Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN CALIBRATED DICHOTOMOUS SUSCEPTIBILITY


METHOD UNTUK MENDETEKSI MULTIDRUG RESISTANT
NEISSERIA GONORRHOEAE PADA WANITA PENJAJA SEKS
DI JAKARTA TIMUR, TANGERANG, DAN PALEMBANG

TESIS

NELLY PUSPANDARI
1106026476

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
MIKROBIOLOGI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2015

i
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
JUDUL
UNIVERSITAS INDONESIA

PENERAPAN CALIBRATED DICHOTOMOUS SUSCEPTIBILITY


METHOD UNTUK MENDETEKSI MULTIDRUG RESISTANT
NEISSERIA GONORRHOEAE PADA WANITA PENJAJA SEKS
DI JAKARTA TIMUR, TANGERANG, DAN PALEMBANG

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis


Mikrobiologi Klinik

TESIS

NELLY PUSPANDARI
1106026476

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
MIKROBIOLOGI KLINIK
JAKARTA
JUNI 2015

i
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT


Subhanallahi Wata’ala atas segala rahmat dan rahimNya, sehigga saya dapat
menyelesaikan tesis ini.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu saya selama menjalani Program Pendidikan Dokter
Spesialis dan menyusun tesis ini, sebagai salah satu syarat mencapai gelar
Spesialis Mikrobiologi Klinik. Saya juga menghaturkan maaf yang sedalam-
dalamnya atas segala khilaf dan salah selama menimba ilmu di Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,
dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya
untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. dr. Mardiastuti H Wahid, M.Sc, SpMK(K), sebagai pembimbing
pertama yang telah memberikan bimbingan, dorongan, dan saran dalam
menyelesaikan tesis ini serta mengajarkan saya untuk dapat detil dan teliti
pada setiap pekerjaan;
2. dr.Anis Karuniawati, PhD, SpMK(K), sebagai pembimbing kedua yang
telah memberikan ide, masukan dan bimbingan, sejak dimulai penelitian
sehingga memperkaya tesis saya;
3. Dr. dr. Wresti Indriatmi, SpKK(K), M.Epid, FINSDV, FAADV, sebagai
pembimbing ketiga yang memberikan banyak masukan dari aspek klinis,
penulisan, dan epidemiologi, sehingga tesis ini menjadi lebih baik;
4. Dr Fera Ibrahim, MSc, PhD, Sp.MK(K), selaku Ketua Departemen
Mikrobiologi FKUI saat ini, saya menyampaikan rasa hormat dan ucapan
terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan selama saya
menjalani pendidikan spesialis;

iv

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


5. Prof. Dr. Amin Soebandrio, PhD, Sp.MK(K) selaku ketua program
Pendidikan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik FKUI, yang telah
memberikan kesempatan kepada kepada saya untuk menimba ilmu di
Departemen Mikrobiologi dan membuka wawasan saya;
6. Seluruh staf pengajar Departemen Mikrobiologi FKUI: (1) Prof. dr.
Usman Chatib Warsa, PhD, Sp.MK(K); (2) Prof. Agus Sjahrurrahman,
PhD, SpMK(K); (3) Prof. dr. Amin Soebandrio, PhD, SpMK(K); (4) Prof.
dr. Pratiwi P Sudharmono, PhD, SpMK(K); (5) dr Lucky H Moehario,
PhD, SpMK(K); (6) dr Fera Ibrahim, MSc, PhD, SpMK(K); (7) dr T.
Mirawati Sudiro, PhD; (8) dr Mardiastuti, MSc, SpMK(K); (9) dr Anis
Karuniawati, PhD, SpMK(K); (10) Dr. dr. Budiman Bela, SpMK(K); (11)
Dr. dr. Yefa Rosana, SpMK(K); (12) dr Retno Kadarsih, SpMK; (13) dr
Yulia Rosa, SpMK; (14) Dra. Beti Ernawati; (15) PhD, Adriansjah, SSi,
M.Biomed, PhD; (16) Dra. Conny Tjampakasari, M.Biomed; (17) Dr.
Andi Yasmon, M.Biomed; (18) Dra Ariyani, M.Biomed; (19) Dra. Ika
Ningsih, M.Biomed; (20) Dra Elizabeth Harahap, M.Biomed; (21)
Fithriyah, M.Biomed, PhD; dan (21) dr.Yordan Khaedir, PhD atas segala
ilmu dan bimbingannya selama saya menempuh pendidikan dokter
spesialis;
7. Prof.dr. Sjaiful Fahmi Daili, SpKK(K), dr Ratri Ainulfa, SpKK, dr Rina
Ariningrum, SpKK, dr Caroline Padang, SpKK, yang telah berpartisipasi
dan membantu penelitian survei resistensi gonore tahun 2012.
8. Prof. Dr. dr. Tjandra Yoga Aditama Sp.P(K) sebagai Kepala Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan saat ini, Prof. Dr. dr. Agus
Purwadianto, DFM,SH,Msi,SpF(K) sebagai Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan saat saya mengajukan tugas belajar, Ibu Pretty
Multihartina, PhD selaku Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan (PBTDK) saat ini, Dr. Trihono dan Drs. Ondri Dwi Sampurno,
M.Sc, Apt, yang keduanya pernah menjadi pimpinan saya pada saat beliau
menjabat Kepala PBTDK selalu mendorong saya untuk melanjutkan
sekolah, dan memberikan kesempatan kepada saya untuk berkembang dan
memberikan izin belajar;

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


9. Global Fund komponen AIDS dan Direktorat Penyakit Menular,
Kementerian Kesehatan, yang telah memberikan izin menggunakan isolat
tersimpan hasil survei sebelumnya;
10. Para rekan peneliti dan teknisi litkayasa di PBTDK dan Laboratorium
Mikrobiologi FKUI: Dr. drg. Magdarina Destri Agtini, M.Epid, dr.
Roselinda M.Epid, dr. Krisna Nur Adriana Pangesti, drh. Rabea Pangesti
Yekti, M.Epid, dr. Lutfah Rif’ati Sp.M, Indri Roslamiati, MSc. Apt, dr.
Ashri Werdhasari M.Biomed, Dr Sunarno M.Biomed, Kambang Sariadji,
Ssi, M.Biomed, Fauzul Muna, S.Si, Yuni Rukminiati S.Si, M.Biomed, drh
Khariri, M.Biomed, Ibu Melati Wati, Ibu Syamsidar, Sundari, Novi,
Nirfan, Pak Kasdi, Bu Tati, Mbak Aisyah, Asih, Mbak Linda, dan lain-
lain, yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu;
11. Kedua Orang tua saya Bapak Waridi Hendriyanto dan Ibu Sugianti, atas
segala doa dan perhatian, semoga sehat selalu. Adik-adik saya, Juli, Novi,
Noni, dan Imam, atas do’a dan dukungannya;
12. Suami tercinta, Abdul Rozaq, atas pengertian, dukungan, dan do’a yang
diberikan. Anak-anak saya yang hebat, M.Haris Zaidan Dzaky, M.Alfatih
Abdillah Dzaky, M.Hatta Ridhwan Dzaky, M.Nugraha Faizin Dzaky, yang
memberi warna dan semangat dalam hidup saya;
13. Kakak-kakak senior, mbak Arum, Kak Dian, mbak Angky, mbak Delly,
mas Hagni, mas Teguh, mas Budi, mbak Fitri, mbak Muna yang telah
memberikan semangat dan dorongan menyelesaikan tesis ini;
14. Mbak Tita Rosita, staf administrasi PPDS Mikrobiologi Klinik yang selalu
membantu kegiatan perkuliahan dan mendorong saya untuk selalu
semangat dan tepat waktu menyelesaikan tugas perkuliahan dan tesis; dan
15. Teman-teman seperjuangan mbak Tutri, Shinta, Bang Julyadharma,
Linosefa, Mbak Iin, Herna dan teman-teman Ikatan Residen Mikrobiologi
Klinik (IRMK). Semoga setelah pendidikan ini selesai, kita masih tetap
dapat berhubungan dengan baik.

vi

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya mikrobiologi klinik.

.
Jakarta, 10 Juni 2015
Nelly Puspandari

vii

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Nelly Puspandari


Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis Mikrobiologi Klinik
Judul Tesis : Penerapan Calibrated Dichotomous Susceptibility Method
Untuk Mendeteksi Multidrug Resistant Neisseria
gonorrhoeae Pada Wanita Penjaja Seks di Jakarta Timur,
Tangerang, dan Palembang

Penelitian ini bertujuan mengetahui proporsi Multidrug Resistant


N.gonorrhoeae (MDR-NG) dengan metode Calibrated Dichotomous
Susceptibility (CDS) pada isolat N.gonorrhoeae. Isolat tersebut diperoleh dari
wanita penjaja seks (WPS) di Jakarta Timur, Tangerang, dan Palembang tahun
2012. Data dasar MDR-NG dengan definisi lama maupun Tapsall di Indonesia
belum ada. Data ini dibutuhkan sebagai dasar pemilihan terapi empirik infeksi
gonore, dan memberikan alternatif uji resistensi N.gonorrhoeae sesuai
rekomendasi World Health Organization. Penelitian ini menggunakan desain
penelitian potong lintang retrospektif. Hasil penelitian menunjukkan proporsi
MDR-NG berdasarkan kriteria quinolone resistant Neisseria gonorrhoeae
(QRNG) dan penicillinase producing Neisseria gonorrhoeae (PPNG) sebesar
67,2%, kriteria QRNG dan tetracycline resistant Neisseria gonorrhoeae (TRNG)
sebesar 48,6%, kriteria QRNG, PPNG, dan TRNG sebesar 41,2%, dan tidak
terdapat terdapat MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG dan Azithromycine
resistant (AzR), serta kriteria Tapsall.
Kata Kunci :
Neisseria gonorrhoeae, resistensi, CDS, MDR-NG, WPS.

ix

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Nelly Puspandari


Study Program : Faculty of Medicine, Clinical Microbiology Program
Title : The Implementation of Calibrated Dichotomous
Susceptibility method to define Multidrug Resistant
N.gonorrhoeae among Female Sex Workers in Jakarta
Timur, Tangerang, and Palembang.

The aim of this study is to define the proportion of Multidrug Resistant


N.gonorrhoeae (MDR-NG) using Calibrated Dichotomous Susceptibility (CDS)
method of N.gonorrhoeae isolate. The Isolates were obtained from female sex
workers (FSW) in East Jakarta, Tangerang, and Palembang from previous study.
In Indonesia, the data of MDR NG with old and Tapsall definition are not
available yet. These data are needed for empirical therapy of gonorrhoea infection,
and provided an alternative antimicrobial susceptibility testing in N.gonorrhoeae
as recommended by World Health Organization. The study is a cross-sectional
retrospective study. The results show that the proportion of MDR-NG based on
quinolone resistant Neisseria gonorrhoeae (QRNG) and penicillinase producing
Neisseria gonorrhoeae (PPNG) criteria is 67.2%, QRNG and tetracycline
resistant Neisseria gonorrhoeae (TRNG) criteria is 48.6%, QRNG PPNG and
TRNG criteria is 41.2%. There is no isolate that meet QRNG and Azithromycine
resistant AzR criteria, as well as Tapsall criteria.

Keywords:
Neisseria gonorrhoeae, resistance, CDS, MDR-NG, FSW.

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................iii
KATA PENGANTAR .................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ........................viii
ABSTRAK ...................................................................................................................... ix
ABSTRACT ..................................................................................................................... x
DAFTAR ISI ................................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................. xv
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan penelitian ................................................................................................ 5
1.4 Manfaat penelitian .............................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 7
2.1 Epidemiologi gonore ........................................................................................... 7
2.2 Aspek mikrobiologi N.gonorrhoeae ................................................................... 8
2.3 Patogenesis infeksi gonore .................................................................................. 9
2.4 Gejala klinis ...................................................................................................... 10
2.5 Diagnosis laboratorium ..................................................................................... 11
2.6 Penatalaksanaan ................................................................................................ 13
2.7 Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik .................................................. 15
2.8 Multidrug resistant N.gonorrhoeae (MDR-NG) .............................................. 19
2.9 Deteksi uji resistensi N.gonorrhoeae ................................................................ 20
2.10 Faktor risiko resistensi N.gonorrhoeae ............................................................. 23
2.11 Kerangka teori penelitian .................................................................................. 25
2.12 Kerangka konsep penelitian .............................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................. 27
3.1 Desain Penelitian .............................................................................................. 27
3.2 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 27
3.3 Estimasi besar sampel dan cara pemilihan........................................................ 28
3.4 Etik Penelitian ................................................................................................... 29
3.5 Alur Penelitian .................................................................................................. 30
3.6 Definisi operasional .......................................................................................... 31
3.7 Cara kerja .......................................................................................................... 34

xi

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


3.8 Manajemen dan analisis data ............................................................................ 38
3.9 Waktu dan tempat ............................................................................................. 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 39
4.1 Kultur dan identifikasi isolat N.gonorrhoeae ................................................... 39
4.2 Kepekaan N.gonorrhoeae terhadap antibiotik .................................................. 39
4.3 Proporsi MDR berdasarkan definisi lama dan Tapsall ..................................... 43
4.4 Faktor risiko yang berhubungan dengan resistensi antibiotik........................... 47
4.5 Faktor risiko yang berhubungan dengan MDR definisi lama ........................... 51
4.6 Keterbatasan penelitian ..................................................................................... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 56
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 56
5.2. Saran ................................................................................................................. 57
DAFTAR REFERENSI ................................................................................................ 59

xii

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Panduan pengobatan untuk infeksi gonore tanpa komplikasi


pada serviks, uretra, dan rektum yang direkomendasikan CDC
tahun 2010 ............................................................................................ 13
Tabel 2.2 Panduan pengobatan untuk infeksi gonore tanpa komplikasi
pada faring yang direkomendasikan CDC tahun 2010 ........................ 14
Tabel 2.3 Panduan pengobatan infeksi gonore di Indonesia tahun 2011 ............. 15
Tabel 2.4 Perbedaan beberapa metode uji resistensi N.gonorrhoeae ................... 22
Tabel 2.5 Perbedaan potensi antibiotik metode difusi cakram CDS dan
CLSI ..................................................................................................... 23
Tabel 3.1 Distribusi hasil kultur Neisseria gonorrhoeae dari WPS di
Jakarta Timur, Tangerang, dan Palembang, tahun 2012 ..................... 27
Tabel 4.1 Hasil pemantapan mutu internal menggunakan galur rujukan
N.gonorrhoeae WHO dan ATCC dengan metode CDS tahun
2014 ...................................................................................................... 40
Tabel 4.2 Pola kepekaan isolat N.gonorrhoeae menggunakan metode
CDS tahun 2014 .................................................................................. 40
Tabel 4.3 Distribusi MDR-NG berdasarkan beberapa kriteria pada isolat
N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 ............................... 44
Tabel 4.4 Hubungan antara resistensi siprofloksasin dengan faktor risiko
usia, asal isolat, dan upaya pengobatan pada isolat
N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 ............................... 48
Tabel 4.5 Hubungan antara penurunan kepekaan seftriakson dengan
faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya pengobatan pada isolat
N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 ............................... 48
Tabel 4.6 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria
QRNG PPNG pada isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS
tahun 2014 .......................................................................................... 52
Tabel 4.7 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria
QRNG TRNG pada isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS
tahun 2014 .......................................................................................... 52
Tabel 4.8 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria
QRNG PPNG TRNG pada isolat N.gonorrhoeae dengan
metode CDS tahun 2014 ..................................................................... 53

xiii

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram menunjukkan annular radius dari zona hambat


antibiotik ...........................................................................................21
Gambar 2.2 Kerangka teori penelitian penerapan calibrated
dichotomous susceptibility method untuk mendeteksi MDR-
NG pada WPS di Jakarta Timur, Tangerang, dan Palembang
tahun 2014........................................................................................ 25
Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian penerapan calibrated
dichotomous susceptibility method untuk mendeteksi
MDR-NG pada WPS di Jakarta Timur, Tangerang, dan
Palembang tahun 2014 ..................................................................... 26
Gambar 3.1 Alur penelitian penerapan calibrated dichotomous
susceptibility method untuk mendeteksi MDR-NG pada
WPS di Jakarta Timur, Tangerang, dan Palembang tahun
2014 ................................................................................................. 30

xiv

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Uji Kepekaan dengan Metode CDS pada isolat


N.gonorrhoeae tahun 2014 ...............................................................67
Lampiran 2. Hasil Rapid Carbohydrate Utilization Test pada isolat
Neisseria spp ....................................................................................68
Lampiran 3. Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap
Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 ...................69
Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall
dengan metode CDS tahun 2014 ......................................................78
Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risoko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012............84

xv

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


DAFTAR SINGKATAN

AIDS : Acquired Immunodefociency Disease Syndrome


AzR : Azithromycine Resistant
BSS : Buffered Salt Indicator Solution
CDC : Centre for Diseases Control and Prevention
CDS : Calibrated Dichotomous Susceptibility
CI : Confident Interval
CLSI : Clinical Laboratory Standard Institute
CMRNG : Chromosomally mediated resistance N.gonorrhoeae
DGI : Disseminated Gonococcal Infection
EUCAST : European Committee forAntimicrobial Susceptibility testing
GASP : Gonococcal Antimicrobial Surveillance Project
GISP : Gonococcal Isolate Surveillance Project
HIV : Human Immunodeficiency Virus
IMS : Infeksi Menular Seksual
Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KHM : Kadar Hambat Minimal
LBA : Lysed Blood Agar
LOS : Lipooligosakarida
LSL : Laki-laki Seks dengan Laki-laki
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MDR-NG : Multidrug Resistant N.gonorrhoeae
MIC : Minimum Inhibitory Concentration
n : Jumlah sampel isolat
NAAT : Nucleic Acid Amplification Test
NAMRU-2 : Naval Medical Research Unit-2
OR : Odd Ratio
PBPs : Penicillin Binding Protein
PID : Pelvic Inflammatory Diseases
PMN : Polimorfonuclear
PPNG : Penicillinase Producing Neisseria gonorrhoeae
QRNG : Quinolone Resistant Neisseria gonorrhoeae
RCUT : Rapid Carbohydrate Utilization Test
SEARO : South East Asian Regional Office
TNF : Tumor Necrosing Factor
TRNG : Tetracycline resistant Neisseria gonorrhoeae
TSB : Tripticase Soy Broth
WHO : World Health Organization
WPS : Wanita Penjaja Seks
XDR-NG : Extensively Drug Resistant N.gonorrhoeae

xvi

Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi gonore merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh


Neisseria gonorrhoeae.1 Bakteri ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius
di antaranya penyakit radang panggul (pelvic inflammatory diseases), kehamilan
ektopik, dan infertilitas pada wanita. Pada pria, infeksi ini menyebabkan
epididimitis dan infertilitas, sedangkan pada bayi baru lahir dapat terjadi
gonococcal ophthalmia yang menyebabkan kebutaan permanen bila tidak diobati.
Selain itu penyakit gonore juga meningkatkan risiko terserang HIV/AIDS.1,2 3

Guna menyederhanakan penatalaksanaan dan meningkatkan cakupan


deteksi infeksi menular seksual (IMS), Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (Kemenkes RI) membuat pedoman penatalaksanaan IMS dengan
pendekatan sindrom. Apabila ditemukan pasien tersangka gejala duh tubuh
vagina, maka akan diberi obat sefiksim 400 mg sebagai terapi gonore lini pertama.
Pasien tersebut juga mendapat azitromisin untuk terapi servisitis non gonore.
Pilihan pengobatan lain untuk gonore berdasarkan pedoman penatalaksanaan IMS
yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI yaitu levofloksasin, kanamisin,
spektinomisin dan tiamfenikol. Pilihan pengobatan untuk servisitis non-gonore
yaitu doksisiklin, tetrasiklin dan eritromisin. Namun di praktek swasta masih
banyak dokter yang meresepkan obat di luar pengobatan yang menjadi kebijakan
Kemenkes RI.4,5

N.gonorrhoeae resisten antibiotik merupakan salah satu kendala dalam


program penanggulangan gonore. Pemilihan antibiotik dan penggunaan dosis
yang kurang tepat akan memunculkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik.
Sifat resistensi bakteri dapat terjadi akibat mutasi pada kromosom, dimediasi oleh
plasmid, atau penyebaran gen resisten melalui transposon. Mekanisme resistensi
sendiri terjadi karena perubahan lokasi target kerja antibiotik pada bakteri maupun
inaktivasi antibiotik.6
Data World Health Organization (WHO) menunjukkan permasalahan
resistensi antibiotik, khususnya N.gonorrheae yang berlangsung dan semakin

1
Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
2

meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari surveilens yang dilakukan di


wilayah Pasifik Barat terlihat bahwa resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik
golongan kuinolon telah menjadi ancaman. Kemungkinan hal ini terjadi karena
penggunaan kuinolon secara luas untuk banyak penyakit lain termasuk mengatasi
gonore, mengingat sediaan golongan kuinolon murah, mudah digunakan dan
diperoleh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa resistensi N.gonorrhoeae
terhadap kuinolon cukup tinggi bahkan ada yang mencapai >90%. Hal yang sama
juga telihat pada resistensi N.gonorrhoeae terhadap tetrasiklin dan penisilin.7

Kegagalan terapi gonore menggunakan sefalosporin generasi ketiga pernah


dilaporkan di Jepang. Peningkatan kadar hambat minimal (Minimum Inhibitory
Concentration/MIC) seftriakson juga terjadi di Singapura, Brunei, Jepang, Cina,
Korea, Eropa, Selandia Baru dan Australia dalam beberapa tahun terakhir.
Resistensi terhadap spektinomisin juga telah dilaporkan terjadi pada beberapa
kasus pada tahun 80-an. 8,9

Resistensi N.gonorrhoeae terhadap penisilin dan tetrasiklin telah


dilaporkan sejak tahun 1970. Selanjutnya, pada tahun 1990 mulai dilaporkan
terjadinya resistensi terhadap fluorokuinolon. Pada April 2007 Centre for
Diseases Control and Prevention (CDC) melaporkan bahwa kuinolon tidak lagi
direkomendasikan untuk pengobatan gonore di Amerika Serikat. Oleh karena itu,
saat ini pengobatan gonore mengandalkan antibiotik golongan sefalosporin,
khususnya generasi ke-3.10

Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik menyebabkan masalah


dalam penatalaksanaan dan pengendalian infeksi. Hingga saat ini penggunaan
sefiksim dosis tunggal masih cukup efektif, namun N.gonorrhoeae mampu untuk
mengembangkan sifat resistensinya. Dampak lainnya berupa kegagalan terapi
gonore dapat menyebabkan meningkatnya jumlah kasus HIV. Telah diketahui
bahwa gonore dan infeksi lain berupa inflamasi pada genital akan meningkatkan
transmisi HIV sebanyak 5x dibandingkan pada individu tanpa gonore, oleh karena
secara biologis terjadi peningkatan jumlah virus HIV pada cairan semen dan
vagina penderita gonore. Hal ini terjadi karena sel-sel lekosit yang berperan pada
inflamasi merupakan target virus HIV.7

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
3

Kegagalan terapi gonore akan memicu terjadinya peningkatan komplikasi,


karena obat tidak efektif. Terdapatnya N.gonorrhoeae yang resisten terhadap
antibiotik tertentu, menimbulkan pilihan terapi semakin sedikit. Antibiotik yang
murah dan efektif saat ini tidak lagi dapat digunakan, sehingga dibutuhkan jenis
antibiotik yang lebih mahal. Pada beberapa kasus infeksi gonore akibat galur yang
resisten terhadap tetrasiklin, penisilin dan sefalosporin memerlukan sefalosporin
injeksi. Selain itu, resistensi menyebabkan infeksi sulit sembuh dan akan tetap
menjadi sumber penularan.7,8

Masalah kompleks lain dalam penanganan gonore adalah bakteri ini dapat
resisten terhadap lebih dari satu golongan antibiotik, oleh karena itu dikenal istilah
multidrug resistat N.gonorrhoeae. Definisi multidrug resistant N.gonorrhoeae
(MDR-NG) mulai dikenal sejak ditemukannya galur N.gonorrhoeae yang
menghasilkan enzim penisilinase (penicillinase producing Neisseria
gonorrhoeae/PPNG) tahun 1970. Namun kriteria tersebut mengalami perubahan
seiring munculnya resistensi dan penurunan kepekaan terhadap antibiotik lain.

