Anda di halaman 1dari 82

SKRIPSI

NOVEMBER 2017

HUBUNGAN POLA MAKANAN BERSERAT DAN FREKUENSI OLAHRAGA


DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN

Disusun Oleh:

Nurizki Meutiarani M

C11114060

Pembimbing:

dr. Irwin Aras, M. Epid., MMedEd

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Hubungan Pola Makanan Berserat dan Frekuensi Olahraga dengan
Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
studi di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Penulis mengaku banyak kekurangan dalam tulisan ini sehingga skripsi ini
mungkin belum bisa dikatakan sebagai karya yang sempurna. Kekurangan dan
ketidaksempurnaan ini tidak lepas dari berbagai macam rintangan dan halangan yang
datang pada diri penulis. Di dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan,
bantuan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan rasa terima
kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada:

 dr. Irwin Aras, M. Epid, M. Med Eds selaku pembimbing yang senantiasa
meluangkan waktu untuk membimbing penyusunan skripsi ini.
 Pimpinan, dosen, staf, dan seluruh karyawan Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
 Pimpinan, dosen, dan staf Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran
Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
 Kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat dan doa.
 Teman-teman seperjuangan penulis selama duduk di bangku kuliah, angkatan 2014
“NEUTROF14VINE” yang telah memberikan dukungan dan telah bersedia menjadi
subjek penelitian ini.
 Sahabat-sahabat penulis terutama Falensia Dwita Lestari, Imanuela Yoel Biring,
Nadya Eunice Sumolang, Rahmi Islamiana H, A. Amalia Yasmin, A. Nurkamila
Putri, Audina Ulfa Adria, dan Fadilah Amalia Husna yang selalu memberikan
dukungan selama bangku perkuliahan.

v
 Teman-teman AMSA-Unversitas Hasanuddin terutama kak Syauqi Darussalam, kak
A. Tiara Adam, Syaiful Islam, A. Zakiah Pratiwi, dan Khumaira yang selalu
memberikan semangat, motivasi, dan mengajarkan saya untuk selalu bekerja secara
maksimal.
 Teman-teman bimbingan skripsi Nur Afni Sriandini, Ria Andriani, dan Fiqih Eka
Putra yang menjadi teman seperjuangan dari awal hingga selesainya skripsi ini, serta
teman pembimbing akademik Nur Afni Sriandini, M. Fariz Awaluddin, dan Muh
Fauzan yang telah menemani penulis sejak mahasiswa baru hingga saat ini.
 Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis yang telah
memberikan semangat dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan
serta masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca senantiasa
penulis harapkan.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil tulisan ini dapat memberi manfaat bagi
semua pihak.

Makassar, November 2017

Nurizki Meutiarani M

Penulis

vi
HUBUNGAN POLA MAKANAN BERSERAT DAN FREKUENSI OLAHRAGA
DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN

Nurizki Meutiarani M, dr. Irwin Aras, M. Epid, M. Med Ed

Tugas Akhir Skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar 2017

Latar Belakang: Konstipasi merupakan masalah kesehatan berupa gangguan


pengeluaran feses yang keras dan kering kurang dari tiga kali dalam seminggu. Penyakit
ini memengaruhi hampir 20% populasi dunia yang memberikan dampak negatif terhadap
kualitas hidup penderitanya dan meningkatkan risiko kanker kolon. Setiap individu
memiliki pola defekasi berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
aktivitas fisik dan asupan serat dalam makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Apabila
tidak terpenuhi, maka akan menimbulkan gangguan di saluran pencernaan.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode analitik deskriptif. Jumlah
sampel penelitian sebanyak 101 orang yang diambil dengan menggunakan teknik
consecutive sampling.
Hasil Penelitian: Berdasarkan hasil analisis bivariat pola makanan berserat dan frekuensi
olahraga dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, didapatkan nilai p > 0.05.
Kesimpulan: Bentuk pola makanan berserat dan frekuensi olahraga tidak menunjukkan

hubungan signifikan terhadap kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Kata Kunci: Konstipasi, Pola Makanan Berserat, Frekuensi Olahraga

vii
ASSOCIATION OF DIETARY FIBER INTAKE AND EXERCISE FREQUENCY
WITH CONSTIPATION OCCURRENCE IN MEDICAL STUDENT FACULTY
OF MEDICINE HASANNUDDIN UNIVERSITY

Nurizki Meutiarani M, dr. Irwin Aras, M. Epid, M. Med Ed

Essay, Faculty of Medicine Hasannuddin University Makassar 2017

Background: Constipation is a health problem which characterized by the passage of


hard and dry stool less than three times a week. The disease influences almost 20% of
world’s population and negatively affect the quality of life and increase the risk of colon
cancer. Each individual has different defecation pattern which affected by several factors
such as physical activity and dietary fiber intake that consumed each day, which will
cause disruption to the digestive tract if left unfulfilled.

Method: This research use analytic descriptive method with 101 samples taken by
consecutive sampling technique.

Result: Based on bivariate analysis, dietary fiber intake and exercise frequency with
constipation occurrence in Medical Student Faculty of Medicine Hasannuddin University,
p value > 0.05 was obtained.

Summary: Dietary fiber intake and exercise frequency showed no significant association
towards constipation occurrence in Medical Student Faculty of Medicine Hasanuddin
Universtity.

Key Words: Constipation, Dietary Fiber, Exercise Frequency

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................v
ABSTRAK ....................................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................4
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................4
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................................................4
1.3.2. Tujuan Khusus ......................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................6
2.1 Konstipasi ..........................................................................................................6
2.1.1 Definisi Konstipasi.................................................................................6
2.1.2 Epidemiologi Konstipasi ........................................................................5
2.1.3 Patofisiologi Konstipasi .........................................................................7
2.1.4 Diagnosis Konstipasi .............................................................................8
2.1.5 Tatalaksana Konstipasi ........................................................................11
2.1.6 Diagnosis Banding Konstipasi .............................................................14
2.1.7 Komplikasi Konstipasi .........................................................................14
2.1.8 Prognosis Konstipasi ...........................................................................15
2.2 Makanan Berserat ............................................................................................15
2.2.1 Definisi Makanan Berserat ..................................................................15
2.2.2 Klasifikasi Makanan Berserat ..............................................................16
2.2.3 Sumber Makanan Berserat ...................................................................17
2.2.4 Kebutuhan Makanan Berserat ..............................................................17

ix
2.2.5 Manfaat Makanan Berserat ..................................................................18
2.3 Olahraga ..........................................................................................................22
2.3.1 Definisi Olahraga ................................................................................22
2.3.2 Rekomendasi Olahraga .......................................................................23
2.3.3 Manfaat Olahraga ................................................................................23
2.4 Hubungan Makanan Berserat dengan Konstipasi ...........................................25
2.5 Hubungan Frekuensi Olahraga dengan Konstipasi .........................................25
2.6 Kerangka Teori ...............................................................................................26
BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ..........................................................................27
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Penelitian ..............................................................27
3.2 Kerangka Konsep ............................................................................................27
3.3 Definisi Operasional .......................................................................................28
3.4 Hipotesis Penelitian ........................................................................................29
3.4.1 Hipotesis Null .....................................................................................29
3.4.2 Hipotesis Alternatif .............................................................................29
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................30
4.1 Desain Penelitian ............................................................................................30
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................................30
4.3 Populasi dan Sampel .......................................................................................30
4.3.1 Populasi ...............................................................................................30
4.3.2 Sampel .................................................................................................30
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..........................................................................31
4.4.1 Kriteria Inklusi ....................................................................................31
4.4.2 Kriteria Eksklusi .................................................................................31
4.5 Teknik Pengambilan Sampel ..........................................................................31
4.6 Besar Sampel ..................................................................................................31
4.7 Analisis Data ...................................................................................................32
4.7.1 Analisis Univariat ...............................................................................32
4.7.2 Analisis Bivariat ..................................................................................32
4.8 Manajemen Penelitian .....................................................................................33
4.8.1 Pengumpulan Data ..............................................................................33

x
4.8.2 Teknik Pengolahan Data .....................................................................34
4.8.3 Penyajian Data ....................................................................................34
4.9 Etika Penelitian ...............................................................................................34
BAB 5 HASIL PENELITIAN ........................................................................................35
5.1.Analisis Univariat ...........................................................................................35
5.2.Analisi Bivariat ...............................................................................................37
BAB 6 PEMBAHASAN ..................................................................................................40
6.1 Hubungan Antara Pola Makanan Berserat dengan Kejadian Konstipasi ........40
6.2 Hubungan Antara Frekuensi Olahraga dengan Kejadian Konstipasi .............41
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................................43
7.1 Kesimpulan .....................................................................................................43
7.2 Saran ...............................................................................................................43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................45
LAMPIRAN .....................................................................................................................50

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penanganan Konstipasi Kronik .....................................................................10


Gambar 2.2 Kerangka Teori Konstipasi ..........................................................................20
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ........................................................................21

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Serat yang Dianjurkan untuk orang Indonesia ...................14
Tabel 5.1 Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................................................28
Tabel 5.2 Distribusi Pola Makanan Berserat pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin .......................................................28
Tabel 5.3 Frekuensi Olahraga pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ...................................................................29
Tabel 5.4 Hubungan Pola Makanan Berserat dengan Kejadian Konstipasi pada
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin ........................................................................................................................29
Table 5.5 Hubungan Frekunsi Olahraga dengan Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin ........... 30

xiii
1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konstipasi merupakan masalah kesehatan berupa gangguan pengeluaran feses

yang keras dan kering kurang dari tiga kali dalam seminggu (Folden, 2002). Penyakit ini

memengaruhi hampir 20% populasi dunia yang memberikan dampak negatif terhadap

kualitas hidup penderitanya dan meningkatkan risiko kanker kolon (Yang, 2012).

Insidens konstipasi meningkat sesuai bertambahnya umur dan dilaporkan bahwa

perempuan menderita konstipasi lebih sering dibandingkan laki-laki (Folden, 2002).

Konstipasi adalah salah satu gangguan gastrointestinal yang paling sering di

Amerika Serikat (Basson, 2017), yaitu berkisar antara 2-15% (Kliegman, 2007).

Penelitian di Amerika Utara melaporkan bahwa estimasi penderita konstipasi yaitu

sebanyak 1,9%-27,2%, dengan rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 2.2:1

(Higgins & Johanson, 2004). Berdasarkan survei yang dilakukan, prevalensi konstipasi di

Asia (direpresentasikan oleh Korea, Cina, dan Indonesia) diperkirakan sebanyak 15-23%

pada perempuan dan 11% pada laki-laki. Sebagai perbandingan dengan survei yang

sama, ditemukan prevalensi yang lebih rendah di Jerman, Italia, dan Inggris yaitu sebesar

7-11% pada perempuan dan < 5% pada laki-laki (Gwee, 2013). Di Indonesia sendiri

terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi sesuai data Internasional

Amerika Serikat Bereau pada tahun 2003 (Sari, 2016).


2

Setiap individu memiliki pola defekasi berbeda yang dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain asupan cairan, aktivitas dan asupan serat dalam makanan yang

dikonsumsi setiap harinya. Apabila ketiga hal tersebut tidak terpenuhi, maka akan

menimbulkan gangguan di saluran pencernaan (Setyani, 2012). Konsumsi serat yang

rendah meningkatkan risiko munculnya penyakit degenaratif seperti penyakit jantung

koroner, diabetes mellitus, obesitas (kegemukan), dan penyakit gangguan pencernaan

seperti sembelit (konstipasi), wasir (ambien), tumor, kanker kolon, divertikulosis, radang

usus buntu, dan gangguan pencernaan lain (Sulistijani, 2002; Muchtadi, 2001).
1
Sejauh ini penelitian tentang konsumsi serat Indonesia masih sangat terbatas. Rata-rata konsumsi

serat penduduk Indonesia secara umum yaitu 10.5 g/hari (Depkes RI, 2008). Nilai ini hanya mencapai

setengah dari kecukupan serat yang dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka

Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia 19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari

untuk perempuan (Ambarita, 2014).

Menurut Riskesdas 2013, penduduk dikategorikan ‘cukup’ mengonsumsi sayur

dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari

dalam seminggu. Dikategorikan ’kurang’ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang

dari ketentuan di atas (Litbang Depkes RI, 2013). Di Makassar sendiri sebanyak 1,6%

penduduk tidak mengonsumsi sayur dan/buah, 92,6% penduduk mengonsumsi 1-2 porsi

sayur dan/buah, 4,3% penduduk mengonsumsi 3-4 porsi sayur dan/buah, dan hanya 1,5%

penduduk yang mengonsumsi >5 porsi sayur dan/buah (Litbang Depkes RI Sulawesi

Selatan, 2013).

Pola konsumsi mahasiswa yang cenderung mementingkan kepraktisan perlu

mendapat perhatian khusus. Apalagi dengan semakin maraknya junk food dan makanan

siap saji yang rendah serat. Umumnya makanan siap saji sangat kaya lemak, protein, dan
3

kolesterol, tetapi miskin serat. Konsumsi serat yang rendah ini dapat meningkatkan risiko

munculnya gangguan pencernaan dan beberapa penyakit degeneratif (Badrialaily, 2004).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Gizi Masyarakat

dan Sumberdaya Keluarga (GMSK) dan mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB sekitar 25%

mahasiswa menyatakan tidak teratur buang air besar setiap hari. Sebanyak 96,7%

mahasiswa mengonsumsi serat yang rendah setiap harinya, dimana 63,3% mahasiswa

mengonsumsi serat sekitar 7,8g/hari (Badrialaily, 2004). Penelitian yang dilakukan pada

mahasiswi Prodi S1 Ilmu Gizi Universitas Diponegoro Semarang, sebanyak 17,1%

mahasiswi memiliki frekuensi defekasi tiga kali seminggu, mahasiswi dengan kesulitan

defekasi tingkat IV sebesar 17,1%, mahasiswi mengalami konsistensi feses tingkat III

yaitu 58,6%, dan 90% mahasiswi memiliki asupan serat defisit (Hutabarat, 2011).

Selain kurangnya konsumsi makanan berserat pada suatu individu, olahraga yang

kurang juga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya konstipasi (Nutrition

Guideline Constipation, 2013). Dalam Riskesdas 2013 kriteria aktivitas fisik “aktif”

adalah individu yang melakukan aktivitas berat atau sedang atau keduanya, sedangkan

kriteria ‘kurang aktif’ adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang

ataupun berat (Litbang Depkes RI, 2013). Di Sulawesi Selatan, Makassar menduduki

tempat kedua proporsi penduduk umur >10 tahun dengan aktivitas fisik yang kurang aktif

yaitu sebesar 43% dimana kriteria kurang aktivitas adalah kegiatan kumulatif kurang dari

150 menit dalam seminggu (Litbang Depkes RI Sulawesi Selatan, 2013).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Karakaya et al mengenai hubungan

konstipasi dan tingkat aktivitas fisik pada mahasiswa pada tahun 2015, menunjukkan

bahwa rata-rata nilai total Kuisioner Aktifitas Fisik Internasional mahasiswa dengan
4

konstipasi lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mengalami

konstipasi. Artinya, tingkat aktifitas fisik mahasiswa dengan masalah konstipasi lebih

rendah dibandingkan yang tidak konstipasi (Karakaya et al, 2015).

Sesuai dengan latar belakang tersebut, dimana didapatkan korelasi yang erat

antara pola makanan berserat dan frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi, maka

perlu diteliti mengenai “Hubungan Pola Makanan Berserat dan Frekuensi Olahraga

dengan Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Falkultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah hubungan antara pola

makanan berserat dan frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa

Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin?”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antarpola makanan berserat dan frekuensi olahraga

dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Hasanuddin.
5

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui angka kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

b) Untuk mengetahui distribusi pola makanan berserat pada mahasiswa yang mengalami

konstipasi.

c) Untuk mengetahui distribusi frekuensi olahraga pada mahasiswa yang mengalami

konstipasi.

d) Untuk mengetahui adanya hubungan antara pola makanan berserat dengan kejadian

konstipasi.

e) Untuk mengetahui adanya hubungan antara frekuensi olahraga dengan kejadian

konstipasi.
6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konstipasi

2.1.1 Definisi Konstipasi

Menurut Practice Guideline untuk penatalaksanaan konstipasi pada orang

dewasa, konstipasi adalah pengeluaran sejumlah kecil feses yang keras dan kering kurang

dari tiga kali dalam seminggu atau perubahan signifikan kebiasaan buang air besar

seseorang, yang diikuti mengedan, dan perasaan begah, atau perut terasa penuh. Gejala

yang menetap selama 3 bulan atau lebih disebut konstipasi kronik (Folden, 2002).

2.1.2 Epidemiologi Konstipasi

Epidemiologi konstipasi menunjukkan pola yang sama dengan beberapa poin

penting. Prevalensi konstipasi berkisar antara 3% hingga 27% dengan rata-rata sekitar

15%, hasil yang beragam didapatkan dari perbedaan definisi kasus konstipasi. Konstipasi

meningkat secara progresif seiring bertambahnya usia, terutama pada usia 65 tahun ke

atas. Perempuan dua kali lebih rentan terkena konstipasi dibandingkan laki-laki dan lebih

jarang terkena pada orang kulit putih, meskipun demekian distribusi menurut ras kurang

konsisten dibandingkan distribusi menurut usia atau jenis kelamin. Konstipasi juga lebih

umum terjadi pada individu dengan status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan yang

rendah, penduduk di daerah pedesaan, dan di daerah dengan suhu yang lebih dingin

seperti pegunungan (Johanson, 2006).


7

Konstipasi merupakan salah satu gangguan gastrointestinal yang paling sering di

Amerika Serikat (Basson, 2017), yaitu berkisar antara 2-15% (Kliegman, 2007).

Penelitian di Amerika Utara melaporkan bahwa estimasi penderita konstipasi yaitu

sebanyak 1,9%-27,2% dimana rasio antara perempuan dan laki-laki adalah 2.2:1 (Higgins

& Johanson, 2004). Berdasarkan surv ei yang dilakukan, prevalensi konstipasi di Asia

(direpresentasikan oleh Korea, Cina, dan Indonesia) diperkirakan sebanyak 15-23% pada

perempuan dan 11% pada laki-laki. Sebagai perbandingan dengan survei yang sama,

ditemukan prevalensi yang lebih rendah di Jerman, Italia, dan United Kingdom yaitu
5
sebesar 7-11% pada perempuan dan <5% pada laki-laki (Gwee, 2013). Di Indonesia

sendiri terdapat sebanyak 3.857.327 jiwa yang mengalami konstipasi sesuai data

Internasional Amerika Serikat Bereau pada tahun 2003 (Sari, 2016).

2.1.3 Patofisiologi Konstipasi

Patofisiologi konstipasi dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori yaitu

konstipasi primer dan konstipasi sekunder. Konstipasi primer atau disebut juga sebagai

konstipasi idiopatik (Orenstein, 2008) merupakan konstipasi dengan penyebab atau

patofisiologi yang tidak dipahami dengan jelas (Lilihata dkk, 2014), termasuk

diantaranya adalah konstipasi fungsional, konstipasi dengan waktu transit lambat, dan

konstipasi dengan kelainan saluran. Konstipasi fungsional yang juga disebut sebagai

konstipasi dengan waktu transit normal terdiri atas konstipasi idiopatik kronik fungsional

dan konstipasi predominan irritable bowel syndrome. Konstipasi tipe ini ditandai dengan

sulitnya evakuasi feses atau terhambatnya pengeluaran feses, feses keras, atau rasa tidak

nyaman pada perut. Gejala paling menonjol pada konstipasi predominan irritable bowel
8

syndrome adalah rasa tidak nyaman atau nyeri hebat sedangkan pada konstipasi idiopatik

kronik dapat diikuti dengan rasa nyeri dan tidak nyaman pada perut namun bukan sebagai

keluhan utama (Orenstein, 2008; Brown & Huether, 2016).

Konstipasi dengan waktu transit lambat ditandai dengan adanya perpanjangan

waktu motilitas kolon. Gejala konstipasi ini yakni frekuensi feses yang rendah,

kurangnya keinginan pasien untuk defekasi, distensi abdomen, kembung, dan rasa tidak

nyaman pada perut. Sedangkan konstipasi dengan kelainan saluran disebabkan oleh

penyebab mekanik seperti penyakit Hirschprung, striktur anus, keganasan, prolaps, dan

rectoceles yang besar, atau kelainan dari lantai pelvis. Kelainan lantai pelvis dapat

menimbulkan gejala seperti perasaan tidak mampu untuk mengosongkan rektum secara

adekuat dan mengejan yang berlebihan (Orenstein, 2008).

Pada konstipasi sekunder gangguan defekasi disebabkan oleh diet dan gaya hidup

yang tidak sehat, kehamilan, obstruksi kolon dan usus halus, hipotiroidisme,

hiperkalsemia, dan obat-obatan seperti analgetik golongan opioid (Lilihata dkk, 2014;

Gosling & Emmanuel, 2014).

2.1.4 Diagnosis Konstipasi

2.1.4.1 Anamnesis

Anamnesis harus menggali informasi mengenai karakteristik konstipasi, seperti

frekuensi dan konsistensi feses, apakah harus mengedan, sensasi buang air besar yang

tidak selesai, nyeri, perdarahan, atau prolaps.

Faktor risiko untuk konstipasi primer dan sekunder perlu ditanyakan pada

anamnesis yaitu umur (< 4 tahun, > 65 tahun), makanan rendah serat, jenis kelamin
9

perempuan, aktivitas fisik yang kurang, riwayat konstipasi ketika masa kanak-kanak,

kelainan endokrin dan penyakit neuromuskular, depresi atau kecemasan, riwayat kanker

dari keluarga, dan riwayat bedah pelvis.

Obat-obatan juga dapat menyebabkan konstipasi kronik, terutama pada orang tua

atau pasien yang tidak dapat bergerak, diperlukan peninjauan ulang atau jika

memungkinkan dilakukukan penyesuaian obat sebelum diberikan obat pencahar apabila

tidak terdapat tanda bahaya (Orenstein, 2008).

Menurut ROME III, kriteria diagnostik konstipasi fungsional adalah:

1. Harus mengalami dua atau lebih gejala berikut:

a. Mengejan pada setidaknya >25% defekasi

b. Feses kental atau keras setidaknya >25% defekasi

c. Sensasi evakuasi yang inkonplit pada setidaknya >25% defekasi

d. Sensasi obstruksi atau penyumbatan anorektal pada setidaknya >25% defekasi

e. Manuver manual untuk menfasilitasi >25% defekasi (misalnya evakuasi digital

atau topangan pada lantai pelvis)

f. Frekuensi defekasi kurang dari tiga kali dalam satu minggu.

2. Feses yang encer atau berair jarang ada tanpa penggunaan laksatif.

3. Kriteria tidak cukup untuk diagnosis irritable bowel syndrome.

Dimana kriteria diagnostik ini harus terpenuhi dalam tiga bulan terakhir dengan

awitan gejala setidaknya sejak 6 bulan sebelumnya (ROME III, 2006). Adapun tanda

bahaya dari konstipasi adalah penurunan berat badan, feses berdarah (hematochezia),

perubahan kebiasaan kolon, dan gejala yang sulit diatasi dengan obat-obatan dapat

menunjukkan kanker kolon (Orenstein, 2008).


10

2.1.4.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik konstipasi harus selalu dilakukan inspeksi daerah perianal

untuk membuktikan ada tidaknya hemoroid atau fisura. Pemerksaan digital rektum dapat

menunjukkan ada tidaknya kelainan pada kontraksi sfingter atau kontraksi otot

puborektalis yang diikuti dengan manuver valsava (Orenstein, 2008).

2.1.4.3 Pemeriksaan Laboratorium

Jika pada anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan penyebab konstipasi

adalah penyebab sekunder, atau pada pasien berusia 50 tahun atau lebih, maka perlu

dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan darah lengkap, tingkat elektrolit

serum, kadar gula darah, dan fungsi tiroid. Pemeriksaan ini dapat membantu

menyingkirkan penyebab metabolik, endokrin, atau organik lainnya (Orenstein, 2008).

2.1.4.4 Pemeriksaan Penunjang

Kolonoskopi diindikasikan pada pasien yang berusia 50 tahun atau lebih, pasien

yang mengalami tanda bahaya, dan faktor risiko konstipasi. Seluruh kolon perlu

diinspeksi dengan kolonoskopi atau sigmoidoskopi fleksibel yang diikuti dengan barium

enema untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan struktur kolon. Perlu diperhatikan

bahwa semua pasien diatas 50 tahun perlu dilakukan skrining kanker kolon sebelum

dilakukan tindakan.

Jika pasien tidak merespon terhadap terapi yang diberikan, dapat dilakukan

beberapa pemeriksaan seperti uji transit kolon, manometri anorektal dengan balon
11

ekspulsi, dan jika memungkinkan defecating proctography atau dynamic pelvic MRI.

Pemeriksaan ini juga dapat memberikan keuntungan bagi pasien untuk mendapatkan

rujukan ke ahli gastroenterologi untuk pengobatan lebih lanjut (Orenstein, 2008).

2.1.5 Tatalaksana Konstipasi

Pengobatan pada konstipasi primer kronik difokuskan pada meringankan gejala

yang dikeluhkan pasien. Penanganan lini pertama menggunakan pendekatan non

farmakologi seperti meningkatkan jumlah serat pada makanan atau mengonsumsi

suplemen serat. Serat yang direkomendasikan untuk pasien konstipasi adalah:

1) Meningkatkan asupan serat dari makanan alami hingga 20 gram per hari

selama lebih dua hingga tiga minggu untuk meminimalisir efek yang

berlawanan.

2) Mempertimbangkan pemberian suplemen serat seperti psyllium, jika

peningkatan asupan serat alami tidak meringankan gejala yang berhubungan

dengan konstipasi.

3) Jika gejala menetap setelah penggunaan suplemen serat dan perubahan gaya

hidup, pemeriksaan lanjutan struktur dan fungsi kolon (manometri anorektal,

kolonoskopi, defakografi, manometri kolon) perlu dipertimbangkan.

Perubahan gaya hidup seperti meningkatkan aktivitas fisik dan modifikasi

makanan sehari-hari, serta terapi kebiasaan kognitif (biofeedback dan hipnotis), dapat

meringankan gejala pada sebagian pasien dengan konstipasi kronik.

Jika gejala tidak hilang dengan penanganan lini pertama, berikan agen laksatif

osmotik. Laksatif osmotik sulit atau tidak dapat diserap dan bekerja dengan menarik air
12

ke dalam lumen usus untuk mempertahankan isotonisitas diantara konten usus dan serum.

Contohnya adalah polyethylene glycol, sodium fosfat, magnesium hidroksida, magnesium

sitrat, gula laktulosa dan sorbitol, serta gliserin. Laktulosa dan polyethylene glycol tidak

menyasar penyebab dasar konstipasi, namun dapat meningkatkan cairan di dalam usus

halus dan menambah konsistensi feses, sehingga dapat meningkatkan frekuensi motilitas

kolon. Namun, laksatif osmotik dapat menyebabkan diare, gangguan elektrolit, volume

feses berlebihan, dan dehidrasi.

Stimulan laksatif biasanya digunakan ketika laksatif osmotik tidak mampu

mengurangi gejala pada pasien konstipasi. Mekanisme kerjanya adalah meningkatkan

motilitas usus yang melambat dan meningkatkan sekresi cairan usus. Laksatif tipe ini

sudah jarang digunakan dan hanya diberikan dalam jangka waktu pendek,

mempertimbangkan fungsi kolon yang terganggu, merusak sistem saraf enterik,

ketergantungan laksatif, dan bahkan dapat menyebabkan kanker kolon.

Agen Lubiprostone atau Amitizia merupakan agonis kanal klorida yang

ditemukan di ujung sel epitel usus. Agen ini mampu meningkatkan sekresi klorida ke

dalam lumen usus sehingga terjadi peningkatan sekresi cairan usus. Lubiprostone

memiliki efek yang sama dengan laktulosa dan polyethylene glycol, yaitu meningkatkan

cairan di kolon, berkontribusi dalam meningkatkan konsistensi feses, mengurangi waktu

transit feses, dan meningkatkan frekuensi motilitas kolon. Berbeda dengan laktulosa dan

polyethylene glycol yang diindikasikan hanya untuk penggunaan jangka pendek,

lubiprostone terbukti aman dan efektif apabila digunakan hingga 48 minggu.

Gambar 2.1 Penanganan Konstipasi Kronik (Orenstein, 2008)


13

Biofeedback adalah pengobatan pilihan pada pasien dengan disinergi lantai pelvis,

dimana tingkat keberhasilannya mencapai 70-81% dibandingkan dengan pengobatan

standar (laksatif, serat, dan edukasi). Dalam program latihan, pasien menerima umpan

balik secara auditori, visual, atau keduanya untuk melatih melemaskan sfingter anus

sambil menstimulasi defekasi. Latihan ini juga dapat meningkatkan sensasi rektum untuk

menilai apakah ingin defekasi atau tidak (Orenstein, 2008).


14

2.1.6 Diagnosis Banding Konstipasi

Melalui diagnosis banding, seorang dokter dapat menentukan apakah salah satu

dari kondisi berikut menjadi penyebab konstipasi pasien: irritable bowel syndrome,

obstipasi atau impaksi feses, penyakit Hirschprung pada anak-anak, fisura anus,

hemoroid, akibat konsumsi obat yang sebabkan konstipasi, serta tumor pada saluran

pencernaan (Seller & Simons, 2011).

2.1.7 Komplikasi Konstipasi

Menurut hasil penelitian Besley et al, terdapat penurunan kualitas hidup terkait

kesehatan pada orang dewasa dan anak-anak yang terkena konstipasi. Penurunan kualitas

hidup ini terutama mempengaruhi fungsi sosial dan kesehatan mental mereka. Pada

pelajar, konstipasi dapat mempengaruhi perubahan perilaku karena mereka harus

dihadapi dengan masalah pendidikan yang disebabkan kurangnya kehadiran di sekolah

(Belsey et al, 2010).

Pasien dengan konstipasi kronik dapat terkena komplikasi, beberapa diantaranya

dapat mengancam jiwa. Seperti ulkus sterkoral yang biasanya muncul dengan nyeri perut

yang semakin memburuk ketika terbentuk ulkus. Ulkus sterkoral adalah ulserasi kolon

yang disebabkan oleh penekanan massa feses yang menyebabkan trauma persisten dan

iskemia lokal sehingga dapat terjadi perforasi bebas. Ulkus sterkoral umumnya

ditemukan pada pasien lanjut usia di regio rektosigmoid, namun dapat juga ditemukan di

seluruh bagian kolon. Ulkus soliter biasanya timbul pada dinding anterior rektum yang
15

memungkinkan terjadinya prolaps mukosa dan iskemia lokal (Reynolds, 2012; Yamada,

2009).

Perdarahan akibat robekan mukosa kolon atau ulkus sterkoral jarang terjadi,

namun lebih sering ditemukan pada pasien konstipasi kronik dengan hemoroid. Mengejan

yang berlebihan mengakibatkan feses yang keras menekan struktur vena dan terjadi

trauma lokal pada daerah tersebut, hal inilah yang berkontribusi terhadap pembentukan

hemoroid.

Prolaps rektum juga dapat terjadi pada penderita konstipasi kronik berat,

umumnya pada pasien yang memiliki kebiasaan mengejan saat defekasi. Mengejan

terlalu sering dapat menimbulkan kerusakan saraf ekstrinsik apabila telah mengenai lantai

pelvis (Reynolds, 2012).

2.1.8 Prognosis Konstipasi

Sebagian besar pasien membaik setelah mendapatkan penanganan medis dan

perubahan asupan makanan yang sesuai. Konstipasi berulang dapat terjadi tergantung

dengan kepatuhan pasien terhadap terapi jangka panjang. Beberapa pasien dengan

konstipasi fungsional memerlukan kolektomi abdomen total dengan anastomosis

ileorektal. Setelah pemeriksaan pasca operasi yang terdiri atas penilaian fisik dan

psikologis, pasien konstipasi dengan obstruksi saluran pembuangan umumnya berespon

baik dengan bedah dan memiliki prognosis yang baik (Basson, 2017).

2.2 Makanan Berserat

2.2.1 Definisi Makanan Berserat


16

Makanan berserat adalah bagian dari tanaman yang dapat dimakan atau

karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan dan penyerapan di usus kecil

dengan fermentasi lengkap atau sebagian di usus besar manusia. Makanan berserat

meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin, dan zat tumbuhan terkait yang dapat

meningkatkan efek fisiologis yang menguntungkan termasuk laksatif, dan/atau

menurunkan kolesterol darah, dan/atau menurunkan glukosa darah (American

Association of Cereal Chemists Report, 2001).

2.2.2 Klasifikasi Makanan Berserat

Makanan berserat terbagi atas serat tidak larut air dan serat larut air. Serat tidak

larut air merupakan tipe serat yang menarik air ke usus, membuat feses menjadi berat

dan lunak. Serat jenis ini mempercepat gerakan makanan melalui saluran pencernaan.

Oleh karena itu, serat tidak larut air dapat mencegah penyakit divertikular, kanker kolon,

hemoroid, dan konstipasi. Selulosa, hemi selulosa, dan lignin merupakan serat tidak larut

air. Komponen ini menghasilkan tekstur yang keras dan kenyal pada sekam gandum,

gandum utuh, sekam jagung, dan beberapa sayuran.

Serat larut air memperlambat gerakan makanan melalui tubuh, tetapi tidak

meningkatkan besar feses. Serat larut air mempertahankan tingkat kolesterol sehat,

menormalkan tingkat gula darah pada pasien diabetes, dan bahkan mampu menurunkan

tekanan darah. Pektin dan getah merupakan contoh serat larut air dan dapat ditemukan
17

pada buncis, sekam oat, kulit ari psylllium, serta beberapa buah dan sayuran (University

Health Services Tang Center, 2009).

2.2.3 Sumber Makanan Berserat

Di dunia tanaman ditemukan berbagai macam serat. Serat dengan pelbagi tipe

yang berbeda-beda dan jumlah yang berlainan terdapat dalam segala struktur tanaman.

Serat tersebut berada di dalam dinding sel dan di dalam sel-sel akar, daun, batang, biji,

serta buah (Beck, 2011).

Sumber terbaik serat tidak larut air adalah sekam gandum, makanan yang

mengandung gandum utuh seperti roti gandum dan sereal, sayuran dan buah (terutama

yang memiliki biji dan kulit, serta legumen seperti kacang polong, buncis dan lentil).

Sedangkan sumber terbaik serat larut air yaitu sekam oat, oatmeal, legumen seperti

buncis dan lentil, barley, kulit ari psyllium (ditambahakan pada sereal), apel, stroberi, dan

buah sitrus (Nutrition Guideline Constipation, 2013).

2.2.4 Kebutuhan Makanan Berserat

Tabel 2.1 Angka Kecukupan Serat (gram) yang Dianjurkan untuk Orang

Indonesia (perorang perhari)

Jenis Kelamin
Umur
Laki-laki Perempuan

0-6 bulan 0 0

7-11 bulan 10 10
18

1-3 tahun 16 16

4-6 tahun 22 22

7-9 tahun 26 26

10-12 tahun 30 28

13-15 tahun 35 30

16-18 tahun 37 30

19-29 tahun 38 32

30-49 tahun 38 30

50-64 tahun 33 28

65-80 tahun 27 22

80+ tahun 22 20

Hamil (+an)

Trimester 1 +3

Trimester 2 +4

Trimester 3 +4

Menyusui (+an)

6 bulan pertama +5

6 bulan kedua +6

(Permenkes RI, 2013)

2.2.5 Manfaat Makanan Berserat

2.2.5.1 Membantu Pencernaan.


19

Serat tidak larut air yang lewat melalui saluran pencernaan dapat membuat feses

lebih lunak dan banyak (Clifford et al, 2015). Peningkatan konsumsi makanan berserat

menurunkan waktu transit materi feses melalui kolon, meningkatkan frekuensi defekasi,

pola defekasi menjadi teratur, dan mengurangi kerasnya feses. Secara tipikal, serat

menurunkan pH kolon yang dapat meningkatkan populasi mikroflora usus dan mengubah

distribusi spesies mikroflora usus. Feses yang lebih lunak mengurangi rasa tidak nyaman

pada kolon dan anus pada saat proses eliminasi serta mengurangi tegangan otot yang

digunakan saat defekasi (American Association of Cereal Chemists Report, 2001).

Serat terutama pada produk gandum utuh, membantu dalam pengobatan dan

pencegahan konstipasi, hemoroid, dan divertikulosis. Divertikula merupakan kantong

pada dinding usus yang dapat menjadi inflamasi. Telah diketahui bahwa makanan tinggi

serat memberikan hasil yang lebih baik untuk mencegah inflamasi kembali setelah

inflamasi sebelumya telah reda (Clifford et al, 2015).

2.2.5.2 Mengontrol Berat Badan.

Sebagian besar penelitian dengan kontrol asupan energi melaporkan bahwa

peningkatan konsumsi serat dapat meningkatkan rasa kenyang setelah makan dan dapat

memperpanjang waktu rasa lapar berikutnya. Telah dilaporkan bahwa efek peningkatan

asupan serat lebih mengesankan pada individu obesitas. Pada kelompok ini disimpulkan

bahwa peningkatan rata-rata asupan serat dari 15 gram/hari menjadi 25-30 gram/hari

membantu mengurangi prevalensi obesitas (Slavin J, 2005).

Penambahan ekstra serat ke dalam makanan akan meningkatkan jumlah energi,

atau kalori makanan, yang dieksresikan ke dalam feses. Kehilangan kalori ini hanya
20

sedikit dan nilainya bagi mereka yang hendak melangsingkan tubuh dapat diabaikan.

Tindakan mengikutsertakan makanan tinggi serat yang tidak digiling halus ke dalam diet

rendah kalori mempunyai dua macam keuntungan: (1) makanan berserat merupakan

makanan yang liat, sukar dicerna, dan memberikan isi sehingga untuk memakannya perlu

waktu lebih lama; dan (2) karena makanan berserat akan tinggal lebih lama di dalam

lambung, perasaan kenyang setelah makan berlangsung lebih lama (Beck, 2011).

2.2.5.3 Menurunkan Kolesterol Darah.

Kolesterol plasma total dan kolesterol low density lipoprotein (LDL) merupakan

biomarker yang mengindikasikan adanya perubahan tingkat risiko penyakit jantung

koroner (PJK). Penurunan kadar kolesterol total dan kolesterol LDL dianggap dapat

mengurangi risiko PJK (American Association of Cereal Chemists Report, 2001).

Beberapa serat fungsional, terutama serat larut air dan kental dapat menurunkan

biomarker pada penyakit jantung koroner. Serat kental dapat menurunkan tingkat

kolesterol darah terutama kolesterol LDL (Slavin & Jacobs, 2010).

Meta analisis oleh Brown et al menunjukkan bahwa peningkatan asupan serat

larut air sebanyak 2-10 gram dapat menurunkan serum kolesterol total dan konsentrasi

kolesterol LDL secara signifikan (Brown et al, 1999). Beta-glukan pada oat, barley, dan

kulit ari psyllium telah diklaim oleh United State Food and Drug Association bahwa

makanan serat larut air ini dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner jika

dikonsumsi dalam jumlah tertentu (Slavin & Jacobs, 2010).

Selain itu, sebuah penelitian selama 12 tahun pada 859 laki-laki dan perempuan

Kalifornia Selatan menunjukkan peningkatan asupan serat sebanyak 6 gram sehari


21

berhubungan dengan penurunan mortalitas penyakit jantung iskemia sebanyak 25%

(American Association of Cereal Chemists Report, 2001).

2.2.5.4 Menurunkan Gula Darah.

Efek yang menguntungkan dari peningkatan konsumsi makanan berserat dapat

dilihat pada pasien diabetes Tipe 1 dan Tipe 2 yaitu dapat meningkatkan toleransi

terhadap glukosa, menurunkan kebutuhan insulin, dan meningkatkan sensitivitas insulin

pada jaringan perifer. Pada 1987, Anderson dkk menyimpulkan sejumlah penelitian

dimana salah satu penelitian tersebut mengukur secara langsung rata-rata efek fisiologis

cepat pada serat makanan dan makanan tinggi serat adalah penurunan tingkat glukosa

darah dalam beberapa jam setelah proses pencernaan makanan. Mencerna sejumlah

glukosa menyebabkan peningkatan tingkat serum glukosa secara cepat, mencapai puncak

dalam 30 hingga 60 menit setalah makan. Hal ini diikuti oleh penurunan serum glukosa

yang cukup cepat setelah 30 hingga 60 menit berikutnya akibat peningkatan sekresi

insulin tubuh sebagai respon peningkatan glukosa. Setelah kurang lebih dua jam, tingkat

serum glukosa kembali ke jumlah yang sama atau lebih rendah dari tingkat glukosa

sebelum proses pencernaan. Untuk makanan yang dapat dicerna secara mudah dan cepat,

respon serum glukosa akan mengikuti pola tersebut. Pada makanan lainnya seperti

makanan tinggi serat, peningkatan serum glukosa lebih lambat dan tidak mencapai

tingkat maksimum. Begitu pula pada penurunan serum glukosa setelah mencapai puncak

yaitu kurang cepat dibandingkan makanan yang mudah dicerna (American Association of

Cereal Chemists Report, 2001).


22

2.2.5.5 Perlindungan terhadap Kanker.

Penelitian epidemiologi membuktikan adanya kaitan antara masukan serat

makanan dengan insidensi kanker kolon. Diet yang kaya akan serat dianggap

memberikan daya perlindungan terhadap kanker kolon. Mekanisme yang dikemukakan

adalah serat menigkat bahan-bahan karsinogenik dan mengeluarkannya dari dalam kolon,

peningkatan massa feses akan mengencerkan konsentrasi karsinogen yang ada, dan

penurunan waktu transit akan mengurangi lamanya kolon terkena bahan karsinogenik

(Beck, 2011).

2.2.5.6 Dampak Konsumsi Makanan Kurang Serat

Individu yang tidak mengonsumsi serat secara adekuat, dibandingkan dengan

individu yang mengonsumsi cukup serat, memiliki risiko yang tinggi untuk terkena

penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner, strok, dan hipertensi; diabetes

tipe 2; obesitas; penyakit gastrointestinal tertentu seperti ulkus peptikum, penyakit

kantong empedu, penyakit divertikular, konstipasi, hemoroid, GERD, dan irritable bowel

syndrome; serta kanker saluran pencernaan (Ötles & Ozgoz, 2014).

2.3 Olahraga

2.3.1 Definisi Olahraga

Olahraga adalah salah satu subkategori aktivitas fisik yang terencana, terstruktur,

berulang, dan terarah yang bertujuan untuk meningkatkan atau menjaga satu atau lebih

komponen kebugaran fisik. Aktivitas fisik termasuk olahraga serta kegiatan lainnya yang
23

melibatkan gerakan tubuh dan dilakukan sebagai bagian dari bermain, bekerja,

transportasi aktif, pekerjaan rumah tangga, dan kegiatan rekreasi (WHO, 2017).

2.3.2 Rekomendasi Olahraga

Menurut Physical Activity Guidelines for American pada tahun 2008,

direkomendasikan untuk berolahraga setidaknya 2 jam 30 menit (150 menit) kegiatan

aerobik menengah per minggu atau 1 jam 15 menit (75 menit) kegiatan aerobik berat per

minggu. Perlu diketahui bahwa satu menit aktivitas intensitas tinggi sebanding dengan

dua menit aktivitas intensitas sedang. Dalam panduan ini tidak menjelaskan berapa hari

dalam seminggu harus berolahraga, namun secara umum para ahli merekomendasikan

untuk aktif berolahraga setidaknya tiga hari dalam seminggu. Manfaat olahraga dapat

dicapai apabila seseorang dapat mengeluarkan 500-1000 kalori dari dalam tubuh per

minggu (Davis & Zolt, 2014).

2.3.3 Manfaat Olahraga

Banyak orang menghabiskan lebih dari setengah waktu bangun mereka untuk

duduk dan kegiatan lainnya yang tidak cukup untuk meningkatkan kesehatan. Kebiasaan

yang berkembang di masyarakat ini, dapat menyebabkan lebih banyak masalah daripada

yang disadari kebanyakan orang. Studi observasional menunjukkan kebiasaaan aktivitas

fisik yang kurang dapat meningkatkan risiko obesitas, diabetes, trombosis vena dalam,

dan sindrom metabolik. Berikut beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari berolahraga

rutin:
24

1. Mengurangi kemungkinan terserang penyakit jantung. Berolahraga secara teratur

membantu mencegah penumpukan plak dengan menyeimbangkan kadar lipid

darah yang lebih sehat dan membantu mempertahankan elastisitas arteri dari efek

penuaan. Bahkan pada orang yang telah mengidap penyakit jantung, olahraga

dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kematian.

2. Menurunkan tekanan darah.

3. Mencegah diabetes dengan mengurangi kelebihan berat badan, menurunkan kadar

gula darah, dan meningkatkan sensitivitas insulin untuk membawa glukosa ke

dalam sel.

4. Mengurangi risiko pengembangan kanker kolon dan payudara, dan

memungkinkan untuk mencegah kanker endometrium dan paru-paru. Dengan

berolahraga dapat dicapai berat badan yang sehat dan mengurangi risiko terkena

kanker akibat faktor obesitas.

5. Menguatkan tulang. Bila dikombinasikan dengan konsumsi kalsium, vitamin D,

dan obat-obatan untuk kesehatan tulang, latihan menahan beban seperti berjalan

kaki, berlari, dan latihan kekuatan dapat mengurangi kerapuhan tulang akibat efek

penuaan. Latihan keseimbangan seperti tai chi dan yoga dapat mencegah

kemungkinan jatuh yang bisa menyebabkan patah tulang.

6. Melindungi sendi dari pembengkakan, nyeri, dan kelelahan serta menjaga

kartilago tetap sehat. Otot yang kuat menopang sendi dan meringankan beban

sendi. Aktivitas yang meningkatkan kelenturan tubuh seperti peregangan, yoga,

dan tai chi dapat memperpanjang rentang gerak.


25

7. Mengurangi dan menyembuhkan masalah pada lutut dengan cara menurunkan

berat badan. Setiap kilogram penurunan berat badan dapat mengurangi beban

pada lutut.

8. Meningkatkan semangat dengan mengeluarkan hormon yang mengatur suasana

hati dan menghilangkan stress. Dalam beberapa penelitian, berolahraga secara

teratur dapat membantu meringankan depresi ringan hingga sedang dimana

efektivitasya sebanding dengan penggunaan obat antidepresi (Davis & Zolt,

2014).

2.4 Hubungan Makanan Berserat dengan Konstipasi

Serat tidak larut air yang lewat melalui saluran pencernaan dapat membuat feses

lebih lunak dan banyak. Utamanya pada serat yang ditemukan pada produk biji-bijian

utuh sangat membantu menyembuhkan dan mencegah konstipasi (Clifford et al, 2015).

Peningkatan konsumsi makanan berserat meurunkan waktu transit materi feses melalui

kolon, meningkatkan frekuensi defekasi, pola defekasi menjadi teratur, dan mengurangi

kerasnya feses. Secara tipikal, serat menurunkan pH kolon yang dapat meningkatkan

populasi mikroflora usus dan mengubah distribusi spesies mikroflora usus. Feses yang

lebih lunak mengurangi rasa tidak nyaman pada kolon dan anus pada saat proses

eliminasi serta mengurangi tegangan otot yang digunakan saat defekasi (American

Association of Cereal Chemists Report, 2001).

2.5 Hubungan Frekuensi Olahraga dengan Konstipasi


26

Olahraga diyakini dapat mempersingkat waktu transit melalui saluran pencernaan,

dengan demikian olahraga dapat meningkatkan evakuasi feses. Selain itu, kurangnya

tonus otot sebagai akibat aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat mengurangi fungsi otot-

otot perut dan dasar pelvis untuk mengeluarkan feses. Oleh karena itu, olahraga dianggap

sebagai komponen penting dari program pencegahan dan pengobatan konstipasi (Folden,

2002).

2.6 Kerangka Teori

Idiopatik Kehamilan
Hiperkalsemia

Diet:
- Rendah serat
- Kurang asupan Kelainan pada
cairan Saluran Cerna:
- Hirscprung
disease
Konsumsi obat: - Striktur anus
Konstipasi
- Analgetik gol. - Keganasan
Opioid - Prolapse
rektum
- Rectoceles
- Kelainan lantai
pelvis

Gaya Hidup: Kelainan Endokrin:


- Aktifitas fisik - Hipertiroidisme Jenis Kelamin:
rendah - Perempuan >
- Kurang Gangguan Laki-laki
berolahraga Psikologi: Usia:
- Depresi - < 4 tahun
- Cemas - > 65 tahun

Gambar 2.2 Kerangka Teori Konstipasi


27

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Penelitian

Bentuk perilaku mengonsumsi serat dan frekuensi olahraga merupakan faktor

yang berpengaruh terhadap pola defekasi pada setiap orang yang dapat diubah atau

ditingkatkan menjadi lebih sesuai untuk mencegah atau mengobati konstipasi.

3.2 Kerangka Konsep

Pola Makan Berserat

Konstipasi

Frekuensi Olahraga

Keterangan:

= Variabel Independen

= Variabel Dependen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


28

3.3 Definisi Operasional

1. Pola makananan berserat

Definisi : Serat yang dikonsumsi dari makanan dan minuman dalam satuan gram

sehari.

Alat ukur : Food recall 24 jam yang dibagikan kepada mahasiswa.

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Cukup, apabila konsumsi serat > 10.5 gram/hari.

- Kurang, apabila konsumsi serat < 10.5 gram/hari.

Skala : Ordinal. 21

2. Frekuensi Olahraga

Definisi : Banyaknya aktivitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang, dan

terarah untuk meningkatkan atau menjaga kebugaran fisik.

Alat ukur : Lembar isian yang dibagikan kepada mahasiswa.

Cara ukur : Dengan mengolah data kuisioner yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Cukup, apabila berolahraga > 3 kali setiap pekan dengan durasi > 30

menit dalam 1 kali berolahraga.

- Kurang, apabila berolahraga < 3 kali setiap pekan dengan durasi < 30

menit dalam 1 kali berolahraga.

Skala : Ordinal.

3. Konstipasi
29

Definisi : Merupakan keluhan berkurangnya frekuensi buang air besar yang disertai

beberapa keluhan seperti nyeri ketika buang air besar, perasaan tidak

tuntas saat buang air besar, nyeri perut, membutuhkan waktu agar bisa

buang air besar, membutuhkan bantuan agar bisa buang air besar,

percobaan buang air besar yang tidak berhasil dalam 24 jam, dan ada

riwayat konstipasi.

Alat ukur : Constipation Scoring System yang dibagikan kepada mahasiswa.

Cara ukur : Dengan mengolah data yang telah diisi mahasiswa.

Hasil ukur : - Konstipasi, apabila mendapat skor > 15.

- Tidak konstipasi, apabila mendapat skor < 15.

Skala : Ordinal.

3.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini adalah

sebagai berikut:

3.4.1 Hipotesis Null

a) Tidak terdapat hubungan antara pola makanan berserat dengan kejadian konstipasi.

b) Tidak terdapat hubungan antara frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi.

3.4.2 Hipotesis Alternatif

a) Terdapat hubungan antara pola makanan berserat dengan kejadian konstipasi.

b) Terdapat hubungan antara frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi.


30

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi analitik deskriptif dengan

pendekatan cross-sectional, yaitu peneliti mencari asosiasi antara variabel pengaruh

terhadap variabel efek, dengan menggunakan data primer yang diperoleh dengan

menggunakan lembar isian. Studi cross sectional mencakup semua jenis penelitian yang

pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin dalam jangka waktu 3 bulan, yakni bulan September sampai dengan

November 2017.

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Hasanuddin.

4.3.2 Sampel

24
31

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Universitas Hasanuddin angkatan 2014 yang memenuhi kriteria seleksi dan terpilih

sebagai subjek penelitian.

4.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

4.4.1 Kriteria Inklusi

1. Mahasiswa yang bersedia untuk menjadi subjek.

2. Mahasiswa yang menjawab kuisioner dengan lengkap.

4.4.2 Kriteria Eksklusi

Mahasiswa dengan keadaan seperti berikut:

1. Menderita kanker saluran pencernaan, irritable bowel syndrome, dan

hemoroid.

2. Wanita hamil.

4.5 Teknik Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling, dimana

semua subjek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam

penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

4.6 Besar Sampel

Besar sampel dengan menggunakan Formulasi Slovin

n = N/N(d)2 + 1
32

Keterangan:

n = Sampel

N= Populasi

d= Nilai presisi

n = 313/313(0,1)2 + 1 = 101

Dibutuhkan 101 responden dalam


penelitian ini.

4.7 Analisis Data

4. 7. 1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mengetahui angka kejadian konstipasi

responden.

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑤𝑎𝑘𝑖𝑙𝑖


Rumus persentase: x 100%
Jumlah keseluruhan data

4. 7. 2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan dari variabel bebas yaitu pola

konsumsi serat dan frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi mahasiswa yang

masing-masing skala kategorik dengan menggunakan uji Chi Square untuk meneliti

hipotesis.

(𝑂 − 𝐸 ) 2
𝑥𝑛 = ∑
𝐸

Keterangan:
33

O: frekuensi yang didapatkan dari pengamatan.

E: frekuensi yang diharapkan.

Dasar pengambilan keputusan adanya hubungan tersebut berdasarkan tingkat

kesalahan (α) = 0,05, dengan penafsiran signifikansi (nilai p) yaitu: a. Jika nilai p > 0,05

maka tidak ada hubungan. b. Jika nilai p < 0,05 maka ada hubungan. Kemudian untuk

memperoleh kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor risiko dan faktor efek

dilihat melalui nilai odd ratio (OR).

Prinsip uji Chi-Square:

a. Merupakan analisis data kategorik.

b. Data dalam bentuk frekuensi (bukan proporsi/persentase).

c. Menghitung besar perbedaan antara nilai pengamatan (observed frequencies) dengan

nilai harapan (expected frequencies).

d. Syarat: besar sampel cukup. Expected frequencies < 1 dan banyaknya sel dengan

expected frequency < 5 tidak lebih dari 20% dari banyak sel seluruhnya.

Bila syarat uji Chi Square tidak terpenuhi, maka akan digunakan uji Fisher’s Exact Test.

4.8 Manajemen Penelitian

4.8.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah meminta perizinan dari pihak Universitas

Hasanuddin, serta informed consent dari mahasiswa yang mengisi kuisioner. Kemudian

data kuisioner yang telah dikumpulkan diamati dan dilakukan pengolahan data.
34

4.8.2 Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan komputer, menggunakan program

Microsoft Excel dan SPSS.

4.8.3 Penyajian Data

Data yang telah diolah akan disajikan dalam bentuk tabel yang dilengkapi dengan

penjelasan serta disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

4.9 Etika Penelitian

a. Setiap subjek akan dijamin kerahasiannya dengan memakai informed consent. Tujuan

informed consent adalah agar subyek penelitian mengerti maksud dan tujuan

penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan.

b. Nama subjek penelitian tidak aka dicantumkan, hanya akan dituliskan kode pada

lembar pengumpulan data atau hasil penelitian sesuai dengan prinsip anonymity.
35

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1. Analisis Univariat

1. Angka Kejadian Konstipasi

Tabel Angka Kejadian Konstipasi pada Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.1 Sumber: Data Primer, 2017

Konstipasi f %

Ya 9 8.9

Tidak 92 91.1

Total 101 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 101 mahasiswa, yang

termasuk kategori konstipasi sebanyak 9 mahasiswa (8.9 %) dan yang

termasuk kategori tidak konstipasi sebanyak 92 mahasiswa (91.1 %).

2. Distribusi Pola Makanan Berserat

Tabel Distribusi Pola Makanan Berserat pada Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin


36

Tabel 5.2 Sumber: Data Primer, 2017

Pola Makanan f %

Berserat

Cukup 13 12.88

Kurang 88 87.12

Total 101 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 101 mahasiswa, yang

termasuk kategori pola makanan berserat cukup sebanyak 13 mahasiswa

(12.88 %) dan yang termasuk kategori pola makanan berserat kurang

sebanyak 88 mahasiswa (87.12 %).

3. Distribusi Frekuensi Olahraga

Tabel Distribusi Frekuensi Olahraga pada Mahasiswa Program Studi

Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Tabel 5.3 Sumber: Data Primer, 2017

Frekuensi Olahraga f %

Cukup 16 15.84
37

Kurang 85 84.16

Total 101 100

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 101 mahasiswa, yang

termasuk kategori frekuensi olahraga cukup sebanyak 16 mahasiswa (15.84

%) dan yang termasuk kategori frekuensi olahraga kurang sebanyak 85

mahasiswa (84.16 %).

5.2. Analis Bivariat

1. Hubungan Pola Makanan Berserat dengan Kejadian Konstipasi

Tabel Hubungan Pola Makanan Berserat dengan Kejadian Konstipasi

pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Tabel 5.4 Sumber: Data Primer, 2017

Pola Konstipasi

Makanan Total p-value


Ya Tidak
Berserat

1 12 13
Cukup
11.1% 13% 12.9% 1.00

Kurang 8 80 88
38

88.9% 87% 87.1%

9 92 101
Total
100% 100% 100%

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa dari 13 mahasiswa (12.9%)

dengan pola makanan berserat cukup, sebanyak 1 mahasiswa (11.1%)

menderita konstipasi dan 12 mahasiswa (13%) tidak menderita konstipasi.

Sedangkan dari 88 mahasiswa (87.1%) dengan pola makanan berserat kurang,

sebanyak 8 mahasiswa (88.9%) yang menderita konstipasi dan 80 mahasiswa

(87%) yang tidak menderita konstipasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak ada

pengaruh pola makanan berserat dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, dimana p-value >0.05 yaitu 1.00.

2. Hubungan Frekuensi Olahraga dengan Kejadian Konstipasi

Tabel Hubungan Frekunsi Olahraga dengan Kejadian Konstipasi pada

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin

Tabel 5.5 Sumber: Data Primer, 2017

Frekuensi Konstipasi Total p-value


39

Olahraga Ya Tidak

1 15 16
Cukup
11.1% 16.3% 15.8%

8 77 85
Kurang 1.00
88.9% 83.7% 84.2%

9 92 101
Total
100% 100% 100%

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa dari 16 mahasiswa (15.8%)

dengan frekuensi olahraga cukup, sebanyak 1 mahasiswa (11.1) menderita

konstipasi dan 15 mahasiswa (16.3%) tidak menderita konstipasi. Sedangkan

dari 85 mahasiswa (87.1%) dengan frekuensi olahraga kurang, sebanyak 8

mahasiswa (88.9%) yang menderita konstipasi dan 77 mahasiswa (87%) yang

tidak menderita konstpasi.

Hasil analisa statistic Fisher’s Exact Test menunjukkan tidak ada

pengaruh frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin, dimana p-value >0.05 yaitu 1.00.


40

BAB 6

PEMBAHASAN

6.1 Hubungan Antara Pola Makanan Berserat dengan Kejadian Konstipasi

Dari hasil analisis Fisher’s Exact Test dengan bantuan SPSS 20, dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola makanan berserat

dengan kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Indah Paradifa Sari, dimana hasil analisis bivariat menunjukkan tidak adanya

hubungan yang bermakna antara konsumsi serat terhadap pola defekasi pada mahasiswi

Fakultas Kedokteran Unand Angkatan 2012 dengan nilai p > a (0,408 > 0.05) (Sari I. P.,

2016).

Menurut Depkes Republik Indonesia, rata-rata konsumsi serat penduduk Indonesia secara umum

yaitu 10.5 g/hari (Depkes RI, 2008). Nilai ini hanya mencapai setengah dari kecukupan serat yang

dianjurkan. Kebutuhan serat yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi untuk orang dewasa usia

19—29 tahun adalah 38 g/hari untuk laki-laki dan 32 g/hari untuk perempuan (Ambarita, 2014). Sedangkan

pada penelitian ini didapatkan rata-rata konsumsi serat pada mahasiswa Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yaitu 7.20 g/hari.

Menurut Riskesdas 2013, penduduk dikategorikan ‘cukup’ mengonsumsi sayur

dan/atau buah apabila makan sayur dan/atau buah minimal 5 porsi per hari selama 7 hari

dalam seminggu. Dikategorikan ’kurang’ apabila konsumsi sayur dan/atau buah kurang

dari ketentuan di atas (Litbang Depkes RI, 2013). Di Makassar sendiri sebanyak 1,6%

penduduk tidak mengonsumsi sayur dan/buah, 92,6% penduduk mengonsumsi 1-2 porsi
41

sayur dan/buah, 4,3% penduduk mengonsumsi 3-4 porsi sayur dan/buah, dan hanya 1,5%

penduduk yang mengonsumsi >5 porsi sayur dan/buah (Litbang Depkes RI Sulawesi

Selatan, 2013).

6.2 Hubungan Antara Frekuensi Olahraga dengan Kejadian Konstipasi

Dari hasil analisis Fisher’s Exact Test dengan bantuan SPSS 20, dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi olahraga dengan

kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Talitha Raissa dimana tidak ditemukan hubungan signifikan antara aktivitas fisik

dengan gejala konstipasi pada lansia dengan nilai p > 0.05 (p = 0.342) (Raissa, 2012).

Dalam Riskesdas 2013 kriteria aktivitas fisik “aktif” adalah individu yang

melakukan aktivitas berat atau sedang atau keduanya, sedangkan kriteria ‘kurang aktif’

adalah individu yang tidak melakukan aktivitas fisik sedang ataupun berat (Litbang

Depkes RI, 2013). Di Sulawesi Selatan, Makassar menduduki tempat kedua proporsi

penduduk umur >10 tahun dengan aktivitas fisik yang kurang aktif yaitu sebesar 43%

dimana kriteria kurang aktivitas adalah kegiatan kumulatif kurang dari 150 menit dalam

seminggu (Litbang Depkes RI Sulawesi Selatan, 2013).

Berbeda dengan hasil penelitian Karakaya, rerata nilai total aktivitas fisik lebih

rendah pada mahasiswa dengan konstipasi dibandingkan pada mahasiswa yang tidak

konstipasi. Pada penelitian tersebut didapatkan hubungan antara masalah konstipasi

dengan tingkat aktivitas fisik pada mahasiwa dengan nilai p < 0.05 (p = 0.008)

(Karakaya, 2015).
42
43

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Angka kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin tergolong rendah yaitu sebanyak 9

mahasiswa (8.9 %) dari 101 sampel.

7.1.2 Distribusi pola makanan berserat pada mahasiswa Program Studi Pendidikan

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar termasuk pada

kategori pola makanan berserat kurang yaitu sebanyak 88 mahasiswa (87.12 %).

7.1.3 Distribusi frekuensi olahraga pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin sebagian besar termasuk pada kategori

frekuensi olahraga kurang yaitu sebanyak 85 mahasiswa (84.16 %).

7.1.4 Bentuk pola makanan berserat dan frekuensi olahraga tidak berpengaruh terhadap

kejadian konstipasi pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin.

7.2 Saran

Adapun saran dari penelitian ini adalah:

7.2.1 Bagi Mahasiswa

Disarankan bagi mahasiswa untuk lebih memperhatikan jenis makanan yang

dikonsumsi setiap harinya dengan memperbanyak konsumsi buah dan sayuran serta

makanan lain yang mengandung banyak serat. Dalam penelitian ini tidak didapatkan

mahasiswa yang tercukupi asupan serat per hari menurut AKG.


44

Selain itu mahasiswa juga disarankan untuk aktif berolahraga untuk menghidari

terjadinya konstipasi dan penyakit lainnya.

7.2.2 Bagi Penliti

Peneliti selanjutnya disarankan untuk meneliti dan mempelajari lebih dalam tentang

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian konstipasi untuk meningkatkan kualitas

penelitian ini.
45

DAFTAR PUSTAKA

Ambarita, E. M. 2014. Hubungan Asupan Serat Makanan dan Air dengan Pola Defekasi

Anak Sekolah Dasar di Kota Bogor. Jurnal Gizi dan Pangan 9(1): 7-14.

American Association of Cereal Chemists Report. 2001. The Definition of Dietary Fiber .

AACC International 46(3): 112-126.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset

Kesehatan Dasar.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. 2013.

Riskesdas dalam Angka Provinsi Sulawesi Selatan.

Badrialaily. 2004. Studi tentang Pola Konsumsi Serat pada Mahasiswa. Skripsi, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Basson, M. D. 2017. Constipation. Diakses pada Minggu 28 Mei 2017 dari Medscape:

http://emedicine.medscape.com/article/184704-overview.

Beck, M. E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet-Hubungannya dengan Penyakit-Penyakit untuk

Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Yayasan Essential Medica.

Belsey, J et al. 2010. Systematic Review: Impact of Constipation on Quality of Life.

PubMed 31(9): 938-49.

Brown, L et al. 1999. Cholesterol-Lowering Effects of Dietary Fiber: A Meta-Analysis

69. The American Journal of Clinical Nutrition 69: 30-42.


46

Brown, S. and S. Huether. 2016. Alterations of Digestive Function. In S. Huether, & K.

McCance, Understanding Pathophysiology. Canada: Elsevier, hh. 894-937.

Clifford, J. et al. 2015. Dietary Fiber. Colorado State University Extention.

Davis, I. S. and A. Zolt. 2014. Healthy Mind, Healthy Body: Benefits of Exercise.

Harvard Medical School.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Sehat.

Folden, S. L. 2002. Practice Guidelines for the Management of Constipation in Adults.

Rehabilitation Nursing Foundation.

Gosling, J. and A. Emmanuel. 2014. Anorectal Physiology. In R. Cohen, & A. Windsor,

Anus Surgical Treatment and Pathology. London: Springer, hh. 13-33.

Gwee, K.-A. 2013. Primary Care Management of Chronic Constipation in Asia: The

ANMA Chronic Constipation Tool. Neurogastroenterol Motil 19(2): 149-160.

Higgins, P. D. and J.F. Johanson. 2004. Epidemiology of Constipation in North America:

A Systemic Review. American Journal of Gastroenterology 99(4): 750-759.

Hutabarat. 2011. Hubungan Pengetahuan tentang Serat Makanan dengan Konsumsi Serat

pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran USU Angkatan 2010 di Medan Tahun

2011. Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Johanson, J. F. 2006. Definitions and Epidemiology of Constipation. In S. D. Wexner, &

G. S. Duthie, Constipation: Etiology, Evaluation, and Management Second

Edition. London: Springer, hh. 1-8.


47

Karakaya, I. C. 2015. Relation of Constipation Problem and Physical Activity Level in

University Students. TAF Preventive Medicine Bulletin 14: 329-332.

Kliegman, R. M. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th Ed. Philadelphia: Elsevier.

Lilihata dkk. 2014. Konstipasi. In Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Jakarta: Media

Aesculapius.

Muchtadi, D. 2001. Kajian terhadap Serat Makanan dan Antioksidan dalam Berbagai

Jenis Sayuran untuk Pencegahan Penyakit Degeneratif. Bogor: Fakultas

Teknologi Pertanian.

Nutrition Guideline Constipation. 2013. Alberta Health Services.

Orenstein, A. F. 2008. Update on Constipation on Treatment Does Not Fit All. Cleveland

Clinic Journal of Medicine 75: 813-824.

Ötles, S. and S. Ozgoz. 2014. Health Effects of Dietary Fiber. Acta Sci. Pol., Technol.

Aliment. 13(2): 191-201.

Permenkes RI. 2013. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia.

Raissa, Talitha. 2012. Asupan Serat dan Cairan, Aktivitas Fisik, serta Gejala Konstipasi

pada Lanjut Usia. Skripsi, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.

Reynolds, J. 2012. Chronic Constipation. In William, & Snape, Pathogenesis of

Functional Bowel Disease: Mechanisms and Management of Chronic

Constipation. US: Springer, hh. 199-221.


48

ROME III. 2006. Diagnostic Criteria for Functional Gastrointestinal Disorder. ROME

Foundation.

Sari, I. P. 2016. Hubungan Konsumsi Serat dengan Pola Defekasi pada Mahasiswi

Fakultas Kedokteran Unand. Jurnal Kesehatan Andalas 19(2): 425-430.

Seller, R. and A. Simons. 2011. Differential Diagnosis of Common Complaints 6th

Edition. Philadelphia: Elsevier.

Setyani, F. A. 2012. Dampak Minuman Probiotik dalam Upaya Pencegahan Konstipasi

pada Pasien Infarct Miocard di RSPAD Gatot Subroto. Tesis, Universitas

Indonesia, Jakarta.

Slavin J. 2005. Dietary Fiber and Body Weight. Nutrition 21: 411-418.

Slavin, J. and D. R. Jacobs. 2010. Dietary Fiber: All Fibers Are Not Alike. In T. Wilson,

Nutrition and Health: Nutrition Guide for Physician. New York City: Humana

Press: hh. 13-24.

Sulistijani, D. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwijaya.

University Health Services Tang Center. 2009. Dietary Fiber. Barkeley.

WHO. 2017. Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health. Diakses pada Rabu

15 Juni 2017 dari World Health Organization:

http://www.who.int/dietphysicalactivity/pa/en/.

Yamada, T. (2009). Textbook of Gastroenterolgy 5th Edition. New Jersey: Wiley-

Blackwell.
49

Yang, J. (2012). Effect of Dietary Fiber on Constipation: A Meta Analysis. World

Journal of Gastroenterolgy 18(48), 7378-7383.


50

LAMPIRAN
51

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN


POLA MAKANAN BERSERAT DAN FREKUENSI OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN
KONSTIPASI PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FALKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini adalah mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin angkatan 2014 melakukan penelitian untuk mencari
hubungan pola makanan berserat dan frekuensi olahraga dengan kejadian konstipasi pada
mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Falkultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Saya mengharapkan kesediaan saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, dimana
tidak akan memberi dampak membahayakan. Semua informasi yang saudara/i berikan akan
dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Jika saudara/i bersedia menjadi
responden penelitian ini, maka silahkan saudara/i menandatangani formulir ini.

Makassar,…………………….2017

Peneliti Responden

(Nurizki Meutiarani M) (…………………………)


52

KUESIONER HUBUNGAN POLA MAKANAN BERSERAT DAN FREKUENSI


OLAHRAGA DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA MAHASISWA PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN
Petunjuk Pengisian:
1. Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memilih salah satu jawaban yang sesuai menurut
Anda dengan memberikan tanda silang (X) pada huruf yang telah tersedia!
2. Jawablah semua pertanyaa yang tersedia!

Identitas Responden
ID Responden :
Nama :
NIM : C11114___
Jenis Kelamin :
Alamat :
Telp/HP :
Umur :

I. Pola Makan

Waktu Jumlah
& Jenis Nama masakan Bahan Makanan
Makana URT Berat (g)

Makan
Pagi:
53

Selingan

Makan
Siang:

Selingan

Makan
Malam
54

Selingan

II. Kebiasaan Olahraga


1. Apakah Anda memiliki kebiasaan berolahraga?
a. Ya
b. Tidak
2. Berapa kalikah Anda berolahraga dalam seminggu?
Jawab: ……. kali
3. Berapa lamakah Anda berolahraga dalam satu sesi?
Jawab: ……. menit

III. Kebiasaan Buang Air Besar


Frekuensi buang air besar
0 1-2 kali setiap 1-2 hari
1 2 kali / minggu
2 1 kali / minggu
3 kurang dari 1 kali / minggu
4 kurang dari 1 kali / bulan

Difficulty: Nyeri ketika buang air besar.


0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang-kadang
3 sering
4 selalu

Completeness: Perasaan tidak tuntas saat buang air besar.


0 tidak pernah
55

1 jarang
2 kadang-kadang
3 sering
4 selalu

Pain: Nyeri perut.


0 tidak pernah
1 jarang
2 kadang-kadang
3 sering
4 selalu

Time: Waktu yang dibutuhkan agar bisa buang air besar.


0 < 5 menit
1 5-10 menit
2 10-20 menit
3 20-30 menit
4 > 30 menit

Assistance: Bentuk bantuan yang dibutuhkan agar bisa buang air besar.
0 tanpa bantuan
1 obat pencahar
2 bantuan jari atau enema

Failure: Percobaan buang air besar yang tidak berhasil dalam 24 jam.
0 tidak pernah
1 1-3 kali
2 3-6 kali
3 6-9 kali
4 > 9 kali

History: Riwayat konstipasi.


1 tidak ada
2 1-5 tahun
3 5-10 tahun
4 10-20 tahun
56

5 > 20 tahun

(Agachan et al., 1996)


57

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Konstipasi * Pola_Serat 101 100.0% 0 0.0% 101 100.0%

Konstipasi * Frek_Olahraga 101 100.0% 0 0.0% 101 100.0%

Konstipasi * Pola_Serat

Crosstab

Pola_Serat Total

Cukup Kurang

Count 1 8 9

Konstipasi Konstipasi Expected Count 1.2 7.8 9.0

% within Pola_Serat 7.7% 9.1% 8.9%


58

Count 12 80 92

Tidak Konstipasi Expected Count 11.8 80.2 92.0

% within Pola_Serat 92.3% 90.9% 91.1%

Count 13 88 101

Total Expected Count 13.0 88.0 101.0

% within Pola_Serat 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .027a 1 .869

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .028 1 .866

Fisher's Exact Test 1.000 .674

Linear-by-Linear Association .027 1 .869

N of Valid Cases 101

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.16.

b. Computed only for a 2x2 table

Konstipasi * Frek_Olahraga
59

Crosstab

Frek_Olahraga Total

Cukup Kurang

Count 1 8 9

Konstipasi Expected Count 1.4 7.6 9.0

% within Frek_Olahraga 6.2% 9.4% 8.9%


Konstipasi
Count 15 77 92

Tidak Konstipasi Expected Count 14.6 77.4 92.0

% within Frek_Olahraga 93.8% 90.6% 91.1%

Count 16 85 101

Total Expected Count 16.0 85.0 101.0

% within Frek_Olahraga 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .166a 1 .684

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .180 1 .671


60

Fisher's Exact Test 1.000 .566

Linear-by-Linear Association .164 1 .685

N of Valid Cases 101

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.43.

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pola_Serat * Konstipasi 101 100.0% 0 0.0% 101 100.0%

Frek_Olahraga * Konstipasi 101 100.0% 0 0.0% 101 100.0%

Pola_Serat * Konstipasi
61

Crosstab

Konstipasi Total

Konstipasi Tidak Konstipasi

Count 1 12 13

Cukup Expected Count 1.2 11.8 13.0

% within Konstipasi 11.1% 13.0% 12.9%


Pola_Serat
Count 8 80 88

Kurang Expected Count 7.8 80.2 88.0

% within Konstipasi 88.9% 87.0% 87.1%

Count 9 92 101

Total Expected Count 9.0 92.0 101.0

% within Konstipasi 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .027a 1 .869

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .028 1 .866

Fisher's Exact Test 1.000 .674

Linear-by-Linear Association .027 1 .869


62

N of Valid Cases 101

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.16.

b. Computed only for a 2x2 table

Frek_Olahraga * Konstipasi

Crosstab

Konstipasi Total

Konstipasi Tidak Konstipasi

Count 1 15 16

Cukup Expected Count 1.4 14.6 16.0

% within Konstipasi 11.1% 16.3% 15.8%


Frek_Olahraga
Count 8 77 85

Kurang Expected Count 7.6 77.4 85.0

% within Konstipasi 88.9% 83.7% 84.2%

Count 9 92 101

Total Expected Count 9.0 92.0 101.0

% within Konstipasi 100.0% 100.0% 100.0%


63

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
sided) sided) sided)

Pearson Chi-Square .166a 1 .684

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .180 1 .671

Fisher's Exact Test 1.000 .566

Linear-by-Linear Association .164 1 .685

N of Valid Cases 101

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.43.

b. Computed only for a 2x2 table


64
65
66
67

BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Nurizki Meutiarani M

Nama Panggilan : Neno, Tiara

NIM : C11114060

Tempat, Tanggal Lahir : Makassar, 27 Juli 1996

Agama : Islam

Nama Ayah : Massese

Nama Ibu : St. Nurmawati Mallapasi

Anak Ke : 2 dari 2 bersaudara

Alamat : Jalan Abdul Kadir 1 Perumahan Pesona Mutiara 2 no. 3

Riwayat Pendidikan :

 TK Merpati Pos, Makassar (2001-2002)

 SD Kartika Wirabuana VII-1, Makassar (2002-2008)

 SMPN 03 Makassar (2008-2011)

 SMAN 02 Makassar (2011-2014)


68

 Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)

Pengalaman Organisasi :

 Manager of Elite Team Smada English Conversation Club 2012-2013

 Member of English Language Sector OSIS SMA 2 Makassar 2011-2012

 Secretary of Smada English Competition SECON in Time 2013

 Coordinator of Literature and Culture Sector OSIS SMA 2 Makassar 2012-2013

 Event Coordinator of Masa Orientasi Siswa OSIS SMA 2 Makassar 2013

 Commitee of Latihan Dasar Kepemimpinan OSIS SMA 2 Makassar 2013

 Committee of Inauguration and Art Appereciation Night Class of 2014

 Executive Board of Academic Affair AMSA-Unhas 2015-2016

 Advisory Board of Academic Affair AMSA-Unhas 2016-2017

 Member of Representative AMSA-Unhas Election Board 2016-2017

 Member of Internal Division Roentgen Photography Universitas Hasanuddin


2016-2017

 Member of Persatuan Bulutangkis Medik Universitas Hasanuddin

Prestasi Non-Akademik :

 2nd Best Speaker Debate Competition Zero One English Competition SMA 1
Makassar 2011

 Top 10 Finalist of Debate Competition Festival Ekonomi Kreatif Direktorat


Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional 2012

 2nd Winner of Broadcasting Competition CHARA English Competition SMA


Katolik Rajawali 2013
69

 3nd Winner of Debate Competition Libels English Amazing Days SMA 15


Makassar 2013

 4th Best Speaker Debate Competition Libels English Amazing Days SMA 15
Makassar 2013

 1st Winner of Broadcasting Competition Seeds In Mood SMA 17 Makassar 2013

 1st Winner of Spelling Bee Competition Bank Panin 2013

 2nd Winner of Debate Competition Zero One English Competition SMA 1


Makassar 2013

 2nd Winner of Broadcasting Competition Seeds In Mood SMA 17 Makassar 2013

 Semi Finalist of Universitas Hasanuddin British Parliamentary Open Debate 2015

 2nd Winner of Public Poster Competition PCC EAMSC 2016

 Top 10 of Public Poster Competition Indonesian Medical Students’ And Training


AMSA-Brawijaya 2016

Riwayat Konferensi :

 Peserta Asian Medical Student’s Conference 2016, Manila, Philippines

Anda mungkin juga menyukai