TESIS
DADANG HERDIANA
0906564643
TESIS
DADANG HERDIANA
0906564643
i Universitas Indonesia
NPM : 0906564643
Tanda Tangan :
ii Universitas Indonesia
Pembimbing 1
dr. Anna Ujainah, SpPD, KP, MARS
NIP. 19550307 198111 2 001
.......................................
Pembimbing 2
dr. Tri Juli Edi Tarigan, SpPD
NIP. 19710703 200912 1 001
.......................................
DEWAN PENGUJI
Penguji Umum
dr. Dono Antono, SpPD, KKV, FINASIM, FICA
NIP. 19640413 198903 1 002
......................................
iv Universitas Indonesia
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah
ini:
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusifini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (data base), merawat dan
memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
(Dadang Herdiana)
v Universitas Indonesia
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat rahmat yang
dilimpahkan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis sekaligus pendidikan saya
di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa apa yang telah saya capai sampai saat ini, baik selama
mengerjakan tesis maupun selama menjalani proses pendidikan di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, tidak terlepas dari bantuan, dukungan, kerjasama, bimbingan,
serta doa restu dari berbagai pihak. Oleh karena itu izinkanlah saya menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, KEMD, sebagai Kepala Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI saat ini, dan Dr. dr. Czeresna Heriawan Soejono,
SpPD, KGer, M.Epid, FACP, sebagai Kepala Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI terdahulu, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk
dapat mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
dr. Aida Lydia, PhD, SpPD, KGH, sebagai Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Dokter Spesialis-I Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini,
dan Dr. dr. Aru W Sudoyo, SpPD, KHOM, FACP, sebagai Ketua Program
Studi Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-I Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI terdahulu, serta kepada para staf koordinator pendidikan, atas
dukungan, bimbingan, dan perhatian yang diberikan selama masa pendidikan
saya di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Dr. dr. Cleopas Martin Rumende, SpPD, KP, FCCP, sebagai Ketua Divisi
Respirologi dan Perawatan Penyakit Kritis Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi saya untuk
melakukan penelitian di divisi yang beliau pimpin, serta menjadi sumber ide,
memberi masukan, arahan, dan dukungan selama saya menjalankan penelitian
ini.
vi Universitas Indonesia
Dadang Herdiana
ix Universitas Indonesia
x Universitas Indonesia
Background: There are many of Indonesian pilgrims who have smoking habits.
Smoking can cause pulmonary function disorder. Pulmonary function could be
normal, obstructive, restrictive, or mixed. Previous studies had showed a close
association between smoking behavior and respiratory tract diseases. There is no
research about pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims.
Aims: To obtain characteristics of pulmonary function and the association between
smoking behavior with pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims at
Jakarta-Pondok Gede embarkation in 2012.
Method: This was a cross-sectional study on smoking Indonesian pilgrims during
Hajj health checkup at the health center and embarkation District of Jakarta-Pondok
Gede. Assessment of smoking behavior based on Brinkman index and pulmonary
function assessment based on spirometry screening using spirometry. Bivariate
analysis using Kolmogorov-Smirnov.
Result: This study got 209 subjects of smoker pilgrims. Subjects are generally male
(99.5%), < 60 years (78.0%), overweight (63.2%), no comorbidity (68.9%), high
education level (75.1%), medium Brinkman index (53.1%). Pulmonary functions are
categorized as restrictive 51.2%, obtructive 8,6%, mixed 8,1%, and normal 32,1%.
This study showed no significant association between smoking behavior with
pulmonary function in the medium-heavy Brinkman index group than the light
Brinkman Index group (p = 0.925).
Conclusion: Subjects are generally male, < 60 years, overweight, no comorbidity,
high education level, medium Brinkman index. Pulmonary functions are generally
categorized as restrictive. This study showed no significant association between
smoking behavior with pulmonary function in the medium-heavy Brinkman index
group than the light Brinkman Index group.
Key words: lung function, smokers pilgrims, smoking behavior
xi Universitas Indonesia
BAB 1. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ...................................................... 3
1.3 Pertanyaan Penelitian............................................................................ 3
1.4 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 4
1.5 Tujuan Penelitian................................................................................ 4
1.5.1 Tujuan Umum .......................................................................... 4
1.5.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4
1.6 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.6.1 Manfaat Akademis .................................................................. 4
1.6.2 Manfaat Pelayanan .................................................................. 5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
2.1 Mekanisme Penyakit Paru yang Disebabkan Asap Rokok ................ 6
2.2 Penyakit Paru Obtruktif .................................................................... 9
2.2.1 Epidemiologi PPOK ............................................................. 10
2.2.2 Patofisiologi PPOK karena Rokok ........................................ 11
2.2.3 Diagnosis dan Klasifikasi PPOK ........................................... 12
2.3 Penyakit Paru Restriktif .................................................................... 13
2.3.1 Epidemiologi Penyakit Paru Restriktif ................................. 16
2.3.2 Patofisiologi Interstitial Lung Disease karena Rokok ......... 17
2.3.3 Diagnosis dan Klasifikasi Penyakit Paru Restriktif ............. 18
2.4 Kanker Paru ....................................................................................... 19
2.5 Kerangka Teori .................................................................................. 20
xv Universitas Indonesia
Gambar 2.1. Mekanisme Cedera Sel dan Kerusakan Jaringan oleh Reactive
Organic Radicals (ROR).................................................................... 7
Gambar 2.2. Algoritma DPLD sesuai American Thoracic Society (ATS)
dan European Respiratory Society (ERS) ............................................ 15
Gambar 2.3. Kerangka Teori .................................................................................... 20
Gambar 3.1. Kerangka Konsep ................................................................................. 21
Gambar 4.1. Alur Penelitian ..................................................................................... 30
Gambar 5.1. Alur Seleksi Subjek Penelitian ........................................................... 33
BAB 1
PENDAHULUAN
Ibadah haji merupakan ibadah besar kaum muslimin yang dilaksanakan setiap tahun
di kota Makkah Al Mukarramah. Setiap tahun 2,5 – 3 juta jemaah haji datang ke Arab
Saudi untuk melaksanakan ibadah haji, hampir 10 % jemaah haji tersebut berasal dari
Indonesia dan merupakan kafilah haji terbesar di dunia.1
Penyelengaraan ibadah haji tidak terlepas dari permasalahan kesehatan jemaah haji.
Jemaah haji Indonesia sekitar 50% berumur lebih dari 50 tahun, umur tersebut rentan
menderita berbagai macam penyakit. Penyakit saluran pernapasan bersama penyakit
kardiovaskuler menempati jajaran teratas pada pemeriksaan jemaah haji di embarkasi.
Penyakit saluran pernapasan menempati urutan pertama pada pola penyakit rawat
jalan dan rawat inap jemaah haji Indonesia di Arab Saudi. Penyakit saluran
pernapasan juga merupakan salah satu penyebab kematian tersering jemaah haji
Indonesia di Saudi Arabia.2-4
Merokok merupakan faktor risiko utama pada perkembangan penyakit paru, termasuk
emfisema paru, fibrosis paru, dan kanker paru.5 Merokok masih merupakan faktor
risiko utama terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).6 Merokok
menyebabkan PPOK pada 15%-20% pada mereka yang merokok.7 Penelitian COPD
Working Group tahun 2002 pada 12 negara Asia Pasifik menunjukkan prevalensi
PPOK di Indonesia 5,6%.8 Prevalensi gambaran faal paru restriktif pada populasi
umum antara 7%-13%.9 Beberapa jenis penyakit paru interstitial/Interstitial Lung
Disease (ILD), yang memberikan gambaran faal paru restriktif, banyak ditemukan
pada perokok. Merokok juga secara signifikan meningkatkan risiko kanker paru.10
Pada sebagian besar negara maju diperkirakan 90% kasus kanker paru pada laki-laki
dan 80% pada perempuan berhubungan dengan merokok.11
1 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
2
Merokok menyebabkan pengurangan semua nilai tes fungsi paru dan peningkatan
timbulnya gejala respirasi.12,13 Peningkatan gejala respirasi berhubungan dengan
gambaran faal paru obstruktif dan/atau restriktif.14 Penyakit Paru Obstruktif Kronik
dan penyakit paru restriktif menjadi penyebab terpenting morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia. Morbiditas dari penyakit paru kronis termasuk tidak hanya perawatan
di rumah sakit tetapi juga berkurangnya aktivitas dan keterbatasan fungsional.15,16
Penelitian yang dilakukan oleh Soegito pada jemaah haji kota Medan (1988) saat
menunaikan ibadah haji menunjukkan adanya hubungan bermakna antara faal paru
dengan kemampuan melakukan aktivitas ibadah haji. Kondisi faal paru yang baik
akan memberikan hasil yang optimal bagi jemaah haji untuk mengikuti seluruh
aktivitas ibadah haji. Pada faal paru normal 94.7 % dapat melaksanakan aktivitas haji
dengan baik, untuk faal paru obstruktif dan restriktif masing-masing 66.7 %
melaksanakan ibadah haji dengan pelan-pelan dan untuk faal paru campuran 68.7 %
melaksanakan aktifitas haji dengan menggunakan bantuan kursi roda atau tidak
memenuhi seluruh rukun sunnah haji sehingga harus diwakilkan.17 Penelitian yang
dilakukan oleh Hidayat pada jemaah haji kota Padang (2008), hasilnya tidak jauh
dengan hasil penelitian Soegito. Pada jemaah haji dengan faal paru normal, 89,2%
mampu melaksanakan kegiatan haji dengan baik dan 10,8% memerlukan bantuan.
Sedangkan pada jemaah haji dengan faal paru obstruksi, 78,8% mampu
melaksanakan kegiatan haji dengan baik dan 21,1% memerlukan bantuan. Jemaah
haji dengan faal paru restriksi, 62,7% mampu melaksanakan kegiatan haji dengan
baik dan 37,5% memerlukan bantuan.18
Gambaran faal paru bukan hanya dipengaruhi oleh merokok. Gambaran faal paru
juga dipengaruhi oleh usia, indeks masa tubuh, dan berbagai macam penyakit
penyerta.9,19-23
Indonesia menduduki posisi peringkat ke-3 dengan jumlah perokok terbesar di dunia
setelah Cina dan India. Prevalensi perokok penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke
atas menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah sebesar 34,7%,
sedangkan prevalensi perokok penduduk Jakarta berumur 10 tahun ke atas sebesar
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
3
30,8%.24 Belum ada data mengenai prevalensi perokok pada jemaah haji Indonesia.
Prevalensi perokok pada jemaah haji Malaysia sebesar 8,8%.25
Adanya semua data di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran faal
paru pada jemaah haji perokok. Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan yang
lebih peka untuk mengetahui perubahan patologi pada saluran pernafasan
dibandingkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan radiologi. Pemeriksaan faal
paru yang dilakukan adalah pemeriksaan spirometri. Pemeriksaan ini mempunyai
beberapa keuntungan yaitu sederhana, murah, cukup sensitif, akurasinya tinggi, dan
reproduksibel. Dengan adanya pemeriksaan faal paru jemaah haji sebelum ke tanah
suci, maka dapat diketahui bagaimana keadaan sebenarnya paru jemaah tersebut.
Data ini tentu akan dapat pula memperkirakan keluhan respiratorik dan aktivitas
ibadah haji apa yang akan terjadi pada jemaah haji tersebut sehingga tentu akan dapat
pula dipersiapkan segala sesuatunya untuk mencegah dan mengatasinya.
Penelitian ini merupakan penelitian pertama di Indonesia yang menilai gambaran faal
paru pada jemaah haji perokok.
Berdasarkan uraian pada latar belakang dapat diidentifikasi masalah yang merupakan
dasar penelitian ini:
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
4
Terdapat hubungan antara perilaku merokok jemaah haji dengan gambaran faal paru.
Mengetahui karakteristik jemaah haji perokok dan gambaran spirometri jemaah haji
perokok.
2. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam penelitian pada
jemaah haji selanjutnya.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
5
1. Dapat menilai karakteristik jemaah haji Jakarta saat pelaksanaan ibadah haji
tahun 2012.
2. Sebagai bahan masukan dalam menyusun dan mengadopsi kebijakan pelayanan
kesehatan pada jemaah haji Indonesia.
3. Sebagai bahan masukan dalam mempersiapkan sistem penyelenggaraan haji
sehingga dapat mengurangi risiko morbiditas pada jemaah haji.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Asap rokok mengandung lebih dari 4.000 zat yang secara farmakologi aktif sebagai
antigenik, sitotoksik, mutagenik, dan karsinogenik. Asap rokok mengandung radikal
bebas/reactive organic radicals (ROR).11
Aldehid Tar
Asam hidrosianik Hidrokarbon aromatik
Akrolein β-Naftilamin
Amonia Benzo(a)piren
Katekol
Nitrosamin
Hidrazin
Vinil kloride
Sumber: Behr J, Nowak D. Eur Respir Mon 2002; 21: 161–79 (telah diolah kembali)11
Oksidan dalam asap rokok telah terbukti menginduksi sekuesterasi neutrofil dan
monosit pada paru-paru yang bisa menembus sel endotel. Sel-sel ini, didominasi
granulosit neutrofilik, yang mampu menghasilkan anion O2.- (superoxide). Anion O2.-
berubah menjadi oksidan yang lebih agresif seperti H2O2 (hydrogen peroxide), dan –
OH (hydroxyl radical). Oksidan-oksidan ini dapat menyebabkan kerusakan oksidatif
pada berbagai substrat yang berbeda dan pada akhirnya akan menghasilkan
perubahan atau perusakan sel dan konstituen matriks ekstraseluler paru-paru.11,26
6 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
7
Fagosit teraktivasi
ROR
Gambar 2.1. Mekanisme Cedera Sel dan Kerusakan Jaringan oleh Reactive
Organic Radicals (ROR)
Sumber: Behr J, Nowak D. Eur Respir Mon 2002; 21: 161–79 (telah diolah kembali)11
Efek yang disebabkan oleh asap rokok pada saluran pernapasan, dibedakan oleh dua
mekanisme utama, yaitu induksi inflamasi dan mutagenik/efek karsinogenik. Reaksi
inflamasi terdiri dari berbagai efek yang berbeda mencakup efek siliotoksisitas,
peningkatan sekresi mukus, dan akumulasi sel-sel inflamasi teraktivasi pada saluran
pernapasan. Hal ini mengakibatkan kecenderungan untuk timbulnya kolonisasi
bakteri dan terjadinya infeksi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan inflamasi.
Beberapa unsur asap rokok mempunyai sifat iritatif/pro-inflamasi/toksik, misalnya
amonia dan aldehid, dapat menyebabkan peradangan lokal, kerusakan sel, dan
kematian sel.11,27
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
8
Aspek penting lainnya cedera oksidan yang disebabkan oleh asap rokok adalah
kerusakan lapisan antioksidan paru-paru. Secara fisiologis, oksidan diimbangi oleh
antioksidan dalam paru-paru. Antioksidan sangat aktif dalam paru-paru termasuk
scavenger, enzim, dan sistem enzim, yang mencegah kerusakan oksidatif.11
Merokok berhubungan dengan penyakit paru obstruktif dan penyakit paru restriktif.
