TESIS
NURUL PARAMITA
1106026293
TESIS
NURUL PARAMITA
1106026293
ii
Tesis ini saya susun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
keahlian di bidang ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam menempuh proses pendidikan
spesialis termasuk pembuatan penelitian ini penulis telah memperoleh banyak
bantuan, bimbingan, masukan, koreksi, dukungan dan dorongan dari berbagai
pihak.
Rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang mendalam saya sampaikan
kepada Dr. dr. Nury Nusdwinuringtyas, SpKFR(K), M.Epid, dr. Siti Annisa
Nuhonni, SpKFR(K), Dr. dr. Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM, dan Prof.
Dr. dr. R. Irawati Ismail, SpKJ(K), M.Epid selaku pembimbing penelitian dan
tesis yang dengan sabar membimbing, membantu, mendampingi dan
menyemangati saya untuk menyelesaikan penelitian dan tesis ini.
Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada dr Ira Mistivani, SpKFR(K) dan dr
Fitri Anestherita, SpKFR sebagai Ketua dan Sekretaris Program Pendidikan
Dokter Spesialis I yang telah memberikan dorongan dan semangat dalam
menyelesaikan penelitian dan tesis ini.
Kepada dr Wanarani Alwin, SpKFR(K) dengan rasa hormat yang mendalam saya
menyampaikan banyak terima kasih karena semasa beliau memimpin Departemen
vi
Kepada Dr. dr. Widjadjalaksmi, SpKFR(K) dan Dr. dr. Tirza Tamin, SpKFR(K)
dengan rasa hormat yang mendalam saya menyampaikan banyak terima kasih
karena semasa beliau menjadi Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi saya diterima untuk mengikuti Program
Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
Rasa hormat dan terima kasih saya sampaikan kepada penguji Prof. DR. dr.
Angela Tulaar, SpKFR(K) yang dengan penuh keikhlasan telah meluangkan
waktu untuk membaca, mengkaji, memberikan kritik dan asupan yang sangat
berguna demi kesempurnaan tesis ini.
Rasa hormat dan ucapan terima kasih saya sampaikan pula kepada seluruh staf
pengajar di Departemen Rehabilitasi Medik FKUI-RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo dan rumah sakit jejaring, atas segala bimbingan, bantuan dan
pengetahuan yang telah diberikan kepada saya selama menjalani masa pendidikan.
To my Korean friend Jimmy Ham, my greatest gratitude for the unlimited access
to so many journals, I think you don’t realize how much you’ve helped me in
every step of the making of this thesis.
vii
Rasa hormat dan ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ketua
Departemen Fisiologi Kedokteran FKUI, Dr. dr. Ermita Ilyas dan seluruh staf
pengajar Departemen Fisiologi Kedokteran FKUI, yang dengan ikhlas
mengizinkan saya untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.
Sembah sujud dan penghargaan yang tak terhingga disertai rasa terima kasih yang
paling dalam saya haturkan kepada kedua orang tua saya tercinta, T. Alwin Aziz
dan Tarcisia Haksiarsi, yang telah membesarkan, membimbing, mendidik dan
memberikan semangat dengan tulus dan penuh kesabaran, pengorbanan dan kasih
sayang, serta doa yang tidak pernah putus sehingga saya dapat mencapai tahap ini.
Hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang mampu membalas segalanya.
Kepada kakak dan adik-adik saya tercinta, saya ucapkan terima kasih atas kasih
sayang, bantuan dan semangat yang diberikan kepada saya selama ini.
Segala hormat dan terima kasih yang paling mendalam saya sampaikan kepada
kedua mertua saya, Sutadjab Hadisoemarto dan (Almh.) Yulastri atas segala kasih
sayang, perhatian dan doa yang diberikan kepada saya.
Kepada imam, suami dan sahabat tercinta, dr. Gita Pratama, SpOG, MRepSc, saya
menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga atas segala ridho, doa,
kesabaran, cinta tulus, dorongan, dukungan, kasih sayang, bantuan dan pengertian
yang tiada habisnya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih
atas kesediaannya menemani belajar, berbagi peran dan tanggung jawab ditengah
keterbatasan saya selama menjalani pendidikan, menjadi tempat curahan keluh
kesah dikala dirimu juga lelah.
viii
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada seluruh responden yang terlibat
dalam penelitian ini, semoga hasil penelitian ini dapat berguna dan memberikan
manfaat bagi penderita kanker di Indonesia.
Akhir kata, saya berdoa semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan
yang berlimpah atas semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya. Aamiiin
ya Rabbal Aalamiin.
Nurul Paramita
ix
xi
xii
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
1 . PENDAHULUAN................................................................ 1
1.1. Latar Belakang.................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................. 3
1.3. Pertanyaan Penelitian........................................................ 3
1.4. Hipotesis........................................................................... 4
1.5. Tujuan Penelitian.............................................................. 4
1.5.1. Tujuan Umum................................................. 4
1.5.2. Tujuan Khusus................................................ 4
1.6. Manfaat Penelitian............................................................ 4
1.6.1. Bidang Pelayanan........................................... 4
1.6.2. Bidang Penelitian............................................ 4
1.6.3. Bidang Pendidikan.......................................... 4
2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................... 6
2.1. Kanker dan Permasalahannya........................................... 6
2.1.1. Definisi dan etiologi........................................ 6
2.1.2. Penanganan...................................................... 8
2.2. Kelelahan Terkait Kanker................................................. 10
2.2.1. Definisi dan epidemiologi............................... 10
2.2.2. Hipotesis patogenesis kelelahan terkait
kanker.............................................................. 11
2.2.3. Dampak kelelahan terkait kanker.................... 18
2.2.4. Diagnosis dan pendekatan terhadap kelelahan
terkait kanker................................................... 19
2.2.5. Tatalaksana kelelahan terkait kanker............... 21
2.3. Sistem Pengukuran Kelelahan Terkait Kanker................. 27
2.4. Brief Fatigue Inventory (BFI)........................................... 28
2.5. Medical Outcome Study Short Form-36 (MOS SF-36) 29
2.6. Eastern Cooperative Oncology Group Performance
Status (ECOG-PS)............................................................ 30
2.7. Kesahihan dan Keandalan Instrumen Pengukuran........... 31
2.7.1. Keandalan........................................................ 32
2.7.2. Kesahihan........................................................ 33
2.9. Kerangka Teori................................................................. 36
2.10 Kerangka Konsep.............................................................. 37
3. METODOLOGI PENELITIAN......................................... 38
3.1. Disain Penelitian............................................................... 38
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian........................................... 38
3.3. Bahan dan Alat Penelitian................................................. 38
3.4. Populasi dan Sampel Penelitian........................................ 38
3.5. Batasan Operasional......................................................... 39
3.6. Cara Kerja dan Pengumpulan Data................................... 42
3.7. Analisa Statistik................................................................. 44
xiii
xiv
xv
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
HPA : Hypotalamic-‐Pituitary-‐Adrenal
xviii
PENDAHULUAN
Hingga saat ini kanker masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Pada
tahun 2012, diseluruh dunia terdapat 14.1 juta kasus kanker baru dan 32.6 juta
orang hidup dengan kanker (selama 5 tahun diagnosis).1 Peningkatan teknologi
kedokteran dalam hal skrining dan pengobatan kanker telah meningkatkan
harapan hidup penderita kanker. Situasi ini menyebabkan makin disadarinya
berbagai gejala dan masalah yang menyertai kanker dan pengobatan kanker.
Kelelahan merupakan salah satu gejala yang paling sering dikeluhkan oleh
penderita kanker. Kelelahan merupakan efek samping yang paling sering muncul
pada tata laksana kanker. Hofman dkk pada penelitiannya menemukan bahwa
95% penderita kanker diprediksi akan mengalami kelelahan sebagai akibat
kemoterapi maupun radioterapi yang diterimanya. Kelelahan dirasakan oleh
sebagian besar pasien dengan berbagai jenis kanker. Kelelahan terkait kanker
termasuk dalam keluhan yang paling mengganggu dari berbagai keluhan lain
yang dilaporkan penderita.2,3
Kelelahan terkait kanker diduga timbul sebagai akibat dari berbagai faktor.
Beberapa faktor yang diketahui berperan dalam menyebabkan kelelahan terkait
kanker diantaranya adalah penyakit kanker itu sendiri, pengobatan kanker, dan
kondisi kronik seperti anemia, nyeri, depresi, kecemasan, kakheksia, gangguan
tidur dan imobilisasi.4 Hipotesis baru sehubungan dengan patofisiologi kelelahan
terkait kanker sudah banyak diteliti, diantaranya menghubungkan kejadian
kelelahan terkait kanker dengan sitokin proinflamasi, faktor pertumbuhan,
modulasi irama sirkadian, gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal,
disregulasi serotonin, aktivasi afferen vagal, dan gangguan pembentukan atau
penggunaan Adenosin Tri Phosphat (ATP).5 Hingga saat ini mekanisme
timbulnya kelelahan terkait kanker masih sebatas teori dan hipotesis, namun
kemungkinan besar penyebab timbulnya kelelahan terkait kanker bersifat
1 Universitas Indonesia
multifaktor.
Dampak kelelahan terkait kanker pada kualitas hidup penderita, terutama dalam
hubungannya dengan fungsi fisik dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari sangat nyata dan besar.2,6 Mengingat besarnya dampak yang
ditimbulkan oleh kelelahan terkait kanker pada aktivitas fungsional penderita dan
cukup tingginya frekuensi kelelahan terkait kanker, maka penelitian mengenai
kelelahan terkait kanker terus berkembang. Agar kelelahan terkait kanker dapat
dipelajari dan ditatalaksana secara efektif maka dibutuhkan alat ukur kelelahan
yang sahih dan andal. Kelelahan terkait kanker, seperti halnya nyeri, merupakan
suatu gejala subyektif, sehingga instrumen penilai kelelahan harus berdasarkan
laporan dari penderita. Instrumen pengukur kelelahan terkait kanker yang baik,
harus memungkinkan dokter ataupun petugas medis untuk mengevaluasi gejala
kelelahan terkait kanker tanpa dipengaruhi bias.7,8
Universitas Indonesia
BFI sudah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa melalui proses uji kesahihan
linguistik. Beberapa terjemahan tersebut sudah diuji kesahihan dan keandalannya
dan dipublikasikan ke dalam jurnal internasional. Semua uji kesahihan dan
keandalan BFI terjemahan memperlihatkan hasil yang baik.5,7,8,14-17 Fakta ini
menunjukkan bahwa alat ukur BFI berpotensi untuk diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dan berpotensi pula sebagai alat ukur kelelahan terkait kanker
yang sahih dan andal bagi populasi penderita kanker di Indonesia.
Universitas Indonesia
Apakah BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen yang sahih dan andal
untuk menilai kelelahan terkait kanker?
1.4. HIPOTESIS
BFI versi Bahasa Indonesia merupakan instrumen yang sahih dan andal dalam
menilai kelelahan terkait kanker.
Mendapatkan suatu alat ukur kelelahan terkait kanker dalam bahasa Indonesia
yang sahih dan andal.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.1.2. Penanganan
2.1.2.1. Pencegahan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Penderita kanker melaporkan kelelahan sebagai salah satu gejala terpenting dan
sangat mengganggu yang berhubungan dengan penyakit kanker dan tata
laksananya. Kelelahan terkait kanker sangat mempengaruhi berbagai aspek
kualitas hidup pasien. Gejala ini merupakan prediktor kuat yang berdiri sendiri
dan dapat diobati. Rekomendasi terkini menyarankan agar selalu dilakukan
investigasi terhadap kelelahan terkait kanker. Namun hingga saat ini kelelahan
terkait kanker masih tetap kurang dilaporkan dan biasanya tidak memperoleh
tatalaksana yang tepat karena berbagai alasan.24
Universitas Indonesia
satu kali dalam seminggu dan 30% mengalami kelelahan setiap hari.25 Terdapat
penelitian yang mendapatkan prevalensi kelelahan terkait kanker 51% dan
74%.26,27 Secara umum, sekitar 50% sampai 90% penderita kanker mengalami
kelelahan, dengan 90% mewakili penderita yang sedang dalam tatalaksana anti-
kanker seperti kemoterapi dan radioterapi. Kelelahan dapat menjadi gejala yang
dirasakan menetap selama berbulan-bulan bahkan tahunan pada populasi setelah
kemoterapi. Pada satu penelitian diperoleh data bahwa sepertiga dari penderita
yang sembuh dari kanker tetap mengalami kelelahan lima tahun setelah akhir
tatalaksana dan pada penelitian lain, kelelahan dilaporkan oleh 60% penderita
penyakit Hodgkin yang sudah dinyatakan sembuh selama 5 tahun.24 Berbagai
penelitan yang telah disebutkan memperlihatkan besarnya angka kejadian
kelelahan terkait kanker serta dampaknya pada kualitas hidup pasien.
Mekanisme dasar kelelahan dibagi ke dalam dua komponen utama: perifer dan
sentral. Kelelahan perifer, yang terjadi pada neuromuscular junction dan jaringan
otot, mengakibatkan ketidakmampuan organ neuromuskular perifer untuk
melakukan suatu tugas sebagai respon terhadap rangsang sentral. Mekanisme
Universitas Indonesia
yang terlibat dalam kelelahan perifer diantaranya adalah kurangnya ATP dan
menumpuknya sisa metabolisme. Kelelahan sentral, yang terjadi pada susunan
saraf pusat, muncul akibat kegagalan progresif untuk mentransmisikan impuls
motor neuron. Kelelahan sentral didefinisikan sebagai kesulitan untuk memulai
atau mempertahankan suatu aktivitas volunter. Jadi, kelelahan sentral
bermanifestasi sebagai “suatu kegagalan untuk menyelesaikan tugas fisik dan
mental yang membutuhkan motivasi diri dan dorongan internal, tanpa disertai
suatu kegagalan kognitif atau kelemahan motorik.28
Kelelahan sudah dipelajari pada kondisi normal (kelelahan akibat latihan) atau
pada konteks penyakit kronik. Namun, hasil penelitian tentang hal itu sulit
diekstrapolasi terhadap kelelahan terkait kanker karena keterlibatan faktor
etiologi yang berbeda. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari
patofisiologi kelelahan terkait kanker, dan sudah ada beberapa teori yang cukup
kuat, diantaranya adalah disregulasi serotonin, disfungsi aksis HPA, gangguan
irama sirkadian, metabolisme otot/disregulasi ATP, aktivasi serabut saraf aferen
Vagus, disregulasi sitokin, dan kondisi komorbid.28
Salah satu hipotesis untuk menjelaskan kelelahan terkait kanker adalah bahwa
kanker dan/atau pengobatan kanker akan menyebabkan peningkatan kadar
serotonin otak (5-HT) dan/atau up regulasi populasi reseptor 5-HT yang
menyebabkan penurunan dorongan somatomotor, modifikasi fungsi aksis
Hipotalamus-Hipofisis-Adrenal (hypothalamic-pituitary-adrenal/HPA) dan suatu
sensasi penurunan kapasitas untuk menyelesaikan kerja fisik. 5-HT memiliki
banyak fungsi, diantaranya mengontrol nafsu makan, tidur, memori, belajar,
regulasi suhu, mood, perilaku, fungsi kardiovaskular, kontraksi otot, regulasi
endokrin, dan depresi; dan terdapat bukti yang semakin kuat terhadap peran 5-
HT dalam pembentukan kelelahan sentral.28
Universitas Indonesia
↓ dorongan somatomotor
Gambar 2.2. Ringkasan pengaruh 5-HT dalam menyebabkan kelelahan terkait kanker
Wang XS. Pathophysiology of cancer-related fatigue. Clin J Oncol Nurs. Oct 2008; 12 (5
Suppl):11-20
Universitas Indonesia
Etiologi kelelahan yang potensial adalah terganggunya aksis HPA. Hipotesis ini
beranggapan bahwa kanker dan/atau pengobatannya mengubah fungsi aksis
HPA, berakibat pada perubahan endokrin yang dapat menjadi penyebab atau
faktor pendukung terjadinya kelelahan terkait kanker.28
Pada manusia, kelelahan juga dihubungkan dengan penurunan fungsi aksis HPA
dan hipokortisolemia pada berbagai kondisi klinis, diantaranya kanker, sindrom
kelelahan kronik, dan artritis rematoid. Beberapa bukti mengindikasikan
terdapatnya hubungan antara kelelahan terkait kanker dengan penurunan
produksi kortisol.28
Hingga kini, hubungan antara kanker, kelelahan dan disregulasi aksis HPA
masih belum jelas. Perubahan aksis HPA mungkin disebabkan oleh berbagai
faktor yang berbeda-beda sesuai dengan jenis penyakitnya. Sitokin pro inflamasi
Universitas Indonesia
seperti IL-1, IL-6, dan TNF-α merupakan stimulator kuat aksis HPA. Kadar
kortisol diatur oleh interaksi 5-HT dengan aksis HPA pada tingkat hipokampus,
hipotalamus, dan hipofisis, dimana rangsangan terhadap reseptor 5-HT
merupakan sinyal untuk dilepaskannya CRH, ADH, dan ACTH.28
Irama sirkadian adalah pola endogen yang berbasis genetik dan fisiologis yang
mengontrol tubuh sesuai dengan “jam biologis”. Irama biasanya memiliki siklus
24 jam dan sangat sensitif terhadap faktor lingkungan (perubahan terang dan
gelap) dan faktor psikologis (stress, kecemasan dan penyakit).28 Beberapa
perubahan pada fungsi sirkadian terlihat pada pasien kanker. Perubahan ini
meliputi irama endokrin (sekresi kortisol, melatonin, prolaktin), proses metabolik
(kadar protein yang bersirkulasi dan suhu), sistem imun (kadar leukosit dan
netrofil yang bersirkulasi), dan pola istirahat-aktivitas). Pasien dengan kanker
stadium lanjut cenderung untuk memperlihatkan perubahan irama yang paling
besar.28
Gangguan tidur merupakan hal yang sering dijumpai pada pasien kanker dan
mungkin akibat dari perubahan pola istirahat-aktivitas. Beberapa penelitian
memperlihatkan hubungan yang berbanding terbalik antara kelelahan dan tingkat
aktivitas di siang hari dan hubungan yang berbanding lurus antara kelelahan dan
tidur yang tidak nyenyak di malam hari. Pasien dengan gangguan irama
sirkadian cenderung untuk mengalami kelelahan yang lebih berat dibandingkan
pasien dengan irama yang teratur.28
Universitas Indonesia
Penelitian tentang kelelahan pada otot pasien dengan sindrom kelelahan kronik
memperlihatkan penurunan metabolisme oksidatif otot, penurunan ATP selular
yang dihubungkan dengan disregulasi 2’,5’-oligoadenilat sintetase/jalur Rnase,
dan gangguan sintesis ATP. Terdapat penurunan kadar ATP dan kreatin fosfat
pada otot rangka pasien dengan gagal ginjal kronik, yang sering mengeluhkan
kelelahan dan kelemahan sebagai gejala dari penyakit mereka.28
Bukti adanya gangguan metabolisme ATP pada otot pasien kanker sangat
terbatas. Pasien dengan kanker sering mengalami penurunan pemasukan energi
akibat perubahan pada nafsu makan dan efek samping pengobatan (anoreksia-
kakheksia), yang akan membatasi pembentukan kembali ATP.28 Penelitian yang
memperlihatkan penurunan ATP memberikan bukti lebih lanjut tentang
hubungan antara perubahan metabolisme ATP dengan kelelahan. Suatu uji klinis
randomisasi pada pasien dengan kanker paru non-small-cell stadium lanjut
memperlihatkan bahwa pemberian infus ATP memperbaiki kekuatan otot dan
juga beberapa aspek kualitas hidup, seperti kelelahan. Sebagai tambahan,
Forsyth dkk, melakukan suatu penelitian silang randomisasi, samar ganda,
Universitas Indonesia
Gambar 2.3. Kemungkinan keterlibatan perubahan metabolisme otot rangka pada pembentukan
Andrews PLR, Morrow GR, Hickok JT et al. Mechanisms and models of fatigue associated
with cancer and its treatment: Evidence of pre-clinical and clinical studies. In: Armes J,
Krishnasamy M, Higginson I, eds. Fatigue in Cancer. Oxford: Oxford University
Universitas Indonesia
Sitokin pro inflamasi seperti TNF-α dan IL-1β terlibat pada banyak mekanisme
yang diduga sebagai penyebab kelelahan terkait kanker dan beberapa penyakit
lainnya. Pemberian sitokin pro inflamasi baik eksperimen maupun terapi
diketahui memicu “perilaku sakit”. Secara khusus, TNF-α telah dilaporkan
berhubungan dengan perubahan neurotransmisi susunan saraf pusat, yang
mengakibatkan perubahan perilaku seperti letargi dan anoreksia.28
Kelelahan terkait kanker sering muncul sebagai bagian dari sekumpulan gejala
dan diikuti atau dibarengi dengan kondisi yang sangat mungkin berperan dalam
perkembangan kelelahan. Gejala yang paling sering adalah anemia, kakheksia,
depresi dan gangguan tidur.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Beberapa instrumen telah disusun dan diuji kesahihan dan keandalannya untuk
digunakan dalam menegakkan diagnosis dan pendekatan manajemen kelelahan
terkait kanker. Berbagai instrumen penilai kelelahan yang telah diuji kesahihan
dan keandalannya diantaranya adalah BFI,7,33 FSI,34 FACT-G,10 Functional
Assessment of Cancer Therapy Fatigue Subscale (FACT-F),10 Lee Fatigue
Scale,35 MFI,9 Multidimensional Fatigue Symptom Inventory (MFSI),36 PFS,13
dan SCFS.37 Beberapa kuesioner telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa
dan diuji kesahihannya dalam versi terjemahannya.24
Universitas Indonesia
Pada banyak penderita kanker, penyebab kelelahan tidak dapat dengan mudah
diidentifikasi, dan pendekatan manajemen merupakan pendekatan secara umum.
Walaupun dalam dekade terakhir kelelahan terkait kanker telah diakui sebagai
masalah besar, mekanisme yang mendasari kelelahan terkait kanker masih belum
pasti dan hanya sedikit pilihan intervensi berbasis bukti yang tersedia untuk
tatalaksana keluhan ini. Intervensi dapat digolongkan ke dalam intervensi
farmakologik dan non farmakologik.38
Universitas Indonesia
Gambar 2.4. Algoritme untuk diagnosis dan pengobatan kelelahan terkait kanker
Campos, M. P., et al. (2011). "Cancer-related fatigue: a review." Rev Assoc Med Bras 57(2):
211-219
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2.5.2.1. Latihan
Hingga saat ini, telah banyak laporan dari berbagai penelitian yang dilakukan
oleh berbagai kelompok yang berbeda yang menguji efek latihan terhadap
kelelahan terkait kanker yang dilakukan selama pengobatan, dan beberapa
laporan mengenai program latihan setelah selesainya sesi pengobatan. Walaupun
jumlah sampel dari berbagai penelitian tersebut kecil, namun semuanya
menunjukkan tingkat kelelahan yang rendah pada kelompok yang melakukan
Universitas Indonesia
Intervensi latihan aerobik secara konsisten menunjukkan efek yang kuat terhadap
kelelahan terkait kanker: perbedaan yang bermakna terlihat antara kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan bahkan pada jumlah sampel yang sedikit.
Tingkat kelelahan pada kelompok perlakuan lebih rendah 40-50%. Program
latihan bervariasi dalam durasi, sesuai dengan pengobatan kanker, mulai dari 6
minggu untuk pasien yang menjalani terapi radiasi hingga 6 bulan untuk pasien
yang menjalani pengobatan kemoterapi dan transplantasi sel punca darah tepi.
Pada penelitian terhadap efek latihan pasca pengobatan, latihan berkisar antara
10-20 minggu. Kepatuhan mengikuti program latihan, dengan definisi yang
berbeda-beda, berkisar antara 60-80% pada program latihan di rumah hingga
100% pada latihan di laboratorium di bawah pengawasan – sangat kontras
dibandingkan dengan tingkat drop out yang tinggi (50%) pada subyek yang sehat
yang mengikuti program latihan. Sebagian besar sampel terdiri dari wanita
dengan kanker payudara yang menerima kemoterapi ajuvan atau terapi radiasi.
Namun demikian terdapat pula satu penelitian pada individu dengan melanoma,
Hodgkin, dan multipel myeloma yang memperlihatkan hasil yang baik dengan
latihan. Beberapa penelitian latihan pada individu yang menerima transplantasi
sel punca darah perifer memperlihatkan penurunan kelelahan dan stres
emosional, serta memperlihatkan perbaikan parameter hematologi pada
kelompok yang melakukan latihan. Kelelahan diukur menggunakan berbagai
instrumen penilaian mandiri kelelahan terkait kanker yang sahih dan andal dan
sudah diuji pada populasi kanker.38
Perubahan pada tolerasi latihan dan kapasitas fungsional diukur dengan uji
jentera dibatasi gejala (symptom-limited) atau uji jalan 12 menit dan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Belum ada satu instrumen pengukuran kelelahan yang memenuhi semua kriteria
sebagai alat ukur kelelahan yang ideal. Klinisi atau peneliti harus memperhatikan
beberapa hal penting untuk menentukan skala pengukuran yang akan dipakai.
Yang utama adalah memastikan aspek kelelahan apa yang akan dinilai. Berbagai
alat ukur memiliki fokus pengukuran yang berbeda-beda, beberapa hanya
mengukur tingkat keparahan kelelahan, dan lainnya mengukur durasi dan
dampak pada berbagai fungsi. Jika pengukuran dimaksudkan sebagai alat
penapis, maka alat ukur multidimensional yang panjang tidak dibutuhkan. Jika
yang dibutuhkan adalah pemahaman mengenai kelelahan yang dialami pasien,
maka alat ukur yang dibutuhkan adalah yang dapat mengeksplorasi manifestasi
kelelahan pada afektif, kognitif, somatik dan perilaku. Pengukuran dengan alat
ukur kelelahan multidimensional, yang dapat menangkap berbagai karakteristik
dan manifestasi dari kelelahan, serta dampaknya pada fungsi, akan lebih
informatif daripada pengukuran terhadap derajat keparahan kelelahan saja.
Universitas Indonesia
Namun pada pasien yang mengalami tingkat kelelahan yang tinggi, mengisi
kuesioner penilaian kelelahan multidimensional yang panjang dapat menjadi
beban yang terlalu berat, sehingga pilihan akhir terhadap alat ukur kelelahan
yang akan digunakan harus merupakan kompromi antara kebutuhan akan detil
dan kepraktisan pengukuran.39
Pada telaah pustaka mengenai alat ukur kelelahan oleh Whithead dkk, diperoleh
hasil bahwa BFI merupakan salah satu dari tiga alat alat ukur kelelahan yang
dapat digunakan sebagai alat penapis antara individu dengan kelelahan dan yang
tidak mengalami kelelahan. BFI juga merupakan salah satu dari empat alat ukur
yang cukup sensitif untuk mendeteksi perubahan tingkat kelelahan sehubungan
dengan progresivitas penyakit atau keberhasilan terapi.39 BFI dibuat berdasarkan
Brief Pain Inventory (BPI) yang sudah berhasil digunakan untuk menilai tingkat
keparahan dan dampak nyeri kanker pada berbagai negara di Amerika, Eropa,
dan Asia. BFI merupakan alat ukur yang secara spesifik disusun untuk penilaian
cepat tingkat kelelahan terkait kanker pada penderita kanker dan identifikasi
pasien dengan kelelahan berat. BFI merupakan skala pengukuran kelelahan yang
sederhana, serta mudah dilakukan dan dinilai.7
BFI merupakan satu halaman kuesioner yang terdiri dari sembilan pertanyaan,
didahului dengan pertanyaan penyaring apakah pasien merasakan kelelahan yang
tidak umum selama seminggu terakhir. Tiga pertanyaan menanyakan tingkat
keparahan kelelahan “saat ini”, “umumnya” dan “paling berat” selama 24 jam
terakhir menggunakan skala Likert 0-10 di mana 0 berarti “tidak lelah” dan 10
sebagai “kelelahan yang paling berat yang bisa dibayangkan”. Enam pertanyaan
mengukur seberapa banyak kelelahan mempengaruhi kehidupan pasien selama
24 jam terakhir. Pengaruh yang dinilai mencakup pengaruh pada aktivitas secara
umum, mood/afek, kemampuan berjalan, kemampuan bekerja normal (termasuk
bekerja di luar rumah dan kegiatan rumah tangga), hubungan dengan orang lain,
dan kenikmatan hidup. Pertanyaan-pertanyaan ini dinilai dengan menggunakan
Universitas Indonesia
Kesembilan butir BFI telah diuji konstruksinya dan memiliki dimensi tunggal
sehingga dapat menggambarkan laporan subyektif tingkat keparahan kelelahan.
BFI merupakan instrumen yang stabil dengan konsistensi koefisien internal yang
kuat dan konsistensi koefisien 0.96. BFI juga memiliki kesahihan yang baik yang
dinilai dari korelasinya dengan status performa pasien dan marker anemia
(hemoglobin), yang diketahui sangat berhubungan dengan kelelahan.5,7 BFI
memiliki keuntungan dibandingkan beberapa instrumen penilai kelelahan lainnya
karena disain yang sederhana dengan bahasa yang ringkas dan sederhana
sehingga mudah dipahami. Penggunaan bahasa yang ringkas dan sederhana
membuat penerjemahan BFI ke dalam bahasa lain lebih mudah dilakukan. Hal
ini dibuktikan dengan terdapatnya tidak kurang dari 36 versi BFI dalam bahasa
lain, yang telah melalui tahapan uji kesahihan linguistik.5,8,14-17
2.5. Medical Outcome Study Short Form-36 item Health Survey (MOS SF-
36)
MOS SF-36 merupakan salah satu instrumen untuk mengukur status kesehatan
secara umum. MOS SF-36 pertama kali disusun oleh Ware dan Sherbourne pada
tahun 1992. Instrumen ini terdiri dari 36 pertanyaan yang meliputi 2 komponen
dasar yaitu komponen fisik dan komponen mental. Pertanyaan dalam instrumen
ini terbagi untuk 8 domain yaitu fungsi fisik, peran fisik, rasa nyeri, kesehatan
umum, vitalitas, fungsi sosial, peran emosi dan kesehatan mental.40 Pada tahun
1993 dilakukan uji kesahihan pertama pada instrumen ini, yang dilakukan pada
3445 responden yang dikelompokkan ke dalam 4 kelompok menurut jenis dan
derajat masalah kesehatannya. Dari penelitian tersebut didapatkan bahwa domain
fungsi fisik, peran fisik dan rasa nyeri, murni menilai aspek kesehatan fisik.
Domain peran emosi dan kesehatan mental, murni menilai aspek kesehatan
Universitas Indonesia
mental. Domain fungsi sosial, vitalitas dan kesehatan umum menilai baik aspek
mental maupun fisik, sehingga paling sulit untuk diinterpretasikan.41 Terdapat
konsistensi internal yang baik pada semua domain, berkisar antara 0.65 hingga
0.94. Tingkat penyelesaian pengisian masing-masing domain antara 88 – 95%.
Seluruh domain dapat melewati uji item-internal consistency (97%) dan item
discriminant validity (92%). Responden yang bervariasi dalam karakteristik
demografi, diagnosis dan tingkat keparahan penyakit, mendukung penggunaan
MOS SF-36 pada berbagai populasi.42
Universitas Indonesia
Suatu alat ukur atau instrumen yang baik harus memenuhi syarat telah teruji
kesahihan dan keandalannya. Jika instrumen tersebut berasal dari bahasa yang
berbeda dari bahasa yang digunakan oleh populasi yang akan kita ukur, maka
harus dilakukan uji kesahihan linguistik sebelum menilai properti psikometrik
(keandalan dan kesahihan) dari instrumen yang akan diterjemahkan.50 Kesahihan
linguistik suatu instrumen diperoleh bukan semata dengan menterjemahkan
instrumen aslinya, tetapi melalui penyusunan suatu produk terjemahan yang
secara konsep sama dengan aslinya dan secara kultur dapat diterima di negara
tempat terjemahan tersebut dilakukan. Proses kesahihan linguistik harus melalui
tahapan tertentu yang meliputi:50
a. Terjemahan instrumen asli ke dalam bahasa target oleh dua penerjemah
b. Rekonsiliasi kedua instrumen hasil terjemahan
c. Terjemahan kembali ke bahasa asli (backward translation)
d. Membandingkan naskah terjemahan kembali dengan naskah asli
e. Cognitive debriefing
f. Penyusunan naskah versi terakhir
2.7.1. Keandalan
Universitas Indonesia
mengukur sesuatu. Suatu instrumen disebut andal apabila memberikan nilai yang
sama ataupun hampir sama apabila pemeriksaan dilakukan berulang-ulang.51
Terdapat beberapa metode untuk menilai keandalan suatu instrumen, diantaranya
adalah: test-retest, bentuk paralel, konsistensi keputusan, konsistensi internal dan
interrater.
Universitas Indonesia
2.7.2. Kesahihan
Kesahihan adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur. Suatu alat ukur yang andal belum tentu sahih. Kesahihan
suatu alat dapat berubah bergantung pada populasi yang dilibatkan dalam proses
uji kesahihan. Sebagai contoh, suatu alat ukur yang sahih dalam mengukur
populasi dari kelompok etnis tertentu, belum tentu sahih jika digunakan pada
kelompok etnis yang lain.52 Penulis yang berbeda membagi jenis kesahihan
dengan cara yang berbeda-beda. Pada penelitian ini akan digunakan pembagian
kesahihan menurut Streiner dan Norman. Streiner dan Norman membagi
kesahihan menjadi tiga bagian besar yaitu kesahihan isi, kesahihan konstruksi
dan kesahihan kriteria.
Kesahihan isi menilai apakah suatu instrumen pengukuruan menilai nafas dan
kedalaman konstruksi yang akan diukur oleh instrumen tersebut. Proses
penentuan kesahihan isi dapat meliputi, namun tidak terbatas pada, konsensus
para ahli dan telaah pustaka untuk membangun kombinasi pengetahuan terbaik
dan membangun kelompok- kelompok yang terfokus. Pertanyaan yang dicari
jawabannya dalam kesahihan ini adalah sejauh mana butir-butir dalam suatu
instrumen mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur oleh
instrumen yang bersangkutan, atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Beban
pengobatan
kanker:
– Pembedahan
– Kemoterapi
– Radiasi
– Hormon
– Medikasi
lainnya
Pengalaman
subyektif:
Tingkat
kelelahan
dan/atau
kurang
energi
Brief
Fatigue
Inventory
(BFI)
Universitas Indonesia
F
A
T
I
G
Uji Kesahihan dan Keandalan
U
E
I
N
V
E Butir 4. Aktivitas umum
N
T
Butir 5. Mood
O Dampak
R
Kelelahan
Y Butir 6. Kemampuan berjalan
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu Penelitian:
Universitas Indonesia
2.4.3. Sampel
Responden penelitian diambil dari pasien kanker yang sedang
menjalani pengobatan di Poliklinik Rawat Jalan Penyakit Dalam
divisi Hematologi-Onkologi Medik RSUPN Cipto
Mangunkusumo yang bersedia menjadi responden penelitian dan
memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.6.1. Penerjemahan
BFI dalam bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh dua
penerjemah independen. Kedua penerjemah tersebut melakukan penerjemahan
secara terpisah sehingga menghasilkan dua naskah BFI dalam bahasa Indonesia.
Kedua naskah BFI dalam bahasa Indonesia ini kemudian diperiksa oleh peneliti,
pembimbing dan penerjemah sehingga menghasilkan satu naskah BFI dalam
bahasa Indonesia. Naskah BFI versi bahasa Indonesia yang sudah disetujui
kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Inggris oleh satu orang
penerjemah independen lainnya, yang belum pernah melihat naskah BFI yang
asli. Naskah tersebut dibandingkan dengan naskah asli oleh peneliti dan
pembimbing. Dilakukan perbaikan naskah Bahasa Indonesia dan penerjemahan
kembali hingga terdapat kesesuaian dengan naskah asli. Para penerjemah
memiliki kemampuan bilingual yang baik dalam berbahasa Indonesia dan
berbahasa Inggris dan semuanya bekerja dalam bidang medis. Penerjemah
adalah penduduk asli Indonesia.
Proses cognitive debriefing pada naskah BFI versi bahasa Indonesia yang sudah
disetujui dilakukan dengan uji coba pada 20 – 40 responden yang dianggap
mewakili populasi target. Responden diminta untuk mengisi kuesioner BFI, dan
waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pengisian dicatat oleh peneliti.
Setelah mengisi, dilakukan wawancara, responden ditanyakan mengenai isi
kuesioner tersebut untuk mengetahui apakah pengertian dan pemahaman
responden terhadap setiap pertanyaan sudah sesuai dengan apa yang ingin dicari
dari masing-masing pertanyaan. Ditanyakan juga kepada responden mengenai
Universitas Indonesia
bahasa yang digunakan dalam kuesioner ini apakah sudah jelas dan tepat.
Responden juga diminta pendapat mengenai perbaikan atau pun perubahan yang
sebaiknya diberikan pada kuesioner ini, apakah ada pertanyaan yang tidak perlu
ditanyakan, belum ditanyakan, atau ditanyakan berulang kali di dalam kuesioner.
Hasil dari cognitive debriefing ini kemudian didiskusikan peneliti bersama
pembimbing dan dilakukan revisi terhadap naskah BFI versi Bahasa Indonesia
tersebut. Revisi naskah BFI versi Bahasa Indonesia ini merupakan naskah yang
digunakan untuk uji kesahihan psikometrik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Penerjemahan
kembali
ke
dalam
Bahasa
Inggris
Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tahap awal penelitian dimulai dengan persiapan materi yang dilakukan sejak Juli
2013. Peneliti meminta persetujuan tertulis melalui surat elektronik kepada
pembuat dan pemegang hak cipta alat ukur BFI (MD Anderson Cancer Center)
untuk melakukan penerjemahan BFI ke dalam Bahasa Indonesia. Persetujuan
melakukan penerjemahan diperoleh pada tanggal 8 November 2013, dengan
syarat harus mengikuti panduan penerjemahan yang diberikan oleh pihak MD
Anderson Cancer Center.
Universitas Indonesia
Center untuk diperiksa. Persetujuan terhadap naskah terjemahan revisi dan izin
untuk meneruskan ke tahap berikutnya yaitu cognitive debriefing diterima pada
tanggal 7 Oktober 2014.
Universitas Indonesia
Anda mengalami kelelahan atau keletihan yang tidak umum Anda alami pada
minggu lalu?”. Kalimat di atas rupanya menimbulkan kebingungan pada
beberapa responden sebagai berikut:
• Penerjemahan “in the last week” menjadi “pada minggu lalu” juga
menimbulkan salah pengertian pada beberapa responden. Beberapa
responden menganggap yang ditanyakan adalah kelelahan “pada satu
minggu yang lalu”, sedangkan yang ingin dicari dari pertanyaan ini
adalah “selama satu minggu terakhir”.
Dari masukan tersebut maka dilakukan perubahan pada naskah BFI versi Bahasa
Indonesia menjadi “Apakah Anda mengalami kelelahan atau keletihan yang
tidak umum dalam seminggu terakhir?” Dengan terjemahan baru, responden
dapat mengerti dengan baik maksud dari pertanyaan tersebut.
Universitas Indonesia
termasuk juga hubungan dengan pasangan hidup dan anggota keluarga lainnya.
Karena dalam naskah aslinya pertanyaan itu juga masih dapat dipertanyakan,
maka tidak ada perubahan yang dilakukan untuk bagian tersebut.
Kelelahan yang tidak umum dalam seminggu terakhir dialami oleh 78 (64.5%)
responden. Rerata skor BFI versi Bahasa Indonesia responden adalah 3.6 (SD =
2.75) dengan nilai 10 menunjukkan tingkat kelelahan paling berat. Terdapat 21
(17.4%) responden yang tergolong kelompok kelelahan berat (rerata skor BFI
>7).
Universitas Indonesia
Pada responden dihitung skor performa ECOG. Rerata skor performa ECOG
responden adalah 1.42 + 0.50.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pertama memberikan angka 6.731, 0.58 dan 0.51 dengan faktor pertama
menjelaskan sekitar 74.8% dari variabilitas pada data. Hal ini menunjukkan
bahwa bahwa hampir seluruh data dapat dijelaskan dalam satu konstruksi. Faktor
pengisian pada masing-masing butir hampir sama nilainya, berkisar dari 0.648
untuk kemampuan berjalan dan 0.837 untuk aktivitas umum (Tabel 4.2).
Tabel 4.2. Faktor Analisis untuk BFI versi Bahasa Indonesia (ekstraksi 1 faktor) (n=121)
Kekuatan konstruksi BFI versi Bahasa Indonesia juga dinilai dengan menghitung
korelasi item-total (Tabel 4.3). Diperoleh kisaran korelasi antara 0.758 untuk
kemampuan berjalan hingga 0.887 untuk aktivitas umum.
Universitas Indonesia
Tabel 4.3. Korelasi item-total dari BFI versi Bahasa Indonesia (n=121)
Universitas Indonesia
tingkat keparahan kelelahan yang lebih tinggi daripada responden dengan skor
ECOG-PS yang rendah (Tabel 4.5)
Tabel 4.4. Korelasi antara skor BFI versi Bahasa Indonesia dengan domain MOS SF-36
Universitas Indonesia
4.4. KEANDALAN
Tabel 4.6. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item deleted dari BFI versi Bahasa
Indonesia
Responden
penderita kanker
Responden 121
Alpha 0.956
Alpha if item deleted
Kelelahan saat ini 0.950
Kelelahan umumnya 0.950
Kelelahan yang paling berat 0.949
Aktivitas umum 0.948
Suasana hati 0.953
Kemampuan berjalan 0.954
Pekerjaan normal 0.951
Hubungan dengan orang lain 0.953
Kenikmatan hidup 0.951
Universitas Indonesia
Tabel 4.7. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI versi Bahasa Indonesia pada
responden berbagai jenis kanker
1 2 3 A B C D E F
1 1.000 - - - - - - - -
2 0.886 1.000 - - - - - - -
3 0.869 0.863 1.000 - - - - - -
A 0.764 0.819 0.806 1.000 - - - - -
B 0.719 0.707 0.670 0.711 1.000 - - - -
C 0.682 0.617 0.714 0.697 0.570 1.000 - - -
D 0.716 0.680 0.695 0.823 0.642 0.733 1.000 - -
E 0.632 0.688 0.665 0.715 0.655 0.604 0.672 1.000 -
F 0.676 0.677 0.678 0.764 0.772 0.669 0.710 0.780 1.000
Universitas Indonesia
Tabel 4.8. Keandalan dengan Cronbach Alpha dan Alpha if item deleted dari BFI versi Bahasa
Indonesia
Responden
keganasan
Nasofaring
Responden 31
Alpha 0.968
Alpha if item deleted
Kelelahan saat ini 0.962
Kelelahan umumnya 0.964
Kelelahan yang paling berat 0.964
Aktivitas umum 0.961
Suasana hati 0.963
Kemampuan berjalan 0.972
Pekerjaan normal 0.963
Hubungan dengan orang lain 0.964
Kenikmatan hidup 0.964
Tabel 4.9. Koefisien korelasi inter-item untuk sembilan butir BFI versi Bahasa Indonesia pada
responden penderita kanker
1 2 3 A B C D E F
1 1.000 - - - - - - - -
2 0.939 1.000 - - - - - - -
3 0.909 0.900 1.000 - - - - - -
A 0.893 0.894 0.830 1.000 - - - - -
B 0.816 0.783 0.764 0.903 1.000 - - - -
C 0.699 0.582 0.683 0.589 0.649 1.000 - - -
D 0.803 0.819 0.768 0.898 0.827 0.542 1.000 - -
E 0.775 0.778 0.752 0.788 0.782 0.587 0.818 1.000
F 0.731 0.709 0.690 0.790 0.838 0.671 0.854 0.898 1.000
Keterangan:
1= lelah saat ini A=aktivitas umum D=pekerjaan normal
2= lelah umumnya B=suasana hati E=hubungan dengan orang lain
3= lelah paling berat C=kemampuan berjalan F=kenikmatan hidup
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
Responden penelitian ini memiliki kisaran usia yang cukup besar, yaitu 20
hingga 73 tahun, dengan nilai tengah pada usia 51 tahun. Kisaran dan nilai
tengah yang menyerupai dijumpai pada uji kesahihan BFI versi Cina oleh Wang
XS, dkk (2005) yaitu kisaran 18 – 77 tahun dengan nilai tengah 51 tahun dan
versi Korea oleh Yun YH, dkk (2004) yang memiliki rerata usia 51 tahun.15,16
Sebaran usia yang berbeda dijumpai pada beberapa uji kesahihan BFI lainnya,
seperti uji kesahihan BFI versi Jepang oleh Okuyama T, dkk (2003) dan versi
Yunani oleh Mystakidou K, dkk (2008) yang memiliki nilai rerata usia sekitar
60-an.8,14 Keseragaman usia memang tidak diharapkan terjadi, karena usia
penderita kanker sangat bervariasi, dapat terjadi pada kelompok usia berapapun,
di negara manapun.
Jenis kelamin yang terbanyak pada penelitian ini adalah perempuan, sebanyak 68
(56.2%) responden. Hasil penelitian ini sesuai dengan data dari RISKESDAS
2013 yang menunjukkan bahwa di Indonesia, prevalensi kanker pada perempuan
cenderung lebih tinggi (2.2 permil) dari laki-laki (0.6 permil).54
Jenis kanker responden bervariasi sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi
yang tidak membatasi responden dari jenis kanker yang dideritanya. Hal ini
sejalan dengan telaah kepustakaan uji kesahihan dan keandalan BFI versi asli
dan bahasa lain yang diperoleh peneliti, yang semuanya tidak membatasi jenis
kanker responden.5,7,8,14-17 Empat jenis kanker tertinggi dari responden penelitian
Universitas Indonesia
Kelelahan terkait kanker merupakan salah satu dari keluhan yang banyak
dilaporkan oleh penderita kanker.2,3 Hingga saat ini etiologi dan patofisiologi
kelelahan terkait kanker masih dalam tahap hipotesis dan dugaan. Kemungkinan
besar terdapat beberapa faktor yang saling terkait satu sama lain dan ikut
berkontribusi dalam timbulnya kelelahan terkait kanker. Bagaimana bentuk
keterkaitan dan seberapa besar pengaruhnya dalam menimbulkan atau
memperparah kelelahan, belum diketahui dengan pasti.4,28 Kelelahan bisa timbul
sebagai akibat dari kanker itu sendiri, efek samping pengobatan, dan kondisi
kronik seperti anemia, nyeri, depresi, kecemasan, gangguan nutrisi, gangguan
tidur dan imobilisasi.4 Mengingat banyaknya faktor yang mungkin terlibat dalam
menimbulkan kelelahan terkait kanker, maka tingkat keparahan penyakit dalam
hal ini stadium kanker maupun ada dan ketiadaan metastasis, tidak dapat
Universitas Indonesia
Kelelahan yang tidak umum dalam seminggu terakhir dialami oleh 64.5%
responden. Nilai ini lebih rendah dibandingkan hasil yang didapatkan pada uji
kesahihan BFI oleh Catania G, dkk (2013) yaitu 87% dan uji kesahihan BFI oleh
Yun YH, dkk (2005) yaitu 92.7%.5,15 Rerata dan standar deviasi skor BFI versi
Bahasa Indonesia adalah 3.61 (2.75) di mana nilai 0 menunjukkan tidak ada
kelelahan dan 10 menunjukkan tingkat kelelahan paling berat. Nilai ini lebih
rendah jika dibandingkan dengan nilai yang diperoleh pada uji kesahihan BFI
versi asli oleh Mendoza TR, dkk (1999) yaitu 4.7 (2.8),7 versi German oleh
Radbruch L, dkk (2003) yaitu 4.5 (2.1),17 dan versi Korea oleh Yun YH, dkk
(2005) yaitu 4.7 untuk komposit intensitas kelelahan dan 4,3 untuk komposit
pengaruh kelelahan.15 Nilai yang kurang lebih sama didapatkan pada uji
kesahihan BFI versi Jepang oleh Okuyama T, dkk (2003) yaitu 3.1 (2.4) dan
versi Italia oleh Catania G, dkk (2013) yaitu 3.8 (2.4).5,8 Jika dikaitkan dengan
pemilihan subyek penelitian, maka nilai kelelahan yang sama memang
didapatkan pada peneliti yang juga meneliti hanya pada pasien rawat jalan.
Universitas Indonesia
Pengelompokan kelelahan berat pada skor 7 keatas, diperoleh dari uji kesahihan
BFI versi asli yang dilakukan oleh Mendoza dkk. Pada penelitian tersebut
Mendoza dkk mencari titik potong tingkat keparahan kelelahan menjadi
“ringan”, “sedang” dan “berat”. Penentuan titik potong diambil dari ekstrapolasi
rerata komposit pengaruh kelelahan dengan nilai kelelahan terberat (butir 3).
Dari gambaran grafik tersebut, Mendoza dkk mendapatkan perubahan yang
cukup runcing antara skor 6 dan 7, namun mendapatkan hasil agak landai antara
skor 3 dan 4. Oleh sebab itu Mendoza dkk menetapkan tingkat kelelahan berat
yaitu skor 7 – 10.7
Dapat diisinya setiap butir BFI versi Bahasa Indonesia menunjukkan bahwa
instrumen ini mudah digunakan oleh responden yang merupakan penderita
kanker rawat jalan dengan stadium sebagian besar sudah lanjut, dan sebagian
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
pada domain Vitalitas (r = -0.676). Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan,
karena domain Vitalitas adalah domain yang menilai kelelahan pada instrumen
MOS SF-36; yang meliputi pertanyaan ‘apakah Anda bersemangat?’, ‘apakah
Anda mempunyai banyak tenaga?’, ‘apakah Anda merasa lesu?’, dan apakah
Anda merasa lelah?’. Korelasi paling kuat dengan domain Vitalitas
mengkonfirmasi kesahihan konvergen BFI versi Bahasa Indonesia. Catania G
dkk juga membandingkan skor BFI dengan instrumen MOS SF-36 dan
mendapatkan korelasi paling tinggi (koefisien korelasi -0.672) juga dengan
domain Vitalitas.5
Universitas Indonesia
Seperti halnya responden pada uji kesahihan BFI yang dilakukan oleh Mendoza
TR, dkk (1999); Catania G, dkk (2013); Yun YH, dkk (2005); Radbruch L, dkk
(2003); Okuyama T, dkk (2003) dan Wang XS, dkk (2004); sebagian besar
responden memiliki status performa yang baik (dinilai menggunakan skor
performa ECOG).5,7,8,15-17 Namun demikian, sejalan dengan hasil yang diperoleh
dari penelitian-penelitian tersebut, pada penelitian ini ditemukan bahwa
responden dengan skor performa yang buruk memiliki skor kelelahan terkait
kanker yang tinggi. Hal ini mengkonfirmasi bahwa instrumen BFI versi Bahasa
Indonesia dapat mengukur kelelahan terkait kanker yang terbukti menyebabkan
penurunan tingkat kemampuan fungsional individu.
5.2.4. Keandalan
Hasil analisa uji keandalan untuk BFI versi Bahasa Indonesia pada populasi yang
meliputi berbagai jenis kanker dan pada populasi pasien dengan keganasan
nasofaring memperlihatkan nilai Cronbach’s alpha 0.956 dan 0.968. Dengan
demikian, instrumen BFI versi Bahasa Indonesia, baik pada populasi dengan
berbagai jenis kanker maupun populasi spesifik (satu jenis kanker tertentu),
memiliki keandalan konsistensi internal yang baik karena mendekati angka 1.
Hal ini sejalan dengan uji keandalan BFI yang dilakukan oleh Mendoza TR, dkk
(1999) yang mendapatkan nilai Cronbach’s alpha 0.967, Okuyama T, dkk (2003)
yang mendapatkan Cronbach’s alpha 0.968, Catania G, dkk (2013) yang
mendapatkan Cronbach’s alpha 0.945, Radbruch L, dkk (2003) yang
mendapatkan Cronbach’s alpha 0.92217, Yun YH, dkk (2005) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.95615, Mystakidou K, dkk (2008) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.95414, dan Wang XS, dkk (2004) yang mendapatkan
Cronbach’s alpha 0.9216. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa sejalan
dengan BFI versi asli dan yang diterjemahkan ke berbagai negara lain, dinilai
Universitas Indonesia
Keandalan suatu instrumen selain dinilai melalui konsistensi internal, juga dapat
dinilai melalui keandalan test-retest, parallel forms dan inter-rater. Test-retest
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dengan instrumen yang sama pada 2
waktu yang berbeda. Dari uji ini dapat dilihat apakah instrumen tersebut
memberikan hasil yang konsisten dan stabil pada waktu yang berbeda.51
Uji keandalan test-retest tidak dilakukan pada penelitian ini selain karena teknik
pelaksanaan retest pada lebih dari 100 responden yang sulit dengan keterbatasan
waktu yang dimiliki peneliti, terdapat pula pertimbangan sifat kelelahan terkait
kanker yang sangat fluktuatif, sehingga sulit menemukan rentang waktu yang
cukup singkat dimana kelelahan belum berubah, namun sudah cukup panjang
untuk menghilangkan kemungkinan recall.
Dari telaah kepustakaan yang didapatkan peneliti, uji keandalan test-retest tidak
rutin dilakukan. Mendoza TR, dkk yang menyusun versi asli BFI juga tidak
menguji keandalan test-retest instrument tersebut.7 Peneliti mendapatkan dua
jurnal yang melakukan uji test-retest instrumen BFI, yaitu Mystakidou K, dkk
(2008) dan Radbruch L, dkk (2003). Dari kedua penelitian tersebut didapatkan
hasil keandalan yang baik pada uji keandalan test-retest. Radbruch dkk yang
melakukan retest pada rentang waktu 3 hari memperoleh koefisien korelasi 0.901
(P<0.0005).14 Pada penelitiannya retest dilakukan 2 tahap. Pengisian instrumen
kedua dilakukan hanya setengah jam setelah pengisian pertama, dan pengisian
instrumen ketiga dilakukan pada rentang waktu antara 3 – 7 hari. Didapatkan
koefisien korelasi 0.91 antara pengisian pertama dan kedua, dan 0.79 antara
pengisian pertama dan ketiga.17
Uji keandalan parallel forms dan inter-rater tidak dilakukan pada penelitian ini.
Uji keandalan parallel forms hanya dilakukan untuk naskah-naskah ujian yang
membutuhkan naskah lebih dari satu dengan konstruksi yang sama dan tingkat
kesulitan yang sama, sehingga tidak sesuai dengan instrumen BFI. Uji keandalan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Ada beberapa keterbatasan dari penelitian ini. Pada penelitian ini tidak dilakukan
uji kesahihan konvergen dengan instrumen yang didisain khusus untuk menilai
kelelahan terkait kanker, karena peneliti tidak menemukan instrumen penilai
kelelahan terkait kanker lain yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia. Sensitivitas BFI terhadap perubahan juga belum dapat diperkirakan
karena disain penelitian ini adalah suatu uji potong lintang. Penelitian lebih
lanjut masih dibutuhkan untuk mengevaluasi hal ini. Nilai ECOG-PS yang
digunakan oleh peneliti untuk menilai kesahihan diskriminatif merupakan data
sekunder yang diambil dari catatan rekam medis pasien dan tidak dinilai oleh
satu orang yang sama, sehingga meningkatkan kemungkinan bias. Namun data
ini tetap digunakan dengan pertimbangan bahwa semua yang melakukan
pengukuran adalah dokter yang sudah terlatih untuk melakukan pengukuran
tersebut.
Universitas Indonesia
BAB 6
6.1. KESIMPULAN
6.2. SARAN
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
1.
Worldwide
Cancer
-‐
Cancer
Statistics
Key
Facts.
Cancer
Research
UK;
2014.
2.
Hofman
M,
Ryan
JL,
Figueroa-‐Moseley
CD,
Jean-‐Pierre
P,
Morrow
GR.
Cancer-‐related
fatigue:
the
scale
of
the
problem.
The
oncologist.
2007;12
Suppl
1:4-‐10.
3.
Yeh
ET,
Lau
SC,
Su
WJ,
Tsai
DJ,
Tu
YY,
Lai
YL.
An
examination
of
cancer-‐
related
fatigue
through
proposed
diagnostic
criteria
in
a
sample
of
cancer
patients
in
Taiwan.
BMC
Cancer.
2011;11:387.
4.
Wang
XS.
Pathophysiology
of
cancer-‐related
fatigue.
Clin
J
Oncol
Nurs.
Oct
2008;12(5
Suppl):11-‐20.
5.
Catania
G,
Bell
C,
Ottonelli
S,
et
al.
Cancer-‐related
fatigue
in
Italian
cancer
patients:
validation
of
the
Italian
version
of
the
Brief
Fatigue
Inventory
(BFI).
Supportive
care
in
cancer
:
official
journal
of
the
Multinational
Association
of
Supportive
Care
in
Cancer.
Feb
2013;21(2):413-‐419.
6.
Gupta
D,
Lis
CG,
Grutsch
JF.
The
relationship
between
cancer-‐related
fatigue
and
patient
satisfaction
with
quality
of
life
in
cancer.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Jul
2007;34(1):40-‐47.
7.
Mendoza
TR,
Wang
XS,
Cleeland
CS,
et
al.
The
rapid
assessment
of
fatigue
severity
in
cancer
patients:
use
of
the
Brief
Fatigue
Inventory.
Cancer.
Mar
1
1999;85(5):1186-‐1196.
8.
Okuyama
T,
Wang
XS,
Akechi
T,
et
al.
Validation
study
of
the
Japanese
version
of
the
brief
fatigue
inventory.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Feb
2003;25(2):106-‐117.
9.
Smets
EM,
Garssen
B,
Bonke
B,
De
Haes
JC.
The
Multidimensional
Fatigue
Inventory
(MFI)
psychometric
qualities
of
an
instrument
to
assess
fatigue.
J
Psychosom
Res.
Apr
1995;39(3):315-‐325.
10.
Yellen
SB,
Cella
DF,
Webster
K,
Blendowski
C,
Kaplan
E.
Measuring
fatigue
and
other
anemia-‐related
symptoms
with
the
Functional
Assessment
of
Cancer
Therapy
(FACT)
measurement
system.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Feb
1997;13(2):63-‐74.
11.
Schwartz
AL.
The
Schwartz
Cancer
Fatigue
Scale:
testing
reliability
and
validity.
Oncol
Nurs
Forum.
May
1998;25(4):711-‐717.
12.
Hann
DM,
Jacobsen
PB,
Azzarello
LM,
et
al.
Measurement
of
fatigue
in
cancer
patients:
development
and
validation
of
the
Fatigue
Symptom
Inventory.
Qual
Life
Res.
May
1998;7(4):301-‐310.
13.
Piper
BF,
Dibble
SL,
Dodd
MJ,
Weiss
MC,
Slaughter
RE,
Paul
SM.
The
revised
Piper
Fatigue
Scale:
psychometric
evaluation
in
women
with
breast
cancer.
Oncol
Nurs
Forum.
May
1998;25(4):677-‐684.
14.
Mystakidou
K,
Tsilika
E,
Parpa
E,
et
al.
Psychometric
properties
of
the
brief
fatigue
inventory
in
Greek
patients
with
advanced
cancer.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Oct
2008;36(4):367-‐373.
15.
Yun
YH,
Wang
XS,
Lee
JS,
et
al.
Validation
study
of
the
korean
version
of
the
brief
fatigue
inventory.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Feb
2005;29(2):165-‐172.
16.
Wang
XS,
Hao
XS,
Wang
Y,
et
al.
Validation
study
of
the
Chinese
version
of
the
Brief
Fatigue
Inventory
(BFI-‐C).
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Apr
2004;27(4):322-‐332.
Universitas Indonesia
17.
Radbruch
L,
Sabatowski
R,
Elsner
F,
Everts
J,
Mendoza
T,
Cleeland
C.
Validation
of
the
German
version
of
the
brief
fatigue
inventory.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
May
2003;25(5):449-‐458.
18.
Kumar
V
CR,
Robbins
S.
Robbin's
Basic
Pathology.
7th
ed:
Elsevier
Saunders;
2002.
19.
WHO.
National
Cancer
Control
Programs.
2015.
20.
Can
Cancer
Be
Prevented?
2014.
Accessed
14
January
2015,
2015.
21.
Sharpe
G
FP.
Cancer
and
It's
Management.
In:
Rankin
J
RK,
Murtagh
N,
Cooper
J,
Lewis
S,
ed.
Rehabilitation
in
Cancer
Care.
1st
ed:
Oxford
Blackwell
Publishing,
Ltd;
2008.
22.
Guidance
on
Cancer
Services
Improving
Supportive
and
Palliative
Care
for
Adults
with
Cancer
-‐
The
Manual2004,
London.
23.
NCCN
Clinical
Practice
Guidelines
in
Oncology.
Cancer
Related
Fatigue
Version
1.
In:
NCCN,
ed:
NCCN,
Inc;
2012.
24.
Campos
MP,
Hassan
BJ,
Riechelmann
R,
Del
Giglio
A.
Cancer-‐related
fatigue:
a
review.
Revista
da
Associacao
Medica
Brasileira.
Mar-‐Apr
2011;57(2):211-‐
219.
25.
Curt
GA.
The
Impact
of
Fatigue
on
Patients
with
Cancer:
Overview
of
FATIGUE
1
and
2.
The
oncologist.
Jun
2000;5
Suppl
2:9-‐12.
26.
Vainio
A,
Auvinen
A.
Prevalence
of
symptoms
among
patients
with
advanced
cancer:
an
international
collaborative
study.
Symptom
Prevalence
Group.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Jul
1996;12(1):3-‐10.
27.
Teunissen
SC,
Wesker
W,
Kruitwagen
C,
de
Haes
HC,
Voest
EE,
de
Graeff
A.
Symptom
prevalence
in
patients
with
incurable
cancer:
a
systematic
review.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Jul
2007;34(1):94-‐104.
28.
Ryan
JL,
Carroll
JK,
Ryan
EP,
Mustian
KM,
Fiscella
K,
Morrow
GR.
Mechanisms
of
cancer-‐related
fatigue.
The
oncologist.
2007;12
Suppl
1:22-‐
34.
29.
Brown
DJ,
McMillan
DC,
Milroy
R.
The
correlation
between
fatigue,
physical
function,
the
systemic
inflammatory
response,
and
psychological
distress
in
patients
with
advanced
lung
cancer.
Cancer.
Jan
15
2005;103(2):377-‐382.
30.
Mallinson
T,
Cella
D,
Cashy
J,
Holzner
B.
Giving
meaning
to
measure:
linking
self-‐reported
fatigue
and
function
to
performance
of
everyday
activities.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Mar
2006;31(3):229-‐241.
31.
Jones
LW,
Eves
ND,
Haykowsky
M,
Freedland
SJ,
Mackey
JR.
Exercise
intolerance
in
cancer
and
the
role
of
exercise
therapy
to
reverse
dysfunction.
The
Lancet.
Oncology.
Jun
2009;10(6):598-‐605.
32.
Irwin
ML,
Crumley
D,
McTiernan
A,
et
al.
Physical
activity
levels
before
and
after
a
diagnosis
of
breast
carcinoma:
the
Health,
Eating,
Activity,
and
Lifestyle
(HEAL)
study.
Cancer.
Apr
1
2003;97(7):1746-‐1757.
33.
Okuyama
T,
Akechi
T,
Kugaya
A,
et
al.
Development
and
validation
of
the
cancer
fatigue
scale:
a
brief,
three-‐dimensional,
self-‐rating
scale
for
assessment
of
fatigue
in
cancer
patients.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Jan
2000;19(1):5-‐14.
34.
Donovan
KA,
Jacobsen
PB.
The
Fatigue
Symptom
Inventory:
a
systematic
review
of
its
psychometric
properties.
Supportive
care
in
cancer
:
official
journal
of
the
Multinational
Association
of
Supportive
Care
in
Cancer.
Feb
2010;19(2):169-‐185.
Universitas Indonesia
35.
Lee
KA,
Hicks
G,
Nino-‐Murcia
G.
Validity
and
reliability
of
a
scale
to
assess
fatigue.
Psychiatry
research.
Mar
1991;36(3):291-‐298.
36.
Stein
KD,
Martin
SC,
Hann
DM,
Jacobsen
PB.
A
multidimensional
measure
of
fatigue
for
use
with
cancer
patients.
Cancer
practice.
May-‐Jun
1998;6(3):143-‐152.
37.
Schwartz
AH.
Validity
of
cancer-‐related
fatigue
instruments.
Pharmacotherapy.
Nov
2002;22(11):1433-‐1441.
38.
Mock
V.
Evidence-‐based
treatment
for
cancer-‐related
fatigue.
J
Natl
Cancer
Inst
Monogr.
2004(32):112-‐118.
39.
Whitehead
L.
The
measurement
of
fatigue
in
chronic
illness:
a
systematic
review
of
unidimensional
and
multidimensional
fatigue
measures.
Journal
of
pain
and
symptom
management.
Jan
2009;37(1):107-‐128.
40.
Ware
JE,
Jr.,
Sherbourne
CD.
The
MOS
36-‐item
short-‐form
health
survey
(SF-‐36).
I.
Conceptual
framework
and
item
selection.
Medical
care.
Jun
1992;30(6):473-‐483.
41.
McHorney
CA,
Ware
JE,
Jr.,
Raczek
AE.
The
MOS
36-‐Item
Short-‐Form
Health
Survey
(SF-‐36):
II.
Psychometric
and
clinical
tests
of
validity
in
measuring
physical
and
mental
health
constructs.
Medical
care.
Mar
1993;31(3):247-‐
263.
42.
McHorney
CA,
Ware
JE,
Jr.,
Lu
JF,
Sherbourne
CD.
The
MOS
36-‐item
Short-‐
Form
Health
Survey
(SF-‐36):
III.
Tests
of
data
quality,
scaling
assumptions,
and
reliability
across
diverse
patient
groups.
Medical
care.
Jan
1994;32(1):40-‐66.
43.
Perwitasari
DA,
Atthobari
J,
Dwiprahasto
I,
et
al.
Translation
and
validation
of
EORTC
QLQ-‐C30
into
Indonesian
version
for
cancer
patients
in
Indonesia.
Japanese
journal
of
clinical
oncology.
Apr
2011;41(4):519-‐529.
44.
Perwitasari
DA.
Development
the
validation
of
Indonesian
version
of
SF-‐36
questionnaire
in
cancer
disease.
Indonesian
Journal
of
Pharmacy.
2012;23(4):248-‐253.
45.
Oken
MM,
Creech
RH,
Tormey
DC,
et
al.
Toxicity
and
response
criteria
of
the
Eastern
Cooperative
Oncology
Group.
Am
J
Clin
Oncol.
Dec
1982;5(6):649-‐
655.
46.
Taylor
AE,
Olver
IN,
Sivanthan
T,
Chi
M,
Purnell
C.
Observer
error
in
grading
performance
status
in
cancer
patients.
Supportive
care
in
cancer
:
official
journal
of
the
Multinational
Association
of
Supportive
Care
in
Cancer.
Sep
1999;7(5):332-‐335.
47.
Roila
F,
Lupattelli
M,
Sassi
M,
et
al.
Intra
and
interobserver
variability
in
cancer
patients'
performance
status
assessed
according
to
Karnofsky
and
ECOG
scales.
Annals
of
oncology
:
official
journal
of
the
European
Society
for
Medical
Oncology
/
ESMO.
Jun
1991;2(6):437-‐439.
48.
Sengelov
L,
Kamby
C,
Geertsen
P,
Andersen
LJ,
von
der
Maase
H.
Predictive
factors
of
response
to
cisplatin-‐based
chemotherapy
and
the
relation
of
response
to
survival
in
patients
with
metastatic
urothelial
cancer.
Cancer
chemotherapy
and
pharmacology.
2000;46(5):357-‐364.
49.
Buccheri
G,
Ferrigno
D,
Tamburini
M.
Karnofsky
and
ECOG
performance
status
scoring
in
lung
cancer:
a
prospective,
longitudinal
study
of
536
patients
from
a
single
institution.
European
journal
of
cancer.
Jun
1996;32A(7):1135-‐1141.
Universitas Indonesia
50.
Acquadro
C,
Conway
K,
Hareendran
A,
Aaronson
N,
European
Regulatory
I,
Quality
of
Life
Assessment
G.
Literature
review
of
methods
to
translate
health-‐related
quality
of
life
questionnaires
for
use
in
multinational
clinical
trials.
Value
in
health
:
the
journal
of
the
International
Society
for
Pharmacoeconomics
and
Outcomes
Research.
May-‐Jun
2008;11(3):509-‐521.
51.
Test
Reliability.
2006.
http://www.proftesting.com/test_topics/pdfs/test_quality_reliability.pdf.
Accessed
January
16th,
2015.
52.
Dennis
R,
MacLeod
M,
Potvin
M-‐C.
Psycometric
Properties:
Validity.
Evidence-‐based
Journal
Club
Fact
Sheet.
2007;2(1).
53.
Streiner
DL,
Norman
GR.
Health
Measurement
Scales:
A
practical
guide
to
their
development
and
use.
3rd
ed.
New
York:
Oxford
University
Press;
2003.
54.
Litbang.
Riset
Kesehatan
Dasar
2013.
In:
Kesehatan
D,
ed2013.
55.
Statistik
BP.
Survey
Sosial
Ekonomi
Nasional
2009
-‐
2013.
Badan
Pusat
Statistik.
56.
Cancer
Facts
&
Figures
2014.
Atlanta:
American
Cancer
Society;2014.
57.
Wu
HS,
McSweeney
M.
Cancer-‐related
fatigue:
"It's
so
much
more
than
just
being
tired".
Eur
J
Oncol
Nurs.
Apr
2007;11(2):117-‐125.
58.
Holley
S.
Cancer-‐related
fatigue.
Suffering
a
different
fatigue.
Cancer
practice.
Mar-‐Apr
2000;8(2):87-‐95.
59.
Magnusson
K,
Moller
A,
Ekman
T,
Wallgren
A.
A
qualitative
study
to
explore
the
experience
of
fatigue
in
cancer
patients.
Eur
J
Cancer
Care
(Engl).
Dec
1999;8(4):224-‐232.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia