Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MAKALAH TENTANG JURNAL KEPERAWATAN

TERKAIT PERWATAN PADA PASIEN ICU

Disusun Oleh :
MUHAMMAD GULAM
NPM. 11040 AS 1

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S.1 KEPERAWATAN
BANJARMASIN, 2016
BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensif Care Unit)


memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mengenali ciri-ciri
dengan cepat dan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien
beresiko kritis atau pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat
membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan
peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens,
2009). Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris
merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi
perawatan kritis tanpa batas (critical care without wall), yaitu
kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut
secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal
ini dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien
kritis memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan
monitoring penilaian setiap tindakan yang dilakukan.Dengan demikian
pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena
dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau
terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).

Penerimaan pasien di unit perawatan kritis menandakan suatu


ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada semua orang
yang dirawat di ruang kritis tersebut. Pasien sering merasa diterima di
unit perawatan kritis sebagai tanda akan tiba kematian karena
pengalaman mereka sendiri atau orang lain (Hudak & Gallo, 1997).
Adanya ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan
kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk pertahanan,
perasaan terisolasi dan takut meninggal dunia bisa menyebabkan
ansietas pada pasien. Penerimaan dan pengenalan terhadap "peran
sakit" juga dapat menimbulkan stres. Perilaku koping seperti
mengingkari, marah, pasif, atau agresif, umum dijumpai pada pasien.
Jika perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung
pada penyembuhan. Jika upaya koping tidak efektif, maka keadaan
stres meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan energi. Pada
kondisi ini dukungan keluarga menjadi kepentingan utama. Keluarga
berperan dalam mendukung penyembuhan dan pemulihan pasien.
Apabila dukungan seperti ini tidak diterima pasien, maka keberhasilan
penyembuhan dan proses pemulihan sangat berkurang (Hudak & Gallo,
1997).

Bagi keluarga pasien yang berada dalam keadaan kritis (critical


care paients) dalam kenyataannya memiliki stress emosional yang
tinggi (high levels of emotional distress). Mendapatkan informasi
tentang kondisi medis pasien dan hubungan dengan petugas pemberi
pelayanan merupakan prioritas utama yang diharapkan dan diperlukan
oleh keluarga pasien (high priority needs for these family). Para peneliti
mendapatkan data peningkatan kejadian stress (elevated levels of
distress) yang dialami oleh keluarga pasien adalah segera setelah
pasien berada di ICU (just after the patients admission to the ICU)
(Azizahkh, 2010). Disamping itu perawatan pasien di ruang ICU
menimbulkan stres bagi keluarga pasien juga karena lingkungan rumah
sakit, dokter dan perawat merupakan bagian yang asing, bahasa medis
yang sulit untuk dipahami dan terpisahnya anggota keluarga dengan
pasien. Untuk itu pelayanan keperawatan perlu memberikan perhatian
untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam frekuensi, jenis, dan
dukungan komunikasi. Sejalan dengan itu, pelayanan keperawatan
juga perlu memahami kepercayaan, nilai-nilai keluarga, menghormati
struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2009).

Pelayanan keperawatan menjadi tumpuan bagi pasien dan


keluarganya karena keberadaan perawat yang terus menerus bersama
pasien sehingga secara terus menerus pula bertanggungjawab untuk
mempertahankan homeostatis pasien. Perhatian, rasa percaya, dan
dukungan yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarganya
menjadi dasar yang membuat hubungan perawat, pasien dan
keluarganya unik dan kuat. Tak ada pelayanan kesehatan profesional
lain yang mempunyai kesempatan yang konsisten dan sering
berinteraksi dengan pasien pada kerangka kerja yang sama (Hudak &
Gallo, 1997). Pelayanan keperawatan dapat mengusahakan sumber
dukungan yang kuat bagi pasien yang dapat diperoleh dari dukungan
keluarga.

Dukungan keluarga menurut Francis dan Satiadarma (2004)


merupakan bantuan yang diterima salah satu anggota keluarga dari
anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi
yang terdapat di dalam sebuah keluarga. Keberhasilan rawatan di
rumah sakit akan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh peran
serta dukungan keluarga (Taylor,1995:277 dalam Ambari, 2010).
Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari commission of the family
(1998, dalam Dolan dkk, 2006:91) bahwa dukungan keluarga dapat
memperkuat setiap individu, pasien, menciptakan kekuatan keluarga,
memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi
sebagai strategi pencegahan utama bagi seluruh keluarga dalam
menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai
relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang
penuh tekanan (Ambari,2010). Saling mendukung, saling mengasihi,
dan saling menghargai antar sesama anggota keluarga sebagai dasar
kekuatan keluarga merupakan fungsi internal keluarga yang di sebut
fungsi afektif. Friedman, 1986 dalam Setiawati & Dermawan (2008)

Mengingat pentingnya peran keluarga inilah maka perlu diketahui


apa yang menjadi kebutuhan keluarga pasien yang menunggu
keluarganya yang dirawat di ruang ICU dimana hal yang diketahui
adalah kenyataan bahwa pelayanan kesehatan dan fasilitas rumah
sakit lebih difokuskan kepada pasien saja. Padahal dengan
memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga, rumah sakit dapat
menciptakan lingkungan yang saling mendukung untuk kesembuhan
dan pemulihan kesehatan pasien.

BAB II

Pembahasan

1. Definisi

Ruang ICU adalah unit pelayanan rawat inap dirumah sakit yang
memberikan perawatan khusus pada penderita yang memerlukan
perawatan yang lebih intensif yang mengalami gangguan kesadaran,
gangguan pernafasan, dan mengalami serangan penyakit akut. ICU
menyediakan kemampuan, saran dan prasarana serta peralatan
khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan
keterampilan staf medis, perawat dan staf lain yang berpengalaman
dalam pengelolaan keadaan-keadaan tersebut.(13)
Sebagian besar penderita yang dirawat diruang ICU adalah
pasien yang menderita berbagai penyakit komplikasi, akut, atau kronis
sehingga pasien rentan terhadap terjadinya interaksi antar obat yang
digunakan.

Kebutuhan pelayanan ICU berhubungan dengan demografi, ekonomi


dan teknologi, tetapi dapat juga berasal dari aktifitas dokter (missal
bedah syaraf, bedah jantung dll). Biaya ICU mencapai tiga kali dari bed
bangsal akut dalam perharinya.

Ada 3 level ICU di Indonesia

Level I di rumah sakit daerah tipe (tipe C dan D)

Di sini ICU lebih tepat disebut sebagai unit ketergantungan tnggi (high
dependency). Dapat melakukan observasi ketat dengan EKG monitor
dan resusitasi dengan cepat tetapi ventilator hanya di berikan kurang
dari 24 jam.

Level II di rumah sakit tipe B

Di sini dapat melakukan ventilasi jangka lama, ada dokter residen yang
selalu siap di tempat dan mempunyai fasilitas hubungan dengan
fasilitas fisioterapi, patologi dan radiologi. Bentuk fasilitas lengkap
untuk menunjang kehidupan misalnya dialysis, monitor invasive dan
pemeriksaan canggih (CT scan) jika menunjang peran rumah sakit
sebagai trauma center.

Level III rumah sakit tertier (tipe A)

Biasanya pada RS tipe A mempunyai semua aspek yang di butuhkan


ICU agar dapat memenuhi peran sebagai RS rujukan.

Dari segi fungsinya ICU dapat di bagi menjadi :

1.) ICU medic.

2.) ICU trauma/ bedah.


3.) ICU umum.

4.) ICU pediatric.

5.) ICU neonates.

6.) ICU respiratori.

Semua jenis ICU mempunyai tujuan yang sama yaitu mengelola


pasien sakit serius yang terancam jiwanya.

Personil (Sumber daya manusia) di ICU meliputi tenaga dokter, perawat


ICU, paramedic lain dan non medic tergantung pada level ICU. Peran
perawat di perluas dalam menangani pasien antara lain :

Dalam proses sapih ventilator yang dilakukan berdasarkan keadaan


pasien dan data laboratorium atau monitor bedside.

Dalam pengobatan titrasi obat inotropik, vasodilator, sedative,


analgetik, insulin dan obat lain dapat dilakukan penyesuaian oleh
perawat ICU berdasarkan data klinis dan laboratorium.

Dalam menangani kasus hipotensi dapat melakukan challenge test


lebih dahulu apabila gagal dibicarakan dengn dokter ICU.

Perawat di ICU dapat bertindak dalam segi administrasi, bicara


dengan teman atau keluarga pasien. Tugas lain bias sebagai fisioterpis,
tata usaha ruangan, pekerja sosial dan pengawas ruangan.

ETIK di ICU

Kontroversi sering terjadi di ICU dalam hal legalitas, moral dan etik
seperti pada kasus Euthanasia atau pengobatan antusias. Etik di ICU
juga di pertimbangkan hal-hal berikut :

Prosedur masuk ICU : pasien yang masuk ICU dikirim oleh dokter
disiplin lain diluar ICU setelah konsultasi dengan dokter ICU.
Transportasi pasien ke ICU masih dalam tanggung jawab dokter
pengirim. Transportasi dapat di bantu perawat ICU bila pasien dalam
keadaan khusus. Pasien dan atau keluarga di beri penjelasan tentang
indikasi masuk ICU, tata tertib ICU, biaya dan segala konsekuensinya
dengan menandatangani informed consent ( surat persetujuan ).

Indikasi masuk ICU : seperti dikemukakan dalam definisi ICU maka


indikasi masuk ICU adlah pasien yang dalam keadaan terancam
jiwanya sewaktu-waktu karena kegagalan atau disfungsi satu/ multiple
organ atau system dan masih ada kemungkinan dapat di sembuhkan
kembali oleh perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif. Selain
itu indikasi masuk ICU ada indikasi sosial yaitu masuknya pasien ke ICu
karena ada pertimbangan sosial.

Kontra indikasi Masuk ICU : yang mutlak tidak boleh masuk ICU
adalah pasien dengan penyakit yang menular dimana penularan
penyakit melalui udara. (contohnya : pasien dengan gangrene, TB aktif
dll).

Kriteria keluar ICU : pasien tidak perlu lagi mendapat perawatan di


ICU bila meninggal, tidak ada kegawatan yang mengancam jiwa
sehingga bias dirawat di ruang biasa dan atas permintaan keluarga bila
ada informed consent khusus dari keluarga pasien

Pasien di ICU merupakan pasien dengan ketergantungan tinggi


terhadap perawat dan dokter. Terkadang segala sesuatu yang terjadi
pada pasien diketahui oleh data objektf seperti monitoring dan
recording, hasil laborat dan tanda-tanda klinis. Perubahan yang terjadi
pada diri pasien harus dianalisa dengan cermat untuk mendapatkan
tindakan atau pengobatan secara cermat dan tepat.

Komunikasi yang baik juga perlu di jaga antara keluarga pasien


dan perawat/ dokter sehingga keluarga tahu perkembangan pasien dan
mengurangi kecemasan. Di ICU juga perlu ada tenaga jas rohaniawan
dan tempat khusus untuk dapat beristirahat yang dilengkapi kamar
mandi/ WC.
Mengingat beban kerja personil di ICU maka perlu mendapat
perhatian khusus dari segi kesejahteraan personil ICU. Mulai dari
sarana di tempat kerja seperti ruang rehat yang di sediakan makanan
kecil dan minuman. Kemudian rekreasi keluarga ICU di luar dinas untuk
menyegarkan pikirn. Fasilitas kunjungan symposium, seminar atau
setudi banding ke Rumah sakit dapat menambah ilmu daisamping
sebagai sarana rekreasi. Dalam hal pendapatan tentunya personil ICU
berhak mendapat jasa intensif yang lebih menimbang beban kerja dan
resiko bekerja di ICU.

Pengelolaan rutin pasien ICU dapat meliputi :

1. Pendekatan pasien. Seperti Anamnesis, serah terima pasien,


pemerikasaan fisik, kajian hasil pemerikasaan, identifikasi masalah dan
setrategi penanggulangannya, juga informasi kepada keluarga secara
konsisten.

2. Pemeriksaan fisik dari seluruh aspek fisiologis dan data demografi.


Minimal 1 kali sehari.

3. Pemeriksaan, observasi dan monitoring rutin.

4. Jalur intra vaskuler.

5. Intubasi dan pengelolaan trachea.

6. Pengelolaan cairan.

7. Perdarahan gastro intestinal.

8. Nutrisi.

9. Usia lanjut dan penyakit yang serius.

10. Reaksi pasien saat di rawat di ICU.

11. Tujuan akhir pengobatan ICU yang di intervensikan sebelumnya.

Macam Macam ICU


Mengingat bahwa kemampuan dan sarana ditiap rumah sakit
sangat bervariatif maka ICU dikategorikan berdasar kemampuannya,
yaitu sebagai berikut :

ICU PRIMER.

1. Memiliki kriteria pasien masuk, keluar & rujukan.

2. Memiliki dokter spesialis anestesiologi sebagai kepala

3. Mempunyai dokter jaga 24 jam dengan kemampuan melakukan


resusitasi jantung paru (A-B-C-D-E-F).

4. Konsulen yang membantu harus bisa dihubungi dan dipanggil setiap


saat.

5. Memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih.

6. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratrium tertentu


(Hb, Ht,

7. Elektrolit, gula darah & trombosit), sinar-X, fisioterapi.

ICU SEKUNDER.

1. Seperti persyaratan ICU PRIMER

2. Ada konsultan intensiv care

3. Mampu merawat dengan alat bantu nafas (ABN).

4. Mampu menyediakan tenaga perawat dengan perbandingan 1:1 untuk


pasien dg ABN, CRRT (continuous renal replacement therapy) dan 2:1
untuk lainnya.

5. > 50% tenaga perawat bersertifikat perawat ICU (minimal


pengalaman kerja di ICU > 3 th).

6. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi.

7. Laboratorium dan penunjang bekerja 24 jam


ICU TERTIER.

1. Memiliki dokter spesialis dari berbagai disiplin ilmu, dapat dihubungi


dan segera datang bila diperlukan.

2. Dikelola oleh intensivist.

3. Kualitas tenaga perawat : > 75% bersertifikat perawat ICU.

4. Mampu melakukan pemantauan invasif.

5. Memiliki minimal satu tenaga pendidik untuk medis ataupun para


medis.

6. Memiliki prosedur pelaporan dan pengkajian.

7. Memiliki staf tambahan lain (tenaga administratif untuk kepentingan


ilmiah / penelitian

PENGGUNAAN DAN PENGELOLAAN RUANG ICU

1. Pelayanan ICU adalah pelayanan yang diberikan kepada pasien yang


dalam keadaan sakit berat dan perlu dirawat khusus, serta
memerlukan pantauan ketat dan terus menerus serta tindakan segera.

2. Pelayanan ICU adalah pelayanan yang harus mampu memberikan


tunjangan ventilasi mekanis lebih lama, mampu melakukan tunjangan
hidup yang lain tetapi tidak terlalu kompleks sifatnya.
3. Ruang ICU terletak dekat dengan kamar operasi, ruang perawatan
lainnya, dan memiliki akses yang mudah ke IGD, Radiologi dan ke
Laboratorium.

4. Area pasien :

Unit terbuka 12-16 m2/ tempat tidur.

Jarak antara tempat tidur 2 meter.

Mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur.

Outlet oksigen 1 / tempat tidur.

Stop kontak 4 / tempat tidur.

5. Indikasi pasien masuk ICU :

1. Prioritas 1 :Pasien yang mengalami gangguan akut pada organ vital


yang memerlukan tindakan dan terapi yang intensif cepat yaitu
utamanya pada pasien dengan gangguan pada sistem Pernafasan (B1),
Sirkulasi Darah (B2), Susunan syaraf pusat (B3) yang tidak stabil

2. Prioritas 2 :Pasien yang memerlukan pemantauan alat canggih


utamanya pada pasien yang mengalami pasca pembedahan mayor

3. Prioritas 3 :Pasien yang dalam kondisi kritis dan tidak stabil yang
mempunyai harapan kecil untuk disembuhkan atau manfaat dari
tindakan yang didapat sangat kecil. Pasien ini hanya memerlukan
terapi intensif pada penyakit akutnya tetapi tidak dilakukan intubasi
atau Resusitasi Kardiopulmoner.

6. Pasien yang masuk ke ICU boleh dari IGD, Poliklinik, Ruang rawat
inap, Kamar Operasi, Rujukan / pindahan dari RS lain dan dari dokter
praktek, asalkan sesuai dengan kriteria pasien masuk ICU berdasar
prioritas 1,2,3 di atas.

7. Yang menentukan pasien bisa masuk ICU adalah dokter kepala ICU.
8. Apabila ICU dalam keadaan kosong, maka semua dokter
diperkenankan untuk merawat pasien di ruang ICU sesuai dengan
kriteria pasien masuk ICU berdasarkan Prioritas 1, 2, 3 diatas.

9. Indikasi Pasien Keluar ICU :

Pada pasien yang dengan terapi atau pemantauan intensif tidak


diharapkan atau tidak memberikan hasil, sedangkan pasien pada
waktu itu tidak menggunakan alat bantu mekanis ( ventilator ) yaitu :

- Pasien yang mengalami MBO ( mati batang otak )

- Pasien terminal / pasien ARDS stadium akhir

Pada pasien yang telah membaik dan cukup stabil sehingga tidak
memerlukan terapi atau pemantauan intensif lebih lanjut.

Pasien yang hanya memerlukan observasi intensif saja, sedangkan


ada pasien yang lebih gawat dan lebih memerlukan terapi atau
pemantauan intensif lebih lanjut.

Pasien atau keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU /


pulang paksa.

10. Apabila ICU tidak terisi penuh, maka yang menentukan pasien
keluar ICU adalah dokter primer yang merawat pasien tersebut.

11. Pasien bisa keluar ICU selain berdasar kriteria 1,2,3 diatas adalah
apabila pasien / keluarga menolak untuk dirawat lebih lanjut di ICU
(keluar paksa).

12. Apabila ICU terisi penuh, maka pengaturan pasien masuk dan
keluar ICU dilakukan oleh dokter Kepala ICU

13. Apabila dokter Kepala ICU berhalangan, maka koordinasi


penggunaan ruang ICU dilaksanakan oleh dokter jaga

14. Jadwal jaga ICU dibuat oleh Kepala ICU


15. Cara Pengisian Status ICU berdasarkan JUKNIS pengisian status
ICU.

16. Berkas Status ICU dimasukkan dalam berkas status rawat inap
kemudian disimpan di rekam medis paling lambat 2 x 24 jam setelah
pasien tersebut pulang atau rujuk ke RS yang lebih tinggi tingkat
kemampuannya, atau pasien tersebut pulang paksa, atau pindah RS
lain.

17. Bila pasien keluar ICU tetapi masih dirawat di ruang perawatan lain
dalam RS , maka berkas status ICU disertakan dalam status rawat inap
pasien tersebut.

18. Pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan ICU ditulis dalam


Buku Register Pasien, buku laporan harian tiap shif dan sensus harian.

19. Evaluasi hasil perawatan pasien dilakukan dengan melakukan


analisa berdasarkan kasus 10 penyakit terbanyak ICU, berdasarkan
pasien meninggal lebih dari 24 jam serta kurang dari 24 jam, dan
berdasar data kunjungan pasien per tahun.

20. Tersedianya obat obat emergency yang memadai untuk


menunjang life saving, seperti Sulfas Atropin, Adrenalin, Cordaron,
lidokain. Obat obat tersebut diletakkan di troley Emergency untuk
memudahkan dalam penggunaan saat tindakan Emergency ke pasien.

21. Tersedianya Alkes, cairan infus dan alat alat yang menunjang
untuk kebutuhan emergency yang diletakkan di troley Emergency,
seperti : Nasopharing, Oropharing, Laringoscop, Endotrakeal Tube, alat
ventilasi manual, masker oksigen, infus RL, Nacl 0,9 %, Hes 6 %, dan
juga spuit dari ukuran 1 cc hingga 50 cc beserta water injeksi .

22. Prosedur penyediaan obat dan alkes dilakukan dengan mengajukan


budjet pada Direktur RS, dengan tembusan pada ka.sie keperawatan
dan ka. keuangan dan program.
23. Pemeriksaan laboratorium ICU terpusat di laboratorium dan bisa
dilakukan 24 jam on site.

Bila ada pemeriksaan laborat, maka petugas ICU memberitau ke


petugas Laborat tentang pemeriksaan yang diminta.

Petugas ICU membuatkan surat permintaan pemeriksaan laborat


pada lembar pemeriksaan laborat, sesuai dengan permintaan dokter.

Petugas laborat datang ke ICU untuk melakukan pengambilan sampel


darah untuk pemeriksaan laborat sesuai dengan surat permintaan
tersebut.

Petugas laborat menuliskan rekening pemeriksaan pada lembar


rekening pasien.

Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas laborat


mengantarkan hasilnya ke ICU.

Bila ada pemeriksaan radiologi maka petugas ICU memberitaukan ke


petugas radiologi tentang pemeriksaan radiologi yang diminta.

Khusus untuk Thorax foto, petugas radiologi datang ke ICU kemudian


melakukan pemeriksaan thorax foto (alatnya bisa mobile)

Petugas radiologi menuliskan di rekening pasien tentang pemeriksaan


yang dilakukan.

Untuk pemeriksaan selain Thorax foto, dilakukan di radiologi karena


alatnya tidak mobile

Bila pemeriksaan dilakukan di radiologi, maka petugas ICU


mengantarkan pasien ke radiologi untuk dilakukan pemeriksaan

Bila hasil pemeriksaan sudah ada, maka petugas radiologi mengantar


hasilnya ke ICU.

Petugas ICU harus memakai skort , alas kaki dan masker khusus
ruang ICU.
Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
tindakan.

Untuk tindakan-tindakan tertentu petugas harus memakai sarung


tangan steril.

Perlindungan dari penyakit menular bagi petugas ICU dilakukan


sesuai prosedur.

Tersedianya APAR di ruang ICU

Karena sebagian besar alat ICU menggunakan listrik, maka dilakukan


pemeliharaan rutin untuk mencegah terjadinya lonjatan listrik baik ke
petugas maupun ke pasien.

24. Pemeriksaan Radiologi terpusat di radiologi dan bisa dilakukan 24


jam on site.

25. Pelaksanaan keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan


bencana (K3) :

II. PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL ICU :

1. Lingkungan ICU

1. Pintu ruang ICU (luar dan dalam) harus selalu dalam keadaan tertutup

2. Pemasangan alas lantai didepan pintu dalam ICU harus tetap


terpasang dan dalam kondisi basah dengan larutan desinfektan.

3. Pengaturan batas tegas antara daerah semi steril dan non steril
sesuai prosedur.

4. Melakukan pembersihan rutin ruang ICU dan peralatan ICU sesuai


jadwal yang telah ditentukan.

5. Melakukan sterilisasi ruangan (UV) setelah pembersihan ruangan


sesuai prosedur.
6. Penanganan sampah pembuangan BAB dan BAK pasien sesuai
dengan prosedur.

7. Petugas ICU (dokter dan perawat).

1. Petugas ICU harus memakai skort dan alas kaki khusus ruang ICU.

2. Petugas harus mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan


tindakan.

3. Pemakaian handscoen dalam melakukan tindakan perawatan


terhadap pasien.

4. Penggunaan softa-man bagi petugas setiap selesai kontak dengan


pasien.

5. Untuk Pasien ICU

1. Pasien harus ganti baju, celana khusus ruang ICU.

2. Penggantian alat tenun pasien dilakukan setiap shift jaga atau bila
kotor.

3. Pembersihan tempat tidur dan alat-alat yang dipakai pasien setelah


pasien keluar, dengan menggunakan cairan desinfektan.

4. Untuk pengunjung pasien ICU / keluarga pasien

1. Pengunjung bila masuk ruang ICU harus memakai baju (skort)


pengunjung dan alas kaki khusus ruang ICU.

2. Sebelum dan sesudah berkunjung ke pasien, pengunjung cuci tangan


terlebih dahulu atau membasahi tangan dengan menggunakan softa-
man.

3. Pengunjung hanya bisa masuk pada saat jam berkunjung (1 orang)

5. Mengenai Peralatan Ruang ICU

1. Peralatan yang berupa set instrumen, alat kesehatan disposible harus


dalam keadaan steril.
2. Resterilisasi alat ICU dilakukan setiap 3 x 24 jam sekali.

3. Instrumen, alat alat suction, sirkuit ventilator bila aelesai dipakai


pada pasien direndam dengan cairan desinfektan baru kemudian
disterilkan di ruang sterilisasi.

4. Setiap pasien yang memerlukan suction harus mempunyai slang


suction sendiri-sendiri dan diganti dalam waktu 1 x 24 jam.

5. Penggunaan kom untuk suction diganti dalam waktu 1 x 24 jam dan


tiap-tiap pasien sendiri-sendiri

III. FASILITAS DAN PERALATAN

1. Tersedia peralatan meliputi :

Tempat tidur khusus yang bisa dirubah posisinya sesuai dengan


kondisi dan kebutuhan pasien.

Alat pengukur tekanan darah monitor

Pulse oxymetri dewasa, anak, dan bayi

ECG 12 lead

Alat pengukur tekanan Vena Central

Alat Pengukur suhu tubuh pasien.

Alat penghisap (suction) tidak sentral tetapi tekanannya bisa diatur


berdasarkan kebutuhan.

Alat ventilasi manual dewasa, anak dan bayi dan alat penunjang jalan
nafas.

Peralatan akses vaskuler

Ventilator
Oksigen sentral

Lampu untuk melakukan tindakan

Defibrilator Biphasic

Peralatan drain thoraks

Troley emergency yang berisi alat dan obat obat untuk emergency

Infus pump dan syringe pump

Peralatan portable untuk transportasi pasien

Hemodialisa

Semua peralatan diatas dapat berfungsi dengan baik disertai adanya


program kalibrasi dan pemeliharaan masing-masing alat

Penggunaan alat dicatat dalam buku pemakaian peralatan dan


masing masing alat ada buku pemakaiannya sendiri-sendiri

SOP penggunaan Alat alat sudah terpasang pada masing masing


alat tersebut.

Pemeliharaan Peralatan dilakukan setiap selesai dipergunakan, dan


pemeliharaan rutin satu kali seminggu, kemudian dicatat dalam lembar
pemeliharaan alat. Masing masing alat punya catatan pemeliharaan
sendiri.

Program Perencanaan peralatan dilakukan pada awal tahun dan


apabila ada hal hal yang insidentil dan mendesak bisa dilaksanakan
pada saat itu.

Peremajaan peralatan dilakukan bekerjasama dengan IPS RS dan


Pihak Suplier alat tersebut.

IV. KEPALA ICU


Kepala ICU adalah seorang dokter spesialis Anesthesi.

V. TENAGA PERAWATAN ICU

1. Tenaga perawatan ICU adalah tenaga perawat terlatih dengan


pendidikan minimal lulus BLS dan ECG dasar.

2. Bila ICU dalam keadaan kosong, maka petugas ICU sebagian


membantu keruang rawat inap lainnya yang lebih banyak
membutuhkan tenaga, sebagian mengerjakan administrasi dan
melakukan perawatan alat alat.

VI. TATA CARA PENILAIAN PEGAWAI

1. Penilaian Pegawai dilakukan rutin dan teratur tiap tahun, disertai


adanya rekomendasi dan tindak lanjut.

2. Yang menentukan jadwal / waktu untuk penilaian masing-masing


pegawai adalah dari bagian personalia.

3. Format penilaian pegawai dari personalia.

4. Yang melakukan penilaian adalah Kepala Pelayanan Keperawatan ICU


dengan mengetahui Ka.sie Keperawatan.

5. Dokumen hasil penilaian tersebut disimpan terpusat di personalia.

6. Untuk pegawai (Perawat) baru dan yang masih orientasi, selain


penilaian rutin tahunan, juga dilakukan penilaian 3 bulanan dalam
bentuk cek list pelaksanaan instrumen C.

7. Dokumen hasil dari penilaian instrumen C, disimpan di ICU dan


rekapan hasilnya dilaporkan pada Ka.sie Keperawatan.

VII. PENGEMBANGAN STAF DAN PROGRAM PENDIDIKAN


Pelaksanaan program pengembangan tenaga dilakukan oleh kepala
ICU dan Kepala Pelayanan Keperawatan ICU beserta Diklat Rumah Sakit
sesuai dengan kebutuhan dan pengajuan program pengembangan
tenaga.

VIII. KERJASAMA DENGAN UNIT PELAYANAN RUJUKAN

1. ICU melakukan rujukan ke Rumah Sakit yang mempunyai tingkat


pelayanan yang lebih tinggi kemampuannya.

2. Hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit tersebut diatur dalam MOU


antar rumah sakit rujukan.

3. Pasien rujuk / pindah rumah sakit berdasarkan :

1. Saran dokter yang merawat dengan pertimbangan akan


mendapatkan terapi lebih lanjut dan terapi serta alat yang lebih tinggi
tingkat kemampuannya.

2. Permintaan dari keluarga pasien tersebut.

3. ICU RS menerima rujukan dari Rumah sakit atau klinik yang tingkat
pelayanannya lebih rendah.

4. Kriteria pasien rujukan yang masuk ICU sesuai dengan kebijakan


pasien masuk ICU.

BAB III

PENUTUP

7. Kesimpulan
1. ICU adalah suatu tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit, memiliki

staf khusus, peralatan khusus ditujukan untuk menanggulangi pasien

gawat karena penyakit, trauma atau komplikasi-komplikasi.

2. Fasilitas peralatan icu

1. Ventilasi mekanik

2. Alat hisap (suction)

3. Defibrilator

4. Alat Monitor pasien Di ICU

5. Icu Bed Manual

6. Syringe Pump

7. Infusion Pump

1. Saran

Demikian yang dapat kami sampaikan pada pokok

bahasan makalah kami ini. Kami menyadari bahwa banyak kekurangan

dan kelemahan dari makalah kami ini karena terbatasnya pengetahuan

dan referensi yang ada hubungannya dengan makalah kami ini.

Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca

demi kesempurnaan makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada

khususnya dan juga pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31771/5/Chapter%20I.pdf

http://yulianto14.wordpress.com/2011/11/12/definisi-ruang-icu/

http://akreditasi.web.id/2012/?p=1687

http://belajaricu.wordpress.com/

http://nizazulfiani.blogspot.co.id/2015/03/makalah-icu.html
http://rsa.ugm.ac.id/2015/01/peran-perawat-dalam-meningkatkan-mutu-
pelayanan-keperawatan-intensif/

Anda mungkin juga menyukai