Hasil studi sekarang ini menunjukan terdapat korelasi negatif antara semua nilai Tes
Fungsi Paru (TFP) dengan jumlah dan durasi merokok. Pada penelitian yang
dilakukan oleh Jawed S. dkk. pada tahun 2012 tentang pengaruh merokok terhadap
fungsi paru pada dewasa muda didapatkan perbedaan bermakna secara statistik nilai
rata-rata spirometri volume ekspirasi paksa menit pertama/Force Ekspiratory Volume
one second (FEV1), Kapasitas vital paksa/Force Volume Capasity (FVC), dan rasio
FEV1/FVC. Nilai FEV1 dan FVC secara signifikan lebih rendah pada perokok dengan
jumlah rokok > 10-20 rokok/hari.28
Kanker Paru
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
9
Sumber: Aymerich J, Monso E, Marrades R, Escarrbill J, Felez M, Sunyer J, et al. Am J Respir Crit
Care Med 2001;164:1002-07 (telah diolah kembali)29
Penyakit paru obstruktif yang paling erat terkait dengan konsumsi rokok adalah
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), yang terdiri dari bronkitis kronis dan
emfisema. Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan sistem respirasi yang
ditandai oleh adanya obstruksi jalan napas dengan manifestasi klinis ekstrapulmonal
sebagai penyebab memberatnya penyakit, dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara yang umumnya bersifat progresif dan tidak membaik secara penuh serta
berhubungan dengan reaksi inflamasi terhadap partikel dan gas. Diagnosis PPOK
dipikirkan ketika didapatkan adanya faktor risiko (merokok, paparan partikel, dan
gas) yang ditandai oleh sesak yang progresif dan batuk produktif. Pemeriksaan
spirometri dianjurkan untuk diagnosis serta konfirmasi untuk menilai beratnya
obstruksi jalan napas pada PPOK.32
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
10
Meskipun merokok menjadi faktor risiko yang paling penting untuk perkembangan
PPOK, hanya sebagian kecil perokok yang berkembang mempunyai penyakit paru
obstruktif kronik. Oleh karena itu, kemungkinan ada faktor endogen yang
mempengaruhi perokok menjadi PPOK.11
Sumber: Behr J, Nowak D. Eur Respir Mon 2002; 21: 161–79 (telah diolah kembali)11
PPOK merupakan salah satu masalah kesehatan global yang ditimbulkan akibat
terjadinya transisi epidemiologi, dipengaruhi oleh meningkatnya usia harapan hidup
masyarakat, faktor demografi, faktor sosial ekonomi, faktor perilaku, dan faktor
lingkungan. PPOK merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
penyakit pada negara maju maupun berkembang serta memiliki dampak sosial yang
besar terhadap pembiayaan kesehatan.4 PPOK merupakan salah satu dari kelompok
penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia.33
Merokok menyebabkan PPOK pada 15%-20% pada mereka yang merokok.9 Murray
dan Lopez memperkirakan populasi perokok yang kemudian menderita PPOK
diperkirakan 0,7-0,8 pada pria dan 0,7 pada wanita.11 Prevalensi PPOK meningkat
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
11
pada mereka yang perokok dan bekas perokok serta pada usia diatas 40 tahun
dibanding kurang dari 40 tahun. Untuk data yang tepat belum didapatkan dikarenakan
adanya keterbatasan para klinisi dalam hal mendiagnosis PPOK, tetapi dari laporan
nasional beberapa negara prevalensi PPOK dilaporkan masih kurang dari 6%.32 Studi
epidemiologi pada komunitas di Kanada menunjukkan bahwa prevalensi PPOK
sekitar 4.4 % pada usia 35 tahun atau lebih.34 Studi PPOK di Spanyol memperkirakan
prevalensi PPOK pada usia 40-69 tahun adalah 9.1%.35 Studi populasi kejadian
PPOK di Inggris menunjukkan prevalensi PPOK berkisar 3%-10% populasi.36
Prevalensi di 12 negara Asia Pasifik didapatkan sebesar 6,3%, dengan prevalensi
terendah di Hong Kong dan Singapura (3,5%) dan tertinggi di Vietnam (6,3%).37 Di
China prevalensi sebesar 8,2% (12,4% laki-laki dan 5,1% perempuan).38 Penelitian
COPD Working Group tahun 2002 pada 12 negara Asia Pasifik menunjukkan
prevalensi PPOK di Indonesia 5,6%.8
World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan terdapat 64 juta penderita
PPOK diseluruh dunia. Saat ini sebanyak 3 juta orang meninggal karena PPOK dan
PPOK menjadi penyebab kematian keempat di dunia. WHO memperkirakan PPOK
akan menjadi penyebab kematian ketiga pada tahun 2020.32 Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) Depkes Republik Indonesia pada tahun 1992 menemukan angka
kematian emfisema, bronkitis kronik, dan asma menduduki peringkat ke-6 dari 10
penyebab tersering kematian di Indonesia.39
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
12
pernapasan dan meningkatkan produksi lendir oleh sel goblet. Hal ini meningkatkan
interleukin-8, yang merupakan kemoatraktan untuk neutrofil. Selain neutrofil,
makrofag alveolar dan enzim elastase makrofag, sebuah metaloproteinase matriks,
memainkan peran dalam patofisiologi emfisema. Hipotesis oksidan/antioksidan
PPOK didasarkan pada sejumlah data yang menunjukkan bahwa stres oksidatif
berkontribusi untuk PPOK. Pada perokok dan subyek dengan PPOK, terjadi
peningkatan oksidan sistemik dan penurunan antioksidan. Proses perbaikan abnormal
menyebabkan perubahan dalam struktur subepitel yang menyebabkan fibrosis
jaringan periobronkial dan penghambatan remodeling matriks ekstraseluler.11,40
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
13
Multicenter Lung Health Study menunjukkan sebuah penurunan abnormal yang cepat
(90-150 mL/tahun) pada pasien PPOK yang terus merokok. Berhenti merokok
menghasilkan peningkatan FEV1 selama tahun pertama dan angka penurunan
mendekati normal (30-50 mL/tahun) pada tahun-tahun berikutnya.31
Sejumlah faktor berhubungan dengan kelainan faal paru restriktif termasuk ILD, berat
badan lebih/obesitas, kerusakan paru paska tuberkulosis, kanker paru, masalah tulang
vertebra, dll.9,19,31 Gambaran faal paru restriktif pada pemeriksaan spirometri
berhubungan signifikan dengan memberatnya gejala pernafasan, gangguan
fungsional, dan peningkatan mortalitas.19,20
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
14
Penyakit pleura
Efusi pleura
Fibrotoraks
Pnemotoraks
Penyebab miselaneus
Obesitas
Kehamilan
Asites
Paralisis diafragma
Reseksi paru
Sumber: Connolly MJ, Lowe D, Anstey K, Hosker HS. Pearson MG, Roberts CM. Thorax
2006;61:843-48 (telah diolah kembali)31
ILD disebut juga diffuse infiltrative lung disease/diffuse parenchymal lung disease
(DPLD).44 ILD merupakan grup heterogen kelainan paru dengan penyebab yang
diketahui dan yang tidak diketahui. Interstitial lung disease umumnya dicirikan
dengan sesak, infiltrat parenkim paru difus, disfungsi paru restriktif, dan gangguan
pertukaran gas. Mayoritas ILD tidak diketahui penyebabnya.29 American Thoracic
Society/European Respiratory Society (ATS/ERS) sudah melakukan standarisasi
diagnosis dan klasifikasi ILD.45
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
15
DiffuseParenchymal
Diffuse Parenchymal Lung
LungDisease
Disease
Gambar 2.2. Algoritma DPLD sesuai American Thoracic Society (ATS) dan European
Respiratory Society (ERS)
Sumber: Scarlata S, Pedone C, Fimognari FL, Bellia V, Forastiere F, Incalzi RA. Respiratory Medicine
2008; 102: 1349-54 dan Gulati M. Prim Care Respir J 2011; 20(2): 120-7 (telah diolah kembali)46,47
Ada empat ILD yang berhubungan dengan merokok, yaitu desquamative interstitial
pneumonia (DIP), respiratory bronchiolitis-associated interstitial lung disease (RB-
ILD), pulmonary Langerhans’ cell histiocytosis (PLCH), dan idiopathic pulmonary
fibrosis (IPF).29,30,48
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
16
Pada penelitian yang dilakukan oleh Bano dkk. pada tahun 2009 mengenai tes fungsi
paru pada perokok dan bukan perokok pada area rural di India, didapatkan hasil tes
fungsi paru pada perokok yaitu faal paru normal 58%, faal paru obstruktif 36%, faal
paru restriktif 2%, dan faal paru campuran 4%.51 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Lederer dkk. pada tahun 2008 tentang hubungan merokok dengan penyakit paru
parenkimal subklinis didapatkan merokok menyebabkan penyakit paru parenkimal
subklinis yang dideteksi dengan spirometri dan Computed Tomography (CT).
Prevalensi gambaran restriktif pada spirometri sebesar 10% dan mengalami
peningkatan relatif sebesar 8% untuk masing-masing 10 bungkus rokok/tahun pada
analisis multivariat.48
Pada studi EPI-SCAN (Epidemiologic Study of COPD in Spain) yang dilakukan oleh
Soriano dkk. pada tahun 2011, didapatkan prevalensi faal paru restriktif 12,7% (95%
CI 9,7%-15,7%). Karakteristik partisipan dengan faal paru restriktif adalah rata-rata
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
17
umur 63 tahun, 57% laki-laki, rata-rata Indeks Masa Tubuh (IMT) 29,3kg/m2 (13,5%
dengan obesitas [IMT >35kg/m2]), dan terpapar rokok (rata-rata 31,5 bungkus per
tahun pada 20% perokok dan 33% bekas perokok). Pada studi EPI-SCAN juga
ternyata didapatkan partisipan dengan kelainan paru restriktif (12,7%) lebih besar
daripada kelainan paru obstruktif (10,2%).9
Pada penelitian yang dilakukan oleh Soegito pada tahun 1998 mengenai manfaat
pemeriksaan faal paru pada jamaah haji kotamadya Medan didapatkan hasil faal paru
normal 75%, faal paru obstruktif 3%, faal paru restriktif 6%, dan faal paru campuran
16%.17 Pada penelitian yang dilakukan oleh Hidayat dkk. pada tahun 2008 mengenai
hubungan pemeriksaan faal paru dan keluhan respiratorik pada jemaah haji kota
Padang pada tahun 2008 didapatkan hasil faal paru normal 53,3%, faal paru obstruktif
19,7%, dan faal paru restriktif 19,7%.18
Ada bukti yang menunjukan adanya peningkatan hubungan dan frekuensi morbiditas
dan mortalitas pada faal paru restriktif. Pada suatu studi di Italia dengan jumlah
partisipan sebanyak 265 orang tua (51,9% laki-laki, umur 65-97 tahun), ternyata
kelainan faal paru restriktif berhubungan dengan peningkatan mortalitas.9 Pola
ventilasi restriktif berhubungan dengan dengan mortalitas pada populasi National
Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) I dengan adjusted hazard ratio
1,4 sampai 1,7.19,52
Merokok dikenal sebagai faktor risiko pada perkembangan ILD. Terdapat bukti kuat
yang menyokong hubungan merokok dengan perkembangan RB-ILD, PLCH, dan
DIP. Terdapat peningkatan risiko perkembangan IPF pada perokok dan bekas
perokok.29,30
Mekanisme yang mendasari hubungan merokok dengan ILD belum jelas. Rokok
dapat menyebabkan cedera endotelial dan sel epitel alveolus karena peningkatan stres
oksidatif dan peningkatan inflamasi parenkim paru. Cedera endotelial dan sel epitel
alveolus menyebabkan penyembuhan luka yang abnormal dan terjadi fibrosis
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
18
Untuk diagnosis ILD, pada anamnesis didapatkan keluhan batuk dan sesak pada saat
aktivitas, pada pemeriksaan fisik didapatkan suara crackle (suara yang disebabkan
karena bukaan ruang alveolus yang kolaps yang dikelilingi oleh interstitial fibrotik)
pada saat inspirasi, pada pemeriksaan radiografi didapatkan gambaran infiltrat
interstitial difus bilateral, penurunan nilai Diffusing capacity of Lung for Carbon
monoxide (DLCO), abnormalitas nilai PO2 alveolus-arteriol [(A-a)O2] pada saat
istirahat dan aktivitas, dan abnormalitas gambaran histopatologis parenkim paru.
Abnormalitas parenkim paru digambarkan dengan berbagai derajat inflamasi,
fibrosis, dan remodeling.50,55
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
19
Sejak awal abad ke-20, kanker paru-paru berangsur menjadi jenis kanker mematikan
di seluruh dunia. Murray dan Lopez memperkirakan kanker paru-paru menjadi yang
tersering ke-10 penyebab kematian sekarang ini. Kanker paru menyebabkan sekitar 1
juta kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Mereka juga meramalkan bahwa pada
tahun 2020 kanker paru-paru akan menjadi penyebab kematian keempat di negara
maju dan penyebab kematian kelima seluruh dunia.11
Hubungan kausal antara kanker paru dan merokok pertama kali dilaporkan dengan
baik pada studi kasus-kontrol pada tahun 1950 dan kemudian dikonfirmasi dalam
studi kohort, prospektif, dan berbasis populasi dengan jumlah besar. Pada sebagian
besar negara maju diperkirakan bahwa 90% kasus kanker paru-paru pada pria dan
80% pada wanita yang diakibatkan oleh merokok. Faktor risiko kritis adalah awal
mulai merokok, durasi merokok, jumlah rokok yang dihisap setiap hari, dan cara
merokok.11
Seperti telah disebutkan di atas, dari sudut pandang patogenesis, bahwa asap rokok
mengandung campuran senyawa yang sangat beracun seperti iritan, mutagenik dan
zat karsinogenik, termasuk ROR yang sepenuhnya mampu merangsang proliferasi
sel, kerusakan kromosom, deoxyribonucleic acid (DNA)-adduct formation, dan
aktivasi onkogen. Denissenko dkk. melaporkan selektive benzo(a)pyrene diol-epoxide
adduct formation bersama ekson p53 pada epitel sel bronkus, menjelaskan hubungan
mekanisme langsung antara asap tembakau dan kanker paru-paru. Oleh karena itu,
cedera atau kematian sel yang disebabkan toksin menciptakan lingkungan untuk
perkembangan inflamasi dan perkembangan sinyal pertumbuhan, yang akhirnya
terjadinya hiperplasia, metaplasia, dan transformasi mutagenik/karsinogenik sel
saluran pernafasan. Kanker paru-paru berkembang pada <20% perokok, hal ini
menunjukkan bahwa ada faktor host yang terlibat.11,27,55
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
20
Rokok
Obstruktif Restriktif
Reseksi paru
Asma
Bronkiektasis Penyebab miselaneus
Infiltrasi dinding bronkus
oleh tumor atau granuloma
Aspirasi benda asing, Penyakit pleura
Bronkiolitis
Keterangan:
Hubungan kausal satu arah pemicu
Faktor yang dinilai dalam penelitian ini
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
21
BAB 3
Keterangan:
Variabel bebas adalah perilaku merokok sementara variabel terikat adalah faal paru.
1. Variabel bebas:
1) Perilaku merokok (Indeks Brinkman)
2. Varibel terikat:
1) Gambaran faal paru
21 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
22
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
23
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
24
BAB 4
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di RSCM, Jakarta, pada bulan Januari 2014. Data bersumber
dari data pemeriksaan kesehatan jemaah haji sebelum pemberangkatan dari Jakarta ke
Saudi Arabia pada bulan Juli – September 2012. Data tersebut merupakan data pada
penelitian yang dilakukan oleh Divisi Pulmonologi FKUI/RSCM Jakarta tahun 2012,
yang berjudul Profil dan Analisis Kejadian Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruksi
Kronik pada Jemaah Haji Embarkasi Jakarta-Pondok Gede Tahun 2012.
Populasi target pada penelitian ini adalah data calon jemaah haji dengan kebiasaan
merokok.
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah data calon jemaah haji Embarkasi
Jakarta-Pondok Gede dengan kebiasaan merokok yang datang untuk pemeriksaan
kesehatan sebelum keberangkatan di Puskesmas Kecamatan dan Embarkasi Jakarta-
Pondok Gede sebelum pemberangkatan jemaah haji dari Jakarta ke Saudi Arabia pada
bulan Juli – September 2012.
Subjek penelitian adalah data populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dan menandatangani surat persetujuan informed consent untuk ikut serta
dalam penelitian Divisi Pulmonologi FKUI-RSCM Jakarta.
24 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
25
Hubungan perilaku merokok dengan gambaran faal paru menggunakan rumus besar
sampel untuk komparatif kategorik ordinal. Perhitungan dilakukan dua kali, yaitu
membandingkan perilaku merokok antara faal paru normal dengan obstruktif serta
faal paru normal dengan restriktif.
6z z / ln(OR) 2
2
n1 n2 (4.1)
1 ( pi pii piii piv )
3 3 3 3
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
26
Pi = rerata proporsi tidak merokok pada faal paru normal dan obstruktif, berdasarkan
kepustakaan, proporsi tidak merokok pada faal paru normal adalah= (30+12,5)/2 =
21,25
Pii = rerata proporsi indeks brinkman ringan pada faal paru normal dan obstruktif =
(30+20,8)/2 = 25,4
Piii = rerata proporsi indeks brinkman sedang pada faal paru normal dan obstruktif =
(20+23,8)/2 = 21,9
Piv = rerata proporsi indeks brinkman berat pada faal paru normal dan obstruktif =
(30+42,9)/2 = 31,45
Perhitungan perbandingan perilaku merokok antara faal paru normal dengan restriktif
adalah sebagai berikut:
6z z / ln(OR) 2
2
n1 n2 (4.3)
1 ( pi pii piii piv )
3 3 3 3
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
27
Pi = rerata proporsi tidak merokok pada faal paru normal dan restriktif, berdasarkan
kepustakaan, proporsi tidak merokok pada faal paru normal adalah = (30+12,5)/2 =
21,25
Pii = rerata proporsi indeks brinkman ringan pada faal paru normal dan restriktif =
(30+20,8)/2 = 25,4
Piii = rerata proporsi indeks brinkman sedang pada faal paru normal dan restriktif =
(20+23,8)/2 = 21,9
Piv = rerata proporsi indeks brinkman berat pada faal paru normal dan restriktif =
(30+42,9)/2 = 31,45
nk 1
n' (4.5)
2k
n’= jumlah subjek dengan faal paru obstruktif
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
28
nk 1 424,66 1
n' 25,5 26 (4.6)
2k 2 x 4,66
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
29
3. Pencatatan data
Data dimasukkan ke dalam formulir penelitian. Data yang dicatat mencakup
demografis (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, berat badan,
tinggi badan, indeks massa tubuh, dan indeks Brinkman), spirometri, jumlah rata-
rata rokok yang dihisap setiap hari, dan lama merokok (tahun) .
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
30
Pengecekan
kriteria
penelitian
Pencatatan demografi,
spirometri, jumlah
rokok dan lama
merokok
Pengolahan dan
analisisa data
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
31
Data hasil penelitian dicatat dalam formulir penelitian. Setelah dilakukan editing
mengenai kelengkapan pengisian formulir penelitian, data ini dikoding untuk
selanjutnya direkam dalam cakram magnetik mikro komputer. Proses validasi data
dilakukan untuk menjamin keabsahan data yang direkam dan setelah dipastikan
kebersihan dari data penelitian barulah dilakukan proses pengolahan data
menggunakan perangkat SPSS versi 17.0. Data demografis (umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh, dan
indeks Brinkman) disajikan dalam jumlah dan persentase. Faal paru disajikan dalam
jumlah dan persentase serta interval kepercayaan 95%.
Hubungan antara indeks Brinkman dengan gambaran faal paru menggunakan analisa
bivariat dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian yang dilakukan oleh Divisi
Pulmonologi FKUI/RSCM Jakarta tahun 2012, yang berjudul Profil dan Analisis
Kejadian Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruksi Kronik pada Jemaah Haji
Embarkasi Jakarta-Pondok Gede Tahun 2012, dengan peneliti utama dr. Anna
Uyainah Z.N., SpPD, KP, MARS. Adapun ethical clearance mengacu kepada ethical
clearance penelitian tersebut diatas yang sudah dikeluarkan oleh Panitia Tetap Etik
Penelitian Kedokteran FKUI Jakarta No. 461/PT 02.FK/ETIK/2012. Semua data
rekam medis yang digunakan akan dijaga kerahasiaannya.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
32
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Dari data 516 jemaah haji pada penelitian Divisi Pulmonologi FKUI di atas,
didapatkan 209 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Alur
pengambilan subjek penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 5.1.
32 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
33
Subjek penelitian
209 jemaah
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
34
Gambaran karakteristik subjek penelitian pada penelitian ini seperti tampak pada
tabel 5.1.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
35
Penelitian ini mendapatkan hasil hampir semua subjek penelitian berjenis kelamin
laki-laki, hanya 1 subjek penelitian berjenis kelamin perempuan. Usia subjek
penelitian lebih banyak yang berusia kurang dari 60 tahun, yaitu sebesar 78%. Indeks
Masa Tubuh subjek penelitian paling besar berada pada kategori lebih yaitu sebesar
63,5%, disusul kategori normal sebesar 32,5%, dan terakhir kategori kurang sebesar
4,3%. Subjek penelitian umumnya tidak memiliki komorbid, pada penelitian ini
didapatkan subjek penelitian yang tidak memiliki komorbid sebesar 68,9%. Tingkat
pendidikan subjek penelitian paling banyak berada pada tingkat SLTA yaitu sebesar
47,4%, disusul tingkat Perguruan Tinggi sebesar 27,8%, tingkat SD sebesar 14,4%,
tingkat SLTP 9,6%, dan terakhir subjek penelitian yang tidak sekolah sebesar 1,0%.
Nilai Indeks Brinkman dilihat sebagai gambaran perilaku merokok jemaah haji.
Jemaah haji paling banyak mempunyai Indeks Brinkman kategori sedang yaitu
sebanyak 111 subjek (53,1%), disusul Indeks Brinkman kategori ringan sebanyak 62
subjek (29,7%), dan terakhir Indeks Brinkman kategori berat sebanyak 36 subjek
(17,2%).
Gambaran faal paru paling banyak menunjukan gambaran faal paru restriktif yaitu
sebanyak 107 subjek (51,2%), disusul faal paru normal sebanyak 67 subjek (32,1%),
faal paru obstruktif sebanyak 18 subjek (8,6%), dan terakhir faal paru campuran
sebanyak 17 subjek (8,1%).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
36
Hubungan antara Indeks Brinkman dengan gambaran faal paru pada jemaah haji
perokok dengan analisis bivariat untuk mendapatkan nilai kemaknaan (p) (Tabel 5.2).
Faal Paru
Variabel Obstruktif Restriktif Campuran Normal p
n (%) n (%) n (%) n (%)
Indeks Brinkman
Sedang - Berat 10 (6,8) 77 (52,4) 11 (7,5) 49 (33,3) 0,925
Ringan 8 (12,9) 30 (48,4) 6 (9,7) 18 (29,0)
Pada kedua kategori Indeks Brinkman, proporsi yang menunjukan gambaran faal paru
restriktif ternyata lebih besar, yaitu 52,4% pada kelompok kategori sedang-berat dan
48,4% pada kelompok kategori ringan. Pada penelitian ini juga mendapatkan hasil
sekitar 30% pada kedua kategori Indeks Brinkman, yaitu 33,3% pada kategori Indeks
Brinkman sedang-berat dan sekitar 29,0% pada kategori Indeks Brinkman ringan
ternyata menunjukan gambaran faal paru normal.
Hasil analisis bivariat tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara
perilaku merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks
Brinkman sedang-berat dibandingkan kelompok Indeks Brinkman ringan (p=0,925).
Pada kedua kategori Indeks Brinkman, proporsi jemaah haji yang mempunyai
gambaran faal paru obstruktif ternyata lebih sedikit, yaitu 16,9% pada kategori Indeks
Brinkman sedang-berat dan 30,8% pada kelompok Indeks Brinkman ringan.
Persentase jemaah haji yang mempunyai gambaran faal paru obstruktif lebih besar
pada kategori Indeks Brinkman ringan (30,8% vs 16,9%). Tabel 5.3. memperlihatkan
sebaran gambaran faal paru obstruktif.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
37
Faal Paru
Obstruktif Normal
Indeks Brinkman Total
(n=18) (n=67)
n (%) n (%)
Sedang-Berat 10 (16,9) 49 (83,1) 59
Ringan 8 (30,8) 18 (69,2) 26
Pada kedua kategori Indeks Brinkman, proporsi jemaah haji yang mempunyai
gambaran faal paru restriktif ternyata lebih besar, yaitu 61,1% pada kategori Indeks
Brinkman sedang-berat dan 62,5% pada kelompok Indeks Brinkman ringan.
Persentase jemaah haji yang mempunyai gambaran faal paru restriktif lebih besar
pada kategori Indeks Brinkman ringan (62,5% vs 61,1%). Tabel 5.4. memperlihatkan
sebaran gambaran faal paru restriktif.
Faal Paru
Restriktif Normal
Indeks Brinkman Total
(n=107) (n=67)
n (%) n (%)
Sedang-Berat 77 (61,1) 49 (38,9) 126
Ringan 30 (62,5) 18 (37,5) 48
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
38
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini mendapatkan hasil hampir semua subjek penelitian berjenis kelamin
laki-laki, hanya 1 subjek penelitian berjenis kelamin perempuan. Kebiasaan merokok
yang tinggi pada laki-laki di Indonesia berperan terhadap perbedaan angka kejadian
pada kedua jenis kelamin tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2010, yaitu prevalensi penduduk Indonesia berumur > 15 tahun dan
24
sebagai current smoker, adalah pada laki-laki 65,9% dan pada perempuan 4,2 %.
Hal ini berbeda dengan penelitian Boskabady di Iran, yang mendapatkan prevalensi
perokok pada laki-laki hanya 17,2%, tetapi pada perempuan hampir sama, yaitu
2,5%.13 Data Riskesdas 2010 yang menunjukan prevalensi perokok laki-laki jauh
lebih tinggi daripada perempuan dan adanya dominasi subjek laki-laki pada penelitian
ini, maka penelitian ini diharapkan dapat mewakili kondisi umum pada populasi di
Indonesia, terutama populasi jemaah haji Indonesia.
Usia subjek penelitian lebih banyak yang berusia kurang dari 60 tahun (78%) dengan
median usia 53 tahun (40-80 tahun). Hal ini sama dengan data jemaah haji dari Pusat
Kesehatan Haji Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2011 dan tahun
2012 yang menunjukkan bahwa jemaah haji Indonesia kebanyakan berusia kurang
dari 60 tahun. 4,33
Indeks Masa Tubuh subjek penelitian paling besar berada pada kategori lebih yaitu
sebesar 63,5%, dengan rerata IMT 24,74 + 3,90. Hasil penelitian ini tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian Bano di India, yang mendapatkan rerata IMT pada
perokok sebesar 23,52 + 3,20.51
Subjek penelitian umumnya tidak memiliki komorbid, yaitu sebesar 68,9%. Tingkat
pendidikan subyek penelitian paling banyak berada pada tingkat SLTA yaitu sebesar
38 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
39
47,4%, disusul tingkat Perguruan Tinggi sebesar 27,8%, tingkat SD sebesar 14,4%,
tingkat SLTP 9,6%, dan terakhir subyek penelitian yang tidak sekolah sebesar 1,0%.
Hasil penelitian ini berbeda dengan tingkat pendidikan jemaah haji Indonesia tahun
2012, yaitu tingkat pendidikan SD 34,57%, SLTP+SLTA 36,63%, dan Perguruan
Tinggi 28,75%. 33 Hal ini terjadi mungkin karena subjek penelitian ini berada di kota
besar yaitu Jakarta, dimana kemampuan untuk sekolah ke tingkat yang lebih tinggi
lebih besar.
Nilai Indeks Brinkman dilihat sebagai gambaran perilaku merokok jemaah haji.
Jemaah haji dengan Indeks Brinkman kategori ringan sebesar 29,7% dan Indeks
Brinkman kategori sedang-berat sebesar 70,3%. Berbeda dengan penelitian Bano
pada populasi perokok di India, mendapatkan hasil subjek penelitian dengan Indeks
Brinkman kategori ringan sebesar 74%, Indeks Brinkman kategori sedang-berat
sebesar 26%.51 Perbedaan ini mungkin karena subjek penelitian Bano berada pada
rentang usia 30-60 tahun, dimana rentang usia lebih sempit dibandingkan dengan
penelitian ini.
Penelitian ini mendapatkan hasil gambaran faal paru obstruktif 8,6%, restriktif
51,2%, campuran 8,1%, dan normal 32,1%. Berbeda dengan penelitian Bano pada
populasi perokok di India, dimana didapatkan gambaran faal paru obstruktif 36%,
restriktif 2%, campuran 4%, dan normal 58%.51 Proporsi gambaran faal paru normal
pada penelitian ini lebih sedikit dari pada proporsi gambaran faal paru normal
penelitian Bano, hal ini terjadi karena pada penelitian ini proporsi Indeks Brinkman
kategori sedang-berat lebih besar daripada proporsi Indeks Brinkman kategori
sedang-berat pada penelitian Bano. Banyaknya gambaran faal paru restriktif pada
penelitian ini karena IMT pada subjek penelitian paling banyak pada katagori lebih
(63,5%). Indeks masa tubuh kategori lebih berhubungan dengan sindrom metabolik,
dan sindrom metabolik berhubungan dengan gangguan faal paru terutama faal paru
restriktif.21-23,59
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
40
Beberapa penelitian tentang gambaran faal paru pada jemaah haji yang pernah
dilakukan di Indonesia sebelumnya mengkhususkan sampel pada populasi jemaah
haji secara umum. Pada penelitian ini menggunakan subyek penelitian yang lebih
sempit karakteristiknya yaitu jemaah haji perokok.
Penelitian yang dilakukan oleh Soegito pada calon jemaah haji kota Medan (1988),
didapatkan faal paru obstruktif sebesar 3%, restriktif sebesar 6%, campuran sebesar
16%, dan normal sebesar 75%.17 Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat pada calon
jemaah haji kota Padang (2008), didapatkan faal paru obstruktif sebesar 27%,
restriktif sebesar 19,7%, dan normal sebesar 53,3%.18 Populasi yang digunakan pada
kedua penelitian tersebut adalah jemaah haji secara umum, bukan jemaah haji
perokok.
Pada penelitian kami ini mendapatkan hasil gambaran faal paru obstruktif sebesar
8,6%, restriktif sebesar 51,2%, campuran sebesar 8,1%, dan normal sebesar 32,1%.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
41
Sedikitnya gambaran faal paru normal pada penelitian ini karena penelitian ini
dilakukan pada populasi perokok, sedangkan penelitian Soegito dan Hidayat
dilakukan pada populasi jemah haji secara umum.
Pada penelitian Bano terhadap 100 subjek laki-laki, yang terdiri dari 50 subjek
current smoker dan 50 subjek bukan perokok, didapatkan subjek dengan Indeks
Brinkman kategori ringan 74% dan Indeks Brinkman kategori sedang-berat 26%.
Penelitian Bano juga mendapatkan hasil faal paru obstruktif 36,0%, restriktif 2,0%,
campuran 4,0% dan normal 58,0%. Pada penelitian Bano tidak melakukan analisis
hubungan Indeks Brinkman dengan gambaran faal paru.51 pada penelitian Mannino
terhadap 2323 current smoker di Amerika Serikat, menggunakan data NHANES I,
mendapatkan hasil ternyata prevalensi faal paru obstruktif maupun restriktif makin
besar sejalan makin tingginya konsumsi rokok.
Kedua penelitian tersebut tidak terlepas dari pengaruh rokok. Oksidan dalam asap
rokok telah terbukti menginduksi sekuesterasi neutrofil dan monosit pada paru-paru
yang bisa menembus sel endotel. Sel-sel ini, didominasi granulosit neutrofilik, yang
mampu menghasilkan anion O2.- (superoxide). Anion O2.- berubah menjadi oksidan
yang lebih agresif seperti H2O2 (hydrogen peroxide), dan –OH (hydroxyl radical).
Oksidan-oksidan ini dapat menyebabkan kerusakan oksidatif pada berbagai substrat
yang berbeda dan pada akhirnya akan menghasilkan perubahan atau perusakan sel
dan konstituen matriks ekstraseluler paru-paru.11,26 Hasil studi sekarang ini
menunjukan terdapat korelasi negatif antara semua nilai Tes Fungsi Paru (TFP)
dengan jumlah dan durasi merokok. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jawed S.
dkk. pada tahun 2012 tentang pengaruh merokok terhadap fungsi paru pada dewasa
muda didapatkan perbedaan bermakna secara statistik nilai rata-rata spirometri
Volume Ekspirasi Paksa menit pertama/Force Ekspiratory Volume one second
(FEV1), Kapasitas Vital Paksa/Force Volume Capasity (FVC), dan rasio FEV1/FVC.
Nilai FEV1 dan FVC secara signifikan lebih rendah pada perokok dengan jumlah
rokok > 10-20 rokok/hari.28
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
42
Hasil penelitian kami ini mendapatkan subjek dengan Indeks Brinkman kategori
sedang-berat sebanyak 147 jemaah haji, yang terdiri dari 10 jemaah (6,8%)
mempunyai gambaran faal paru obstruktif, 77 jemaah (52,4%) faal paru restriktif, 11
jemaah (7,5%) faal paru campuran, dan 49 jemaah (33,3%) faal paru normal.
Perhitungan statistik masih belum menunjukan adanya hubungan yang bermakna
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
43
antara perilaku merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks
Brinkman kategori sedang-berat dibandingkan kelompok Indeks Brinkman kategori
ringan.
Hasil statistik penelitian ini tidak bermakna mungkin dipengaruhi oleh banyaknya
data yg tidak lengkap tentang jumlah rokok dan lama merokok. Mungkin juga karena
perokok yg sudah lama berhenti (bekas perokok) tidak masuk dalam penelitian ini,
yang mana mungkin mereka lebih banyak mempunyai gambaran faal paru yg berat.
Pada penelitian ini didapatkan 8,6% jemaah haji mempunyai gambaran faal paru
obstruktif. Jemaah haji yang mempunyai gambaran faal paru obstruktif tersebar pada
kelompok kategori Indeks Brinkman kategori sedang-berat sebesar 16,9% dan pada
kelompok kategori ringan sebesar 30,8%.
Sebesar 36% subjek penelitian Bano dan 16,7% subjek penelitian Mannino
mempunyai gambaran faal paru obstruktif.51,52 Merokok menyebabkan PPOK pada
15%-20% pada perokok.7 Merokok menjadi faktor risiko paling penting pada
perkembangan PPOK, tetapi hanya sebagian kecil yang berkembang menjadi PPOK.
Faktor-faktor lain, selain merokok, yang berperan pada perkembangan PPOK yaitu
defisiensi inhibitor α1- proteinase proteinase, jenis kelamin perempuan, infeksi
pernapasan pada masa kanak-kanak, konsumsi alkohol, polusi udara, dll.11
Pada penelitian ini didapatkan 51,2% jemaah haji mempunyai gambaran faal paru
restriktif. Jemaah haji yang mempunyai gambaran faal paru restriktif tersebar pada
kelompok kategori Indeks Brinkman kategori sedang-berat sebesar 61,1% dan pada
kelompok kategori ringan sebesar 62,5%.
Persentase jemaah haji pada Indeks Brinkman kategori sedang-berat dan pada
kategori ringan hampir sama yaitu + 60%. Persentase yang hampir sama tersebut
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
44
disebabkan mungkin jumlah rokok dan lama merokok tidak mempengaruhi pada
penurunan nilai FVC.
Penelitian ini mendapatkan hasil prevalensi jemaah haji perokok pada jemaah haji
Indonesia usia lebih dari 40 tahun adalah sebesar 8,8%. Hasil penelitian ini sama
dengan prevalensi jemaah haji perokok pada jemaah haji Malaysia, yaitu sebesar
8,8%.25 Hasil yang sama tersebut mungkin disebabkan karena Indonesia dan
Malaysia merupakan negara serumpun dengan karakteristik masyarakat dan
kebiasaan hidup yang hampir sama.
Penelitian ini menggunakan data retrospektif dari data penelitian Divisi Pulmonologi
FKUI/RSCM Jakarta tahun 2012, sehingga banyak ditemukan missing value.
Keterbatasan lainnya adalah tidak memasukan aktivitas fisik sehari-hari jemaah haji
sebelum keberangkatan menunaikan ibadah haji. Walaupun demikian, tetapi peneliti
merupakan anggota dari Tim Peneliti pada penelitian Divisi Pulmonologi
FKUI/RSCM Jakarta tahun 2012 tersebut, yang berjudul Profil dan Analisis Kejadian
Eksaserbasi Akut Penyakit Paru Obstruksi Kronik pada Jemaah Haji Embarkasi
Jakarta-Pondok Gede Tahun 2012, yang berperan aktif dalam pengumpulan data dan
bersama peneliti utama memastikan pengambilan data spirometri sesuai dengan cara
penggunaan yang benar.
Pada bagian akhir pembahasan ini, perlu diulas mengenai seberapa jauh hasil
penelitian ini dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih luas. Sesuai dengan
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
45
prinsip representasi sampel terhadap populasi dan teknik pengambilan sampel, maka
penilaian generalisasi dilakukan terhadap validitas interna dan eksterna I dan II.
Validitas interna dinilai dari kesahihan data dari penelitian yang telah dilakukan.
Dalam menilai validitas interna penelitian ini, dapat dinilai validitas seleksi pada
penelitian ini. Sampel diambil dari data penelitian Divisi Pulmonologi, dimana
metode perekrutan subjek (sampling) dari populasi terjangkau dilakukan dengan cara
konsekutif. Adanya kemungkinan bias jender dalam penelitian ini belum dapat
disingkirkan mengingat sebagian subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki. Namun
demikian, jumlah proporsi perempuan dengan kebiasaan merokok yang sedikit di
Indonesia dapat merupakan alasan terhadap kondisi tersebut. Terdapat banyak
missing value dari data yang diambil dalam penelitian ini, tetapi setelah diolah
terhadap data yang tidak lengkap (non-partisipan) tersebut, ternyata data non-
partisipan tersebut mempunyai karateristik yang mirip dengan data partisipan (subjek
penelitian). Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan validitas interna
penelitian ini cukup baik.
Untuk melihat validitas eksterna I, penilaian dilakukan dengan melihat apakah subjek
yang direkrut berdasarkan pemilihan (intended sample) mewakili populasi terjangkau
(accessible population). Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah data calon
jemaah haji Embarkasi Jakarta-Pondok Gede dengan kebiasaan merokok yang
datang untuk pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan di Puskesmas
Kecamatan dan Embarkasi Jakarta-Pondok Gede sebelum pemberangkatan jemaah
haji dari Jakarta ke Saudi Arabia pada bulan Juli – September 2012. Teknik
perekrutan subjek dari populasi terjangkau dilakukan dengan cara consecutive
sampling. Teknik sampling ini merupakan jenis nonprobability sampling yang paling
baik merepresentasikan populasi terjangkau. Berdasarkan hal tersebut, maka validitas
eksterna I dari penelitian ini dianggap cukup baik.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
46
Untuk validitas eksterna II, penilaian dilakukan secara common sense berdasarkan
pengetahuan umum yang ada untuk melihat apakah populasi terjangkau merupakan
representasi dari populasi target (calon jemaah haji Indonesia dengan kebiasaan
merokok). Populasi terjangkau pada penelitian ini yaitu jemaah haji Embarkasi
Jakarta-Pondok Gede dianggap memiliki karakteristik yang serupa dengan jemaah
haji perokok di embarkasi lain. Oleh karena itu, peneliti menyatakan bahwa validitas
eksterna II dari penelitian ini cukup baik.
Berdasarkan uraian di atas, maka generalisasi hasil penelitian ini bisa dilakukan pada
jemaah haji perokok dari seluruh embarkasi yang ada di Indonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
47
BAB 7
7.1 Simpulan
1. Karakteristik jemaah haji perokok umumnya laki-laki, usia < 60 tahun, Indeks
Masa Tubuh kategori lebih, tidak disertai komorbid, pendidikan kategori tinggi,
dan Indeks Brinkman kategori sedang.
2. Gambaran faal paru umumnya masuk kategori restriktif, baik pada jemaah haji
dengan Indeks Brinkman kategori sedang-berat maupun pada jemaah haji dengan
Indeks Brinkman kategori ringan.
3. Penelitian ini tidak menunjukan adanya hubungan yang bermakna antara perilaku
merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks Brinkman
kategori sedang-berat dibandingkan kelompok Indeks Brinkman kategori ringan.
4. Kurang lebih 70% jemaah haji perokok mempunyai gambaran faal paru yang
abnormal.
7.2 Saran
1. Jemaah haji:
a. Perlu memeriksakan faal paru terutama pada jemaah haji perokok yang
mempunyai IMT kategori lebih, usia > 60 tahun, dan mempunyai penyakit
penyerta..
2. Petugas Kesehatan:
a. Perlu pelatihan pemeriksaan spirometri kepada petugas kesehatan haji di
Puskesmas maupun di embarkasi, sehingga dapat mendiagnosis gangguan faal
paru lebih cepat dan tepat.
b. Perlu melakukan pemeriksaan spirometri pada jemaah haji dengan faktor
risiko, yaitu perokok dan usia > 40 tahun, untuk mendiagnosis dan melakukan
evaluasi serta tatalaksana terhadap pasien yang mempunyai gangguan faal
47 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
48
paru sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas jemaah haji saat
melakukan aktivitas haji.
3. Peneliti:
a. Perlu penelitian sejenis dengan cara yang lebih tepat dan data yang lebih
lengkap, yang bisa menggambarkan hubungan perilaku merokok dengan faal
paru.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
49
RINGKASAN
Penelitian bertujuan untuk mendapatkan karakteristik dan gambaran faal paru serta
hubungan antara perilaku merokok dengan gambaran faal paru jemaah haji perokok
pada jemaah haji embarkasi Jakarta-Pondok Gede tahun 2012.
Disain studi adalah potong lintang pada jemaah haji perokok pada saat menjalani
pemeriksaan kesehatan haji di Puskesmas Kecamatan dan Embarkasi Jakarta-Pondok
Gede. Penilaian perilaku merokok berdasarkan nilai Indeks Brinkman, yaitu perkalian
jumlah batang rokok per hari dengan lama merokok dalam tahun. Nilai Indeks
Brinkman ringan 0-200, Indeks Brinkman sedang 201-600, dan Indeks Brinkman
berat > 600. Penilaian gambaran faal paru berdasarkan pemeriksaan spirometri
menggunakan spirometri Chestograph, produksi Tokyo-Jepang tahun 2007. Faal paru
dikelompokkan ke dalam faal paru normal (FEV1/FVC > 70%, dan FVC > 80%
prediksi), obstruktif (FEV1/FVC < 70%, dan FVC > 80% prediksi), restriktif
(FEV1/FVC > 70%, dan FVC < 80% prediksi), dan campuran (FEV1/FVC < 70%,
dan FVC < 80% prediksi). Analisis bivariat menggunakan metode Kolmogorov-
Smirnov. Analisis data menggunakan perangkat SPSS 17.0.
Hasil studi mendapatkan 209 subjek jemaah haji perokok. Karakteristik jemaah haji
perokok umumnya laki-laki (99,5%), usia < 60 tahun (78,0%), IMT kategori lebih
(63,2%), tidak disertai komorbid (68,9%), pendidikan kategori tinggi (75,1%), Indeks
Brinkman kategori sedang (53,1%). Gambaran faal paru umumnya masuk kategori
restriktif (51,2%). Penelitian ini tidak menunjukan hubungan bermakna antara
perilaku merokok dengan gambaran faal paru pada kelompok kategori Indeks
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
50
Banyaknya gambaran faal paru restriktif pada penelitian ini mungkin disebabkan oleh
komorbid pada jemaah haji yang ikut berperan pada terjadinya gangguan faal paru.
Jemaah haji Indonesia yang umumnya berusia tua ( > 40 tahun) berisiko mempunyai
penyakit penyerta.
Hasil statistik penelitian ini tidak bermakna mungkin dipengaruhi oleh banyaknya
data yg tidak lengkap tentang jumlah rokok dan lama merokok. Mungkin juga karena
perokok yg sudah lama berhenti (bekas perokok) tidak masuk dalam penelitian ini,
yang mana mungkin mereka lebih banyak mempunyai gambaran faal paru yg berat.
Perlu penelitian sejenis dengan cara yang lebih tepat dan data yang lebih lengkap,
yang bisa menggambarkan hubungan perilaku merokok dengan faal paru.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
51
SUMMARY
There are many of Indonesian pilgrims who have smoking habits. Smoking can cause
pulmonary function disorder. Pulmonary function could be normal, obstructive,
restrictive, or mixed. Previous studies had showed a close association between
smoking behavior and respiratory tract diseases. There is no research about
pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims.
This study aims to obtain characteristics of pulmonary function and the association
between smoking behavior with pulmonary function on smoking Indonesian pilgrims
at Jakarta-Pondok Gede embarkation in 2012.
This was a cross-sectional study on smoking Indonesian pilgrims during Hajj health
checkup at the health center and embarkation District of Jakarta-Pondok Gede.
Assessment of smoking behavior used Brinkman index values, the multiplication of
number of cigarettes smoked per day by long of smoking habit in year. Light
Brinkman index value was 0-200, medium Brinkman index was 201-600, and heavy
Brinkman index weight was > 600. Pulmonary function assessment used Chestograph
spirometry, Tokyo-Japan production in 2007. Normal pulmonary function (FEV1 /
FVC > 70%, and FVC > 80% predicted), obstructive (FEV1/FVC < 70%, and FVC >
80% predicted), restrictive (FEV1/FVC > 70%, and FVC < 80% predicted), and
mixed (FEV1/FVC < 70% and FVC < 80% predicted). Bivariate analysis used the
Kolmogorov-Smirnov method. Data analysis used SPSS 17.0 software.
This study got 209 subjects of smoker pilgrims. Subjects are generally male (99.5%),
< 60 years (78.0%), overweight (63.2%), no comorbidity (68.9%), high education
level (75.1%), medium Brinkman index (53.1%). Pulmonary functions are generally
categorized as restrictive (51.2%). This study showed no significant association
between smoking behavior with pulmonary function in the medium-heavy Brinkman
index group than the light Brinkman Index group (p = 0.925).
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
52
The unsignificant statistical results of this study can be caused by large amount of
incomplete data on the number of cigarettes and duration of smoking. Also smokers
who had stopped smoking for a long time (ex-smokers) and may have more severe
pulmonary function, are not included in this study. Therefore, further reseach with
more precise and complete data is needed to describe the relationship of smoking
with pulmonary function.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
53
DAFTAR PUSTAKA
53 Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
57
40. Guerra S, Sherrill DL, Venker C, Ceccato CM, Halonen M, Martinez FD.
Morbidity and mortality associated with the restrictive spirometric pattern: a
Longitudinal study. Thorax 2010; 65(6): 499–504.
41. Ryu JH, Daniels CE, Hartman TE, Yi ES. Diagnosis of interstitial lung
diseases. Mayo Clin Proc 2007; 82(8): 976-86.
42. American Thoracic Society/European Respiratory Society. International
multidisciplinary consensus classification of the idiopathic interstitial
pneumonias. Am J Respir Crit Care Med 2002; 165: 277–304.
43. Madkour AM. Adult interstitial lung diseases: an approach to diagnosis and
management. EJB 2011; 5(1): 46-54.
44. Danoff SK, Terry PB, Horton MR. A clinician’s guide to the diagnosis and
treatment of interstitial lung diseases. Southern Medical Journal 2007; 100(6):
579-87.
45. Lederer DJ, Enright PL, Kawut SM, Hoffman EA, Hunninghake G, van Beek
EJR, et.al. Cigarette smoking is associated with subclinical parenchymal lung
disease, The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA)–Lung Study. Am J
Respir Crit Care Med 2009; 180: 407–14.
46. Scarlata S, Pedone C, Fimognari FL, Bellia V, Forastiere F, Incalzi RA.
Restrictive pulmonary dysfunction at spirometry and mortality in the elderly.
Respiratory Medicine 2008; 102: 1349-54.
47. Gulati M. Diagnostic assessment of patients with interstitial lung disease. Prim
Care Respir J 2011; 20(2): 120-7. .
48. Bano R, Mahagaonkar AM, Kulkarni NB, Ahmad N, Nighute S. Study of
pulmonary function tests among smokers and non-smokers in a rural area.
Pravara Med Rev 2009; 1(1): 11-6.
49. Mannino DM, Buist AS, Petty TL, Enright PL, Redd SC. Lung function and
mortality in the United States: data from the First National Health and Nutrition
Examination Survey follow up study. Thorax 2003; 58: 388–93.
50. Wilson MS, Wynn TA. Pulmonary fibrosis: pathogenesis, etiology and
regulation. Mucosal Immunol 2009; 2(2): 103–121.
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
59
Hubungan Perilaku Merokok dengan Gambaran Faal Paru pada Jemaah Haji
Perokok di Indonesia
I. Identitas Jemaah
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
60
Lampiran 1. (Sambungan)
III. Komorbid
Mata : ...................................................................................................................
Leher : ...................................................................................................................
Paru : ...................................................................................................................
Jantung : ...................................................................................................................
Abdomen : ...................................................................................................................
Ekstremitas : ...................................................................................................................
V. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan spirometri
a.FEV1 : ............. b. FVC : .............. c. FEV1/FVC: ..............
d. FEV1% pred: .............. e. FVC %pred: .................
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014
61
Universitas Indonesia
Hubungan perilaku..., Dadang Herdiana, FK UI, 2014