Anda di halaman 1dari 39

SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK.

Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

MODUL PEMBELAJARAN
METODOLOGI
KEPERAWATAN
Ns. Syafrisar Meri Agritubella, S.Kep, M.Kep
Ns. Tesha Hestyana Sari, S.Kep, M.Kep
Ns. Kurniawati, S.Kep, M.Kep

TIM METODOLOGI KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES RIAU
2020
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Hidayah
pembuatan Modul Pembelajaran Mata Kuliah Metodologi Keperawatan ini sehingga
dapat digunakan pada mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Riau. Modul ini disusun berdasarkan pedoman penilaian pencapaian
kompetensi KKNI dan dapat digunakan sebagai panduan mahasiswa dan dosen dalam
pembelajaran Metodologi Keperawatan.

Modul ini berisikan tentang pembelajaran mata kuliah Metodologi Keperawatan yang
didistribusikan pada mahasiswa Tingkat II (dua) semester III (tiga) Tahun Ajaran
2020/2021. Adapun pelaksanaan pembelajaran dapat dilakukan melalui e – Learning
dan praktik laboratorium dengan mempelajari kasus di tatanan klinis secara nyata.
Mahasiswa diharapkan dapat berfikir kritis dalam menerapkan metodologi keperawatan
dalam asuhan keperawatan dengan memperhatikan kognitif, afektif dan psikomotor
sebagai pemberi pelayanan keperawatan.

Terimakasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan modul
ini begitu juga terhadap keluarga yang telah mendukung penyusunan modul ini hingga
selesai. Besar harapan bahwa modul ini dapat bermanfaat dan membantu berbagai
pihak dalam pembelajaran metodologi keperawatan sehingga kami mengharapkan saran
untuk penyempurnaan modul ini dimasa yang akan datang.

Penyusun
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
TINJAUAN MATA KULIAH
MODUL 1 KONSEP DASAR PROSES KEPERAWATAN
MODUL 2 BERFIKIR KRITIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
MODUL 3 PENGKAJIAN KEPERAWATAN
MODUL 4 MERUMUSKAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
MODUL 5 MENYUSUN INTERVENSI
MODUL 6 MENYUSUN IMPLEMENTASI
MODUL 7 MENYUSUN EVALUASI
REFERENSI
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

TINJAUAN MATA KULIAH:

Mata kuliah Metodologi Keperawatan (Kode MK WAT.3.3.01) ini membahas tentang konsep
proses keperawatan yang mencakup pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan,
menyusun intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan
dengan menerapkan prinsip berfikir kritis. Mata Kuliah ini terdiri dari 2 sks (1 sks teori dan 1
sks praktikum) dengan jumlah waktu 220 menit setiap pertemuan (50 menit teori dan 170
menit praktikum).

Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan mengaplikasikan proses keperawatan dalam


penerapan asuhan keperawatan ditatanan klinik sehingga mata kuliah ini dapat terintegrasi
dengan praktik klinik keperawatan dasar di rumah sakit.

Capaian Pembelajaran:
1. Menguasai Konsep Keperawatan (CP.P.06)
2. Mampu mengumpulkan data, menganalisis data, menyusun dan menegakkan
diagnosa, membuat rencana keperawatan, implementasi, evaluasi dan
mendokumentasikan serta menyajikan informasi keperawatan (CP. KK.05)
3. Menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas dengan menganalisis data serta metode
yang sesuai dan dipilih dari beragam metode yang sudah maupun yang belum baku
dan dengan meng analisis data (CP. KU.01)
4. Menunjukkan Kinerja Mutu dan kuantitas yang terukur (CP.KU.02)
5. Memecahkan masalah perkerjaan dengan sifat dan konteks yang sesuai dnegan bidang
keahlian terapannya didasarkan pada pemikiran logis dan inovatif, dilaksanakan dan
bertanggung jawab atas hasilnya secara mandiri (CP. KU.03)
6. Mampu melaksanakan dan mendokumentasikan hasil tindakan dan pemeriksaan fisik
sesuai prosedur.

Adapun pembahasan dalam modul ini terdiri dari:


Modul 1 Konsep dasar proses keperawatan
Modul 2 Berfikir kritis dalam pengambilan keputusan
modul 3 Pengkajian keperawatan
Modul 4 Merumuskan diagnosa keperawatan
Modul 5 Menyusun intervensi
Modul 6 Menyusun implementasi
Modul 7 Menyusun evaluasi
Modul 8 Aplikasi Proses Keperawatan di Klinik

Setelah mempelajari mata kuliah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
menyusun proses Keperawatan dengan baik dan benar untuk memudahkan mahasiswa
memahami dan mengikuti tahapan-tahan proses keperawatan ditatanan klinik nantinya.

Evaluasi
Penilaian Ujian Tengah Semester (UTS) 20%, Ujian Akhir Semester (UAS) 20%,
Penuhasan 20%, Harian 5 % dan Praktikum 35%
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

MODUL 1
KONSEP DASAR
PROSES KEPERAWATAN
Ns.Syafrisar Meri Agritubella,S.Kep, M.Kep
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Part I - KONSEP DASAR


PROSES KEPERAWATAN
A. SEJARAH PROSES KEPERAWATAN
Proses keperawatan mulai dikenal di Indonesia sekitar tahun 1980-an. Perawat yang dididik
sebelum tahun tersebut pada umumnya belum mengenal proses keperawatan karena kurikulum di
pendidikan belum mengajarkan metode tersebut. Proses keperawatan mulai dikenal di pendidikan
keperawatan Indonesia yaitu dalam Katalog Pendidikan Diploma III Keperawatan yang
dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia pada tahun 1984.

Di luar negeri istilah proses keperawatan diperkenalkan pada tahun 1955 oleh Lidya Hall, dan
sejak tahun tersebut para pakar keperawatan mendiskripsikan proses keperawatan secara bervariasi.
Pada awal perkembangannya, proses keperawatan mempunyai tiga tahap, kemudian empat tahap
dan pada saat ini proses keperawatan mempunyai lima tahap.

Proses lima tahap pertama diperkenalkan pada tahun 1967 oleh Western Interstate Commision of
Higher Education (WICHE) yang meliputi: persepsi, komunikasi, interpretasi, intervensi, dan
evaluasi. Pada tahun yang sama para staf pengajar,Yura.H dan Walsh di Catholic University of
American mangusulkan metode empat tahap, meliputi: pengkajian, perencanaan, intervensi dan
evaluasi (Craven & Hirnle, 2000).

Pada pertengahan tahun 1970-an, Bolch (1974), Roy (1975),Mundinger dan Jaron (1975), serta
Aspinall(1976) menambahkan tahap diagnosis pada proses keperawatan sehingga menjadi lima
tahap, yaitu Pengkajian, Diagnosis, Perencanaan, Implementasi dan Evaluasi.

Dengan berkembangnya waktu, proses keperawatan telah dianggap sebagai suatu dasar hukum
dalam praktik keperawatan. Pada tahun 1973, American Nurse’s Association (ANA) menggunakan
proses keperawatan sebagai pedoman dalam pengembangan standar praktik keperawatan dan
digunakan sebagai suatu kerangka konsep kurikulum pendidikan keperawatan serta menerbitkan
Standars Of Nursing Practice dan juga National Council of State Boards of Nursing (1982) yang
terdiri dari lima tahap, meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi (Kozier et al., 1995).
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Proses keperawatan terus berkembang dan kemudian istilah Nursing Diagnosis mulai
diperkenalkan dalam literatur-literatur keperawatan. Pada tahun 1973, Gebbie dan Levin dari
St.Louis University School of Nursing membantu dalam menyelenggarakan konferensi pertama
tentang klasifikasi diagnosa keperawatan di Amerika. Pada tahun 1982, terbentuk North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) yang setiap dua tahun mengadakan konferensi tentang
klasifikasi diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1997).

Pada saat ini proses keperawatan telah berkembang dan diterapkan di berbagai tatanan pelayanan
kesehatan di Indonesia, seperti rumah sakit, klinik-klinik, Puskesmas, perawatan keluarga,
perawatan kesehatan masyarakat, dan perawatan pada kelompok khusus. Namun secara umum
penerapan proses keperawatan belum optimal dan belum menggambarkan pemecahan masalah
secara ilmiah oleh perawat, karena pada dasarnya hal ini tidak terlepas dari sumber daya
keperawatan yang ada dan dukungan institusi.

B. PENGERTIAN PROSES KEPERAWATAN


Banyak pengertian atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli keperawatan tentang proses
keperawatan, diantaranya adalah menurut Nettina (1996) yang menyatakan bahwa proses
keperawatan adalah sesuatu yang disengaja, dengan pendekatan pemecahan masalah untuk
menemukan kebutuhan keperawatan pasien dalam pelayanan kesehatan. Meliputi
pengkajian (pengumpulan data), diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan
evaluasi, serta menggunakan modifikasi mekanisme umpan balik untuk meningkatkan upaya
pemecahan masalah.

Proses merupakan serangkaian kegiatan yang direncanakan atau serangkaian operasional


untuk mencapai hasil yang diharapkan. Proses keperawatan adalah metode yang sistematik
dan rasional dalam merencanakan dan memberikan pelayanan keperawatan kepada individu.
Tujuannya untuk mengidentifikasi status kesehatan klien, kebutuhan atau masalah kesehatan
aktual atau risiko, membuat perencanaan sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi
dan melaksanakan intervensi keperawatan spesifik sesuai dengan kebutuhan (Kozier et al.
1995).

Sedangkan Clark (1992), mendefinisikan proses keperawatan sebagai suatu metode/ proses
berpikir yang terorganisir untuk membuat suatu keputusan klinis dan pemecahan masalah.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Demikian juga dengan Yura dan Walsh (1988), menyatakan bahwa proses keperawatan
adalah tindakan yang berurutan, dilakukan secara sistematik untuk menentukan masalah
klien, membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan rencana tersebut atau
menugaskan orang lain untuk melaksanakannya dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif
terhadap masalah yang diatasi.

C. TUJUAN
Tujuan dari penerapan proses keperawatan pada tatanan pelayanan kesehatan adalah:
1. Untuk mempraktekkan suatu metoda pemecahan masalah dalam praktek keperawatan.
Sebagai standar untuk praktek keperawatan.
2. Untuk memperoleh suatu metoda yang baku, sistematis, rasional, serta ilmiah dalam
memberikan asuhan keperawatan.
3. Untuk memperoleh suatu metoda dalam memberikan asuhan keperawatan yang dapat
digunakan dalam segala situasi sepanjang siklus kehidupan.
4. Untuk memperoleh hasil asuhan keperawatan yang bermutu.

D. KEMAMPUAN PERAWAT DAN PROSES KEPERAWATAN


Dalam melaksanakan proses keperawatan seorang perawat harus memiliki persyaratan
kemampuan sebagai berikut:
1. Kecakapan intelektual, yang memungkinkan perawat mampu untuk membuat
keputusan dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah klien
2. Kecakapan dalam perilaku dan hubungan antar manusia, memudahkan perawat dalam
menciptakan hubungan baik dengan klien, keluarga, dan anggota tim kesehatan
lainnya. Disini sangat dituntut pada kemampuan berkomunikasi secara terapeutik
dan berperilaku.
3. Kecakapan dalam kemampuan teknis keperawatan, merupakan kunci keberhasilan
dalam memberikan asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian, merumuskan
diagnosa keperawatan, menyusun rencana keperawatan, melaksanakan tindakan dan
prosedur keperawatan secara menyeluruh meliputi kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
klien serta mengevaluasi hasil tindakan keperawatan.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

E. MANFAAT PROSES KEPERAWATAN


Penerapan proses keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan klien akan memberikan
manfaat-manfaat sebagai berikut:
1. Meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
Dengan tersedianya pola pikir yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisir dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada klien tentunya akan
mempercepat proses penyembuhan, terhindar dari kelalaian dan malpraktek, dengan
demikian pelayanan keperawatan yang diterima oleh klien merupakan pelayanan yang
bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan.
2. Pengembangan keterampilan intelektual dan teknis bagi tenaga keperawatan.
Pelaksanaan proses keperawatan dalam merawat klien akan memberikan kesempatan
bagi perawat untuk mengembangkan berbagai pengetahuan dan keterampilan serta
pengalaman kerjasama dengan teman sejawat, klien, dan keluarganya.
3. Meningkatkan citra profesi keperawatan.
Dengan tersedianya pola pikir yang logis, ilmiah, sistematis, dan terorganisir dalam
memberikan asuhan keperawatan tentunya klien akan menerima suatu pelayanan
keperawatan yang bermutu. Pelayanan keperawatan yang bermutu dapat
meningkatkan citra profesi keperawatan.
4. Meningkatkan peran dan fungsi keperawatan dalam pengelolaan asuhan
keperawatan.
Dengan melaksanakan tahap-tahap dalam proses keperawatan berarti melaksanakan
fungsi-fungsi pengelolaan yang dimulai dari pengkajian masalah, merencanakan
asuhan keperawatan, pengorganisasian kegiatan keperawatan, menggerakkan tenaga
keperawatan, menilai serta mengontrol asuhan keperawatan yang diberikan dalam
mencapai tujuan pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan.
5. Pengakuan otonomi keperawatan.
Masyarakat akan mengakui otonomi dari profesi keperawatan bila asuhan
keperawatan yang diberikan dengan suatu metode yang didasari oleh tanggung
jawab dan tanggung gugat berdasarkan kode etik profesi dan standar praktek
keperawatan.
6. Peningkatan rasa solidaritas.
Kesamaan metode yang dipergunakan oleh tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada klien akan memperkuat rasa kebersamaan dan identitas
dari profesi keperawatan.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

7. Meningkatkan kepuasan kerja tenaga keperawatan.


Asuhan keperawatan yang bermutu dapat meningkatkan kepuasan konsumen,
terhindar dari kelalaian dan malpraktek yang dengan sendirinya akan berpengaruh
kepada kepuasan kerja perawat secara keseluruhan.
8. Untuk pengembangan ilmu keperawatan.
Penerapan proses keperawatan dapat mendukung dan memberi sumbangan dalam
pengembangan “body of knowledge” dengan penelitian-penelitian keperawatan,
sehingga dapat dikembangkan metode-metode yang baku dalam memberikan asuhan
keperawatan.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

F. KARAKTERISTIK PROSES KEPERAWATAN


Kozier et al. (1995) menyebutkan bahwa proses keperawatan mempunyai sembilan karakteristik,
antara lain:
1. Merupakan sistem yang terbuka dan fleksibel untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari
klien, keluarga, kelompok dan komunitas.
2. Bersifat siklik dan dinamis, karena semua tahap-tahap saling berhubungan dan
berkesinambungan.
3. Berpusat pada klien, merupakan pendekatan individual dan spesifik untuk memenuhi
kebutuhan klien.
4. Bersifat interpersonal dan kolaborasi.
5. Menggunakan perencanaan.
6. Mempunyai tujuan.
7. Memperbolehkan adanya kreativitas antara perawat dengan klien dalam memikirkan jalan
keluar menyelesaikan masalah keperawatan.
8. Menekankan pada umpan balik, dengan melakukan pengkajian ulang dari masalah atau
merevisi rencana keperawatan.
9. Dapat diterapkan secara luas. Proses keperawatan menggunakan kerangka kerja untuk semua
jenis pelayanan kesehatan, klien dan kelompok.
Demikian juga dengan Craven dan Hirnle (2000), menurutnya proses keperawatan sebagai pedoman
untuk praktek keperawatan profesional, mempunyai karakteristik:
1. Merupakan kerangka kerja dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu,
keluarga dan masyarakat.
2. Teratur dan sistematis.
3. Saling tergantung.
4. Memberikan pelayanan yang spesifik kepada individu, keluarga, dan masyarakat.
5. Berpusat pada klien, menggunakan klien sebagai suatu kekuatan.
6. Tepat untuk diterapkan sepanjang jangka waktu kehidupan.
7. Dapat dipergunakan dalam semua keadaan.
Sedangkan Taylor (1993) menyatakan bahwa proses keperawatan bersifat sistematis, dinamis,
interpersonal, berorientasi kepada tujuan dan dapat dipakaii pada situasi apapun.
Jadi dapat disimpulkan bahwa proses keperawatan adalah suatu cara menyelesaikan masalah yang
sistematis dan dinamis serta bersifat individual untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien sebagai
manusia yang bersifat unik, dan menekankan pada kemampuan pengambilan keputusan oleh perawat
sesuai dengan kebutuhan klien.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

KEPUSTAKAAN
Clark,1992
Craven & Hirnle, 2000
Nursalam (2011). “Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Ed.2” Salemba
Medika, Jakarta.
Kozier et al., 1995
Potter & Perry, 1997
Taylor,1993
Yura dan Walsh,1988
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

MODUL 2
Part I – BERFIKIR KRITIS
DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
PADA PROSES KEPERAWATAN
A. PENGERTIAN BERPIKIR KRITIS
Berfikir merupakan suatu proses yang berjalan secara berkesinambungan mencakup interaksi dari
suatu rangkaian pikiran dan persepsi. Sedangkan berfikir kritis merupakan konsep dasar yang
terdiri dari konsep berfikir yang berhubungan dengan proses belajar dan kritis itu sendiri berbagai
sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen berfikir kritis dalam keperawatan yang
di dalamnya dipelajari karakteristik, sikap dan standar berfikir kritis, analisis pertanyaan kritis,
hubungan pemecahan masalah, pengambilan keputusaan dan kreatifitas dalam berfikir kritis serta
faktor-faktor yang mempengaruhi berfikir kritis.

Perawat sebagai bagian dari pemberi pelayanan kesehatan, yaitu memberi asuhan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan akan selalu dituntut untuk berfikir kritis dalam berbagai
situasi. Penerapan berfikir kritis dalam proses keperawatan dengan kasus nyata yang akan memberi
gambaran kepada perawat tentang pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan
bermutu. Seorang yang berfikir dengan cara kreatif akan melihat setiap masalah dengan sudut yang
selalu berbeda meskipun obyeknya sama, sehingga dapat dikatakan, dengan tersedianya
pengetahuan baru, seorang profesional harus selalu melakukan sesuatu dan mencari apa yang
paling efektif dan ilmiah dan memberikan hasil yang lebih baik untuk kesejahteraan diri maupun
orang lain.

Proses berfikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan kita dalam pengalaman
baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki, kita menjadi lebih mampu untuk membetuk
asumsi, ide-ide dan menbuat simpulan yang valid. Semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah
proses berfikir dan belajar.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Berpikir Kritis adalah memutuskan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemikiran rasional yang
reflektif. Berpikir kritis meliputi mengemukakan ide, asumsi, prinsip, argumentasi, kesimpulan,
pernyataan, keyakinan, dan tindakan yang rasional. Dalam Dunia Keperawatan, berpikir kritis
digunakan untuk mengemukakan alasan yang Scientific terhadap semua langkah dalam asuhan
keperawatan yang dituangkan dalam pembuatan proses keperawatan (Bandman dan
Bandman,1988).

Pada proses keperawatan perawat perlu mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu berdasarkan
perspektif dari beberapa sudut pandang yang berbeda untuk dapat memutuskan apa yang harus
dilakukan. Berfikir kritis adalah suatu proses dimana seseorang atau individu dituntut untuk
menginterpretasikan dan mengevaluasi informasi untuk membuat sebuah penilaian atau keputusan
berdasarkan kemampuan, menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman. (Pery & Potter,2005).
Menurut Bandman dan Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional terhadap
ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Menurut
Strader (1992), bepikir kritis adalah suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat tentang
kejadian atau fakta yang mutakhir dan menginterprestasikannya serta mengevaluasi pandapat-
pandapat tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif pandangan baru.

Untuk mendapatkan suatu hasil berpikir yang kritis, seseorang harus melakukan suatu kegiatan
(proses) berpikir yang mempunyai tujuan (purposeful thinking), bukan “asal” berpikir yang tidak
diketahui apa yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Artinya, walau dalam kehidupan sehari-hari
seseorang sering melakukan proses berpikir yang terjadi secara “otomatis” (missal ; dalam
menjawab pertanyaan “siapa namamu?”). banyak pula situasi yang memaksa seseorang untuk
melakukan kegiatan berpikir yang memang di “rencanakan” ditinjau dari sudut “apa” (what),
“bagaimana” (how), dan “mengapa” (why). Hal ini dilakukan jika berhadapan dengan situasi
(masalah) yang sulit atau baru.

Isi suatu kualitas dari kegiatan berpikir harus mengandung unsur-unsur seperti dibawah ini:
 Sistematik dan senantiasa menggunakan criteria yang tinggi (terbaik) dari sudut intelektual
untuk hasil berpikir yang ingin dicapai.
 Individu bertanggung jawab sepenuhnya atas proses kegiatan berpikir.
 Selalu mengunakan kriteria berdasar standar yang telah ditentukan dalam memantau proses
berpikir.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

 Melakukan evaluasi terhadap efektivitas kegiatan berpikir yang ditinjau dari pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

B. KOMPONEN BERPIKIR KRITIS


Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham dan tahu dari
komponen berpikir kritis itu sendiri, meliputi ;
 Pengetahuan dasar spesifik
Komponen pertama berpikir kritis adalah pengetahuan dasar perawat yang spesifik dalam
keperawatan. Pengetahuan dasar ini meliputi teori dan informasi dari ilmu-ilmu pengetahuan,
kemanusiaan, dan ilmu-ilmu keperawatan dasar.
 Pengalaman
Komponen kedua dari berpikir kritis adalah pengalaman. Pengalaman perawat dalam peraktik
klinik akan mempercepat proses berpikir kritis karena ia akan berhubungan dengan kliennya,
melakukan wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan membuat keputusan untuk
melakukan perawatan terhadap masalah kesehatan.
Pengalaman adalah hasil interaksi antara individu melalui alat indranya dan stimulus yang
berasal dari beberapa sumber belajar. Menurut Rowntree pada proses belajar ada lima jenis
stimulus/ rangsangan yang berasal dari sumber belajar yaitu :
1. Interaksi manusia (verbal dan nonverbal), adalah interaksi antara manusia baik verbal
maupun nonverbal.
2. Realita (benda nyata, orang dan kejadian), adalah rangsangan yang meliputi benda-benda
nyata, peristiwa nyata, binatang nyata, dan sebagainya.
3. Pictorial representation, adalah jenis rangsangan gambar yang mewakili suatu objek dan
peristiwa nyata.
4. Written symbols, adalah lambang tertulis yang dapat disajikan dalam berbagai macam
media.
5. Recorded sound, adalah rangsangan dengan suara rekaman yang membantu mengontrol
realitas mengingat bahwa suara senantiasa berlangsung atau jalan terus.

 Kompetensi
Kompetensi berpikir kritis merupakan proses kognitif yang digunakan untuk membantu
penilaian keperawatan. Terdapat tiga tipe kompetensi, yaitu:
1. Berpikir kritis umum, meliputi pengetahuan tentang metode ilmiah, penyelesaian masalah,
dan pembuatan keputusan.
2. Berpikir kritis secara sepesifik dalam praktik klinik meliputi alasan mengangkat diagnose
dan membuat keputusan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

3. Berpikir kritis yang sepesifik dalam keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan
(pengkajian sampai evaluasi).

 Sikap dalam berpikir kritis


Sikap dalam berpikir kritis merupakan sikap yang diperoleh dari proses berpikir kritis dan sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan/
kesiapan untuk bereaksi terhadap stimulus atau objek menurut Newcomb dalam Notoatmodjo
(1993), sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak.

 Standar / karakteristik berpikir kritis


Dalam standar berpikir kritis terdapat dua komponen:
1. Standar intelektual
Dalam standar intelektual untuk menghasilkan proses berpikir perlu di perhatikan tentang;
rasional dan memiliki alasan yang tepat, reflektif, menyelidik, otonomi berpikir, kreatif,
terbuka dan mengevaluasi.
2. Standar professional
Pada standar profesioanal keperawatan memiliki kode etik keperawatan dan standar praktek
asuhan keperawatan.

C. ASPEK - ASPEK BERPIKIR KRITIS


Kegiatan berpikir kritis dapat dilakukan dengan melihat penampilan dari beberapa perilaku selama
proses berpikir kritis itu berlangsung. Perilaku berpikir kritis seseorang dapat dilihat dari beberapa
aspek:
1. Relevance
Relevansi (keterkaitan) dari pernyataan yang dikemukakan.
2. Importance
Penting tidaknya isu atau pokok-pokok pikiran yang dikemukakan.
3. Novelty
Kebaruan dari isi pikiran, baik dalam membawa ide-ide atau informasi baru maupun dalam
sikap menerima adanya ide-ide baru orang lain.
4. Outside material
Menggunakan pengalamannya sendiri atau bahan-bahan yang diterimanya dari perkuliahan
(refrence).
5. Ambiguity clarified
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Mencari penjelasan atau informasi lebih lanjut jika dirasakan ada ketidakjelasan.
6. Linking ideas
Senantiasa menghubungkan fakta, ide atau pandangan serta mencari data baru dari
informasi yang berhasil dikumpulkan.
7. Justification
Member bukti-bukti, contoh, atau justifikasi terhadap suatu solusi atau kesimpulan yang
diambilnya. Termasuk di dalalmnya senantiasa memberi penjelasan mengenai keuntungan
(kelebihan) dan kerugian (kekurangan) dari suatu situasi atau solusi.
8. Critical assessment
Melakukan evaluasi terhadap setiap kontribusi / masukan yang datang dari dalam dirinya
maupun dari orang lain.
9. Practical utility
Ide-ide baru yang dikemukakan selalu dilihat pula dari sudut keperaktisan / kegunaanya
dalam penerapan.
10. Width of understanding
Diskusi yang dilaksanakan senantiasa bersifat meluaskan isi atau materi diskusi. Secara
garis besar, perilaku berpikir kritis diatas dapat dibedakan dalam beberapa kegiatan :
o Berpusat pada pertanyaan (focus on question)
o Analisa argument (analysis arguments)
o Bertanya dan menjawab pertanyaan untuk klarifikasi (ask and answer questions of
clarification and/or challenge)
o Evaluasi kebenaran dari sumber informasi (evaluating the credibility sources of
information)
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

KEPUSTAKAAN

Nursalam (2011). Proses dan Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Ed.2.Salemba
Medika, Jakarta.
Udayanti (2008). Berpikir Kritis dalam Keperawatan dalam www.madeudayanti.blogspot.com
pada tanggal 8 Januari 2011
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

MODUL 2
PART 2 - PENERAPAN BERPIKIR KRITIS
DALAM TRANSKULTURAL KEPERAWATAN

A. Makna Berpikir Kritis


Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk
kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir
kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Menurut Halpen (1996),
berpikir kritis adalah memberdayakan keterampilan atau strategi kognitif dalam menentukan
tujuan. Proses tersebut dilalui setelah menentukan tujuan, mempertimbangkan, dan mengacu
langsung kepada sasaran-merupakan bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam rangka
memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, dan
membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dalam
konteks dan tipe yang tepat. Berpikir kritis juga merupakan kegiatan mengevaluasi-
mempertimbangkan kesimpulan yang akan diambil manakala menentukan beberapa faktor
pendukung untuk membuat keputusan. Berpikir kritis juga biasa disebut directed thinking,
sebab berpikir langsung kepada fokus yang akan dituju. Pendapat senada dikemukakan
Anggelo (1995: 6), berpikir kritis adalah mengaplikasikan rasional, kegiatan berpikir yang
tinggi, yang meliputi kegiatan menganalisis, mensintesis, mengenal permasalahan dan
pemecahannya, menyimpulkan, dan mengevaluasi.
Penekanan kepada proses dan tahapan berpikir dilontarkan pula oleh Scriven, berpikir kritis
yaitu proses intelektual yang aktif dan penuh dengan keterampilan dalam membuat
pengertian atau konsep, mengaplikasikan, menganalisis, membuat sistesis, dan mengevaluasi.
Semua kegiatan tersebut berdasarkan hasil observasi, pengalaman, pemikiran, pertimbangan,
dan komunikasi, yang akan membimbing dalam menentukan sikap dan tindakan (Walker,
2001: 1). Pernyataan tersebut ditegaskan kembali oleh Angelo (1995: 6), bahwa berpikir
kritis harus memenuhi karakteristik kegiatan berpikir yang meliputi : analisis, sintesis,
pengenalan masalah dan pemecahannya, kesimpulan, dan penilaian.
Matindas Juga mengungkapkan bahwa banyak orang yang tidak terlalu membedakan antara
berpikir kritis dan berpikir logis padahal ada perbedaan besar antara keduanya yakni bahwa
berpikir kritis dilakukan untuk membuat keputusan sedangkan berpikir logis hanya
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

dibutuhkan untuk membuat kesimpulan. Pemikiran kritis menyangkut pula pemikiran logis
yang diteruskan dengan pengambilan keputusan. Dari pendapat-pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa berpikir kritis itu melipuri dua langkah besar yakni melakukan proses
berpikir nalar (reasoning) yang diikuti dengan pengambilan keputusan/ pemecahan masalah
(deciding/problem solving). Dengan demikian dapat pula diartikan bahwa tanpa kemampuan
yang memadai dalam hal berpikir nalar (deduktif, induktif dan reflektif), seseorang tidak
dapat melakukan proses berpikir kritis secara benar.
B. Karakter Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kunci menuju berkembangnya kreativitas. Ini dapat diartikan
bahwa awal munculnya kreativitas adalah karena secara kritis kita melihat fenomena-
fenomena yang kita lihat dengar dan rasakan maka akan tampak permasalahan yang
kemudian akan menuntut kita untuk berpikir kreatif. Karakteristik yang berhubungan dengan
berpikir kritis, dijelaskan Beyer (1995: 12-15) secara lengkap dalam buku Critical Thinking,
yaitu:
1. Watak
Seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis mempunyai sikap skeptis,
sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek terhadap berbagai data dan pendapat,
respek terhadap kejelasan dan ketelitian, mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda,
dan akan berubah sikap ketika terdapat sebuah pendapat yang dianggapnya baik.
2. Kriteria
Dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria. Untuk sampai ke arah sana
maka harus menemukan sesuatu untuk diputuskan atau dipercayai. Meskipun sebuah
argumen dapat disusun dari beberapa sumber pelajaran, namun akan mempunyai kriteria
yang berbeda. Apabila kita akan menerapkan standarisasi harus berdasarkan kepada
relevansi, keakuratan fakta-fakta, berlandaskan sumber yang kredibel, teliti, bebas dari logika
yang keliru, logika yang konsisten, dan pertimbangan yang matang.
3. Argumen
Argumen merupakan suatu pernyataan atau proposisi yang dilandasi atau berdasarkan
noleh data-data. Keterampilan berpikir kritis akan meliputi hal-hal sepertikegiatan
pengenalan, dan penilaian, serta menyusun argumen.
4. Pertimbangan atau pemikiran
Yaitu kemampuan untuk merangkum kesimpulan dari satu atau beberapa premis.
Prosesnya akan meliputi kegiatan menguji hubungan antara beberapa pernyataan atau data.
5. Sudut pandang
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan dunia ini, yang akan
menentukan konstruksi makna. Seseorang yang berpikir dengan kritis akan memandang
sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.
6. Prosedur penerapan kriteria
Prosedur penerapan berpikir kritis sangat kompleks dan prosedural. Prosedur tersebut akan
meliputi merumuskan permasalahan, menentukan keputusan yang akan diambil.
Langkah-langkah dalam berpikir kritis
1. Mengenali masalah (defining and clarifying problem) meliputi mengidentifikasi isu-isu
atau permasalahan pokok, membandingkan kesamaan dan perbedaan-perbedaan, memilih
informasi yang relevan, merumuskan masalah.
2. Menilai informasi yang relevan yang meliputi menyeleksi fakta maupun opini, mengecek
konsistensi, mengidentifikasi asumsi, mengenali kemungkinan emosi maupun salah
penafsiran kalimat, mengenali kemungkina perbedaan orientasi nilai dan ideologi.
3. Pemecahan masalah atau penarikan kesimpulan yang meliputi mengenali data-data yang
diperlukan dan meramalkan konsekuensi yang mungkin terjadi dari keputusan/pemecahan
masalah/kesimpulan yang diambil.
C. Berpikir Kritis Dalam Keperawatan
Berfikir meliputi proses yang tidak statis, berubah setiap saat. Berfikir kritis dalam
keperawatan adalah komponen dasar dalam pertanggunggugatan profesional dan kualitas
asuhan keperawatan. Berpikir kritis merupakan jaminan yang terbaik bagi perawat mencapai
sukses dalam berbagai aktifitas dan merupakan suatu penerapan profesionalisme serta
pengetahuan tekhnis atau keterampilan tekhnis dalam memberikan asuhan keperawatan.
Proses berpikir kritis meliputi memahami, mengevaluasi, mempertanyakan maupun
menjawab, membangun pertanyaan yang merupakan pemicu proses berkelanjutan untuk
mencari jawaban dngan kemungkinan ada jawaban atau tidak terdapat jawaban.
Ada 4 hal pokok penerapan berfikir kritis dalam keperawatan, yaitu:
1. Penggunaan bahasa dalam keperawatan
Berfikir kritis adalah kemampuan menggunakan bahasa secara reflektif. perawat
menggunakan bahasa verbal dan nonverbal dalam mengekspresikan idea, fikiran, info, fakta,
perasaan, keyakinan dan sikapnya terhadap klien, sesama perawat, profesi. Secara nonverbal
saat melakukan pedokumentasian keperawatan.
2. Argumentasi dalam keperawatan
Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk menemukan,
menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan penjelasan, mempertahankan
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Badman and Badman (1988) argumentasi terkait dengan
konsep berfikir dalam keperawatan berhubungan dengan situasi perdebatan, upaya untuk
mempengaruhi individu ataupun kelompok.
3. Pengambilan keputusan dalam keperawatan
Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.
4. Penerapan proses keperawatan
Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan

a. Pengkajian: mengumpulkan data, melakukan observasi dalam pengumpulan data berfikir


kritis, mengelola dan mengkatagorikan data menggunakan ilmu-ilmu lain.
b. Perumusan diagnosa keperawatan: tahap pengambilan keputusan yang paling kritis,
menentukan masalah dan dengan argumen yaitu secara rasional.
c. Perencanaan keperawatan: menggunakan pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang
diharapkan, keterampilan guna mensintesa ilmu yang dimiliki untuk memilih tindakan.
d. Pelaksanaan keperawatan: pelaksanaan tindakan keperawatan adalkah keterampilan dalam
menguji hipotesa, tindakasn nyata yang menentukan tingkat keberhasilan.
e. Evaluasi keperawatan: mengkaji efektifitas tindakan, perawat harus dapat mengambil
keputusan tentang pemenuhan kebutuhan dasar klien.
D. Penerapan Berpikir Kritis dalam Transkultural Keperawatan
Ketika seorang perawat yang dihadapkan dengan klien yang berbeda budaya, maka
perawat professional tetap memberikan asuhan keperawatan yang tinggi, demi terpenuhinya
kebutuhan dasar klien tersebut. Perawat professional akan berfikir kritis dalam menangani hal
tersebut. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada abad ke-21,
termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin besar.
Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar Negara (imigrasi)
dimungkinkan, menyebabkan adaya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan
dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan
perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi. Salah satu contoh
yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. Pada beberapa daerah
atau Negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

atau menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri hanya dengan
meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap tidak sopan, maka ketika ia
mendapati klien tersebut menangis atau berteriak, maka perawat akan memintanya untuk
bersuara pelan-pelan, atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses
belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara
budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia,
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan
khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002). Untuk
memahami perbedaan budaya yang ada maka perawat perlu berpikir secara kritis. Dalam
berpikir kritis seorang perawat harus bisa menyeleksi kebudayaan mana yang sesuai dengan
kesehatan atau yang tidak menyimpang dari kesehatan. Jika perawat dapat memahami
perbedaan budaya maka akan bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dari perawat.
Budaya shock adalah kecemasan dan perasaan (dari kejutan, disorientasi, ketidakpastian,
kebingungan, dll) merasa ketika orang harus beroperasi dalam budaya yang berbeda dan tidak
dikenal seperti satu mungkin terjadi di negara asing. Ini tumbuh dari kesulitan dalam
asimilasi budaya baru, menyebabkan kesulitan dalam mengetahui apa yang sesuai dan apa
yang tidak. Hal ini sering digabungkan dengan atau bahkan tidak suka untuk jijik (moral atau
estetika) dengan aspek-aspek tertentu dari kebudayaan baru atau berbeda.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

MODUL 1
PART 2 - MENENTUKAN TAHAP – TAHAP
DALAM PROSES KEPERAWATAN
DEFINISI
Proses Keperawatan adalah suatu metode yang sistematis untuk mengkaji respon manusia
terhadap masalah – masalah kesehatan dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan
untuk mengatasi masalah – masalah tersebut. Masalah – masalah kesehatan dapat
berhubungan dengan klien, keluarga, orang terdekat atau masyarakat. Proses Keperawatan
mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi atau mengatasi masalah klien.
Perawat berusaha keras mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui penerapan lima tahap
proses keperawatan:
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi

Kelima tahap tersebut digambarkan dengan grafik dalam siklus proses keperawatan. Siklus
dimulai ketika pasien memasuki system pemberian perawatan kesehatan. Perawat mulai
tahap pertama dari siklus, pengkajian, dengan mengumpulkan data klien. Diagnosa
keperawatan yang berhubungan dengan masalah klien diidentifikasi pada tahap kedua. Pada
tahap ketiga, perawat dank lien bekerja bersama merumuskan rencana tindakan yang
bertujuan untuk mengatasi masalah klien. Rencana tersebut termasuk pembuatan criteria hasil
dan instruksi keperawatan (intervensi). Selama tahap keempat, rencana diimplementasikan
oleh perawat dank lien. Pada tahap kelima, klien dan perawat mengevaluasi apakah criteria
hasil telah dicapai, dan masalah telah teratasi. Klien keluar dari siklus jika kriteria hasil telah
tercapai. Klien memasuki siklus jika kriteris hasil belum tercapai. Perawat mengkaji kembali
klien dan merencanakan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
Kriteria hasil.
Klien Masuk
Pengkajian

Klien Masuk kembali


Diagnosa Keperawatan

Perencanaan
Klien Keluar

Evalusi
Implementasi
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

TAHAP 1 : PENGKAJIAN
TUJUAN
Tujuan dari Tahap pengkajian adalah untuk mengumpulkan data/ informasi dan membuat
data dasar klien. Klien dikaji saat memasuki system pemberian perawatan kesehatan.
KOMPONEN TAHAP PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
2. Validasi Data
3. Identifikasi Pola Atau divisi

PENGUMPULAN DATA : Informasi Apa yang perlu diketahui oleh Perawat


Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistematik tentang klien termasuk
kekuatan dan kelemahan klien. Data dikumpulkan dari klien, keluarga, orang terdekat,
masyarakat, grafik dan rekam medic. Klien adalah sumber informasi primer, sumber data
yang asl. Sumber informasi sekunder terdiri dari data yang sudah ada atau dari orang lain
selain klien. Sumber-sumber sekunder meliputi catatan kesehatan klien, laporan dari
laboratorium dan tes diagnostik, keluarga, orang terdekat, masyarakat dan anggota tim
kesehatan.
Metode pengumpulan data yang utama adalah observasi, wawancara, konsultasi dan
pemeriksaan.
1. Observasi
Metode pengumpulan data dimana data dikumpulkan melalui observasi visual,
sesuatu yang diamati oleh indra penglihatan (mata).
2. Wawancara
Metode pengumpulan data dimaksudkan perawat sebagai orang yang menginterview
langsung dapat melihat respon klien melalui tatap muka
3. Konsultasi
Seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasi cara-cara untuk pengobatan dan
menangani masalah klien
4. Pemeriksaan
Proses inspeksi tubuh dan system tubuh untuk menentukan ada atau tidak adanya
penyakit yang didasarkan pada temuan berikut:
FISIK : 4 Prosedur yang digunakan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi
LABORATORIUM : Urinalisis, Pemeriksaan Darah, Kultur
RoNTGEN : Visualisasi bagian tubuh dan fungsinya
CT-Scan , dll.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Manusia memiliki respon yang berbeda terhadap masalah. Contohnya nilai budaya,
kepercayaan, dan agama klien mungkin berbeda. Adalah esensial bagi perawat untuk
mengkajirespon individual klien terhadap masalah dan menghindari generalisasi.
Data yang terkumpul membantuk data dasar klien. Selanjutnya akan digunakan untuk
perbandingan nilai-nilai klien dan standar untuk memastikan keefektifan pengobatan, asuhan
keperawatan dan pencapaian kriteria hasil. Selama pengumpulan data, data klinik
dikategorikan sebagai data subjektif atau objektif.
DATA SUBJEKTIF
Data Subjektif menunjukkan persepsi dan sensasi klien tentang masalah kesehatan.
Klienmengungkapkan persepsi dan perasaan subjektif seperti harga diri atau nyeri. Data
subjektif adalah informasi yang diucapkan klien kepada perawat selama wawancara
pengkajian keperawatan, yaitu komentar yang didengar oleh perawat. Data subjektif dapat
disebut gejala. Data subjektif atau gejala adalah fenomena yang dialami oleh klien dan
mungkin suatu permulaan kebiasaan dan sensasi normal klien.
Contoh:
“Saya sedang sakit kepala”
“Saya merasa sesak nafas”
“Seluruh badan saya terasa sakit dan sulit digerakkan”
Contoh tersebut mengilustrasikan data subjektif yang mungkin diungkapkan oleh klien
kepada perawat. Sakit kepala, mual, sesak nafas, dan sebagainya adalah sensasi yang
dirasakan klien. Perasaan –perasaan ini tidak perlu dapat dilihat oleh perawat. Klien
mengungkapkan tentang perasaan –perasaan mereka kepada perawat.

DATA OBJEKTIF
Data Objektif didasarkan pada fenomena yang dapat diamati dan dipertunjukkan secara
factual. Fenomena yang dapat diamati dikumpulkan oleh seorang selain daripada pasien. Data
objektif dapat diamati dan diukur.
Data objektif merupakan informasi yang dikumpulkan perawat melalui indra perawat. Data
Objektif adalah informasi dimana perawat dapat melihat (inspeksi), merasakan (palpasi),
Mendengarkan (Perkusi dan auskultasi) atau menghidu. Data objektif dapat disebut Tanda.
Observasi  melihat klien dan melaporkan apa yang dilihat oelh perawat
Inspeksi  Pemeriksaan secara visual terhadap permukaan tubuh eksternal, pergerakan dan
postur tubuh
Palpasi (Meraba)  Proses memeriksa dengan menggunakan jari atau tangan pada
permukaan tubuh eksternal untuk mendeteksi adanya abnormalitas pada berbagai organ
Perkusi  Penggunaan jari tangan untuk mengetuk tubuh dengan ringan untuk menentukan
posisi, ukuran, dan konsistensi struktur yang mendasari dan adanya cairan atau pus pada
sebuah rongga
Auskultasi  Proses mendengarkan suara dalam tubuh, biasanya bunyi torak atau visera
abdominal untuk mendeteksi adanya abnormalitas. Alat yang digunakan adalah stetoskop.
VALIDASI DATA: apakah data klien mencerminkan nilai dan Standar yang normal
atau abnormal? Apakah data objektif menegaskan dan mendukung data subjektif?
Apakah informasi yang dikumpulkan akurat?
Validasi data merupakan perbandingan data subjektif dan data objektif yang dikumpulkan
dari sumber primer (klien), dan sekunder (catatan Kesehatan) dengan standard dan nilai
normal yang diterima. Suatu standar atau nilai merupakan aturan atau ukuran yang lazim
dipakai.
Perawat membandingkan komentar klien, data subjektif dengan data objektif yang dapat
diukur. Perawat memeriksa apakah data objektif memvalidasi data subjektif. Perawat
memeriksa apakah nilai klien , subjektif dan objektif terletak dalam rentang nilai dan standar
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

normal yang lazim dipakai, seperti tanda-tanda vital yang normal, nilai laboratorium,
pemeriksaan diagnostic, kelompok makanan dasar, pertumbuhan dan perkembangan yang
normal.
ANALISA DATA
Data Penyebab Masalah Keperawatan
(Symptom) (Etiologi) (Problem)
DS Bronkus Menyempit Pola Nafas tidak Efektif
- (Keluhan Pasien........) ↓
DO Penyempitan Jalan Nafas
- Pemeriksaan Fisik ↓
- Pemeriksaan Penunjang: Labor Sesak Nafas,
(urin, darah, cairan tubuh, dll),
radiologi (CT-Scan, Rontgen, dll)
- (Segala sesuatu yang kita
amati....)
- Pasien tampak kesulitan bernafas
- Mengi
- Frek Nadi 120 x/menit, kuat,
irreguler.
- Tekanan Darah 160/90 mmHg
- Suhu 38,2oC
- Frekuensi Nafas 28 x/menit
-
DS ................... ............................
DO
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Masalah Keperawatan
1. Bersihan Jalan Nafas
2. Pola Nafas tidak efektif
3. Gangguan Tidur
4. Resiko Infeksi
5. Defisit Perawatan Diri

POHON MASALAH

Intoleransi Aktifitas Defisit Perawatan


Diri
Gangguan Tidur Pola Nafas Tidak Efektif
Bersihan Jalan Nafas inefektif
Resiko Infeksi
TAHAP 2 : Diagnosa Keperawatan
Tujuan:
Tahap diagnosa keperawatan memungkinkan perawat untuk menganalisis dan mensintesis
data yang telah dikelompokkan yang dicantumkan dibawah pola kesehatan disfungsional.
Diagnosa keperawatan Dirumuskan berdasarkan pada respons klien terhadap perubahan-
perubahan pada status kesehatan, masalah-masalah yang diidentifikasi dan kemampuan
perawat untuk membantu menemukan penyelesaian masalah.
DEFINISI DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Adalah penilaian Klinik tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang actual atau potensial.
Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (NANDA,1999)
PERNYATAAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pernyataan Diagnosa Keperawatan menggambarkan status kesehatan klien dan faktor-faktor
yang berkontribusi pada status tersebut. Pernyataan Diagnosa Keperawatan ditulis oleh
perawat untuk masalah –masalah yang diidentifikasi . Komponen-komponen berikut ini
menandai tiga bagian pernyataan diagnosa keperawatan.
1. Diagnosa Keperawatan (Problem)
2. Etiologi : Penyebab
3. Batasan Karakteristik: Tanda dan Gejala (Symptom)

P berhubungan dengan E ditandai oleh S

PES
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status
kesehatan klien. Diagnosa Keperawatan adalah frase atau pernyataan ringkas. Diagnosa
Keperawatan menunjukkan kelompok batasan karakteristik yang gagal memenuhi nilai
normal yang diharapkan. Perawat mengidentifikasi diagnose keperawatan pada daftar
NANDA yang mencerminkan perubahan pada status klien.
Diagnosa Keperawatan memberikan dasar untuk membuat kriteria hasil asuhan Keperawatan
(ASKEP) dan menentukan intervensi-intervensi yang diperlukan untuk mencapai kriteria
hasil. Jika perawat menemui kesulitan memilih diagnose keperawatan, mungkin terdapat
kesenjangan informasi. Perawat perlu melakukan pengkajian ulang untuk mengumpulkan
data lebih lanjut.
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

2. ETIOLOGI : apa yang menyebabkan perubahan pada status kesehatan klien?


Pernyataan Etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan perubahan-
perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan dengan tingkah
lakuklien, patofisiologi, Psikososial, perubahan-perubahan situasional pada gaya hidup, usia
perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Penyebab perubahan-perubahanini masih
dalam batas wewenang keperawatan. Frase “yang berhubungan dengan” berfungsi untuk
menghubungkan diagnose keperawatan dan pernyataan etiologi. Etiologi – etiologi yang
dapat diterapkan untuk setiap diagnosa keperawatan terdapat pada daftar NANDA. Diagnosa
keperawatan dapat diterapkan untuk semua area keperawatan seperti medical bedah,
kesehatan ibu dan anak, pediatric, kesehatan komunitas. Bagaimanapun, etiologi atau
penyebab masalah dapat berbeda.
Contohnya
- Intoleransi aktivitas b.d immobilitas, mungkin merupakan pernyataan diagnosa
keperawatan untuk seseorang yang menderita STROKE
- Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara kebutuhan O 2 dengan Supply O2
, mungkin merupakan pernyataan diagnosa keperawatan untuk seseorang yang menderita
kelainan jantung bawaan.
- Bersihan Jalan Nafas Inefektif b.d penurunan tingkat kesadaran, mungkin
merupakan pernyataan diagnosa keperawatan untuk seseorang yang menderita STROKE
- Bersihan Jalan Nafas Inefektif b.d Penurunan tingkat energy, mungkin merupakan
pernyataan diagnosa keperawatan untuk seseorang yang menderita kelainan jantung
bawaan.

CONTOH ETIOLOGI untuk Diagnosa Keperawatan : Intoleransi Aktivitas dan Bersihan


Jalan Nafas Inefektif berdasarkan contoh diatas:

Diagnosa Keperawatan : Intoleransi Aktivitas


Etiologi yang mungkin:
- Immobilitas
- Kelemahan Umum
- Ketidakseimbangan supplay dan Kebutuhan O2
- Gaya hidup Sedentary
- Tirah baring
.
Klien Dengan STROKE:
Perawat memilih immobilitas sebagai etiologi atau penyebab dari masalah klien.
DX: Intoleransi aktivitas b.d immobilitas

Klien dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)


Perawat memilih ketidakseimbangan antara kebutuhan dan supply oksigen sebagai penyebab
dari masalah klien
DX: Intoleransi Aktivitas b.d ketidakseimbangan Suply O2 dan kebutuhan O2.

Diagnosa Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Inefektif


Etiologi yang mungkin:
- Penurunan tingkat energy/keletihan
- Penurunan tingkat kesadaran
- Obstruksi (sumbatan jalan nafas)
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

- Infeksi trakeobronkial
- Trauma
- Sekresi kental yang berlebihan
- Nyeri
- Gangguan kognitif / perceptual

Klien Dengan STROKE:


Perawat memilih penurunan tingkat kesadaran sebagai etiologi atau penyebab dari masalah
klien.
DX: Bersihan Jalan nafas Inefektif b.d penurunan Tingkat kesadaran

Klien dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB):


Perawat memilih penurunan tingkat energy / Keletihan sebagai penyebab dari masalah klien
DX: Bersihan jalan nafas inefektif b.d penurunan tingkat energy

3. BATASAN KARAKTERISTIK: Tanda dan gejala apa yang memberi bukti untuk
mendukung pemilihan diagnosa keperawatan?
Batasan Karakteristik (tanda dan gejala) merupakan kelompok petunjuk klinik yang
menggambarkan tingkah laku , tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan.
Batasan Karakteristik diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada
masalah kesehatan. Gejala (data subjektif) adalah perubahan-perubahan yang dirasakan oleh
klien dan diekspresikan secara verbal kepada perawat. Tanda (data objektif) adalah
perubahan-perubahan yang diamati pada status kesehatan klien.
Penggunaan Frase “ditandai oleh” menghungkan etiologi dan pernyataan batasan
karakteristik. Batasan Karakteristik memberikan bukti yang cukup untuk mendukung
diagnosa keperawatan. Hindari membuat diagnosa keperawatan dengan sepotong data.
Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala untuk memberikan bukti yang cukup untuk
mendukung pemilihan diagnosa keperawatan.
Contoh batasan Karakteristik

Klien dengan Stroke:


Diagnosa keperawatan : intoleransi aktivitas
Etiologi : yang berhubungan dengan immobilitas fisik
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Batasan Karakteristik : ditandai oleh:


Data Subjektif (Gejala) Data Objektif (Tanda)
1. “saya terlalu lemah untuk berjalan ” - Tidak mampu berjalan sejauh 15 m
2. “saya merasa letih” - Nadi 100 x/menit dengan pengerahan tenaga
3. “saya merasa sesak nafas” - Tampak sulit bernafas, dengan frek. Nafas =
28 x/i
Nafas dangkal

Klien dengan PJB:


Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas
Etiologi : yang berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay o2 dengan kebutuhan O2
Batasan Karakteristik : ditandai oleh:
Data Subjektif (Gejala) Data Objektif (Tanda)
1. “saya lelah ketika saya bermain” - Dispnea dan sianosis dengan pengerahan
tenaga
2. “Saya Sulit bernafas” - Nafas cepat dan dangkal.
3. “Kaki saya terasa lemah” - Hipotonia

DIAGNOSA KEPERAWATAN AKTUAL DAN POTENSIAL


Diagnosa keperawatan mencerminkan masalah aktual atau potensial (resiko tinggi) yang
memerlukan penanganan.
Sebuah diagnosa aktual merupakan deviasi dari status kesehatan yang normal (mis,
Intoleransi Aktivitas). Diagnosa keperawatan actual merupakan pernyataan yang terdiri dari
tiga bagian:
1. Diagnosa Keperawatan
2. Yang Berhubungan (ETIOLOGI)
3. Yang ditandai oleh ( BATASAN KARAKTERISTIK)

Contoh:
1. Intoleransi Aktifitas (diagnosa keperawatan) yang berhubungan dengan immobilitas
(etiologi) ditandai oleh: ekspresi wajah verbal keletihan, tidak mampu berjalan sejauh
15 meter, nadi 100 x/menit dengan pengerahan tenaga (Batasan Karakteristik)
2. Intoleransi Aktifitas (diagnosa Keperawatan) yang berhubungan dengan
ketidakseimbangan supply O2 dan kebutuhan O2 (etiologi) ditandai oleh dispnea,
sianosis, hipotonia (batasan Karakteristik)
3. Bersihan Jalan Nafas Inefektif (diagnosa keperawatan) yang berhubungan dengan
penurunan tingkat kesadaran (etiologi) ditandai oleh batuk dan mengeluarkan secret
sputum yang banyak dan berwarna kehijauan, bunyi crackle di lobus kanan bawah
(batasan Karakteristik)
4. Bersihan jalan nafas inefektif (diagnosa keperawatan) yang berhubungan dengan
penurunan tingkat energy (etiologi) ditandai oleh ekspresi wajah verbal sesak nafas,
bunyi crakle di lobus kanan bawah, pernafasan 30 x/i , nafas cepat dan dangkal
(batasan Karakteristik)

Sebuah diagnosa potensial (resiko tinggi) menunjukkan adanya faktor-faktor resiko yang
dapat menyebabkan (etiologi) masalah kesehatan yang aktual dikemudian hari. Pada saat
pengkajian awal perawat, klien tidak memperlihatkan tanda dan gejala (batasan Karakteristik)
untuk mendukung perumusan diagnosa keperawatan aktual. Oleh sebab itu dirumuskan
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

diagnosa keperawatan potensial. Diagnosa Keperawatan Potensial merupakan pernyataan


yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1. (RESIKO TINGGI) Diagnosa Keperawatan
2. Yang Berhubungan dengan (ETIOLOGI)

Contoh:
1. Resiko tinggi Cedera (diagnosa keperawatan potensial) yang berhubungan dengan
immobilitas (etiologi)
2. Resiko tinggi Infeksi (diagnosa Keperawatan potensial) yang berhubungan dengan
pertahanan primer yang tidak adekuat (etiologi)
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

LATIHAN E
Tujuan dari latihan ini adalah untuk belajar merumuskan pernyataan diagnosa keperawatan
dengan tiga bagian. Pola kesehatan fungsional yang dicantumkan dibawah ini diidentifikasi
sebagai disfungsional pada latihan D, Untuk setia pola yang disfungsional, rumuskan
minimal satu pernyataan diagnosa keperawatan untuk klien dengan Studi Kasus 1.
Pernyataan Diagnosa Keperawatan untuk pola disfungsional
1. Pola Persepsi Kesehatan - Penanganan Kesehatan
Diagnosa Keperawatan : Perubahan Proteksi
Etiologi (yang berhubungan dengan) : Imunosupresif
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : Pergelangan Kaki / Kaki hangat, Kemerahan,
Udema (1/9/91)
SDP (Leukosit) = 11.000; Kultur bunion
positif(+)
terhadap Stapilococcus aureus

2. Pola Nutrisi – Metabolik


Diagnosa Keperawatan : _______________________________________
Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
3. Pola aktivitas – Latihan
Diagnosa Keperawatan : _______________________________________
Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
4. Pola Tidur – Istirahat
Diagnosa Keperawatan : _______________________________________
Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________

5. Pola kognitif – Perseptual


Diagnosa Keperawatan : _______________________________________
Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
6. Pola persepsi / Konsep diri
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

Diagnosa Keperawatan : _______________________________________


Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
7. Pola Seksualitas – Reproduksi
Diagnosa Keperawatan : _______________________________________
Etiologi (yang berhubungan dengan) : _______________________________________
Batasan Karakteristik (ditandai oleh) : _______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
_______________________________________
SM. Agritubella & Kurniawati (2020) Modul MK. Metodologi Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Riau

TAHAP 3 : PERENCANAAN
TUJUAN:
Tahap Perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien , keluarga, dan orang
terdekat untuk merumuskan rencana tindakan yang bertujuan untuk mengatasi masalah-
masalah klien.
KOMPONEN TAHAP PERENCANAAN
1. Membuat Prioritas Urutan Diagnosa
2. Membuat Kriteria hasil
3. Menulis Instruksi Keperawatan
4. Menulis Rencana Asuhan Keperawatan

MEMBUAT PRIORITAS URUTAN MASALAH / DIAGNOSA KEPERAWATAN:


Apa Urgensi penanganan setiap masalah? Masalah mana yang harus diatasi lebih
dahulu?
Pada pengkajian, perawat menemukan berbagai masalah pada klien. Setelah merumuskan
diagosa keperawatan untuk masalah klien, perawat membuat prioritas urutan diagnosa
keperawatan. Urutan diagnosa keperawatan tersebut memungkinkan perawat, klien, dan
orang terdekat untuk mengatur masalah – masalah klien sesuai dengan urutan kepentingan
dan urgensinya.

Anda mungkin juga menyukai