Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI KESAHIHAN DAN KEANDALAN BRIEF FATIGUE


INVENTORY (BFI) VERSI BAHASA INDONESIA
PADA PASIEN KANKER

TESIS

NURUL PARAMITA

1106026293

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
FEBRUARI 2015

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


UNIVERSITAS INDONESIA

UJI KESAHIHAN DAN KEANDALAN BRIEF FATIGUE


INVENTORY (BFI) VERSI BAHASA INDONESIA
PADA PASIEN KANKER

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Spesialisasi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

NURUL PARAMITA

1106026293

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
JAKARTA
FEBRUARI 2015

  ii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015
Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015
Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015
UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur alhamdulillaah saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang


telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahNya sehingga saya dapat
menyelesaikan penelitian dan tesis ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan dan tauladan kita, Rasulullah Muhammad
Shalallahu Alaihi Wasallam, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang
senantiasa mengikuti jalannya.

Tesis ini saya susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
keahlian di bidang ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam menempuh proses pendidikan
spesialis termasuk pembuatan penelitian ini penulis telah memperoleh banyak
bantuan, bimbingan, masukan, koreksi, dukungan dan dorongan dari berbagai
pihak.

Rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang mendalam saya sampaikan
kepada Dr. dr. Nury Nusdwinuringtyas, SpKFR(K), M.Epid, dr. Siti Annisa
Nuhonni, SpKFR(K), Dr. dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM, dan Prof.
Dr. dr. R. Irawati Ismail, SpKJ(K), M.Epid selaku pembimbing penelitian dan
tesis yang dengan sabar membimbing, membantu, mendampingi dan
menyemangati saya untuk menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Rasa terima kasih saya sampaikan kepada dr Nyoman Murdhana, SpKFR(K)


selaku Ketua Departemen Rehabilitasi Medik FKUI-RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, yang telah memberikan saya kesempatan untuk melakukan
penelitian dan menyelesaikan tesis ini di Departemen yang beliau pimpin.

Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada dr Ira Mistivani, SpKFR(K) dan dr
Fitri Anestherita, SpKFR sebagai Ketua dan Sekretaris Program Pendidikan
Dokter Spesialis I yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam
menyelesaikan penelitian dan tesis ini.

Kepada dr Wanarani Alwin, SpKFR(K) dengan rasa hormat yang mendalam saya
menyampaikan banyak terima kasih karena semasa beliau memimpin Departemen

    vi  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


Rehabilitasi Medik saya diterima untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter
Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

Kepada Dr. dr. Widjadjalaksmi, SpKFR(K) dan Dr. dr. Tirza Tamin, SpKFR(K)
dengan rasa hormat yang mendalam saya menyampaikan banyak terima kasih
karena semasa beliau menjadi Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi saya diterima untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada penguji Prof. DR. dr.
Angela Tulaar, SpKFR(K) yang dengan penuh keikhlasan telah meluangkan
waktu untuk membaca, mengkaji, memberikan kritik dan asupan yang sangat
berguna demi kesempurnaan tesis ini.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan pula kepada seluruh staf
pengajar di Departemen Rehabilitasi Medik FKUI-RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo dan rumah sakit jejaring, atas segala bimbingan, bantuan dan
pengetahuan yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan.

Kepada teman-teman seperjuangan saya dari semester satu hingga semester


delapan, dr Melinda Harini, dr Rita Haryanti, dr Rita Puspitasari, saya sampaikan
terima kasih atas segala bantuan, dorongan semangat, saling pengertian, saran,
dan kerjasama yang telah diberikan selama ini. Semoga pertemanan kita selalu
berlimpah berkah Allah.

Kepada seluruh rekan-rekan PPDS, para terapis, ortotis-prostetis, perawat, dan


seluruh karyawan di Departemen Rehabilitasi Medik FKUI-RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo saya sampaikan pula rasa terima kasih atas bantuan, dorongan
semangat, saling pengertian dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

To my Korean friend Jimmy Ham, my greatest gratitude for the unlimited access
to so many journals, I think you don’t realize how much you’ve helped me in
every step of the making of this thesis.

  vii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada seluruh dokter dan perawat di
poliklinik rawat jalan Divisi Hematologi Onkologi Medik RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo yang telah membantu kelancaran penelitian saya.

Rasa hormat dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua
Departemen Fisiologi Kedokteran FKUI, Dr. dr. Ermita Ilyas dan seluruh staf
pengajar Departemen Fisiologi Kedokteran FKUI, yang dengan ikhlas
mengizinkan saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

Sembah sujud dan penghargaan yang tak terhingga disertai rasa terima kasih yang
paling dalam saya haturkan kepada kedua orang tua saya tercinta, T. Alwin Aziz
dan Tarcisia Haksiarsi, yang telah membesarkan, membimbing, mendidik dan
memberikan semangat dengan tulus dan penuh kesabaran, pengorbanan dan kasih
sayang, serta doa yang tidak pernah putus sehingga saya dapat mencapai tahap ini.
Hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang mampu membalas segalanya.

Kepada kakak dan adik-adik saya tercinta, saya ucapkan terima kasih atas kasih
sayang, bantuan dan semangat yang diberikan kepada saya selama ini.

Segala hormat dan terima kasih yang paling mendalam saya sampaikan kepada
kedua mertua saya, Sutadjab Hadisoemarto dan (Almh.) Yulastri atas segala kasih
sayang, perhatian dan doa yang diberikan kepada saya.

Kepada imam, suami dan sahabat tercinta, dr. Gita Pratama, SpOG, MRepSc, saya
menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga atas segala ridho, doa,
kesabaran, cinta tulus, dorongan, dukungan, kasih sayang, bantuan dan pengertian
yang tiada habisnya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih
atas kesediaannya menemani belajar, berbagi peran dan tanggung jawab ditengah
keterbatasan saya selama menjalani pendidikan, menjadi tempat curahan keluh
kesah dikala dirimu juga lelah.

Kepada anak-anakku tercinta Muhammad Atarish Fatih dan Keyvan Ahmad


Prakasha, terima kasih atas doa, kesabaran, cinta, dorongan dan kasih sayangnya.
Terima kasih telah selalu menjadi penyemangat dan penghibur di kala letih,

  viii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


terima kasih atas pengertiannya untuk keterbatasan melaksanakan kewajiban
sebagai Ibu saat menjalani pendidikan. Semoga Allah masih mengizinkan Ibu
mengganti semua waktu yang terlewatkan.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh responden yang terlibat
dalam penelitian ini, semoga hasil penelitian ini dapat berguna dan memberikan
manfaat bagi penderita kanker di Indonesia.

Akhir kata, saya berdoa semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan
yang berlimpah atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Aamiiin
ya Rabbal Aalamiin.

Jakarta, 26 Februari 2015

Nurul Paramita

  ix  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015
ABSTRAK

Nama : Nurul Paramita


NPM : 1106026293
Program Studi : Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Judul Tesis : Uji Kesahihan dan Keandalan Brief Fatigue Inventory
(BFI) versi Bahasa Indonesia pada Pasien Kanker

LATAR BELAKANG.Kelelahan terkait kanker merupakan salah satu keluhan


yang paling banyak dilaporkan oleh pasien kanker. Tata laksana yang baik
membutuhkan alat ukur kelelahan terkait kanker yang baik. Brief Fatigue
Inventory (BFI) merupakan instrumen singkat yang sahih dan andal yang disusun
untuk menilai kelelahan terkait kanker. Tujuan penelitian ini adalah menguji
kesahihan dan keandalan BFI versi Bahasa Indonesia.
METODE.Dilakukan penerjemahan BFI ke dalam Bahasa Indonesia melalui
prosedur forward-backward dan cognitive debriefing. Pada 121 pasien kanker
rawat jalan yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi responden dilakukan
pengisian BFI dan Medical Outcome Study Quality of Life Short Form 36 (MOS
SF-36). Data demografis dan klinis pasien dikumpulkan dan dicatat.
HASIL. Nilai keseluruhan koefisien Cronbach alpha untuk kesembilan butir BFI
versi Bahasa Indonesia adalah 0.956. Hasil analisis faktor menunjukkan solusi 1
faktor, menguatkan hipotesis bahwa BFI merupakan instrumen unidimensional.
Skor BFI versi Bahasa Indonesia dibandingkan dengan subskala MOS SF-36
untuk menilai kesahihan konvergen. Sesuai dugaan, diperoleh korelasi negatif
dengan seluruh subskala MOS SF-36 (r= -0.388 hingga -0.676; p<0.0000).
Analisa kesahihan diskriminatif menunjukkan bahwa rerata skor BFI versi Bahasa
Indonesia meningkat secara bermakna dengan meningkatnya skor Eastern
Cooperative Oncology Group Performance Status (ECOG-PS) (p=0.000)
KESIMPULAN. BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen pengukur
kelelahan terkait kanker yang sahih dan andal untuk digunakan pada populasi
kanker di Indonesia.

KATA KUNCI: kanker, kelelahan terkait kanker, kesahihan, keandalan, Indonesia  

  xi  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


ABSTRACT

Name : Nurul Paramita


NPM : 1106026293
Study Program : Physical Medicine and Rehabilitation
Title : Validity and Reliability of Brief Fatigue Inventory (BFI)-
Indonesian Version in Cancer Patients

BACKGROUND. Cancer-related fatigue is one of the most commonly reported


symptoms in cancer patients. Concise assessment is essential to manage this
symptom. Brief Fatigue Inventory (BFI) is a valid and reliable short instrument to
assess cancer-related fatigue. The purpose of this study was to examine the
validity and reliability of the Indonesian version of this instrument.
METHODS. Forward and backward translation approach, followed by cognitive
debriefing process was done to develop Indonesian version of BFI. One hundred
and twenty one consecutive adult outpatients with cancer who are willing to
participate in this study filled in BFI Indonesian version along with the Medical
Outcome Study Quality of Life Short Form 36 (MOS SF-36). Demographic and
health data were collected.
RESULTS. The BFI Indonesian version had an overall Cronbach alpha for the
nine items of 0.956. The results of the factor analysis suggested a 1-factor
solution, supporting the hypothesis of unidimentionality of the BFI Indonesian
version. The BFI Indonesian version score was compared to MOS SF-36 subscale
to evaluate convergent validity. An expected inverse correlation between BFI
Indonesia version and all domains of MOS SF-36 was observed (r= -0.388 to -
0.676; p<0.0000). Discriminant validity analysis showed the BFI Indonesian
version mean score significantly increased with increasing Eastern Cooperative
Oncology Group Performace Status (ECOG-PS) values (p=0.000).
CONCLUSIONS. BFI Indonesian version is a reliable, valid instrument for
Indonesian cancer patients.

KEYWORDS: cancer, cancer-related fatigue, validity, reliability, Indonesia

  xii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
1 . PENDAHULUAN................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................. 3
1.3. Pertanyaan Penelitian........................................................ 3
1.4. Hipotesis........................................................................... 4
1.5. Tujuan Penelitian.............................................................. 4
1.5.1. Tujuan Umum................................................. 4
1.5.2. Tujuan Khusus................................................ 4
1.6. Manfaat Penelitian............................................................ 4
1.6.1. Bidang Pelayanan........................................... 4
1.6.2. Bidang Penelitian............................................ 4
1.6.3. Bidang Pendidikan.......................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 6
2.1. Kanker dan Permasalahannya........................................... 6
2.1.1. Definisi dan etiologi........................................ 6
2.1.2. Penanganan...................................................... 8
2.2. Kelelahan Terkait Kanker................................................. 10
2.2.1. Definisi dan epidemiologi............................... 10
2.2.2. Hipotesis patogenesis kelelahan terkait
kanker.............................................................. 11
2.2.3. Dampak kelelahan terkait kanker.................... 18
2.2.4. Diagnosis dan pendekatan terhadap kelelahan
terkait kanker................................................... 19
2.2.5. Tatalaksana kelelahan terkait kanker............... 21
2.3. Sistem Pengukuran Kelelahan Terkait Kanker................. 27
2.4. Brief Fatigue Inventory (BFI)........................................... 28
2.5. Medical Outcome Study Short Form-36 (MOS SF-36) 29
2.6. Eastern Cooperative Oncology Group Performance
Status (ECOG-PS)............................................................ 30
2.7. Kesahihan dan Keandalan Instrumen Pengukuran........... 31
2.7.1. Keandalan........................................................ 32
2.7.2. Kesahihan........................................................ 33
2.9. Kerangka Teori................................................................. 36
2.10 Kerangka Konsep.............................................................. 37
3. METODOLOGI PENELITIAN......................................... 38
3.1. Disain Penelitian............................................................... 38
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian........................................... 38
3.3. Bahan dan Alat Penelitian................................................. 38
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian........................................ 38
3.5. Batasan Operasional......................................................... 39
3.6. Cara Kerja dan Pengumpulan Data................................... 42
3.7. Analisa Statistik................................................................. 44
  xiii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


3.8. Alur Penelitian................................................................... 45
4. HASIL PENELITIAN.......................................................... 46
4.1. Kesahihan Bahasa.............................................................. 46
4.2. Karakteristik Responden................................................... 49
4.3. Kesahihan Konstruksi........................................................ 51
4.4. Keandalan.......................................................................... 55
5. PEMBAHASAN................................................................... 58
5.1. Karakteristik Responden................................................... 58
5.2. Kesahihan dan Keandalan BFI versi Bahasa Indonesia.... 61
5.3. Kekuatan dan Keterbatasan Penelitian.............................. 66
6. KESIMPULAN DAN SARAN............................................ 68
DAFTAR REFERENSI.................................................................. 69

  xiv  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik deskriptif responden................................ 50


Tabel 4.2. Faktor Analisis untuk BFI versi Bahasa Indonesia....... 52
Tabel 4.3. Korelasi item-total dari BFI versi Bahasa
Indonesia....................................................................... 53
Tabel 4.4. Korelasi antara BFI versi Bahasa Indonesia dengan
MOS SF-36.................................................................... 54
Tabel 4.5. Mean rank rerata BFI dan ECOG-PS............................ 54
Tabel 4.6. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item
deleted dari BFI versi Bahasa Indonesia pada populasi
kanker............................................................................ 55
Tabel 4.7. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI
versi Bahasa Indonesia pada responden berbagai jenis
kanker............................................................................ 56
Tabel 4.8. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item
deleted dari BFI versi Bahasa Indonesia pada populasi
keganasan Nasofaring.................................................... 57
Tabel 4.9. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI
versi Bahasa Indonesia pada responden penderita
keganasan Nasofaring.................................................... 57

  xv  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran  1   Penjelasan  Penelitian  untuk  Calon  Subyek..................   73  


Lampiran  2   Formulir  Persetujuan  Mengikuti  Penelitian................   74  
Lampiran  3   Status  Penelitian  Uji  Kesahihan  dan  Keandalan  BFI   77  
versi  Bahasa  Indonesia.........................................................  
Lampiran  4   Formulir  MOS  SF-­‐36..............................................................   80  
Lampiran  5   Formulir  BFI  versi  asli  (dalam  Bahasa  Inggris).........   83  
Lampiran  6   Formulir  BFI  versi  Bahasa  Indonesia.............................   84  
Lampiran  7   Permohonan   Izin   dan   Persetujuan   Penerjemahan   85  
BFI..................................................................................................  
Lampiran  8   Keterangan  Lolos  Kaji  Etik..................................................   87  
Lampiran  9   Persetujuan  Izin  Lahan  Penelitian...................................   88  
 

  xvi  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema perkembangan kanker secara molekular......... 7


Gambar 2.2. Ringkasan pengaruh 5-HT dalam menyebabkan
kelelahan terkait kanker.............................................. 13
Gambar 2.3. Kemungkinan keterlibatan perubahan metabolisme
otot rangka pada pembentukan kelelahan terkait
kanker.......................................................................... 17
Gambar 2.4. Algoritma untuk diagnosis dan pengobatan kelelahan
terkait kanker............................................................... 22

  xvii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


DAFTAR SINGKATAN

BFI   :   Brief  Fatigue  Inventory  

NICE   :   National  Institute  for  Clinical  Excellence  

NCCN   :   National  Comprehensive  Cancer  Network    

ATP   :   Adenosine  Tri  Phosphate  

HPA   :   Hypotalamic-­‐Pituitary-­‐Adrenal  

CRH   :   Corticotropin-­‐releasing  Hormone  

ADH   :   Antidiuretic  Hormone  

ACTH   :   Adrenocorticotropic  Hormone  

NAD   :   Nikotinamid  Adenin  Dinukleotida  

TNF-­‐α   :   Tumor  Necroting  Factor  -­‐  α  

MOS  SF-­‐36   :   Medical  Outcome  Study  Short  Form  (36  item)  

FACIT-­‐F   :   Functional  Assessment  of  Chronic  Illness  Therapy  -­‐  Fatigue  

FSI   :   Fatigue  Symptom  Inventory  

FACT-­‐G   :   Functional  Assessment  of  Cancer  Therapy  (FACT-­‐G)  

MFI   :   Multidimensional  Fatigue  Inventory  

MFSI   :   Multidimensional  Fatigue  Symptom  Inventory  

PFS   :   Piper  Fatigue  Scale  

SCFS   :   Schwartz  Cancer  Fatigue  Scale    

BPI   :   Brief  Pain  Inventory  

ECOG-­‐PS   :   Eastern  Cooperative  Oncology  Group  Performance  Status  

KPS   :   Karnofsky  Performance  Status  

  xviii  

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hingga saat ini kanker masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Pada
tahun 2012, diseluruh dunia terdapat 14.1 juta kasus kanker baru dan 32.6 juta
orang hidup dengan kanker (selama 5 tahun diagnosis).1 Peningkatan teknologi
kedokteran dalam hal skrining dan pengobatan kanker telah meningkatkan
harapan hidup penderita kanker. Situasi ini menyebabkan makin disadarinya
berbagai gejala dan masalah yang menyertai kanker dan pengobatan kanker.
Kelelahan merupakan salah satu gejala yang paling sering dikeluhkan oleh
penderita kanker. Kelelahan merupakan efek samping yang paling sering muncul
pada tata laksana kanker. Hofman dkk pada penelitiannya menemukan bahwa
95% penderita kanker diprediksi akan mengalami kelelahan sebagai akibat
kemoterapi maupun radioterapi yang diterimanya. Kelelahan dirasakan oleh
sebagian besar pasien dengan berbagai jenis kanker. Kelelahan terkait kanker
termasuk dalam keluhan yang paling mengganggu dari berbagai keluhan lain
yang dilaporkan penderita.2,3

Kelelahan terkait kanker diduga timbul sebagai akibat dari berbagai faktor.
Beberapa faktor yang diketahui berperan dalam menyebabkan kelelahan terkait
kanker diantaranya adalah penyakit kanker itu sendiri, pengobatan kanker, dan
kondisi kronik seperti anemia, nyeri, depresi, kecemasan, kakheksia, gangguan
tidur dan imobilisasi.4 Hipotesis baru sehubungan dengan patofisiologi kelelahan
terkait kanker sudah banyak diteliti, diantaranya menghubungkan kejadian
kelelahan terkait kanker dengan sitokin proinflamasi, faktor pertumbuhan,
modulasi irama sirkadian, gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal,
disregulasi serotonin, aktivasi afferen vagal, dan gangguan pembentukan atau
penggunaan Adenosin Tri Phosphat (ATP).5 Hingga saat ini mekanisme
timbulnya kelelahan terkait kanker masih sebatas teori dan hipotesis, namun
kemungkinan besar penyebab timbulnya kelelahan terkait kanker bersifat

1 Universitas Indonesia
 

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  2

multifaktor.

Dampak kelelahan terkait kanker pada kualitas hidup penderita, terutama dalam
hubungannya dengan fungsi fisik dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sangat nyata dan besar.2,6 Mengingat besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh kelelahan terkait kanker pada aktivitas fungsional penderita dan
cukup tingginya frekuensi kelelahan terkait kanker, maka penelitian mengenai
kelelahan terkait kanker terus berkembang. Agar kelelahan terkait kanker dapat
dipelajari dan ditatalaksana secara efektif maka dibutuhkan alat ukur kelelahan
yang sahih dan andal. Kelelahan terkait kanker, seperti halnya nyeri, merupakan
suatu gejala subyektif, sehingga instrumen penilai kelelahan harus berdasarkan
laporan dari penderita. Instrumen pengukur kelelahan terkait kanker yang baik,
harus memungkinkan dokter ataupun petugas medis untuk mengevaluasi gejala
kelelahan terkait kanker tanpa dipengaruhi bias.7,8

Sudah banyak peneliti yang menyusun instrumen untuk mengukur kelelahan


terkait kanker, namun hingga kini belum ada satu instrumen pun yang dapat
dianggap sebagai “gold standar” pemeriksaan kelelahan terkait kanker. Beberapa
alat ukur kelelahan terkait kanker telah dikembangkan di berbagai negara di
seluruh dunia, dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
9
Multidimensional Fatigue Inventory (MFI), Functional Assesment of Cancer
Therapy-Fatigue (FACT-F),10 Schwartz Cancer Fatigue Scale (SCFS),11 Fatigue
Symptom Inventory (FSI),12 dan Piper Fatigue Scale PFS) merupakan beberapa
contoh alat ukur kelelahan terkait kanker.13 Karakteristik utama kesemua alat-
alat ukur ini adalah sifatnya yang multidimensional. Sebagai contoh, MFI terdiri
dari 5 sub-skala: kelelahan umum, kelelahan fisik, penurunan aktivitas,
penurunan motivasi, dan kelelahan mental.9 Subskala ini memungkinkan
seseorang untuk mengevaluasi berbagai aspek kelelahan dan terutama sangat
berguna pada studi deskriptif tentang kelelahan. Namun demikian, bagi penderita
kanker yang mengalami kelelahan, alat ukur multidimensional kadang terlalu
panjang dan membuat penderita tidak sanggup untuk menyelesaikannya.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  3

Deksripsi ekspresif pada alat ukur multidimensional juga menyebabkan tingkat


kesulitan yang lebih tinggi dalam proses penerjemahan ke dalam bahasa lain.8

Brief Fatigue Inventory (BFI) merupakan kuesioner unidimensional yang


dikembangkan di Inggris dan disusun untuk menilai tingkat kelelahan pada
penderita kanker. Terdiri dari 3 butir pertanyaan yang mengukur tingkat
keparahan kelelahan, dan 6 butir pertanyaan untuk mengetahui dampak
kelelahan terhadap aktivitas sehari-hari. Ada tiga karakteristik penting pada alat
ukur ini, yaitu: 1) singkat dan mudah untuk dijawab 2) mudah diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa lain, dan 3) meliputi butir interferens (dampak). Biasanya
istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelelahan sering sulit
diterjemahkan, namun BFI melakukan penilaian terhadap intensitas kelelahan
dan dampaknya terhadap aktivitas sehari-hari dengan menggunakan kata-kata
sederhana. Pemilihan skala numerik 0-10 dan bukan kata-kata untuk
menggambarkan tingkat kelelahan juga memudahkan proses penerjemahan
kuesioner BFI.7,8

BFI sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa melalui proses uji kesahihan
linguistik. Beberapa terjemahan tersebut sudah diuji kesahihan dan keandalannya
dan dipublikasikan ke dalam jurnal internasional. Semua uji kesahihan dan
keandalan BFI terjemahan memperlihatkan hasil yang baik.5,7,8,14-17 Fakta ini
menunjukkan bahwa alat ukur BFI berpotensi untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan berpotensi pula sebagai alat ukur kelelahan terkait kanker
yang sahih dan andal bagi populasi penderita kanker di Indonesia.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Belum ada instrumen unidimensional pengukur kelelahan terkait kanker
dalam bahasa Indonesia yang sudah dibuktikan kesahihan dan
keandalannya.
2. Belum diketahui kesahihan dan keandalan BFI versi Bahasa Indonesia
sebagai suatu instrumen untuk menilai kelelahan terkait kanker.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  4

1.3. PERTANYAAN PENELITIAN

Apakah BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen yang sahih dan andal
untuk menilai kelelahan terkait kanker?

1.4. HIPOTESIS

BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen yang sahih dan andal dalam
menilai kelelahan terkait kanker.

1.5. TUJUAN PENELITIAN

1.5.1. Tujuan Umum

Mendapatkan suatu alat ukur kelelahan terkait kanker dalam bahasa Indonesia
yang sahih dan andal.

1.5.2. Tujuan Khusus


1. Membuktikan kesahihan BFI versi Bahasa Indonesia.
2. Membuktikan keandalan BFI versi Bahasa Indonesia.

1.6. MANFAAT PENELITIAN

1.6.1. Bidang pelayanan


• Jika sesuai hipotesa, maka penelitian ini menghasilkan suatu alat ukur
untuk menilai tingkat kelelahan terkait kanker dalam bahasa Indonesia
yang sahih, andal, tepat guna, dan sederhana.

1.6.2. Bidang penelitian


• Dengan dibuktikannya kesahihan dan keandalan BFI versi Bahasa
Indonesia dapat ditentukan berapa proporsi kelelahan terkait kanker di
RSCM
• BFI versi Bahasa Indonesia dapat diusulkan untuk digunakan sebagai
alat skrining dan evaluasi kelelahan pada penderita kanker di berbagai
rumah sakit

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  5

1.6.3. Bidang pendidikan


• Penelitian ini merupakan sarana pendidikan bagi peneliti dalam
melakukan penelitian secara mandiri
• Jika sesuai hipotesa, BFI versi Bahasa Indonesia dapat digunakan
dalam pendidikan dokter umum dan dokter spesialis

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KANKER DAN PERMASALAHANNYA

2.1.1. Definisi dan Etiologi


Kanker atau tumor maligna/ganas merupakan lesi neoplasia yang dapat
menginvasi dan merusak jaringan sekitar dan menyebar ke daerah tubuh yang
jauh (metastasis) dan dapat menimbulkan kematian. Tidak semua kanker dalam
perjalanannya cepat menimbulkan kematian, bila ditemukan secara dini dapat
diterapi dengan baik.18 Mekanisme yang terlibat sebagai sebab dan
perkembangan dari berbagai jenis kanker masih belum dipahami secara
menyeluruh. Interaksi yang rumit antara faktor genetika, gaya hidup dan
lingkungan berperan dalam menyebabkan berkembangnya kanker. Hal ini dapat
dilihat pada epidemiologi kanker yang menunjukkan variasi pada jenis dan
frekuensi kanker dalam berbagai populasi.18

Proses perkembangan kanker disebut sebagai karsinogenesis, yang dimulai pada


tingkat seluler dimulai dari kerusakan genetik non letal akibat sifat bawaan gen
atau lingkungan (kimia,radiasi,virus). Dalam tubuh kita terdapat mekanisme
normal dalam mengatur protoonkogen, gen supresor kanker/antionkogen dan gen
pengatur apoptosis. Bila terjadi gangguan pada protoonkogen maka akan terjadi
perubahan ke arah onkogen. Gen supresor kanker/tumor juga perlu terganggu
hingga dapat terjadi perubahan ke arah kanker.Terdapat pula gen yang mengatur
perbaikan pada DNA yang rusak. Gen ini mempengaruhi proliferasi sel dan
kesintasan sel secara tidak langsung karena mempengaruhi organisme untuk
memperbaiki kerusakan non letal pada gen-gen lainnya termasuk protoonkogen.
Gangguan pada gen ini dapat pula menjadi predisposisi neoplasia.
Karsinogenesis adalah proses yang bertingkat, tidak hanya pada tingkat genetika
tapi juga fenotip. Karakteristik ini berlangsung secara bertahap, fenomena yang
disebut sebagai progresi tumor. Pada tingkat molekul, progresi timbul akibat

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  7

akumulasi lesi genetik yang dipengaruhi gangguan perbaikan DNA. Sel-sel


kanker juga harus melampaui proses kematian/pematangan sel yang membatasi
pembelahan sel.18

Gambar 2.1. Skema perkembangan kanker secara molekular


Kumar V, Cotran R, Robbins S. In: Kumar V, Cotran R, Robbins S, eds. Robbin’s Basic
Pathology. 7th ed: Elsevier Saunders; 2002:178-179

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  8

2.1.2. Penanganan

Program penanganan kanker nasional dari World Health Organization (WHO)


merupakan suatu program kesehatan masyarakat yang didisain untuk
mengurangi jumlah kasus dan kematian akibat kanker dan memperbaiki kualitas
hidup penderita kanker melalui implementasi sistematis strategi berbasis bukti
terhadap 4 komponen utama pengendalian kanker yaitu : Prevensi/Pencegahan,
Deteksi Dini, Diagnosis dan Pengobatan, serta Perawatan Paliatif dengan
menggunakan sumber-sumber terbaik yang tersedia.19

2.1.2.1. Pencegahan

Pencegahan dimulai dengan perubahan/pilihan gaya hidup seperti menghentikan


kebiasaan merokok untuk menghindari kanker paru, manajemen berat badan
(terkait dengan kanker ginjal, uterus dan kolon), memperhatikan asupan
makanan (asupan alkohol terkait dengan kanker saluran cerna), meningkatkan
aktivitas fisik, mengurangi pajanan sinar matahari, memperhatikan lingkungan
pekerjaan (pajanan terhadap zat-zat karsinogen), infeksi (infeksi Human
Immunodefficiency Virus/HIV terkait dengan sarkoma Kaposi, Human
Papilloma Virus/HPV terkait dengan kanker leher rahim, Eppstein Barr
Virus/EBV terkait dengan kanker nasofaring). Pencegahan HPV dengan
vaksinasi telah menjadi program nasional di Inggris.20

2.1.2.2. Deteksi Dini

Deteksi dini kanker meliputi uji penapisan/screening dan pemeriksaan sendiri.


Penapisan adalah tes presumptif pada kanker/pra kanker yang dapat dilakukan
dengan cepat. Hal ini misalnya adalah pemeriksaan mamografi setiap 3 tahun
untuk pasien berusia 50-70 tahun, Pap’s smear setiap 3-5 tahun pada perempuan
25-64 tahun, dan tes darah samar setiap 2 tahun pada laki-laki dan perempuan
berusia 60-90 tahun (semua adalah rekomendasi dari National Health Service
Cancer Screening Programme). Pemeriksaan diri sendiri misalnya pada kasus
melanoma, kanker testis dan kanker payudara (pemeriksaan payudara sendiri).21

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  9

2.1.2.3. Diagnosis dan Terapi

Diagnosis kanker dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik


dibantu dengan pemeriksaan pencitraan seperti foto rontgen, CT scan, MRI dan
PET Scan, dan juga pemeriksaan laboratorium, termasuk penanda tumor/tumor
markers dan sitologi. Diagnosis definitif ditegakkan dengan biopsi.
Stadium/staging kanker adalah istilah untuk menggambarkan ukuran dan luasnya
penyebaran lesi kanker (lokal dan jauh). Metode yang umum digunakan adalah
klasifikasi American Joint Committee on Cancer (AJCC), yaitu sistem TNM
(Tumor size, Lymph Nodes affected, Metastases).19

Terapi untuk kanker mencakup pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan juga


obat-obatan lainnya seperti hormonal, antiangiogenesis, imunoterapi dan
monoklonal antibodi. Terapi gen masih dalam tahap percobaan, yaitu dengan
memasukkan materi genetik (DNA atau RNA) ke sel pasien untuk mengobati
kanker.19

2.1.2.4. Paliatif dan suportif

Perawatan suportif membantu pasien dan keluarganya menghadapi kanker dan


menjalani pengobatan kanker, mulai dari pra diagnosis, selama proses dan pasca
pengobatan. Tujuan perawatan suportif adalah untuk memaksimalkan hasil terapi
dan juga meminimalkan efek samping dari kanker dan pengobatannya. Bentuk
perawatan suportif adalah dengan pemberian informasi, dukungan psikologis,
spiritual, rehabilitasi, perawatan terhadap gejala, perawatan terminal dan
dukungan pada saat perkabungan.22

National Institue for Clinical Excellence (NICE) mendefinisikan perawatan


paliatif sebagai perawatan aktif holistik bagi pasien dengan penyakit lanjut
progresif. Tujuan dari perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup yang
baik bagi pasien dan keluarganya. Penanganan nyeri dan gejala lain, dukungan
sosial, psikologis dan spiritual adalah bagian yang utama.22

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  10

2.2. KELELAHAN TERKAIT KANKER (CANCER-RELATED FATIGUE)

2.2.1. Definisi dan Epidemiologi

Dengan meningkatnya angka harapan hidup penderita kanker, beban yang


berhubungan dengan kelelahan terkait kanker semakin bertambah juga.2
Kelelahan terkait kanker berbeda dengan kelelahan yang sering dirasakan sehari-
hari. Kelelahan yang kita rasakan sehari-hari biasanya bersifat sementara dan
hilang dengan istirahat.3 Kelelahan terkait kanker dapat menetap berbulan-bulan
bahkan bertahun-tahun setelah pengobatan selesai dilakukan. Sesuai
rekomendasi dari National Comprehensive Cancer Network (NCCN), kelelahan
terkait kanker didefinisikan sebagai suatu gejala yang menetap, dari suatu
perasaan kelelahan fisik, emosi dan kognisi, yang berhubungan dengan kanker
atau tata laksana kanker, yang tidak proporsional dengan aktivitas yang
dilakukan, dan dapat mempengaruhi kapasitas fungsional normal pasien.23,24

Penderita kanker melaporkan kelelahan sebagai salah satu gejala terpenting dan
sangat mengganggu yang berhubungan dengan penyakit kanker dan tata
laksananya. Kelelahan terkait kanker sangat mempengaruhi berbagai aspek
kualitas hidup pasien. Gejala ini merupakan prediktor kuat yang berdiri sendiri
dan dapat diobati. Rekomendasi terkini menyarankan agar selalu dilakukan
investigasi terhadap kelelahan terkait kanker. Namun hingga saat ini kelelahan
terkait kanker masih tetap kurang dilaporkan dan biasanya tidak memperoleh
tatalaksana yang tepat karena berbagai alasan.24

Penelitian terdahulu memiliki angka yang bervariasi mengenai prevalensi


kejadian kelelahan terkait kanker. Curt dkk melakukan survey melalui telepon
untuk mengevaluasi prevalensi dan durasi kelelahan pada 379 penderita kanker
yang telah menjalani kemoterapi. Mereka menemukan bahwa 76% penderita
mengalami kelelahan setidaknya beberapa hari dalam sebulan selama menjalani
seri kemoterapi terakhirnya, dibandingkan dengan 54% yang merasakan mual,
23% yang mengalami depresi, dan 20% yang merasakan nyeri. Mereka juga
mencatat bahwa lebih dari setengah penderita mengalami kelelahan setidaknya

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  11

satu kali dalam seminggu dan 30% mengalami kelelahan setiap hari.25 Terdapat
penelitian yang mendapatkan prevalensi kelelahan terkait kanker 51% dan
74%.26,27 Secara umum, sekitar 50% sampai 90% penderita kanker mengalami
kelelahan, dengan 90% mewakili penderita yang sedang dalam tatalaksana anti-
kanker seperti kemoterapi dan radioterapi. Kelelahan dapat menjadi gejala yang
dirasakan menetap selama berbulan-bulan bahkan tahunan pada populasi setelah
kemoterapi. Pada satu penelitian diperoleh data bahwa sepertiga dari penderita
yang sembuh dari kanker tetap mengalami kelelahan lima tahun setelah akhir
tatalaksana dan pada penelitian lain, kelelahan dilaporkan oleh 60% penderita
penyakit Hodgkin yang sudah dinyatakan sembuh selama 5 tahun.24 Berbagai
penelitan yang telah disebutkan memperlihatkan besarnya angka kejadian
kelelahan terkait kanker serta dampaknya pada kualitas hidup pasien.

2.2.2. Hipotesis patogenesis kelelahan terkait kanker

Kelelahan merupakan suatu pengalaman multidimensi yang sangat subyektif.


Seseorang dapat merasakan kelelahan sebagai kelelahan fisik, kebutuhan untuk
mengurangi aktivitas, menurunkan motivasi, dan/atau kelelahan mental. Apa
yang sudah banyak diketahui tentang kelelahan terfokus pada kelelahan fisik
yang berhubungan dengan latihan (respon otot). Dari sudut pandang ini,
kelelahan secara fisiologi didefinisikan sebagai ketidak mampuan untuk
mempertahankan pengeluaran kekuatan (power), dan dirasakan sebagai suatu
sensasi kelemahan-bahkan jika otot tidak digunakan-dan/atau kebutuhan usaha
yang lebih besar untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Sebagai tambahan,
kelelahan juga melibatkan dimensi psikologis seperti kelelahan mental dan
menurunnya motivasi. Kelelahan mental dapat diekspresikan sebagai penurunan
kapasitas atensi, konsentrasi, belajar, serta gangguan memori jangka pendek. 28

Mekanisme dasar kelelahan dibagi ke dalam dua komponen utama: perifer dan
sentral. Kelelahan perifer, yang terjadi pada neuromuscular junction dan jaringan
otot, mengakibatkan ketidakmampuan organ neuromuskular perifer untuk
melakukan suatu tugas sebagai respon terhadap rangsang sentral. Mekanisme

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  12

yang terlibat dalam kelelahan perifer diantaranya adalah kurangnya ATP dan
menumpuknya sisa metabolisme. Kelelahan sentral, yang terjadi pada susunan
saraf pusat, muncul akibat kegagalan progresif untuk mentransmisikan impuls
motor neuron. Kelelahan sentral didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai
atau mempertahankan suatu aktivitas volunter. Jadi, kelelahan sentral
bermanifestasi sebagai “suatu kegagalan untuk menyelesaikan tugas fisik dan
mental yang membutuhkan motivasi diri dan dorongan internal, tanpa disertai
suatu kegagalan kognitif atau kelemahan motorik.28

Kelelahan sudah dipelajari pada kondisi normal (kelelahan akibat latihan) atau
pada konteks penyakit kronik. Namun, hasil penelitian tentang hal itu sulit
diekstrapolasi terhadap kelelahan terkait kanker karena keterlibatan faktor
etiologi yang berbeda. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari
patofisiologi kelelahan terkait kanker, dan sudah ada beberapa teori yang cukup
kuat, diantaranya adalah disregulasi serotonin, disfungsi aksis HPA, gangguan
irama sirkadian, metabolisme otot/disregulasi ATP, aktivasi serabut saraf aferen
Vagus, disregulasi sitokin, dan kondisi komorbid.28

2.2.2.1. Disregulasi serotonin

Salah satu hipotesis untuk menjelaskan kelelahan terkait kanker adalah bahwa
kanker dan/atau pengobatan kanker akan menyebabkan peningkatan kadar
serotonin otak (5-HT) dan/atau up regulasi populasi reseptor 5-HT yang
menyebabkan penurunan dorongan somatomotor, modifikasi fungsi aksis
Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (hypothalamic-pituitary-adrenal/HPA) dan suatu
sensasi penurunan kapasitas untuk menyelesaikan kerja fisik. 5-HT memiliki
banyak fungsi, diantaranya mengontrol nafsu makan, tidur, memori, belajar,
regulasi suhu, mood, perilaku, fungsi kardiovaskular, kontraksi otot, regulasi
endokrin, dan depresi; dan terdapat bukti yang semakin kuat terhadap peran 5-
HT dalam pembentukan kelelahan sentral.28

Disregulasi metabolisme atau fungsi 5-HT sentral mungkin merupakan faktor


pendukung terjadinya kelelahan terkait kanker. Terdapat bukti bahwa sitokin pro

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  13

inflamasi, seperti TNF-α, dapat mempengaruhi metabolisme 5-HT. Dari


berbagai penelitian diperkirakan terdapat jalur umpan balik antara TNF-
α dengan 5-HT sentral, yaitu TNF-α yang disintesis dari perifer menyebabkan
suatu peningkatan penglepasan 5-HT ke dalam celah sinaps.

↓ dorongan somatomotor

modifikasi fungsi aksis HPA

sensasi pe↓ kapasitas


Kanker   melakukan kegiatan fisik
↑ populasi
reseptor serotonin
(5-HT)
gangguan nafsu makan
Pengobatan  
Kanker  
↑ kadar gangguan fungsi KV
serotonin (5-HT)
otak
gangguan tidur

KELELAHAN gangguan kontraksi otot

gangguan mood, perilaku &


depresi

gangguan regulasi hormon

gangguan memori & belajar

gangguan pengaturan suhu

Gambar 2.2. Ringkasan pengaruh 5-HT dalam menyebabkan kelelahan terkait kanker
Wang XS. Pathophysiology of cancer-related fatigue. Clin J Oncol Nurs. Oct 2008; 12 (5
Suppl):11-20
 

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  14

2.2.2.2. Disfungsi Aksis HPA

Etiologi kelelahan yang potensial adalah terganggunya aksis HPA. Hipotesis ini
beranggapan bahwa kanker dan/atau pengobatannya mengubah fungsi aksis
HPA, berakibat pada perubahan endokrin yang dapat menjadi penyebab atau
faktor pendukung terjadinya kelelahan terkait kanker.28

Aksis HPA merupakan sistem regulator pusat yang mengontrol penglepasan


hormon kortisol. Corticotropin-releasing hormone (CRH) disekeresikan pada
nukleus paraventrikular hipotalamus sebagai respon terhadap stres psikologis
atau stres fisik. CRH bekerja bersama-sama dengan vasopresin arginin (anti
diuretic hormone/ADH) untuk melepaskan corticotropin (adrenocorticotropic
hormone/ACTH) dari hipofisis anterior. ACTH kemudian merangsang
dilepaskannya kortisol dari korteks adrenal. Kortisol menghasilkan berbagai efek
biologis, diantaranya pengaturan tekanan darah, fungsi kardiovaskular,
metabolisme karbohidrat, dan fungsi imunitas. Kortisol juga memberikan umpan
balik negatif terhadap aksis HPA pada tingkat hipokampus, hipotalamus, dan
hipofisis. Kadar serum kortisol menunjukkan variasi diurnal, biasanya tertinggi
saat bangun tidur dan kemudian semakin menurun sepanjang hari.28 Percobaan
pada hewan memperlihatkan bahwa jenis stres yang berbeda akan merangsang
perubahan aktivitas aksis HPA yang berbeda pula. Stres fisik dan/atau psikologis
cenderung untuk meningkatkan ekspresi CRH hipotalamus, sedangkan inflamasi
kronik cenderung untuk menurunkan sintesis dan penglepasan CRH.28

Pada manusia, kelelahan juga dihubungkan dengan penurunan fungsi aksis HPA
dan hipokortisolemia pada berbagai kondisi klinis, diantaranya kanker, sindrom
kelelahan kronik, dan artritis rematoid. Beberapa bukti mengindikasikan
terdapatnya hubungan antara kelelahan terkait kanker dengan penurunan
produksi kortisol.28

Hingga kini, hubungan antara kanker, kelelahan dan disregulasi aksis HPA
masih belum jelas. Perubahan aksis HPA mungkin disebabkan oleh berbagai
faktor yang berbeda-beda sesuai dengan jenis penyakitnya. Sitokin pro inflamasi

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  15

seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α merupakan stimulator kuat aksis HPA. Kadar
kortisol diatur oleh interaksi 5-HT dengan aksis HPA pada tingkat hipokampus,
hipotalamus, dan hipofisis, dimana rangsangan terhadap reseptor 5-HT
merupakan sinyal untuk dilepaskannya CRH, ADH, dan ACTH.28

2.2.2.3. Gangguan Irama Sirkadian

Irama sirkadian adalah pola endogen yang berbasis genetik dan fisiologis yang
mengontrol tubuh sesuai dengan “jam biologis”. Irama biasanya memiliki siklus
24 jam dan sangat sensitif terhadap faktor lingkungan (perubahan terang dan
gelap) dan faktor psikologis (stress, kecemasan dan penyakit).28 Beberapa
perubahan pada fungsi sirkadian terlihat pada pasien kanker. Perubahan ini
meliputi irama endokrin (sekresi kortisol, melatonin, prolaktin), proses metabolik
(kadar protein yang bersirkulasi dan suhu), sistem imun (kadar leukosit dan
netrofil yang bersirkulasi), dan pola istirahat-aktivitas). Pasien dengan kanker
stadium lanjut cenderung untuk memperlihatkan perubahan irama yang paling
besar.28

Gangguan tidur merupakan hal yang sering dijumpai pada pasien kanker dan
mungkin akibat dari perubahan pola istirahat-aktivitas. Beberapa penelitian
memperlihatkan hubungan yang berbanding terbalik antara kelelahan dan tingkat
aktivitas di siang hari dan hubungan yang berbanding lurus antara kelelahan dan
tidur yang tidak nyenyak di malam hari. Pasien dengan gangguan irama
sirkadian cenderung untuk mengalami kelelahan yang lebih berat dibandingkan
pasien dengan irama yang teratur.28

Penyebab disregulasi sirkadian akibat kanker mungkin meliputi faktor genetik,


psikososial, lingkungan, dan pengaturan ritme tubuh. Perubahan respon
neuroimunologik dapat memperantarai asosiasi antara kanker (dan pengobatan
kanker), ritme sirkadian, dan fatigue, namun hubungan sebab akibat dari
kesemuanya kemungkinan sangat kompleks. Perubahan diurnal kortisol
diketahui dapat mengubah jumlah dan fungsi sel-sel imun, yang dapat
menyebabkan penekanan produksi sitokin pro inflamasi. Selain itu, ritme kortisol

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  16

yang melandai pada pasien kanker payudara telah dibuktikan berhubungan


dengan perubahan fungsi imunitas.28

2.2.2.4. Metabolisme Otot/Disregulasi ATP

Persepsi pasien tentang kelelahan terkait kanker biasanya dideskripsikan sebagai


perasaan “kelemahan”dan “berkurangnya energi”. Perasaan subyektif itu sangat
mungkin, paling tidak sebagian, berhubungan dengan kelelahan perifer. Salah
satu hipotesis menyatakan bahwa kanker dan/atau pengobatannya menyebabkan
suatu gangguan pada mekanisme pembentuk ATP di otot rangka, sehingga
mempengaruhi kemampuan untuk melakukan tugas mekanik.28 ATP merupakan
sumber energi utama untuk kontraksi otot rangka. Hidrolisis fosfat yang terikat
pada ATP melepaskan energi; dan dalam kondisi normal, ATP kemudian akan
dibentuk kembali. Kegagalan untuk membuat ATP kembali akan mempengaruhi
kemampuan fungsi otot.28

Penelitian tentang kelelahan pada otot pasien dengan sindrom kelelahan kronik
memperlihatkan penurunan metabolisme oksidatif otot, penurunan ATP selular
yang dihubungkan dengan disregulasi 2’,5’-oligoadenilat sintetase/jalur Rnase,
dan gangguan sintesis ATP. Terdapat penurunan kadar ATP dan kreatin fosfat
pada otot rangka pasien dengan gagal ginjal kronik, yang sering mengeluhkan
kelelahan dan kelemahan sebagai gejala dari penyakit mereka.28

Bukti adanya gangguan metabolisme ATP pada otot pasien kanker sangat
terbatas. Pasien dengan kanker sering mengalami penurunan pemasukan energi
akibat perubahan pada nafsu makan dan efek samping pengobatan (anoreksia-
kakheksia), yang akan membatasi pembentukan kembali ATP.28 Penelitian yang
memperlihatkan penurunan ATP memberikan bukti lebih lanjut tentang
hubungan antara perubahan metabolisme ATP dengan kelelahan. Suatu uji klinis
randomisasi pada pasien dengan kanker paru non-small-cell stadium lanjut
memperlihatkan bahwa pemberian infus ATP memperbaiki kekuatan otot dan
juga beberapa aspek kualitas hidup, seperti kelelahan. Sebagai tambahan,
Forsyth dkk, melakukan suatu penelitian silang randomisasi, samar ganda,

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  17

dengan kontrol plasebo untuk menguji hipotesis bahwa pemberian nikotinamid


adenin dinukleotida (NAD), koenzim utama pembentukan ATP dapat
mengurangi gejala pada pasien dengan sindrom kelelahan kronik. NAD, yang
diberikan dalam bentuk NADH, menurunkan kelelahan dan meningkatkan
kualitas hidup. Bergantung pada tingkat penurunan ATP pada kelelahan terkait
kanker, pemberian NAD mengkin dapat menjadi strategi terapi yang
menjanjikan.28

Gambar 2.3. Kemungkinan keterlibatan perubahan metabolisme otot rangka pada pembentukan

kelelahan terkait kanker

Andrews PLR, Morrow GR, Hickok JT et al. Mechanisms and models of fatigue associated
with cancer and its treatment: Evidence of pre-clinical and clinical studies. In: Armes J,
Krishnasamy M, Higginson I, eds. Fatigue in Cancer. Oxford: Oxford University

2.2.2.5. Aktivasi Serabut Saraf Aferen Vagus

Saraf aferen Vagus mungkin berperan dalam perkembangan kelelahan. Nervus


Vagus sebagian besar terdiri dari serabut aferen yang mengkomunikasikan sinyal
dari viscera ke batang otak dan mensuplai serabut parasimpatis eferen menuju
organ viscera seperti jantung dan abdomen. Hipotesis nervus Vagus menduga
bahwa kanker dan /atau pengobatan kanker menyebabkan penglepasan agen
neuroaktif di perifer yang akan mengaktifkan nervus vagus aferen dan berakibat
pada penekanan aktivitas otot somatik dan induksi “perilaku sakit”.28

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  18

2.2.2.6. Disregulasi sitokin

Sitokin pro inflamasi seperti TNF-α dan IL-1β terlibat pada banyak mekanisme
yang diduga sebagai penyebab kelelahan terkait kanker dan beberapa penyakit
lainnya. Pemberian sitokin pro inflamasi baik eksperimen maupun terapi
diketahui memicu “perilaku sakit”. Secara khusus, TNF-α telah dilaporkan
berhubungan dengan perubahan neurotransmisi susunan saraf pusat, yang
mengakibatkan perubahan perilaku seperti letargi dan anoreksia.28

2.2.2.7. Kondisi komorbid yang berhubungan dengan kelelahan terkait kanker

Kelelahan terkait kanker sering muncul sebagai bagian dari sekumpulan gejala
dan diikuti atau dibarengi dengan kondisi yang sangat mungkin berperan dalam
perkembangan kelelahan. Gejala yang paling sering adalah anemia, kakheksia,
depresi dan gangguan tidur.

2.2.3. Dampak kelelahan terkait kanker

Dampak dari kelelahan terkait kanker pada kemampuan untuk menjalani


aktivitas sehari-hari sangat besar dan jelas. Pada penelitian yang melibatkan 379
pasien dengan kanker dan riwayat kemoterapi, hampir seluruh pasien dengan
kelelahan merasakan hambatan dalam menjalani kehidupan “normal” dan 88%
merasa bahwa kelelahan telah mengubah rutinitas sehari-hari mereka.25 Pasien
dengan kelelahan melaporkan hambatan yang bermakna dalam kemampuan
menyelesaikan berbagai aktivitas, seperti memasak, membersihkan rumah,
mengangkat barang yang ringan, dan bersosialisasi dengan keluarga dan teman.
Hambatan ini diduga sangat erat berhubungan dengan kapasitas fungsional fisik
pasien.2,25 Brown dkk menggunakan suatu pengukuran yang obyektif – chair-
rise time – untuk menilai dampak kelelahan, dan menemukan bahwa pasien
dengan kelelahan yang lebih berat memiliki kapasitas fungsional yang lebih
rendah.29 Mallinson dkk menggunakan skala Functional Assessment of Chronic
Illness Therapy – Fatigue (FACIT-F) dan Subskala Fungsi Fisik dari Medical
Outcomes Study Short-form 36-item Health Survey (MOS SF-36), suatu
instrumen penilai kualitas hidup yang sudah banyak dipakai, dan mendapatkan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  19

korelasi yang berbanding terbalik antara kelelahan dengan kapasitas fungsional


fisik.2,30

Dekondisi sistem kardiorespirasi dan muskuloskeletal merupakan kontributor


potensial terhadap kelelahan terkait kanker yang menetap.31 Tingkat aktivitas
fisik cenderung menurun saat pengobatan kanker dan tetap rendah bahkan
setelah seri pengobatan berakhir. Rendahnya aktivitas fisik ditambah dengan
efek sistemik dari pengobatan menyebabkan menurunnya tingkat kebugaran
kardiorespirasi, membuat aktivitas fisik yang terstruktur dan aktivitas sehari-hari
menjadi makin sulit dilakukan.32

2.2.4. Diagnosis dan pendekatan terhadap kelelahan terkait kanker

NCCN dalam panduan manajemen kelelahan terkait kanker menghimbau agar


pada setiap pasien kanker dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui ada-
tidaknya kelelahan terkait kanker pada konsultasi awal, saat diagnosis penyakit
terminal ditegakkan dan pada setiap kunjungan untuk kemoterapi. Walaupun
panduan sudah disusun dengan jelas, terdapat hambatan untuk menegakkan
diagnosis kelelahan dan mendapatkan laporan pasien mengenai dampak
kelelahan yang bermakna pada aktivitas sehari-harinya. Masih banyak dokter
yang tidak memiliki pengetahuan cukup mengenai kelelahan dan tata laksananya
atau mengecilkan dampak kelelahan terhadap kualitas hidup pasien, sedangkan
pasien mungkin beranggapan gejala kelelahan sebagai konsekuensi yang tidak
dapat dihindarkan dari pengobatan kanker dengan jenis medikasi tertentu.
Keinginan pasien yang kuat untuk mendapatkan terapi yang dapat
menyembuhkan atau menghambat perkembangan penyakit kanker dapat
berperan dalam keengganan pasien melaporkan gejala kelelahan karena takut
akan memperoleh tata laksana yang kurang agresif yang dapat berakibat pada
kemungkinan sembuh yang lebih rendah. Efek samping dianggap sebagai
jembatan untuk memperoleh perbaikan klinis, sehingga keluhan-keluhan penting,
seperti kelelahan, menjadi kurang dilaporkan dan tidak ditatalaksana.24

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  20

Beberapa instrumen telah disusun dan diuji kesahihan dan keandalannya untuk
digunakan dalam menegakkan diagnosis dan pendekatan manajemen kelelahan
terkait kanker. Berbagai instrumen penilai kelelahan yang telah diuji kesahihan
dan keandalannya diantaranya adalah BFI,7,33 FSI,34 FACT-G,10 Functional
Assessment of Cancer Therapy Fatigue Subscale (FACT-F),10 Lee Fatigue
Scale,35 MFI,9 Multidimensional Fatigue Symptom Inventory (MFSI),36 PFS,13
dan SCFS.37 Beberapa kuesioner telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
dan diuji kesahihannya dalam versi terjemahannya.24

Diagnosis kelelahan dapat ditegakkan melalui kombinasi riwayat klinis dan


pemeriksaan fisik, asesmen laboratorium terkait, informasi yang diperoleh dari
anggota keluarga atau pelaku rawat dan penggunaan instrumen terstandardisasi
untuk mengevaluasi kelelahan (Gambar 2.4).24 Diagnosis kelelahan terkait
kanker biasanya diperoleh setelah menyingkirkan penyebab klinis yang
reversibel atau dapat diobati, seperti hipotiroidisme, anemia, gangguan tidur,
nyeri, stres emosional, menopause, efek samping medikasi, gangguan elektrolit
atau kelainan patologis seperti gagal jantung, miopati dan fibrosis paru. Setelah
faktor yang berkontribusi dievaluasi, pasien harus diinvestigasi melalui
kuesioner singkat dan dijawab secara mandiri oleh pasien, seperti VAS atau BFI.
Pasien dengan kelelahan sedang atau berat akan mendapatkan manfaat melalui
tatalaksana farmakologik dan non farmakologik, sedangkan pasien dengan
kelelahan yang ringan, yang tidak mengalami hambatan pada kualitas hidupnya,
dapat memperoleh tatalaksana non farmakologik saja. Evaluasi lanjutan
mengenai beratnya penyakit dan dampak pada kualitas hidup, dan juga
kemampuan fungsional pasien harus dilakukan secara berkala. Evaluasi dan
klasifikasi kelelahan terkait kanker harus menjadi langkah pertama pada
interpretasi klinis pasien kanker, agar strategi tatalaksana yang adekuat dapat
diimplementasikan.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  21

2.2.5. Tatalaksana Kelelahan Terkait Kanker

Walaupun sudah diketahui bahwa kelelahan merupakan gejala yang paling


banyak dikeluhkan oleh pasien kanker, namun bukti kemaknaan dan jumlah
intervensi untuk manajemen kelelahan terkait kanker masih sangat terbatas. Dari
panduan tatalaksana kelelahan yang telah dipublikasikan pada NCCN Fatigue
Practice Guidelines, terdapat 7 faktor yang diidentifikasi sebagai faktor yang
memiliki kontribusi pada timbulnya kelelahan terkait kanker, yaitu: nyeri,
gangguan emosi, gangguan tidur, anemia, defisiensi nutrisi, dekondisi, dan
komorbiditas. Panel NCCN merekomendasikan faktor-faktor ini untuk dinilai
dan ditatalaksana pada tahap awal manajemen kelelahan terkait kanker.
Walaupun faktor-faktor ini mungkin bukan merupakan penyebab tunggal atau
bahkan penyebab utama kelelahan terkait kanker pada seorang individu, namun
karena semua faktor tersebut diketahui meningkatkan kelelahan, tatalaksana ke-7
faktor ini – jika ditemukan – sebagai pendekatan awal, dapat menurunkan
kelelahan yang dirasakan pasien ke tingkat yang dapat ditoleransi. Terdapat
cukup banyak penelitian yang mendukung hubungan erat antara nyeri dan
kelelahan, stres dan kelelahan, serta dekondisi dan kelelahan. Terdapat bukti kuat
pula mengenai korelasi antara anemia dan kelelahan serta gangguan tidur dan
kelelahan. Jika tidak dapat diidentifikasi ke-7 faktor ini, maka perlu dilakukan
penilaian yang komprehensif, termasuk investigasi yang menyeluruh pada semua
sistem, evaluasi status penyakit, dan investigasi pengobatan yang dijalani. Data
dari penilaian komprehensif dibutuhkan untuk merancang strategi manajemen
yang komprehensif. 38

Pada banyak penderita kanker, penyebab kelelahan tidak dapat dengan mudah
diidentifikasi, dan pendekatan manajemen merupakan pendekatan secara umum.
Walaupun dalam dekade terakhir kelelahan terkait kanker telah diakui sebagai
masalah besar, mekanisme yang mendasari kelelahan terkait kanker masih belum
pasti dan hanya sedikit pilihan intervensi berbasis bukti yang tersedia untuk
tatalaksana keluhan ini. Intervensi dapat digolongkan ke dalam intervensi
farmakologik dan non farmakologik.38

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  22

Gambar 2.4. Algoritme untuk diagnosis dan pengobatan kelelahan terkait kanker
Campos, M. P., et al. (2011). "Cancer-related fatigue: a review." Rev Assoc Med Bras 57(2):
211-219

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  23

2.2.5.1. Intervensi Farmakologi

Intervensi farmakologi diantaranya adalah eritropoietin untuk anemia akibat


kemoterapi, terapi spesifik etiologi seperti antidepresi jika depresi merupakan
penyebab kelelahan, dan stimulan psikis untuk membantu pasien merasa
memiliki energi dan tidak terlalu lelah. Bukti pendahuluan untuk uji klinis terapi
eritropoietin pada pasien anemia dengan keganasan non mieloid yang menerima
kemoterapi memberikan indikasi bahwa peningkatan kadar hemoglobin diikuti
dengan perbaikan energi dan fungsi fisik, penurunan kelelahan, dan peningkatan
kualitas hidup. Walaupun banyak penderita kanker yang mengalami anemia
melaporkan gejala kelelahan, sebagian besar pasien kanker tidak mengalami
anemia.