Pada awalnya MDR-NG didefinisikan dengan definisi yang beragam,


yaitu apabila resisten terhadap kuinolon (quinolon resistant
N.gonorrhoeae/QRNG) dan menghasilkan penisilinase (penicillinase producing
Neisseria gonorrhoeae/PPNG); QRNG dan resisten terhadap tetrasiklin
(tetracycline resistant N.gonorrhoeae/TRNG); QRNG, TRNG, dan PPNG; dan
QRNG disertai dengan resisten terhadap azitromisin (Azithromycine
resistant/AZR). Definisi MDR-NG yang terbaru apabila resisten terhadap salah
satu antibiotik golongan I (sefalosporin atau spektinomisin), ditambah dengan
lebih dua atau tiga antibiotik kategori II antara lain, penisilin, fluorokuinolon,
azitromisin, aminoglikosida dan karbapenem. Saat ini di Indonesia belum terdapat
data MDR N.gonorrhoeae. Melalui penelitian ini diharapkan diketahui MDR
N.gonorrhoeae baik dengan kriteria lama maupun baru.11

Di Indonesia, berbagai metode uji digunakan untuk mengetahui resistensi


N.gonorrhoeae. Kebanyakan metode yang digunakan yaitu difusi cakram Kirby
Bauer. Perbedaan metode uji terkadang memberikan hasil resistensi yang berbeda.
Hal tersebut akan berdampak pada penatalaksanaan pasien dan pengendalian

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
4

infeksi yang kurang tepat. Metode difusi cakram yang biasa digunakan
menunjukkan nilai kesesuaian (agreement) yang rendah apabila dibandingkan
dengan agar dilusi sebagai baku emas, yaitu sebesar 49,5%. Pada penelitian ini uji
resistensi akan dilakukan menggunakan metode calibrated dichotomous
susceptibility (CDS), metode yang disarankan oleh WHO untuk digunakan pada
surveilan uji kepekaan N.gonorrhoeae di negara-negara berkembang. Berdasarkan
penelitian Sing dkk terhadap isolat N.gonorrhoeae tahun 2005-2010, CDS
menghasilkan nilai kesesuaian yang lebih baik dibandingkan dengan difusi
cakram, yaitu sebesar 82%

Pada tahun 2012 Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan


melakukan survei resistensi N.gonorrhoeae di Jakarta Timur, Tangerang, dan
Palembang. Pada penelitian ini semua isolat positif Neisseria gonorrhoea yang
masih hidup dari penelitian sebelumnya akan di uji resistensi fenotipik dengan
metode CDS. Antibiotik yang akan diujikan sesuai dengan rekomendasi WHO
South East Asian Regional Office (SEARO) dan Gonococcal Antimicrobial
Surveillance Project (GASP), yaitu benzil penisilin, siprofloksasin, asam
nalidiksat, seftriakson, sefpodoksim, tetrasiklin, azitromisin, dan
spektinomisin.12,13

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara faktor


demografi terhadap kejadian resistensi N.gonorrhoeae antara lain, usia, daerah
atau wilayah, suku, riwayat perjalanan ke luar negeri, riwayat penggunaan
antibiotik, upaya pengobatan yang dilakukan, dan orientasi seksual. Oleh karena
itu pada penelitian ini juga akan dianalisis faktor risiko yang berhubungan dengan
kemungkinan terjadinya resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik.14–16

1.2 Perumusan masalah

Penggunaan antibiotik yang tidak rasional menyebabkan N.gonorrhoeae resisten


terhadap antibiotik. Pemeriksaaan uji kepekaan antibiotik dengan metode cakram
difusi CLSI hanya memiliki nilai kesesuaian 49,5% dibandingkan dengan agar
dilusi. Uji kepekaan dengan metode CDS memilliki kesesuaian yang lebih baik
yaitu sebesar 82%. Penelitian ini menggunakan metode CDS untuk menentukan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
5

persentase angka resisten dan MDR-NG pada isolat tersimpan N.gonorrhoeae


tahun 2012.

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan umum:

Mengetahui proporsi MDR-NG pada isolat tersimpan yang berasal


dari studi survei resistensi N.gonorrhoeae pada WPS di Jakarta
Timur, Tangerang, dan Palembang tahun 2012 menggunakan
metode CDS.

1.3.2 Tujuan khusus

1) Mengetahui pola kepekaan isolat N.gonorrhoeae tahun 2012 terhadap


beberapa antibiotik dengan metode CDS.
2) Mengetahui proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG dan PPNG
pada isolat N.gonorrhoeae tahun 2012 menggunakan metode CDS.
3) Mengetahui proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG dan
TRNG pada isolat N.gonorrhoeae tahun 2012 menggunakan metode
CDS.
4) Mengetahui proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria PPNG, TRNG,
dan QRNG pada isolat N.gonorrhoeae tahun 2012 menggunakan
metode CDS.
5) Mengetahui proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG dan AzR
pada isolat N.gonorrhoeae tahun 2012 menggunakan metode CDS.
6) Mengetahui proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria terbaru pada isolat
N.gonorrhoeae tahun 2012 menggunakan metode CDS

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Bagi klinisi dan rumah sakit
1) Sebagai dasar pemilihan terapi antibiotik empirik yang tepat untuk
pasien dengan tersangka infeksi gonore, sehingga dapat menurunkan
angka kesakitan pasien, perpanjangan masa infeksi, dan komplikasi

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
6

serta menurunkan angka resistensi melalui penggunaan antibiotik yang


rasional.
2) Sebagai data dasar MDR-NG di Indonesia.

1.4.2 Bagi mikrobiologi klinik

- Memberikan informasi pilihan uji kepekaan alternatif terhadap


N.gonorrhoeae, apabila uji agar dilusi ataupun E test sulit
dilakukan.
- Memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam GASP apabila uji
kepekaan dengan CDS valid, dan pada masa yang akan datang
data Indonesia dapat ditampilkan sebagai bagian data WHO.

1.4.3 Bagi masyarakat

- Memberikan informasi pada masyarakat bahwa penggunaan


antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan N.gonorrhoeae
resisten dan MDR.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epidemiologi gonore

Gonore merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria


gonorrhoeae. Infeksi ini menyerang membran mukosa uretra, serviks, rektum,
orofaring dan konjungtiva. Infeksi gonore merupakan penyakit yang dikenali
sejak zaman kuno, terbukti dengan tulisan pada manuskrip Cina kuno, The
Biblical Old Testamen, dan manuskrip kuno lainnya. Pada tahun 130 masehi,
Galen memperkenalkan istilah gonorrhoeae yang berarti aliran benih (flow of the
seed), diinterpretasikan sebagai eksudat mirip semen.17 Organisme penyebab
infeksi gonore pertama kali dikenali oleh A.Neisser pada tahun 1879, yang
diambil dari eksudat pustular pada pasien gonore dan berhasil dikultur oleh
Leistikow dan Loeffler pada tahun 1882.18
Hingga saat ini data prevalensi penyakit infeksi menular seksual seperti
sifilis, gonore, klamidiasis, dan trichomoniasis di dunia sangat terbatas, karena
keterbatasan biaya melakukan survei yang adekuat.19 Centre for Diseases Control
and Prevention (CDC) pada tahun 2012 mengestimasi kasus baru infeksi gonore
sebesar 820.000 kasus setiap tahunnya pada kelompok usia seksual aktif di
Amerika Serikat.20 Berdasarkan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP)
tahun 2009 pada beberapa kelompok risiko tinggi, persentase infeksi gonore
berdasarkan metode PCR di Kota Tangerang sebesar 50%, Jakarta 41% dan
Palembang 51%.21
Di Indonesia terlihat kecenderungan prevalensi gonorrhoeae yang
meningkat. Hasil survei terpadu dan perilaku tahun 2007 yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (PP dan
PL), prevalensi gonore pada kelompok risiko tinggi di 19 propinsi pada wanita
penjaja seks (WPS) yang berprofesi sebagai penjaja seks atau WPS langsung
sebesar 32%, sedangkan pada WPS tidak langsung yang berprofesi sebagai
pelayan bar atau tukang pijat, sebesar 14%.21 Survei yang sama pada 11 propinsi
yang berbeda pada tahun 2011 menunjukkan peningkatan prevalensi, pada WPS
langsung sebesar 38%, sedangkan pada WPS tidak langsung sebesar 19%.22

7
Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
8

Beberapa faktor risiko yang mempengaruhi infeksi gonore yaitu usia < 25
tahun, sebelumnya pernah didiagnosis menderita gonore atau infeksi menular
seksual lainnya, pasangan seks yang baru atau berganti-ganti pasangan seks,
penggunaan kondom yang tidak konsisten, penjaja seks, pengguna narkotika dan
pelaut. Prevalensi gonore biasanya lebih tinggi pada kelompok risiko tersebut.23,24
Infeksi gonore memilik dampak pada kesehatan reproduksi, ibu dan anak,
antara lain; infertilitas, inflamasi akut maupun kronik, kehamilan di luar
kandungan dan kematian ibu, serta aborsi pada trisemester pertama kehamilan.
Selain itu, infeksi ini dapat meningkatkan transmisi HIV. Individu yang menderita
gonore memiliki risiko 5 kali lebih besar menderita HIV dibandingkan dengan
yang tidak menderita gonore.25,26

2.2 Aspek mikrobiologi N.gonorrhoeae


Gonore disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, suatu bakteri aerob diplokokus
gram negatif, berbentuk kopi dengan diameter 0,6-1,0 µm, tidak bergerak dan
tidak membentuk spora.17,26 N.gonorrhoeae dapat mengoksidasi tetramethyl
paraphenylene diamine. Bakteri ini dibedakan dengan Neisseria lainnya
berdasarkan kemampuan hidupnya pada media yang mengandung glukosa, namun
tidak dapat hidup pada media yang mengandung maltosa, sukrosa, atau laktosa.
Neisseria memiliki kemampuan mereduksi nitrit dan hanya dapat hidup pada
medium tertentu.17
N.gonorrheae tumbuh baik pada agar coklat, agar saponin lysed dan
medium yang disuplementasi khusus. Inkubasi harus dilakukan pada lingkungan
CO2 5% dan suhu 35-37oC. Bakteri ini membutuhkan beberapa vitamin, asam
amino, besi, dan faktor lain. Isolasi N.gonorrheae dari tempat-tempat tertentu
yang kaya akan bakteri saprofit sangat sulit, karena pertumbuhan flora normal
menghambat pertumbuhan N.gonorrheae. Oleh karena itu untuk isolasi
N.gonorreheae dari mukosa misalnya; rektal, faring, uretra dan serviks, pada
media kultur ditambahkan antibiotik guna menghambat flora normal.17

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
9

Beberapa faktor virulensi yang dimiliki oleh N.gonorrhoeae antara


17,18
lain:

1) Fimbria dan protein opa (P.II). Faktor ini berperan pada proses perlekatan
bakteri pada mikrovili sel epitel kolumnar.
2) Protein P.I (Por) yang terdapat pada membran terluar N.gonorrheae dan
diduga sebagai invasin yang membantu penetrasi bakteri ke sel pejamu.
3) Protein Rmp (P.III), menghambat antibodi mengenali protein Por dan
lipopolisakarida
4) Lipooligosakarida pada dinding sel bakteri, dilepaskan saat terjadi autolisis,
dan dapat memfasilitasi kerusakan jaringan.
5) Peptidoglikan, berperan pada respon inflamasi.
6) Protease IgA1, suatu protein yang memotong heavy chain immunoglobulin
pada hinge region.
7) Reseptor transferin dan laktoferin.
8) Protein yang diekspresikan pada suasana anerob, protein ini membantu bakteri
9) tetap dapat hidup pada infeksi di tuba fallopii walaupun pada kondisi anaerob.

2.3 Patogenesis infeksi gonore


Infeksi gonore kebanyakan ditularkan melalui hubungan seksual. Bakteri akan
melekat pada sel epitel kolumnar, berpenetrasi ke dalam sel dan bermultiplikasi
pada membran basal. Proses perlekatan ini dibantu oleh fimbria dan protein opa
(P.II). Setelah itu N.gonorrheae akan dikelilingi oleh mikrovili yang akan
menariknya ke permukaan sel mukosa. Bakteria memasuki sel melalui proses
endositosis. Selama proses tersebut N.gonorrheae akan tetap bertahan dalam
endocytic vacuole, namun masih belum dimengerti kemungkinan N.gonorrhoeae
bereplikasi di dalam vakuol seperti pada parasit intraselular.18 Infeksi pada epitel
endoserviks mengalami 4 tahapan yaitu: (1) adheren/melekat, (2) endositosis, (3)
bertahan hidup dalam sel (intracellular survival), dan (3) eksositosis.6,27
Pada laki-laki, kebanyakan gejala muncul dalam 72 jam sejak infeksi.
Selama periode paparan hingga disuria, organisme sering tidak dapat ditemukan
pada urin (eclipse phase). Pada fase ini organisme berada di dalam sel epitel
uretra. Bakteri akan difagositosis oleh sel fagosit dan memicu pelepasan sitokin

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
10

dari epitel yang terinfeksi. Lepasnya sitokin ini akan menyebabkan disuria, yang
biasanya diikuti dengan keluarnya sekret purulent dari uretra (leucorrhea). Sekret
ini mengandung sel epitel, lekosit polimorfonuklear, dan bakteri N.gonorrhoeae.6
Pada wanita dengan pasangan seksual menderita gonore akan terpapar
dengan bakteri dalam jumlah inokulum yang besar. Laki-laki akan mengejakulasi
sekitar 7× 106 (6.9 × 104–6.1 × 107) CFU N.gonorrhoeae. Masa inkubasi pada
wanita sulit ditentukan.6
Proses perlekatan dimediasi oleh pili, Opa, dan kompleks yang terdapat
pada puncak mikrovili. N.gonorrhoeae akan bereplikasi dalam beberapa jam
membentuk mikrokoloni. Selama periode ini, terjadi proses trantesis aktif sel
bakteri, dan sel bakteri mengekspresikan reseptor dan ligan di permukaan sel.
Setelah 4-6 jam terjadi proses endositosis, mikrovili akan mengalami elongasi
melingkupi sel yang terinfeksi dan mikrokoloni.6 Selama infeksi,
lipooligosakarida (LOS) dan peptidoglikan bakteri akan dilepaskan oleh sel yang
mengalami autolisis. Hal ini akan mengaktifkan komplemen melalui jalur
alternatif. Lipooligosakarida juga akan menstimulasi tumor necrosing factor
(TNF) yang menyebabkan kerusakan sel epitel dan permukaan mukosa. Neutrofil
akan menuju lokasi infeksi, kemudian mengingesti bakteri.18,27 N.gonorrhoeae
yang diingesti oleh sel polimorfonuclear (PMN) disekresi dalam bentuk eksudat.27

2.4 Gejala klinis


Masa inkubasi infeksi gonore berkisar antara 1-14 hari. Manifestasi klinis infeksi
ini dapat asimptomatis ataupun simptomatis. Pada pria gejala biasanya muncul 5
hari setelah infeksi, sedangkan pada wanita gejala dapat muncul dalam 10
hari.17,23
Infeksi pada uretra laki-laki biasanya menimbulkan gejala, yaitu berupa
sekret mukopurulen diikuti dengan disuria. Berat ringannya gejala ditentukan oleh
virulensi strain N.gonorrhoeae. Komplikasi uretritis gonore dapat berupa
epididimitis dan prostatitis. Pada era sebelum antibiotik ditemukan, uretritis
gonore dapat sembuh dengan sendirinya dalam beberapa minggu, dan 95% tanpa
gejala. Kasus gonore yang tidak diterapi dapat menyebabkan striktur uretra.17,23

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
11

Pada wanita, infeksi dapat menyerang endoserviks, uretra, periuretral, dan


kelenjar bartholin. Pada infeksi yang simtomatis, gejala dapat berupa lekore,
dysuria, perdarahan pada periode intermenstrual dan saat berhubungan seksual.
Infeksi pada wanita sering sekali tidak bergejala, sehingga dibutuhkan skrining
pada kelompok risiko tinggi.17,23
Infeksi gonore pada rektum (proktitis) sering ditemukan pada laki – laki
yang melakukan hubungan seks dengan pria (laki-laki seks dengan laki-laki /
LSL), dengan gejala pruritus, sekret mukopurulen dan nyeri pada rektum. Pada
pasien dengan perilaku seksual orogenital, infeksi gonore dapat ditemukan di
faring. Infeksi pada faring biasanya disertai dengan infeksi gonore di tempat lain.
Sebanyak 90% infeksi pada faring tidak bergejala dan jarang ditransmisikan ke
individu lain.23
Komplikasi yang ditimbulkan infeksi oleh N.gonorrhoeae dapat berupa
penyakit radang panggul (pelvic inflammatory diseases / PID), kehamilan di luar
kandungan, infertilitas, dan nyeri pelvik kronis. Wanita hamil yang menderita
gonore memiliki risiko aborsi dan melahirkan prematur. Gonococcal ophthalmia
neonatorum merupakan komplikasi yang paling seing ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang menderita gonore. Komplikasi sistemik berupa
disseminated gonococcal infection (DGI) dengan tiga gejala (triad) poliartritis,
tenosinovitis, dan dermatitis. Komplikasi lainnya yang jarang ditemukan yaitu
endokarditis, meningitis, dan perihepatitis.17,23

2.5 Diagnosis laboratorium


Diagnosis gonore dapat ditegakkan menggunakan beberapa metode, antara lain;
mikroskopik langsung dengan pewarnaan gram, kultur, uji hibridisasi asam
nukleat dan teknik amplifikasi asam nukleat. Diagnosis standar yaitu dengan
isolasi bakteri menggunakan kultur.17,23,28
2.5.1 Mikroskopik langsung
Dengan menggunakan pewarnaan Gram akan terlihat diplokokus gram
negatif intraselular pada lekosit polimorfonuklear, sedangkan
Neisseraceae non patogen tidak berhubungan dengan lekosit. Menurut
WHO, pemeriksaan mikroskopik langsung merupakan diagnosis

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
12

presumtif. Pewarnaan lain juga dapat digunakan namun dengan sensitifitas


yang lebih rendah, misalnya menggunakan biru metilen. Metode diagnosis
ini mudah dilakukan dan biayanya cukup murah. Pada pasien laki-laki
dengan gejala uretritis, alat diagnostik ini memiliki sensitifitas dan
spesifisitas yang tinggi. Sedangkan pada kasus faringitis atau proktitis
gonore sensitifitasnya hanya 50%, dan spesifisitasnya tinggi apabila
pemeriksa berpengalaman, sehingga tidak direkomendasikan sebagai uji
diagnostis pada kasus – kasus tersebut .28,29
2.5.2 Kultur dan identifikasi
Kultur merupakan diagnosis pasti dan baku emas infeksi gonore. Kultur
spesimen yang berasal dari serviks pada media selektif dan media
nonselektif secara simultan dapat meningkatkan sensitifitas. Pada kasus
faringitis dan proktitis gonore, diagnosis dapat ditegakkan menggunakan
kultur, begitu juga dengan kasus – kasus kronik. Kelebihan lain kultur
yaitu dapat diperolehnya data kepekaan N.gonorrhoeae terhadap
antimikroba.17,23,29 Identifikasi koloni dapat menggunakan metode
konvensional atau otomatis.17
2.5.3 Nucleic Acid Amplification Test (NAAT)
Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) saat ini telah banyak digunakan
sebagai alat diagnostik dan skrining gonore, menggantikan kultur. Pada
kasus gonore uji ini tidak lebih sensitif secara signifikan dibandingkan
dengan kultur, lain halnya jika digunakan untuk diagnosis infeksi
Chlamydia trachomatis. Namun, menurut CDC uji ini lebih superior
dibandingkan dengan kultur, namun sensitifitasnya bervariasi tergantung
jenis NAAT yang digunakan. Spesifitas uji diagnosis ini >99%.
Kelemahan dari uji ini yaitu, terjadinya positif palsu pada pasien yang baru
saja diterapi dan NAATs baru berubah menjadi negatif 2 minggu setelah
pengobatan berhasil.17,23,29

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
13

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gonore mencakup pencegahan, uji diagnostik yang sesuai, dan
terapi antibiotik. Terapi antibiotik harus dapat menyembuhkan agar dapat
mengurangi risiko komplikasi dan mencegah penularan.30
Pasien dengan infeksi N.gonorrhoeae sering sekali terjadi bersamaan
dengan infeksi C.trachomatis. Oleh karena itu pengobatan infeksi gonore selalu
ditambah dengan regimen terapi untuk C.trachomatis. Kebanyakan
N.gonorrhoeae di Amerika Serikat masih peka terhadap doksisiklin dan
azitromisin, sehingga pemberian regimen gonore bersamaan dengan regimen
terapi C. trachomatis secara rutin akan memicu terjadinya resistensi N.gonorrheae
terhadap antibiotik tersebut.28,31
Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap terapi infeksi gonore, maka
pengobatan disarankan dilakukan di tempat, dengan dosis tunggal. Tabel berikut
memperlihatkan panduan pengobatan antibiotik yang direkomendasikan oleh
CDC pada tahun 2010.28
Tabel 2.1 Panduan pengobatan untuk infeksi gonore tanpa komplikasi pada serviks,
uretra, dan rektum yang direkomendasikan CDC tahun 201028
Rekomendsi regimen terapi untuk infeksi gonore tanpa komplikasi pada serviks, uretra, dan
rektum
Seftriakson 250 mg, IM, dosis tunggal
ATAU,
Sefiksim 400 mg, PO, dosis tunggal
ATAU,
Sefalosporin injeksi dosis tunggal
DITAMBAH
Azitromisin 1 gr, PO, dosis tunggal
ATAU
Doksisiklin 100x2mg/hari selama 7 hari.

Sedangkan panduan terapi untuk infeksi gonore pada faring tanpa


komplikasi berbeda dengan regimen di atas. Hal ini disebabkan karena infeksi
gonore pada faring lebih sulit dieradikasi dibandingkan dengan infeksi pada
urogenital dan anorektal. Pada anamnesis, perlu juga ditanyakan pula paparan
melalui oral. Jika ditemukan pasien dengan faringitis gonore, maka
direkomendasikan terapi untuk infeksi C.trachomatis. Menurut pedoman
CDC,2010, maka regimen yang direkomendasikan adalah sebagai berikut;28

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
14

Tabel 2.2 Panduan pengobatan untuk infeksi gonore tanpa komplikasi pada faring
yang direkomendasikan CDC tahun 201028
Rekomendasi regimen terapi untuk infeksi gonore tanpa komplikasi pada faring
Seftriakson 250 mg, IM, dosis tunggal
DITAMBAH
Azitromisin 1 gr, PO, dosis tunggal
ATAU
Doksisiklin 100x2mg/hari selama 7 hari.

Pemberian azitromisin dan doksisiklin pada tabel di atas ditujukan sebagai


pengobatan terhadap infeksi C.trachomatis karena pasien dengan infeksi
N.gonorrhoeae sering koinfeksi dengan C.trachomatis. 28
Beberapa antibiotik lain dapat digunakan untuk terapi gonore namun tidak
disarankan untuk faringitis gonore. Antibiotik tersebut antara lain berasal dari
golongan sefalosporin yaitu; sefpodoksim 400 mg, peroral, dosis tunggal,
sefuroksim aksetil, 1 gr, per oral, dosis tunggal. Pada pasien yang alergi terhadap
golongan sefalosporin dapat diberikan spektinomisin injeksi, namun kurang
efektif sebagai terapi faringitis gonore. Azitromisin dengan dosis 2 gram, peroral
dosis tunggal, juga dapat diberikan. Namun karena N.gonorrhoeae mudah sekali
resisten terhadap antibiotik golongan makrolid, maka di Amerika Serikat
penggunaannya dibatasi.28
Pasien yang ditatalaksana menggunakan pedoman terapi di atas tidak perlu
dilakukan test of cure, yaitu mengulangi pemeriksaan laboratorium 3-4 minggu
setelah terapi selesai. Apabila gejala menetap setelah terapi, kemungkinan terapi
kurang efektif, sehingga disarankan untuk melakukan uji resistensi. Selain itu
mungkin disebabkan karena infeksi C.trachomatis atau organisme lain, atau
reinfeksi. Jika terjadi reinfeksi diperlukan penatalaksanaan pada pasangan seksual,
termasuk edukasi perilaku seksual yang aman agar infeksi dapat sembuh. Klinisi
harus menyarankan penderita untuk melakukan pemeriksaan ulang setelah 3 bulan
selesai terapi, minimal sampai 12 bulan selesai terapi.28
Pedoman penatalaksanaan gonore di Indonesia telah disusun oleh
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan,
Kementerian Kesehatan, tahun 2011. Secara umum, penatalaksanaan IMS di
Indonesia menggunakan pendekatan sindrom dan laboratorium sederhana yaitu
dengan pemeriksaan mikroskopis. Alur penatalaksanaan infeksi menular seksual
pada wanita menurut pedoman nasional dibedakan berdasarkan alur

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
15

penatalaksanaan dengan pendekatan sindrom, inspekulo serta inspekulo dan


mikroskopik. Berdasarkan pedoman tersebut regimen terapi pasien dengan duh
tubuh servik meliputi regimen untuk infeksi N.gonorrhoeae dan C.trachomatis,
seperti yang terlihat pada tabel berikut.32
Tabel 2.3 Panduan pengobatan infeksi gonore di Indonesia tahun 2011 32
Pengobatan uretritis/servisitis gonore Pengobatan uretritis/servisitis non gonore
Sefiksim 400 mg, dosis tunggal, per oral Azitromisin 1 g, dosis tunggal, per oral
ATAU ATAU
Levofloksasin* 500 mg, dosis tunggal, per oral Doksisiklin* 2x100 mg, per oral, 7 hari

Pilihan pengobatan lain


Kanamisin 2 g, injeksi IM, dosis tunggal ATAU Eritromisin 4x500 mg, per oral, 7 hari
Tiamfenikol 3,5 g, per oral, dosis tunggal
ATAU
Seftriakson 250 mg, injeksi IM, dosis tunggal
* Tidak boleh diberikan kepada anak di bawah 12 tahun
IM = intramuskular

2.7 Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik

Pengobatan infeksi gonore menjadi kompleks, karena N.gonorrhoeae memiliki


kemampuan untuk mengembangkan sifat resistensi terhadap antibiotik. Resistensi
N.gonorrhoeae terhadap antibiotik terjadi sangat cepat seiring dengan
diperkenalkannya antibiotik sebagai pengobatan. Resistensi terhadap tetrasiklin,
golongan makrolid termasuk azitromisin, dan kombinasi sulfonamid dan
trimetoprim bahkan terhadap kuinolon telah dilaporkan. Sejak tahun 2007, CDC
tidak lagi merekomendasikan penggunaan kuinolon sebagai terapi gonore dengan
atau tanpa komplikasi, karena strain N.gonorrhoea yang resisten terhadap
kuinolon telah menyebar di Amerika Serikat. Saat ini hanya golongan sefalosporin
yang merupakan pilihan terapi utama gonore.24,28
Berdasarkan hasil Gonococcal Isolate Surveillance Project (GISP) sejak
tahun 1987-2008 terdapat isolat yang mengalami penurunan kadar hambat
minimal terhadap seftriakson dan sefiksim. Kebanyakan kegagalan terapi yang
terjadi pada penggunaan sefalosporin dilaporkan di negara – negara Asia,
misalnya di Singapura, Brunei, Jepang, China, Korea, Selandia Baru, dan
Australia. Penurunan kepekaan terhadap sefalosporin akan terus menyebar,
sehingga dibutuhkan surveilen yang dapat memantau kepekaan N.gonorrhoeae
terhadap antibiotik.7,24,28 Penurunan kepekaan terhadap golongan sefalosporin

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
16

biasanya juga disertai dengan resistensi terhadap golongan antibiotik lain, seperti
tetrasiklin, penisilin, dan kuinolon.33
Resistensi terhadap spektinomisin juga pernah dilaporkan terjadi pada
tahun 1980. Data tersebut diperoleh dari penelitian yang dilakukan di Indonesia
yaitu di Jakarta dan Surabaya.34,35
Akses terhadap antibiotik yang tidak dibatasi di komunitas, pemilihan
yang tidak tepat dan penggunaan antibiotik yang berlebihan, kualitas antibiotik
yang suboptimal, dan mutasi genetik pada N.gonorrhoeae memiliki kontribusi
terhadap resistensi yang terjadi saat ini. Faktor lain yang kemungkinan berperan
yaitu infeksi ekstragenital pada populasi LSL. Faktor tersebut diduga memicu
resistensi karena terjadi interaksi, dan transfer materi genetik dengan bakteri yang
menyebabkan infeksi lain.25
Secara umum, resistensi N.gonorrhhoeae terhadap beberapa antibiotik
diklasifikasikan sebagai resistensi yang dimediasi oleh plasmid, kromosom, atau
keduanya.36 Berikut ini diuraikan mekanisme resistensi N.gonorrheae terhadap
beberapa antibiotik.
2.7.1 Mekanisme resistensi terhadap penisilin
Resistensi N.gonorrheae terhadap penisilin diperantarai oleh plasmid yang
menghasilkan enzim beta laktamase, mutasi pada kromosom, atau
keduanya. Mutasi pada berbagai lokus tunggal maupun kombinasi
dihubungkan dengan adanya resistensi N.gonorrhoeae yang diperantarai
oleh kromosom. Lokus gen yang berhubungan dengan resistensi antara
lain porB, myrR, dan promotor mtrR, penA, dan ponA.36,37
PorB atau porin menyebabkan molekul kecil, seperti beta laktam
dan tetrasiklin dapat melalui membran terluar. Pada PorB, substitusi asam
amino Gly-120, Ala-121 dan mutasi G120K/A121D berhubungan dengan
penurunan kepekaan N.gonorrhoeae terhadap penisilin dan sefalosporin
generasi ketiga.36
Protein MtR merupakan protein yang menekan ekspresi sistem
efflux MtrC/D/E, yang dapat mengeluarkan antibiotik hidrofobik, seperti
tetrasiklin. Mutasi pada MtR dapat mengurangi respresi MtrT terhadap

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
17

sistem efflux sehingga meningkatkan resistensi terhadap antibiotik


hidrofobik.36,37
Tiga jenis protein yang berikatan dengan penisilin (penicillin
binding protein/PBPs) yang diekspresikan oleh N.gonorrhoeae yaitu
PBP1, PBP2, PBP3. Penicillin binding protein merupakan target antibiotik
golongan beta laktam. Mutasi pada protein ini menyebabkan berkurangnya
ikatan antibiotik beta laktam pada N.gonorrhoeae, sehingga menyebabkan
resistensi terhadap penisilin.36,37
2.7.2 Mekanisme resistensi terhadap sefalosporin
Berkurangnya kepekaan N.gonorrhoeae terhadap sefalosporin golongan
ketiga diperantarai oleh mutasi dari beberapa gen pada kromoson yang
berhubungan dengan resistensi penisilin. Terdapat resistensi silang antara
resistensi terhadap penisilin dan resistensi terhadap sefalosporin generasi
awal, seperti sefuroksim.37 Mutasi pada PBP2 menyebabkan peningkatan
kadar hambat minimal sefiksim atau seftriakson ≥ 0.25 mg/L. Mutasi pada
protein PBP1 yang menyebabkan resistensi tingkat tinggi (high-level)
terhadap penisilin, ternyata juga menyebabkan menurunnya kepekaan
terhadap sefalosporin generasi ketiga.36,37
Mekanisme resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga belum
dimengerti sepenuhnya. Diduga resistensi terhadap sefalosporin
disebabkan karena perubahan kromosom pada gen porB, mtrR, penA, dan
pon A secara simultan dan perubahan pada gen lain.36,37
2.7.3 Mekanisme resistensi terhadap kuinolon
Kuinolon merupakan antibiotik yang banyak digunakan untuk pengobatan
gonore. Golongan kuinolon yang banyak digunakan yaitu siprofloksasin
dan ofloksasin. Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik ini
disebabkan oleh terjadinya perubahan kromosom.36,37
Mekanisme resistensi terhadap kuinolon yaitu dengan peningkatan
permeabilitas dinding sel serta adanya mekanisme efflux. Mekanisme ini
menyebabkan resistensi kuinolon level rendah (low level resistance).
Target antibiotik kuinolon yaitu enzim topoisomerase, termasuk DNA
gyrase. Mutasi pada target tersebut dapat menyebabkan resistensi level

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
18

tinggi (high-level resistance) terhadap kuinolon. Mutasi dapat terjadi pada


gen GyrA dan ParC.37
2.7.4 Mekanisme resistensi terhadap makrolid
Azitromisin masih direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan
gonore, selain dipergunakan untuk terapi ko-infeksi N.gonorrhoeae dan
Chlamydia trachomatis. Resistensi terhadap makrolid diperantarai oleh
adanya mutasi RNA atau protein ribosom. Gen erm yang mengkode enzim
metilase eritromisin ribosom dibawa oleh plasmid atau transposon. Mutasi
pada 16S rRNA gen ribosom atau 23rRNA gen rrl berhubungan dengan
resistensi N.gonorrhoeae terhadap azitromisin dan eritromisin. 36,37
2.7.5 Mekanisme resistensi terhadap tetrasiklin
Tetrasiklin pernah digunakan untuk pengobatan infeksi klamidia atau
sebagai kombinasi pengobatan gonore. Resistensi N.gonorrhoeae terhadap
tetrasiklin diperantarai oleh plasmid pembawa gen tetM. Gen tetM
merupakan elemen transposon yang menyebabkan tetrasiklin dilepaskan
dari ribosom. Beberapa penelitian menemukan bahwa gen tersebut
ditemukan pada kromosom N.gonorrhoeae dan spesies Neisseria lainnya.
Mutasi gen rpsJ dan porB pada kromosom N.gonorrhoeae juga
berhubungan dengan resistensi terhadap tetrasiklin. 36,37
2.7.6 Mekanisme resistensi terhadap spektinomisin
Spektinomisin merupakan antibiotik golongan aminosiklitol, bersifat
bakteriostatik. Antibiotik ini bekerja pada sub unit ribosom 30S,
menghambat translokasi peptidyl tRNA. Antibiotik ini direkomendasikan
untuk pengobatan gonore pada pasien yang alergi terhadap sefalosporin
dan pasien yang sedang hamil. Selain itu mutasi pada 16rRNA dan protein
ribosom S5 juga berhubungan dengan resistensi terhadap
spektinomisin.36,37

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
19

2.8 Multidrug resistant N.gonorrhoeae (MDR-NG)


Beberapa terminologi MDR-NG telah digunakan dalam penelitian terdahulu,
namun dengan definisi yang belum jelas dan akurat. Beberapa definisi yang telah
digunakan untuk definisi MDR yaitu: 8,37,38
a. N.gonorrhoeae yang resisten terhadap kuinolon (quinolone resistant
N.gonorrhoeae/QRNG) dan N.gonorrheae yang menghasilkan
penisillinase (penicillinase-producing N.gonorrhoeae /PPNG);
b. quinolone resistant N.gonorrhoeae (QRNG) dan N.gonorrhoeae yang
resisten terhadap tetrasiklin (tetracycline-resistant N.gonorrhoeae
/TRNG);
c. quinolone resistant N.gonorrhoeae (QRNG), PPNG dan TRNG;
d. quinolone resistant N.gonorrhoeae QRNG dan N.gonorrhoeae resisten
terhadap azitromisin (AzR).
Kebanyakan antibiotik yang digunakan pada definisi di atas sudah tidak
disarankan sebagai pilihan terapi gonore, sehingga Tapsall dkk tahun 2009
merumuskan definisi baru MDR-NG, dan untuk pertama kali mendefinisikan
extensively drug resistant N.gonorrhoeae (XDR-NG). Definisi baru untuk MDR-
NG membedakan antibiotik yang digunakan untuk terapi N.gonorrheae menjadi 3
kategori, yaitu:
a. Kategori I: antibiotik yang saat ini digunakan untuk terapi gonore yaitu
spektnomisin dan sefalosporin
b. Kategori II: antibiotik yang jarang digunakan untuk terapi gonore,
namun digunakan secara luas sebagai terapi antibiotik untuk infeksi
lain yaitu golongan penisilin, fluorokuinolon, azitromisin,
aminoglikosida dan karbapenem.
c. Kategori III: Antibiotik yang sebenarnya tidak direkomendasikan
untuk terapi gonore, misalnya kloramfenikol dan tiamfenikol,
tetrasiklin, rifampisin, kotrimoksazol, eritromisin.
Berdasarkan kriteria tersebut, dikatakan MDR - NG apabila resisten
terhadap satu antibiotik kategori I, dan resisten terhadap dua atau lebih antibiotik
kategori II.8 Isolat N.gonorrhoeae didefinisikan sebagai extensively drug-resistant

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
20

N.gonoorhoeae (XDR-NG) apabila resisten terhadap dua jenis antibiotik kategori


I, dan resisten terhadap minimal tiga kategori II.
2.9 Deteksi uji resistensi N.gonorrhoeae
Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik dapat ditentukan dengan beberapa
metode yaitu metode, agar dilusi, E test, difusi cakram dan Caliberated
Dichotomous Susceptibility. Baku emas uji resistensi N.gonorrhoeae yaitu dengan
agar dilusi, untuk menentukan kadar hambat minimal antibiotik (minimum
inhibitory concentration/MIC). Namun metode agar dilusi sulit dilakukan karena
prosedur yang rumit, dan memerlukan ketelitian tinggi (resistensi diukur secara
kuantitatif).
Metode E test merupakan uji resistensi dengan prinsip agar dilusi, dapat
mengetahui kadar hambat minimal antibiotik, dan prosedur kerjanya lebih praktis.
E test merupakan uji resistensi secara kuantitatif, terdiri dari strip plastik berisi
gradien antibiotik.39 Metode ini merupakan metode alternatif dan mudah
dibandingkan dengan metode agar dilusi, dan hasilnya akurat. Keterbatasan dari
metode ini yaitu harganya mahal dan tidak selalu tersedia di Indonesia.
Metode yang paling sering dilakukan yaitu difusi cakram (disc diffusion)
yang telah dimodifikasi oleh Clinical Laboratory Standard Institute (CLSI).
Difusi cakram sangat mudah dilakukan dan biayanya murah. Penentuan resistensi
berdasarkan breakpoint CLSI, dibagi menjadi resisten, intermediet dan sensitif.
Sebagian besar uji resistensi terhadap Neisseria gonorrhoeae di Indonesia
dilakukan dengan metode ini. Namun, jika dibandingkan dengan agar dilusi,
validitas metode ini sangat rendah. Berdasarkan studi perbandingan yang
dilakukan Singh V Bala dkk tahun 2005-2010, validitas metode difusi cakram
dibandingkan E test menunjukkan hasil yang kurang baik (poor agreement),
hanya 49,5%.39
Metode Calibrated Dichotomous Sensitivity (CDS) merupakan
pengembangan metode cakram yang yang telah dikembangkan di Australia sejak
tahun 1975. Metode ini dikembangkan untuk memperbaiki kualitas hasil yang
diperoleh dengan metode difusi cakram konvensional. Metode ini dapat
dipergunakan untuk uji resistensi berbagai mikroorganisme. Metode CDS telah
direkomendasikan oleh WHO Collaborating Centre for Sexual Transmitted

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
21

Diseases, Sydney, Australia, dan merupakan satu-satunya metode penentuan


resistensi fenotipik yang praktis dan disarankan dilakukan di negara-negara
berkembang. Dikatakan bahwa metode ini lebih murah, dan memungkinkan
diterapkan di laboratorium. Hasil pemantapan mutu eksternal terhadap metode ini
memungkinkan metode ini diterapkan di negara-negara yang sedang berkembang.
Nilai kesesuaian (agreement) metode CDS apabila dibandingkan dengan agar
dilusi adalah sebesar 82%, hal ini jauh lebih baik dibandingkan dengan difusi
cakram.12,39
Istilah kalibrasi (Calibrating) pada CDS menunjukkan kalibrasi potensi
antibiotik dilakukan setiap minggu menggunakan strain N.gonorrhoeae rujukan
dari WHO. Kalibrasi disarankan dilakukan bertepatan dengan saat mempersiapkan
media kultur yang dibutuhkan selama seminggu.

Potensi antibiotik dalam cakram yang dipergunakan lebih rendah


dibandingkan dengan potensi cakram antibiotik yang dipergunakan pada difusi
cakram biasa. Pengukuran zona hambat pada metode diukur berdasarkan annular
radius, yaitu dari jarak terpendek dari pinggir cakram ke batas pertumbuhan yang
konfluen. Hal ini berbeda dengan difusi cakram yang mengukur zona hambat
dengan diameter zona hambat. Pengukuran annular radius dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.1 Diagram menunjukkan annular radius dari zona hambat antibiotik12
Dengan metode ini secara umum interpretasi hasil uji untuk semua bakteri
dikatakan peka apabila ≥ 6 mm, dan resisten jika < 6 mm, kecuali pada bakteri-

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
22

bakteri tertentu. Misal uji pada Neisseria gonorrhoeae, jika zona hambat
mendekati breakpoint MIC dikategorikan sebagai kurang peka (less susceptible)
atau penurunan kepekaan (decreased susceptibility). Interpretasi metode CDS
berbeda dengan metode difusi cakram. Pada metode ini tidak dikenal istilah
intermediate, karena berdasarkan evidence based medicine istilah tersebut tidak
terlalu bermanfaat bagi klinisi, dan kebanyakan dikelompokkan menjadi resisten.
Namun, khusus Neisseria gonorrhoeae dikenal istilah kurang peka (less
susceptible), untuk bakteri yang ukuran annular radiusnya mendekati resisten.
Pada metode CDS lebih disukai menggunakan istilah peka untuk menggantikan
sensitif, istilah ini dipergunakan untuk membedakan dengan istilah sensitifitas
secara statistik, sehingga tidak membingungkan saat pengolahan data.12
Perbedaan antara metode Agar dilusi, E-test, difusi cakram, dan CDS,
dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.4 Perbedaan beberapa metode uji resistensi N.gonorrhoeae12,29,39
Uraian Agar Dilusi E test Difusi Cakram CDS
(Baku Emas)
Teknis Kompleks Sederhana Sederhana Sederhana
Alat uji Agar dengan Strip, berisi Cakram (Disk) Cakram (Disk
konsentrasi gradien antibiotik
gradien Potensi cakram antibiotik
antibiotic berbeda

Cara Pertumbuhan Membaca batas Diameter zona Radius zona


Pengukuran dari koloni pada bawah hambat hambat
agar dengan pertumbuhan
konsentrasi koloni
antibiotik
tertentu
Rujukan CLSI/ EUCAST CLSI/EUCAST CLSI/EUCAST Lab Rujukan
Breakpoint WHO untuk
N.gonorrhoea,
Australia
Perbandingan 100% 98% 49,5% 82%
dengan Baku
Emas
Harga Murah Mahal Murah Murah

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
23

Perbedaan potensi cakram antibiotik, antara metode CLSI dan CDS dapat
dilihat pada tabel berikut;
Tabel 2.5 Perbedaan potensi antibiotik metode difusi cakram CDS dan CLSI12
Antibiotik Potensi Antibiotik Difusi Cakram
CLSI CDS
Penisilin 10 IU 0,5 IU
Siprofloksasin 5 ug 1 ug
Asam Nalidiksat 30 ug 30 ug
Tetrasiklin 30 ug 10 ug
Azitromisin 15 ug 15 ug
Seftriakson 30 ug 0,5 ug
Sefpodoksim 10 ug 10 ug
Spektinomisin 100 ug 100 ug

Apabila metode yang dipergunakan untuk menentukan pola resistensi


Neisseria gonorrhoeae tidak valid maka akan mengakibatkan penanganan yang
salah pada pasien dan mengakibatkan masalah penanggulangan IMS di Indonesia.
Informasi tentang pola resistensi merupakan informasi yang dapat digunakan
untuk menentukan kebijakan terapi infeksi menular seksual, baik lokal maupun
nasional. Hingga saat ini Indonesia belum pernah memiliki data MDR-NG. Oleh
karena itu pada penelitian ini akan ditentukan besaran MDR-NG di Indonesia
berdasarkan definisi lama dan baru.
Di Indonesia metode CDS pada Neisseria gonorrhoeae baru diperkenalkan
pada Desember 2012 melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh South East
Asean Regional Organization (SEARO) dan Australian Gonococcal Surveillance
Project, di India. Tujuan pelatihan tersebut untuk mencapai keseragaman uji
kepekaan terhadap Neisseria gonorrhoeae di Indonesia dengan hasil yang valid
dan dapat dipercaya sehingga hal ini dapat digunakan sebagai dasar terapi empirik
di Indonesia.

2.10 Faktor risiko resistensi N.gonorrhoeae


Terdapat beberapa faktor risiko yang diduga berpengaruh terhadap munculnya
strain resisten.15,40,41 Salah satu penelitian di Eropa pada tahun 2009-2012,
menemukan bahwa usia, orientasi seksual dan koinfeksi dengan infeksi
Chlamydia mempengaruhi kepekaan terhadap sefiksim dan siprofloksasin.42
Prevalensi infeksi gonore yang tinggi di populasi berisiko dan kebiasaan
penggunaan antibiotik yang tidak rasional di suatu wilayah menyebabkan selective

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
24

pressure sehingga muncul N.gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotik.15,40,41


Laju resistensi di kota dan di desa juga berbeda. Laju resistensi di kota cenderung
lebih tinggi dari pada di desa. Kemungkinan kasus infeksi gonore yang berasal
dari luar negeri, diperoleh di pusat bisnis dan pariwisata sehingga dapat
mempengaruhi pola resistensi strain setempat.43

Penelitian di Cina tahun 2004-2011 menunjukkan penyebaran resistensi


antibiotik disebabkan terapi dan peresepan antibiotik yang tidak baik. Penelitian
tersebut mengungkapkan penggunaan antibiotik bebas dan perilaku seks yang
berisiko memicu berkurangnya kepekaan terhadap seftriakson, penisilin, dan
tetrasiklin.15 Penelitian lainnya mengungkapkan penggunaan antibiotik akan
mempengaruhi pola kepekaaan terhadap fluorokuinolon, walaupun antibiotik yang
digunakan bukan dari golongan tersebut. Bahkan jenis antibiotik yang sering
digunakan untuk mengatasi infeksi lain juga memiliki peranan yang besar.41

Pada tahun 2013, Gonococcal Resistance to Antimicrobials Surveillance


Programme (GRASP) di Inggris menunjukkan adanya hubungan antara resistensi
dengan beberapa faktor risiko seperti kelompok usia, orientasi seksual, suku,
pernah didiagnosis gonore sebelumnya, menderita infeksi seksual lain selain HIV,
dan status HIV.14

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
25

2.11 Kerangka teori penelitian

N.gonorrhoeae

Faktor risiko:
demografi dan perilaku

Pasien dengan Diagnosis: Klinis, mikroskopik


infeksi gonore langsung, kultur, NAAT

Metode deteksi resistensi :


Agar dilusi, E test, Difusi cakram CLSI,
dan CDS

Transfer genetik Upaya pengobatan

Resisten Peka

MDR Non MDR

MDR Tapsall MDR definisi lama

QRNG + PPNG QRNG + TRNG QRNG + PPNG + TRNG QRNG + AzR

Gambar 2.2 Kerangka teori penelitian penerapan calibrated dichotomous


susceptibility method untuk mendeteksi MDR-NG pada WPS di Jakarta Timur,
Tangerang, dan Palembang tahun 2014

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
26

2.12 Kerangka konsep penelitian

MDR

Faktor risiko resistensi


- Usia Sifat resistensi
- Asal isolat N.gonorrhoeae
- Upaya pengobatan
Non MDR

Gambar 2.3 Kerangka konsep penelitian penerapan calibrated dichotomous


susceptibility method untuk mendeteksi MDR-NG pada WPS di Jakarta Timur,
Tangerang, dan Palembang tahun 2014

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang retrospektif untuk
mengetahui proporsi MDR N.gonorrhoeae dari isolat N.gonorrhoeae yang telah
dikumpulkan melalui survei tahun 2012. Isolat tersebut diuji kembali resistensinya
menggunakan metode CDS. Data demografi dan upaya pengobatan berasal dari
data kuesioner penelitian tahun 2012.

3.2 Populasi dan Sampel


Sampel berupa isolat yang diperoleh dari studi terdahulu berjudul dari hasil
penelitian yang berjudul Survei resistensi N.gonorrheae pada WPS di Jakarta,
Palembang, dan Tangerang tahun 2012.44 Ketiga daerah tersebut di pilih
berdasarkan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku (STBP) tahun 2009, persentase
infeksi gonore dengan PCR didapati persentase infeksi N.gonorrhoeae di Kota
Tangerang sebesar 50%, Jakarta 41% dan Palembang 51%.45

Pada penelitian tersebut sebanyak 227 isolat Neisseria gonorrhoeae telah


dikumpulkan. Isolat disimpan dalam trypricase soy broth (TSB) gliserol 20%,
pada suhu -70OC. Berikut tabel distribusi perolehan asal isolat Neisseria
gonorrhoeae.
Tabel 3.1 Distribusi hasil kultur Neisseria gonorrhoeae dari WPS di Jakarta Timur,
Tangerang, dan Palembang, tahun 2012 44
Kota/Kabupaten Jumlah responden Isolat Neisseria gonorrhoeae
n %
Jakarta Timur 281 44 15,7

Tangerang 302 107 35,4

Palembang 303 76 25,1


Keterangan: n = jumlah sampel isolat
Namun setelah dilakukan pendataan ulang, hanya 213 isolat yang
tersimpan, karena beberapa isolat yang diuji pada tahun 2012 tidak berhasil
dikultur kembali untuk proses penyimpanan.

27
Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
28

Pada penelitian ini yang dianggap sebagai populasi dan sampel yaitu:
Populasi : Seluruh isolat tersimpan N.gonorrhoeae yang diperoleh
pada hasil survei tahun 2012, yaitu sebanyak 213 isolat
tersimpan yang berasal dari 213 pasien.
Sampel : Isolat N.gonorrhoeae yang masih hidup (viable)
Kriteria penerimaan:
1. Isolat diperoleh dari hasil survei N.gonorrhoeae pada tahun 2012
2. Isolat N.gonorrhoeae yang masih hidup,
Kriteria penolakan
1. Isolat yang tidak memiliki identitas
2. Isolat yang tidak memiliki data hasil wawancara
Penelitian ini dilaksanakan pada periode Juni-Desember 2014.
Pemeriksaan uji resistensi terhadap isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Laboratorium Nasional Prof. Oemiyati
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes RI dan Laboratorium
Mikrobiologi Klinik, Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

3.3 Estimasi besar sampel dan cara pemilihan


Estimasi besar sampel ditentukan berdasarkan proporsi MDR Neisseria
gonorrhoeae. Proporsi yang dipergunakan yaitu prevalensi MDR-NG berdasarkan
beberapa definisi lama dan baru, yang diperoleh dari penelitian di India tahun
2009.38 Proporsi yang diambil untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian
ini yaitu jumlah proporsi total MDR berdasarkan QRNG PPNG, QRNG TRNG,
QRNG TRNG, dan PPNG, serta QRNG AzR di India tahun 2009, yaitu sebesar
47,1%.
N= Zα2PQ
d2
Jika P= 47,1%
Q= 1-P
= 1-0,47
= 0,53

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
29

d= tingkat ketepatan yang digunakan 10% (0,1)


Zα= tingkat kemaknaan 95% (1,96)

Maka
N= Zα2PQ
d2
N=(1,96)2x 0,47x0,53 = 96 sampel
(0,1)2
Jumlah sampel berdasarkan perhitungan di atas sebesar 96. Pada penelitian
ini seluruh sampel isolat yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dilakukan
uji kepekaan dengan metode CDS.

3.4 Etik Penelitian


Penelitian ini telah memperoleh izin etik dari Komisi Etik Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Nomor LB.02.01/5.2/KE
195/2014 dengan judul Analisis resistensi fenotipik isolat Neisseria gonorrhoeae
dengan metode calibrated dichotomous susceptibility (CDS). Izin penggunaan
data penelitian telah diperoleh dari Direktorat Pengendalian Penyakit Menular dan
Global Fund sebagai penyandang dana survei pada tahun 2012 yaitu surat Nomor
IR.02.03/III.2/1465/2014.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
30

3.5 Alur Penelitian

Survei resistensi N.gonorrhoeae tahun 2012

Isolat simpan Neisseria gonorrhoeae Data demografi dan upaya pengobatan

Kultur pada media agar coklat 1x 24

Pemeriksaan Mikroskopis dengan


pewarnaan Gram

Uji Oksidase dan Uji Katalase

Rapid Carbohydrate Utilization Test

Uji Nitrosefin

Uji resistensi dengan CDS

Penentuan bakteri MDR

Analisis dan interpretasi data

Gambar 3.1 Alur penelitian penerapan calibrated dichotomous susceptibility method


untuk mendeteksi MDR-NG pada WPS di Jakarta Timur, Tangerang, dan
Palembang tahun 2014

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
31

3.6 Definisi Operasional


• Isolat N.gonorrhoeae adalah isolat simpan N.gonorrhoeae yang berhasil
ditumbuhkan dan diidentifikasi kembali sebagai N.gonorrhoeae. Identifikasi
dilakukan dengan uji biokimia konvensional, Rapid carbohydrate utilization
test (RCUT), menggunakan glukosa, laktosa, maltosa, dan sukrosa.
• CDS adalah metode uji resistensi yang disarankan WHO dipergunakan untuk
uji resistensi di negara-negara berkembang. Metode ini menggunakan cakram
difusi dengan potensi antibiotik tertentu yang berbeda dengan CLSI dan
penentuan zona hambat berdasarkan panjang annular radius.
• MDR NG definisi Tapsall adalah isolat yang resisten atau kepekaannya
menurun terhadap antibiotik spektinomisin atau seftriakson, ditambah dengan
minimal dua antibiotik dari golongan dua lainnya misalnya tetrasiklin,
penisilin, atau kuinolon.
• MDR NG definisi lama adalah apabila isolat memenuhi beberapa kriteria :
QRNG + PPNG, atau QRNG +TRNG, atau QRNG+PPNG+TRNG, atau
QRNG+QzR.
• Faktor risiko resistensi yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah faktor
demografi berupa usia responden, asal isolat, dan upaya pengobatan yang
kemungkinan berhubungan dengan kejadian resistensi antibiotik.
- Usia adalah usia responden pada saat pengambilan sampel, dihitung
berdasarkan ulang tahun terakhir (sesuai anamnesis atau tanda
pengenal)
- Asal isolat adalah tempat dimana dilakukan pengambilan sampel apus
endoserviks dari WPS
- Upaya pengobatan adalah upaya yang dilakukan responden untuk
memperoleh pengobatan apabila menderita gejala infeksi menular
seksual yang dideritanya, antara lain; mengobati sendiri, ke klinik
terdekat, atau pengobatan tradisional.
• Definisi operasional untuk kriteria resistensi masing-masing antibiotik
berdasarkan metode CDS adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
32

- Azitromisin
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram azitromisin
15 ug ≥ 8 mm, yang berkorelasi dengan MIC azitromisin ≤ 0.5 mg/L.
Resisten: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
azitromisin 15 ug <8 mm, yang berkorelasi dengan MIC azitromisin ≥
1.0 mg/L.
- Benzilpenisilin
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram penisilin 0.5
iu ≥ 9 mm, yang berkorelasi dengan MIC pensilin ≤ 0.03 mg/L
Kurang peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
penisilin 0.5 iu sebesar 3 - 9 mm, yang berkorelasi dengan MIC pensilin
0.06-0.5 mg/L
Resisten: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
penisilin 0.5 iu < 3 mm, yang berkorelasi dengan MIC pensilin ≥ 1
mg/L.
- PPNG (Penicillinase producing Neisseria gonorrhoeae)
PPNG adalah strain N.gonorrhoeae yang menghasilkan enzim beta
laktamase, sehingga resisten terhadap golongan beta laktam, dan sifat
resistennya diperantarai oleh plasmid. Deteksi beta laktam
menggunakan uji sefalosporin kromogenik. Galur N.gonorrhoeae
digolongkan kepada PPNG apabila hasil uji positif, dengan perubahan
warna koloni menjadi merah. Strain yang positif dianggap resisten
terhadap penisilin, walau uji resistensi dengan metode CDS
menunjukkan hasil peka.
- Seftriakson
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram seftriakson
0.5 ug ≥ 10 mm, yang berkorelasi dengan MIC seftriakson ≤ 0.016
mg/L.
Penurunan kepekaan: apabila annular radius zona inhibisi terhadap
cakram seftriakson 0.5 ug sebesar 5 - 9 mm, yang berkorelasi dengan
MIC seftriakson 0.03-0.125 mg/L.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
33

- Sefpodoksim
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
sefpodoksim 10 ug ≥ 12 mm.
Penurunan kepekaan: apabila annular radius zona inhibisi terhadap
cakram seftriakson 10 ug sebesar 7-12 mm.
Untuk golongan sefalosporin belum ada penentuan resisten berdasarkan
CDS atau CLSI,
- Siprofloksasin
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram asam
nalidiksat 30 ug dan siprofloksasin 1 ug sebesar ≤ 6 mm
Kurang peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
asam nalidiksat 30 ug sebesar 0 mm, dan annular radius zona inhibisi
terhadap cakram siprofloksasin 1 ug sebesar > 6 mm, yang berkorelasi
dengan MIC siprofloksasin 0.06 mg/L – 0.5 mg/L
Resisten: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram asam
nalidiksat 30 ug sebesar 0 mm, dan annular radius zona inhibisi
terhadap cakram siprofloksasin 1 ug sebesar ≤ 6 mm, yang berkorelasi
dengan MIC siprofloksasin ≥ 1.0 mg/L.
- Spektinomisin
Peka: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
spektinomisin 100 ug ≥ 6 mm, yang berkorelasi dengan MIC
spektinomisin ≤ 64 mg/L
Resisten: apabila annular radius zona inhibisi terhadap cakram
spektinomisin 100 ug < 6 mm. Isolat dikatakan high level
chromosomal resistance terhadap spektinomisin apabila annular radius
sebesar 0 mm, yang berkorelasi dengan MIC ≥ 128 mg/L.
Untuk mendapatkan hasil yang valid, dalam penelitian ini dipergunakan galur
rujukan WHO. Galur rujukan yang digunakan yaitu WHO C, L, K, dan P.12
Masing-masing galur rujukan menunjukkan karakteristik resistensi tertentu
terhadap antibiotik yang diujikan. Sebagai contoh galur rujukan WHO P resisten
terhadap eritromisin, azitromisin, dan rifampisin. Apabila galur ini ditanam dan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
34

pola resistensi yang diperoleh tidak sesuai, maka hasil resistensi terhadap galur
yang diuji tidak valid. Pemantapan mutu internal ini dilakukan setiap minggu

3.7 Cara kerja


3.7.1 Kultur N.gonorrhoeae
Alat yang dibutuhkan untuk kultur N.gonorrhoeae yaitu inkubator,
mikroskop, rak pewarnaan, kotak preparat, pipet transfer, tabung reaksi
kecil, Bunsen, biosafety cabinet class II. Sedangkan bahan atau medium
yang dibutuhkan yaitu agar coklat dan isolat Neisseria gonorrhoeae dalam
tripticase soy broth (TSB) gliserol 20%.12,46,47
Kultur dilakukan dengan cara sebagai berikut; sampel diambil
menggunakan ose yang telah disterilkan terlebih dahulu. Setelah sampel
diambil, kemudian inokulasikan pada agar coklat. Medium yang sudah
ditanam, dimasukkan ke dalam sungkup lilin, dan diinkubasi pada suhu 35-
37oC selama 18-48 jam. Pertumbuhan bakteri pada medium diamati setelah
inkubasi 18-48 jam. Untuk sampel positif N.gonorrhoeae, dilakukan uji
kepekaan dengan metode CDS selanjutnya dibuat biakan stok dalam TSB-
gliserol masing-masing sampel 3-4 buah dan disimpan di lemari pendingin
bersuhu –70°C (revco). 12,46,47,13

3.7.2 Pewarnaan Gram

Bahan yang dibutuhkan untuk pewarnaan Gram yaitu : ungu kristal karbol,
cairan gram iodine, etil alkohol 9%, safranin, dan koloni bakteri yang
diduga Neisseria gonorrhoeae pada medium agar. Alat yang dibutuhkan
untuk pewarnaan Gram yaitu : gelas alas (slide), Bunsen, pinset, pensil
penanda. 12,46,47,13

Sebelum melakukan pewarnaan Gram gelas alas dibersihkan dan


diberi tanda menggunakan pensil gelas. koloni Neisseria gonorrhoeae
pada agar coklat diambil menggunakan ose. Kemudian dengan bantuan
ose, petugas membuat sediaan pada gelas alas dan dibiarkan kering di
udara, setelah itu difiksasi dengan cara dilewatkan diatas api untuk
merekatkan sediaan. Ungu kristal karbol/gentian ungu dituangkan pada

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
35

sediaan, dan biarkan selama 1 menit. Sediaan dicuci dengan air mengalir.
Gram’s iodine/lugol dituangkan pada sediaan dan biarkan selama 45 – 60
detik, kemudian cuci dengan air. Setelah itu sediaan dicelupkan ke dalam
bejana yang mengandung alkohol 95 % dan goyang-goyangkan selama 30
detik, atau hingga tak ada zat warna ungu lagi yang mengalir dari sediaan.
Sediaan kembali dicuci dengan air mengalir. Kemudian sediaan diwarnai
dengan safranin selama 45 detik, dan dicuci dengan air mengalir. Sediaan
dikeringkan di udara, kemudian dibaca di bawah mikroskop dengan
pembesaran 100 x 10, menggunakan minyak emersi. 12,46,47,13

3.7.3 Uji Oksidase


Bahan yang dibutuhkan untuk uji oksidase yaitu reagen oksidase (tetra
methyl para-phenylenediamine dihydrochloride), air destilasi, strip kertas
saring. 12,46,47
Uji oksidase dilakukan dengan melembabkan kertas filter dengan
2-3 tetes reagen oksidasi. Setelah itu koloni tersangka diambil
menggunakan stick aplicator wooden (kayu) /ujung glass slide/ tusuk
gigi/ose dan digosokkan pada kertas saring. Hasil dikatakan oksidase
positif jika segera terjadi perubahan warna menjadi ungu. 12,46,47

3.7.4 Uji Katalase


N.gonorrhoeae dan beberapa Neisseria spp komensal lainnya
menunjukkan hasil katalase positif, dan lebih dari 98% N.meningitidis
menunjukkan hasil katalase negatif. Bahan yang dibutuhkan untuk uji
katalase yaitu larutan hidrogen peroksida 3%, gelas objek, ose dan pipet
pasteur. Cara melakukan uji katalase dengan meneteskan satu tetes
Hidrogen peroksida 3% pada gelas objek, kemudian Koloni N.gonorrheae
diambil menggunakan sengkelit dan diletakkan di atas hidrogen peroksida
pada gelas objek. Campuran tersebut dihomogenkan. 12,46,13
Interpretasi hasil uji katalase yaitu hasil dikatakan katalase positif
apabila muncul gelembung udara dalam 1 sampai 2 detik. Sedangkan hasil
katalase negatif apabila gelembung udara tidak muncul atau muncul
setelah 3 detik. N.gonorrhoeae menunjukkan hasil katalase positif. 12,46

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
36

3.7.5 Rapid carbohydrate utilization test (RCUT)


Uji Rapid carbohydrate utilization test (RCUT) dilakukan untuk
membedakan N.gonorrhoeae dengan Neisseria spp lainnya. Uji ini
membutuhkan Buffered salt indicator solution (BSS), Lysed Blood Agar
(LBA) menggunakan GC agar base medium dengan glukosa 0.5%, larutan
karbohidrat: glukosa 10%, laktosa 10%, sukrosa 10%, dan maltosa 10%,
larutan ampisilin atau penisilin 500 mg/ml dalam H2O, untuk uji β-
laktamase (uji penisilinase). 12,46
Uji ini dilakukan pada kultur murni yang dipergunakan pada uji ini
berasal dari kultur tersangka N.gonorrhoeae yang diperoleh dari subkultur
koloni tunggal pada medium LBA yang mengandung 0.5% glukosa. Dua
ose penuh koloni murni berumur 24 jam diambil dengan ose berukuran 3
mm dan dilarutkan dalam tabung yang mengandung 1,5 ml BSS. Larutan
tersebut dihomogenisasi menggunakan pipet Pasteur sehingga didapatkan
109 bakteri/ml setara dengan 3,3 McFarland. 12,46
Plat mikrotiter disiapkan dan 6 sumur ditandai dengan C (kontrol),
G (glukosa), L (laktosa), M (maltosa), S (sukrosa), dan P (penisilinase).
Pada setiap sumur ditambahkan masing-masing 25 µl larutan 10%
glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa, kemudian pada sumur P ditambahkan
25 µl (satu tetes) larutan ampisilin (200mg/mL). Sumur pertama sebagai
sumur kontrol tidak ditambahkan larutan karbohidrat. Kemudian ke dalam
masing-masing sumur ditambahkan 100µl (4 tetes) suspensi bakteri
termasuk kontrol. Plat tersebut diinkubasi pada suhu 35oC – 36oC dalam
inkubator biasa (bukan inkubator CO2) selama 2-4 jam. 12,46
Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna dari merah
menjadi kuning. Untuk reaksi beta laktamase disarankan untuk melakukan
penilaian kembali setelah 24 jam, karena terdapat strain yang bereaksi
lambat dengan enzim β-laktamase. 12,46
Dalam setiap pengujian selalu disertakan strain Neisseria
gonorrhoeae WHO – E atau WHO O: sebagai kontrol positif β-laktamase.
Neisseria gonorrhoeae WHO – C atau WHO K: sebagai kontrol negatif β-
laktamase. 12,46,13

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
37

3.7.6 Uji Nitrosefin / Uji kromogenik sefalosporin

Uji nitrosefin dilakukan untuk mengetahui koloni N.gonorrhoeae


menghasilkan penisilinase atau tidak. Bahan yang dibutuhkan adalah
sefalosporin kromogenik / nitrosefin (bubuk freeze dried dari BBl/oxoid),
larutan pelarut penyangga. 12,46,47

Uji nitrosefin dilakukan dengan membasahi kertas saring dengan


larutan nitrosefin. Kemudian dipilih 5 koloni dengan ose yang steril, dan
usapkan pada kertas saring yang telah dibasahi. Apabila warna merah
muncul dalam satu menit, maka isolat yang menghasilkan penisilinase.
Sedangkan hasil negatif bila tetap berwarna kuning. 12,46,47,13

3.7.7 Cara pembuatan cakram antibiotik seftriakson dan penisilin

Bahan dan alat yang dibutuhkan untuk membuat cakram antibiotik adalah
cakram antibiotik kosong (blank disk) steril, larutan antibiotik dengan
konsentrasi tertentu, akuadet steril, mikropipet, pipet tip, cawan petri kaca
untuk menyimpan.

Konsentrasi yang dibutuhkan untuk membuat 100 cakram


antibiotik yang mengandung seftriakson 0,5 µg yaitu 0,5 µg x 100 = 50
µg. Oleh karena itu dibutuhkan 0,05 gram seftriakson dalam 1 ml akuades.
Sedangkan untuk membuat 100 cakram antibiotik yang mengandung 0,5
IU benzylpenicillin, dibutuhkan 0,5IU x 100 = 50 IU atau setara dengan
0,03129 mg benzylpenicillin dalam 1 ml akuades. 13

Cakram antibiotik kosong diletakkan di atas cawan petri, masing-


masing berjarak 2 mm. Kemudian dengan bantuan mikropipet, diteteskan
10 µl larutan antibiotik pada setiap cakramnya. Setiap cakram akan
menyerap 0.01 ml larutan antibiotik. Cakram yang telah berisi antibiotik,
dibiarkan kering. Kemudian cakram tersebut disimpan dalam wadah
kering yang tertutup rapat pada suhu -20oC. Sebelum digunakan cakram
diletakkan pada suhu ruang sekitar 15 menit.13

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
38

3.7.8 Prosedur uji resistensi dengan CDS

Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk uji resistensi dengan CDS yaitu ose
steril, NaCl fisiologis, pipet pasteur, penggaris/kaliper, inkubator, sungkup
lilin, dan inolulum atau suspensi N.gonorrhoeaea. 12,13

Pembuatan inokulum dilakukan dengan bantuan ose diambil koloni


yang berukuran 1-2 mm yang tumbuh dalam 24 jam di atas agar coklat.
Kemudian koloni tersebut diinokulasikan ke dalam tabung berisi 2,5ml
NaCl, selanjutnya dihomogenisasikan.Suspensi bakteri diukur dengan
densitometer sebesar 0,5McFarland.12,13

Uji resistensi dilakukan dengan cara inokulasi inokulum atau


suspensi bakteri yang telah disiapkan pada agar coklat secara merata.
Kelebihan cairan yang ada pada agar dibuang. Permukaan agar yang telah
berisi inokulum dikeringkan selama 10-15 menit. Kemudian cakram
antibiotik diletakkan di atas agar. Medium yang sudah diinokulasikan
dengan bakteri dan diberi cakram antibiotik, diinkubasi dalam sungkup
lilin selama 18-24 jam. Zona hambat ditentukan dengan mengukur annular
radius atau jari-jari mulai dari tepi cakram antibiotik ke tepi daerah yang
paling padat pertumbuhan bakterinya, menggunakan penggaris. Ukuran
zona kemudian diinterpretasikan berdasarkan panduan CDS. 12,13

3.8 Manajemen dan analisis data

Data yang terkumpul dilakukan editing, coding dan entry. Setelah dilakukan
cleaning, data dianalisis secara deskriptif. Dilakukan juga análisis bivariat untuk
menilai hubungan antar variabel dependen dan independen. Data diolah
menggunakan Stata versi 12.0.

3.9 Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada periode Juni-Desember 2014. Pemeriksaan Uji


resistensi uji resistensi terhadap isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS
dilakukan di Laboratorium Bakteriologi, Laboratorium Nasional Prof. Oemiyati
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Kemenkes RI dan Laboratorium
Mikrobiologi Klinik, Departemen Mikrobiologi FKUI.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kultur dan identifikasi isolat N.gonorrhoeae


Sebanyak 213 isolat N.gonorrhoeae yang diperoleh dari survei tahun 2012,
dikultur kembali dan diidentifikasi menggunakan uji cepat penggunaan
karbohidrat (rapid carbohydrate utilization test/RCUT). Sebanyak 22 isolat tidak
berhasil ditumbuhkan kembali, 5 isolat teridentifikasi sebagai bakteri lain.
Sebanyak 186 isolat N.gonorrhoeae berhasil dikultur kembali. Dari 186 isolat
N.gonorrhoeae 9 isolat tidak memiliki data resistensi dan epidemiologi yang
lengkap sehingga hanya 177 (95,16%) isolat yang diolah dalam penelitian ini.
Pada penelitian ini dipergunakan galur rujukan American Type Culture
Collection (ATCC) 49226 sebagai rujukan untuk kontrol kualitas media,
identifikasi, dan uji biokimia.48

4.2 Kepekaan N.gonorrhoeae terhadap antibiotik


Deteksi N.gonorrhoeae dengan uji nitrosefin menunjukkan bahwa sebanyak 149
isolat (82,8%) merupakan isolat N.gonorrhoeae yang menghasilkan penisilinase
(PPNG) sehingga resisten terhadap semua antibiotik golongan betalaktam.12,49
Dua isolat resisten terhadap penisilin namun tidak menghasilkan penisilinase.
Oleh karena itu total isolat sebesar 151 isolat (85,3%) yang resisten terhadap
golongan penisilin. Mekanisme resistensi bakteri Gram negatif terhadap golongan
beta laktam yang paling banyak yaitu dengan menghasilkan enzim beta laktamase.
Dua isolat N.gonorrhoeae yang tidak menghasilkan beta laktamase kemungkinan
memiliki mekanisme resistensi yang lain terhadap penisilin yaitu dengan
modifikasi porin atau efflux pump.49,50
Pada penelitian ini cakram antibiotik penisilin 0,5 IU dan seftriakson 0,5
ug, tidak tersedia di Indonesia, sehingga menggunakan cakram antibiotik yang
dibuat dan dioptimasi sendiri (inhouse). Pemantapan mutu internal dengan galur
WHO dilakukan setiap minggu sebelum dilakukan uji resistensi dengan
menggunakan isolat N.gonorrhoeae. Pemantapan mutu internal cakram antibiotik

39
Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
40

untuk uji resistensi menggunakan galur rujukan WHO dapat dilihat pada tabel
4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemantapan mutu internal menggunakan galur rujukan
N.gonorrhoeae WHO dan ATCC dengan metode CDS tahun 2014
Antibiotik WHO C WHO K WHO L WHO P ATCC 49226
Penisilin KP R R KP P
Tetrasiklin P R P P P
Siprofloksasin P R R P P
Asam nalidiksat P R R P P
Azitromisin P P P P P
Spektinomisin P P P P P
Seftriakson P KP KP P P
Sefpodoksim P KP P P P
Keterangan: P = Peka, KP = Kurang Peka, untuk sefalosporin disebut juga dengan
penurunan kepekaan, R = Resisten
Data dari tabel di atas menunjukkan penelitian ini cukup valid, bila dilihat dari
hasil uji resistensi galur rujukan WHO C, K, L, dan P yang sesuai dengan
fenotipiknya.12,51
Hasil uji kepekaan dengan menggunakan metode CDS ditunjukkan pada
tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pola kepekaan isolat N.gonorrhoeae menggunakan metode CDS


tahun 2014 (n=177)
Resisten/penurunan kepekaan
Jenis Antibiotik
n %
Penisilin 151 85,3
Siprofloksasin 141 79,7
Tetrasiklin 106 59,9
Azitromisin 0 0
Spektinomisin 1 0,6
Seftriakson 10 5,6
Sefpodoksim 5 2,8
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa lebih dari 50% isolat telah resisten
terhadap penisilin, siprofloksasin, dan tetrasiklin. Penurunan kepekaan terhadap
sefalosporin golongan tiga juga ditemukan dengan persentase tertinggi sekitar 5%.
Hasil uji kepekaan isolat yang sama dengan menggunakan metode E-test
pada tahun 2012 menunjukkan pola kepekaan yang berbeda walaupun dengan
kecenderungan proporsi resisten dan penurunan kepekaan yang hampir sama yaitu
terhadap siprofloksasin 55,9%, penisilin 77,4%, tetrasiklin 88,7%, seftriakson

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
41

1,1%, azitromisin 1,1%, dan spektinomisin 0,6%. 44 Pada penelitian ini perbedaan
proporsi resistensi dan penurunan kepekaan isolat N.gonorrhoeae dengan E test
tidak bisa dibandingkan dengan CDS, karena kedua uji dilakukan pada waktu
yang berbeda. Selain itu, perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan metode
yang digunakan. Apabila dibandingkan dengan agar dilusi sebagai baku emas, E
test memiliki kesesuaian yang lebih tinggi dari metode CDS, yaitu sebesar 98%.
Kesesuaian metode CDS sebesar 82% dibandingkan dengan agar dilusi, hal ini
menyebabkan terdapat 18% isolat yang tidak menunjukkan hasil pola kepekaan
yang sama bila dibandingkan dengan baku emas.39
Pola kepekaan tersebut hampir sama dengan yang ditemukan pada
surveilan di beberapa beberapa negara lain walaupun dengan persentase yang
berbeda. Surveilan di negara-negara Asia Tenggara menunjukkan resistensi
N.gonorrhoeae yang tinggi terhadap penisilin (25-100%), tetrasiklin (10-100%),
dan siprofloksasin (38-100%). Penurunan kepekaan juga dilaporkan oleh 9 negara
Asia lainnya.52
Hasil surveilan di Inggris dan Wales, sejak tahun 2009-2013 menunjukkan
persentase resisten yang lebih rendah dibandingkan dengan yang ditemukan pada
penelitian ini, kecuali terhadap tetrasiklin. Surveilan tersebut menunjukkan
N.gonorrhoeae yang resisten terhadap penisilin sebanyak 11,4-21,5%, tetrasiklin
67-75%, siprofloksasin 25,2-35,3%.14 Demikian juga dengan persentase resisten
N.gonorrheae yang ditemukan di Australia pada tahun 2010, cenderung lebih
rendah dibandingkan dengan yang ditemukan di Indonesia.53
Pada penelitian ini siprofloksasin mewakili golongan kuinolon.
Berdasarkan European Committee for Antimicrobial Susceptibility testing
(EUCAST), apabila N.gonorrhoeae resisten terhadap siprofloksasin maka
dianggap resisten terhadap golongan kuinolon lainnya.49 Resistensi terhadap
golongan kuinolon merupakan kendala tersendiri bagi penanganan gonore,
mengingat kuinolon merupakan antibiotik yang memiliki sediaan oral dan mudah
didapatkan. Permasalahan resistensi terhadap kuinolon juga dihadapi oleh negara-
negara lain, termasuk Amerika Serikat, sehingga CDC tidak menyarankan
penggunaan kuinolon sebagai pilihan terapi gonore. Penelitian oleh Naval
Medical Research Unit (NAMRU) 2 dan Badan Litbang Kemenkes tahun 2007

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
42

yang tidak dipublikasikan, telah menunjukkan resistensi N.gonorrhoeae terhadap


kuinolon hampir 100%. Oleh karena itu, di Indonesia golongan kuinolon juga
tidak disarankan sebagai pilihan pengobatan.54
Pada penelitian ini ditemukan satu isolat telah resisten terhadap
spektinomisin. Isolat yang resisten terhadap spektinomisin telah dilakukan
pengulangan uji resistensi sebanyak 3 kali. Hasil resistensi terhadap spektinomisin
juga telah dikonfirmasi dengan menggunakan E- test. Di Indonesia spektinomisin
sangat jarang dipergunakan sebagai terapi gonore. Menurut EUCAST, terdapatnya
N.gonorrhoeae yang resisten terhadap spektinomisin merupakan hal yang sangat
jarang (Exceptional phenotypic), sehingga perlu dilakukan pengujian ulang oleh
laboratorium rujukan.49 Di beberapa negara Asia Tenggara resistensi terhadap
spektinomisin dilaporkan 0,6-10,5%.52 Di Indonesia, resistensi terhadap
spektinomisin juga pernah ditemukan pada penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh M.R Joesof dkk pada tahun 1994 di Surabaya. Pada penelitian tersebut
dilaporkan resistensi N. gonorrhoeae terhadap spektinomisin dengan metode agar
dilusi sebanyak 18,1%. Resistensi terhadap spektinomisin ini diduga dapat terjadi
jika WPS terinfeksi gonore dari wisatawan atau pelaut asing yang di negara
asalnya spektinomisin sangat mudah didapatkan, misalnya dari Korea, Thailand,
dan Filipina.35 Walaupun begitu, penelitian yang dilakukan oleh Lesmana dkk di
Jakarta Utara pada tahun 1996 tidak menemukan N.gonorrhoeae yang resisten
terhadap spektinomisin.34
Penelitian ini tidak menemukan isolat yang resisten terhadap azitromisin.
Azitromisin merupakan pilihan terapi infeksi Chlamydia trachomatis yang sering
diberikan bersamaan dengan infeksi gonore. N.gonorrhoeae yang resisten
terhadap azitromisin pernah dilaporkan di Eropa yaitu sebesar 1,6%.14
Sekitar 8% isolat pada penelitian ini mengalami penurunan kepekaan
terhadap sefalosporin generasi ketiga yaitu seftriakson dan sefpodoksim.
Sebanyak 5,6% isolat resisten terhadap seftriakson yang merupakan pilihan utama
terapi gonore.28
Pada uji kepekaan menggunakan metode CDS, penggunaan seftriakson
mewakili sefalosporin generasi ketiga. Hasil uji kepekaannya dapat diekstrapolasi
pada sediaan oral sefalosporin generasi ketiga seperti sefiksim, namun tidak untuk

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
43

sefalosporin generasi sebelumnya.12 Sedangkan sefpodoksim digunakan untuk


skrining keberadaan mosaik penA pada gen PBP2 yang mungkin berhubungan
dengan penurunan kepekaan sefalosporin spektrum luas (extended spectrum
cephalosporin). Walaupun terdapat mekanisme resistensi lain yang berhubungan
dengan penurunan kepekaan sefalosporin.12
Penurunan kepekaan terhadap berbagai antibiotik golongan sefalosporin
generasi ketiga pernah dilaporkan di India, Amerika Serikat, Australia, Brunei,
Cina, Papua Nugini, Vietnam, dan Yunani. Sedangkan resistensi terhadap
golongan ini pernah dilaporkan di Jepang, Hongkong, dan Taiwan. Oleh karena
itu di beberapa negara, sefalosporin oral tidak lagi disarankan sebagai pilihan
terapi gonore, yaitu di Jepang, Amerika Serikat, Eropa, dan daerah perkotaan
Australia. Isolat yang resisten terhadap sefalosporin generasi ketiga biasanya
resisten juga terhadap kelompok antibiotik lain yaitu siprofloksasin, penisilin, dan
tetrasiklin.55,56
Menurut John Tapsall dari WHO Collaborating centre, Sydney, antibiotik
sebaiknya tidak lagi dipergunakan apabila >5 % isolat telah resisten terhadap
antibiotik tersebut. Pada kelompok risiko tinggi disarankan menggunakan
antibiotik dengan kepekaan yang mendekati 100%.7,52,53 Berdasarkan penelitian
ini hanya golongan sefalosporin yang disarankan sebagai pilihan terapi gonore di
Indonesia.

4.3 Proporsi MDR berdasarkan definisi lama dan Tapsall

Pada penelitian ini data resistensi terhadap antibiotik, diolah secara statistik untuk
mendapatkan data MDR-NG berdasarkan beberapa kriteria. Tabel berikut ini
menampilkan persentase isolat MDR N.gonorrhoeae,

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
44

Tabel 4.3 Distribusi MDR-NG berdasarkan beberapa kriteria pada isolat


N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 (n=177)
Kriteria MDR NG n %
QRNG+PPNG 119 67,2
QRNG+TRNG 86 48,6
QRNG+PPNG+TRNG 73 41,2
QRNG+AzR - -
MDR NG, Tapsall
Spektinomisin + 2 gol. Lainnya - -
Sefalosporin generasi 3 + 2 gol. lainnya - -
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Tabel di atas memperlihatkan, apabila menggunakan beberapa kriteria
lama, MDR-NG yang terbanyak dengan kriteria isolat yang resisten terhadap
kuinolon dan menghasilkan penisilinase (QRNG PPNG) sebanyak 119 isolat
(67,2%). Pada penelitian ini tidak ditemukan isolat yang resisten terhadap
azitromisin, sehingga tidak ditemukan isolat yang memenuhi kriteria MDR-NG
menggunakan kriteria QRNG + AzR.

Hanya ditemukan satu isolat N.gonorrhoeae yang resisten terhadap


spektinomisin yang merupakan antibiotik kategori I. Namun isolat tersebut hanya
resisten terhadap satu jenis antibiotik kategori II yaitu penisilin, dan satu
antibiotik kategori III yaitu tetrasiklin, sehingga tidak memenuhi kriteria MDR-
NG menurut Tapsall. Menurut Tapsall, isolat dianggap MDR-NG apabila resisten
terhadap minimal satu jenis antibiotik kategori I dan dua golongan antibiotik
kategori II.8,38

Penelitian tentang MDR-NG yang dilakukan oleh Manju Bala dkk pada
764 isolat N.gonorrhoeae yang dikumpulkan sejak tahun 2000-2009 di India
dengan metoda E test menunjukkan isolat dengan MDR-NG menurut berbagai
kriteria lama, yaitu, QRNG + PPNG 16,6%; QRNG+TRNG 5,4%;
QRNG+PPNG+TRNG 3,9%, dan QRNG+AzR 0,4%. Pada penelitian di India
tersebut hanya 1 isolat yang ditemukan resisten terhadap azitromisin dan
spektinomisin Secara umum tren yang ditemukan pada penelitian tersebut hampir
sama dengan yang ditemukan pada penelitian ini, namun dengan persentase yang
jauh lebih tinggi. Pada penelitian tersebut juga tidak ditemukan MDR-NG
berdasarkan kriteria Tapsall. Namun ditemukan sebanyak 12 isolat (1,6%)

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
45

N.gonorrhoeae dengan penurunan kepekaan terhadap seftriakson dan sefiksim.38


Hasil tersebut sama dengan yang ditemukan dengan metoda CDS pada penelitian
ini, walaupun dengan persentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 7,3%.

Berdasarkan tabel 4.2 terlihat sebanyak 10 (5,6%) isolat N.gonorrhoeae


memiliki penurunan kepekaan terhadap seftriakson dan 5 (2,8%) isolat
N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap sefpodoksim. Pada
penelitian ini 2 (1,1%) isolat di antaranya memiliki penurunan kepekaan terhadap
seftriakson dan sefpodoksim. Sebanyak 13 (7,3%) isolat memiliki penurunan
kepekaan terhadap seftriakson atau sefpodoksim. Isolat yang memiliki penurunan
kepekaan terhadap sefalosporin generasi ketiga tersebut juga resisten terhadap
antibiotik lain dengan uraian sebagai berikut

- Tujuh isolat N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap


seftriakson dan resisten siprofloksasin, tetrasiklin, serta menghasilkan
penisilinase
- Satu isolat N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap
terhadap seftriakson, sefpodoksim, menghasilkan penisilinase dan
resisten terhadap tetrasiklin
- Satu isolat N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap
seftriakson, sefpodoksim, resisten terhadap siprofloksasin, dan
menghasilkan penisilinase.
- Satu isolat N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap
seftriakson, resisten terhadap tetrasiklin, dan menghasilkan penisilinase
- Tiga isolat N.gonorrhoeae memiliki penurunan kepekaan terhadap
sefpodoksim, resisten siprofloksasin dan menghasilkan penisilinase.

Hasil ini sama dengan yang ditemukan pada penelitian di Belanda dan Cina yaitu
isolat yang mengalami penurunan kepekaan terhadap sefalosporin, cenderung
resisten terhadap golongan antibiotik lainnya seperti tetrasiklin, penisilin, dan
kuinolon.33,38 N.gonorrhoeae galur H041 yang diisolasi di Jepang juga memiliki
resistensi terhadap seftriakson, sefpodoksim, penisilin, tetrasiklin, dan
siprofloksasin, namun masih sensitif terhadap spektinomisin.57

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
46

Hingga saat ini batasan (breakpoint) N.gonorrhoeae yang resisten


terhadap sefalosporin belum ditentukan. Secara umum galur N.gonorrhoeae
dengan peningkatan kadar hambat minimal (KHM) terhadap antibiotik, termasuk
seftriakson mengalami perubahan kromosom yang menyebabkan menurunnya
kepekaan atau resisten. Perubahan kromosom yang paling utama pada galur
N.gonorrhoeae yang resisten terhadap sefalosporin yaitu mosaik penA yang
mengkode perubahan penicillin binding-protein (PBP)2. Terdapatnya perubahan
pada PBP2, secara in vivo berhubungan dengan kegagalan terapi sefalosporin oral.
Peningkatan KHM biasanya lebih tinggi pada sefalosporin oral sebagai contoh
KHM sefiksim lebih tinggi dibandingkan dengan seftriakson. Pada N.gonorrheae
yang resisten terhadap sefalosporin, terdapatnya alel mosaik PBP2 tidak selalu
berhubungan dengan peningkatan KHM. Diduga terdapat kombinasi mutasi
terhadap gen lain yang menyebabkan penurunan kepekaan atau resistensi terhadap
golongan sefalosporin. Hingga saat ini belum jelas hubungan antara perubahan-
perubahan genetik dengan efek terhadap KHM sefalosporin.38,50
Onishi dkk pernah melaporkan N.gonorrhoeae galur H041 yang resisten
terhadap seftriakson di Jepang. Galur ini memilki KHM seftriakson 4 hingga 8
kali lebih tinggi dari pernah yang dilaporkan sebelumnya. Hasil sekuensing
menunjukkan galur H041 memiliki alel mozaik penA yang unik dan mutasi pada
mtrR, penB, dan ponA. Alel mozaik penAH041 merupakan gen yang
menyebabkan peningkatan KHM seftriakson hingga 0.125 dan 8 g/ml. Namun
untuk mencapai KHM tersebut dibutuhkan sinergi dengan penentu resistensi lain
yaitu mtrR dan penB serta faktor yang belum diketahui.57
World Health Organization telah mendefinisikan kemungkinan kasus yang
resisten terhadap sefalosporin58. Menurut CDC, isolat N.gonorrhoeae resisten
terhadap sefalosporin (probable cephalosporine resistance N.gonorrhoeae) yaitu
pasien gonore yang memenuhi kriteria gagal terapi dan mengalami peningkatan
KHM terhadap minimal satu antibiotik golongan sefalosporin yang
direkomendasikan.59,60 Pada penelitian ini sulit ditentukan isolat yang memenuhi
kriteria tersebut di atas, karena untuk menentukan kegagalan terapi terhadap
sefalosporin dibutuhkan pembuktian kegagalan terapi setelah pasien mendapatkan
antibiotik. Sementara pada penelitian ini responden hanya dilakukan pengambilan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
47

sampel satu kali saja. Hingga saat ini N.gonorrhoeae yang diketahui resisten
terhadap sefalosporin yang memenuhi kriteria MDR-NG Tapsall berasal dari
Jepang, Hongkong, dan beberapa negara di Eropa.38,61,62 Isolat N.gonorrhoeae
yang resisten terhadap sefalosporin di ketiga negara tersebut disertai dengan
pembuktian adanya mutasi dari beberapa gen yang mengatur sifat resistensi
terhadap sefalosporin.38,61,62

4.4 Faktor risiko yang berhubungan dengan resistensi antibiotik


Meskipun bukan menjadi tujuan penelitian ini, namun sebagai hasil tambahan
peneliti ingin mengetahui beberapa faktor risiko yang kemungkinan berkaitan
dengan kejadian resistensi antibiotik yang digunakan pada pedoman pengobatan
IMS di Indonesia. Data tersebut dianalisis bivariat dengan regresi logistik
sederhana untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara faktor usia,
asal isolat, dan upaya pencarian pengobatan dengan kejadian resistensi
N.gonorrhoeae terhadap masing-masing antibiotik dan kriteria MDR-NG. Oleh
karena hanya satu isolat yang resisten terhadap spektinomisin dan tidak ada isolat
yang resisten terhadap azitromisin, maka untuk resistensi terhadap kedua
antibiotik tersebut tidak dianalisis.
Tabel berikut ini menunjukkan hasil analisis bivariat antara usia, tempat
asal isolat, dan upaya pengobatan yang dilakukan responden terhadap
kemungkinan kejadian resistensi terhadap masing-masing antibiotik.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
48

Tabel 4.4 Hubungan antara resistensi siprofloksasin dengan faktor risiko


usia, asal isolat, dan upaya pengobatan pada isolat N.gonorrhoeae dengan
metode CDS tahun 2014 (n=177)
Tidak
Resisten Crude
Faktor risiko resisten 95% CI p-value
OR
n % n %
Usia (tahun)
<25 74 82,2 16 17,8 ref
≥25 67 77,0 20 23,0 0,72 0,34-1,51 0,390
Asal Isolat
Tangerang 58 78,4 16 21,6 ref
Jakarta Timur 35 89,7 4 10,3 2,41 0,75-7,80 0,141
Palembang 48 75,0 16 25,0 0,83 0,37-1,82 0,639
Upaya pengobatan
Fasilitas kesehatan 35 76,1 11 23,9 ref
Membeli antibiotik sendiri 50 90,9 5 9,1 3,14 1,00-9,85 0,049
Tidak diobati 9 69,2 4 30,8 0,71 0,18-2,75 0,617
Tidak menjawab 47 74,6 16 25,4 0,92 0,38-2,23 0,859
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara usia, asal isolat,
dan upaya pengobatan dengan kejadian resistensi terhadap siprofloksasin.
Tabel 4.5 Hubungan antara penurunan kepekaan seftriakson dengan faktor
risiko usia, asal isolat, dan upaya pengobatan pada isolat N.gonorrhoeae
dengan metode CDS tahun 2014 (n=177)

Penurunan
peka Crude
Faktor risiko kepekaan CI p-value
OR
n % n %
Usia (tahun)
<25 4 4,4 86 95,6 ref
≥25 6 7,0 80 93,0 1,61 0,44-5,92 0,472
Asal Isolat
Tangerang 3 4,1 71 95,9 ref
Jakarta Timur 6 15,4 33 84,6 4,30 1,01-18,27 0,05
Palembang 1 1,6 62 98,4 0,38 0,04-3,76 0,41
Upaya pengobatan
Fasilitas kesehatan 1 2,2 45 97,8 ref
Membeli antibiotik sendiri 6 11,1 48 88,9 5,63 0,65-48,57 0,116
Tidak diobati 1 7,7 12 92,3 3,75 0,22-64,44 0,362
Tidak menjawab 2 3,2 61 96,8 1,48 0,13-16,78 0,754
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Berdasarkan tabel di atas, tidak terdapat hubungan antara usia, asal isolat, dan
upaya pengobatan dengan penurunan kepekaan seftriakson. Isolat N.gonorrhoeae
yang berasal dari Jakarta Timur menunjukkan proporsi resisten tertinggi terhadap

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
49

siprofloksasin dan memiliki penurunan kepekaan terhadap seftriakson masing-


masing sebesar 89,7% dan 15,4%. Sedangkan berdasarkan upaya pengobatan,
isolat yang diperoleh dari responden yang membeli antibiotik sendiri untuk
mengatasi gejala IMS yang dideritanya, memiliki proporsi tertinggi resisten
terhadap siprofloksasin yaitu sebesar 90,9% dan penurunan kepekaan seftriakson
sebesar 11,1%.
Hasil analisis bivariat data epidemiologi dengan hasil resistensi pada
penelitian ini menunjukkan tidak terdapat hubungan antara kejadian resistensi
siprofloksasin dan penurunan kepekaan seftriakson dengan beberapa faktor risiko
diuji. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Eropa dan Amerika
yang menunjukkan adanya pengaruh usia dengan kejadian resistensi. Surveilans di
Eropa yang dilakukan sejak tahun 2009-2011 menunjukkan responden yang
berusia ≥25 tahun memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi N.gonorrhoeae yang
resisten terhadap siprofloksasin (OR 2,07, CI: 1,36 sampai dengan 3,13, p value
<0,05), dan yang menurun kepekaannya terhadap sefiksim (OR 1,67, CI:
1,37sampai dengan 2,05 p value <0,05).42 Penelitian di Shanghai dan Inggris
menunjukkan usia tidak mempengaruhi penurunan kepekaan seftriakson, namun
usia >45 tahun berisiko lebih besar untuk mendapatkan infeksi gonore yang
kemungkinan resisten dengan seftriakson.15 Sedangkan dari surveilans di Inggris
diketahui bahwa usia tua berhubungan dengan resistensi terhadap siprofloksasin,
penisilin, dan penurunan kepekaan terhadap sefiksim.14 Usia dikatakan
berhubungan dengan resistensi. Pasien gonore yang lebih tua memiliki jumlah
pasangan yang lebih banyak dari yang berusia muda sehingga kemungkinan
terinfeksi gonore dan timbulnya resistensi lebih tinggi. Perbedaan hasil yang
dijumpai pada penelitian ini kemungkinan juga disebabkan jumlah sampel yang
lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian di Eropa maupun Amerika.15

Pengaruh daerah terdapat kejadian resistensi juga ditemukan di Australia,


Inggris dan Wales. Berdasarkan surveilans yang dilakukan di Australia, infeksi
gonore di daerah perkotaan cenderung dipengaruhi oleh galur MDR yang berasal
dari negara atau wilayah lain, hal ini dipengaruhi oleh transportasi dan mobilitas
pendatang dengan infeksi gonore.14,29,43 Dalam penelitian ini asal isolat
berhubungan dengan kota dengan mobilitas pendatang yang tinggi dan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
50

kemudahan mendapatkan antibiotik. Jakata sebagai ibukota propinsi kemungkinan


merupakan tempat dengan mobilitas pendatang yang tinggi, antibiotik juga dapat
dengan mudah didapatkan.

Suatu surveilans di Inggris dan Wales menunjukkan adanya hubungan


antara suku tertentu dan hubungan seksual berisiko di luar negeri dengan kejadian
resistensi N.gonorrhoeae. Responden yang berasal dari Asia memiliki risiko yang
lebih tinggi mendapatkan infeksi gonore dari galur yang resisten terhadap
penisilin, siprofloksasin, dan sefiksim, dibandingkan dengan responden yang
berkulit putih. Sedangkan responden yang melakukan hubungan seksual berisiko
di luar negeri memiliki risiko hampir 2 kali mendapatkan infeksi dari galur yang
resisten terhadap siprofloksasin dan penisilin.14

Pada penelitian yang dilakukan di Inggris dan Wales, resistensi


N,gonorrhoeae terhadap siprofloksasin terlihat lebih berisiko pada usia tua, etnis
Asia, laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), dan riwayat melakukan hubungan
seksual berisiko di luar negeri.14

Penelitian yang dilakukan oleh Trecker dkk di Shanghai tahun 2002-2008


menemukan tidak terdapat hubungan antara konsumsi antibiotik yang dibeli tanpa
resep dengan resistensi terhadap antibiotik.15 Namun kelemahan penelitian
tersebut yaitu bahwa sebagian besar responden tidak menjawab pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti.

Resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik didapatkan melalui


mekanisme transfer gen atau mutasi gen yang spesifik. Pajanan Neisseria spp
terhadap antibiotik untuk terapi infeksi gonore maupun infeksi lainnya akan
menyebabkan munculnya galur Neisseria spp yang resisten terhadap antibiotik
tersebut melalui mekanisme seleksi. Saat N.gonorrhoeae berkontak dengan
antibiotik, maka antibiotik tersebut akan mengeliminasi bakteri yang peka
terhadap antibiotik. Hal ini akan menyebabkan bakteri yang resisten tetap hidup
dan bereproduksi dengan membawa gen yang resisten, Pajanan yang terus
menerus terhadap antibiotik akan menyebabkan N.gonorrhoeae yang menyebar
merupakan galur yang resisten.25

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
51

Transfer gen horizontal memegang peranan dalam penyebaran alel mosaik


penA yang menyebabkan penurunan kepekaan terhadap sefalosporin. Bakteri yang
memiliki mekanisme resistensi dengan transfer gen horizontal lebih cepat
menyebar dibandingkan dengan yang memiliki mekanisme resistensi mutasi.
Galur resisten ini dapat menyebar di suatu wilayah regional, hingga menyebar
secara global.50

Pada penelitian ini sebanyak 90,9% pasien membeli antibiotik sendiri.


Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat kejadian resistensi.
Kebanyakan hal ini terjadi karena penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan
yang direkomendasikan, dibeli sendiri, atau dikonsumsi dengan alasan yang tidak
tepat, misalnya untuk pencegahan IMS.63 Kemudahan mendapatkan antibiotik,
jenis antibiotik yang tidak sesuai, penggunaan yang berlebihan, dan kualitas
antibiotik yang tidak optimal, sejalan dengan mutasi genetik N.gonorrhoeae,
menyebabkan terjadinya N,gonorrhoeae yang resisten terhadap antibiotik.30

4.5 Faktor risiko yang berhubungan dengan MDR definisi lama

Dalam penelitian ini dilakukan analisis bivariat hubungan antara faktor risiko
dengan kemungkinan responden mendapatkan infeksi gonore dari galur MDR-NG
berdasarkan kriteria lama maupun Tapsall. Namun tidak semua kriteria MDR-NG
dianalisis karena galur yang resisten terhadap azitromisin tidak ditemukan, maka
kriteria MDR-NG yang mensyaratkan resisten terhadap azitromisin (QRNG AzR)
tidak dapat dianalisis. Untuk MDR dengan kriteria Tapsall juga tidak dapat
dilakukan analisis faktor risiko, karena tidak ditemukan MDR-NG berdasarkan
kriteria tersebut.

Berikut ini ditampilkan tabel tentang hasil analisis hubungan faktor risiko
dengan kejadian MDR-NG berdasarkan beberapa kriteria.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
52

Tabel 4.6 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria QRNG PPNG
pada isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 (n=177)
MDR Non MDR
Faktor risiko Crude OR 95% CI p-value
n % n %
Usia (tahun)
<25 60 66,7 30 33,3 Ref
≥25 59 67,8 28 32,2 1,05 0,56- 1,97 0,871
Asal Isolat
Tangerang 44 59,5 30 40,5 Ref
Jakarta Timur 33 84,6 6 15,4 2,63 1,40 -10,05 0,009
Palembang 42 65,6 22 34,4 0,74 0,65-2,61 0,456
Upaya pengobatan
Fasilitas Kesehatan 29 63,0 17 37,0 Ref
Membeli antibiotik sendiri 43 78,2 12 21,8 2,10 0,87-5,04 0,097
Tidak diobati 8 61,5 5 38,5 0,94 0,26-3,33 0,921
Tidak menjawab 39 61,9 24 38,1 0,95 0,43-2,09 0,904
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Berdasarkan tabel di atas terlihat MDR-NG dengan kriteria QRNG PPNG
memiliki hubungan dengan lokasi. Isolat N.gonorrhoeae yang berasal Jakarta
timur berisiko 2,63 kali (95% CI: 1,40 sampai dengan 10,05; p value:0,009)
merupakan galur yang MDR dengan kriteria ini dibandingkan galur yang berasal
dari Tangerang.
Tabel 4.7 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria QRNG TRNG
pada isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 (n=177)
MDR Non MDR Crude
Faktor risiko 95% CI p-value
n % n % OR
Usia (tahun)
<25 43 47,8 47 52,2 ref
≥25 43 49,4 44 50,6 1,07 0,59-1,92 0,826
Asal Isolat
Tangerang 37 50,0 37 50,0 ref
Jakarta Timur 24 61,5 15 38,5 1,60 0,73-3,52 0,24
Palembang 25 39,1 39 60,9 0,64 0,33-1,26 0,199
Upaya pencarian pengobatan
Fasilitas Kesehatan 20 43,5 26 56,5 ref
Membeli antibiotik sendiri 29 52,7 26 47,3 1,45 0,66-3,17 0,355
Tidak diobati 6 46,2 7 53,8 1,11 0,32-3,83 0,864
Tidak menjawab 31 49,2 32 50,8 1,26 0,59-2,70 0,554
Keterangan : n= jumlah sampel isolat

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
53

Berdasarkan analisa bivariat, tidak ditemukan adanya hubungan antara faktor


risiko usia, asal isolat, dan upaya pengobatan dengan kejadian MDR-NG
menggunakan kriteria QRNG + TRNG.
Tabel 4.8 Hubungan antara faktor risiko usia, asal isolat, dan upaya
pengobatan dengan kejadian MDR-NG menggunakan kriteria QRNG PPNG
TRNG pada isolat N.gonorrhoeae dengan metode CDS tahun 2014 (n=177)
MDR Non MDR Crude
Faktor risiko 95% CI p-value
n % n % OR
Usia (tahun)
<25 37 41,1 53 58,9 ref
≥25 36 41,4 51 58,6 1,01 0,56-1,84 0,971
Asal Isolat
Tangerang 28 37,8 46 62,2 ref
Jakarta Timur 22 56,4 17 43,6 2,13 0,97-4,68 0,061
Palembang 23 35,9 41 64,1 0,92 0,46-1,84 0,818
Upaya pencarian pengobatan
Fasilitas Kesehatan 18 39,1 28 60,9 ref
Membeli antibiotik sendiri 24 43,6 31 56,4 1,20 0,54-2,67 0,647
Tidak diobati 6 46,2 7 53,8 1,33 0,38-4,61 0,650
Tidak menjawab 25 39,7 38 60,3 1,02 0,47-2,22 0,954
Keterangan : n= jumlah sampel isolat
Berdasarkan analisis bivariat, tidak ditemukan adanya hubungan antara faktor
risiko usia, asal isolat, dan upaya pengobatan dengan kejadian MDR-NG
menggunakan kriteria QRNG, PPNG, dan TRNG,
Terdapat beberapa faktor risiko yang mempengaruhi resistensi antibiotik
di suatu daerah, antara lain perubahan populasi, lingkungan, kemajuan teknologi,
evolusi bakteri dan kurangnya kuatnya sistem kesehatan masyarakat, Faktor-
faktor tersebut secara langsung maupun tidak, memberikan pengaruh terhadap
penyebaran bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Globalisasi, migrasi, dan
pariwisata, mempercepat proses penyebaran bakteri yang resisten terhadap
antibiotik. Beberapa faktor perilaku yang juga berperan dalam resistensi antibiotik
yaitu kebebasan perilaku seksual dan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.64
Pada penelitian ini dijumpai persentase resistensi antibiotik yang lebih
tinggi dibandingkan beberapa penelitian lain. Hal ini mungkin disebabkan oleh
penggunaan antibiotik yang tidak rasional. WPS pada penelitian ini sebagian besar
menggunakan antibiotik sebagai pencegahan infeksi menular seksual dan
mendapatkan antibiotik yang tidak sesuai dari tenaga kesehatan. Antibiotik yang

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
54

digunakan untuk pencegahan infeksi menular oleh WPS yaitu amoksisilin,


ampisilin, dan tetrasiklin. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dapat
menyebabkan:65
1. Meningkatnya resistensi N.gonorrhoeae terhadap antibiotik
2. Meningkatnya keparahan penyakit
3. Memperpanjang masa rawat
4. Meningkatkan risiko komplikasi
5. Meningkatkan angka kematian
6. Meningkatnya biaya
7. Meningkatnya risiko efek samping
8. Meningkatkan kemungkinan terinfeksi penyakit menular lainnya
Penggunaan antibiotik merupakan faktor penting yang menyebabkan
munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Pengobatan sendiri
menggunakan antibiotik, kepatuhan yang kurang, tenaga kesehatan yang
meresepkan antibiotik yang tidak rasional juga berperan memunculkan ancaman
resistensi antibiotik. Seleksi galur yang resisten dapat terjadi karena mutasi pada
gen atau transfer materi genetik yang menyebabkan epidemi resistensi
antibiotik.64
Berdasarkan penelitian ini, monitoring resistensi N.gonorrhoeae harus
dilakukan secara berkala menggunakan metode yang valid. Saat ini terdapatnya
N.gonorrhoea dengan penurunan kepekaan terhadap sefalosporin generasi ketiga
khususnya seftriakson dan sefpodoksim merupakan peringatan dini terhadap
kemungkinan terjadinya penyebaran galur MDR-NG di masyarakat. Data pola
resistensi yang diperoleh diharapkan dapat menjadi dasar penyusunan pedoman
terapi gonore.52
Dari penelitian ini diharapkan adanya kerjasama dari seluruh pihak untuk
menekan resistensi antibiotik di populasi berisiko, karena lambat laun resistensi
N.gonorrhoeae ini dapat juga menyebar ke populasi yang berisiko rendah seperti
ibu rumah tangga maupun anak, World Health Organization telah merumuskan
beberapa langkah untuk mencegah penyebaran N.gonorrhoeae yang resisten, yang
tercantum dalam WHO global action plan.58 Implementasi program tersebut
membutuhkan kerjasama semua pihak untuk dapat membiayai dan melakukan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
55

pelatihan berbagai program yang terkait dengan pengendalian IMS, surveilans,


dan pemantapan mutu uji resistensi N.gonorrhoeae.66

4.6 Keterbatasan penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain;

1. Tidak dilakukan uji kepekaan pada antibiotik pilihan pertama yang


terdapat pada Pedoman Nasional Penanggulangan IMS, walaupun hasil
kepekaan seftriakson dapat diekstrapolasi untuk kepekaan terhadap
sefiksim.

2. Cakram antibiotik penisilin dan seftriakson yang digunakan dalam


penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti, walaupun telah melakukan
pemantapan mutu internal menggunakan galur rujukan WHO K, L, dan
P.

3. Tidak dilakukan konfirmasi secara molekular terhadap galur yang


mengalami penurunan kepekaan terhadap sefalosporin generasi ketiga.

4. Penelitian dilakukan secara retrospektif, tidak dilakukan pengamatan


terhadap keberhasilan pengobatan atau kegagalan terapi, sehingga tidak
dapat ditentukan isolat yang kemungkinan resisten terhadap sefalosporin
generasi ketiga.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Pola kepekaan isolat N.gonorrhoeae terhadap antibiotik menggunakan


metode CDS yaitu penisilin 85,3%, siprofloksasin 79,7%, tetrasiklin
59,9% dan spektinomisin 0,6%. Isolat N,gonorrhoeae yang mengalami
penurunan kepekaan terhadap seftriakson 5,6% dan sefpodoksim 2,8%.
2. Proporsi MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG dan PPNG sebesar
67,2%, kriteria QRNG dan TRNG sebesar 48,6%, dan kriteria QRNG,
PPNG, dan TRNG sebesar 41,2%. Hasil proporsi MDR-NG ini
diharapkan memberi masukan terhadap pedoman penatalaksanaan IMS
di Indonesia.
3. Pada penelitian ini tidak terdapat MDR-NG berdasarkan kriteria QRNG
dan AzR, serta kriteria Tapsall.
4. Proporsi isolat N.gonorrhoeae yang resisten terhadap siprofloksasin
terbanyak ditemukan pada isolat yang berasal dari responden yang
berusia < 25 tahun yaitu sebanyak 82.2%. Sedangkan proporsi isolat
yang memiliki penurunan kepekaan terhadap seftriakson terbanyak
ditemukan pada kelompok usia ≥25 tahun yaitu sebesar 7,0%.
5. Isolat N.gonorrhoeae yang berasal dari Jakarta Timur memiliki proporsi
resistensi terhadap siprofloksasin terbanyak yaitu 89,7% isolat. Isolat
tersebut juga memiliki proporsi terbanyak penurunan kepekaan terhadap
seftriakson yaitu 15,4%.
6. Berdasarkan upaya pengobatan, sebanyak 90,9% isolat N.gonorrhoeae
yang resisten siprofloksasin dan 11,1% isolat yang memiliki penurunan
kepekaan terhadap seftriakson, diperoleh dari pasien yang membeli
antibiotik sendiri untuk mengatasi gejala IMS
7. Apabila dilakukan analisa statistik maka isolat yang berasal dari Jakarta
Timur memiliki kemungkinan MDR-NG dengan kriteria QRNG PPNG
2,63 kali lebih besar dibandingkan dengan isolat yang berasal dari

56
Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
57

Tangerang (Crude OR 2,63; 95% CI:1,40 sampai dengan 10,05; p value


0,009).

5.2. Saran

5.2.1 Untuk Pemerintah khususnya Kemenkes RI


- Melakukan pemantuan pola kepekaan N.gonorrhoeae secara terus
menerus pada kelompok risiko tinggi maupun tidak sehingga
dapat menjadi dasar pertimbangan pemberian terapi gonore di
Indonesia.
- Meninjau kembali penggunaan levofloksasin dan
mempertimbangkan penggunaan azitromisin pada Pedoman
Nasional terapi gonore.
5.2.1 Untuk Klinisi
- Dalam pemberian terapi empirik, klinisi harus mempertimbangkan
hasil pola kepekaan N.gonorrhoeae di suatu daerah sebelum
memberikan terapi pada pasien.
- Pemberian azitromisin 2 gr dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
terapi gonore namun dengan kehati-hatian dan
mempertimbangkan kemungkinan munculnya resistensi yang
cepat terhadap azitromisin.
5.2.1 Untuk Mikrobiologi Klinik
- Bekerjasama dengan klinisi melakukan uji konfirmasi
mikrobiologi terhadap kemungkinan kegagalan terapi sefalosporin
pada penderita gonore.
- Melakukan penelitian lanjutan uji konfirmasi gen penyandi
resistensi terhadap sefalosporin generasi ketiga, untuk konfirmasi
hubungan kegagalan terapi dengan kejadian resistensi terhadap
sefalosporin.
- Melakukan penelitian lanjutan resistensi N.gonorrhoeae terhadap
populasi yang lebih luas, baik populasi berisiko maupun tidak.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
58

- Bekerjasama dengan klinisi dan masyarakat dalam melakukan


sosialisasi bahaya penggunaan antibiotik yang tidak rasional,
khususnya pada infeksi menular seksual.

5.2.3 Untuk Masyarakat


- Disarankan untuk tidak membeli dan mempergunakan antibiotik
secara bebas, dan selalu berkonsultasi dengan dokter untuk
mendapatkan pengobatan infeksi menular seksual yang diderita.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
59

DAFTAR REFERENSI
1. Centre for Diseases Control for Prevention. Sexually
Transmitted Diseases Surveillance 2010 Suplement: Gonococcal
Isolate Surveillance Project (GISP) Annual Report. 2008.
2. Miller W, Ford C, Morris M, et all. Prevalence of Chlamydial
and Gonococcal Infections Among Young Adults in the United
States. JAMA 2004;291(180:2229–36.
3. Skerlev M, Culav-Koscak I. Gonorrhoeae: New Challenges.
Clinics in Dermatology 2014;32:275–81.
4. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi.
Balitbang Kemenkes. Laporan Hasil Survei Prevalensi Infeksi
Saluran Reproduksi Pada Wanita Penjaja Seks di Kupang,
Samarinda, Pontianak, Yogyakarta, Timika, Makassar, dan
Tangerang, Tahun 2006-2007. 2009.
5. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kemenkes RI. Hasil survei terpadu biologi dan
perilaku 2009.
6. Zenilman J, McLeod G. Gonococcal infection. In: Philips S,
Brachman P, Abrutyn E, editors. BActerial Infection of
Human;Epidemiology and Control. Springer; 2009.
7. Tapsall JW. Antibiotic resistance in Neisseria gonorrhoeae.
Clinical infectious diseases : an official publication of the
Infectious Diseases Society of America [Internet] 2005;41 Suppl
4:S263–8. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20521493
8. Tapsall W, Ndowa F, Lewis D, Unemo M. Meeting the public
health challenge of multidrug and extensively drug resistant
N.gonorrhoeae. Expert Riview Antiinfectious Therapy
2009;7(7):821–34.
9. Laar M Van de. Increasing trends of gonorrhoeae and syphilis
and the threat of drug resistant gonorrhoeae in Europe. Euro
surveillance : bulletin Européen sur les maladies transmissibles =
European communicable disease bulletin [Internet]
2012;17(29):11–20225. Available from:

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
60

http://www.eurosurveillance.org/ViewArticle.aspx?ArticleId=20
225
10. Bowers S, Bradley S, Grabenstein M, Harvey A, Horsley R, et
all. Gonococcal Isolate Survellance Project (GISP) Annual
Report-2007. Atlanta: 2009.
11. Tapsall JW, Ndowa F, Lewis D a, Unemo M. Meeting the public
health challenge of multidrug- and extensively drug-resistant
Neisseria gonorrhoeae. Expert review of anti-infective therapy
[Internet] 2009;7(7):821–34. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19735224
12. SM Bell at all. Antibiotic susceptibility testing by CDS methode,
a manual for medical and veterinary laboratories 2011. 2012.
13. Bala M. Standard Operative Procedures for Laboratory
Diagnosis of Gonorrhoeae (Draft Version-1.2). 2012;
14. Chisholm S, Town K, Furegato M, et al. GRASP 2013 Report-
The Gonococcal Resistance to Antimicrobials Surveillance
Programme (England and Wales) [Internet]. London: 2014.
Available from: www.gov.uk/phe
15. Trecker MA, Waldner C, Jolly A, Liao M, Gu W, Dillon J-AR.
Behavioral and Socioeconomic Risk Factors Associated with
probable resistance to ceftriaxone and resistance to penicillin
and tetracycline in Neisseria gonorrhoeae in Shanghai. Plos one
2014;9(2):1–9.
16. Zachariah R, Nkhoma W, Harries a D, et al. Health seeking and
sexual behaviour in patients with sexually transmitted infections:
the importance of traditional healers in Thyolo, Malawi.
Sexually transmitted infections [Internet] 2002;78(2):127–9.
Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1744
435&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
17. Mandell G, Bennet J, Dollin R. Mandell, Douglas and Bennet’s
Principle and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Churchill
Livingston; 2010.
18. K T. Pathogenic Neisseria; Gonorrhoeae, Neonatal Ophthalmia
and Meningococcal Meningitis [Internet]. In: Todar’s Online

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
61

Textbook of Bacteriology. 2008. Available from:


http://textbookofbacteriology.net/neisseria_2.html
19. World Health Organization. Global incidence and prevalence of
selected curable sexually transmitted infection-2008. 2008.
20. Centre for Diseases Control and Prevention. Gonorrhoeae-CDC
Fact Sheet. 2012;Available from:
http://www.cdc.gov/std/gonorrhea/stdfact-gonorrhea-
detailed.htm
21. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Analisis
Kecenderungan Perilaku Berisiko Terhadap HIV Di Indonesia,
Laporan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku Tahun 2007.
2009.
22. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kemenkes RI. Survei Terpadu Biologi dan Perilaku
2011. 2011.
23. Cohen J, Powderly W, Opal S. Infectious Diseases. 3rd ed.
Mosby Elsevier; 2010.
24. CK Walker, Sweet R. Gonorrhea infection in women :
prevalence , effects , screening , and management. 2011;:197–
206.
25. Emergence of Drug Resistant Gonorrhea On July 8.
2011;(Cdc):2–3.
26. Tortora G, Funker B, Case C. Tortora Microbiology of
Introduction. 10th ed. Pearson education; 2010.
27. Virji M. Pathogenic neisseriae: surface modulation, pathogenesis
and infection control. Nature reviews Microbiology [Internet]
2009 [cited 2014 Jan 26];7(4):274–86. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19287450
28. Centre for Diseases Control for Prevention. MMWR; Sexually
Transmitted Diseases Treatment Guidelines, 2010. 2010.
29. Tapsall J. Antimicrobial resistance in Neisseria gonorrhoeae
Antimicrobial resistance in Neisseria gonorrhoeae. World Health
Organization 2001;
30. Unemo M, Nicholas R. Emergence of multidrug-resistant,
extensively drug-resistant and untreatable gonorrhoeae. Future
Microbiology 2012;7(12):1401–22.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
62

31. Outcalt D. CDC update: Guidelines for treating STDs. The


Journal of Family Practice 2011;60:143–6.
32. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan Kemenkes RI. Pedoman Nasional Penanganan
Infeksi Menular Seksual 2011. 2011.
33. Newman LM, Moran JS, A.Workowsky K. Update on the
management of gonorrhoea in adults on the united states.
Clinical Infectious diseases [Internet] 2007;4:584–98. Available
from: http://cid.oxfordjournals.org/
34. Lesmana M, Lebron CI, Taslim D, et al. In Vitro Antibiotic
Susceptibility of Neisseria gonorrhoeae in Jakarta , Indonesia.
antimicrobial , agent, and chemotherapy 2001;45(1):359–62.
35. Joesoef MR, Knapp JS, Idajadi A, et al. Antimicrobial
Susceptibilities of Neisseria gonorrhoeae Strains Isolated in
Surabaya , Indonesia. 1994;38(11):2530–3.
36. Liao M. Molecular Epidemiology and Molecular Mechanisms of
Antimicrobial Resistance in Neisseria gonorrhoeae in China:
Implications for Disease Control. 2011;
37. Patel AL, Chaudhry U, Sachdev D, Sachdeva PN, Bala M,
Saluja D. An insight into the drug resistance profile &
mechanism of drug resistance in Neisseria gonorrhoeae. The
Indian journal of medical research [Internet] 2011;134(4):419–
31. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=3237
238&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
38. Bala M. Characterization of profile of multidrug-resistant
Neisseria gonorrhoeae using old and new definitions in India
over a decade: 2000-2009. Sexually transmitted diseases
[Internet] 2011 [cited 2014 Jan 26];38(11):1056–8. Available
from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21992984
39. Singh V. Comparative assessment of CDS, CLSI disc diffusion
and E test technique for antimicrobial susceptibility testing of
Neisseria gonorrhoeae: a 6-year study. BMJ Open [Internet]
Available from: bmjopen.bmj.com
40. Sahoo KC, Tamhankar A, Johansson E, Lundborg CS.
Antibiotic use, resistance development and environmental

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
63

factors: a qualitative study among healthcare professionals in


Orissa, India. BMC Public Health 2010;10:629–39.
41. Bauer HM, Mark KE, Samuel M, et al. Prevalence of and
associated risk factors for fluoroquinolone-resistant Neisseria
gonorrhoeae in California,2000-2003. Clinical Infectious
diseases 2005;41:795–803.
42. Cole MJ, Spiteri G, Town K, et al. Risk Factors for
Antimicrobial-Resistant Neisseria gonorrhoeae in Europe.
Sexually transmitted diseases 2014;41(12):723–9.
43. Tapsall J. Multidrug-resistant Neisseria gonorrhoeae. Canadian
Medical Association Journal 2009;180(3):268–9.
44. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan. Laporan survei
resistensi N.gonorrhoeae terhadap beberapa antibiotik di Jakarta,
Tangerang, dan Palembang, tahun 2012. 2013.
45. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Analisis
Kecenderungan Perilaku Berisiko Terhadap HIV di Indonesia.
Laporan Survei Terpadu Biologi dan Perilaku tahun 2007. 2009.
46. Sexually transmitted bacterial pathogen for which there are
increasing antimicrobial resistance concern [Internet]. Available
from:
http://www.who.int/csr/resources/publications/drugresist/IIAMR
manual.pdf
47. S.Garcia L, editor. Clinical microbiology procedures handbook.
3rd ed. Washington: 2010.
48. Clinical and laboratory standards institutes. M100-S24
Performance standards for antimicrobial susceptibility testing;
twenty-fourth international supplement [Internet]. 2014.
Available from: www.clsi.org
49. R. Leclercq, Canton R, Brown DFJ, et al. EUCAST expert rules
in antimicrobial susceptibility testing. Clinical microbiology and
infection 2013;19:141–60.
50. Unemo M, Shaferb WM. Antimicrobial Resistance in Neisseria
gonorrhoeae in the 21st Century: Past, Evolution, and Future.
Clinical microbiology reviews [Internet] 2014;27:587–613.
Available from: www.asm.org

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
64

51. Unemo M, Fasth O, Fredlund H, Limnios A, Tapsall J.


Phenotypic and genetic characterization of the 2008 WHO
Neisseria gonorrhoeae reference strain panel intended for global
quality assurance and quality control of gonococcal
antimicrobial resistance surveillance for public health purposes.
Journal of Antimicrobial Chemotherapy 2009;2009(23):1142–
51.
52. Bala M, Kakran M, Singh V, Sood S, Ramesh V. Monitoring
antimicrobial resistance in Neisseria gonorrhoeae in selected
countries of the WHO South-East Asia Region between 2009
and 2012: a retrospective analysis. Sexually Transmission
Infection [Internet] 2013;89:iv28–iv35. Available from:
http://sti.bmj.com
53. The Australian Gonococcal Surveillance Programme. Australian
Gonococcal Surveillance Programme annual report, 2010.
Communicable diseases Intelligence 2011;35:229–36.
54. Sedyaningsih E, et all. Resistensi Neisseria gonorrhoeae
terhadap beberapa antibiotika di 5 kota di Indonesia
(unpublished). 2007;
55. Bala M, Sood S. Cephalosporin Resistance in Neisseria
gonorrhoeae. Journal of global infectious diseases [Internet]
2010 [cited 2014 Jan 26];2(3):284–90. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2946
686&tool=pmcentrez&rendertype=abstract
56. Yu R, Yin Y, Wang G, et al. Worldwide Susceptibility Rates of
Neisseria gonorrhoeae Isolates to Cefixime and Cefpodoxime: A
Systematic Review and Meta-Analysis. Plos one [Internet]
2014;9(1):e87849. Available from: www.plosone.org
57. Ohnishi M, Golparian D, Shimuta K, et al. Is Neisseria
gonorrhoeae initiating a future era of untretable gonorrhoeae?:
Detailed characterization of the first strain with high level
resistance to ceftriaxone. ANTIMICROBIAL AGENTS AND
CHEMOTHERAPY, 2011;55(7):3538–45.
58. World Health Organization. Global action plan to control the
spread and impact of antimicrobial resistance in Neisseria
gonorrhoeae. 2012;

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
65

59. Bignell C, Unemo M. 2012 European guideline on the diagnosis


and treatment of gonorrhoea in adults. International journal of
STD & AIDS [Internet] 2013;24(2):85–92. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24400344
60. European centre for diseases prevention and control. ECDC
SPECIAL REPORT Response plan to control and manage the
threat of multidrug-resistant gonorrhoea in Europe. 2012.
61. M Unemo, Golparian D, Stary A, Eigentler A. First Neisseria
gonorrhoeae strain with resistance to cefixime causing
gonorrhoea treatment failure in Austria, 2011. Euro surveillance
[Internet] 2011;16(43):pii=19998. Available from:
http://www.eurosurveillance.org/ViewArticle.aspx?ArticleId=19
998
62. Unemo M, Golparian D, Nicholas R, Ohnishi M, Gallay A,
Sednaouie P. High-Level Cefixime- and Ceftriaxone-Resistant
Neisseria gonorrhoeae in France: Novel penA Mosaic Allele in a
Successful International Clone Causes Treatment Failure.
Antimicrobial agent and chemotherapy [Internet] 2012;:1273–
80. Available from: http://aac.asm.org
63. Rajesh Bhatia, Narain JP. The growing challenge of
antimicrobial resistance in the South-East Asia Region - Are we
losing the battle? Indian Journal of Medical Research
2010;132(5):482–6.

64. MD LSE. Multidrug-Resistant Gram-Negative Bacteria: Trends,


Risk Factors, and Treatments. Emergency medicine [Internet]
2009;:18–27. Available from: www.emedmag.com

65. Llor C, Bjerrum L. Antimicrobial resistance: risk associated with


antibiotic overuse and initiatives to reduce the problem.
Therapeutic advances in drug safety 2014;5(6):229–61.

66. Ndowa F, Lusti-Narasimhan M, Unemo M. The serious threat of


multidrugresistant and untreatable gonorrhoea: the pressing need
for global action to control the spread of antimicrobial

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
66

resistance, and mitigate the impact on sexual and reproductive health.


Sexually transmitted infection 2012;88(5):317–8.

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
67

Lampiran 1. Hasil Uji Kepekaan Dengan Metode CDS pada isolat


N.gonorrhoeae tahun 2014

Keterangan: Gambar hasil uji kepekaan dan cara pengukuran annular radii

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
68

Lampiran 2. Hasil Rapid Carbohydrate Utilization Test pada isolat Neisseria spp

Keterangan:
- Identifikasi isolat nomor 1,2,3,4,5,7, dan 8 dengan RCUT
menunjukkan hasil N.gonorrhoeae
- Identifikasi isolat nomor 6 menunjukkan hasil bukan
N.gonorrhoeae

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
69

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan metode CDS tahun 2014
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
1 1671802004298 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
2 1671802004234 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
3 1671802004255 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
4 1671802004185 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
5 1671802004144 negatif peka kurang peka resisten peka peka peka peka
6 1671802004085 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
7 1671802004067 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
8 1671802004050 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
9 1671802004061 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
10 1671802004181 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
11 1671802004118 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
12 1671802004290 negatif kurang peka kurang peka peka peka peka peka peka
13 1671802004172 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
14 1671802004108 negatif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
15 1671802004060 positif resisten peka peka peka peka peka peka
16 1671802004087 positif resisten peka peka peka peka peka peka
17 1671802004071 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
18 1671802004104 positif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
19 1671802004062 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
20 1671802004197 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
21 1671802004157 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
22 1671802004194 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
23 1671802004115 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
24 1671802004206 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
25 1671802004080 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
26 1671802004154 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
70

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
27 1671802004247 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
28 1671802004045 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
29 1671802004133 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
30 1671802004095 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
31 1671802004125 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
32 3172010005047 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
33 3172010005070 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
34 3172010005009 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
35 3172010005026 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
36 3172010005005 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
37 3172010005001 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
38 3172010005168 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
39 3172010005182 negatif kurang peka peka resisten peka peka peka peka
40 3172010005119 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
41 3172010005200 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
42 3172010005140 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
43 3172010005201 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
44 3172010005173 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
45 3172010005109 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
46 3172010005152 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
47 363142010134 positif resisten peka resisten peka peka penurunan kepekaan penurunan kepekaan
48 363142010197 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
49 363142010275 negatif resisten resisten resisten peka peka peka peka
50 363142010252 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
51 363142010255 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
52 363142010150 positif resisten peka peka peka peka peka peka

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
71

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
53 363142010005 positif resisten resisten peka peka peka peka penurunan kepekaan
54 363142010147 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
55 363142010038 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
56 363142010249 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
57 363142010223 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
58 363142010251 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
59 363142010029 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
60 363142010278 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
61 363142010287 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
62 1671802004264 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
63 3172010005191 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
64 363142010277 positif peka kurang peka resisten peka resisten peka peka
65 363142010127 negatif peka resisten peka peka peka peka peka
66 363142010305 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
67 363142010237 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
68 363142010161 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
69 363142010285 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
70 363142010140 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
71 363142010258 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
72 363142010290 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
73 363142010176 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
74 363142010136 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
75 363142010219 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
76 363142010220 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
77 363142010324 positif peka resisten resisten peka peka peka peka
78 363142010216 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
79 363142010205 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
72

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
80 363142010267 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
81 363142010174 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
82 363142010333 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
83 363142010193 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
84 363142010033 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
85 363142010261 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
86 363142010116 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
87 1671802004086 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
88 1671802004033 positif resisten resisten peka peka peka peka penurunan kepekaan
89 1671802004079 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
90 1671802004156 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
91 1671802004073 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
92 1671802004094 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
93 1671802004013 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
94 3172010005192 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
95 3172010005222 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
96 363142010217 positif resisten peka peka peka peka peka peka
97 363142010124 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
98 363142010295 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
99 363142010155 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
100 363142010020 positif resisten kurang peka resisten peka peka peka peka
101 363142010301 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
102 363142010114 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
103 1671802004128 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
104 1671802004145 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
105 3172010005183 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
106 3172010005079 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
73

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
107 363142010113 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
108 1671802004016 positif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
109 1671802004141 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
110 1671802004041 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
111 1671802004049 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
112 1671802004231 positif resisten peka peka peka peka peka peka
113 1671802004037 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
114 1671802004099 positif resisten peka peka peka peka peka peka
115 1671802004004 negatif kurang peka peka peka peka peka peka peka
116 1671802004023 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
117 1671802004022 positif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
118 1671802004183 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
119 1671802004011 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
120 1671802004084 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
121 1671802004055 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
122 1671802004211 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
123 1671802004031 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
124 1671802004034 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
125 1671802004002 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
126 1671802004237 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
127 3172010005141 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
128 3172010005075 positif resisten peka resisten peka peka peka peka
129 3172010005069 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
130 3172010005007 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
131 3172010005032 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
132 3172010005158 positif resisten kurang peka resisten peka peka penurunan kepekaan peka
133 3172010005101 positif resisten resisten peka peka peka penurunan kepekaan penurunan kepekaan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
74

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
134 3172010005138 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
135 3172010005148 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
136 3172010005187 positif peka resisten peka peka peka peka peka
137 3172010005264 positif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
138 3172010005161 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
139 363142010190 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
140 363142010260 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
141 363142010168 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
142 363142010046 negatif peka resisten resisten peka peka peka peka
143 363142010105 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
144 363142010187 negatif peka resisten resisten peka peka peka peka
145 363142010154 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
146 363142010315 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
147 363142010133 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
148 363142010199 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
149 363142010256 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
150 363142010302 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
151 363142010271 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
152 363142010073 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
153 363142010026 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
154 363142010213 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
155 363142010338 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
156 363142010159 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
157 363142010272 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
158 363142010253 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
159 363142010089 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
160 363142010141 positif resisten resisten peka peka peka peka peka

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
75

Lampiran 3. Tabel Data Pola Kepekaan Resistensi Isolat N.gonorrhoeae Terhadap Beberapa Antibiotik dengan Metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No Responden PPNG Penisilin Siprofloksasin Tetrasiklin Azitromisin Spektinomisin Seftriakson Sefpodoksim
161 363142010056 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
162 363142010206 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
163 1671802004089 negatif kurang peka resisten peka peka peka peka peka
164 1671802004044 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
165 1671802004035 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
166 3172010005041 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
167 3172010005096 positif resisten resisten resisten peka peka penurunan kepekaan peka
168 3172010005291 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
169 363142010257 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
170 363142010274 negatif kurang peka kurang peka resisten peka peka peka peka
171 1671802004072 positif resisten kurang peka peka peka peka peka peka
172 3172010005004 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
173 3172010005054 positif resisten resisten peka peka peka peka peka
174 363142010156 positif kurang peka peka peka peka peka peka peka
175 363142010115 positif resisten resisten resisten peka peka peka peka
176 3172010005012 negatif kurang peka resisten resisten peka peka peka peka
177 3172010005016 positif kurang peka resisten peka peka peka peka penurunan kepekaan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
76

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
1 1671802004298 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
2 1671802004234 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
3 1671802004255 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
4 1671802004185 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
5 1671802004144 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
6 1671802004085 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
7 1671802004067 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
8 1671802004050 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
9 1671802004061 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
10 1671802004181 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
11 1671802004118 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
12 1671802004290 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
13 1671802004172 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
14 1671802004108 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
15 1671802004060 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
16 1671802004087 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
17 1671802004071 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
18 1671802004104 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
19 1671802004062 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
20 1671802004197 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
21 1671802004157 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
22 1671802004194 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
23 1671802004115 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
24 1671802004206 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
77

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
25 1671802004080 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
26 1671802004154 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
27 1671802004247 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
28 1671802004045 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
29 1671802004133 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
30 1671802004095 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
31 1671802004125 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
32 3172010005047 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
33 3172010005070 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
34 3172010005009 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
35 3172010005026 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
36 3172010005005 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
37 3172010005001 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
38 3172010005168 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
39 3172010005182 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
40 3172010005119 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
41 3172010005200 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
42 3172010005140 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
43 3172010005201 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
44 3172010005173 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
45 3172010005109 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
46 3172010005152 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
47 363142010134 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
78

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
48 363142010197 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
49 363142010275 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
50 363142010252 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
51 363142010255 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
52 363142010150 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
53 363142010005 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
54 363142010147 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
55 363142010038 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
56 363142010249 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
57 363142010223 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
58 363142010251 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
59 363142010029 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
60 363142010278 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
61 363142010287 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
62 1671802004264 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
63 3172010005191 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
64 363142010277 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
65 363142010127 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
66 363142010305 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
67 363142010237 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
68 363142010161 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
69 363142010285 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
70 363142010140 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
71 363142010258 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
79

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
72 363142010290 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
73 363142010176 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
74 363142010136 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
75 363142010219 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
76 363142010220 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
77 363142010324 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
78 363142010216 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
79 363142010205 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
80 363142010267 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
81 363142010174 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
82 363142010333 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
83 363142010193 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
84 363142010033 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
85 363142010261 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
86 363142010116 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
87 1671802004086 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
88 1671802004033 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
89 1671802004079 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
90 1671802004156 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
91 1671802004073 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
92 1671802004094 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
93 1671802004013 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
94 3172010005192 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
95 3172010005222 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
80

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
96 363142010217 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
97 363142010124 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
98 363142010295 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
99 363142010155 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
100 363142010020 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
101 363142010301 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
102 363142010114 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
103 1671802004128 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
104 1671802004145 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
105 3172010005183 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
106 3172010005079 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
107 363142010113 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
108 1671802004016 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
109 1671802004141 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
110 1671802004041 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
111 1671802004049 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
112 1671802004231 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
113 1671802004037 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
114 1671802004099 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
115 1671802004004 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
116 1671802004023 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
117 1671802004022 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
118 1671802004183 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
119 1671802004011 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
81

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
120 1671802004084 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
121 1671802004055 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
122 1671802004211 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
123 1671802004031 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
124 1671802004034 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
125 1671802004002 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
126 1671802004237 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
127 3172010005141 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
128 3172010005075 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
129 3172010005069 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
130 3172010005007 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
131 3172010005032 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
132 3172010005158 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
133 3172010005101 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
134 3172010005138 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
135 3172010005148 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
136 3172010005187 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
137 3172010005264 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
138 3172010005161 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
139 363142010190 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
140 363142010260 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
141 363142010168 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
142 363142010046 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
143 363142010105 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
82

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
144 363142010187 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
145 363142010154 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
146 363142010315 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
147 363142010133 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
148 363142010199 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
149 363142010256 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
150 363142010302 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
151 363142010271 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
152 363142010073 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
153 363142010026 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
154 363142010213 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
155 363142010338 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
156 363142010159 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
157 363142010272 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
158 363142010253 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
159 363142010089 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
160 363142010141 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
161 363142010056 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
162 363142010206 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
163 1671802004089 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
164 1671802004044 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
165 1671802004035 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
166 3172010005041 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
167 3172010005096 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
83

Lampiran 4. Tabel Data MDR NG Berdasarkan Kriteria Lama dan Tapsall dengan metode CDS tahun 2014 (lanjutan)
No
Urut No responden QRNG+PPNG QRNG+TRNG QRNG+PPNG+TRNG QRNG+AzR MDR Tapsall
168 3172010005291 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
169 363142010257 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
170 363142010274 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
171 1671802004072 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
172 3172010005004 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
173 3172010005054 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
174 363142010156 Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR
175 363142010115 MDR MDR MDR Non MDR Non MDR
176 3172010005012 Non MDR MDR Non MDR Non MDR Non MDR
177 3172010005016 MDR Non MDR Non MDR Non MDR Non MDR

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
84

Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risiko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012


No Urut No Responden Asal Isolat Usia Upaya pengobatan
1 1671802004298 Palembang 20 tidak menjawab
2 1671802004234 Palembang 35 tidak menjawab
3 1671802004255 Palembang 22 tidak menjawab
4 1671802004185 Palembang 19 tidak menjawab
5 1671802004144 Palembang 20 tidak menjawab
6 1671802004085 Palembang 22 tidak menjawab
7 1671802004067 Palembang 23 tidak menjawab
8 1671802004050 Palembang 25 tidak menjawab
9 1671802004061 Palembang 32 tidak menjawab
10 1671802004181 Palembang 34 tidak menjawab
11 1671802004118 Palembang 35 tidak menjawab
12 1671802004290 Palembang 38 tidak menjawab
13 1671802004172 Palembang 40 tidak menjawab
14 1671802004108 Palembang 42 tidak menjawab
15 1671802004060 Palembang 52 tidak menjawab
16 1671802004087 Palembang 63 tidak menjawab
17 1671802004071 Palembang 19 tidak menjawab
18 1671802004104 Palembang 23 tidak menjawab
19 1671802004062 Palembang 23 tidak menjawab
20 1671802004197 Palembang 24 tidak menjawab
21 1671802004157 Palembang 24 tidak menjawab
22 1671802004194 Palembang 25 tidak menjawab
23 1671802004115 Palembang 25 tidak menjawab
24 1671802004206 Palembang 28 tidak menjawab
25 1671802004080 Palembang 28 tidak menjawab
26 1671802004154 Palembang 29 tidak menjawab
27 1671802004247 Palembang 30 tidak menjawab
28 1671802004045 Palembang 30 tidak menjawab
29 1671802004133 Palembang 31 tidak menjawab
30 1671802004095 Palembang 36 tidak menjawab
31 1671802004125 Palembang 50 tidak menjawab
32 3172010005047 Jakarta 18 tidak menjawab
33 3172010005070 Jakarta 38 tidak menjawab
34 3172010005009 Jakarta 16 tidak menjawab
35 3172010005026 Jakarta 25 tidak menjawab
36 3172010005005 Jakarta 28 tidak menjawab
37 3172010005001 Jakarta 30 tidak menjawab
38 3172010005168 Jakarta 30 tidak menjawab
39 3172010005182 Jakarta 39 tidak menjawab
40 3172010005119 Jakarta 34 tidak menjawab
41 3172010005200 Jakarta 20 tidak menjawab
42 3172010005140 Jakarta 23 tidak menjawab
43 3172010005201 Jakarta 24 tidak menjawab
44 3172010005173 Jakarta 26 tidak menjawab

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
85

Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risiko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012(lanjutan)


No Urut No Responden Asal Isolat Usia Upaya pengobatan
45 3172010005109 Jakarta 33 tidak menjawab
46 3172010005152 Jakarta 40 tidak menjawab
47 363142010134 Tengerang 27 tidak menjawab
48 363142010197 Tengerang 13 tidak menjawab
49 363142010275 Tengerang 20 tidak menjawab
50 363142010252 Tengerang 21 tidak menjawab
51 363142010255 Tengerang 26 tidak menjawab
52 363142010150 Tengerang 28 tidak menjawab
53 363142010005 Tengerang 24 tidak menjawab
54 363142010147 Tengerang 21 tidak menjawab
55 363142010038 Tengerang 26 tidak menjawab
56 363142010249 Tengerang 27 tidak menjawab
57 363142010223 Tengerang 28 tidak menjawab
58 363142010251 Tengerang 32 tidak menjawab
59 363142010029 Tengerang 38 tidak menjawab
60 363142010278 Tengerang 19 tidak menjawab
61 363142010287 Tengerang 22 tidak menjawab
62 1671802004264 Palembang 20 tidak menjawab
63 3172010005191 Jakarta 37 tidak menjawab
64 363142010277 Tengerang 26 tidak menjawab
65 363142010127 Tengerang 15 tidak menjawab
66 363142010305 Tengerang 20 tidak menjawab
67 363142010237 Tengerang 20 tidak menjawab
68 363142010161 Tengerang 20 tidak menjawab
69 363142010285 Tengerang 21 tidak menjawab
70 363142010140 Tengerang 22 tidak menjawab
71 363142010258 Tengerang 23 tidak menjawab
72 363142010290 Tengerang 23 tidak menjawab
73 363142010176 Tengerang 27 tidak menjawab
74 363142010136 Tengerang 31 tidak menjawab
75 363142010219 Tengerang 16 tidak menjawab
76 363142010220 Tengerang 17 tidak menjawab
77 363142010324 Tengerang 18 tidak menjawab
78 363142010216 Tengerang 18 tidak menjawab
79 363142010205 Tengerang 18 tidak menjawab
80 363142010267 Tengerang 19 tidak menjawab
81 363142010174 Tengerang 21 tidak menjawab
82 363142010333 Tengerang 23 tidak menjawab
83 363142010193 Tengerang 24 tidak menjawab
84 363142010033 Tengerang 24 tidak menjawab
85 363142010261 Tengerang 26 tidak menjawab
86 363142010116 Tengerang 26 tidak menjawab
87 1671802004086 Palembang 20 Fasilitas kesehatan

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
86

Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risiko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012(lanjutan)


No Urut No Responden Asal Isolat Usia Upaya pengobatan
88 1671802004033 Palembang 30 Fasilitas kesehatan
89 1671802004079 Palembang 20 Fasilitas kesehatan
90 1671802004156 Palembang 22 Fasilitas kesehatan
91 1671802004073 Palembang 23 Fasilitas kesehatan
92 1671802004094 Palembang 23 Fasilitas kesehatan
93 1671802004013 Palembang 30 Fasilitas kesehatan
94 3172010005192 Jakarta 25 Fasilitas kesehatan
95 3172010005222 Jakarta 30 Fasilitas kesehatan
96 363142010217 Tengerang 18 Fasilitas kesehatan
97 363142010124 Tengerang 18 Fasilitas kesehatan
98 363142010295 Tengerang 18 Fasilitas kesehatan
99 363142010155 Tengerang 20 Fasilitas kesehatan
100 363142010020 Tengerang 29 Fasilitas kesehatan
101 363142010301 Tengerang 19 Fasilitas kesehatan
102 363142010114 Tengerang 40 Fasilitas kesehatan
103 1671802004128 Palembang 21 Fasilitas kesehatan
104 1671802004145 Palembang 20 Fasilitas kesehatan
105 3172010005183 Jakarta 22 Fasilitas kesehatan
106 3172010005079 Jakarta 39 Fasilitas kesehatan
107 363142010113 Tengerang 23 Fasilitas kesehatan
108 1671802004016 Palembang 22 Beli antibiotik sendiri
109 1671802004141 Palembang 24 Beli antibiotik sendiri
110 1671802004041 Palembang 47 Beli antibiotik sendiri
111 1671802004049 Palembang 32 Beli antibiotik sendiri
112 1671802004231 Palembang 47 Beli antibiotik sendiri
113 1671802004037 Palembang 20 Beli antibiotik sendiri
114 1671802004099 Palembang 30 Beli antibiotik sendiri
115 1671802004004 Palembang 35 Beli antibiotik sendiri
116 1671802004023 Palembang 24 Beli antibiotik sendiri
117 1671802004022 Palembang 19 Beli antibiotik sendiri
118 1671802004183 Palembang 20 Beli antibiotik sendiri
119 1671802004011 Palembang 20 Beli antibiotik sendiri
120 1671802004084 Palembang 21 Beli antibiotik sendiri
121 1671802004055 Palembang 22 Beli antibiotik sendiri
122 1671802004211 Palembang 26 Beli antibiotik sendiri
123 1671802004031 Palembang 28 Beli antibiotik sendiri
124 1671802004034 Palembang 30 Beli antibiotik sendiri
125 1671802004002 Palembang 35 Beli antibiotik sendiri
126 1671802004237 Palembang 36 Beli antibiotik sendiri
127 3172010005141 Jakarta 27 Beli antibiotik sendiri
128 3172010005075 Jakarta 29 Beli antibiotik sendiri
129 3172010005069 Jakarta 31 Beli antibiotik sendiri
130 3172010005007 Jakarta 16 Beli antibiotik sendiri
131 3172010005032 Jakarta 31 Beli antibiotik sendiri

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
87

Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risiko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012(lanjutan)


No Urut No Responden Asal Isolat Usia Upaya pengobatan
132 3172010005158 Jakarta 20 Beli antibiotik sendiri
133 3172010005101 Jakarta 43 Beli antibiotik sendiri
134 3172010005138 Jakarta 20 Beli antibiotik sendiri
135 3172010005148 Jakarta 15 Beli antibiotik sendiri
136 3172010005187 Jakarta 24 Beli antibiotik sendiri
137 3172010005264 Jakarta 29 Beli antibiotik sendiri
138 3172010005161 Jakarta 38 Beli antibiotik sendiri
139 363142010190 Tengerang 24 Beli antibiotik sendiri
140 363142010260 Tengerang 26 Beli antibiotik sendiri
141 363142010168 Tengerang 27 Beli antibiotik sendiri
142 363142010046 Tengerang 29 Beli antibiotik sendiri
143 363142010105 Tengerang 34 Beli antibiotik sendiri
144 363142010187 Tengerang 36 Beli antibiotik sendiri
145 363142010154 Tengerang 19 Beli antibiotik sendiri
146 363142010315 Tengerang 25 Beli antibiotik sendiri
147 363142010133 Tengerang 16 Beli antibiotik sendiri
148 363142010199 Tengerang 17 Beli antibiotik sendiri
149 363142010256 Tengerang 17 Beli antibiotik sendiri
150 363142010302 Tengerang 18 Beli antibiotik sendiri
151 363142010271 Tengerang 18 Beli antibiotik sendiri
152 363142010073 Tengerang 19 Beli antibiotik sendiri
153 363142010026 Tengerang 19 Beli antibiotik sendiri
154 363142010213 Tengerang 22 Beli antibiotik sendiri
155 363142010338 Tengerang 22 Beli antibiotik sendiri
156 363142010159 Tengerang 23 Beli antibiotik sendiri
157 363142010272 Tengerang 26 Beli antibiotik sendiri
158 363142010253 Tengerang 27 Beli antibiotik sendiri
159 363142010089 Tengerang 28 Beli antibiotik sendiri
160 363142010141 Tengerang 30 Beli antibiotik sendiri
161 363142010056 Tengerang 30 Beli antibiotik sendiri
162 363142010206 Tengerang 32 Beli antibiotik sendiri
163 1671802004089 Palembang 20 tidak diobati
164 1671802004044 Palembang 33 tidak diobati
165 1671802004035 Palembang 35 tidak diobati
166 3172010005041 Jakarta 17 tidak diobati
167 3172010005096 Jakarta 27 tidak diobati
168 3172010005291 Jakarta 38 tidak diobati
169 363142010257 Tengerang 27 tidak diobati
170 363142010274 Tengerang 17 tidak diobati
171 1671802004072 Palembang 19 tidak diobati
172 3172010005004 Jakarta 19 tidak diobati
173 3172010005054 Jakarta 30 tidak diobati
174 363142010156 Tengerang 17 tidak diobati
175 363142010115 Tengerang 26 tidak diobati

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
88

Lampiran 5. Hasil Data Faktor Risiko Isolat N.gonorrhoeae tahun 2012(lanjutan)


No Urut No Responden Asal Isolat Usia Upaya pengobatan
176 3172010005012 Jakarta 20 tidak menjawab
177 3172010005016 Jakarta 20 tidak menjawab

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015
89

Universitas Indonesia
Penerapan calibrated..., Nelly Puspandari, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai