Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA CERVIX (KANKER SERVIKS )

Disusun Oleh :

                                                                  Hidayatul Mahsunah

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GRESIK
23 JANUARI  2015

KATA PENGANTAR
                       
          Alhamdulilla, puji  syukur dilafadzkan kehadirat Ilahi ROBBI yang telah memberikan
ni’mat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  ”
Asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervix dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan  makalah ini penulis  menyadari  masih jauh dari sempurna,untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi tercapainya tujuan
belajar kita. Semoga makalah  ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua teman  S1
keperawatan universitas gresik tahun akademik 2014

Gresik,  23Januari 2015


        penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................. i
KATA PENGANTAR..........................................................................   ii
DAFTAR ISI....................................................................................... . iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang  .........................................................................    04
1.2.   Rumusan Masalah .................................................................        06
1.3.   Tujuan  ...................................................................................       06
1.4.   Manfaat ..................................................................................       07
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Ca.Cervix ..………………………………………….    08
2.2. Epidemiologi  ………………………………………………..     08
2.3  Etiologi Ca.Cervix……………………………………………    09
2.4. Patofisiologi Ca.Cervix ……………………………………..      11
2.5. Tanda dan Gejala Ca.Cervix ………………………………..      12
2.6. Pemeriksaan Penunjang Ca.Cervix …………………………      13
2.7. Kriteria Diagnosa Ca.Cervix ………………………………..      16
2.8. Penatalaksanaan Ca.Cervix…………………………………      17
2.9. Komplikasi ………………………………………………….      28
2.10. Pencegahan  ………………………………………………       28
2.11.Prognosis …………………………………………………..       30

2.12 WOC ………………………………………………………       31


BAB III.   Asuhan Keperawatan
3.1 Pengkajian ……………………………………………….        32
3.2 Analisa Data ……………………………………………..        34
 3.3 Diagnosa Keperawatan …………………………………..       36
3.4 Rencana Tindakan       …………………………………...        37
 3.5 Implementasi ………………...………………………..           42
3.6 Evaluasi ………………………………………………..           42
DAFTAR PUSTAK…………………………………….. ……       43

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG

Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel mulut rahim / serviks yang abnormal dimana sel-
sel ini mengalami perubahan ke arah displasia atau mengarah pada keganasan. Kanker ini
biasanya menyerang wanita yang pernah atau sedang berada dalam status sexually active.
Biasanya kanker ini menyerang wanita yang telah berumur, terutama paling banyak pada wanita
yang berusia 35 - 55 tahun. Akan tetapi, tidak mustahil wanita yang mudapun dapat menderita
penyakit ini, asalkan memiliki faktor risikonya.
Perkembangan neoplasma ganas di serviks tidak menghalangi untuk terjadinya kehamilan.
Terdapat kemungkinan 1 di antara 3000 kehamilan bagi seorang wanita penderita kanker serviks.
Namun, adanya kanker serviks memberi pengaruh yang tidak baik dalam kehamilan, persalinan,
dan nifas. Kanker serviks dapat memicu terjadinya abortus akibat pendarahan dan hambatan
dalam pertumbuhan janin karena pertumbuhan neoplasma tersebut. Apabila penyakit ini tidak
diobati lebih lanjut, pada kira-kira dua pertiga usia kehamilan penderita menjelang cukup bulan,
dapat terjadi kematian janin. (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Pengaruh kanker serviks pada waktu persalinan, antara lain kekakuan serviks karena
jaringan kanker yang terbentuk, akan menghambat proses persalinan (khususnya Kala I). Bila
tumor yang terbentuk lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, pembukaan pada waktu
persalinan dapat menjadi lengkap dan bayi bisa lahir spontan. Dalam masa nifas, sering terjadi
infeksi.  
Adapun penyebab pasti terjadinya perubahan sel-sel normal mulut rahim menjadi se-sel
yang ganas tidak diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
perubahan tersebut, antara lain : hubungan seksual pada usia dini  (< 17 tahun), hubungan
seksual multi partner, infeksi HPV (Human Papilloma Virus), dan genetik (namun,
persentasenya sangat kecil). Ada juga beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker
serviks yaitu : usia, melahirkan lebih dari 3x, personal hygiene, status sosial ekonomi, terpajan
virus terutama virus HIV, dan kebiasaan merokok.
Beberapa gejala yang bisa timbul pada penderita kanker serviks, antara lain : keputihan atau
keluarnya cairan encer dan berbau busuk dari vagina, pendarahan, hematuria, anemia, kelemahan
pada ekstremitas bawah, timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah. Pada stadium
lanjut, badan menjadi lebih kurus, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan rektum,
bahkan bisa menyebabkan terbentuknya  vesikovaginal atau rektovaginal, hingga timbul gejala-
gejala akibat metastasis jauh.
Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80
persen terjadi pada wanita yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di
seluruh dunia meninggal akibat kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di
negara-negara berkembang. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. (Syaifullaoh Nur. 2012) Padahal,
dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan penyakit ini dapat
disembuhkan sampai hampir 100%. Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah
kanker ini adalah melalui skrining yang dinamakan Pap Smear. Pap smear adalah suatu
pemeriksaan sitologi untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak menimbulkan rasa sakit. Dengan adanya
upaya deteksi dini ini, diharapkan angka kejadian kanker serviks dapat ditekan pada tahun -
tahun berikutnya.
Berdasarkan fenomena di atas, penulis ingin mengkaji lebih lanjut bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan ca.cerviks
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi ca.cervik ?
2.      Apa etiologi ca.cervik ?
3.      Bagaimana patofisiologi ca.cervik ?
4.      Bagaimana tanda dan gejala ca.cervik ?
5.      Bagaimana pemeriksaan ca.cervik ?
6.      Bagaimana Penatalaksanaan ca.cervik ?
7.      Bagaimana WOC ca.cervik ?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan ca.cervik ?
1.3    Tujuan
1.   Mengetahui  definisi ca.cervik
2        Mengetahui etiologi ca.cervik
3        Mengetahui  patofisiologi ca.cervik
4        Mengetahui  tanda dan gejala ca.cervik
5        Mengetahui  pemeriksaan ca.cervik
6        Mengetahui Penatalaksanaan ca.cervik
7        Mengetahui WOC ca.cervik
8        Mengetahui  asuhan keperawatan ca.cervik

1.4     Manfaat
Makalah asuhan keperawatan pada pasien dengan ca.cervik ini bisa bermanfaat bagi penulis
secara pribadi dan juga bermanfaat bagi pembaca secara luas sebagai pembelajaran

  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kanker adalah istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan maligna dalam setiap
bagian tubuh, pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit, dan berkembang dengan
mengorbankan manusia sebagai hospesnya (Hinchliff, 1999).
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar
junction (SCJ) (Wiknjosastro, Hanifa. 2005)
Kanker serviks merupakan sel-sel kanker yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks (Price, Sylvia. 2002)
Kanker serviks merupakan karsinoma ginekologi yang terbanyak diderita (Kapita Selekta
Kedokteran Jilid I)
2.2 Epidemiologi / Insiden Kasus
Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh
wanita nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500
ribu kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita
yang hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.
Di dunia, lebih dari 700 wanita meninggal setiap hari karena kanker serviks. Di Indonesia,
kanker serviks menempati urutan pertama kanker pada wanita.Setiap hari di Indonesia ada 40
orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Kanker serviks
merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan
penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya
pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks
dapat diturun. Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang
kanker serviks yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih
rendah. (sumber : http://healthycaus.blogspot.com)
2.3 Etiologi / Predisposisi
Penyebab langsung kanker serviks belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga
berhubungan dengan insiden karsinoma serviks, antara lain infeksi Human Papilloma Virus
(HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks timbul di sambungan skuamokolumner serviks.
Faktor resiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra
seks multipel, multi paritas, nutrisi, rokok, dan lain-lain. Karsinoma serviks dapat tumbuh
eksofitik maupun endofitik.
Menurut Wiknjosastro Hanifa ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker serviks, antara lain adalah :
1.      Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda
Faktor ini merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan melakukan
hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker serviks. Berdasarkan penelitian
para ahli, perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai
resiko 3 kali lebih besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2.   Berganti-ganti pasangan seksual
Perilaku seksual berupa gonta - ganti pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit
kelamin. Penyakit yang ditularkan, salah satunya adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV)
telah terbukti dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko terkena
kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai partner seksual 6 orang atau
lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks tipe 2 dapat menjadi faktor pendamping.
 3.  Faktor genetik
Terjadinya mutasi sel pada sel epitel skuamosa serviks yang menyebabkan terjadinya kanker
serviks pada wanita dapat diturunkan melalui kombinasi genetik dari orang tua ke anaknya. 
4.   Kebiasaan merokok
Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker serviks dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok
mengandung nikotin yang dapat menurunkan daya tahan serviks di samping merupakan ko-
karsinogen infeksi virus. Selain itu, rokok mengandung zat benza @ piren yang dapat memicu
terbentuknya radikal bebas dalam tubuh yang dapat menjadi mediator terbentuknya displasia sel
epitel pada serviks.
5.   Defisiensi zat gizi (vitamin A dan C)
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi vitamin C dapat
meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan
risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).

6.   Multiparitas
Trauma mekanis yang terjadi pada waktu paritas dapat mempengaruhi timbulnya infeksi,
perubahan struktur sel, dan iritasi menahun
7.   Gangguan sistem kekebalan
Bisa disebabkan oleh nikotin yang dikandung dalam rokok, dan penyakit yang sifatnya
immunosupresan, contohnya : HIV / AIDS
8.   Status sosial ekonomi lemah
Umumnya, golongan wanita dengan latar belakang ekonomi lemah tidak mempunyai biaya
untuk melakukan pemeriksaan sitologi Pap Smear secara rutin, sehingga upaya deteksi dini tidak
dapat dilakukan.
2.4   Patofisiologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologi
antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel kuboid/silindris
pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada wanita SCJ ini berada di luar ostius
uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks.
Tumor dapat tumbuh :
1.      Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi sekunder
dan nekrosis.
2.      Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk mengadakan
infiltrasi menjadi ulkus.
3.      Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan
awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosio akibat saling desak-
mendesak kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif
(metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui
tingkatan NIS I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi
mikroinvasif atau invasif, proses keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS – I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 – 20 tahun (rata-rata 5 – 10 tahun). Perubahan epitel displastik
serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan
pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari Richard. Hispatologik
sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma sisanya
adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang adalah
sarcoma.
2.5   Tanda dan Gejala
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
1.   Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama
akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2.   Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi perdarahan
yang abnormal
3.   Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
4.   Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius
5.   Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
6.   Kelemahan pada ekstremitas bawah
7.   Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral.
8.   Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
2.6   Pemeriksaan Penunjang
a.      Pemeriksaan Sitologi Pap Smear
Salah satu pemeriksaan sitologi yang bisa dilakukan adalah pap smear. Pap smear
merupakan salah satu cara deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya
perubahan-perubahan sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan
mengambil cairan pada laher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.
Saat ini telah ada teknik thin prep (liquid base cytology) adalah metoda pap smear yang
dimodifikasi yaitu sel usapan serviks dikumpulkan dalam cairan dengan tujuan untuk
menghilangkan kotoran, darah, lendir serta memperbanyak sel serviks yang dikumpulkan
sehingga akan meningkatkan sensitivitas. Pengambilan sampel dilakukan dengan mengunakan
semacam sikat (brush) kemudian sikat dimasukkan ke dalam cairan dan disentrifuge, sel yang
terkumpul diperiksa dengan mikroskop.
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan
hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi.
Penanganan kanker serviks dilakukan sesuai stadium penyakit dan gambaran histopatologimnya.
Sensitifitas pap smear yang dilakukan setiap tahun mencapai 90%.
b.      Kolposkopi
Pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop) yang digunakan untuk mengamati
secara langsung permukaan serviks dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kolposkopi akan
tampak jelas lesi-lesi pada permukaaan serviks, kemudian dilakukan biopsi pada lesi-lesi
tersebut.
c.       IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
IVA merupakan tes alternatif skrining untuk kanker serviks. Tes sangat mudah dan praktis
dilaksanakan, sehingga tenaga kesehatan non dokter ginekologi, bidan praktek dan lain-lain.
Prosedur pemeriksaannya sangat sederhana, permukaan serviks/leher rahim diolesi dengan asam
asetat, akan tampak  bercak-bercak  putih pada permukaan serviks yang tidak normal.
d.      Serviksografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm.
Fotografi diambil oleh tenaga kesehatan dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan
kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika
SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara teknik jika servikogram tidak dapat
dibaca (faktor kamera atau flash).
Kerusakan (defect) secara teknik pada servikogram kurang dari 3%. Servikografi dapat
dikembangkan sebagai skrining kolposkopi. Kombinasi servikografi dan kolposkopi dengan
sitologi mempunyai sensitivitas masing-masing 83% dan 98% sedang spesifisitas masing-masing
73% dan 99%. Perbedaan ini tidak bermakna. Dengan demikian servikografi dapat di-gunakan
sebagai metoda yang baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang
spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi
kanker serviks.
e.       Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi
dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan
positif palsu 16%. Samsuddin dkk pada tahun 1994 membandingkan pemeriksaan gineskopi
dengan pemeriksaan sitologi pada sejumlah 920 pasien dengan hasil sebagai berikut: Sensitivitas
95,8%; spesifisitas 99,7%; predictive positive value 88,5%; negative value 99,9%; positif palsu
11,5%; negatif palsu 4,7% dan akurasi 96,5%. Hasil tersebut memberi peluang digunakannya
gineskopi oleh tenaga paramedis / bidan untuk mendeteksi lesi prakanker bila fasilitas
pemeriksaan sitologi tidak ada.
f.       Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk mendeteksi
adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG
(Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar
HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan
plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi
melalui pemeriksaan darah dan urine.

g.   Pemeriksaan darah lengkap


Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang terjadi
pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan
kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.
2.7 KRITERIA DIAGNOSIS
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
  Hasil pemeriksaan negatif  
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
  Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan sitologi setelah
dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
  Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang, sampai
karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi. Dilakukan penangan
lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.
  Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik. Harus
dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di rumah sakit
rujukan dengan seorang ahli onkologi.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker / tim
onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Penatalaksanaan yang dilakukan pada klien kanker serviks,
tergantung pada stadiumnya. penatalaksanaan medis terbagi menjadi tiga cara yaitu:
histerektomi, radiasi dan kemoterapi.
Di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara umum berdasarkan stadium
kanker serviks :
STADIUM PENATALAKSANAAN
Biopsi kerucut
0 Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan evaluasi
Ib,Iia
kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi
pasca pembedahan
IIb, III, IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa, IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi
                                                                                  (sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid
1)
  Manajemen Tumor Insitu
Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi
dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,
kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah
penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.
Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).
Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang
ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP
mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk
terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak
luas (<2,5 cm), tetapi akan turun sampai 50% apabila lesi luas (> 2,5 cm). Evaporasi laser pada
HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi tidak luas dan 92% untuk lesi luas.
HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat untuk dilakukan histerektomi. Pada
795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan adanya risiko kegagalan 0,9-1,2% untuk
terjadinya karsinoma invasif.
  Manajemen Mikroinvasif
Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsicone dengan
batas sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi conepositif menunjukkan CIN
III atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi coneulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya vaginal intraepithelial neoplasia  (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif.
Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal.
Apabila ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas
pada pasien-pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti
dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif.
Stadium serviks IA2 berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10%
sehingga terapinya adalahmodified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada
stadium ini bila kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi
ke kelenjar limfe maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi
laparoskopi atau radikal trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya
dilakukan dengan Pap’s smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.
  Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal
Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.
Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium
IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.
Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-
sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical
hysterectomy atau radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah
dilakukan pemeriksaan patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan
penyebaran pada kelenjar limfe paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan
paraaorta. Radiasi langsung dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus
menunggu hasil patologi anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan
dengan radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau
batas-batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi.
   Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut
Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat
untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih
baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.
  Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1.   Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-
Inflamasi Non-Steroid)
2.   Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid ringan seperti
kodein dan tramadol
3.   Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat seperti morfin dan
fentanil (sumber : Sjaifoellah Noer. 1996)
  Operasi
           Operasi bertujuan untuk mengambil atau merusak kanker. Bisa menggunakan bedah
mikrografik atau laser. Tujuan utamanya untuk mengangkat keseluruhan tumor / kanker.
Pembedahan mikrografik dilaksanakan dengan bedah kimia dimana prosedur pembedahannya
mengharuskan pengangkatan tumor lapis demi lapis.
Kanker serviks dapat diobati dengan pembedahan.
         Konisasi (cone biopsy): pembuatan sayatan berbentuk kerucut pada serviks dan kanal serviks
untuk diteliti oleh ahli patologi. Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker
serviks
        Cryosurgery: yaitu pengobatan dengan cara membekukan dan menghancurkan jaringan
abnormal (biasanya untuk stadium pra-kanker serviks)
       Bedah laser: untuk memotong jaringan atau permukaan lesi pada kanker serviks
        Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan arus listrik yang dilewati    pada
kawat tipis untuk memotong jaringan abnormal kanker serviks
        Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk
mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal).
Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).
Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik,
dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga
harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,
ginjal dan hepar. Ada 2 histerektomi :
Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks, indung telur, tuba falopi maupun
kelenjar getah bening di dekatnya.
Stadium pra kanker ataupun kanker serviks yang kurang invasif (stadium IA) biasanya diobati
dengan histerektomi. Bila pasien masih ingin memiliki anak, metode LEEP atau cone biopsy
dapat menjadi pilihan.
Untuk stadium kanker serviks awal IB dan IIA:
     Ukuran tumor lebih kecil dari 4cm: radikal histerektomi ataupun radioterapi dengan/tanpa
kemoterapi.
     Ukuran tumor lebih besar dari 4cm: radioterapi dan kemoterapi berbasis cisplatin, histerektomi,
ataupun kemo berbasis cisplatin yang dilanjutkan dengan histerektomi
Biasanya, histerektomi dilakukan dengan suatu insisi (memotong melalui dinding abdomen)
abdominal histerektomi atau lewat vagina (vaginalis histerektomi). Perawatan di Rumah Sakit
biasanya lebih lama abdominal histerektomi daripada vaginal histerektomi (4-6 hari rata-rata)
dan biaya juga lebih banyak. Prosedur ini lebih memakan waktu (sekitar 2 jam, kecuali uterus
tersebut berukuran lebih besar pada vaginal histerektomi ) justru lebih lama. Perlu diingat aturan
utama sebelum dilakukan tipe histerektomi, wanita harus melalui beberapa test untuk memilih
prosedur optimal yang akan digunakan : Pemeriksaan panggul lengkap (Antropometri) termasuk
mengevaluasi uterus di ovarium, Pap smear terbaru, USG panggul, tergantung pada temuan
diatas.
Beberapa hari setelah menjalani histerektomi, penderita bisa mengalami nyeri di perut bagian
bawah. Untuk mengatasinya bisa diberikan obat pereda nyeri. Penderita juga mungkin akan
mengalami kesulitan dalam berkemih dan buang air besar. Untuk membantu pembuangan air
kemih bisa dipasang kateter. Beberapa saat setelah pembedahan, aktivitas penderita harus
dibatasi agar penyembuhan berjalan lancar. Aktivitas normal (termasuk hubungan seksual)
biasanya bisa kembali dilakukan dalam waktu 4-8 minggu. Setelah menjalani histerektomi,
penderita tidak akan mengalami menstruasi lagi. Histerektomi biasanya tidak mempengaruhi
gairah seksual dan kemampuan untuk melakukan hubungan seksual. Tetapi banyak penderita
yang mengalami gangguan emosional setelah histerektomi. Pandangan penderita terhadap
seksualitasnya bisa berubah dan penderita merasakan kehilangan karena dia tidak dapat hamil
lagi.
  Kemoterapi
Memberikan obat antikanker untuk membunuh sel-sel kanker. Bisa berupa obat yang
diminum, dimasukkan bersama cairan intravena, atau injeksi. Contoh obat yang diberikan dalam
kemoterapi, misalnya sitostatika.
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. (Prayetni, 1997). Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis
kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat
diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan
adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode
waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase
akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-
agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan yang memuaskan. (Gale & Charette, 2000).
Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide
Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain - lain (Prayetni, 1997). Cara
pemberian kemoterapi:
1.      Ditelan
2.      Disuntikkan
3.      Diinfus
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi awal / bersama terapi radiasi pada
stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA adalah : Cisplatin., Fluorouracil (5-FU). Sedangkan Obat
kemoterapi yang paling sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent
adalah : Mitomycin. Paclitaxel, Ifosfamide. Topotecantelah disetujui untuk digunakan bersama
dengan cisplastin untuk kanker serviks stage lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak
dapat dilakukan atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali / menyebar
ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1.      Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2.      Terapi adjuvant/tambahan – setelah pembedahan untuk meningkatkan hasil pembedahan dengan
menghancurkan sel kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko kekambuhan kanker.
3.      Terapi neoadjuvan – sebelum pembedahan untuk mengurangi ukuran tumor
4.      Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan ketidaknyamanan dan memperbaiki
kehidupan pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
5.      Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
  Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang saat beristirahat, kadang
berlangsung terus sampai akhir pengobatan.
  Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan obat anti mual sebelum,
selama, dan sesudah pengobatan.
  Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada yang diare sampai dehidrasi
berat dan harus dirawat. Kadang sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung serat, buah dan sayur. Harus
minum air yang hilang untuk mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika memungkinkan olahraga.
  Sariawan
  Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau tiga minggu setelah kemoterapi
dimulai. Dapat juga menyebabkan rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu
setelah kemoterapi.
  Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa pada jari tangan dan kaki.
Serta kelemahan pada otot kaki.
  Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja sumsum tulang yang
merupakan pabrik pembuat sel darah merah, sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang
paling sering adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah terjadi setiap
kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan
jumlah sel darah telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat menyebabkan :
  Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit adalah sel darah yang memberikan
perlindungan infeksi. Ada juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan peningkatkan
leukosit.
  Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan darah,  apabila jumlah trombosit
rendah dapat menyebabkan pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
  Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai dengan penurunan Hb (Hemoglobin).
Karena Hb letaknya didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat menyebabkan
lemah, mudah lelah, tampak pucat.
  Kulit menjadi kering dan berubah warna
Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang.
      Elektrokoagulasi
Membakar sel-sel kanker dengan aliran listrik yang telah diatur voltasenya
      Radiasi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-sel kanker.
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial dan
nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda
radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif.
Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap  mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel
kanker sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Selama menjalani radioterap, penderita mudah mengalami
kelelahan yang luar biasa, terutama seminggu sesudahnya.Istirahat yang cukup merupakan hal
yang penting, tetapi dokter biasanya menganjurkan agar penderita sebisa mungkin tetap aktif.
Pada radiasi eksternal, sering terjadi kerontokan rambut di daerah yang disinari dan kulit menjadi
merah, kering serta gatal-gatal. Mungkin kulit akan menjadi lebih gelap. Daerah yang disinari
sebaiknya mendapatkan udara yang cukup, tetapi harus terlindung dari sinar matahari dan
penderita sebaiknya tidak menggunakan pakaian yang bisa mengiritasi daerah yang disinari.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh melakukan hubungan seksual.
Kadang setelah radiasi internal, vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa
menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk mengatasi hal ini, penderita
diajari untuk menggunakan dilator dan pelumas dengan bahan dasar air.
Pada radioterapi juga bisa timbul diare dan sering berkemih.
2.9 Komplikasi
  Pendarahan
  Kematian janin
  Infertil
  Obstruksi ureter
  Hidronefrosis
  Gagal ginjal
  Pembentukan fistula
  Anemia
  Infeksi sistemik
  Trombositopenia
2.10    Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum menimbulkan
gejala yang khas dan spesifik. Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar
penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Atas dasar itulah, di beberapa negara
pemeriksaan sitologi vagina merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan kepada para ibu
hamil, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan biopsi bila ditemukan hasil yang mencurigakan.
 Dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini, kemungkinan janin dapat dipertahankan
dan penyakit ini dapat disembuhkan bisa mencapai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini.
Kini, cara terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan
sitologi yang diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui
adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan
tidak sakit. Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker
serviks ini biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau
tidak mau melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau
melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja diatasi.
Ada beberapa protokol skrining yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu
upaya deteksi dini terhadap perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
1.   Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.
2.   Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV
yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi
HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda.
Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya
akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditenukan
kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan
usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3.   Skrining dengan Thinrep / liquid-base method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.
4.      Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.

2.11    Prognosa
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani
histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat
deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi.
Ada beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara
lain :
  Usia penderita
  Keadaan umum
  Tingkat klinis keganasan
  Ciri - ciri histologik sel kanker
  Kemampuan tim kesehatan untuk menangani
  Sarana pengobatan yang tersedia
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Stadium Penyebaran kanker serviks % Harapan Hidup 5 Tahun
Karsinoma insitu 100
0
Terbatas pada uterus 85
I
Menyerang luar uterus tetapi meluas ke 60
II
dinding pelvis
Meluas ke dinding pelvis dan atau 33
III
sepertiga bawah vagina atau
hidronefrosis
Menyerang mukosa kandung kemih atau 7
IV
rektum atau meluas keluar pelvis
sebenarnya
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CA.CERVIK
3.1    PENGKAJIAN
a.       Identitas pasien

b.      Riwayat keluarga

c.       Status kesehatan

  Status kesehatan saat ini

  Status kesehatan masa lalu

  Riwayat penyakit keluarga

d.   Pola fungsi kesehatan Gordon

1.  Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.


Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah kewanitaan.
Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung zat – zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.

2.  Pola istirahat dan tidur.

Pola istirahat dan tidur pasien dapat terganggu akibat dari nyeri akibat progresivitas dari kanker
serviks ataupun karena gangguan pada saat kehamilan.gangguan pola tidur juga dapat terjadi
akibat dari depresi yang dialami oleh ibu.

3.  Pola eliminasi

Dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat pula
terjadi disuria serta hematuria. Selain itu biisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari
peningkatan tekanan otot abdominal

4. Pola nutrisi dan metabolik

Asupan nutrisi pada Ibu dengan kanker serviks harus banyak. Kaji jenis makanan yang biasa
dimakan oleh Ibu serta pantau berat badan Ibu . Kanker serviks pada Ibu yang sedang hamil juga
dapat mengganggu dari perkembangan janin.

5.  Pola kognitif – perseptual

Pada Ibu dengan kanker serviks biasanya terjadi gangguan pada pada panca indra meliputi
penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, pengecap. Bila sudah metastase ke organ tubuh
6.  Pola persepsi dan konsep diri

Pasien kadang merasa malu terhadap orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks,
akibat dari persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks
adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan seksual.

7.  Pola aktivitas dan latihan.

Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor kemampuan
perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat,
4= tergantung total).

8. Pola seksualitas dan reproduksi

Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama pasien menderita
penyakit ini. Pada pola seksualitas pasien akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu
dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah
berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari vagina.

9.  Pola manajemen koping stress

Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen koping pasien.


Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.

10. Pola peran - hubungan

Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan sekitarnya. Apakah
penyakit ini dapat mempengaruhi pola peran dan hubungannya.

11. Pola keyakinan dan nilai

Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang diyakini.

3.2 Analisis data

1.   Data subyektif :

  Pasien mengatakan merasa sakit ketika senggama dan terjadi perdarahan setelah senggama yang
kemudian berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal
  Pasien mengatakan merasa lemah pada ekstremitas bawah
  Pasien mengatakan merasa nyeri pada panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah
  Pasien mengatakan merasa nyeri ketika buang air kecil dan urine bercampur darah

  Pasien mengatakan nafsu makan berkurang

  Pasien mengatakan merasa tidak bertenaga dan lemas

  Pasien mengatakan kurang mengetahui mengenai kanker serviks

  Pasien mengatakan merasa cemas tentang kondisinya serta kondisinya.

  Pasien mengatakan merasa kurang perhatian dari keluarganya

2.      Data obyektif

  TTV tidak dalam batas normal

Dimana batas normal TTV meliputi :

         Nadi : 60-100 x / menit

         Nafas : 16 - 24 x / menit

         Tekanan Darah : 110-140 / 60-90 mmHg

         Suhu : 36,5 0C – 37,5 0C

  Membran mukosa kering

  Turgor kulit buruk akibat perdarahan

  Pengisian kapiler lambat ( tidak kembali dalam < 2-3 detik setelah ditekan )

  Ekspresi wajah pasien pucat

  Pasien tampak lemas

  Warna kulit kebiruan

  Kulit pecah – pecah, rambut rontok, kuku rapuh

  Ekspresi wajah pasien meringis

  Pasien tampak gelisah

  Pasien mengalami kejang

  Tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
  Terjadi hematuria

  Terjadi inkontinensia urine

  Terjadi inkontinensia alvi

  Berat badan pasien tidak stabil

  Mual ataupun muntah

  Keluar cairan encer yang berbau busuk dari vagina.

3.3  DIAGNOSA KEPERAWATAN


 Diagnosa keperawatan yang muncul :
1.      Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara aktif akibat pendarahan
2.      Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan suplai O2  ke  jaringan
3.      Nyeri kronis b/d nekrosis jaringan pada serviks akibat penyakit kanker serviks
4.      Hipertermi b/d penyakit kanker serviks dan peningkatan aktivitas metabolik
5.      Risiko infeksi b/d penyakit kronis (metastase sel kanker)
6.      Kerusakan eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
7.     Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan aktivitas metabolik
terhadap kanker
8.      Disfungsi seksual b/d perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit kanker serviks
9.      Intoleransi aktivitas b/d produksi energi tubuh menurun
10. Inkontinensia alvi b/d peningkatan tekanan otot abdominal akibat nekrosis jaringan, kerusakan
neuromuscular
11.  Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuscular akibat infiltrasi kanker pada serabut saraf
lumbosakral
12.  PK Gagal Ginjal
13.  Gangguan pola tidur b/d depresi akibat penyakit kanker serviks
14.  Kurang pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai proses penyakit kanker serviks, terapi,
dan prognosisnya
15.  Ansietas b/d krisis situasional
16.  Berduka antisipasi b/d penyakit kronis yang diderita (kanker serviks) dan ancaman kematian
17.  Koping keluarga melemah b/d sakit yang berkepanjangan pada anggota keluarga terdekat
18.  Defisit perawatan diri b/d kelemahan
19.  Risiko cedera pada ibu b/d penurunan jumlah trombosit
20.  PK Anemia
21.  Mual b/d kemoterapi
22.  Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status nutrisi dan kemoterapi
23.  Gangguan citra tubuh b/d proses penyakit dan kemoterapi
24.HDR b/d bau busuk pada keputihan
3.4    RENCANA TINDAKAN
Dx 1                 :  Kekurangan volume cairan b/d kehilangan volume cairan tubuh secara              aktif akibat
pendarahan
juan     : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama  5 jam diharapkan keseimbangan volume cairan adekuat

Kriteria Hasil            :          
1.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik (elastis)
4.Pengisian kapiler cepat ( kembali dalam ± 2-3 detik setelah ditekan)
5.Ekpresi wajah pasien tidak pucat lagi
NO INTERVENSI RASIONAL
1 Awasi masukan dan haluaran. Ukur volume Memberikan pedoman untuk penggantian
darah yang keluar melalui perdarahan cairan yang perlu diberikan sehingga
dapat mempertahankan volume sirkulasi
yang adekuat untuk transport oksigen.
2 Catat kehilangan darah ibu Kehilangan darah ibu secara berlebihan
menurunkan perfusi
3 Hindari trauma dan pemberian tekanan Mengurangi potensial terjadinya
berlebihan pada daerah yang mengalami peningkatan pendarahan
pendarahan
4 Pantau status sirkulasi dan volume darah kemungkinan menyebabkan hipovolemia
atau hipoksia
5 Pantau TTV. Evaluasi nadi perifer, dan Menunjukkan keadekuatan volume
pengisian kapiler sirkulasi
6 Catat respon fisiologis individual pasien Simtomatologi dapat berguna untuk
terhadap pendarahan, misalnya kelemahan, mengukur berat / lamanya episode
gelisah, ansietas, pucat, berkeringat / pendarahan. Memburuknya gejala dapat
penurunan kesadaran menunjukkan berlanjutnya pendarahan /
tidak adekuatnya penggantian cairan
7 Kaji turgor kulit, kelembaban membran Merupakan indikator dari status hidrasi /
mukosa, dan perhatikan keluhan haus pada derajat kekurangan cairan
pasien
8 Kolaborasi : Penggantian cairan tergantung pada
Berikan cairan IV sesuai indikasi derajat hipovolemia dan lamanya
pendarahan (akut / kronis). Cairan IV juga
digunakan untuk mengencerkan obat
antineoplastik pada penderita kanker. 
9 Kolaborasi : Transfusi darah diperlukan untuk
Berikan transfusi darah (Hb, Hct) dan memperbaiki jumlah darah dalm tubuh ibu
trombosit sesuai indikasi dan mencegah manifestasi anemia yang
sering terjadi pada penderita kanker.
Transfusi trombosit penting untuk
memaksimalkan mekanisme pembekuan
darah sehingga pendarahan lanjutan dapat
diminimalisir.  
10 Kolaborasi : Perlu dilakukan untuk menentukan
Awasi pemeriksaan laboratorium, misalnya : kebutuhan resusitasi cairan dan
Hb, Hct, sel darah merah mengawasi keefektifan terapi

  Dx 2      :Risiko infeksi b/d proses penyakit kronis (metastase sel kanker)
Tujuan   :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien tidak mengalami infeksi
                        Kriteria Hasil   :1.Tidak tampak tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesia)
                         2.TTV pasien dalam batas normal, meliputi :
 Nadi normal ( ± 60 - 100 x / menit)
 Pernapasan normal (± 16 - 24 x / menit)
 Tekanan darah normal ( ± 100 - 140 mmHg / 60 - 90 mmHg)
 Suhu normal (± 36,5oC - 37,5oC)
3.  Nilai WBC (sel darah putih) dari pemeriksaan laboratorium berada dalam batas normal (4 - 9
103/µL)
NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Kaji tanda / gejala infeksi secara kontinyu pada semua Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
sistem tubuh  (misalnya : pernafasan, pencernaan, mencegah perkembangan infeksi lebih lanjut
genitourinaria)
2 Pantau perubahan suhu pasien Peningkatan suhu pada ibu hamil  dengan kanker
serviks dapat terjadi karena proses penyakitnya,
infeksi, dan efek samping kemoterapi yang
dijalaninya. Identifikasi dini proses infeksi
memungkinkan terapi yang tepat untuk
dimulai  segera 
3 Kaji janin untuk melihat adanya tanda infeksi seperti Deteksi dini terhadap reaksi infeksi yang bisa
takikardi dan penurunan keaktifan gerakan janin berdampak pada janin dan menghambat
pertumbuhan janin.
4 Pertahankan teknik perawatan aseptik. Hindari / batasi Menurunkan risiko kontaminasi agen infeksius
prosedur invasif
5 Utamakan personal hygiene Membantu mengurangi pajanan potensial sumber
infeksi dan menimalisir paparan pertumbuhan
sekunder patogen
6 Kolaborasi : Diferensial dan peningkatan WBC merupakan
Awasi hasil laboratorium untuk melihat adanya diferensial salah satu respon tubuh untuk mengatasi infeksi
atau peningkatan WBC yang timbul oleh antigen
7 Kolaborasi : Mengidentifikasi organisme penyebab dan terapi
Dapatkan kultur sesuai indikasi yang tepat
8 Kolaborasi : Digunakan untuk menghambat perkembangan
Berikan antibiotik sesuai indikasi agen infeksi

  Dx 3            :Perubahan Pola eliminasi urine b/d infiltrasi kanker pada traktus urinarius
Tujuan:              :Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, pola eliminasi urine pasien kembali
normal (adekuat)
Kriteria Hasil   :1. Tidak terjadi hematuria
                          2.Tidak terjadi inkontinensia urine
                          3.Tidak terjadi disuria
4.Jumlah output urine dalam batas normal ( ± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

NO INTERVENSI RASIONALISASI
1 Catat keluaran urine, selidiki penurunan / penghentian aliran Penurunan aliran urine tiba-t
urine tiba-tiba mengindikasikan adanya obstruksi / dis
traktus urinarius
2 Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan Identifikasi kerusakan fungsi vesika ur
haluaran urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine metastase sel-sel kanker pada bagian ter
3 Observasi dan catat warna urine. Perhatikan ada / tidaknya Penyebaran kanker pada traktus urin
hematuria satunya di vesika urinaria) dapat m
jaringan di vesika urinaria mengala
sehingga urine yang keluar berwarna m
bercampur dengan darah
4 Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau Identifikasi tanda - tanda infeksi pa
abnormal) traktus urinarius
5 Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukan Mempertahankan hidrasi dan aliran urin
akurat
6 Awasi tanda vital. Kaji nadi perifer, turgor kulit, pengisian Indikator keseimbangan cairan dan m
kapiler, dan membran mukosa tingkat hidrasi
7 Kolaborasi : Pemeriksaan diagnostik dan penunjan
Siapkan untuk tes diagnostik, prosedur penunjang  sesuai pemeriksaan retrograd dapat digun
indikasi mengevaluasi tingkat infiltrasi kanker
urinarius sehingga dapat menjadi d
intervensi selanjutnya
8 Kolaborasi : Kadar BUN dan kreatinin yang abn
Pantau nilai BUN dan kreatinin menjadi indikator kegagalan fungsi gi
akibat komplikasi metastase sel-sel k
traktus urinarius hingga ke organ ginjal.

3.5 Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

3.6  Evaluasi
1.      Keseimbangan volume cairan
2.      Tidak ada tanda – tanda infeksi
3.      Pola eliminasi uri ( bak ) normal
4.      Nyeri berkurang / hilang / teratasi
5.      Nafsu makan meningkat
6.      Pengetahuan tentang penyakit kanker meningkat
7.      Perhatian keluarga meningkat
8.      Turgor kulit normal
9.      Cairan yang keluar  pervagina tidak berbau busuk
10.  Berat badan stabil
11.  Pola eliminasi alvi normal sehari sekali dengan konsistensi lembek
12.  Mual dan muntah berkurang / hilang
13.  Ekspresi wajah klien tenang
14.  Pengisian kapiler cepat
15.  Kulit lembab, rambut tidak rontok atau sudah tumbuh

DAFTAR PUSTAKA
 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
 Hamilton, Persis. 1995. Dasar - Dasar Keperawatan Maternitas, Edisi 6. Jakarta : EGC
 Brunner and Suddarth. 1996. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.
Jakarta : EGC
 Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta : Prima Medika
 Doengoes, Marylynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC
 Price, Sylvia. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume 2. Jakarta : EGC
 Guyton and Hall. 2005. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
 Corwin, Elizabeth. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
        Mansjoer, Arif dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1. Jakarta : Media Ausculapius
 Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. Jakarta : EGC
 Sjaifoellah Noer. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta : FKUI
         http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_serviks (akses : 8 Oktober 2009)
        http://healthycaus.blogspot.com/2009/07/askep-ibu-dengan-gangguan-sistem-reproduksi.html (a
kses : 10 Oktober 2009)
         http://infokesehatan2009.html (akses 10 Oktober 2009)
         http://www.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=9636(akses : 11 Oktober
2009)
                                                            Gambar Stadium Ca.Cervix

Anda mungkin juga menyukai