Di luar manajemen dengan eritropoietin, hanya sedikit penelitian terkontrol yang


mempelajari terapi farmakologi untuk manajemen kelelahan. Pada satu
penelitian, obat megestrol asetat dikatakan dapat menurunkan kelelahan hingga
batas tertentu pada pasien kanker stadium lanjut. Stimulan psikis cukup efektif
untuk menurunkan kelelahan pada pasien dengan infeksi HIV dan pada pasien
multipel sklerosis, namun terdapat keterbatasan data mengenai efektivitasnya
untuk kelelahan terkait kanker. Walaupun metilfenidat ditemukan efektif untuk
menghilangkan rasa kantuk akibat opiat dan untuk tatalaksana depresi akut serta
juga untuk memperbaiki fungsi kognitif pada pasien paliatif, hanya dua
penelitian yang melaporkan penggunaan metilfenidat sebagai tatalaksana
kelelahan. Satu penelitian adalah laporan kasus tentang penggunaan metilfenidat
pada 11 pasien dengan kanker stadium lanjut, dan 9 diantaranya mengalami
penurunan kelelahan. Penelitian kedua adalah proyek pendahuluan yang meneliti
efek tingkat kelelahan pada suatu program latihan dan metilfenidat pada 12
pasien dengan melanoma yang menerima terapi interferon. Walaupun sepertiga
dari subyek menghentikan penggunaan metilfenidat karena efek samping obat
tersebut, seluruh subyek melaporkan tingkat kelelahan yang lebih rendah
daripada kontrol.38 Pemoline merupakan stimulan sistem saraf pusat dengan
indikasi yang serupa dengan metilfenidat, dan sudah diteliti penggunaannya

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  24

dalam menurunkan kelelahan pada penderita multipel sklerosis (memberikan


respon pada 46% kasus) tetapi belum dilakukan pada penderita kanker. Masalah
hati serius dilaporkan oleh beberapa pasien. Modafinil sudah disetujui oleh FDA
untuk digunakan pada narkolepsi dan telah dilaporkan membantu pada kelelahan
terkait kanker, tetapi belum ada hasil penelitian yang dipublikasikan.38

2.2.5.2. Intervensi Non Farmakologi

Intervensi non farmakologi untuk kelelahan terkait kanker termasuk perubahan


pola istirahat dan aktivitas, terapi latihan dan terapi tidur; program dukungan
psikososial; strategi untuk mengatasi stres; dan konservasi energi.

Bukti kuat dari penelitian klinis mendukung penggunaan latihan untuk


manajemen kelelahan pada pasien kanker. Pemikiran penggunaan latihan sebagai
tatalaksana kelelahan berangkat dari pemikiran bahwa efek toksik dari kanker
dan pengobatan kanker serta dekondisi akibat penurunan aktivitas fisik selama
terapi dapat menyebabkan penurunan kapasitas untuk melakukan performa fisik.
Jika terjadi dekondisi, pasien harus menggunakan usaha yang lebih besar dan
mengeluarkan lebih banyak energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari, yang
mengakibatkan peningkatan kelelahan. Latihan dapat menurunkan penggunaan
energi dan bahkan dapat meningkatkan kapasitas fungsional, yang dapat
menimbulkan berkurangnya usaha yang dikeluarkan dan penurunan kelelahan.
Hipotesis lainnya adalah peningkatan sirkulasi yang terjadi selama latihan dapat
memfasilitasi penurunan sitokin atau substans lain yang memperantarai respon
kelelahan terkait kanker di dalam sirkulasi.38

2.2.5.2.1. Latihan

Hingga saat ini, telah banyak laporan dari berbagai penelitian yang dilakukan
oleh berbagai kelompok yang berbeda yang menguji efek latihan terhadap
kelelahan terkait kanker yang dilakukan selama pengobatan, dan beberapa
laporan mengenai program latihan setelah selesainya sesi pengobatan. Walaupun
jumlah sampel dari berbagai penelitian tersebut kecil, namun semuanya
menunjukkan tingkat kelelahan yang rendah pada kelompok yang melakukan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  25

latihan dibandingkan dengan kontrol atau kelompok pembanding. Semua bentuk


latihan yang diberikan adalah latihan aerobik; beberapa diantaranya program
latihan berjalan yang dilakukan di rumah dan ada pula yang meliputi latihan
jentera atau sepeda yang dilakukan di laboratorium dan di bawah pengawasan.
Latihan penguatan resistif dilaporkan menurunkan kelelahan pada pasien kanker
prostat yang menerima terapi penekan androgen.38

Intervensi latihan aerobik secara konsisten menunjukkan efek yang kuat terhadap
kelelahan terkait kanker: perbedaan yang bermakna terlihat antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan bahkan pada jumlah sampel yang sedikit.
Tingkat kelelahan pada kelompok perlakuan lebih rendah 40-50%. Program
latihan bervariasi dalam durasi, sesuai dengan pengobatan kanker, mulai dari 6
minggu untuk pasien yang menjalani terapi radiasi hingga 6 bulan untuk pasien
yang menjalani pengobatan kemoterapi dan transplantasi sel punca darah tepi.
Pada penelitian terhadap efek latihan pasca pengobatan, latihan berkisar antara
10-20 minggu. Kepatuhan mengikuti program latihan, dengan definisi yang
berbeda-beda, berkisar antara 60-80% pada program latihan di rumah hingga
100% pada latihan di laboratorium di bawah pengawasan – sangat kontras
dibandingkan dengan tingkat drop out yang tinggi (50%) pada subyek yang sehat
yang mengikuti program latihan. Sebagian besar sampel terdiri dari wanita
dengan kanker payudara yang menerima kemoterapi ajuvan atau terapi radiasi.
Namun demikian terdapat pula satu penelitian pada individu dengan melanoma,
Hodgkin, dan multipel myeloma yang memperlihatkan hasil yang baik dengan
latihan. Beberapa penelitian latihan pada individu yang menerima transplantasi
sel punca darah perifer memperlihatkan penurunan kelelahan dan stres
emosional, serta memperlihatkan perbaikan parameter hematologi pada
kelompok yang melakukan latihan. Kelelahan diukur menggunakan berbagai
instrumen penilaian mandiri kelelahan terkait kanker yang sahih dan andal dan
sudah diuji pada populasi kanker.38

Perubahan pada tolerasi latihan dan kapasitas fungsional diukur dengan uji
jentera dibatasi gejala (symptom-limited) atau uji jalan 12 menit dan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  26

dihubungkan dengan tingkat kelelahan. Penelitian meliputi uji klinis


randomisasi, kelompok tunggal pretest-posttest, dan disain kuasi eksperimental.
Tingkat kemaknaan yang mendukung latihan sebagai intervensi untuk kelelahan
pada populasi kanker dianggap kuat berdasarkan jumlah penelitian yang
dilakukan, kualitas disain penelitian secara keseluruhan, besar efek latihan
terhadap kelelahan, dan konsistensi manfaat yang diperoleh dari seluruh
penelitian yang ditelaah.38 Beberapa telaah komprehensif terhadap berbagai
penelitian mengenai latihan pada pasien kanker juga menyimpulkan bahwa
latihan menurunkan kelelahan dan memperbaiki kualitas hidup.38

Keterbatasan dari berbagai penelitian tentang latihan untuk manajemen kelelahan


terkait kanker adalah bahwa latihan ditawarkan pada sekelompok pasien yang
berada dalam tahapan tertentu pengobatan atau setelah selesainya pengobatan,
tanpa memperhatikan tingkat kelelahan pasien tersebut. Terbatas sekali jumlah
informasi mengenai efektivitas program latihan dan kepatuhan pasien pada
pasien dengan tingkat kelelahan yang sudah tinggi di awal penelitian. Namun
demikian, pencegahan kelelahan dengan memulai program latihan sedini
mungkin bisa jadi lebih efektif, menghemat biaya, dan lebih manusiawi
dibandingkan terapi setelah tingkat kelelahan mencapai tingkat sedang atau
berat.38

2.2.5.2.2. Istirahat dan Tidur

Penderita kanker melaporkan gangguan pada pola tidur. Perubahan yang


dilaporkan adalah perubahan kualitas tidur dan bukan kuantitas. Beberapa
penelitian memperlihatkan bahwa penderita kanker menghabiskan lebih banyak
waktu untuk istirahat dan tidur, tetapi sering pola tidurnya sangat berubah.
Penderita yang menggunakan istirahat dan tidur untuk manajemen kelelahan
melaporkan bahwa metode ini tidak terlalu efektif. Penelitian terhadap intervensi
istirahat dan tidur untuk manajemen kelelahan masih dalam tahap awal.38

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  27

2.3. SISTEM PENGUKURAN KELELAHAN TERKAIT KANKER

Konsep kelelahan sangat sulit untuk didefinisikan. Kelelahan merupakan


pengalaman subyektif dan oleh sebab itu sulit diukur. Pengukuran kelelahan
terkait kanker dapat dikelompokkan dengan beberapa cara. Beberapa menilai
kelelahan secara umum, yang lain menilai untuk kaitannya dengan suatu
penyakit tertentu. Beberapa pengukuran bersifat evaluatif, dibuat untuk
mengukur derajat keparahan kelelahan; beberapa dibuat dengan tujuan
diskriminatif, untuk membedakan individu dengan kelelahan dan yang tidak.
Ada pengukuran yang menggunakan skala unidimensional dan hanya terfokus
pada satu dimensi, biasanya menilai tingkat keparahan. Ada yang menggunakan
skala multidimensional yang mengumpulkan informasi pada lebih dari satu
dimensi kelelahan, sebagai contoh, tidak hanya tingkat keparahan kelelahan
tetapi juga durasi, dan efeknya pada aktivitas sehari-hari. Beberapa juga
mengevaluasi dampak kelelahan pada fungsi kognisi, perilaku, dan sosial.
Penggunaan skala multidimensional memungkinkan seseorang untuk melakukan
kalkulasi suatu nilai dari satu dimensi maupun nilai total atau nilai keseluruhan.39

Belum ada satu instrumen pengukuran kelelahan yang memenuhi semua kriteria
sebagai alat ukur kelelahan yang ideal. Klinisi atau peneliti harus memperhatikan
beberapa hal penting untuk menentukan skala pengukuran yang akan dipakai.
Yang utama adalah memastikan aspek kelelahan apa yang akan dinilai. Berbagai
alat ukur memiliki fokus pengukuran yang berbeda-beda, beberapa hanya
mengukur tingkat keparahan kelelahan, dan lainnya mengukur durasi dan
dampak pada berbagai fungsi. Jika pengukuran dimaksudkan sebagai alat
penapis, maka alat ukur multidimensional yang panjang tidak dibutuhkan. Jika
yang dibutuhkan adalah pemahaman mengenai kelelahan yang dialami pasien,
maka alat ukur yang dibutuhkan adalah yang dapat mengeksplorasi manifestasi
kelelahan pada afektif, kognitif, somatik dan perilaku. Pengukuran dengan alat
ukur kelelahan multidimensional, yang dapat menangkap berbagai karakteristik
dan manifestasi dari kelelahan, serta dampaknya pada fungsi, akan lebih
informatif daripada pengukuran terhadap derajat keparahan kelelahan saja.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  28

Namun pada pasien yang mengalami tingkat kelelahan yang tinggi, mengisi
kuesioner penilaian kelelahan multidimensional yang panjang dapat menjadi
beban yang terlalu berat, sehingga pilihan akhir terhadap alat ukur kelelahan
yang akan digunakan harus merupakan kompromi antara kebutuhan akan detil
dan kepraktisan pengukuran.39

2.4. BRIEF FATIGUE INVENTORY (BFI)

Pada telaah pustaka mengenai alat ukur kelelahan oleh Whithead dkk, diperoleh
hasil bahwa BFI merupakan salah satu dari tiga alat alat ukur kelelahan yang
dapat digunakan sebagai alat penapis antara individu dengan kelelahan dan yang
tidak mengalami kelelahan. BFI juga merupakan salah satu dari empat alat ukur
yang cukup sensitif untuk mendeteksi perubahan tingkat kelelahan sehubungan
dengan progresivitas penyakit atau keberhasilan terapi.39 BFI dibuat berdasarkan
Brief Pain Inventory (BPI) yang sudah berhasil digunakan untuk menilai tingkat
keparahan dan dampak nyeri kanker pada berbagai negara di Amerika, Eropa,
dan Asia. BFI merupakan alat ukur yang secara spesifik disusun untuk penilaian
cepat tingkat kelelahan terkait kanker pada penderita kanker dan identifikasi
pasien dengan kelelahan berat. BFI merupakan skala pengukuran kelelahan yang
sederhana, serta mudah dilakukan dan dinilai.7

BFI merupakan satu halaman kuesioner yang terdiri dari sembilan pertanyaan,
didahului dengan pertanyaan penyaring apakah pasien merasakan kelelahan yang
tidak umum selama seminggu terakhir. Tiga pertanyaan menanyakan tingkat
keparahan kelelahan “saat ini”, “umumnya” dan “paling berat” selama 24 jam
terakhir menggunakan skala Likert 0-10 di mana 0 berarti “tidak lelah” dan 10
sebagai “kelelahan yang paling berat yang bisa dibayangkan”. Enam pertanyaan
mengukur seberapa banyak kelelahan mempengaruhi kehidupan pasien selama
24 jam terakhir. Pengaruh yang dinilai mencakup pengaruh pada aktivitas secara
umum, mood/afek, kemampuan berjalan, kemampuan bekerja normal (termasuk
bekerja di luar rumah dan kegiatan rumah tangga), hubungan dengan orang lain,
dan kenikmatan hidup. Pertanyaan-pertanyaan ini dinilai dengan menggunakan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  29

skala Likert 0-10 di mana 0 artinya “tidak mempengaruhi” dan 10 artinya


“sangat mempengaruhi”. Skor BFI dihitung adalah rerata skor kesembilan butir
pertanyaan, dan nilai yang lebih tinggi menunjukkan tingkat kelelahan yang
lebih tinggi.

Kesembilan butir BFI telah diuji konstruksinya dan memiliki dimensi tunggal
sehingga dapat menggambarkan laporan subyektif tingkat keparahan kelelahan.
BFI merupakan instrumen yang stabil dengan konsistensi koefisien internal yang
kuat dan konsistensi koefisien 0.96. BFI juga memiliki kesahihan yang baik yang
dinilai dari korelasinya dengan status performa pasien dan marker anemia
(hemoglobin), yang diketahui sangat berhubungan dengan kelelahan.5,7 BFI
memiliki keuntungan dibandingkan beberapa instrumen penilai kelelahan lainnya
karena disain yang sederhana dengan bahasa yang ringkas dan sederhana
sehingga mudah dipahami. Penggunaan bahasa yang ringkas dan sederhana
membuat penerjemahan BFI ke dalam bahasa lain lebih mudah dilakukan. Hal
ini dibuktikan dengan terdapatnya tidak kurang dari 36 versi BFI dalam bahasa
lain, yang telah melalui tahapan uji kesahihan linguistik.5,8,14-17

2.5. Medical Outcome Study Short Form-36 item Health Survey (MOS SF-
36)

MOS SF-36 merupakan salah satu instrumen untuk mengukur status kesehatan
secara umum. MOS SF-36 pertama kali disusun oleh Ware dan Sherbourne pada
tahun 1992. Instrumen ini terdiri dari 36 pertanyaan yang meliputi 2 komponen
dasar yaitu komponen fisik dan komponen mental. Pertanyaan dalam instrumen
ini terbagi untuk 8 domain yaitu fungsi fisik, peran fisik, rasa nyeri, kesehatan
umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosi dan kesehatan mental.40 Pada tahun
1993 dilakukan uji kesahihan pertama pada instrumen ini, yang dilakukan pada
3445 responden yang dikelompokkan ke dalam 4 kelompok menurut jenis dan
derajat masalah kesehatannya. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa domain
fungsi fisik, peran fisik dan rasa nyeri, murni menilai aspek kesehatan fisik.
Domain peran emosi dan kesehatan mental, murni menilai aspek kesehatan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  30

mental. Domain fungsi sosial, vitalitas dan kesehatan umum menilai baik aspek
mental maupun fisik, sehingga paling sulit untuk diinterpretasikan.41 Terdapat
konsistensi internal yang baik pada semua domain, berkisar antara 0.65 hingga
0.94. Tingkat penyelesaian pengisian masing-masing domain antara 88 – 95%.
Seluruh domain dapat melewati uji item-internal consistency (97%) dan item
discriminant validity (92%). Responden yang bervariasi dalam karakteristik
demografi, diagnosis dan tingkat keparahan penyakit, mendukung penggunaan
MOS SF-36 pada berbagai populasi.42

MOS SF-36 telah diterjemahkan ke berbagai bahasa termasuk Indonesia. Uji


kesahihan MOS SF-36 versi Bahasa Indonesia pada populasi kanker
menunjukkan nilai Cronbach’s alpha > 0.7 pada domain fungsi fisik, fungsi
sosial, nyeri fisik, peran fisik dan peran emosi.43 Tidak didapatkan skor masing-
masing domain yang berbeda bermakna secara statistik pada jenis kanker yang
berbeda. Namun masih terdapat beberapa butir pertanyaan yang tidak
menunjukkan hasil yang sesuai dengan domainnya.44

2.6. Eastern Cooperative Oncology Group Performance Status (ECOG-PS)

Eastern Cooperative Oncology Group Performance Status (ECOG-PS) adalah


suatu instrumen yang disusun untuk menilai status performa pada pasien kanker.
Bersama-sama dengan skala pengukuran Karnofsky Performance Status (KPS),
keduanya merupakan instrumen yang sudah digunakan secara luas di seluruh
dunia, baik untuk kepentingan klinis maupun untuk kepentingan penelitian.
ECOG-PS disusun pada tahun 1982, terdiri dari 6 tingkat ( 0 – 5 ) dimana tingkat
0 diberikan jika pasien masih aktif sepenuhnya seperti sebelum terdiagnosa
kanker dan dapat melakukan semua aktivitas yang bisa dilakukannya sebelum
sakit tanpa hambatan; dan 5 jika pasien meninggal.45 Berbagai penelitian untuk
menilai kesahihan dan keandalan instrumen ECOG-PS sudah banyak dilakukan.
Taylor dkk membandingkan penilaian ECOG-PS yang dilakukan pada 100
pasien kanker pada 4 penilai yang berbeda serta membandingkannya juga
dengan KPS dan mendapatkan hasil interobserver yang baik.46 Roila dkk

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  31

mendapatkan hasil intra-observer yang baik pada ECOG-PS dan inter-observer


yang baik antara ECOG-PS dengan KPS.47 Sengelov dkk pada penelitiannya
mendapatkan bahwa ECOG-PS dapat menjadi prediktor respon terapi kanker.48
Buccheri dkk pada penelitiannya membandingkan antara ECOG-PS dan KPS
dalam memprediksi prognosis, dan mendapatkan korelasi yang baik diantara
keduanya, namun ECOG-PS masih lebih superior dalam memprediksi
prognosis.49

2.7. KESAHIHAN DAN KEANDALAN INSTRUMEN PENGUKURAN

Suatu alat ukur atau instrumen yang baik harus memenuhi syarat telah teruji
kesahihan dan keandalannya. Jika instrumen tersebut berasal dari bahasa yang
berbeda dari bahasa yang digunakan oleh populasi yang akan kita ukur, maka
harus dilakukan uji kesahihan linguistik sebelum menilai properti psikometrik
(keandalan dan kesahihan) dari instrumen yang akan diterjemahkan.50 Kesahihan
linguistik suatu instrumen diperoleh bukan semata dengan menterjemahkan
instrumen aslinya, tetapi melalui penyusunan suatu produk terjemahan yang
secara konsep sama dengan aslinya dan secara kultur dapat diterima di negara
tempat terjemahan tersebut dilakukan. Proses kesahihan linguistik harus melalui
tahapan tertentu yang meliputi:50
a. Terjemahan instrumen asli ke dalam bahasa target oleh dua penerjemah
b. Rekonsiliasi kedua instrumen hasil terjemahan
c. Terjemahan kembali ke bahasa asli (backward translation)
d. Membandingkan naskah terjemahan kembali dengan naskah asli
e. Cognitive debriefing
f. Penyusunan naskah versi terakhir

2.7.1. Keandalan

Keandalan (keterandalan, reliabilitas, reprodusibilitas, presisi atau ketepatan


pengukuran) merupakan elemen paling penting untuk menilai kualitas suatu
instrumen. Keandalan berkaitan erat dengan konsistensi suatu instrumen dalam

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  32

mengukur sesuatu. Suatu instrumen disebut andal apabila memberikan nilai yang
sama ataupun hampir sama apabila pemeriksaan dilakukan berulang-ulang.51
Terdapat beberapa metode untuk menilai keandalan suatu instrumen, diantaranya
adalah: test-retest, bentuk paralel, konsistensi keputusan, konsistensi internal dan
interrater.

2.7.1.1. Keandalan Test-Retest

Keandalan diukur dengan menilai korelasi skor suatu instrumen yang


pengukurannya dilakukan dua kali pada waktu yang berbeda. Keandalan ini
memperlihatkan sejauh mana suatu instrumen mampu memberikan skor yang
stabil pada waktu yang berbeda.51

2.7.1.2. Keandalan Bentuk Paralel

Berbagai program ujian menyiapkan naskah paralel yang memiliki konstruksi


yang sama dengan naskah asli, dan naskah paralel ini disusun agar memiliki
tingkat kesulitan yang sama. Keandalan bentuk paralel diperkirakan dengan
memberikan kedua naskah tersebut pada kelompok responden yang sama.51

2.7.1.3. Konsistensi Keputusan

Konsistensi Keputusan diperoleh dengan mengelompokkan responden pada


kelompok-kelompok yang dianggap sesuai. Jika test-retest atau bentuk paralel
instrumen menunjukkan responden masuk pada kelompok yang sama, maka
instrumen dianggap memberikan keputusan yang konsisten.51

2.7.1.4. Konsistensi Internal

Pengukuran keandalan konsistensi internal adalah dapat dilakukan menggunakan


satu naskah instrumen pada satu kali pengukuran. Metode konsistensi internal
memperkirakan seberapa baik satu set butir-butir pertanyaan saling berkorelasi
satu dengan lainnya.51

2.7.1.5. Keandalan Interrater


Jika suatu instrumen melibatkan tugas/performa yang membutuhkan penilaian
oleh seorang penilai, maka keandalan dari penilai tersebut harus diperkirakan.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  33

Metode keandalan ini menjawab pertanyaan, “Jika beberapa orang melakukan


penilaian terhadap satu responden yang sama, apakah responden akan
mendapatkan skor yang sama?” Keandalan interrater memberikan pengukuran
terhadap konsistensi hasil pengukuran bila dilakukan oleh orang yang berbeda.51

2.7.2. Kesahihan

Kesahihan adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang andal belum tentu sahih. Kesahihan
suatu alat dapat berubah bergantung pada populasi yang dilibatkan dalam proses
uji kesahihan. Sebagai contoh, suatu alat ukur yang sahih dalam mengukur
populasi dari kelompok etnis tertentu, belum tentu sahih jika digunakan pada
kelompok etnis yang lain.52 Penulis yang berbeda membagi jenis kesahihan
dengan cara yang berbeda-beda. Pada penelitian ini akan digunakan pembagian
kesahihan menurut Streiner dan Norman. Streiner dan Norman membagi
kesahihan menjadi tiga bagian besar yaitu kesahihan isi, kesahihan konstruksi
dan kesahihan kriteria.

2.7.2.1. Kesahihan isi53

Kesahihan isi menilai apakah suatu instrumen pengukuruan menilai nafas dan
kedalaman konstruksi yang akan diukur oleh instrumen tersebut. Proses
penentuan kesahihan isi dapat meliputi, namun tidak terbatas pada, konsensus
para ahli dan telaah pustaka untuk membangun kombinasi pengetahuan terbaik
dan membangun kelompok- kelompok yang terfokus. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam kesahihan ini adalah sejauh mana butir-butir dalam suatu
instrumen mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh
instrumen yang bersangkutan, atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  34

2.7.2.2. Kesahihan Kriteria53

Kesahihan kriteria merujuk pada derajat kemampuan suatu instrumen untuk


mengukur suatu konstruksi jika dibandingkan dengan alat ukur terbaik untuk
mengukur konstruksi tersebut. Terdapat dua jenis kesahihan kriteria, yaitu:

a. Kesahihan concurrent : jika suatu instrumen dibandingkan dengan alat


ukur lain, yang dianggap sebagai “gold standard” untuk mengukur
konstruksi tersebut.
b. Kesahihan prediktif: merujuk pada derajat kemampuan suatu instrumen
untuk dapat memprediksi perilaku yang akan muncul dikemudian hari.

2.7.2.3. Kesahihan konstruksi53

Kesahihan konstruksi adalah membandingkan instrumen terhadap instrumen lain


yang mengukur konstruksi yang menyerupai, tetapi bukan “gold standard”.
Terdapat beberapa metode untuk mengetahui kesahihan suatu instrumen,
diantaranya adalah:

a. Pemeriksaan intra-test : menentukan derajat hubungan antara masing-


masing butir di dalam instrumen tersebut.
b. Kesahihan konvergen : membandingkan suatu instrumen dengan
instrumen lain yang mengukur konstruksi yang menyerupai
c. Kesahihan divergen : memperlihatkan bahwa instrumen yang akan diukur
lebih erat berhubungan dengan instrumen lain yang mengukur konstruksi
yang menyerupai daripada dengan instrumen lain yang mengukur
konstruksi yang kurang menyerupai
d. Kesahihan known group (diskriminatif) : membandingkan hasil
pengukuran instrumen terhadap suatu populasi referensi dan menentukan
apakah instrumen tersebut dapat mengelompokkan populasi referensi
tersebut sebagaimana yang diharapkan jika konstruksi instrumen dapat
terukur dengan baik.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  35

e. Kesahihan longitudinal : Menunjukkan bahwa perubahan skor pada


instrumen yang akan diuji berkorelasi (setidaknya korelasi sedang)
dengan perubahan skor pada instrumen lain yang berhubungan.
Kesahihan longitudinal diperkirakan dengan membandingkan dua
pengukuran pada dua waktu yang berbeda.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  36

2.8. KERANGKA TEORI

Beban  psikososial  kanker   Kondisi  komorbid:  


dan  pengobatannya:   – Anemia  
– Depresi   – Dekondisioning  
– Gangguan  tidur   – Skeletal  muscle  wasting  
– Nyeri   – Gangguan  Tiroid    
– Harapan   – Gangguan    
– Gangguan  Kognisi   Kardiovaskular    
– Gangguan  Pekerjaan   – Gangguan  Pulmonal  
– Gangguan  Hubungan   – Gangguan  Sistem  Imun  
dengan  keluarga  

Beban  langsung  dari   Kelelahan  terkait  


kanker  
kanker    

Beban  pengobatan  
kanker:    
– Pembedahan  
– Kemoterapi  
– Radiasi  
– Hormon  
– Medikasi  lainnya  
Pengalaman  subyektif:  
Tingkat  kelelahan  dan/atau  kurang  
energi

Brief  Fatigue  
Inventory  
(BFI)  

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  37

2.9. KERANGKA KONSEP

Butir 1. Saat ini


B Tingkat
R Butir 2. Secara umum
Keparahan
I
E Kelelahan
F Butir 3. Paling berat

F
A
T
I
G
Uji Kesahihan dan Keandalan
U
E

I
N
V
E Butir 4. Aktivitas umum
N
T
Butir 5. Mood
O Dampak
R
Kelelahan
Y Butir 6. Kemampuan berjalan

Butir 7. Pekerjaan normal

Butir 8. Hubungan dengan orang lain

Butir 9. Kenikmatan hidup

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  38

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Desain Penelitian


Uji kesahihan dan keandalan

2.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat Penelitian:

- Poliklinik rawat jalan Penyakit Dalam divisi Hematologi-


Onkologi RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Waktu Penelitian:

- Tahap Persiapan : Desember 2013 – Mei 2014


- Pelaksanaan : Juni 2014 – Desember 2014
- Analisis : Januari 2015
- Penyajian : Februari 2015

2.3. Bahan dan Alat Penelitian


1. Formulir penjelasan dan persetujuan penelitian
2. Formulir status penelitian
3. Formulir MOS SF-36
4. Formulir kuesioner BFI yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia

2.4. Populasi dan Sampel Penelitian


2.4.1. Populasi Target Penelitian
Populasi target adalah pasien kanker yang sedang menjalani
pengobatan

2.4.2. Populasi Terjangkau Penelitian


Populasi terjangkau adalah pasien kanker yang sedang menjalani
pengobatan di Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Dalam Divisi

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  39

Hematologi-Onkologi Medik RSUPN Cipto Mangunkusumo


periode Juni 2014 – Desember 2014

2.4.3. Sampel
Responden penelitian diambil dari pasien kanker yang sedang
menjalani pengobatan di Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Dalam
divisi Hematologi-Onkologi Medik RSUPN Cipto
Mangunkusumo yang bersedia menjadi responden penelitian dan
memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.

2.4.4. Estimasi Besar Sampel


Besar sampel yang digunakan pada uji kesahihan dan keandalan
penelitian ini adalah sebanyak minimal 100 orang, sesuai
prasyarat yang diminta oleh pemegang hak cipta BFI.

2.4.5. Kriteria Penerimaan


1. Pasien kanker baik laki-laki maupun perempuan usia diatas
18 tahun
2. Diagnosa kanker berdasarkan hasil biopsi
3. Mampu memahami instruksi sederhana
4. Bahasa yang dipakai sehari-hari adalah bahasa Indonesia
5. Tidak memiliki gangguan penglihatan dan pendengaran berat
yang tidak terkoreksi
6. Tidak buta huruf

2.4.6. Kriteria Penolakan


1. Tidak kooperatif
2. Tidak mampu mengikuti proses wawancara dan pengisian
kuesioner

2.5. Batasan Operasional


1. Usia : dihitung dalam tahun sesuai tanggal lahir dan KTP

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  40

2. Jenis Kelamin : jenis kelamin yang tercantum di surat lahir, laki-laki


atau perempuan
3. Jenjang pendidikan: tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan
kemampuan yang dikembangkan.
• Dasar : SD, SMP/sederajat
• Menengah : SMA/sederajat
• Tinggi : akademi/perguruan tinggi
4. Jenis Keganasan: jenis keganasan dibagi menjadi kepala-leher,
hematologi, payudara, ginekologi, gastrointestinal, lain-lain.
5. Stadium Kanker : tingkat keparahan kanker yang ditetapkan
berdasarkan sistem klasifikasi TNM sesuai jenis kankernya. Data
diambil dari catatan rekam medis pasien.
6. Rasa lelah yang tidak umum: rasa lelah yang tidak hilang dengan
istirahat dan tidak sesuai dengan aktivitas fisik yang dilakukan
7. ECOG-PS: Tingkat performa status yang ditetapkan berdasarkan
kemampuan pasien dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, nilai
diambil dari catatan rekam medis pasien.
0 : Aktif sepenuhnya, mampu melakukan semua aktivitas
sebelum sakit tanpa hambatan
1 : Hambatan dalam melakukan aktivitas berat, namun
mampu ambulasi dan mampu melakukan aktivitas
ringan (pekerjaan rumah dan pekerjaan kantor ringan)
2 : Mampu ambulasi dan melakukan perawatan diri,
tetapi tidak mampu untuk melakukan aktivitas kerja.
Tidak berada di tempat tidur atau kursi roda (up and
about) pada lebih dari 50% waktu saat bangun
(waking hours)
   

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  41

3 : Kemampuan perawatan diri terbatas, berada di kursi


roda atau tempat tidur lebih dari 50% waktu saat
bangun (waking hours)
4 : Ketergantungan total. Tidak mampu melakukan
perawatan diri apapun. Sepenuhnya berada di tempat
tidur atau kursi roda.
8. Skor MOS SF-36 : rerata dan standar deviasi dari skor komponen fisik
dan komponen mental berdasarkan norm based (standard) scoring
9. Skor BFI : rerata dan standar deviasi dari total penjumlahan nilai tiap
butir pada kuesioner, nilai minimum 0 menunjukkan tidak ada
kelelahan, nilai maksimal 10 menunjukkan tingkat kelelahan yang
paling tinggi
10. Tingkat kelelahan : dinilai dengan mengelompokkan ke dalam berat
(rerata BFI > 7) dan tidak berat (< 7)
11. Kesahihan Linguistik: proses penerjemahan BFI melalui kaidah
tertentu agar menghasilkan BFI versi bahasa Indonesia dengan
memperhatikan konstruksi asli instrumen dan memperhatikan kultur
bangsa Indonesia
12. Kesahihan Psikometrik: analisa instrumen untuk melihat kesahihan
dan keandalannya melalui beberapa metode
13. Keandalan konsistensi internal: mengukur presisi instrumen
pengukuran melalui perhitungan koefisien korelasi tiap butir terhadap
total dan menilai koefisien Cronbach’s alpha. Nilai berkisar antara 0 –
1, keandalan suatu instrumen dianggap baik jika nilai koefisien
Cronbach’s alpha >0.7
14. Kesahihan konstruksi: evaluasi intra-test, kesahihan konvergen dan
kesahihan diskriminatif BFI versi Bahasa Indonesia
15. Evaluasi intra-test: menggunakan faktor analisis dan korelasi item-
total untuk menilai derajat hubungan masing-masing butir pertanyaan
dalam instrumen

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  42

16. Kesahihan diskriminatif: membandingkan rerata BFI dengan nilai


ECOG-PS
17. Kesahihan konvergen: membandingkan rerata BFI dengan 8 domain
pada MOS SF-36 dan komponen fisik dan mental MOS SF-36

2.6. Cara Kerja dan Pengumpulan Data

2.6.1. Penerjemahan
BFI dalam bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh dua
penerjemah independen. Kedua penerjemah tersebut melakukan penerjemahan
secara terpisah sehingga menghasilkan dua naskah BFI dalam bahasa Indonesia.
Kedua naskah BFI dalam bahasa Indonesia ini kemudian diperiksa oleh peneliti,
pembimbing dan penerjemah sehingga menghasilkan satu naskah BFI dalam
bahasa Indonesia. Naskah BFI versi bahasa Indonesia yang sudah disetujui
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh satu orang
penerjemah independen lainnya, yang belum pernah melihat naskah BFI yang
asli. Naskah tersebut dibandingkan dengan naskah asli oleh peneliti dan
pembimbing. Dilakukan perbaikan naskah Bahasa Indonesia dan penerjemahan
kembali hingga terdapat kesesuaian dengan naskah asli. Para penerjemah
memiliki kemampuan bilingual yang baik dalam berbahasa Indonesia dan
berbahasa Inggris dan semuanya bekerja dalam bidang medis. Penerjemah
adalah penduduk asli Indonesia.

2.6.2. Cognitive Debriefing

Proses cognitive debriefing pada naskah BFI versi bahasa Indonesia yang sudah
disetujui dilakukan dengan uji coba pada 20 – 40 responden yang dianggap
mewakili populasi target. Responden diminta untuk mengisi kuesioner BFI, dan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengisian dicatat oleh peneliti.
Setelah mengisi, dilakukan wawancara, responden ditanyakan mengenai isi
kuesioner tersebut untuk mengetahui apakah pengertian dan pemahaman
responden terhadap setiap pertanyaan sudah sesuai dengan apa yang ingin dicari
dari masing-masing pertanyaan. Ditanyakan juga kepada responden mengenai

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  43

bahasa yang digunakan dalam kuesioner ini apakah sudah jelas dan tepat.
Responden juga diminta pendapat mengenai perbaikan atau pun perubahan yang
sebaiknya diberikan pada kuesioner ini, apakah ada pertanyaan yang tidak perlu
ditanyakan, belum ditanyakan, atau ditanyakan berulang kali di dalam kuesioner.
Hasil dari cognitive debriefing ini kemudian didiskusikan peneliti bersama
pembimbing dan dilakukan revisi terhadap naskah BFI versi Bahasa Indonesia
tersebut. Revisi naskah BFI versi Bahasa Indonesia ini merupakan naskah yang
digunakan untuk uji kesahihan psikometrik.

2.6.3. Pengisian Formulir Persetujuan Responden Penelitian


1. Peneliti akan memberikan penjelasan kepada calon responden
penelitian mengenai cara pemeriksaan, risiko dan manfaat yang
diperoleh jika turut serta dalam penelitian ini. Jika calon
responden memberikan persetujuan, maka ia diminta untuk
mengisi formulir persetujuan penelitian.
2. Responden penelitian juga akan diwawancara untuk melengkapi
formulir status penelitian. Beberapa data lainnya diambil dari
catatan rekam medik pasien.

2.6.4. Pengisian kuesioner BFI dan SF-36 versi Bahasa Indonesia


1. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang nyaman dan bebas dari
kebisingan
2. Pemeriksaan dilakukan secara individual dan tatap muka.
3. Dilakukan pengisian instrumen BFI versi Bahasa Indonesia dan
MOS SF-36. Responden boleh mengisi sendiri ataupun dibacakan
oleh peneliti.
4. Saat pemeriksaan, responden ditemani oleh anggota keluarganya,
namun orang yang menemani pasien tidak boleh membantu
menjawab pertanyaan dan tidak boleh mengganggu jalannya
acara. Selain bertindak sebagai pendamping, anggota keluarga
juga bertindak sebagai saksi

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  44

2.7. Analisa Statistik


• Menilai keandalan dengan menilai konsistensi internal melalui
pengukuran koefisien Cronbach alpha.
• Menguji kesahihan konstruksi dengan melakukan beberapa
pemeriksaan:
o Pemeriksaan intra-test: Melakukan konfirmasi konstruksi
menggunakan Faktor Analisis. Jumlah faktor ditentukan
berdasarkan interpretasi klinis dan model fit. Model fit dilakukan
menggunakan Harman’s rule. Dinilai pula konstruksi intra-test
instrumen BFI versi Bahasa Indonesia dengan menilai korelasi
item-total dari masing-masing butir.
o Menguji kesahihan diskriminatif (known-group) dengan menilai
korelasi skor BFI pada pasien dengan tingkat ECOG-PS yang
berbeda dengan uji statistik yang sesuai. Hipotesis yang
ditegakkan adalah responden dengan tingkat ECOG-PS yang
lebih rendah memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan responden yang memiliki nilai ECOG PS
yang lebih tinggi.
o Menguji kesahihan konvergen dengan menilai korelasi antara
skor BFI versi Bahasa Indonesia dengan skor total dan skor sub-
skala MOS SF-36. Hipotesis yang ditegakkan adalah skor total
dan skor subskala BFI akan secara bermakna berkorelasi dengan
konstruksi terkait kelelahan pada kuesioner SF-36.
• Data diolah dengan menggunakan program SPSS for window 17

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  45

2.8. Alur Penelitian

Brief  Fatigue  Inventory  (BFI)    Bahasa  Inggris  

Penerjemahan  ke  dalam  Bahasa  Indonesia  


oleh  dua  penerjemah  independen  
 

Pembentukan  satu  naskah  BFI    


versi  Bahasa  Indonesia  
 

Penerjemahan  kembali    
ke  dalam  Bahasa  Inggris  
 

Membandingkan  naskah  penerjemahan  


kembali  dengan  naskah  asli  
 

Brief  Fatigue  Inventory  (BFI)  


versi  Bahasa  Indonesia  
  EVALUASI  

Cognitive  debriefing  pada  30  


responden  yang  sesuai  kriteria   Analisa  Data    
penerimaan  dan  penolakan  
(uji  kesahihan  dan  keandalan)  
 

Pembentukan  revisi  naskah  BFI   Pengumpulan  data  pada  100  


versi  Bahasa  Indonesia  sesuai  hasil   resonden  yang  sesuai  kriteria  
cognitive  debriefing   penerimaan  dan  penolakan    
   

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  46

BAB 4
HASIL PENELITIAN

4.1. KESAHIHAN BAHASA

4.1.1. Proses Penerjemahan

Tahap awal penelitian dimulai dengan persiapan materi yang dilakukan sejak Juli
2013. Peneliti meminta persetujuan tertulis melalui surat elektronik kepada
pembuat dan pemegang hak cipta alat ukur BFI (MD Anderson Cancer Center)
untuk melakukan penerjemahan BFI ke dalam Bahasa Indonesia. Persetujuan
melakukan penerjemahan diperoleh pada tanggal 8 November 2013, dengan
syarat harus mengikuti panduan penerjemahan yang diberikan oleh pihak MD
Anderson Cancer Center.

Sesuai panduan, proses penerjemahan dimulai dengan meminta dua orang


penerjemah untuk secara sendiri-sendiri melakukan penerjemahan naskah BFI
asli (Bahasa Inggris) ke dalam Bahasa Indonesia. Kedua penerjemah independen
ini adalah penduduk asli Indonesia yang lancar berbahasa Inggris dan bekerja
dalam bidang medis. Naskah hasil terjemahan kemudian didiskusikan peneliti
dengan pembimbing penelitian dan digabungkan menjadi satu naskah BFI versi
Bahasa Indonesia.

Selanjutnya dilakukan penerjemahan kembali naskah tersebut oleh penerjemah


ketiga yang juga merupakan penduduk asli Indonesia, lancar berbahasa Inggris
dan bekerja di bidang medis. Penerjemah ketiga tidak pernah melihat naskah asli
BFI sebelumnya.

Peneliti dan pembimbing melakukan penilaian terhadap ketepatan penerjemahan


dan mengidentifikasi potensi diskrepansi pada nilai isi. Pada tahap ini dihasilkan
naskah terjemahan revisi. Penerjemahan kembali ke dalam Bahasa Inggris
berdasarkan naskah terjemahan revisi dilakukan lagi.

Naskah terjemahan revisi dan naskah revisi hasil penerjemahan kembali


kemudian dikirimkan melalui surat elektronik kepada MD Anderson Cancer

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  47

Center untuk diperiksa. Persetujuan terhadap naskah terjemahan revisi dan izin
untuk meneruskan ke tahap berikutnya yaitu cognitive debriefing diterima pada
tanggal 7 Oktober 2014.

2.1.2. Proses Cognitive Debriefing

Proses cognitive debriefing dilakukan oleh peneliti pada 30 pasien poliklinik


rawat jalan Hemato-Onkologi, RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kisaran
usia responden mulai dari 20 -70 tahun; 15 laki-laki dan 15 perempuan.
Diagnosis kanker pada responden ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi
atau imunohistokimia, dan bervariasi pada jenis kanker, stadium dan tata
laksananya. Karakteristik responden dianggap mewakili populasi target dari
instrumen BFI.

Didapatkan bahwa waktu yang dibutuhkan responden untuk menyelesaikan BFI


rata-rata 3 – 5 menit, hanya satu responden yang membutuhkan waktu 11 menit
untuk menyelesaikan kuesioner. Dari 30 responden, hanya 10 responden yang
mengisi kuesioner sendiri, 20 responden meminta untuk dibacakan. Alasan
responden tidak berkenan mengisi sendiri sebagian karena tidak membawa
kacamata baca, sebagian hanya mengatakan merasa lebih nyaman jika
dibacakan.

Setelah menyelesaikan pengisian kuesioner, peneliti melanjutkan dengan proses


wawancara. Wawancara dilakukan secara langsung dengan metode tatap muka.
Responden diminta untuk menerangkan pengertian mereka terhadap masing-
masing butir dari kuesioner. Mereka menjelaskan dengan kata-kata mereka
sendiri apa yang mereka tangkap sebagai maksud dari masing-masing
pertanyaan. Peneliti memastikan bahwa asumsi responden terhadap masing-
masing pertanyaan adalah sesuai dengan apa yang ingin dicari dari pertanyaan
tersebut. Selama wawancara, peneliti menanyakan butir-butir yang
membingungkan dan menimbulkan kesalahan interpretasi oleh responden.

Penerjemahan terhadap pertanyaan penyaring pertama “Have you felt unusually


tired or fatigued in the last week?” awalnya diterjemahkan sebagai “Apakah

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  48

Anda mengalami kelelahan atau keletihan yang tidak umum Anda alami pada
minggu lalu?”. Kalimat di atas rupanya menimbulkan kebingungan pada
beberapa responden sebagai berikut:

• Mereka tidak yakin apakah yang dimaksud dengan pertanyaan tersebut


adalah menanyakan apakah responden mengalami kelelahan atau
keletihan yang tidak umum (tidak normal) atau kelelahan/keletihan yang
berbeda dari satu minggu yang lalu. Jika responden berpikir bahwa
maksud pertanyaan itu adalah pengertian yang kedua, maka ada
kemungkinan walaupun sesungguhnya responden mengalami kelelahan
yang tidak umum, namun mereka tetap menjawab “tidak”, karena mereka
tidak merasakan ada perubahan tingkat kelelahan dari satu minggu yang
lalu.

• Penerjemahan “in the last week” menjadi “pada minggu lalu” juga
menimbulkan salah pengertian pada beberapa responden. Beberapa
responden menganggap yang ditanyakan adalah kelelahan “pada satu
minggu yang lalu”, sedangkan yang ingin dicari dari pertanyaan ini
adalah “selama satu minggu terakhir”.

Dari masukan tersebut maka dilakukan perubahan pada naskah BFI versi Bahasa
Indonesia menjadi “Apakah Anda mengalami kelelahan atau keletihan yang
tidak umum dalam seminggu terakhir?” Dengan terjemahan baru, responden
dapat mengerti dengan baik maksud dari pertanyaan tersebut.

Seluruh responden tidak mengalami kesulitan memahami apa yang dimaksud


pada pertanyaan nomor dua dan nomor tiga. Mereka juga tidak mengalami
kesulitan memahami pilihan “Tidak ada kelelahan” dan “Seberat yang dapat
Anda bayangkan”.

Untuk butir nomor 4, seluruh responden tidak mengalami kesulitan memahami


maksud pertanyaan bagian A,B, C, D dan F. Untuk bagian E – “Hubungan
dengan orang lain”, beberapa responden menanyakan apakah yang dimaksud
adalah hubungan dengan orang lain yang bukan anggota keluarga; atau apakah

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  49

termasuk juga hubungan dengan pasangan hidup dan anggota keluarga lainnya.
Karena dalam naskah aslinya pertanyaan itu juga masih dapat dipertanyakan,
maka tidak ada perubahan yang dilakukan untuk bagian tersebut.

Seluruh responden tidak mengalami kesulitan dalam memahami pilihan “Tidak


mengganggu” dan “Mengganggu sepenuhnya”.

Seluruh proses cognitive debriefing dilakukan di ruangan khusus yang tenang


dan nyaman. Setiap responden ditemani oleh seorang pendamping. Selain
berfungsi untuk membuat responden merasa lebih nyaman, pendamping juga
bertindak sebagai saksi dari seluruh proses wawancara. Pendamping hanya
diperbolehkan mendampingi, namun tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam
proses wawancara.

Setelah proses cognitive debriefing selesai, sesuai panduan penerjemahan dari


MD Anderson Cancer Center, maka tahap selanjutnya adalah melakukan uji
kesahihan dan keandalan untuk menilai properti psikometrik BFI versi Bahasa
Indonesia pada minimal 100 responden.

4.2. KARAKTERISTIK RESPONDEN PENELITIAN

Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik demografi responden dan karakteristik


responden yang berhubungan dengan penyakit. Terdapat 121 responden yang
terlibat dalam penelitian ini. Responden terdiri dari 68 (56.2%) perempuan dan
53 (43.8%) laki-laki. Usia responden berkisar antara 20 – 73 tahun dengan nilai
tengah pada usia 51 tahun. Empat puluh delapan (39.7%) responden memiliki
jenjang pendidikan rendah.

Kelelahan yang tidak umum dalam seminggu terakhir dialami oleh 78 (64.5%)
responden. Rerata skor BFI versi Bahasa Indonesia responden adalah 3.6 (SD =
2.75) dengan nilai 10 menunjukkan tingkat kelelahan paling berat. Terdapat 21
(17.4%) responden yang tergolong kelompok kelelahan berat (rerata skor BFI
>7).

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  50

Pada responden dihitung skor performa ECOG. Rerata skor performa ECOG
responden adalah 1.42 + 0.50.

Tabel 4.1. Karakteristik deskriptif responden

Karakteristik Jumlah sampel, n=121


Usia, tahun (kisaran; nilai tengah) 20-73 ; 51
Jenis Kelamin
Laki-laki 53 (43.8%)
Perempuan 68 (56.2%)
Pendidikan
Tidak tamat SD 8 (6.6%)
Rendah 48 (39.7%)
Menengah 38 (31.4%)
Tinggi 27 (22.3%)
Jenis Keganasan
Nasofaring 31 (25.6%)
Limfoma Maligna Non Hodgkin 21 (17.4%)
Payudara 17 (14%)
Serviks 16 (13.2%)
Lain-lain 22 (29.8%)
Stadium Keganasan
Stadium I 4 (3.3%)
Stadium II 20 (16.5%)
Stadium III 26 (21.5%)
Stadium IV 46 (38.0%)
Pro Staging 25 (20.7%)
Rasa lelah yang tidak umum dalam 1 minggu terakhir
Ya 78 (64.5%)
Tidak 43 (35.5%)
Skor BFI (rerata ; SD) (3.61 ; 2.75)
Derajat tingkat kelelahan
Tidak berat (Skor BFI < 7 ) 100 (82.6%)
Berat (Skor BFI > 7) 21 (17.4%)
   

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  51

Skor Performa ECOG


0 Aktif sepenuhnya 30 (24.8%)
Terbatas pada aktivitas berat, namun dapat
1 37 (30.6%)
aktivitas ringan dan mampu ambulasi
Mampu ambulasi dan perawatan diri tetapi tidak
2 31 (25.6%)
mampu melakukan aktivitas ringan
Terbatas dalam melakukan perawatan diri, lebih 18 (14.9%)
3
banyak di tempat tidur
Tidak mampu melakukan perawatan diri,
4 5 (4.1%)
sepenuhnya hanya mampu terbaring di tempat
tidur
SF 36 (Rerata; SD)
Skor Mental Component Summary (MCS) 49.78 ; 11.86
Skor Physical Component Summary (PCS) 36.05 ; 9.99
Nyeri (Visual Analog Scale)
Tidak Nyeri (VAS = 0) 65 (53.7%)
Ringan (VAS = 1 – 3) 42 (34.7%)
Sedang (VAS = 4 – 6) 9 (7.4%)
Berat (VAS = 7 – 10) 5 (4.1%)
Kadar Hemoglobin (n = 113)
Normal (L = 14g/dl; P = 12g/dl) 32 (26.4%)
Ringan (10 g/dl – L < 14g/dl; P < 12g/dl) 43 (35.5%)
Sedang ( 8g/dl - < 10g/dl) 30 (24.8%)
Berat (6.5 g/dl - < 8 g/dl) 6 (5%)
Mengancam Jiwa (< 6.5 g/dl) 2 (1.7%)

4.3. KESAHIHAN KONSTRUKSI

4.3.1. Pemeriksaan Intra-Test

Konstruksi instrumen BFI versi Bahasa Indonesia dikonfirmasi melalui faktor


analisis. Faktor analisis merupakan prosedur uji statistik multivariat yang
memungkinkan peneliti untuk menentukan dasar konstruksi yang diukur oleh ke-
9 butir instrumen BFI versi Bahasa Indonesia. Pengukuran terhadap adekuat atau
tidaknya data untuk dinilai menggunakan faktor analisis diuji melalui Keiser
Meyer-Olkin dan memberikan nilai 0.909, yang menunjukkan bahwa data dapat
dinilai dengan menggunakan faktor analisis. Eigenvalues untuk ke-3 faktor

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  52

pertama memberikan angka 6.731, 0.58 dan 0.51 dengan faktor pertama
menjelaskan sekitar 74.8% dari variabilitas pada data. Hal ini menunjukkan
bahwa bahwa hampir seluruh data dapat dijelaskan dalam satu konstruksi. Faktor
pengisian pada masing-masing butir hampir sama nilainya, berkisar dari 0.648
untuk kemampuan berjalan dan 0.837 untuk aktivitas umum (Tabel 4.2).

Tabel 4.2. Faktor Analisis untuk BFI versi Bahasa Indonesia (ekstraksi 1 faktor) (n=121)

Butir pertanyaan Faktor 1

Kelelahan saat ini 0.802

Kelelahan umumnya 0.801

Kelelahan yang paling berat 0.805

Aktivitas umum 0.837

Suasana hati 0.684

Kemampuan berjalan 0.648

Pekerjaan normal 0.734

Hubungan dengan orang lain 0.675

Kenikmatan hidup 0.744

Kekuatan konstruksi BFI versi Bahasa Indonesia juga dinilai dengan menghitung
korelasi item-total (Tabel 4.3). Diperoleh kisaran korelasi antara 0.758 untuk
kemampuan berjalan hingga 0.887 untuk aktivitas umum.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  53

Tabel 4.3. Korelasi item-total dari BFI versi Bahasa Indonesia (n=121)

Butir pertanyaan Corrected Item-Total Correlation

Kelelahan saat ini 0.856

Kelelahan umumnya 0.857

Kelelahan yang paling berat 0.859

Aktivitas umum 0.887

Suasana hati 0.780

Kemampuan berjalan 0.758

Pekerjaan normal 0.820

Hubungan dengan orang lain 0.777

Kenikmatan hidup 0.829

4.3.2. Kesahihan Konvergen

Koefisien korelasi Spearman’s rho digunakan untuk menilai korelasi antara


rerata skor total BFI versi bahasa Indonesia dengan skor total dan skor sub-skala
pada MOS SF-36. Didapatkan korelasi yang bermakna antara skor rerata BFI
versi Bahasa Indonesia dengan semua pengukuran MOS SF-36 (p<0.01). Nilai
korelasi kuat (r > 0.5 – 0.75) didapatkan pada subskala Fungsi Fisik, Peran Fisik,
Nyeri Fisik, Vitalitas, Fungsi Sosial, Kesehatan Mental, dan pada skor
Komponen Fisik dan Komponen Mental (Tabel 4.4).

4.3.3. Kesahihan diskriminatif (Known-Group)

Melalui uji perbedaan Kruskal-Wallis, terbukti ada perbedaan yang signifikan


terhadap tingkat keparahan kelelahan antara responden dengan tingkat ECOG-PS
yang berbeda, p=0.000. Responden dengan skor ECOG-PS yang tinggi memiliki

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  54

tingkat keparahan kelelahan yang lebih tinggi daripada responden dengan skor
ECOG-PS yang rendah (Tabel 4.5)

Tabel 4.4. Korelasi antara skor BFI versi Bahasa Indonesia dengan domain MOS SF-36

BFI versi Bahasa


Indonesia
Koefisien Nilai P
korelasi
Spearman’s
rho
Fungsi Fisik - 0.588* < 0.000
Peran Fisik - 0.547* < 0.000
Nyeri Fisik - 0.538* < 0.000
Kesehatan Umum - 0.491 < 0.000
Vitalitas - 0.676* < 0.000
Fungsi Sosial - 0.521* < 0.000
Peran Emosi - 0.388 < 0.000
Kesehatan Mental - 0.528* < 0.000
Komponen Fisik - 0.623* < 0.000
Komponen Mental - 0.491* < 0.000
* korelasi kuat (r >0.5 – 0.75)

Tabel 4. 5. Mean rank rerata BFI dan ECOG-PS (rerata + SD)

ECOG Responden (N) Mean rank


0 30 43.73
1 37 49.80
2 31 68.37
3 18 88.33
4 5 103.40

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  55

4.4. KEANDALAN

Keandalan dinilai menggunakan koefisien Cronbach’s alpha. Dinilai keandalan


pada seluruh populasi penelitian yang meliputi berbagai jenis kanker, dan dinilai
pula keandalan pada satu populasi jenis kanker yang paling banyak ditemukan
pada responden penelitian, dalam hal ini keganasan nasofaring.

Pada populasi keseluruhan, konsistensi internal kesembilan butir pertanyaan dari


BFI versi Bahasa Indonesia adalah 0.956 dengan nilai alpha if item deleted yang
juga tinggi untuk kesembilan butir pertanyaan (Tabel 4.6). Koefisien korelasi
inter-item berkisar antara 0.570 dan 0.886 untuk kesembilan butir BFI versi
Bahasa Indonesia (Tabel 4.7).

Tabel 4.6. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item deleted dari BFI versi Bahasa
Indonesia

Responden
penderita kanker
Responden 121
Alpha 0.956
Alpha if item deleted
Kelelahan saat ini 0.950
Kelelahan umumnya 0.950
Kelelahan yang paling berat 0.949
Aktivitas umum 0.948
Suasana hati 0.953
Kemampuan berjalan 0.954
Pekerjaan normal 0.951
Hubungan dengan orang lain 0.953
Kenikmatan hidup 0.951

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  56

Tabel 4.7. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI versi Bahasa Indonesia pada
responden berbagai jenis kanker

1 2 3 A B C D E F

1 1.000 - - - - - - - -
2 0.886 1.000 - - - - - - -
3 0.869 0.863 1.000 - - - - - -
A 0.764 0.819 0.806 1.000 - - - - -
B 0.719 0.707 0.670 0.711 1.000 - - - -
C 0.682 0.617 0.714 0.697 0.570 1.000 - - -
D 0.716 0.680 0.695 0.823 0.642 0.733 1.000 - -
E 0.632 0.688 0.665 0.715 0.655 0.604 0.672 1.000 -
F 0.676 0.677 0.678 0.764 0.772 0.669 0.710 0.780 1.000

Pada populasi keganasan nasofaring (N = 31), konsistensi internal kesembilan


butir pertanyaan dari BFI versi Bahasa Indonesia adalah 0.968 dengan nilai
alpha if item deleted yang juga tinggi untuk kesembilan butir pertanyaan (Tabel
4.8). Koefisien korelasi inter-item berkisar antara 0.542 dan 0.939 untuk
kesembilan butir BFI versi Bahasa Indonesia (Tabel 4.9).

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  57

Tabel 4.8. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item deleted dari BFI versi Bahasa
Indonesia

Responden
keganasan
Nasofaring
Responden 31
Alpha 0.968
Alpha if item deleted
Kelelahan saat ini 0.962
Kelelahan umumnya 0.964
Kelelahan yang paling berat 0.964
Aktivitas umum 0.961
Suasana hati 0.963
Kemampuan berjalan 0.972
Pekerjaan normal 0.963
Hubungan dengan orang lain 0.964
Kenikmatan hidup 0.964

Tabel 4.9. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI versi Bahasa Indonesia pada
responden penderita kanker

1 2 3 A B C D E F

1 1.000 - - - - - - - -
2 0.939 1.000 - - - - - - -
3 0.909 0.900 1.000 - - - - - -
A 0.893 0.894 0.830 1.000 - - - - -
B 0.816 0.783 0.764 0.903 1.000 - - - -
C 0.699 0.582 0.683 0.589 0.649 1.000 - - -
D 0.803 0.819 0.768 0.898 0.827 0.542 1.000 - -
E 0.775 0.778 0.752 0.788 0.782 0.587 0.818 1.000
F 0.731 0.709 0.690 0.790 0.838 0.671 0.854 0.898 1.000
Keterangan:
1= lelah saat ini A=aktivitas umum D=pekerjaan normal
2= lelah umumnya B=suasana hati E=hubungan dengan orang lain
3= lelah paling berat C=kemampuan berjalan F=kenikmatan hidup

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  58

BAB 5
PEMBAHASAN

5.1. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Responden penelitian ini memiliki kisaran usia yang cukup besar, yaitu 20
hingga 73 tahun, dengan nilai tengah pada usia 51 tahun. Kisaran dan nilai
tengah yang menyerupai dijumpai pada uji kesahihan BFI versi Cina oleh Wang
XS, dkk (2005) yaitu kisaran 18 – 77 tahun dengan nilai tengah 51 tahun dan
versi Korea oleh Yun YH, dkk (2004) yang memiliki rerata usia 51 tahun.15,16
Sebaran usia yang berbeda dijumpai pada beberapa uji kesahihan BFI lainnya,
seperti uji kesahihan BFI versi Jepang oleh Okuyama T, dkk (2003) dan versi
Yunani oleh Mystakidou K, dkk (2008) yang memiliki nilai rerata usia sekitar
60-an.8,14 Keseragaman usia memang tidak diharapkan terjadi, karena usia
penderita kanker sangat bervariasi, dapat terjadi pada kelompok usia berapapun,
di negara manapun.

Jenis kelamin yang terbanyak pada penelitian ini adalah perempuan, sebanyak 68
(56.2%) responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan data dari RISKESDAS
2013 yang menunjukkan bahwa di Indonesia, prevalensi kanker pada perempuan
cenderung lebih tinggi (2.2 permil) dari laki-laki (0.6 permil).54

Jenjang pendidikan responden di Indonesia sebagian besar termasuk kelompok


pendidikan rendah yaitu SD dan SMP. Hal ini sesuai dengan gambaran jenjang
pendidikan masyarakat Indonesia pada umumnya. Data dari SUSENAS 2009 –
2013 memperlihatkan bahwa jenjang pendidikan tertinggi penduduk Indonesia
usia 15 tahun ke atas adalah jenjang pendidikan rendah (SD/sederajat dan
SMP/sederajat (49.09%).55

Jenis kanker responden bervariasi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
yang tidak membatasi responden dari jenis kanker yang dideritanya. Hal ini
sejalan dengan telaah kepustakaan uji kesahihan dan keandalan BFI versi asli
dan bahasa lain yang diperoleh peneliti, yang semuanya tidak membatasi jenis
kanker responden.5,7,8,14-17 Empat jenis kanker tertinggi dari responden penelitian

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  59

ini meliputi keganasan nasofaring (25.6%), Limfoma Maligna Non Hodgkin


(17.4%) , keganasan payudara (14%) dan keganasan serviks (13.2%). Dari telaah
kepustakaan yang diperoleh peneliti, variasi jenis keganasan yang diperoleh pada
berbagai uji kesahihan BFI berbeda-beda, namun tampaknya hal ini tidak
mempengaruhi hasil kesahihan dan keandalan dari instrumen BFI. Dapat diambil
kesimpulan bahwa instrumen ini cukup stabil untuk digunakan pada berbagai
jenis keganasan yang berbeda-beda.

Penentuan stadium kanker responden adalah berdasarkan data terbaru yang


diambil dari catatan rekam medis pasien. Hanya 96 dari 121 responden (79.3%)
yang sudah ditegakkan stadium kankernya. Dua puluh lima lainnya masih dalam
proses penentuan stadium. Dari 96 responden, sebagian besar sudah masuk
dalam stadium 4 (38%). Hal ini sejalan dengan responden pada penelitian oleh
Catania G, dkk (2013)5, namun tidak sejalan dengan responden pada penelitian
Wang XS, dkk (2004) yang masing-masing stadium sebarannya kurang lebih
sama.16 Telaah kepustakaan uji validasi BFI lainnya yang diperoleh peneliti tidak
mencantumkan stadium keganasan pasien.7,15,17,56 Ada yang hanya
mencantumkan ada/tidak metastasis seperti pada uji kesahihan BFI oleh
Mystakidou K, dkk (2008) dan Okuyama T, dkk (2003).8,14

Kelelahan terkait kanker merupakan salah satu dari keluhan yang banyak
dilaporkan oleh penderita kanker.2,3 Hingga saat ini etiologi dan patofisiologi
kelelahan terkait kanker masih dalam tahap hipotesis dan dugaan. Kemungkinan
besar terdapat beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain dan ikut
berkontribusi dalam timbulnya kelelahan terkait kanker. Bagaimana bentuk
keterkaitan dan seberapa besar pengaruhnya dalam menimbulkan atau
memperparah kelelahan, belum diketahui dengan pasti.4,28 Kelelahan bisa timbul
sebagai akibat dari kanker itu sendiri, efek samping pengobatan, dan kondisi
kronik seperti anemia, nyeri, depresi, kecemasan, gangguan nutrisi, gangguan
tidur dan imobilisasi.4 Mengingat banyaknya faktor yang mungkin terlibat dalam
menimbulkan kelelahan terkait kanker, maka tingkat keparahan penyakit dalam
hal ini stadium kanker maupun ada dan ketiadaan metastasis, tidak dapat

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  60

digunakan sebagai salah satu pembanding untuk menentukan kesahihan


instrumen penilai kelelahan. Ada tidaknya serta bagaimana hubungan antara
kelelahan terkait kanker dengan stadium keganasan perlu penelitian lebih lanjut
dengan penentuan jumlah subyek penelitian tersendiri dan diluar lingkup serta
tujuan penelitian ini.

Kelelahan yang tidak umum dalam seminggu terakhir dialami oleh 64.5%
responden. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil yang didapatkan pada uji
kesahihan BFI oleh Catania G, dkk (2013) yaitu 87% dan uji kesahihan BFI oleh
Yun YH, dkk (2005) yaitu 92.7%.5,15 Rerata dan standar deviasi skor BFI versi
Bahasa Indonesia adalah 3.61 (2.75) di mana nilai 0 menunjukkan tidak ada
kelelahan dan 10 menunjukkan tingkat kelelahan paling berat. Nilai ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada uji kesahihan BFI
versi asli oleh Mendoza TR, dkk (1999) yaitu 4.7 (2.8),7 versi German oleh
Radbruch L, dkk (2003) yaitu 4.5 (2.1),17 dan versi Korea oleh Yun YH, dkk
(2005) yaitu 4.7 untuk komposit intensitas kelelahan dan 4,3 untuk komposit
pengaruh kelelahan.15 Nilai yang kurang lebih sama didapatkan pada uji
kesahihan BFI versi Jepang oleh Okuyama T, dkk (2003) yaitu 3.1 (2.4) dan
versi Italia oleh Catania G, dkk (2013) yaitu 3.8 (2.4).5,8 Jika dikaitkan dengan
pemilihan subyek penelitian, maka nilai kelelahan yang sama memang
didapatkan pada peneliti yang juga meneliti hanya pada pasien rawat jalan.

Responden penelitian ini adalah seluruh pasien poliklinik rawat jalan


Departemen Penyakit Dalam Divisi Hematologi-Onkologi Medik RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo yang memenuhi kriteria inklusi, tidak terdapat kriteria
eksklusi, serta bersedia menjadi responden. Pemilihan pengambilan sampel di
poliklinik rawat jalan mempertimbangkan keterbatasan waktu yang dimiliki
peneliti. Pengambilan sampel hanya pada poliklinik rawat jalan juga dilakukan
pada uji kesahihan BFI versi Jepang oleh Okuyama T, dkk (2003) dan versi Italia
oleh Catania G, dkk (2013).5,8 Pada uji validasi versi asli oleh Mendoza TR, dkk
(1999), versi Cina oleh Wang XS, dkk (2004), dan versi Yunani oleh
Mystakidou K, dkk (2008), responden penelitian diambil baik dari poliklinik

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  61

rawat jalan maupun bangsal perawatan.7,14,16 Diperlukan penelitian lebih lanjut


untuk mengetahui penggunaan instrumen BFI versi Bahasa Indonesia pada
pasien rawat inap yang notabene memiliki kondisi kesehatan yang lebih berat.

Terdapat 21 (17.4%) responden yang tergolong kelompok kelelahan berat (rerata


skor total BFI >7). Dari penelusuran kepustakaan, peneliti hanya mendapatkan
dua uji kesahihan BFI yang mencantumkan persentase responden dengan skor
BFI > 7 yaitu uji kesahihan BFI versi Italia oleh Catania G, dkk (2013) dan versi
Korea oleh Yun YH, dkk (2005). Didapatkan hasil yang lebih tinggi pada kedua
penelitian tersebut, yaitu 25.3% dan 38.2%.

Pengelompokan kelelahan berat pada skor 7 keatas, diperoleh dari uji kesahihan
BFI versi asli yang dilakukan oleh Mendoza dkk. Pada penelitian tersebut
Mendoza dkk mencari titik potong tingkat keparahan kelelahan menjadi
“ringan”, “sedang” dan “berat”. Penentuan titik potong diambil dari ekstrapolasi
rerata komposit pengaruh kelelahan dengan nilai kelelahan terberat (butir 3).
Dari gambaran grafik tersebut, Mendoza dkk mendapatkan perubahan yang
cukup runcing antara skor 6 dan 7, namun mendapatkan hasil agak landai antara
skor 3 dan 4. Oleh sebab itu Mendoza dkk menetapkan tingkat kelelahan berat
yaitu skor 7 – 10.7

Perbedaan rerata responden yang tergolong pada tingkat kelelahan berat


mungkin disebabkan oleh berbagai faktor. Mungkin persentase yang lebih
rendah pada responden penelitian ini karena hanya diambil pada pasien rawat
jalan saja. Mungkin faktor sosiokultur yang berbeda ikut berpengaruh pula pada
penetapan angka lelah yang memang sangat bersifat subyektif.

5.2. KESAHIHAN DAN KEANDALAN BFI VERSI BAHASA


INDONESIA

Dapat diisinya setiap butir BFI versi Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa
instrumen ini mudah digunakan oleh responden yang merupakan penderita
kanker rawat jalan dengan stadium sebagian besar sudah lanjut, dan sebagian

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  62

besar memiliki tingkat pendidikan rendah. Pada saat pemilihan responden


penelitian ada beberapa kandidat yang akhirnya terpaksa dieksklusi karena
kondisi penyakitnya menyebabkan pasien tidak bisa melihat dan mendengar
dengan baik. Penilaian kelelahan terkait kanker pada penderita kanker yang
sudah tidak mampu melihat dan mendengar dengan baik harus dilakukan dengan
instrumen lain dan tidak dapat menggunakan instrumen BFI. Penilaian kelelahan
terkait kanker menggunakan instrumen BFI pada pasien rawat inap juga masih
membutuhkan penelitian lebih lanjut.

5.2.1. Pemeriksaan Intra-test

Pemeriksaan faktor analisis mengkonfirmasi struktur dimensi tunggal dari


instrumen BFI versi Bahasa Indonesia. Hal ini sesuai dengan hasil uji kesahihan
dan keandalan dari BFI versi asli oleh Mendoza TR, dkk (1999), versi Jepang
oleh Okuyama T, dkk (2003), versi Italian oleh Catania G, dkk (2013), versi
Korea oleh Yun YH, dkk (2005), versi Yunani oleh Mystakidou K, dkk (2008),
dan versi Jerman oleh Radbruch L, dkk (2003).5,7,8,14,15,17 Pengisian faktor
(korelasi corrected item-total) juga sangat tinggi, berkisar pada 0.758 hingga
0.887. Pola pengisian faktor seperti ini merupakan indikasi asosiasi ke-9 butir
BFI ke dalam satu faktor. Karena instrumen BFI versi Bahasa Indonesia dapat
diukur sebagai satu konstruksi, maka sesuai dengan versi asli BFI, rerata dari
masing-masing skor kesembilan butir dalam kuesioner BFI dapat digunakan
sebagai skor total BFI versi Bahasa Indonesia.

5.2.2. Kesahihan Konvergen


Untuk menguji kesahihan konvergen dinilai korelasi rerata skor BFI dengan
delapan domain dan dua komponen simpulan pada instrumen MOS SF-36.
Diperoleh hasil adanya korelasi kuat (r = 0.5 – 0.75) dengan domain Fungsi
Fisik, Peran Fisik, Nyeri Fisik, Vitalitas, Fungsi Sosial, Kesehatan Mental,
Komponen Fisik, dan Komponen Mental. Korelasi sedang (r = 0.3 – 0.49)
didapatkan pada domain Kesehatan Umum dan Peran Emosi. Semua korelasi
tersebut bermakna secara statistik (P < 0.01). Korelasi paling kuat ditemukan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  63

pada domain Vitalitas (r = -0.676). Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan,
karena domain Vitalitas adalah domain yang menilai kelelahan pada instrumen
MOS SF-36; yang meliputi pertanyaan ‘apakah Anda bersemangat?’, ‘apakah
Anda mempunyai banyak tenaga?’, ‘apakah Anda merasa lesu?’, dan apakah
Anda merasa lelah?’. Korelasi paling kuat dengan domain Vitalitas
mengkonfirmasi kesahihan konvergen BFI versi Bahasa Indonesia. Catania G
dkk juga membandingkan skor BFI dengan instrumen MOS SF-36 dan
mendapatkan korelasi paling tinggi (koefisien korelasi -0.672) juga dengan
domain Vitalitas.5

Terdapatnya korelasi antara tingkat kelelahan terkait kanker dengan seluruh


domain MOS SF-36 menunjukkan bahwa kelelahan terkait kanker
mempengaruhi semua aspek kualitas hidup penderita. Hal yang sama juga
diperoleh dari uji kesahihan BFI oleh Wang XS, dkk (2004) dan Catania G, dkk
(2013).5,16

5.2.3. Kesahihan Diskriminatif

Kelelahan terkait kanker merupakan kelelahan yang berbeda dengan kelelahan


yang terjadi pada orang sehat. Penelitian yang melakukan eksplorasi terhadap
pengalaman kelelahan terkait kanker menemukan deskripsi bahwa kelelahan
terkait kanker merupakan kelelahan yang intensitasnya lebih berat, sangat
mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas dan sangat mempengaruhi
seluruh aspek kualitas hidup.57-59 Hubungan yang erat antara kelelahan terkait
kanker dengan status fungsional atau kemampuan performa pasien membuat
penilaian hubungan kemampuan performa pasien dengan tingkat kelelahan
sebagai alat untuk menguji kesahihan diskriminatif (known group).

Eastern Cooperative Oncology Group Performance Status (ECOG-PS)


merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur kemampuan penderita
kanker menjalankan kehidupan sehari-hari dan digunakan secara luas untuk
kepentingan klinis maupun penelitian.45 Berdasarkan pertimbangan kemudahan
dan luasnya penggunaan instrumen ECOG-PS di seluruh dunia, dan karena

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  64

ECOG-PS termasuk penilaian rutin pada setiap kunjungan pasien di poliklinik


rawat jalan tempat penelitian dilaksanakan, maka ECOG-PS digunakan pada
penelitian ini untuk menilai kesahihan diskriminatif instrumen BFI versi Bahasa
Indonesia.

Seperti halnya responden pada uji kesahihan BFI yang dilakukan oleh Mendoza
TR, dkk (1999); Catania G, dkk (2013); Yun YH, dkk (2005); Radbruch L, dkk
(2003); Okuyama T, dkk (2003) dan Wang XS, dkk (2004); sebagian besar
responden memiliki status performa yang baik (dinilai menggunakan skor
performa ECOG).5,7,8,15-17 Namun demikian, sejalan dengan hasil yang diperoleh
dari penelitian-penelitian tersebut, pada penelitian ini ditemukan bahwa
responden dengan skor performa yang buruk memiliki skor kelelahan terkait
kanker yang tinggi. Hal ini mengkonfirmasi bahwa instrumen BFI versi Bahasa
Indonesia dapat mengukur kelelahan terkait kanker yang terbukti menyebabkan
penurunan tingkat kemampuan fungsional individu.

5.2.4. Keandalan

Hasil analisa uji keandalan untuk BFI versi Bahasa Indonesia pada populasi yang
meliputi berbagai jenis kanker dan pada populasi pasien dengan keganasan
nasofaring memperlihatkan nilai Cronbach’s alpha 0.956 dan 0.968. Dengan
demikian, instrumen BFI versi Bahasa Indonesia, baik pada populasi dengan
berbagai jenis kanker maupun populasi spesifik (satu jenis kanker tertentu),
memiliki keandalan konsistensi internal yang baik karena mendekati angka 1.
Hal ini sejalan dengan uji keandalan BFI yang dilakukan oleh Mendoza TR, dkk
(1999) yang mendapatkan nilai Cronbach’s alpha 0.967, Okuyama T, dkk (2003)
yang mendapatkan Cronbach’s alpha 0.968, Catania G, dkk (2013) yang
mendapatkan Cronbach’s alpha 0.945, Radbruch L, dkk (2003) yang
mendapatkan Cronbach’s alpha 0.92217, Yun YH, dkk (2005) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.95615, Mystakidou K, dkk (2008) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.95414, dan Wang XS, dkk (2004) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.9216. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sejalan
dengan BFI versi asli dan yang diterjemahkan ke berbagai negara lain, dinilai

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  65

melalui konsistensi internalnya, BFI versi Bahasa Indonesia merupakan suatu


instrumen dengan stabilitas dan konsistensi yang baik.

Keandalan suatu instrumen selain dinilai melalui konsistensi internal, juga dapat
dinilai melalui keandalan test-retest, parallel forms dan inter-rater. Test-retest
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dengan instrumen yang sama pada 2
waktu yang berbeda. Dari uji ini dapat dilihat apakah instrumen tersebut
memberikan hasil yang konsisten dan stabil pada waktu yang berbeda.51

Uji keandalan test-retest tidak dilakukan pada penelitian ini selain karena teknik
pelaksanaan retest pada lebih dari 100 responden yang sulit dengan keterbatasan
waktu yang dimiliki peneliti, terdapat pula pertimbangan sifat kelelahan terkait
kanker yang sangat fluktuatif, sehingga sulit menemukan rentang waktu yang
cukup singkat dimana kelelahan belum berubah, namun sudah cukup panjang
untuk menghilangkan kemungkinan recall.

Dari telaah kepustakaan yang didapatkan peneliti, uji keandalan test-retest tidak
rutin dilakukan. Mendoza TR, dkk yang menyusun versi asli BFI juga tidak
menguji keandalan test-retest instrument tersebut.7 Peneliti mendapatkan dua
jurnal yang melakukan uji test-retest instrumen BFI, yaitu Mystakidou K, dkk
(2008) dan Radbruch L, dkk (2003). Dari kedua penelitian tersebut didapatkan
hasil keandalan yang baik pada uji keandalan test-retest. Radbruch dkk yang
melakukan retest pada rentang waktu 3 hari memperoleh koefisien korelasi 0.901
(P<0.0005).14 Pada penelitiannya retest dilakukan 2 tahap. Pengisian instrumen
kedua dilakukan hanya setengah jam setelah pengisian pertama, dan pengisian
instrumen ketiga dilakukan pada rentang waktu antara 3 – 7 hari. Didapatkan
koefisien korelasi 0.91 antara pengisian pertama dan kedua, dan 0.79 antara
pengisian pertama dan ketiga.17

Uji keandalan parallel forms dan inter-rater tidak dilakukan pada penelitian ini.
Uji keandalan parallel forms hanya dilakukan untuk naskah-naskah ujian yang
membutuhkan naskah lebih dari satu dengan konstruksi yang sama dan tingkat
kesulitan yang sama, sehingga tidak sesuai dengan instrumen BFI. Uji keandalan

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  66

inter-rater merupakan uji keandalan untuk suatu instrumen yang melibatkan


tugas melakukan sesuatu (performance task) atau terdapat butir-butir yang dinilai
oleh seorang penilai, sehingga perlu dilakukan pengujian apakah penilai yang
berbeda akan memberikan hasil yang sama jika melakukan pengukuran pada
orang yang sama.51 Uji keandalan ini tidak perlu dilakukan pada instrumen BFI
karena instrumen ini merupakan laporan subyektif dari responden sendiri.

5.3. KEKUATAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN

5.3.1. Kekuatan Penelitian

BFI sudah diterjemahkan (melalui uji kesahihan linguistik) ke dalam tidak


kurang dari 36 bahasa, dan 9 diantaranya sudah melakukan analisa properti
psikometrik BFI terjemahan tersebut. Sepanjang yang diketahui oleh peneliti,
belum pernah dilakukan baik uji kesahihan linguistik dan analisa properti
psikometrik BFI ke dalam Bahasa Indonesia, dan peneliti merupakan pihak yang
pertama kali mencoba melakukannya. Sudah banyaknya negara yang melakukan
penerjemahan BFI ke dalam bahasa di negaranya menunjukkan setidaknya dua
hal. Pertama bahwa instrumen ini dibutuhkan dan digunakan secara luas oleh
banyak negara, dan kedua bahwa instrumen ini relatif mudah untuk
diterjemahkan. Dari penelusuran kepustakaan yang berhasil dilakukan oleh
peneliti, uji properti psikometrik dari berbagai bahasa lain seluruhnya
menunjukkan bahwa instrumen BFI merupakan instrumen dengan konstruksi
yang stabil dan memberikan konsistensi internal yang juga baik. Artinya BFI
merupakan instrumen yang dapat mengukur apa yang memang akan diukur
dengan hasil pengukuran yang bersifat konsisten.

Izin untuk melakukan penerjemahan BFI ke dalam bahasa Indonesia sudah


diperoleh peneliti dari orang yang ditunjuk oleh pemegang hak cipta BFI, yaitu
Dr. Charles Cleeland (lampiran 8).

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  67

5.3.2. Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini. Pada penelitian ini tidak dilakukan
uji kesahihan konvergen dengan instrumen yang didisain khusus untuk menilai
kelelahan terkait kanker, karena peneliti tidak menemukan instrumen penilai
kelelahan terkait kanker lain yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Sensitivitas BFI terhadap perubahan juga belum dapat diperkirakan
karena disain penelitian ini adalah suatu uji potong lintang. Penelitian lebih
lanjut masih dibutuhkan untuk mengevaluasi hal ini. Nilai ECOG-PS yang
digunakan oleh peneliti untuk menilai kesahihan diskriminatif merupakan data
sekunder yang diambil dari catatan rekam medis pasien dan tidak dinilai oleh
satu orang yang sama, sehingga meningkatkan kemungkinan bias. Namun data
ini tetap digunakan dengan pertimbangan bahwa semua yang melakukan
pengukuran adalah dokter yang sudah terlatih untuk melakukan pengukuran
tersebut.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  68

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. KESIMPULAN

1. BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen pengukur tingkat


kelelahan terkait kanker yang singkat, tidak membutuhkan waktu
lama untuk menyelesaikannya dan mudah dipahami.
2. Sistem penilaian hasil dari BFI versi Bahasa Indonesia sederhana dan
mudah untuk dikerjakan dan sesuai dengan versi asli instrumen
tersebut.
3. BFI versi Bahasa Indonesia terbukti memiliki kesahihan yang baik.
4. BFI versi Bahasa Indonesia terbukti memiliki keandalan yang baik.

6.2. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai kesahihan dan


keandalan BFI versi Bahasa Indonesia pada populasi target yang
berbeda.
2. Diperolehnya suatu instrumen penilai tingkat kelelahan terkait
kanker dalam Bahasa Indonesia yang sahih dan andal diharapkan
membuka jalan untuk dilakukannya penelitian epidemiologi terhadap
kelelahan terkait kanker di Indonesia, mendorong penelitian untuk
mencari faktor-faktor yang mempengaruhi kelelahan terkait kanker
pada populasi kanker di Indonesia dan memfasilitasi uji klinis yang
terfokus pada perkembangan tatalaksana baru untuk kelelahan terkait
kanker, khususnya di bidang Rehabilitasi Medik.

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  69

DAFTAR REFERENSI

1.   Worldwide  Cancer  -­‐  Cancer  Statistics  Key  Facts.  Cancer  Research  UK;  2014.  
2.   Hofman  M,  Ryan  JL,  Figueroa-­‐Moseley  CD,  Jean-­‐Pierre  P,  Morrow  GR.  
Cancer-­‐related  fatigue:  the  scale  of  the  problem.  The  oncologist.  2007;12  
Suppl  1:4-­‐10.  
3.   Yeh  ET,  Lau  SC,  Su  WJ,  Tsai  DJ,  Tu  YY,  Lai  YL.  An  examination  of  cancer-­‐
related  fatigue  through  proposed  diagnostic  criteria  in  a  sample  of  cancer  
patients  in  Taiwan.  BMC  Cancer.  2011;11:387.  
4.   Wang  XS.  Pathophysiology  of  cancer-­‐related  fatigue.  Clin  J  Oncol  Nurs.  Oct  
2008;12(5  Suppl):11-­‐20.  
5.   Catania  G,  Bell  C,  Ottonelli  S,  et  al.  Cancer-­‐related  fatigue  in  Italian  cancer  
patients:  validation  of  the  Italian  version  of  the  Brief  Fatigue  Inventory  
(BFI).  Supportive  care  in  cancer  :  official  journal  of  the  Multinational  
Association  of  Supportive  Care  in  Cancer.  Feb  2013;21(2):413-­‐419.  
6.   Gupta  D,  Lis  CG,  Grutsch  JF.  The  relationship  between  cancer-­‐related  fatigue  
and  patient  satisfaction  with  quality  of  life  in  cancer.  Journal  of  pain  and  
symptom  management.  Jul  2007;34(1):40-­‐47.  
7.   Mendoza  TR,  Wang  XS,  Cleeland  CS,  et  al.  The  rapid  assessment  of  fatigue  
severity  in  cancer  patients:  use  of  the  Brief  Fatigue  Inventory.  Cancer.  Mar  1  
1999;85(5):1186-­‐1196.  
8.   Okuyama  T,  Wang  XS,  Akechi  T,  et  al.  Validation  study  of  the  Japanese  
version  of  the  brief  fatigue  inventory.  Journal  of  pain  and  symptom  
management.  Feb  2003;25(2):106-­‐117.  
9.   Smets  EM,  Garssen  B,  Bonke  B,  De  Haes  JC.  The  Multidimensional  Fatigue  
Inventory  (MFI)  psychometric  qualities  of  an  instrument  to  assess  fatigue.  J  
Psychosom  Res.  Apr  1995;39(3):315-­‐325.  
10.   Yellen  SB,  Cella  DF,  Webster  K,  Blendowski  C,  Kaplan  E.  Measuring  fatigue  
and  other  anemia-­‐related  symptoms  with  the  Functional  Assessment  of  
Cancer  Therapy  (FACT)  measurement  system.  Journal  of  pain  and  symptom  
management.  Feb  1997;13(2):63-­‐74.  
11.   Schwartz  AL.  The  Schwartz  Cancer  Fatigue  Scale:  testing  reliability  and  
validity.  Oncol  Nurs  Forum.  May  1998;25(4):711-­‐717.  
12.   Hann  DM,  Jacobsen  PB,  Azzarello  LM,  et  al.  Measurement  of  fatigue  in  
cancer  patients:  development  and  validation  of  the  Fatigue  Symptom  
Inventory.  Qual  Life  Res.  May  1998;7(4):301-­‐310.  
13.   Piper  BF,  Dibble  SL,  Dodd  MJ,  Weiss  MC,  Slaughter  RE,  Paul  SM.  The  revised  
Piper  Fatigue  Scale:  psychometric  evaluation  in  women  with  breast  cancer.  
Oncol  Nurs  Forum.  May  1998;25(4):677-­‐684.  
14.   Mystakidou  K,  Tsilika  E,  Parpa  E,  et  al.  Psychometric  properties  of  the  brief  
fatigue  inventory  in  Greek  patients  with  advanced  cancer.  Journal  of  pain  
and  symptom  management.  Oct  2008;36(4):367-­‐373.  
15.   Yun  YH,  Wang  XS,  Lee  JS,  et  al.  Validation  study  of  the  korean  version  of  the  
brief  fatigue  inventory.  Journal  of  pain  and  symptom  management.  Feb  
2005;29(2):165-­‐172.  
16.   Wang  XS,  Hao  XS,  Wang  Y,  et  al.  Validation  study  of  the  Chinese  version  of  
the  Brief  Fatigue  Inventory  (BFI-­‐C).  Journal  of  pain  and  symptom  
management.  Apr  2004;27(4):322-­‐332.  

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  70

17.   Radbruch  L,  Sabatowski  R,  Elsner  F,  Everts  J,  Mendoza  T,  Cleeland  C.  
Validation  of  the  German  version  of  the  brief  fatigue  inventory.  Journal  of  
pain  and  symptom  management.  May  2003;25(5):449-­‐458.  
18.   Kumar  V  CR,  Robbins  S.  Robbin's  Basic  Pathology.  7th  ed:  Elsevier  Saunders;  
2002.  
19.   WHO.  National  Cancer  Control  Programs.  2015.  
20.   Can  Cancer  Be  Prevented?  2014.  Accessed  14  January  2015,  2015.  
21.   Sharpe  G  FP.  Cancer  and  It's  Management.  In:  Rankin  J  RK,  Murtagh  N,  
Cooper  J,  Lewis  S,  ed.  Rehabilitation  in  Cancer  Care.  1st  ed:  Oxford  Blackwell  
Publishing,  Ltd;  2008.  
22.   Guidance  on  Cancer  Services  Improving  Supportive  and  Palliative  Care  for  
Adults  with  Cancer  -­‐  The  Manual2004,  London.  
23.   NCCN  Clinical  Practice  Guidelines  in  Oncology.  Cancer  Related  Fatigue  
Version  1.  In:  NCCN,  ed:  NCCN,  Inc;  2012.  
24.   Campos  MP,  Hassan  BJ,  Riechelmann  R,  Del  Giglio  A.  Cancer-­‐related  fatigue:  
a  review.  Revista  da  Associacao  Medica  Brasileira.  Mar-­‐Apr  2011;57(2):211-­‐
219.  
25.   Curt  GA.  The  Impact  of  Fatigue  on  Patients  with  Cancer:  Overview  of  
FATIGUE  1  and  2.  The  oncologist.  Jun  2000;5  Suppl  2:9-­‐12.  
26.   Vainio  A,  Auvinen  A.  Prevalence  of  symptoms  among  patients  with  
advanced  cancer:  an  international  collaborative  study.  Symptom  
Prevalence  Group.  Journal  of  pain  and  symptom  management.  Jul  
1996;12(1):3-­‐10.  
27.   Teunissen  SC,  Wesker  W,  Kruitwagen  C,  de  Haes  HC,  Voest  EE,  de  Graeff  A.  
Symptom  prevalence  in  patients  with  incurable  cancer:  a  systematic  
review.  Journal  of  pain  and  symptom  management.  Jul  2007;34(1):94-­‐104.  
28.   Ryan  JL,  Carroll  JK,  Ryan  EP,  Mustian  KM,  Fiscella  K,  Morrow  GR.  
Mechanisms  of  cancer-­‐related  fatigue.  The  oncologist.  2007;12  Suppl  1:22-­‐
34.  
29.   Brown  DJ,  McMillan  DC,  Milroy  R.  The  correlation  between  fatigue,  physical  
function,  the  systemic  inflammatory  response,  and  psychological  distress  in  
patients  with  advanced  lung  cancer.  Cancer.  Jan  15  2005;103(2):377-­‐382.  
30.   Mallinson  T,  Cella  D,  Cashy  J,  Holzner  B.  Giving  meaning  to  measure:  linking  
self-­‐reported  fatigue  and  function  to  performance  of  everyday  activities.  
Journal  of  pain  and  symptom  management.  Mar  2006;31(3):229-­‐241.  
31.   Jones  LW,  Eves  ND,  Haykowsky  M,  Freedland  SJ,  Mackey  JR.  Exercise  
intolerance  in  cancer  and  the  role  of  exercise  therapy  to  reverse  
dysfunction.  The  Lancet.  Oncology.  Jun  2009;10(6):598-­‐605.  
32.   Irwin  ML,  Crumley  D,  McTiernan  A,  et  al.  Physical  activity  levels  before  and  
after  a  diagnosis  of  breast  carcinoma:  the  Health,  Eating,  Activity,  and  
Lifestyle  (HEAL)  study.  Cancer.  Apr  1  2003;97(7):1746-­‐1757.  
33.   Okuyama  T,  Akechi  T,  Kugaya  A,  et  al.  Development  and  validation  of  the  
cancer  fatigue  scale:  a  brief,  three-­‐dimensional,  self-­‐rating  scale  for  
assessment  of  fatigue  in  cancer  patients.  Journal  of  pain  and  symptom  
management.  Jan  2000;19(1):5-­‐14.  
34.   Donovan  KA,  Jacobsen  PB.  The  Fatigue  Symptom  Inventory:  a  systematic  
review  of  its  psychometric  properties.  Supportive  care  in  cancer  :  official  
journal  of  the  Multinational  Association  of  Supportive  Care  in  Cancer.  Feb  
2010;19(2):169-­‐185.  

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  71

35.   Lee  KA,  Hicks  G,  Nino-­‐Murcia  G.  Validity  and  reliability  of  a  scale  to  assess  
fatigue.  Psychiatry  research.  Mar  1991;36(3):291-­‐298.  
36.   Stein  KD,  Martin  SC,  Hann  DM,  Jacobsen  PB.  A  multidimensional  measure  of  
fatigue  for  use  with  cancer  patients.  Cancer  practice.  May-­‐Jun  
1998;6(3):143-­‐152.  
37.   Schwartz  AH.  Validity  of  cancer-­‐related  fatigue  instruments.  
Pharmacotherapy.  Nov  2002;22(11):1433-­‐1441.  
38.   Mock  V.  Evidence-­‐based  treatment  for  cancer-­‐related  fatigue.  J  Natl  Cancer  
Inst  Monogr.  2004(32):112-­‐118.  
39.   Whitehead  L.  The  measurement  of  fatigue  in  chronic  illness:  a  systematic  
review  of  unidimensional  and  multidimensional  fatigue  measures.  Journal  
of  pain  and  symptom  management.  Jan  2009;37(1):107-­‐128.  
40.   Ware  JE,  Jr.,  Sherbourne  CD.  The  MOS  36-­‐item  short-­‐form  health  survey  
(SF-­‐36).  I.  Conceptual  framework  and  item  selection.  Medical  care.  Jun  
1992;30(6):473-­‐483.  
41.   McHorney  CA,  Ware  JE,  Jr.,  Raczek  AE.  The  MOS  36-­‐Item  Short-­‐Form  Health  
Survey  (SF-­‐36):  II.  Psychometric  and  clinical  tests  of  validity  in  measuring  
physical  and  mental  health  constructs.  Medical  care.  Mar  1993;31(3):247-­‐
263.  
42.   McHorney  CA,  Ware  JE,  Jr.,  Lu  JF,  Sherbourne  CD.  The  MOS  36-­‐item  Short-­‐
Form  Health  Survey  (SF-­‐36):  III.  Tests  of  data  quality,  scaling  assumptions,  
and  reliability  across  diverse  patient  groups.  Medical  care.  Jan  
1994;32(1):40-­‐66.  
43.   Perwitasari  DA,  Atthobari  J,  Dwiprahasto  I,  et  al.  Translation  and  validation  
of  EORTC  QLQ-­‐C30  into  Indonesian  version  for  cancer  patients  in  
Indonesia.  Japanese  journal  of  clinical  oncology.  Apr  2011;41(4):519-­‐529.  
44.   Perwitasari  DA.  Development  the  validation  of  Indonesian  version  of  SF-­‐36  
questionnaire  in  cancer  disease.  Indonesian  Journal  of  Pharmacy.  
2012;23(4):248-­‐253.  
45.   Oken  MM,  Creech  RH,  Tormey  DC,  et  al.  Toxicity  and  response  criteria  of  the  
Eastern  Cooperative  Oncology  Group.  Am  J  Clin  Oncol.  Dec  1982;5(6):649-­‐
655.  
46.   Taylor  AE,  Olver  IN,  Sivanthan  T,  Chi  M,  Purnell  C.  Observer  error  in  
grading  performance  status  in  cancer  patients.  Supportive  care  in  cancer  :  
official  journal  of  the  Multinational  Association  of  Supportive  Care  in  Cancer.  
Sep  1999;7(5):332-­‐335.  
47.   Roila  F,  Lupattelli  M,  Sassi  M,  et  al.  Intra  and  interobserver  variability  in  
cancer  patients'  performance  status  assessed  according  to  Karnofsky  and  
ECOG  scales.  Annals  of  oncology  :  official  journal  of  the  European  Society  for  
Medical  Oncology  /  ESMO.  Jun  1991;2(6):437-­‐439.  
48.   Sengelov  L,  Kamby  C,  Geertsen  P,  Andersen  LJ,  von  der  Maase  H.  Predictive  
factors  of  response  to  cisplatin-­‐based  chemotherapy  and  the  relation  of  
response  to  survival  in  patients  with  metastatic  urothelial  cancer.  Cancer  
chemotherapy  and  pharmacology.  2000;46(5):357-­‐364.  
49.   Buccheri  G,  Ferrigno  D,  Tamburini  M.  Karnofsky  and  ECOG  performance  
status  scoring  in  lung  cancer:  a  prospective,  longitudinal  study  of  536  
patients  from  a  single  institution.  European  journal  of  cancer.  Jun  
1996;32A(7):1135-­‐1141.  

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  72

50.   Acquadro  C,  Conway  K,  Hareendran  A,  Aaronson  N,  European  Regulatory  I,  
Quality  of  Life  Assessment  G.  Literature  review  of  methods  to  translate  
health-­‐related  quality  of  life  questionnaires  for  use  in  multinational  clinical  
trials.  Value  in  health  :  the  journal  of  the  International  Society  for  
Pharmacoeconomics  and  Outcomes  Research.  May-­‐Jun  2008;11(3):509-­‐521.  
51.   Test  Reliability.  2006.  
http://www.proftesting.com/test_topics/pdfs/test_quality_reliability.pdf.  
Accessed  January  16th,  2015.  
52.   Dennis  R,  MacLeod  M,  Potvin  M-­‐C.  Psycometric  Properties:  Validity.  
Evidence-­‐based  Journal  Club  Fact  Sheet.  2007;2(1).  
53.   Streiner  DL,  Norman  GR.  Health  Measurement  Scales:  A  practical  guide  to  
their  development  and  use.  3rd  ed.  New  York:  Oxford  University  Press;  
2003.  
54.   Litbang.  Riset  Kesehatan  Dasar  2013.  In:  Kesehatan  D,  ed2013.  
55.   Statistik  BP.  Survey  Sosial  Ekonomi  Nasional  2009  -­‐  2013.  Badan  Pusat  
Statistik.  
56.   Cancer  Facts  &  Figures  2014.  Atlanta:  American  Cancer  Society;2014.  
57.   Wu  HS,  McSweeney  M.  Cancer-­‐related  fatigue:  "It's  so  much  more  than  just  
being  tired".  Eur  J  Oncol  Nurs.  Apr  2007;11(2):117-­‐125.  
58.   Holley  S.  Cancer-­‐related  fatigue.  Suffering  a  different  fatigue.  Cancer  
practice.  Mar-­‐Apr  2000;8(2):87-­‐95.  
59.   Magnusson  K,  Moller  A,  Ekman  T,  Wallgren  A.  A  qualitative  study  to  explore  
the  experience  of  fatigue  in  cancer  patients.  Eur  J  Cancer  Care  (Engl).  Dec  
1999;8(4):224-­‐232.  

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  73

Lampiran 1. Penjelasan Penelitian untuk Calon Subyek

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  74

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  75

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  76

Lampiran 2. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  77

Lampiran 3. Status Penelitian Uji Kesahihan dan Keandalan BFI versi


Bahasa Indonesia

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  78

Lampiran 3. Status Penelitian Uji Kesahihan dan Keandalan BFI versi


Bahasa Indonesia (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  79

Lampiran 3. Status Penelitian Uji Kesahihan dan Keandalan BFI versi


Bahasa Indonesia (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  80

Lampiran 4. Instrumen MOS SF-36

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  81

Lampiran 4. Instrumen MOS SF-36 (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  82

Lampiran 4. Instrumen MOS SF-36 (lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  83

Lampiran 5. Instrumen BFI versi asli (dalam Bahasa Inggris)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  84

Lampiran 6. Instrumen BFI versi Bahasa Indonesia

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  85

Lampiran 7. Permohonan Izin dan Persetujuan Penerjemahan BFI

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  86

Lampiran 7. Permohonan Izin dan Persetujuan Penerjemahan BFI


(lanjutan)

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  87

Lampiran 8. Keterangan Lolos Kaji Etik

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015


  88

Lampiran 9. Persetujuan Izin Lahan Penelitian

Universitas Indonesia

Uji kesahihan..., Nurul Paramita, FK UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai