 11 11 0 82 1 1 17 11 1
23 1 1 17 13 1 83 0 1 7 10 0
24 1 1 19 5 1 84 1 1 18 12 1
25 1 1 17 14 1 85 1 1 17 7 1
26 1 1 17 13 1 86 0 1 16 10 0
27 1 1 18 13 1 87 1 1 21 7 1
28 1 1 22 7 1 88 1 0 10 5 0
29 0 1 12 8 0 89 0 1 17 6 1
30 1 1 11 7 1 90 0 0 4 9 0
31 1 1 4 13 1 91 0 0 11 7 0
32 1 1 18 13 1 92 1 1 17 9 1
33 1 0 8 9 0 93 1 0 13 9 1
34 1 1 17 13 1 94 0 0 9 18 1
35 1 1 17 12 1 95 0 0 11 7 0
36 1 1 21 12 1 96 0 0 15 11 0
37 1 1 10 13 1
97 0 0 10 8 0
38 0 0 15 13 1 98 0 1 11 8 0
39 0 1 10 10 1
99 0 0 9 7 0
40 1 1 17 12 1 100 0 0 2 6 0
41 1 0 13 8 1
101 1 1 18 12 1
42 1 1 18 14 1 102 1 0 11 14 1
43 0 0 21 9 1 103 1 1 19 12 1
44 0 1 17 9 1
104 1 0 10 6 0
45 0 1 17 8 1 105 1 0 8 14 1
46 1 1 18 9 1
106 1 1 17 8 1
47 1 1 17 9 1 107 1 0 8 10 0
48 1 0 13 9 1
108 1 1 18 9 1
49 0 1 21 13 1
109 0 1 19 4 1
50 1 1 18 14 1
110 1 1 18 13 1
51 1 1 17 9 1 111 1 1 18 9 1
52 1 1 13 13 1
112 1 1 17 12 1
53 0 0 8 10 1 113 1 1 21 8 1
54 1 1 17 17 1
114 1 1 17 2 1
55 1 1 17 13 1 115 1 0 9 10 0
56 1 1 9 10 0 116 1 1 17 13 1
57 1 1 22 13 1 117 1 0 6 14 1
58 0 0 10 14 1 118 1 1 18 14 1
59 1 1 20 13 1 119 1 1 17 13 1
60 0 0 4 10 0 120 1 0 13 10 0

8
Pola Makan
Pola Makan
Jenis Tempat Makanan& Sindrom
Jenis Tempat Makanan& Sindrom No. keteraturan
No. keteraturan Kelamin tinggal minuman Dispepsia
Kelamin tinggal minuman Dispepsia makan
makan iritatif
iritatif
121 1 0 15 7 1 181 1 1 22 15 1
122 1 1 18 13 1 182 0 1 7 8 0
183 0 1 10 8 0
123 0 1 17 13 1
184 0 0 13 11 0
124 0 0 9 10 0
185 1 1 19 11 1
125 0 1 17 13 1
126 0 1 19 5 1 186 1 1 3 7 0
127 1 1 21 13 1 187 1 1 17 7 1
128 1 1 17 12 1 188 1 1 17 10 1
189 1 1 17 15 1
129 1 1 17 13 1
190 1 1 17 14 1
130 1 0 6 13 0
191 1 1 18 10 1
131 1 1 18 14 1
132 1 1 17 6 1 192 1 1 18 10 1
193 0 1 11 9 0
133 1 0 15 9 0
194 0 0 10 8 0
134 1 1 17 12 1 195 1 1 19 9 1
135 1 1 19 12 1 196 1 1 22 13 1
136 1 1 18 9 1 197 1 1 17 14 1
137 1 0 11 4 0
198 1 0 13 11 0
138 1 1 18 12 1 199 0 1 14 10 0
139 1 1 18 12 1 200 1 1 17 12 1
140 1 0 10 12 1 201 1 1 20 15 1
141 0 0 10 10 0 202 0 0 10 7 0
142 1 0 10 8 0 203 0 1 13 4 0
143 1 1 18 12 1 204 1 1 19 12 1
144 1 1 17 5 1 205 1 1 22 13 1
145 1 1 17 12 1 206 1 1 18 10 1
146 0 1 19 12 1 207 0 1 14 9 0
147 0 1 18 7 1 208 1 1 16 12 1
148 1 1 18 12 1 209 0 1 16 9 0
149 1 0 15 3 0 210 0 1 10 7 0
150 1 0 8 9 0 211 1 1 19 13 1
151 0 1 12 6 1 212 0 0 7 9 0
152 1 1 18 9 1 213 0 1 10 10 0
153 1 1 18 14 1 214 1 1 19 12 1
154 1 1 9 7 0
215 1 1 18 12 1
155 1 1 17 8 1
216 0 0 9 8 0
156 1 0 10 9 0
217 1 0 11 13 1
157 1 1 20 14 1
158 0 0 11 7 0 218 1 1 17 9 1
159 0 0 10 5 0 219 1 1 18 10 1
160 1 1 21 4 1 220 1 0 10 7 0
161 1 1 17 10 1 221 1 1 18 12 1
162 1 1 19 12 1 222 1 1 17 13 1
163 0 0 7 9 0 223 1 1 22 14 1
164 1 0 11 16 1 224 1 0 13 9 0
165 1 1 22 13 1 225 1 1 17 8 1
166 1 0 11 13 1 226 1 1 18 12 1
167 1 1 20 13 1 227 0 0 9 7 0
168 1 1 17 14 1 228 1 1 21 14 1
169 0 0 8 7 0 229 1 1 20 13 1
170 1 1 17 12 1 230 1 0 13 7 0
171 1 1 19 9 1 231 1 0 12 7 0
172 1 0 11 10 0 232 1 1 17 15 1
173 0 0 13 9 0 233 1 1 17 13 1
174 1 1 6 9 1 234 1 1 17 8 1
175 1 1 17 15 1 235 1 1 11 8 0
176 0 1 10 9 0 236 1 1 21 11 1
177 1 1 17 8 1 237 1 1 17 9 1
178 1 1 19 5 1 238 1 0 14 9 0
179 1 1 17 11 1 239 1 1 17 15 1
180 1 1 12 8 0 240 1 1 18 10 1

8
Pola Makan
Jenis Tempat Makanan& Sindrom
No. keteraturan
Kelamin tinggal minuman Dispepsia
makan
iritatif
241 1 1 18 12 1
242 1 0 12 10 0
243 1 1 19 12 1
244 1 1 17 10 1
245 1 1 17 13 1
246 0 0 12 7 0
247 0 0 7 6 0
248 0 1 15 9 0
249 0 1 12 9 0
250 0 0 12 6 0
251 0 0 7 9 0
252 0 0 6 4 0
253 1 1 18 13 1
254 1 1 20 14 1
255 0 1 19 12 1
256 0 0 7 10 0
257 1 1 17 13 1
258 1 1 17 11 1
259 0 0 7 10 0
260 0 0 11 6 0
261 0 0 13 4 0
262 0 1 6 11 0
263 0 0 12 7 0
264 1 1 22 13 1
265 1 0 13 10 0
266 0 1 14 10 0
267 0 0 8 9 0
268 1 1 17 10 1
269 1 1 19 12 1
270 1 0 13 7 0
271 0 0 10 8 0
272 1 1 17 13 1
273 0 1 17 9 1
274 1 0 12 10 0
275 0 0 6 8 0
276 1 1 19 12 1
277 0 0 10 11 0
278 0 0 9 8 0
279 0 0 15 8 0
280 1 0 13 10 0
281 0 1 13 6 0
282 1 1 20 15 1
283 1 1 18 12 1
284 1 1 19 10 1
285 1 1 17 13 1
286 1 1 19 11 1
287 1 0 12 11 0 Pola Makan
288 1 0 8 6 0 Jenis Tempat Makanan& Sindrom
No. keteraturan
Kelamin tinggal minuman Dispepsia
289 1 1 19 15 1 makan
iritatif
290 1 1 21 10 1
301 1 1 21 12 1
291 1 1 17 12 1
302 0 0 9 5 0
292 1 1 19 10 1 303 1 1 17 12 1
293 1 1 22 14 1 304 1 1 18 9 1
294 0 0 7 9 0 305 1 1 17 12 1
295 1 0 10 9 0 306 1 1 19 10 1
296 1 1 18 14 1 307 0 0 11 7 0
297 1 1 17 15 1 308 1 0 15 11 0
298 0 1 15 8 0 309 1 0 8 8 0
299 0 0 9 6 0 310 1 0 12 13 1
300 1 1 19 12 1 311 1 0 12 15 1
312 1 1 22 13 1
313 1 1 17 14 1
314 1 1 18 10 1

8
LAMPIRAN 7

HASIL PENGELOLAHAN DATA DENGAN PROGRAM SPSS

Statistics Statistics
Angkatan 2015 Angkatan 2016
JENIS KELAMIN
N Valid 298 N Valid 314
Missing 0 Missing
Jenis Kelamin Angkatan 2015 0

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 101 33.9 33.9 33.9


Perempuan 197 66.1 66.1 100.0
Total 298 100.0 100.0

Jenis Kelamin Angkatan 2016


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 86 27.4 27.4 27.4


Perempuan 228 72.6 72.6 100.0
Total 314 100.0 100.0

8
Jenis Kelamin * Sindrom Dispepsia Crosstabulation
Sindrom Dispepsia
Iya Tidak Total

Jenis Kelamin Laki-laki Count 28 159 187


Expected Count 112.4 74.6 187.0
% within Jenis Kelamin 15.0% 85.0% 100.0%

Perempuan Count 340 85 425


Expected Count 255.6 169.4 425.0
% within Jenis Kelamin 80.0% 20.0% 100.0%
Total Count 368 244 612
Expected Count 368.0 244.0 612.0
% within Jenis Kelamin 60.1% 39.9% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 229.049a 1 .000


b 226.345 1 .000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 239.851 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 612

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 74.56.
b. Computed only for a 2x2 table

TEMPAT TINGGAL

Tempat Tinggal 2015


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Bersama orang tua 111 37.2 37.2 37.2


Kost 187 62.8 62.8 100.0
Total 298 100.0 100.0

9
Tempat Tinggal 2016
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Bersama Orang Tua 109 34.7 34.7 34.7


Kost 205 65.3 65.3 100.0
Total 314 100.0 100.0

Bertempat Tinggal * Sindrom Dispepsia Crosstabulation

Sindrom Dispepsia

Iya Tidak Total

Bertempat Tinggal Bersama Orang Tua Count 42 178 220

Expected Count 132.3 87.7 220.0

% within Bertempat 19.1% 80.9% 100.0%


Tinggal

Kost Count 326 66 392

Expected Count 235.7 156.3 392.0

% within Bertempat 83.2% 16.8% 100.0%


Tinggal
Total Count 368 244 612

Expected Count 368.0 244.0 612.0

% within Bertempat 60.1% 39.9% 100.0%


Tinggal

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 241.304a 1 .000


b
Continuity Correction 238.638 1 .000
Likelihood Ratio 253.218 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
N of Valid Cases 612

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 87.71.
b. Computed only for a 2x2 table

9
KETERATURAN MAKAN

Keteraturan Makan 2015


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Teratur 149 50.0 50.0 50.0


Tidak Teratur 149 50.0 50.0 100.0
Total 298 100.0 100.0

Keteraturan Makan 2016


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Teratur 148 47.1 47.1 47.1


Tidak Teratur 166 52.9 52.9 100.0
Total 314 100.0 100.0

Data Keteraturan Makan * Sindrom Dispepsia Crosstabulation


Sindrom Dispepsia

Iya Tidak Total

Data Keteraturan Teratur Count 53 244 297


Makan Expected Count 178.6 118.4 297.0
% within Data 17.8% 82.2% 100.0%
Keteraturan Makan

Tidak Teratur Count 315 0 315


Expected Count 189.4 125.6 315.0

% within Data 100.0% .0% 100.0%


Keteraturan Makan
Total Count 368 244 612
Expected Count 368.0 244.0 612.0

% within Data 60.1% 39.9% 100.0%


Keteraturan Makan

9
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 430.375a 1 .000


b 426.955 1 .000
Continuity Correction
Likelihood Ratio 544.505 1 .000
Fisher's Exact Test .000 .000
N of Valid Cases 612

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 118.41.
b. Computed only for a 2x2 table

MAKANAN DAN MINUMAN IRITATIF

Makanan dan Minuman Iritatif 2015


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Iritatif 127 42.6 42.6 42.6


Tidak Iritatif 171 57.4 57.4 100.0
Total 298 100.0 100.0

Makanan dan Minuman Iritatif 2016


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Iritatif 127 40.4 40.4 40.4


Tidak Iritatif 187 59.6 59.6 100.0
Total 314 100.0 100.0

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square 249.476a 1 .000


b
Continuity Correction 246.836 1 .000
Likelihood Ratio 301.008 1 .000
Fisher's Exact Test
.000 .000
N of Valid Cases 612

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 101.27.
b. Computed only for a 2x2 table

9
Data Makanan dan Minuman Iritatif * Sindrom Dispepsia Crosstabulation
Sindrom Dispepsia
Iya Tidak Total

Data Makanan dan Iritatif Count 247 7 254


Minuman Iritatif Expected Count 152.7 101.3 254.0
% within Data Makanan 97.2% 2.8% 100.0%
dan Minuman Iritatif
Tidak Iritatif Count 121 237 358
Expected Count 215.3 142.7 358.0
% within Data Makanan 33.8% 66.2% 100.0%
dan Minuman Iritatif
Total Count 368 244 612
Expected Count 368.0 244.0 612.0

% within Data Makanan 60.1% 39.9% 100.0%


dan Minuman Iritatif

SINDROM DISPEPSIA

Sidrom Dispepsia 2015


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Iya 167 56.0 56.0 56.0


Tidak 131 44.0 44.0 100.0
Total 298 100.0 100.0

Sindrom Dispepsia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Iya 201 64.0 64.0 64.0


Tidak 113 36.0 36.0 100.0
Total 314 100.0 100.0

Anda mungkin juga menyukai