Anda di halaman 1dari 84

Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping

Pemakaian Metformin XR dan Metformin IR


dalam Pengobatan PCOS yang Resisten
terhadap Clomiphene Citrate

TESIS

OLEH :

HEDY TAN

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK
MEDAN
2011

Universitas Sumatera Utara


PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing : Dr. Binarwan Halim, Sp.OG.K


Dr. Yostoto B. Kaban, Sp.OG.K

Penyanggah : Dr. Herbert Sihite, Sp.OG


Dr. M. Fidel Ganis Siregar, Sp.OG
Prof. Dr. M.Fauzie Sahil, Sp.OG.K

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi


salah satu syarat untuk menyelesaikan program adaptasi
dokter spesialis
Obstetri dan Ginekologi lulusan luar negeri

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih
dan karunia-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk
menyelesaikan program adaptasi dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi lulusan luar
negeri. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya
dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan
sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya
tentang :

“ PERBANDINGAN EFEKTIFITAS DAN EFEK SAMPING PEMAKAIAN


METFORMIN XR DAN METFORMIN IR DALAM PENGOBATAN PCOS
YANG RESISTEN TERHADAP CLOMIPHENE CITRATE ”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa


terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti
Program Adaptasi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi lulusan luar negeri di
Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan ; dr. M. Fidel. G. Siregar, SpOG, Sekretaris Departemen Obstetri
dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. Henry Salim Siregar, SpOG.K, Ketua
Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan ; dr. M.
Riza. Z. Tala, SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan
Ginekologi FK-USU Medan ; Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, SpOG.K ; Prof.
dr. Hamonangan Hutapea, SpOG.K ; Prof. DR. dr. M. Thamrin Tanjung, SpOG.K ;


 
Universitas Sumatera Utara
Prof. dr. T. M. Hanafiah, SpOG.K ; Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG.K ; dan
Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K ; Prof. dr. M. Fauzie Sahil, Sp.OG.K yang telah
bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti program adaptasi dokter
spesialis lulusan luar negeri di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

3. Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG.K, ketua tim pelaksana adaptasi dokter spesialis
obstetri dan ginekologi lulusan luar negeri; dr. Muhammad Rusda, SpOG.K,
sekretaris tim pelaksana adaptasi dokter spesialis obstetri dan ginekologi lulusan
luar negeri; Prof. dr. R. Haryono. R. Roeshadi, SpOG.K ; Prof. dr. Delfi Lutan,
MSc, SpOG.K ; dr. Deri Edianto SpOG.K, anggota tim pelaksana adaptasi dokter
spesialis obstetri dan ginekologi lulusan luar negeri selama saya menjalani masa
adaptasi, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-
nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama
adaptasi.

4. dr. Ichwanul Adenin, SpOG.K selaku Kepala Sub Divisi Fertilitas Endrokrinologi
dan Reproduksi atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk melakukan
penelitian ini.

5. dr. Binarwan Halim, SpOG.K dan dr. Yostoto B Kaban, SpOG.K selaku
pembimbing utama penelitian ini yang dengan rela dan dengan penuh kesabaran,
yang telah meluangkan waktunya yang sangat berharga untuk membimbing,
memeriksa dan melengkapi penulisan tesis saya ini dari awal hingga selesai.

6. dr. Herbert Sihite, SpOG ; dr. M. Fidel. G. Siregar, SpOG ; dan Prof. dr. M. Fauzie
Sahil, SpOG.K, selaku penyanggah dan nara sumber dalam penulisan tesis ini, yang
telah banyak memberikan bimbingan dan masukan dalam perbaikan tesis ini.

7. Prof. dr. Daulat H. Sibuea, SpOG.K, selaku pembimbing referat mini fetomaternal
saya yang berjudul “Petanda Serum untuk Memprediksi Preeklampsia“ ; dr.

ii 
 
Universitas Sumatera Utara
Sarma N Lumbanraja, SpOG.K, selaku pembimbing referat mini fetomaternal saya
yang berjudul ”Pemakaian Low-molecular-weight Heparin selama Kehamilan
dan Nifas“ ; dr. Aswar Aboet, SpOG.K selaku pembimbing referat mini Fertilitas
Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul ”Keguguran Kahamilan
Berulang” dan dr. Hj. Sarah Dina, SpOG.K selaku pembimbing referat mini
Onkologi saya yang berjudul ”Human Papillomavirus (HPV) dan Vaksinasi”

8. Kepada dr. Surya Dharma, M.Kes, yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.

9. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan,


yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membimbing dan
mendidik saya sejak awal hingga akhir program adaptasi. Semoga Yang Maha
Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

10. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan beserta staf yang telah memberikan
kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti program
adaptasi di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

11. Direktur RSUD. Dr. Pirngadi Medan ; Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD. Dr. Pirngadi Medan beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti program adaptasi di
Departemen Obstetri dan Ginekologi.

12. Direktur RS. PTPN 2 Tembakau Deli ; dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan dr.
Nazaruddin Jaffar, SpOG.K beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

13. Direktur RS Haji Mina Medan, beserta staf yang telah memberikan kesempatan
dan sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

iii 
 
Universitas Sumatera Utara
14. Ka. Rumkit Tk II Putri Hijau KESDAM I/BB & Ka. SMF OBSGYN Mayor. CKM.
dr. Gunawan Rusuldi, SpOG beserta staf yang telah memberikan kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

15. Direktur RSU Sundari Medan, beserta staf yang telah memberi kesempatan dan
sarana kepada saya untuk bekerja selama bertugas di Rumah Sakit tersebut.

16. Direktur RSU HKBP Balige, beserta staf yang telah memberikan kesempatan kerja
dan bantuan moril selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

17. Kepada teman-teman sejawat saya yang telah menyelesaikan Program Pendidikan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi : dr. Ronny. P. Bangun, SpOG, dr. Siti
Sylvia. S, SpOG, dr. Gorga. I. V. W. Udjung, SpOG, dr. Ilham S Lubis, SpOG, dr.
Anggia Lubis, SpOG, dr. Maya Hasmita, SpOG, dr. M. Ikhwan, SpOG, dr. Edward
Muldjadi, SpOG, dr. Zilly Adein, SpOG, dr. Lili kuswani, SpOG, dr. Ari. A. Lbs
SpOG, dr. T. Jeffrey. A, SpOG, dr. M. Rizky Yaznil, SpOG, dr. Made Surya.K,
SpOG, dr. M. Jusuf. R SpOG, dr. Sri Jauhara Laily, SpOG, dr. G. Joshimin F,
SpOG, dr. Alfian. Z. Srg, SpOG, dr. Firman Alamsyah, SpOG, dr. Aidil Akbar,
Sp.OG, dr. Andri. P. Aswar, SpOG, dr Errol Hamzah, SpOG terima kasih banyak
atas segala bantuan dan dukungannya yang telah diberikan selama ini.

18. Kepada teman-teman sejawat saya PPDS Obstetri dan Ginekologi : dr. Riza. H. Nst,
dr. Boy. R. P. Srg, dr. Hatsari. M. P. S.S, dr. Rizka Heriansyah, dr. Reynanta dr. T.
Johan. A, dr. Elvira. M. S, dr. Yuri Andriansyah, dr. Tigor Hasugian, dr. Riske Eka
Putri, dr. Ulfa WK, dr. Hendryadi, dr. Heika. N. Silitonga, dr. Irwansyah. P, dr. Ali
Akbar. Hsb, dr. Ismail Usman, dr. Arjuna. S, dr. Janwar. S, dr. M. Yusuf, dr. Meity
Elvira, dr. Hendri Ginting, dr. Dany Ariyani, dr. Fatin Atifa, dr. Eka Handayani, dr.
Hendri Gunawan, dr. Ferdiansyah Putra, dr. Kiko Marpaung, dr. M. Wahyu
Wibowo, dr. Novrial, dr. Morel Sembiring, dr. Sri Damayana, dr. Yudha Sadewo,

iv 
 
Universitas Sumatera Utara
dr. M. Arif Siregar, dr. Pantas Saroha Siburian, dr. Abdur Rohim Lubis, dr. Hotbin
Purba, dr. Hiro HD Nasution, dr. Anindita Novina, dr. Nureliani Amni, dr. Liza
Marosa, dr. Julita A Nasution, dr. Aries Misrawani, dr. Ivo F Canitri, dr. M Rizky
Pranata, dr. Ray Barus, dr. Robby. P, dr Edward S Manurung, Edy Rizaldy, Erwin
E Saputra, dr. Rizal Sangadji, dr. Ricca P Rahim, dr. Ika Sulaika, dr. Fifianti Putri
Adela, dr. Chandran F Saragih, dr. Dona Wirniaty, dr. Apriza Prahatama, dr Hilma
Putri Lubis, dr. Rahmanita Sinaga, dr. Muhammad Dezarino, dr. Alfred Hara
Sinuhaji, dr. Ninong Ade Putri, dr. M Faisal Fahmi, dr. Renny Anggraini, dr.
Yasmien Hasby, dr. Johan Ricardo, dr. Arvitamurianty T Lubis, dr. Juhriyani M
Lubis, dr. Hermima Nurul A, dr. Meifi Elfira, , dr. Bandini, dr. Hendrik A Tarigan
Tua, dr. Dina K Wiratma, dr. Dewi Andriyati, dr. Aliya Hanifa, dr. Daniel Hendra
Simbolon, dr. Servin Pandu Djagadinata, dr Yufi Permana, dr. Trishna, dr. Renny
Junitasari, dr. Tri Sugeng Hariadi, dr. Masithah Thaharuddin, dr. Jesurun. B. D.
Hutabarat, dr. Adrian Octara Sinuhaji, dr. Eva Maya Puspita, dr. M Gamal Darus,
dr. Nafon Zaitun, dr. Rizal K Aritonang, dr. Obed P A Simatupang, dr. Aurora M
Farrah, dr. Indra Setiawan, dr. M Wahyu Utomo, dr. Eunike W Zega dan seluruh
PPDS obstetri & Ginekologi FK-USU yang tidak dapat saya ucapkan satu per satu,
saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama
penelitian dan pembuatan tesis saya ini.

19. Dokter Muda, Bidan, Paramedis, karyawan / karyawati, serta para pasien di
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU / RSUP. H. Adam Malik – RSU. Dr.
Pirngadi Medan, RS Tembakau Deli, RS Haji Mina, Rumkit Kesdam, RS Sundari,
RS HKBP Balige yang daripadanya saya banyak memperoleh pengetahuan, terima
kasih atas kerja sama dan saling pengertian yang diberikan kepada saya sehingga
dapat sampai pada akhir program adaptasi ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada
kedua Orang Tua saya yang tersayang ayahanda, Tan A Heng (Alm) dan Ibunda, Tan Sie
Moy yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan
penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi keteladanan yang baik dalam


 
Universitas Sumatera Utara
menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti
pendidikan ini.

Buat mertua saya yang tercinta dr. H. Raja Imran Ritonga, MsC dan dr. Rosa Dalima,
terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan atas dukungan baik dari segi moril
maupun materiil kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan program adaptasi ini.

Buat istriku yang tercinta dan kukasihi dr. Imelda Liana Ritonga, SkP, MPD, MN, tiada
kata lain yang bisa saya sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas
pengertian, kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada
saya sehingga saya dapat menyelesaikan program adaptasi ini.

Anak-anak ku yang tercinta dan kukasihi Nathasya Veronica Winardi, Josephine


Lidwina Winardi, Gabriella Valentina Winardi, tiada kata lain yang bisa papa
sampaikan selain terima kasih yang sebesar-besarnya atas cinta kasih, pengertian,
kesabaran, dorongan semangat, pengorbanan dan doa yang diberikan kepada papa
sehingga papa dapat menyelesaikan program adaptasi ini. Semoga apa yang telah papa
lakukan dapat menjadi teladan dan semangat bagi ananda untuk mencapai cita-cita yang
lebih baik lagi

Kepada seluruh keluarga yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang secara langsung
maupun tidak langsung telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materiil,
saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat dan berkahNya serta
dibukakan pintu ilmu kepada kita semua. Amin

Medan, Oktober 2011

dr. Hedy Tan

vi 
 
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. vii

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………….. x

DAFTAR TABEL………………………………………………………………… xi

ABSTRAK………………………………………………………………………... xii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah………...………………………………………………… 3
1.3 Hipotesis………...………………………………………………………….. 3
1.4 Tujuan Penelitian…...………………………………………………………. 3
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………………... 3
1.4.2 Tujuan Khusus………………………………………………….............. 3
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………………………. 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN


2.1 Polycystic Ovary Syndrome ………………………………………………. 5
2.1.1 Definisi ………………………………………………………………….. 5
2.1.2 Prevalensi ……………………………………………………………….. 7
2.1.3 Etiologi ………………………………………………………………….. 7
2.1.4 Gambaran Klinik ………………………………………………………… 8
2.1.5 Patofisiologi ……………………………………………………………… 8
2.2 Resistensi Insulin ………………………………………………………….. 11
2.2.1 Mekanisme Resistensi Insulin pada PCOS ……………………………… 13
2.2.2 Hiperinsulinemik Resistensi Insulin dan PCOS ………………………. 13

vii 
 
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Hiperinsulinemia dan Induksi Ovulasi ................................................... 14
2.3 Metformin …………………………………………………………………. 15
2.3.1 Metformin dan PCOS …………………………………………………. 16
2.3.2 Ovulasi Spontan setelah Pengobatan dengan Metformin ……………… 16
2.3.3 Metformin dan Induksi Ovulasi dengan Clomiphene Citrate (CC) …… 17
2.4 Dosis dan Jangka Waktu Pemberian Metformin pada PCOS …………….. 18
2.5 Efek Samping Metformin ………………………….……………………… 19
2.6 Metformin XR (Extended Released) ……………………………………… 19

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian …………………………………………………………. 23


3.2 Tempat dan Waktu ………………………………………………………... 23
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………………… 23
3.3.1 Populasi Penelitian ……………………………………………………. 23
3.3.2 Sampel Penelitian …………………………………………………….. 23
3.4 Kriteria Penelitian ………………………………………………………… 23
3.4.1 Kriteria Inklusi ………………………………………………………... 24
3.4.2 Kriteria Ekslusi ……………………………………………………….. 24
3.5 Variabel Penelitian ……………………………………………………….. 24
3.5.1 Variabel Independen ………………………………………………… 24
3.5.2 Variabel Dependen ………………………………………………….. 24
3.6 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………………………. 25
3.7 Cara Kerja ………………………………………………………………. 25
3.8 Batasan Operasional ……………………………………………………. 28
3.9 Pengolahan Data ……………………………………………………….. 28
3.10 Etika Penelitian …………………………………………………….. 28

viii 
 
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sebaran Karakteristik ………………………………………………….. 29
4.2 Efek Samping ………………………………………………………….. 30
4.3 Luaran ………………………………………………………………….. 32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan …………………………………………………………….. 34
5.2 Saran …………………………………………………………………… 34

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 35

ix 
 
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengukuran diameter tiga dimensi dari ovarium untuk menghitung volume

Gambar 2. Kunci utama dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary

Gambar 3. Mekanisme dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary

Gambar 4. Peranan hperinsulinemia dalam patogenesa anovulasi dan hperandrogenisme

Gambar 5. Potensial mekanisme dari resistensi insulin pada polycystic ovary syndrome

Gambar 6. Metformin Extended Release

Gambar 7. Rerata kadar plasma berbanding waktu pada pemberian metformin IR dan
metformin XR

Gambar 8. Morfologi polycystic ovary pada USG


 
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Sebaran Karakteristik Subjek menurut Kelompok Penelitian

Tabel 2. Efek Samping Minggu Pertama

Tabel 3. Efek Samping Minggu Kedua

Tabel 4. Efek Samping setelah Minggu Kedua

Tabel 5. Luaran Ovulasi dan Kehamilan

xi 
 
Universitas Sumatera Utara
Comparison of the Effectiveness and Side Effects of Metformin XR and
Metformin IR in the Management of Clomiphene Citrate Resistant
PCOS

Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Metformin XR dan Metformin IR dalam


Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphene Citrate

Hedy Tan, Binarwan Halim, Yostoto B Kaban

Deparment of Obstetrics and Gynecology Medical Faculty of North Sumatera


University / Haji Adam Malik Central General Hospital / Pirngadi District General
Hospital / Halim Fertility Centre Medan

Abstract

Objective : To assess the effectiveness and side effects of metformin XR once daily and
metformin IR three times daily in the management of clomiphene citrate resistant (CC-
resistant) PCOS.

Method : This is a prospective randomized controlled study conducted at Halim Fertility


Centre Medan. Fifty nine CC-resistant PCOS women who met the inclusion criterias
were randomly allotted into metformin XR and metformin IR groups. Twenty nine
women in the metformin XR group were given 500 mg metformin XR once a day and 30
women in the metformin IR group were given 500 mg metformin IR once a day for the
first week, twice a day for the second week and three times a day after the second week.
All women in both group were given 10 days of 10 mg norethisterone for withdrawal
bleeding and 150 mg clomiphene citrate on day 2 to day 6 of withdrawal bleeding for
ovulation induction. TVS were carried out to determine the growth of follicles, ovulation
and pregnancy. All women were enquired regarding the side effects of treatment at the
end of the week.

Results : The baseline characteristics were not significantly different between the two
groups with p value of 0.999 and 0.554 for the age and BMI respectively. Statistically,

xii 
 
Universitas Sumatera Utara
side effects of the treatment in the first week were also not significantly different between
the two groups with all the p value > 0.05. However there was significant difference
statistically between the two groups regarding side effects of the treatment in the second
and after the second week with the average p value < 0.05 which favoured the metformin
XR group. There were 2 patients dropped out from the study because of the side effects.
Each in the second and after the second week. Both of them were from metformin IR
group, however there weren’t statistically significant difference with the p value of 1.
The ovulation rate (65.5% vs 53.6%) and pregnancy rate (24.1% vs 17.9%) for
metformin XR group vs metformin IR group respectively. Even though there were higher
achievements in the ovulation and pregnancy rate for metformin XR group, there weren’t
significant differences after analyzed by statistic between the two groups with the p value
of 0.358 and 0.561 respectively for ovulation and pregnancy rate.

Conclusion : Metformin XR has better side effect profile and achieved higher ovulation
and pregnancy rate as compared to metformin IR in the management of CC-resistance
PCOS patients. More over metformin XR can be given once daily which can improve
patients compliance with the treatment.

Keywords : Clomiphene citrate resistance PCOS, metformin XR, metformin IR

Abstrak

Tujuan : Untuk membandingkan efektifitas dan efek samping metformin XR sekali sehari
dan metformin IR 3 kali sehari dalam pengobatan PCOS yang resisten terhadap
clomiphene citrate.

Metode : Penelitian prospektif acak terkendali yang dilakukan di Halim Fertility Centre
Medan. Lima puluh sembilan wanita PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate
yang memenuhi kriteria inklusi di kelompokan secara acak ke dalam kelompok metformin
XR dan metformin IR. Dua puluh Sembilan wanita pada kelompok metformin XR
diberikan metformin XR 500 mg sekali sehari dan 30 wanita pada kelompok metformin
IR diberikan metformin IR 500 mg sekali sehari pada minggu pertama, dua kali sehari

xiii 
 
Universitas Sumatera Utara
pada minggu ke dua dan tiga kali sehari setelah minggu ke dua. Semua wanita pada
kedua kelompok diberikan norethisterone 10 mg selama 10 hari untuk withdrawal
bleeding dan clomiphene citrate 150 mg pada hari ke dua sampai hari ke enam
withdrawal bleeding untuk induksi ovulasi. TVS dilakukan untuk memantau pertumbuhan
folikel, ovulasi dan kehamilan. Semua wanita tersebut di tanyakan tentang efek samping
pengobatan pada akhir minggu pengobatan.

Hasil : Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam karakteristik dasar antara
kedua kelompok dengan nilai p = 0,999 untuk umur dan 0,554 untuk BMI. Secara
statistik, tidak dijumpai perbedaan bermakna dalam efek samping pengobatan pada
minggu pertama antara kedua kelompok dengan semua nilai p > 0,05. Akan tetapi
dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok dalam efek
samping pengobatan pada minggu kedua dan setelah minggu kedua dengan rerata nilai p
< 0,05 yang lebih baik pada kelompok metformin XR. Terdapat 2 wanita yang drop out
dari penelitian ini yang disebabkan oleh efek samping pengobatan. Satu wanita pada
minggu kedua dan 1 wanita setelah minggu kedua. Keduanya berasal dari kelompok
metformin IR, akan tetapi secara statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna dengan
nilai p = 1. Rerata ovulasi adalah 65,5% dan kehamilan adalah 24,1% untuk kelompok
metformin XR. Rerata ovulasi adalah 53,6% dan kehamilan adalah 17,9% untuk
kelompok metformin IR. Walaupun terdapat rerata ovulasi dan kehamilan yang lebih
tinggi pada kelompok metformin XR, setelah di analisa secara statistik tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0,358 untuk ovulasi dan 0,561 untuk
kehamilan.

Kesimpulan : Metformin XR mempunyai efek samping yang lebih baik dan mencapai
rerata ovulasi dan kehamilan yang lebih tinggi dibandingkan metformin IR dalam
pengobatan wanita PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate. Lagi pula
metformin XR dapat diberikan hanya satu kali sehari sehingga dapat meningkatan
kepatuhan pasien dalam pengobatannya.

Kata kunci : PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate, metformin XR, metformin
IR

xiv 
 
Universitas Sumatera Utara
Introduction

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common endocrinopathies


affecting 5%–10% of reproductive age women1. This syndrome consist of combination
between clinical, ultrasonographic and laboratory features such as oligo/amenorrhoea,
oligo/anovulation, hirsutism, hyperandrogenaemia, specific ovarian morphology,
hyperinsulinaemia and insulin resistance. An internationally accepted definition was been
adopted in 2003 by the European Society for Human Reproduction and Embryology and
the American Society for Reproductive Medicine, known as the ESHRE/ASRM
Rotterdam consensus2. It required the presence of two of the following three diagnostic
criteria: [1] oligoamenorrhea or anovulation; [2] clinical or biochemical evidence of
hyperandrogenism; and [3] the presence of polycystic ovarian morphology.

The exact aetiology of PCOS is unknown. However, insulin resistance with


compensatory hyperinsulinemia is a prominent feature of the syndrome and appears to
have a pathophysiologic role in the hyperandrogenism of the disorder, especially in those
with CC resistance. Both lean and obese women with PCOS show evidence of decreased
insulin sensitivity3, but insulin resistance, accompanied by compensatory
hyperinsulinemia, is most marked when there is an interaction between obesity and the
syndrome4,5. There is ample evidence that hyperinsulinemia results in increased ovarian
androgen biosynthesis in vivo and in vitro5,6 and decreased sex hormone–binding
globulin (SHBG) synthesis from the liver7,8, leading to increased bioavailability of free
androgens. This excess in local ovarian androgen production augmented by
hyperinsulinemia causes premature follicular atresia and anovulation9,10. Although this
idea remains controversial, hyperinsulinemia may have a direct effect on the
hypothalamus and/or pituitary to increase serum luteinizing hormone (LH) concentrations
and therefore indirectly increase LH-dependent ovarian androgen biosynthesis5,8,
possibly resulting in abnormal LH and follicle-stimulating hormone (FSH) release and
subsequent oligoamenorrhea. Hyperinsulinemia may also directly affect folliculogenesis
and may arrest growth of antral follicles after they have reached a diameter between 5
and 8 mm9,10.

xv 
 
Universitas Sumatera Utara
Given the importance of hyperinsulinemia in the development of hyperandrogenism and
disrupted folliculogenesis, it seems likely that medications that act as insulin-sensitizing
agents may be useful in restoration of normal endocrinologic and clinical parameters of
this condition. Therapeutic measures directed at lowering insulin secretion in women
with PCOS should theoretically ameliorate their hyperandrogenism and restore normal
follicular growth, thus facilitating ovulation11. The most extensively studied insulin-
sensitizing drug in the treatment of PCOS is metformin12,13. Metformin
(dimethylbiguanide) is an orally administered drug used to lower blood glucose
concentrations in patients with noninsulin- dependent diabetes mellitus (NIDDM)14. It is
antihyperglycemic in action and does not cause hypoglycemia. Metformin enhances
insulin sensitivity in both the liver, where it inhibits hepatic glucose production, and the
peripheral tissue, where it increases glucose uptake and utilization in muscle tissue. By
increasing insulin sensitivity, metformin reduces insulin resistance, insulin secretion, and
hyperinsulinemia. Hence, metformin seems to be a perfect drug to treat patients with
PCOS, including those with CC resistance12,13. It was reported that metformin treatment
for patients with PCOS improves a patient’s menstrual cycle and increases the sensitivity
for the ovulation induction drug reaction, especially in women with CC-resistant
PCOS11,12,13.

Even though the use of metformin in PCOS patients so popular, until recently there was
no consensus regarding the doses, when and how long the drug should been given. Many
studies has been done, however the regimens been use were very wide in variety. The
conventional metformin used in many studies was metformin IR, this tandard metformin
suffers from the limitations of having to be administered two or three times a day and
with the attendant risk of triggering gastrointestinal symptoms such as nausea, vomit,
bloated, epigastric pain and diarrhea. This event making dose optimization problematic
and reduced patients compliances. Some studies showed the dropout rate in the
metformin group was 30% owing to side effects15.

To overcome the side effects and improved patients compliances of metformin


treatments, the joint consensus statement from the American Diabetes Association

xvi 
 
Universitas Sumatera Utara
(ADA) and the European Society for the study of Diabetes (EASD) give advice on how
to minimize poor compliance with standard metformin. In the 5 point plan for introducing
metformin, the ADA/EASD draw attention to the recently introduced extended release
metformin16. Many studies showed this extended release metformin had similar
efficacies, lower side effects as compared to standard immediate release metformin. It
also improved patients compliances due to the simple once daily dosing17-20.

This study aimed to assessed the effectiveness and side effects of metformin XR once
daily and metformin IR three times daily in the management of CC-resistant PCOS.

Method
This is a prospective randomized, controlled study conducted at Halim Fertility Centre
Medan. The study protocol was approved by Health Research Ethical Committee of
North Sumatera c/o Medical School, Universitas Sumatera Utara. A total of 59 women
with CC-resistant PCOS were recruited. The diagnosis of PCOS was based on
ESHRE/ASRM criteria, which included at least two of three criteria of the following: [1]
chronic anovulation; [2] clinical or biochemical signs of hyperandrogenism; and [3]
polycystic ovary (PCO) morphology, shown on ultrasound scan, defined as the presence
of 12 or more follicles (with one ovary being sufficient for diagnosis) measuring 2 - 9
mm in diameter or increase in ovarian volume of more than 10 mL. Clomiphene
resistance was defined as failure of follicular development after CC treatment up to 150
mg daily for 5 days for two cycles. Informed consent was obtained and all baseline
evaluations were carried out before entry to study. The body mass index (BMI, weight in
kilograms/the square of the height in meters) was calculated. Women who were eligible
and consented were randomly allotted to the metformin XR group (A) or metformin IR
group (B). Randomizations were done by picking an envelope labeled AB or BA. If the
AB labeled envelope was picked out, the first woman was assigned to group A and the
second woman was assigned to group B. Vice versa was apply if the BA labeled envelope
was picked out. The investigators and patients were not blinded to the treatment.

xvii 
 
Universitas Sumatera Utara
Women in group A were given 500 mg metformin XR once a day and women in the
group B were given 500 mg metformin IR once a day for the first week, twice a day for
the second week and three times a day after the second week. All women in both groups
were given 10 days of 10 mg norethisterone for withdrawal bleeding and 150 mg
clomiphene citrate on day 2 to day 6 of withdrawal bleeding for ovulation induction. At
the end of the week, all women will be enquired regarding the side effects of the
treatment. A transvaginal ultrasound (TVS) were carried out to determine the growth of
follicles on day 8, 12 and 16 of withdrawal bleeding. If there was follicle with diameter ≥
18 mm (dominant follicle), TVS was carried out daily to determined ovulation. Women
were asked to have sexual intercourse after 34-36 hours every 2 day for 5 consecutive
times. If there was no dominant follicle, the treatment was considered failed. Urinary
pregnancy test was carried out after a week of missing period, and TVS was carried out
to confirmed pregnancy. Pregnancy was defined as the presence of a gestational sac seen
on TVS. All the side effects will be recorded and if the women were unable to tolerate the
treatment, they will be discharged from the study.

Statistical analysis was performed using the Statistical Package for Social Sciences
(SPSS) software version 17.0 for Windows. Comparisons of baseline values, side effects,
ovulation rates and pregnancy rates in the two groups were made by using the chi-square
test and t-test. A p value of less than 0.05 was considered statistically significant.

Results
A total of 59 women with CC-resistant PCOS were randomized with 29 women in group
A and 30 women in group B. The baseline characteristics were not significantly different
between the two groups with p value of 0.999 and 0.554 for the age and BMI
respectively (Table 1). We did not analyzed the baseline characteristic of parity as all the
women in our study were nulliparous.

xviii 
 
Universitas Sumatera Utara
Table 1. Baseline Characteristic 
  Group A Group B P
n = 29 n = 30
X ± SD X ± SD
Age (years) 29.31 ± 3.24 28.50 ± 3.25 0.999
BMI (Kg/m2) 27.39 ± 2.28 27.52 ± 2.81 0.554

p = t-Test

Statistically, side effects of the treatment in the first week were also not significantly
different between the two groups with all the p value > 0.05. However there was
significant difference statistically between the two groups regarding side effects of the
treatment in the second and after the second week with the average p value < 0.05 which
favored group A. There were 2 patients dropped out from the study because of the side
effects. Each in the second and after the second week. Both of them were from group B,
however there weren’t statistically significant difference with the p value of 1 (Table 2).

Table 2. Side Effects of Treatment


Group A Group B P
n (%) n (%)
First week :
Nausea 5 (17.2%) 7 (23.3%) 0.561
Vomit 4 (13.8%) 5 (16.7%) 1.000
Bloated 5 (17.2%) 6 (20.0%) 0.786
Epigastric pain 3 (10.3%) 3 (10.0%) 1.000
Diarrhea 3 (10.3%) 4 (13.3%) 1.000
Drop Out 0 0 -
Second week :
Nausea 3 (10.3%) 11 (36.7%) 0.018
Vomit 1 (3.4%) 8 (26.7%) 0.034

xix 
 
Universitas Sumatera Utara
Bloated 0 11 (36.7%) 0.000
Epigastric pain 1 (3.4%) 11 (36.7%) 0.002
Diarrhea 1 (3.4%) 7 (23.3%) 0.064
Drop Out 0 1 (3.3%) 1.000
After second week :
Nausea 2 (6.9%) 14 (48.3%) 0.000
Vomit 0 10 (34.5%) 0.001
Bloated 1 (3.4%) 14 (48.3%) 0.000
Epigastric pain 0 9 (31.0%) 0.004
Diarrhea 0 9 (31.0%) 0.004
Drop Out 0 1 (3.3%) 1.000

p = chi Square 

The ovulation rate (65.5% vs 53.6%) and pregnancy rate (24.1% vs 17.9%) for group A
vs group B respectively. Even though there were higher achievements in the ovulation
and pregnancy rate for group A, there weren’t significant differences after analyzed by
statistic between the two groups with the p value of 0.358 and 0.561 respectively for
ovulation and pregnancy rate (Table 3).

Table 3. Ovulation and Pregnancy Rate


Group A Group B P
n = 29 n = 28
n (%) n (%)
Ovulation 19 (65.5%) 15 (53.6%) 0.358
Pregnancy 7 (24.1%) 5 (17.9%) 0.561

p = chi Square

xx 
 
Universitas Sumatera Utara
Discussion
The beneficial effects of metformin in the management of PCOS are now well
established, particular in patients with CC-resistance. One of the limiting factors,
however, in the use of metformin has been its side effects, which have led to large
dropout rates in many studies. These side effects were well known not only in the PCOS
patients, many of NIDDM patients whose were on metformin treatment also suffered
from these side effects and led to reduction in the compliance with the treatment. To
overcome the side effects and improved patients compliances of metformin treatments,
the joint consensus statement from the American Diabetes Association (ADA) and the
European Society for the study of Diabetes (EASD) give advice on how to minimize poor
compliance with standard metformin. In the 5 point plan for introducing metformin, the
ADA/EASD draw attention to the recently introduced extended release metformin. Many
studies showed this extended release metformin had similar efficacies, lower side effects
as compared to standard immediate release metformin. It also improved patients
compliances due to the simple once daily dosing.

Our study showed that simple once daily dosing of 500 mg metformin XR achieved
higher ovulation and pregnancy rates as compared to 3 times daily of 500 mg metformin
IR (65.5% & 24.1% VS 53.6% & 17.9% respectively) even though after analyzed did
not showed any statistically significant with p value of 0.358 & 0.561 for ovulation and
pregnancy rate respectively. This findings are consistent with previous studies done by
Hwu et al21 and Khorram et al22. In contrast to ovulation and pregnancy rates, the side
effects of the treatment showed significantly differences between the two groups which
favored metformin XR group.

The primary outcome of our study is to see the effectiveness and side effects of low dose
simple once daily dosing metformin XR in the management of CC-resistance PCOS
patients as until recently there was no consensus regarding the used of this medication in
such patients. Our study showed it had the benefits as compared to standard dosing of
metformin IR.

xxi 
 
Universitas Sumatera Utara
Even though this is a simple study, only based on the clinical outcomes without any
laboratories support to determine the effects of the treatment, hence it showed the
benefits. To further proved the beneficial of this simple metformin XR dosing, its
required more larger study with clinical and laboratories support to evaluate the effects of
this treatment.

Conclusion
Metformin XR has better side effect profile and achieved higher ovulation and pregnancy
rate as compared to metformin IR in the management of CC-resistance PCOS patients.
More over metformin XR can be given once daily which can improve patients
compliance with the treatment

References
1. Murizah M Z, Ridzuan J, Adibah I et al. Comparison of clomiphene citrate,
metformin, or the combination of both for first-line ovulation induction,
achievement of pregnancy, and live birth in Asian women with polycystic ovary
syndrome: a randomized controlled trial. Fertility and Sterilit 2009;91(2):514-21.
2. The Rotterdam ESHRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group.
Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health risks related
to polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2004;8:19-25.
3. Dunaif A. Insulin resistance and the polycystic ovary syndrome: mechanism and
implications for pathogenesis. Endocr Rev 1997;18:774-800.
4. Dunaif A, Segal K. R, Shelley D. R et al. Evidence for distinctive and intrinsic
defects in insulin action in polycystic ovary syndrome. Diabetes 1992;4:1257-66.
5. Dunaif A. Hyperandrogenic anovulation (PCOS): a unique disorder of insulin
action associated with an increased risk of non-insulin-dependent diabetes
mellitus. Am J Med 1995;98(1A):33-9.
6. Homburg R. Polycystic ovary syndrome - from gynaecological curiosity to multi
system endocrinopathy. Hum Reprod 1996;1:29-39.
7. Amato P & Simpson J. L. The genetics of polycystic ovary syndrome. Best Pract
Res Clin Obstet Gynaecol 2004;18:707-18.

xxii 
 
Universitas Sumatera Utara
8. Poretsky L. On the paradox of insulin-induced hyperandrogenism in insulin-
resistant states. Endocrinol Rev 199;12:3-13.
9. Webber L. J, Stubbs S, Stark J et al. Formation and early development of follicles
in the polycystic ovary. Lancet 2003;362:1017-21.
10. Willis D. S, Watson H, Mason H. D et al. Premature response to luteinizing
hormone of granulosa cells from anolulatory women with polycystic ovary
syndrome: relevance to mechanisrn of anovulation. J Clin Endocrinol Metab
1998;83:3984-91.
11. Velazquez E. M, Mendoza S. G, Hamer T et al. Metformin therapy in Polycystic
ovary syndrome reduces hyperinsulinemia, insulin resistance,
hyperandrogenaemia and systolic blood pressure while facilitating normal menses
and pregnancy. Metab Clin Exp 1994;43:647-54.
12. Lord J. M, Flight I. H. K, Norman R. I. Metformin in polycystic ovary syndrome:
systematic review and meta-analysis. BMJ 2003;327 (7421):951-60.
13. Kolodziejczyk B, Duleba A. J, Spaczynski R. Z et al. Metformin therapy
decreases hyperandrogenism and hyperinsulinemia in women with polycystic
ovary syndrome. Fertil Steril 2000;73 :1149-54.
14. American Diabetes Association. In: Consensus Development Conference on
lnsulin Resistance; Diab. Care 1998;21:310-14.
15. Thomas I. Siebert M, Thinus F et al. Is the addition of metformin efficacious in
the treatment of clomiphene citrate-resistant patients with polycystic ovary
syndrome? A structured literature review. Fertility and Sterility 2006;86(5):1432-
37.
16. Bailey CJ, Turner RC. American Diabetes Association, "Standards of Medical
Care in Diabetes Mellitus 2009”, Diabetes Care, 2009; 32(1)113-61.
17. Timmins P, Donahue S, Meeker J et al. Steady-state Pharmacokinetics of a Novel
Extended-Release Metformin Formulation. Clin Pharmacokinet 2005; 44(7):721-
9.
18. Levy J, Cobas R.A, Gomes M.B. Assessment of efficacy and tolerability of once
daily extended release metformin in patients with type 2 diabetes mellitus.
Diabetology & Metabolic Syndrome 2010;2:16.

xxiii 
 
Universitas Sumatera Utara
19. Davidson J, Howlett H. New prolonged-release metformin improves
gastrointestinal tolerability. British Journal of Diabetes and Vascular Disease
2004;4(4):273-77.
20. Jabbour S, Ziring B. Advantages of extended-release metformin in patients with
type 2 diabetes mellitus. Postgraduate Medicine 2011;123(1):15-23
21. Hwu Y. M, Lin S. Y, Huang W. Y et al. Ultra-short metformin pretreatment for
clomiphene citrate-resistant polycystic ovary syndrome. Int J Gynaecol Obstet
2005;90:39-43.
22. Khorram O, Jason P, Helliwell et al. Two weeks of metformin improves
clomiphene citrate-induced ovulation and metabolic profiles in women with
polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2006;85:1448-51.

xxiv 
 
Universitas Sumatera Utara
Comparison of the Effectiveness and Side Effects of Metformin XR and
Metformin IR in the Management of Clomiphene Citrate Resistant
PCOS

Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Metformin XR dan Metformin IR dalam


Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphene Citrate

Hedy Tan, Binarwan Halim, Yostoto B Kaban

Deparment of Obstetrics and Gynecology Medical Faculty of North Sumatera


University / Haji Adam Malik Central General Hospital / Pirngadi District General
Hospital / Halim Fertility Centre Medan

Abstract

Objective : To assess the effectiveness and side effects of metformin XR once daily and
metformin IR three times daily in the management of clomiphene citrate resistant (CC-
resistant) PCOS.

Method : This is a prospective randomized controlled study conducted at Halim Fertility


Centre Medan. Fifty nine CC-resistant PCOS women who met the inclusion criterias
were randomly allotted into metformin XR and metformin IR groups. Twenty nine
women in the metformin XR group were given 500 mg metformin XR once a day and 30
women in the metformin IR group were given 500 mg metformin IR once a day for the
first week, twice a day for the second week and three times a day after the second week.
All women in both group were given 10 days of 10 mg norethisterone for withdrawal
bleeding and 150 mg clomiphene citrate on day 2 to day 6 of withdrawal bleeding for
ovulation induction. TVS were carried out to determine the growth of follicles, ovulation
and pregnancy. All women were enquired regarding the side effects of treatment at the
end of the week.

Results : The baseline characteristics were not significantly different between the two
groups with p value of 0.999 and 0.554 for the age and BMI respectively. Statistically,

xii 
 
Universitas Sumatera Utara
side effects of the treatment in the first week were also not significantly different between
the two groups with all the p value > 0.05. However there was significant difference
statistically between the two groups regarding side effects of the treatment in the second
and after the second week with the average p value < 0.05 which favoured the metformin
XR group. There were 2 patients dropped out from the study because of the side effects.
Each in the second and after the second week. Both of them were from metformin IR
group, however there weren’t statistically significant difference with the p value of 1.
The ovulation rate (65.5% vs 53.6%) and pregnancy rate (24.1% vs 17.9%) for
metformin XR group vs metformin IR group respectively. Even though there were higher
achievements in the ovulation and pregnancy rate for metformin XR group, there weren’t
significant differences after analyzed by statistic between the two groups with the p value
of 0.358 and 0.561 respectively for ovulation and pregnancy rate.

Conclusion : Metformin XR has better side effect profile and achieved higher ovulation
and pregnancy rate as compared to metformin IR in the management of CC-resistance
PCOS patients. More over metformin XR can be given once daily which can improve
patients compliance with the treatment.

Keywords : Clomiphene citrate resistance PCOS, metformin XR, metformin IR

Abstrak

Tujuan : Untuk membandingkan efektifitas dan efek samping metformin XR sekali sehari
dan metformin IR 3 kali sehari dalam pengobatan PCOS yang resisten terhadap
clomiphene citrate.

Metode : Penelitian prospektif acak terkendali yang dilakukan di Halim Fertility Centre
Medan. Lima puluh sembilan wanita PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate
yang memenuhi kriteria inklusi di kelompokan secara acak ke dalam kelompok metformin
XR dan metformin IR. Dua puluh Sembilan wanita pada kelompok metformin XR
diberikan metformin XR 500 mg sekali sehari dan 30 wanita pada kelompok metformin
IR diberikan metformin IR 500 mg sekali sehari pada minggu pertama, dua kali sehari

xiii 
 
Universitas Sumatera Utara
pada minggu ke dua dan tiga kali sehari setelah minggu ke dua. Semua wanita pada
kedua kelompok diberikan norethisterone 10 mg selama 10 hari untuk withdrawal
bleeding dan clomiphene citrate 150 mg pada hari ke dua sampai hari ke enam
withdrawal bleeding untuk induksi ovulasi. TVS dilakukan untuk memantau pertumbuhan
folikel, ovulasi dan kehamilan. Semua wanita tersebut di tanyakan tentang efek samping
pengobatan pada akhir minggu pengobatan.

Hasil : Tidak dijumpai perbedaan yang bermakna dalam karakteristik dasar antara
kedua kelompok dengan nilai p = 0,999 untuk umur dan 0,554 untuk BMI. Secara
statistik, tidak dijumpai perbedaan bermakna dalam efek samping pengobatan pada
minggu pertama antara kedua kelompok dengan semua nilai p > 0,05. Akan tetapi
dijumpai perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok dalam efek
samping pengobatan pada minggu kedua dan setelah minggu kedua dengan rerata nilai p
< 0,05 yang lebih baik pada kelompok metformin XR. Terdapat 2 wanita yang drop out
dari penelitian ini yang disebabkan oleh efek samping pengobatan. Satu wanita pada
minggu kedua dan 1 wanita setelah minggu kedua. Keduanya berasal dari kelompok
metformin IR, akan tetapi secara statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna dengan
nilai p = 1. Rerata ovulasi adalah 65,5% dan kehamilan adalah 24,1% untuk kelompok
metformin XR. Rerata ovulasi adalah 53,6% dan kehamilan adalah 17,9% untuk
kelompok metformin IR. Walaupun terdapat rerata ovulasi dan kehamilan yang lebih
tinggi pada kelompok metformin XR, setelah di analisa secara statistik tidak dijumpai
perbedaan yang bermakna dengan nilai p = 0,358 untuk ovulasi dan 0,561 untuk
kehamilan.

Kesimpulan : Metformin XR mempunyai efek samping yang lebih baik dan mencapai
rerata ovulasi dan kehamilan yang lebih tinggi dibandingkan metformin IR dalam
pengobatan wanita PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate. Lagi pula
metformin XR dapat diberikan hanya satu kali sehari sehingga dapat meningkatan
kepatuhan pasien dalam pengobatannya.

Kata kunci : PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate, metformin XR, metformin
IR

xiv 
 
Universitas Sumatera Utara
Introduction

Polycystic ovary syndrome (PCOS) is one of the most common endocrinopathies


affecting 5%–10% of reproductive age women1. This syndrome consist of combination
between clinical, ultrasonographic and laboratory features such as oligo/amenorrhoea,
oligo/anovulation, hirsutism, hyperandrogenaemia, specific ovarian morphology,
hyperinsulinaemia and insulin resistance. An internationally accepted definition was been
adopted in 2003 by the European Society for Human Reproduction and Embryology and
the American Society for Reproductive Medicine, known as the ESHRE/ASRM
Rotterdam consensus2. It required the presence of two of the following three diagnostic
criteria: [1] oligoamenorrhea or anovulation; [2] clinical or biochemical evidence of
hyperandrogenism; and [3] the presence of polycystic ovarian morphology.

The exact aetiology of PCOS is unknown. However, insulin resistance with


compensatory hyperinsulinemia is a prominent feature of the syndrome and appears to
have a pathophysiologic role in the hyperandrogenism of the disorder, especially in those
with CC resistance. Both lean and obese women with PCOS show evidence of decreased
insulin sensitivity3, but insulin resistance, accompanied by compensatory
hyperinsulinemia, is most marked when there is an interaction between obesity and the
syndrome4,5. There is ample evidence that hyperinsulinemia results in increased ovarian
androgen biosynthesis in vivo and in vitro5,6 and decreased sex hormone–binding
globulin (SHBG) synthesis from the liver7,8, leading to increased bioavailability of free
androgens. This excess in local ovarian androgen production augmented by
hyperinsulinemia causes premature follicular atresia and anovulation9,10. Although this
idea remains controversial, hyperinsulinemia may have a direct effect on the
hypothalamus and/or pituitary to increase serum luteinizing hormone (LH) concentrations
and therefore indirectly increase LH-dependent ovarian androgen biosynthesis5,8,
possibly resulting in abnormal LH and follicle-stimulating hormone (FSH) release and
subsequent oligoamenorrhea. Hyperinsulinemia may also directly affect folliculogenesis
and may arrest growth of antral follicles after they have reached a diameter between 5
and 8 mm9,10.

xv 
 
Universitas Sumatera Utara
Given the importance of hyperinsulinemia in the development of hyperandrogenism and
disrupted folliculogenesis, it seems likely that medications that act as insulin-sensitizing
agents may be useful in restoration of normal endocrinologic and clinical parameters of
this condition. Therapeutic measures directed at lowering insulin secretion in women
with PCOS should theoretically ameliorate their hyperandrogenism and restore normal
follicular growth, thus facilitating ovulation11. The most extensively studied insulin-
sensitizing drug in the treatment of PCOS is metformin12,13. Metformin
(dimethylbiguanide) is an orally administered drug used to lower blood glucose
concentrations in patients with noninsulin- dependent diabetes mellitus (NIDDM)14. It is
antihyperglycemic in action and does not cause hypoglycemia. Metformin enhances
insulin sensitivity in both the liver, where it inhibits hepatic glucose production, and the
peripheral tissue, where it increases glucose uptake and utilization in muscle tissue. By
increasing insulin sensitivity, metformin reduces insulin resistance, insulin secretion, and
hyperinsulinemia. Hence, metformin seems to be a perfect drug to treat patients with
PCOS, including those with CC resistance12,13. It was reported that metformin treatment
for patients with PCOS improves a patient’s menstrual cycle and increases the sensitivity
for the ovulation induction drug reaction, especially in women with CC-resistant
PCOS11,12,13.

Even though the use of metformin in PCOS patients so popular, until recently there was
no consensus regarding the doses, when and how long the drug should been given. Many
studies has been done, however the regimens been use were very wide in variety. The
conventional metformin used in many studies was metformin IR, this tandard metformin
suffers from the limitations of having to be administered two or three times a day and
with the attendant risk of triggering gastrointestinal symptoms such as nausea, vomit,
bloated, epigastric pain and diarrhea. This event making dose optimization problematic
and reduced patients compliances. Some studies showed the dropout rate in the
metformin group was 30% owing to side effects15.

To overcome the side effects and improved patients compliances of metformin


treatments, the joint consensus statement from the American Diabetes Association

xvi 
 
Universitas Sumatera Utara
(ADA) and the European Society for the study of Diabetes (EASD) give advice on how
to minimize poor compliance with standard metformin. In the 5 point plan for introducing
metformin, the ADA/EASD draw attention to the recently introduced extended release
metformin16. Many studies showed this extended release metformin had similar
efficacies, lower side effects as compared to standard immediate release metformin. It
also improved patients compliances due to the simple once daily dosing17-20.

This study aimed to assessed the effectiveness and side effects of metformin XR once
daily and metformin IR three times daily in the management of CC-resistant PCOS.

Method
This is a prospective randomized, controlled study conducted at Halim Fertility Centre
Medan. The study protocol was approved by Health Research Ethical Committee of
North Sumatera c/o Medical School, Universitas Sumatera Utara. A total of 59 women
with CC-resistant PCOS were recruited. The diagnosis of PCOS was based on
ESHRE/ASRM criteria, which included at least two of three criteria of the following: [1]
chronic anovulation; [2] clinical or biochemical signs of hyperandrogenism; and [3]
polycystic ovary (PCO) morphology, shown on ultrasound scan, defined as the presence
of 12 or more follicles (with one ovary being sufficient for diagnosis) measuring 2 - 9
mm in diameter or increase in ovarian volume of more than 10 mL. Clomiphene
resistance was defined as failure of follicular development after CC treatment up to 150
mg daily for 5 days for two cycles. Informed consent was obtained and all baseline
evaluations were carried out before entry to study. The body mass index (BMI, weight in
kilograms/the square of the height in meters) was calculated. Women who were eligible
and consented were randomly allotted to the metformin XR group (A) or metformin IR
group (B). Randomizations were done by picking an envelope labeled AB or BA. If the
AB labeled envelope was picked out, the first woman was assigned to group A and the
second woman was assigned to group B. Vice versa was apply if the BA labeled envelope
was picked out. The investigators and patients were not blinded to the treatment.

xvii 
 
Universitas Sumatera Utara
Women in group A were given 500 mg metformin XR once a day and women in the
group B were given 500 mg metformin IR once a day for the first week, twice a day for
the second week and three times a day after the second week. All women in both groups
were given 10 days of 10 mg norethisterone for withdrawal bleeding and 150 mg
clomiphene citrate on day 2 to day 6 of withdrawal bleeding for ovulation induction. At
the end of the week, all women will be enquired regarding the side effects of the
treatment. A transvaginal ultrasound (TVS) were carried out to determine the growth of
follicles on day 8, 12 and 16 of withdrawal bleeding. If there was follicle with diameter ≥
18 mm (dominant follicle), TVS was carried out daily to determined ovulation. Women
were asked to have sexual intercourse after 34-36 hours every 2 day for 5 consecutive
times. If there was no dominant follicle, the treatment was considered failed. Urinary
pregnancy test was carried out after a week of missing period, and TVS was carried out
to confirmed pregnancy. Pregnancy was defined as the presence of a gestational sac seen
on TVS. All the side effects will be recorded and if the women were unable to tolerate the
treatment, they will be discharged from the study.

Statistical analysis was performed using the Statistical Package for Social Sciences
(SPSS) software version 17.0 for Windows. Comparisons of baseline values, side effects,
ovulation rates and pregnancy rates in the two groups were made by using the chi-square
test and t-test. A p value of less than 0.05 was considered statistically significant.

Results
A total of 59 women with CC-resistant PCOS were randomized with 29 women in group
A and 30 women in group B. The baseline characteristics were not significantly different
between the two groups with p value of 0.999 and 0.554 for the age and BMI
respectively (Table 1). We did not analyzed the baseline characteristic of parity as all the
women in our study were nulliparous.

xviii 
 
Universitas Sumatera Utara
Table 1. Baseline Characteristic 
  Group A Group B P
n = 29 n = 30
X ± SD X ± SD
Age (years) 29.31 ± 3.24 28.50 ± 3.25 0.999
BMI (Kg/m2) 27.39 ± 2.28 27.52 ± 2.81 0.554

p = t-Test

Statistically, side effects of the treatment in the first week were also not significantly
different between the two groups with all the p value > 0.05. However there was
significant difference statistically between the two groups regarding side effects of the
treatment in the second and after the second week with the average p value < 0.05 which
favored group A. There were 2 patients dropped out from the study because of the side
effects. Each in the second and after the second week. Both of them were from group B,
however there weren’t statistically significant difference with the p value of 1 (Table 2).

Table 2. Side Effects of Treatment


Group A Group B P
n (%) n (%)
First week :
Nausea 5 (17.2%) 7 (23.3%) 0.561
Vomit 4 (13.8%) 5 (16.7%) 1.000
Bloated 5 (17.2%) 6 (20.0%) 0.786
Epigastric pain 3 (10.3%) 3 (10.0%) 1.000
Diarrhea 3 (10.3%) 4 (13.3%) 1.000
Drop Out 0 0 -
Second week :
Nausea 3 (10.3%) 11 (36.7%) 0.018
Vomit 1 (3.4%) 8 (26.7%) 0.034

xix 
 
Universitas Sumatera Utara
Bloated 0 11 (36.7%) 0.000
Epigastric pain 1 (3.4%) 11 (36.7%) 0.002
Diarrhea 1 (3.4%) 7 (23.3%) 0.064
Drop Out 0 1 (3.3%) 1.000
After second week :
Nausea 2 (6.9%) 14 (48.3%) 0.000
Vomit 0 10 (34.5%) 0.001
Bloated 1 (3.4%) 14 (48.3%) 0.000
Epigastric pain 0 9 (31.0%) 0.004
Diarrhea 0 9 (31.0%) 0.004
Drop Out 0 1 (3.3%) 1.000

p = chi Square 

The ovulation rate (65.5% vs 53.6%) and pregnancy rate (24.1% vs 17.9%) for group A
vs group B respectively. Even though there were higher achievements in the ovulation
and pregnancy rate for group A, there weren’t significant differences after analyzed by
statistic between the two groups with the p value of 0.358 and 0.561 respectively for
ovulation and pregnancy rate (Table 3).

Table 3. Ovulation and Pregnancy Rate


Group A Group B P
n = 29 n = 28
n (%) n (%)
Ovulation 19 (65.5%) 15 (53.6%) 0.358
Pregnancy 7 (24.1%) 5 (17.9%) 0.561

p = chi Square

xx 
 
Universitas Sumatera Utara
Discussion
The beneficial effects of metformin in the management of PCOS are now well
established, particular in patients with CC-resistance. One of the limiting factors,
however, in the use of metformin has been its side effects, which have led to large
dropout rates in many studies. These side effects were well known not only in the PCOS
patients, many of NIDDM patients whose were on metformin treatment also suffered
from these side effects and led to reduction in the compliance with the treatment. To
overcome the side effects and improved patients compliances of metformin treatments,
the joint consensus statement from the American Diabetes Association (ADA) and the
European Society for the study of Diabetes (EASD) give advice on how to minimize poor
compliance with standard metformin. In the 5 point plan for introducing metformin, the
ADA/EASD draw attention to the recently introduced extended release metformin. Many
studies showed this extended release metformin had similar efficacies, lower side effects
as compared to standard immediate release metformin. It also improved patients
compliances due to the simple once daily dosing.

Our study showed that simple once daily dosing of 500 mg metformin XR achieved
higher ovulation and pregnancy rates as compared to 3 times daily of 500 mg metformin
IR (65.5% & 24.1% VS 53.6% & 17.9% respectively) even though after analyzed did
not showed any statistically significant with p value of 0.358 & 0.561 for ovulation and
pregnancy rate respectively. This findings are consistent with previous studies done by
Hwu et al21 and Khorram et al22. In contrast to ovulation and pregnancy rates, the side
effects of the treatment showed significantly differences between the two groups which
favored metformin XR group.

The primary outcome of our study is to see the effectiveness and side effects of low dose
simple once daily dosing metformin XR in the management of CC-resistance PCOS
patients as until recently there was no consensus regarding the used of this medication in
such patients. Our study showed it had the benefits as compared to standard dosing of
metformin IR.

xxi 
 
Universitas Sumatera Utara
Even though this is a simple study, only based on the clinical outcomes without any
laboratories support to determine the effects of the treatment, hence it showed the
benefits. To further proved the beneficial of this simple metformin XR dosing, its
required more larger study with clinical and laboratories support to evaluate the effects of
this treatment.

Conclusion
Metformin XR has better side effect profile and achieved higher ovulation and pregnancy
rate as compared to metformin IR in the management of CC-resistance PCOS patients.
More over metformin XR can be given once daily which can improve patients
compliance with the treatment

References
1. Murizah M Z, Ridzuan J, Adibah I et al. Comparison of clomiphene citrate,
metformin, or the combination of both for first-line ovulation induction,
achievement of pregnancy, and live birth in Asian women with polycystic ovary
syndrome: a randomized controlled trial. Fertility and Sterilit 2009;91(2):514-21.
2. The Rotterdam ESHRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group.
Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health risks related
to polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2004;8:19-25.
3. Dunaif A. Insulin resistance and the polycystic ovary syndrome: mechanism and
implications for pathogenesis. Endocr Rev 1997;18:774-800.
4. Dunaif A, Segal K. R, Shelley D. R et al. Evidence for distinctive and intrinsic
defects in insulin action in polycystic ovary syndrome. Diabetes 1992;4:1257-66.
5. Dunaif A. Hyperandrogenic anovulation (PCOS): a unique disorder of insulin
action associated with an increased risk of non-insulin-dependent diabetes
mellitus. Am J Med 1995;98(1A):33-9.
6. Homburg R. Polycystic ovary syndrome - from gynaecological curiosity to multi
system endocrinopathy. Hum Reprod 1996;1:29-39.
7. Amato P & Simpson J. L. The genetics of polycystic ovary syndrome. Best Pract
Res Clin Obstet Gynaecol 2004;18:707-18.

xxii 
 
Universitas Sumatera Utara
8. Poretsky L. On the paradox of insulin-induced hyperandrogenism in insulin-
resistant states. Endocrinol Rev 199;12:3-13.
9. Webber L. J, Stubbs S, Stark J et al. Formation and early development of follicles
in the polycystic ovary. Lancet 2003;362:1017-21.
10. Willis D. S, Watson H, Mason H. D et al. Premature response to luteinizing
hormone of granulosa cells from anolulatory women with polycystic ovary
syndrome: relevance to mechanisrn of anovulation. J Clin Endocrinol Metab
1998;83:3984-91.
11. Velazquez E. M, Mendoza S. G, Hamer T et al. Metformin therapy in Polycystic
ovary syndrome reduces hyperinsulinemia, insulin resistance,
hyperandrogenaemia and systolic blood pressure while facilitating normal menses
and pregnancy. Metab Clin Exp 1994;43:647-54.
12. Lord J. M, Flight I. H. K, Norman R. I. Metformin in polycystic ovary syndrome:
systematic review and meta-analysis. BMJ 2003;327 (7421):951-60.
13. Kolodziejczyk B, Duleba A. J, Spaczynski R. Z et al. Metformin therapy
decreases hyperandrogenism and hyperinsulinemia in women with polycystic
ovary syndrome. Fertil Steril 2000;73 :1149-54.
14. American Diabetes Association. In: Consensus Development Conference on
lnsulin Resistance; Diab. Care 1998;21:310-14.
15. Thomas I. Siebert M, Thinus F et al. Is the addition of metformin efficacious in
the treatment of clomiphene citrate-resistant patients with polycystic ovary
syndrome? A structured literature review. Fertility and Sterility 2006;86(5):1432-
37.
16. Bailey CJ, Turner RC. American Diabetes Association, "Standards of Medical
Care in Diabetes Mellitus 2009”, Diabetes Care, 2009; 32(1)113-61.
17. Timmins P, Donahue S, Meeker J et al. Steady-state Pharmacokinetics of a Novel
Extended-Release Metformin Formulation. Clin Pharmacokinet 2005; 44(7):721-
9.
18. Levy J, Cobas R.A, Gomes M.B. Assessment of efficacy and tolerability of once
daily extended release metformin in patients with type 2 diabetes mellitus.
Diabetology & Metabolic Syndrome 2010;2:16.

xxiii 
 
Universitas Sumatera Utara
19. Davidson J, Howlett H. New prolonged-release metformin improves
gastrointestinal tolerability. British Journal of Diabetes and Vascular Disease
2004;4(4):273-77.
20. Jabbour S, Ziring B. Advantages of extended-release metformin in patients with
type 2 diabetes mellitus. Postgraduate Medicine 2011;123(1):15-23
21. Hwu Y. M, Lin S. Y, Huang W. Y et al. Ultra-short metformin pretreatment for
clomiphene citrate-resistant polycystic ovary syndrome. Int J Gynaecol Obstet
2005;90:39-43.
22. Khorram O, Jason P, Helliwell et al. Two weeks of metformin improves
clomiphene citrate-induced ovulation and metabolic profiles in women with
polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2006;85:1448-51.

xxiv 
 
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah salah satu penyebab terbanyak kelainan endokrin
yang melibatkan 5%-10% wanita dalam masa reproduksi.1 Sindrom ini terdiri dari gabungan
antara gambaran klinik, gambaran ultrasonografi dan laboratorium yaitu oligo/amenorrhoea,
oligo/anovulation, hirsutism, hyperandrogenaemia, morfologi ovarium yang spesifik,
hyperinsulinaemia dan resistensi terhadap insulin.1 Definisi yang paling dapat diterima secara
internasional pada saat ini adalah yang diadopsi pada tahun 2003 oleh European Society for
Human Reproduction dan Embryology and the American Society for Reproductive
Medicine, yang dikenal dengan ESHRE/ASRM Rotterdam consensus.2 Dalam konsensus ini
diperlukan adanya dua dari tiga kriteria diagnosa yaitu : (1) oligoamenorrhoea atau
anovulation, (2) gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia, (3) adanya
gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG. Selain kriteria di atas, etiologi
lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing tumours dan Congenital adrenal
hyperplasia harus di singkirkan.

Etiologi PCOS di dasarkan atas dua konsep besar3 yaitu : hiperandrogenisme dan resistensi
terhadap insulin. Hormon androgen mengalami aromatisasi di jaringan perifer menjadi
estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi luteinizing hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH) pada tingkat pituitari yang menyebabkan hipersekresi LH
endogen. LH ini sangat kuat menstimulasi produksi androgen didalam ovarium. Konsep ini
diperkuat dengan adanya hiperinsulinemia pada pasien PCOS. Insulin seperti juga LH
menstimulasi langsung biosintesis hormon steroid di ovarium, terutama androgen ovarium.
Lebih lanjut, insulin menyebabkan menurunnya produksi sex hormone binding globulin
(SHBG) di dalam hati, sehingga menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Dengan
demikian kedua jalur diatas akan menstimulasi sel theca dari ovarium sehingga terjadi
peningkatan produksi androgen dari ovarium yang menyebabkan terganggunya
folikulogenesis, kelainan siklus haid dan oligo/anovulasi kronik.

Dikarenakan hiperinsulinemia dan resistensi terhadap insulin dapat mempengaruhi terjadinya


hiperandrogenisme, obat-obat yang dapat memperbaiki resistensi insulin dan menurunkan

1
Universitas Sumatera Utara
tingkat sirkulasi insulin dapat dipergunakan untuk pasien PCOS. Jenis obat ini yang paling
banyak dilakukan penelitian dan dipergunakan untuk penderita PCOS adalah metformin.4

Metformin sangat baik dipakai untuk penderita PCOS, terutama yang resisten terhadap
Clomiphene Citrate. Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa pemakaian metformin
untuk penderita PCOS dapat memperbaiki siklus menstruasi dan juga meningkatkan
sensitivitas reaksi obat untuk induksi ovulasi, terutama pada penderita yang resisten terhadap
Clomiphene Citrate (CC).5

Walaupun pemakaian metformin pada penderita PCOS begitu popular, akan tetapi sampai
saat ini belum ada suatu konsensus mengenai dosis, cara dan lamanya pemberian pengobatan.
Banyak penelitian yang sudah dilakukan tentang pemakaian metformin pada penderita PCOS,
akan tetapi regimen pengobatannya sangat bervariasi.

Metformin yang biasa digunakan dalam penelitian adalah metformin immediate-realease (IR)
yang memerlukan pemberian minimal 2 sampai 3 kali sehari. Dengan cara pemberian ini,
banyak terdapat efek samping yang dikeluhkan oleh penderita, terutama yang berhubungan
dengan saluran pencernaan seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati dan diare.1,4,5
Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi efek samping ini seperti menaikan dosis obat
secara bertahap, mengurangkan frekuensi pemberian dengan pemakaian dosis yang lebih
tinggi. Begitu juga dalam brosur pemakaian metformin, selalu dianjurkan untuk dimulai dari
dosis kecil kemudian ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai dosis pengobatan yang
efektif untuk mengurangi efek samping ini.

Banyak penelitian1,4,5 penggunaan metformin pada penderita PCOS yang dimulai dengan
dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap. Pada suatu konsensus di Thessaloniki6,
penggunaan metformin untuk penderita PCOS dianjurkan dimulai dari dosis kecil dan
ditingkatkan secara bertahap yaitu 1 kali sehari untuk minggu pertama, 2 kali sehari untuk
minggu kedua dan seterusnya 3 kali sehari. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek samping
dari metformin.

Selain efek samping tersebut diatas, cara pemberian metformin IR yang memerlukan
pemberian sampai 3 kali sehari juga dapat menurunkan kepatuhan penderita dalam
pengobatan ini sehingga dapat menurunkan efektifitasnya. Dan pada saat ini telah dihasilkan
2
Universitas Sumatera Utara
metformin yang dilepaskan secara perlahan-lahan (sustained release form of metformin =
extended-release) yang dinamakan metformin XR. Dalam penelitian obat ini mempunyai
efektifitas yang sebanding dengan metformin IR akan tetapi dengan profil efek samping yang
sama dibandingkan dengan placebo. Walaupun dengan dosis kecil 500 mg sehari, metformin
XR masih efektif untuk memperbaiki resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Selain efek
samping yang minimal, pemakaian metformin XR juga sangat sederhana yaitu dengan
pemberian satu kali sehari.7

1.2 Rumusan Masalah


Manfaat metformin terhadap penderita PCOS sudah tidak terbantahkan, banyak penelitian
memberikan hasil yang sangat memuaskan. Belum ada konsensus mengenai dosis, cara dan
lamanya pengobatan ini. Metformin yang selama ini dipakai adalah metformin IR yang
memerlukan pemberian 2 sampai 3 kali sehari, dan juga banyak menimbulkan efek samping
terutama pada saluran pencernaan. Selain dapat menurunkan kepatuhan penderita pada
pengobatan, efek samping yang timbul dapat menyebabkan tidak diteruskannya pengobatan.
Metformin XR mempunyai efektifitas yang sama dengan metformin IR, akan tetapi dengan
efek samping yang sebanding dengan placebo, ini terbukti dalam beberapa penelitian. Untuk
itu peneliti ingin meneliti pemakaian metformin XR dengan dosis 500 mg sekali sehari pada
penderita PCOS yang resisten terhadap clomiphene citrate. Sepengetahuan peneliti, penelitian
ini belum pernah dilakukan di seluruh dunia.

1.3 Hipotesis
Metformin XR 500 mg sekali sehari mempunyai efektifitas yang sebanding dengan
metformin IR 500 mg 3 kali sehari pada penderita PCOS yang resisten terhadap CC.

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan umum
Mengetahui perbandingan efektifitas pemakaian metformin XR 500 mg sekali sehari dan
metformin IR 500 mg 3 kali sehari pada penderita PCOS yang resisten terhadap CC.

1.4.2 Tujuan khusus


1. Mengetahui perbandingan efektifitas pemakaian metformin XR 500 mg sekali
sehari dengan metformin IR 500 mg 3 kali sehari dalam meregulasi ovulasi.

3
Universitas Sumatera Utara
2. Mengetahui perbandingan efektifitas pemakaian metformin XR 500 mg sekali
sehari dengan metformin IR 500 mg 3 kali sehari dalam keberhasilan untuk hamil.
3. Mengetahui perbandingan efek samping (mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati,
diare dan drop out) pemakaian metformin XR 500 mg sekali sehari dengan
metformin IR 500 mg 3 kali sehari.

1.5 Manfaat Penelitian


Dalam penelitian ini, bila terbukti bahwa pemakaian metformin XR yang cukup sederhana ini
memberikan efektifitas yang sebanding dengan metformin IR yang memerlukan pemberian
sampai 3 kali sehari, dan bila terbukti pemakaian metformin XR mempunyai efek samping
yang lebih baik, maka ini merupakan penelitian novel yang dapat digunakan sebagai dasar
untuk melanjutkan penelitian yang lebih lanjut tentang pemakaian metformin XR sehingga
didapatkan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat standar pengobatan
penderita PCOS.

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Polycystic Ovary Syndrome


Polycystic ovary syndrome (PCOS) atau Sindroma Ovarium Polikistik (SOPK) adalah
kelainan endokrin yang sangat umum terjadi pada wanita dalam masa reproduksi. Walaupun
begitu, sindrom ini paling banyak diperdebatkan dan menimbulkan pendapat-pendapat yang
kontroversial dalam bidang Ginekologi Endokrinologi dan Reproduksi. Belum ada definisi
PCOS yang dapat diterima secara internasional, dan kriteria untuk mendiagnosanya harus
dibakukan terlebih dahulu. Kesulitan ini menggambarkan adanya karakteristik interna
tertentu pada sindrom ini. Dalam kenyataan, gejala-gejala sindrom ini juga beragam dan
sangat bervariasi. Lagi pula, penemuan laboratorium dan radiologi sering dijumpai dalam
batas normal sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan suatu batasan yang dapat
diterima secara umum untuk pemakaian dalam praktek klinik.3 Dalam bentuk klasiknya,
PCOS digambarkan dengan adanya anovulasi kronik (80%), menses yang irregular (80%)
dan hiperandrogen yang dapat disertai dengan hirsutism (60%), acne (30%), seborrhea dan
obesiti (40%).

Gambaran klinik dan patologi dari ovarium polikistik atau mikropolikistik pertama kali di
deskripsikan oleh Antonio Vallisneri pada tahun 1721. Tetapi sindrom ini sendiri di
perkenalkan jauh setelah itu oleh Stein dan Leventhal pada tahun 1935 berdasarkan observasi
mereka terhadap gejala-gejala yang terdiri dari amenorrhea, hirsutism dan obesiti pada wanita
yang ovarium nya membesar dengan kista folikel yang banyak dan penebalan fibrotik dari
tunica albuginea dan cortical stroma. Dalam kenyataan bahwa gambaran ovarium polikistik
juga banyak terdapat pada wanita yang sama sekali normal dan tidak ada kelainan fenotipe
ovarium dan/atau endokrin.8 Singkatnya, sangatlah mudah dilihat mengapa jarang adanya
konsensus tentang kriteria yang dapat digunakan untuk mendiagnosa PCOS.

2.1.1 Definisi
Definisi yang paling dapat diterima secara internasional pada saat ini seperti yang diadopsi
pada tahun 2003 oleh European Society for Human Reproduction dan Embryology and the
American Society for Reproductive Medicine, yang dikenal dengan ESHRE/ASRM
Rotterdam consensus.2 Dalam konsensus ini diperlukan adanya dua dari tiga kriteria diagnosa
yaitu :
5
Universitas Sumatera Utara
a) Oligo/anovulation
b) Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
c) Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG (12 atau lebih
folikel-folikel dengan ukuran diameter antara 2-9 mm dan/atau peningkatan volume
ovarium (>10 ml).
Selain kriteria di atas, etiologi lain seperti Cushing Syndrome, androgen producing tumours
dan Congenital adrenal hyperplasia harus di singkirkan.

- Oligo/anovulation : ovulasi yang terjadi kurang dari satu kali dalam 35 hari.
- Hiperandrogenism : tanda-tanda klinik yang meliputi hirsutism, acne, alopecia (male-
pattern balding) dan virilisasi yang nyata. Indikator biokimia meliputi meningkatnya
konsentrasi total testosterone dan androstendione dan meningkatnya free androgen
index yang diukur dengan membandingkan total testosterone dan sex hormone
binding globulin (SHBG). Akan tetapi, pengukuran petanda biokimia untuk
hiperandrogenism sering memberikan hasil yang tidak konsisten, hal ini disebabkan
oleh pemakaian berbagai metode yang berbeda.
- Ovarium polikistik : adanya 12 atau lebih folikel dalam salah satu ovarium dengan
ukuran diameter 2-9 mm dan/atau meningkatnya volume ovarium (>10 ml).
Menurut kriteria Rotterdam diagnostic ini, kebanyakan wanita dengan PCOS dapat
didiagnosa tanpa memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Gambar 1. Pengukuran diameter tiga dimensi dari ovarium untuk menghitung volume
(Dikutip dari Speca S)

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Prevalensi
PCOS adalah kelainan endokrin wanita yang paling sering dijumpai, yang melibatkan 5-10%
dari wanita dalam masa reproduksi. Walaupun ovarium polikistik dapat ditemukan dalam
20% populasi wanita, hal ini tidak harus menimbulkan gejala klinik seperti PCOS, akan tetapi
dalam perjalanannya akan menimbulkan gejala klinik bila diprovokasi oleh kenaikan berat
badan atau resisten terhadap insulin. PCOS berkaitan dengan 75% dari seluruh kelainan
anovulasi yang menyebabkan infertility, 90% dari wanita dengan oligomenorrhoea, lebih dari
90% dengan hirsutism dan lebih dari 80% dengan acne yang persisten.8,9

2.1.3 Etiologi
Etiologi PCOS sampai saat ini masih belum diketahui. Akan tetapi adanya peningkatan fakta
yang melibatkan faktor genetik. Sindroma ini di kelompokan dalam keluarga, dan rerata
prevalensi nya dalam first-degree relative adalah 5 sampai 6 kali lebih tinggi dari pada
populasi secara umum.10 Walaupun kebanyakan kasus ditransmisikan secara genetik, akan
tetapi faktor lingkungan juga dapat terlibat karena PCOS juga dapat didapatkan dengan
adanya eksposur terhadap androgen yang berlebihan pada saat tertentu dalam masa fertil.
Pada masa ini terdapat peningkatan penemuan tentang hipotesa etiologi yaitu adanya
eksposur terhadap androgen yang berlebihan pada fetus wanita didalam kandungan dapat
menyebabkan PCOS.11 Walaupun sumber dari kelebihan androgen in utero tidak diketahui,
percobaan pada hewan percobaan menunjukan bahwa eksposur pada fetus terhadap kelebihan
androgen menunjukan manifestasi PCOS pada fetus betina.11

Yen dkk mengajukan hipotesa klasik yang di dasarkan atas dua konsep besar yaitu
hiperandrogenism dan resistensi terhadap insulin. Hormon androgen ini mengalami
aromatisasi di jaringan perifer menjadi estrogen, menyebabkan ketidakseimbangan sekresi
luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) pada tingkat pituitary yang
menyebabkan hipersekresi endogenous LH. LH ini sangat kuat menstimulasi produksi
androgen didalam ovarium. Insulin seperti juga LH menstimulasi langsung biosintesis
hormon steroid di ovarium, terutama androgen ovarium. Lebih lanjut, insulin menyebabkan
menurunnya produksi sex hormone binding globulin (SHBG) di dalam hati, yang
menyebabkan meningkatnya kadar androgen bebas. Dengan demikian kedua jalur diatas akan
menstimulasi theca sel dari ovarium sehingga terjadi peningkatan produksi androgen dari

7
Universitas Sumatera Utara
ovarium yang menyebabkan terganggunya folliculogenesis, kelainan siklus haid dan
oligo/anovulation kronik.8

2.1.4 Gambaran Klinik


PCOS adalah sindroma yang sangat beragam dalam hal gejala klinik maupun manifestasi
laboratorium. Sementara dasar dari kelainan ini terletak pada ovarium, ekspresi klinik dan
beratnya gejala tergantung pada faktor diluar ovarium seperti obesitas, resisten terhadap
insulin dan konsentrasi luteinizing hormone (LH). Kombinasi dari berbagai gejala dapat
dijumpai, dari hirsutism yang ringan dengan ovulasi yang regular dan ovarium polikistik
sampai dengan gejala yang lengkap dari sindroma Stein-Leventhal yaitu amenorrhoea,
hirsutism, acne, infertility dan obesitas. Demikian juga dengan terjadi pada hasil laboratorium
biokimia. Hampir 50% dari kasus akan didapatkan peningkatan konsentrasi LH (terutama
pada yang berat badan normal), dan hanya lebih kurang 30% yang didapatkan peningkatan
total testosterone pada pemeriksaan sesaat.12

2.1.5 Patofisiologi
Terdapat 4 kelainan utama yang terlibat dalam patofisiologi dari PCOS,9 yaitu :
1. Morfologi ovarium yang abnormal
Lebih kurang enam sampai delapan kali lebih banyak folikel pre-antral dan small
antral pada ovarium polikistik dibandingkan dengan ovarium normal.12 Folikel ini
tertahan pertumbuhannya pada ukuran 2-9 mm, mempunyai rerata atresia yang lambat
dan sensitive terhadap FSH eksogen. Hampir selalu terdapat pembesaran volume
stroma yang menyebabkan volume total dari ovarium > 10 cc. Penyebab kelainan dari
morfologi ini diduga disebabkan oleh adanya androgen yang berlebihan. Androgen
merangsang pertumbuhan folikel primer sampai dengan stadium folikel pre-antral dan
small antral, dan proses ini dipercepat dengan adanya androgen yang berlebihan
dibandingkan dengan ovarium yang normal. Faktor lain yang ditemukan pada PCOS
yang ikut berpengaruh pada morfologi ovarium adalah kelebihan beberapa faktor
yang menghambat kerja dari FSH endogen (seperti follistatin, epidermal growth
factor dll), kelebihan factor anti-apoptotic (BCL-2) yang dapat memperlambat
turnover dari folikel yang terhambat ini. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut yang
menyebabkan morfologi ovarium yang karakteristik pada ovarium polikistik.

8
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2. Kunci utama dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary
(Dikutip dari Homburg R)

2. Produksi androgen ovarium yang berlebihan


Produksi androgen ovarium yang berlebihan adalah penyebab utama dari PCOS.
Hampir semua mekanisme enzymatic pada PCOS yang merangsang produksi
androgen meningkat. Peningkatan insulin dan LH, baik secara sendirian ataupun
kombinasi akan meningkatkan produksi androgen. Adanya single gene dengan kode
cytochrome P450c17a, enzym ini memediasi aktifitas 17a-hydroxylase dan 17-20-
desmolase pada tingkat ovarium.

Gambar 3. Mekanisme dari produksi androgen yang berlebihan pada polycystic ovary
(Dikutip dari Homburg R)

9
Universitas Sumatera Utara
3. Hiperinsulinemia
Hiperinsulinemia yang disebabkan oleh resistensi insulin terjadi pada lebih kurang
80% wanita dengan PCOS dan obesitas sentral, dan juga pada lebih kurang 30-40%
wanita dengan PCOS yang berbadan kurus.13 Hal ini disebabkan oleh kelainan pada
post-receptor yang berefek pada transport glukosa, dan ini adalah kelainan yang unik
pada wanita dengan PCOS.13 Resistensi insulin secara bermakna di eksaserbasi oleh
obesitas, dan merupakan faktor utama dalam patogenesa anovulasi dan
hyperandrogenism. Kelainan fungsi dari sel beta pancreas juga ditemukan pada
PCOS.

Gambar 4. Peranan hperinsulinemia dalam patogenesa anovulasi dan hperandrogenisme


(Dikutip dari Homburg R)

4. Kadar serum LH yang berlebihan


Kadar serum LH yang berlebihan dapat diditeksi pada sample darah pada satu kali
pemeriksaan dalam lebih kurang 40-50% wanita dengan PCOS. Tingginya kadar LH
lebih banyak terdapat pada wanita dengan berat badan yang kurus dibandingkan
dengan yang obesitas. Walaupun kadar serum FSH dalam batas normal, tetapi
didapatkan penghambatan intrinsic pada kerja FSH. Kadar prolactin pun mungkin
sedikit meningkat.

10
Universitas Sumatera Utara
2.2 Resistensi Insulin
Pada tahun 1921, Achard dan Thiers pertama kali melaporkan suatu hubungan patofisiologi
antara hyperandrogenism dan metabolisme insulin dalam deskripsi mereka pada ”diabetes des
femmes ả barbe” (diabetes pada wanita yang berjanggut). Selanjutnya pada tahun 1976, Kahn
dkk mendeskripsikan virilisasi yang signifikan pada gadis-gadis muda dengan resistensi
insulin berat, hal ini mengarahkan pada suatu eksplorasi lebih lanjut tentang sekresi insulin
pada wanita dengan hiperandrogen.14

Resistensi insulin didefinisikan sebagai penurunan kemampuan insulin untuk menstimulasi


pemasukan glukosa kedalam jaringan target, atau berkurangnya respon glukosa pada
pemberian sejumlah insulin sebagai respon kompensasi terhadap resistensi jaringan target
maka terjadilah hiperinsulinemia. Beberapa mekanisme telah di usulkan untuk menjelaskan
resistensi insulin, termasuk resistensi jaringan perifer target, penurunan pembersihan di
hepar, atau peningkatan sensitivitas pankreas. Penelitian dengan menggunakan teknik
euglycemic clamp mengindikasikan bahwa wanita hyperandrogenic dengan hiperinsuliemia
mempunyai resistensi insulin perifer dan penurunan rerata pembersihan insulin yang
disebabkan oleh penurunan ekstraksi insulin di hepar.15

Resistensi insulin perifer pada PCOS adalah bersifat unik disebabkan kelainan diluar aktifasi
dari receptor kinase, yang disebut sebagai penurunan tyrosine autophosphorylation dari
reseptor insulin.16 Serine residue phosphorylation yang berlebihan pada reseptor insulin
menurunkan transmisi signal, dan hal ini telah diusulkan untuk menjelaskan juga
hyperandrogenism oleh serine phosphorylation pada saat yang bersamaan dari enzyme
P450c17 pada kelenjar adrenal dan ovarium, yang mana dapat meningkatkan aktifitas 17,20-
lyse dan produksi androgen. Resistensi insulin mungkin dapat dihubung-sebabkan pada
aktifitas yang lebih dari cytochrome P450c17, yang merupakan enzyme kunci utama pada
biosintesa androgen di ovarium dan kelenjar adrenal.17 Insulin sendiri, bekerja melalui
reseptornya, memperlihatkan suatu rangsangan biosintesa androgen pada ovariun dan
kelenjar adrenal, meningkatkan produksi luteinizing hormone (LH)-induced androgen oleh
sel theca sehingga menyebabkan hiperandrogenemia.18 Perbaikan hiperinsuliemia secara
dramatik akan menurunkan sirkulasi androgen pada kadar yang normal. Hiperinsulinemia
mungkin juga meningkatkan regulasi reseptor insulin-like growth factor-I (IGF-I), yang
merupakan suatu stimulator yang kuat dari sintesa LH-induced androgen, dan meningkatkan
bioavailability dari IGF-I yang disebabkan oleh supresi pada produksi IGF-binding protein I
11
Universitas Sumatera Utara
oleh hati. Sebagai tambahan, insulin mungkin meningkatkan potensi respon dari
steroidogenesis kelenjar adrenal pada adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan
meningkatkan ekspresi dari hyperandrogenism oleh efek inhibisinya pada produksi sex
hormone binding globulin (SHBG) hepar, sehingga meningkatkan bioavailbility dari
androgen.18

Gambar 5. Potensial mekanisme dari resistensi insulin pada polycystic ovary syndrome
(Dikutip dari Ben-Haroush A)

Walaupun banyak penelitian mengindikasikan bahwa androgen dapat menginduksi


hiperinsuliemia, tetapi banyak kenyataan yang mendukung bahwa hiperinsulimemia adalah
faktor primer yang menyebabkan hyperandrogenism. Keduanya wanita yang kurus ataupun
obesitas dengan PCOS mungkin mempunyai resistensi insulin.18 Wanita PCOS yang kurus
mempunyai bentuk resistensi insulin intrinsic yang masih sulit untuk dimengerti, dan wanita
yang obesitas mungkin mempunyai bentuk ini sebagai tambahan pada resistensi insulin yang
disebabkan oleh kelebihan berat badan. Penemuan klinik yang menunjukan adanya resistensi
insulin dan hiperinsulinemia termasuk body mass index (BMI) > 27 kg/m2, waist to hip ration
> 0.85, waist > 100 cm, acanthosis nigricans, dan beberapa achrochordons (skin tags)19. Akan
tetapi, menurut American Diabetes Association Consensus Conference,20 belum ada metode

12
Universitas Sumatera Utara
yang sesuai untuk menentukan resistensi insulin dalam praktek klinikal. Tidak ada satu pun
pemeriksaan, seperti fasting insulin, glucose, atau glucose-to-insulin ratio, yang menunjukan
kegunaannya dalam memprediksi respon ovulasi pada obat-obat insulin-sensitizing.
Walaupun fasting glucose-to-insulin ratio (<4,5) berkorelasi dengan sensitivitas insulin
seperti yang ditentukan oleh insulin-glucose clamp, hal ini tidak pernah di uji cobakan
sebagai prediktor dari respon pada pengobatan dengan insulin-sensitizing.21

2.2.1 Mekanisme Resistensi Insulin pada PCOS


Insulin terikat pada transmembrane reseptor insulin, mengaktivasi beberapa kegiatan
termasuk tyrosine autophosphorylation dari reseptor insulin, yang mengaktivasi reseptor dan
selanjutnya phosphorylation dari intermediary proteins (seperti insulin receptor substrate 1),22
hal ini sebaliknya akan mengaktivasi mobilisasi dari glucose transporter proteins dan
pengambilan glukosa ke dalam sel.23 Penelitian pada wanita dengan PCOS memperlihatkan
bahwa reseptor insulin nya normal dan tidak ditemukan mutasi genetic. Dalam respon
terhadap stimulasi insulin, adipocytes dari wanita dengan PCOS juga mempunyai insulin
binding yang normal. Akan tetapi kegiatan seperti aktivasi glucose transporter proteins dan
pengambilan glukosa ke dalam sel ditemukan menurun, dan hal ini menunjukan adanya
kelainan pada tingkat postreceptor. Dunaif23 dan Dunaif dkk24 menemukan bahwa lebih
kurang separuh dari wanita PCOS dengan obesitas mempunyai kelainan pada
autophosphorylation dari reseptor insulin. Pada wanita ini reseptor insulin yang belum
terstimulasi sudah mempunyai phosphorylation yang signifikan, sehingga tidak terjadi
phosphorylation ketika insulin terikat pada reseptornya. Terdapat kemungkinan bahwa dasar
phosphorylation yang tidak terstimulasi ini terjadi pada serine residues dan terjadi penurunan
tyrosine phosphorylation yang normal.

2.2.2 Hiperinsulinemik Resistensi Insulin dan PCOS


Perjalanan pengobatan PCOS berawal dari observasi bahwa hampir semua wanita dengan
PCOS menderita resistensi insulin dan dengan kompensasi hiperinsuliemia (hyperinsulinemic
insulin resistance), dan dari bukti nyata menyimpulkan bahwa peningkatan kadar insulin
dalam sirkulasi menghambat terjadinya ovulasi. Beberapa penelitian telah menyimpulkan
patogenesa dari peranan hiperinsulinemia terhadap penghambatan ovulasi pada PCOS. Pada
wanita PCOS dengan obesitas telah dibuktikan bahwa beratnya obesitas (begitu juga
hiperinsulinemia) berkorelsi langsung dengan kegagalan ovulasi dalam respon terhadap
clomiphene, atau memerlukan beberapa kali dan peningkatan dosis clomiphene yang
13
Universitas Sumatera Utara
progresif.25 Dengan demikian pada wanita PCOS dengan obesitas, usaha untuk menurunkan
berat badan dengan diet dan olah raga dapat memperbaiki ovulasi.26 Hal ini dengan sangat
yakin di dokumentasikan dalam penelitian oleh Norman dkk, yang menyatakan bahwa
modifikasi gaya hidup yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin juga memberikan hasil
dalam perbaikan ovulasi dan infertility pada wanita PCOS yang obesitas.26 Yang perlu
dicatat, walaupun peningkatan sensitivitas insulin tidak disertai oleh penurunan berat badan,
tetapi terdapat perbaikan ovulasi, hal ini yang membuktikan bahwa kunci utama pada PCOS
adalah pada resistensi insulin dari pada berat badan absolute. Sangatlah masuk akal untuk
merekomendasikan modifikasi gaya hidup, termasuk diet dan olah raga untuk penurunan
berat badan sebagai pengobatan lini pertama untuk semua wanita obesitas dengan PCOS.
Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa dalam kenyataannya banyak wanita obesitas dengan
PCOS di Amerika Serikat tidak menurunkan berat badannya, dan bila terdapat masalah
fertilitas, mereka mengharapkan untuk tidak menunda konsepsi walaupun untuk waktu yang
singkat untuk modifikasi gaya hidup. Lebih lagi, antara 10-30% dari wanita PCOS adalah
berbadan kurus, dan penurunan berat badan bukanlah opsi yang baik untuk wanita ini. Untuk
alasan ini, beberapa peneliti mengeksplorasi pemakaian obat insulin sensitizing untuk
memperbaiki sensitivitas insulin perifer dan menurunkan kadar insulin plasma pada PCOS.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa obat ini efektif dalam memperbaiki siklus menstruasi,
ovulasi dan infertility pada wanita dengan PCOS

2.2.3 Hiperinsulinemia dan Induksi Ovulasi


Fulghesu dkk27 mengevaluasi pengaruh kadar insulin terhadap respons ovarium pada induksi
ovulasi dengan follicle-stimulating hormone (FSH) pada 34 wanita dengan PCOS. Mereka
menyimpulkan bahwa pasien dengan hyperinsulinemic mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi ovarian hyperstimulation syndrome (OHSS) dibandingkan dengan pasien yang
normoinsulinemic. Dale dkk mengevalusi korelasi antara metabolisme insulin dan luaran dari
stimulasi gonadotropin pada 42 pasien PCOS yang infertil yang resisten terhadap clomiphene
citrate (CC). Mereka menemukan 17 pasien dengan resistensi insulin memerlukan
penggunaan dosis gonadotropins yang lebih tinggi dan lebih lama untuk mencapai
pematangan folikel. Pada kelompok ini, 35% dari siklusnya dibatalkan disebabkan oleh
respons multifollikel dibandingkan dengan hanya 2.5% pada kelompok yang tidak ada
resistensi insulin. Lebih lagi, walaupun rerata ovulasi pada siklus yang komplit adalah sama
pada kedua kelompok, rerata konsepsi secara signifikan lebih tinggi pada wanita yang tidak
ada resistensi insulin. Hiperinsulinemia dan obesitas berhubungan secara langsung dengan
14
Universitas Sumatera Utara
kegagalan induksi ovulasi dengan CC, atau memerlukan dosis CC yang lebih tinggi dan
berulang. Sehingga, wanita dengan PCOS dan resistensi insulin yang berat lebih cenderung
untuk gagal dalam respons terhadap CC.28 BMI (Body Mass Index) adalah faktor penentu
mayor pada resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Resistensi insulin jarang terjadi pada
wanita dengan BMI < 22 kg/m2, sering pada wanita dengan BMI > 27 kg/m2 dan hampir
selalu terjadi pada wanita dengan BMI > 30 kg/m.26,29 Pada wanita yang obesitas, penurunan
berat badan dapat menurunkan androgen, LH dan kadar insulin dalam sirkulasi, sehingga
dapat menginduksi ovulasi dan juga memperbaiki rerata kehamilan.29 Kesulitan wanita yang
obesitas untuk menurunkan berat badan, ditambah dengan kenyataan bahwa 10-30% wanita
dengan PCOS adalah kurus, hal ini yang mendorong pemakaian obat insulin-sensitizing
untuk memperbaiki sensitivitas insulin perifer dan menurunkan kadar plasma insulin.29

2.3 Metformin
Metformin (1,1-dimethylbiguanide hydrochloride) adalah obat golongan biguanide yang
dipergunakan sebagai anti hiperglikemik oral pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Kerja
utamanya adalah menghambat produksi glukosa dari hepar, selain itu metformin juga
menghambatan pengambilan glukosa dari saluran pencernaan dan meningkatkan sensitifitas
insulin di jaringan perifer. Metformin juga menpunyai efek anti lipolitik, menurunkan
konsentrasi asam lemak bebas dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan menurunnya
gluconeogenesis.30 Metformin mengaktifkan adenosine monophosphate (AMP)-activated
protein kinase pathway (AMPK) baik secara in vitro maupun in vivo3 sehingga menyebabkan
penurunan produksi glukosa dan meningkatkan oksidasi asam lemak di dalam sel-sel hepar
(hepatocytes), otot-otot dan di dalam jaringan ovarium31

Metformin direkomendasikan didalam International Guidelines sebagai terapi utama untuk


diabetes mellitus tipe 2 karena mempunyai profil yang baik dalam pengontrolan metabolisme
glukosa. Akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan regimen dosis yang tetap sehingga
dianjurkan untuk disesuaikan secara individu dengan dasar efektifitas dan toleransi dan tidak
melebihi dosis maksimal yang direkomendasikan yaitu 2250 mg untuk dewasa dan 2000 mg
untuk anak-anak dalam sehari. Untuk menghindari efek samping dan meningkatkan toleransi,
pemberian metformin dianjurkan dimulai dari dosis yang kecil kemudian ditingkatkan secara
bertahap sampai mencapai dosis yang sesuai.

15
Universitas Sumatera Utara
2.3.1 Metformin dan PCOS
Velazquez dkk32 pertama kali melaporkan penggunaan metformin sebagai obat untuk PCOS,
dan hasilnya membuktikan bahwa metformin memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan
kadar serum LH, total dan free testosterone dan menyebabkan peningkatan kadar serum FSH
dan SHBG pada wanita obesitas dengan PCOS. Genazzani dkk33 memperlihatkan adanya
modifikasi yang signifikan pada sekresi spontan LH dan perbaikan fungsi reproductive axis
setelah pemakaian metformin pada wanita PCOS yang tidak obesitas.

Kolodziejczyk dkk34 mengobati 39 wanita dengan PCOS dan hiperinsulinemia puasa dengan
metformin, menemukan penurunan yang signifikan pada insulin puasa dan total testosterone
dan juga meningkatkan SHBG sehingga menurunkan free testosterone index. Sebagai
tambahan, juga ditemukan penurunan yang signifikan pada mean BMI, waist-to-hip ratio,
hirsutism, acne dan juga memperbaiki siklus menstruasi. Tetapi tidak terdapat perubahan
pada kadar LH atau LH-to-FSH ratio. Penurunan testosterone dan free index nya yang paling
tinggi terjadi pada pasien dengan hiperandrogenemia yang berat.

Peranan metformin dalam memperbaiki induksi ovulasi pada wanita penderita PCOS melalui
beberapa cara meliputi menurunkan kadar insulin, merubah efek insulin pada ovarium dalam
pembentukan androgen, proliferasi sel-sel theca dan pertumbuhan endometrium. Dan juga
melalui efek langsung pada penghambatan gluconeogenesis di ovarium sehingga menurunkan
produksi androgen di ovarium.35 Attia dkk membuktikan adanya penghambatan pada
produksi androgen pada sel theca manusia. Yang juga penting, kerja metformin tidak
menyebabkan peningkatan sekresi insulin, sehingga tidak terjadi hipoglikemia. Dalam
beberapa penelitian juga dijumpai kemungkinan penurunan berat badan dengan pemakaian
metformin jangka panjang dan hal ini merupakan suatu keuntungan bagi PCOS.36,37

2.3.2 Ovulasi Spontan setelah Pengobatan dengan Metformin


Vrbikova dkk38 dalam suatu penelitian pada 24 pasien PCOS dengan menggunakan
metformin selama 6 bulan memperlihatkan perbaikan yang signifikan pada siklus menstruasi
pada 58% pasien. Baysal dkk39 melakukan penelitian pada 50 wanita PCOS dengan
pemberian metformin selama 12 bulan menemukan penurunan mean BMI secara signifikan
dan perbaikan siklus menstruasi pada 60% kasus. Fleming dkk40 melakukan suatu penelitian
double blind placebo-controlled dengan penilaian secara seksama pada aktivitas ovarium
untuk mengevaluasi efek metformin pada pasien PCOS, ternyata pada kelompok yang
16
Universitas Sumatera Utara
diberikan metformin mempunyai rerata siklus ovulasi yang lebih tinggi dibandingkan
kelompok placebo, dan secara signifikan lebih pendek waktu yang diperlukan untuk
mendapat ovulasi yang pertama, begitu juga terdapat penurunan berat badan yang signifikan.
Glueck dkk41 dalam penelitian terhadap 43 wanita amenorrheic dengan PCOS melaporkan
bahwa pemberian metformin dapat mengembalikan siklus menses yang normal pada 91%
kasus. Penelitian pada remaja belasan tahun, Glueck dkk42 mendeskripsikan pengalaman
pemberian kombinasi metformin dengan diet tinggi protein rendah karbohidrat, setelah 6
bulan semua pasien dalam kelompok ini mempunyai kadar gula darah puasa dan
glycohemoglobin yang normal, 91% mempunyai siklus menses yang normal.

2.3.3 Metformin dan Induksi Ovulasi dengan Clomiphene Citrate (CC)


Walaupun CC merupakan obat utama untuk induksi ovulasi pada PCOS, wanita obesitas
dengan PCOS sering kurang respons terhadap CC. Hal ini mungkin disebabkan oleh
resistensi insulin dan bersamaan dengan hiperinsulinemia. Wanita obesitas dengan PCOS
sering memerlukan peningkatan dosis yang progresif dan juga pemberian yang berulang dari
CC untuk mencapai keberhasilan induksi ovulasi, dan juga dosis CC berkorelasi secara
langsung dengan derajat obesitasnya. Metformin telah diuji pada wanita yang kurang respons
terhadap CC. Pada suatu Cochrane review43 yang menganalisa beberapa penelitian terhadap
kombinasi antara metformin dan CC pada PCOS menyimpulkan secara keseluruhan terjadi
ovulasi pada 76% wanita yang menggunakan metformin dan CC dibandingkan dengan 42%
yang hanya menggunakan CC. Dan yang penting adalah terdapat peningkatan rerata
kehamilan secara signifikan yaitu 4.4-fold pada kelompok metformin dan CC dibandingkan
dengan CC saja.

Dalam suatu penelitian prospektif pada wanita obesitas dengan PCOS, Nestler dkk
membandingkan metformin dan placebo selama pemberian dalam 35 hari. Bila tidak terjadi
ovulasi, diberikan lagi CC bersamaan dengan metformin atau placebo. Ternyata dalam
penelitian tersebut, terdapat perbaikan OGTT pada 19 dari 21 wanita (90%) di kelompok
metformin dan hanya 2 dari 25 wanita (8%) di kelompok placebo. Secara keseluruhan,
ovulasi spontan ataupun yang respons terhadap CC terjadi pada 31 dari 35 wanita (89%) yang
diberikan pengobatan dengan metformin dibandingkan dengan hanya 3 dari 26 wanita (12%)
yang diberikan placebo.

17
Universitas Sumatera Utara
Dalam suatu meta-analysis, kombinasi antara metformin dan CC secara signifikan
memperbaiki rerata ovulasi dan kehamilan (OR 4.39 dan 2.67) apabila dibandingkan dengan
pemakaian CC saja. Hasil ini menyimpulkan bahwa pemberian kombinasi (metformin dan
CC) adalah pengobatan yang menjadi pilihan pada wanita PCOS dengan resistensi CC.
Dengan kata lain, wanita yang gagal untuk ovulasi dengan CC mungkin akan mendapat
manfaat bila ditambahkan dengan metformin.

Walaupun penyebab resistensi ovulasi terhadap CC belum jelas diketahui, dapat di


hipotesakan bahwa pemberian metformin dapat memperbaiki induksi ovulasi pada wanita
yang resisten terhadap CC dikarenakan oleh perbaikan pada androgens, gonadotropins dan
insulin, melalui mekanisme yang tidak didapatkan dengan pemberian CC saja. Sangatlah
masuk akal diduga bahwa wanita dengan CC resistance yang mendapat metformin
menunjukan peningkatan respons terhadap CC disebabkan oleh suatu pengaruh di dalam
microenvironment dari folikel yang disebabkan oleh pengaruh metformin terhadap insulin
dan insulin growth factor (IGF)-I didalam sel granulosa. Tosca dkk melaporkan bahwa
didalam sel granulosa sapi, metformin menurunkan steroidogenesis dan mitogen-activated
protein kinase (MAPK)3/MAPK1 phosphorylation melalui aktifasi AMPK. Pada suatu
penelitian yang dilakukan oleh Vandermolen dkk, terdapat perbaikan yang signifikan pada
rerata ovulasi dan kehamilan pada wanita PCOS dengan CC resistance yang diberi
pengobatan dengan metformin saja. Peneliti lain juga memperlihatkan perbaikan rerata
ovulasi dan kehamilan pada CC resistance yang diberi pengobatan dengan kombinasi
metformin dan CC dibandingkan dengan placebo dan CC. Kemampuan metformin untuk
mengembalikan respons terhadap CC pada wanita obesitas dengan PCOS, dan juga
rendahnya rerata terjadinya multiple pregnancy dan ovarian hyperstimulation syndrome
(OHSS) adalah merupakan keuntungan tambahan dari pengobatan dengan metformin pada
pasien dengan CC resistance.

2.4 Dosis dan Jangka Waktu Pemberian Metformin pada PCOS


Dosis dan jangka waktu yang optimal untuk pemberian metformin pada penderita PCOS
dengan insulin resisten sampai sekarang belum ditemukan suatu konsensus. Beberapa peneliti
memberi pengobatan 4 sampai 8 minggu dengan dosis 500 mg tiga kali sehari sebagai
pengobatan awal sebelum diberikan CC32,36, tetapi banyak pasien yang merasa tidak nyaman
dan sering menemukan efek samping dengan pemberian 4 sampai 8 minggu tersebut,
sehingga banyak yang tidak melanjutkan pengobatan. Untuk mempersingkat waktu dan
18
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kepatuhan dalam pengobatan, banyak peneliti mencoba pemberian metformin
yang lebih singkat. Hwu dkk36 memberikan metformin dengan dosis 500 mg tiga kali sehari
untuk 12 hari sebelum dimulai pengobatan dengan CC. Pada penelitian tersebut ovulasi
ditemukan pada 42.5% dibandingkan hanya 12.5% pada kelompok kontrol. Khorram dkk44
memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari pertama withdrawal
bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10 mg perhari selama 10 hari) dan
pemberian CC pada hari ke lima sampai hari ke sembilan. Pada penelitian tersebut ditemukan
44% dan 31% dibandingkan hanya 6.7% dan 0% pada kelompok kontrol yang ovulasi dan
keberhasilan untuk hamil.

2.5 Efek Samping Metformin


Metformin standar yang digunakan adalah metformin IR yang mana mempunyai kekurangan
dalam hal harus diberikan dalam dua atau tiga kali sehari dan mempunyai resiko untuk
merangsang terjadinya efek samping terutama pada saluran pencernaan sehingga
menimbulkan masalah dalam pencapaian dosis yang optimal dan mengurangi kepatuhan
penderita terhadap pengobatan.45

Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi efek samping ini seperti dimulai dari dosis
yang kecil dan kemudian menaikan dosis obat secara bertahap, mengurangkan frekuensi
pemberian dengan pemakaian dosis yang lebih tinggi.

American Diabetes Association (ADA) dan European Society for the study of Diabetes
(EASD) dalam suatu konsensus bersama juga menyatakan adanya kesulitan dalam pemberian
metformin IR yang disebabkan oleh pemberian yang memerlukan beberapa kali dan efek
samping yang ditimbulkan sehingga dapat mengurangi kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Selain menganjurkan pemberian dengan cara tersebut diatas, dalam konsensus
itu juga dianjurkan untuk pemakaian metformin XR yang dapat diberikan satu kali sehari
dengan efek samping yang lebih minimal sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien
terhadap pengobatan.45

2.6 Metformin XR (Extended Released)


Metformin yang biasa digunakan adalah metformin bentuk konvensional yaitu Immediate-
release (IR) metformin dengan pemberian oral 2 sampai 3 kali sehari. Selain pemberian yang
19
Universitas Sumatera Utara
harus beberapa kali, metformin IR juga menimbulkan efek samping yang dapat menyebabkan
diberhentikannya pengobatan dengan metformin.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Peter Timmins dkk7 pada tahun 2002 memperkenalkan
suatu bentuk controlled-release delivery system (GelShield Diffusion System) yang dipakai
pada formula XR dari metformin. Sistem ini menggunakan pendekatan dua fase yang
heterogen yang terdiri dari suatu inner solid particulate phase dan outer solid continuous
phase. Inner solid particulate phase berisi granula tersendiri dari metformin-associated XR
polymer, sedangkan outer solid continuous phase terdiri dari XR polymer yang berbeda yang
tidak mengandung metformin, dimana granula atau partikel dari inner phase tersebar
didalamnya.

Setelah pemberian metformin XR, polymer dari outer solid phase akan mengalami hidrasi
dan menyebabkan perubahan tablet menjadi suatu gel-like mass. Perubahan bentuk ini dapat
membantu secara sementara untuk mencegah transit dari tablet melalui pylorus (bila
diberikan bersama makanan), sehingga secara efektif memperpanjang masa penempatan
didalam lambung.

Gambar 6. Metformin Extended Release


(Dikutip dari Timmins P)

Setelah pelepasan dari inner solid particulate phase, metformin tersebar melalui outer phase
dan siap untuk diserap. Rerata pelepasan dari metformin XR secara signifikan lebih lambat

20
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan metformin IR, hal ini dibuktikan secara in vitro dimana metformin IR
melepaskan 90 % kandungan obatnya dalam waktu 30 menit sedangkan metformin XR
melepaskannya dalam waktu lebih dari 10 jam. Karakter ini mengindikasikan suatu kontrol
yang baik dari pelepasan obat metformin XR sehingga merendahkan potensial dari
penumpukan obat. Bila diberikan bersamaan dengan makan malam, GelShield Diffusion
System dari metformin XR berkerja seirama dengan fisiologi yang normal dari pengosongan
saluran pencernaan yang lambat pada malam hari yang menghasilkan suatu perpanjangan
masa penyerapan dari metformin sehingga dapat diberikan dengan dosis satu kali sehari.

Penyerapan metformin IR didalam saluran pencernaan dibatasi oleh permeabilitasnya


sehingga secara eksklusif penyerapan hanya terjadi didalam saluran pencernaan bagian atas.
Sehingga diperlukan pemberian beberapa kali sehari untuk mencapai dosis yang efektif.

Setelah pemberian metformin IR, kadar puncak dalam plasma (cmax) akan dicapai dalam 2
sampai 3 jam (tmax) sedangkan pada metformin XR kadar puncak tersebut dicapai dalam 7
jam. Akan tetapi hal ini tidak mengurangi penyerapan metformin XR seperti yang ditunjukan
dalam AUC yang sebanding dengan metformin IR.

Gambar 7. Rerata kadar plasma berbanding waktu pada pemberian metformin IR dan metformin XR
(Dikutip dari Timmins P)

21
Universitas Sumatera Utara
Davidson J dkk46 dalam suatu penelitian membandingkan toleransi saluran pencernaan
terhadap metformin XR dan metformin IR, ternyata dalam penelitian tersebut metformin XR
menimbulkan efek samping terhadap saluran pencernaan lebih sedikit dibandingkan dengan
metformin IR. Hal ini mendukung penggunaan metformin XR sebagai pengganti metformin
IR. Dalam suatu review, Jabbour S dkk47 menemukan pemakaian metformin XR memberikan
pengontrolan glikemik sama atau lebih baik dibandingkan dengan metformin IR dengan efek
samping yang lebih kecil. Walaupun dengan dosis kecil 500 mg sehari, metformin XR masih
efektif dalam memperbaiki resistensi insulin dan hiperinsulinemia.

22
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan adalah eksperimental berupa uji klinik acak terkontrol
(randomized control study) untuk mengetahui perbandingan efektifitas dan keluhan yang
muncul (efek samping) pada penggunaan metformin XR dibandingkan dengan metformin IR
melalui analisis kemaknaan. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif berupa narasi
dan tabel. Dan dianalisis dengan menggunakan statistik metode Chi Square dan t-Test.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian dilakukan di Halim Fertility Center mulai bulan April 2010.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian
Semua pasien yang berobat di Halim Fertility Center dengan kriteria PCOS yang
resisten terhadap Clomiphene Citrate (CC).

3.3.2 Sampel Penelitian


Besar sampel penelitian ini dihitung secara statistik berdasarkan prevalens kejadian
PCOS yang resisten insulin yaitu sebesar 1,03 % (Adrian dkk 200848) dengan
memakai rumus :
n = Zα2.P.Q
d2
n = besar sampel
Zα = nilai baku normal yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan.
Untuk α = 0,05 Æ 1,96
P = prevalens PCOS yang resisten insulin = 1.03 % = 0,0103
Q = 1 – P = 1 – 0,0103 = 0,9897
d = tingkat ketepatan = 0,05

Maka diperoleh :
n = (1,96)2 .(0,0103).(0,9897) = 15,67
(0,05)2
23
Universitas Sumatera Utara
Dengan pembulatan maka diperoleh sampel minimal sebesar 16 kasus untuk masing-
masing kelompok.

3.4 Kriteria Penelitian


3.4.1 Kriteria Inklusi :
a. Diagnosa PCOS berdasarkan ESHRE/ASRM Rotterdam consensus
b. Usia 18 – 40 tahun
c. Resisten terhadap CC (minimal 2 siklus)
d. Tidak menderita penyebab infertilitas lain (faktor suami, kelainan traktus
genitalia dan lain-lain).
e. Tidak menderita Cushing Syndrome, androgen producing tumours dan
Congenital adrenal hyperplasia atau penyakit lain yang dapat
menyebabkan gejala seperti PCOS
f. Tidak menderita diabetes Melitus atau hyperprolactinemia
g. Belum pernah operasi dengan kelainan ovarium
h. Tidak menggunakan kontrasepsi hormonal selama tiga bulan
i. Tidak perokok atau peminum alkohol berat
j. Bersedia mengikuti penelitian

3.4.2 Kriteria Ekslusi :


Menderita tumor ovarium

3.5 Variabel Penelitian


3.5.1 Variabel Independen
- Metformin XR
- Metformin IR
3.5.2 Variabel Dependen
- Ovulasi
- Kehamilan
- Efek samping (mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, diare, drop out)

24
Universitas Sumatera Utara
3.6 Kerangka Konsep Penelitian

Memenuhi kriteria inklusi


(dilakukan randomisasi)

Norethisterone 10 mg + Met XR Norethisterone 10 mg + Met IR

CC 150 mg
(Hari ke 2-6)

TVS
(Hari ke 8,12,16)

Folikel ≥ 18 mm Tidak ada folikel ≥ 18 mm

Berhubungan dgn suami


(Dalam 34-36 jam dan selang dua hari sampai 5 kali)
TVS deteksi ovulasi

Test urin

Test urin (+) Test urin (-)


Konfirmasi dgn TVS Tidak hamil

3.7 Cara Kerja


Sebelum penelitian dimulai, semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi akan diberi
penjelasan bahwa keikut-sertaan mereka dalam penelitian ini adalah bersifat suka rela. Tidak
ada imbalan yang di dapat dalam keikut-sertaan dalam penelitian ini. Jika mereka menolak
keikut-sertaan, tidak ada perbedaan perlakuan dalam hal penanganan kasus mereka. Jika
mereka bersedia mengikuti penelitian ini, surat izin keikut-sertaan akan diminta untuk
ditanda-tangani.

25
Universitas Sumatera Utara
Pasien yang bersedia mengikuti penelitian ini dibagi menjadi 2 kelompok secara acak dengan
mengambil amplop yang berisi huruf AB atau BA. Pasien dikelompokan sesuai dengan
urutan amplop yang diambil. Bila yang diambil adalah amplop AB, maka pasien pertama
dimasukan dalam kelompok A dan berikutnya dalam kelompok B. Begitu juga sebaliknya
bila yang diambil adalah amplop BA, maka pasien pertama dimasukan dalam kelompok B
dan berikutnya dalam kelompok A. Kelompok A adalah pasien yang akan menerima
metformin XR (Met XR) dan kelompok B yang akan menerima metformin IR (Met IR).
Setelah pembagian kelompok, akan dilakukan prosedur sebagai berikut :
1. Identitas, anamnesa dan pemeriksaan fisik dicatat dengan jelas
2. Untuk kelompok A diberikan tablet norethisterone 10 mg/hari selama 10 hari
untuk withdrawal bleeding dan metformin XR (Met XR) 500 mg/hari.
3. Untuk kelompok B juga diberikan tablet norethisterone 10 mg/hari selama 10 hari
untuk withdrawal bleeding dan metformin IR (Met IR) 500 mg satu kali sehari
selama satu minggu pertama, dua kali sehari selama satu minggu kedua dan
selanjutnya tiga kali sehari. Cara pemberian metformin IR yang dinaikan secara
bertahap ini berguna untuk menghindari efek samping obat tersebut.
4. Pada kedua kelompok, setiap akhir minggu pengobatan akan ditanyakan mengenai
efek samping yang terjadi.
5. Pada kedua kelompok, setelah terjadi withdrawal bleeding, akan diberikan
clomiphene citrate (CC) 150 mg selama lima hari berturut-turut yang dimulai pada
hari kedua withdrawal bleeding.
6. Untuk kedua kelompok di atas, metformin diteruskan sampai 30 hari atau
mendapatkan haid berikutnya. Metformin tersebut dilanjutkan bila terbukti pasien
tersebut hamil.
7. Trasvaginal scan (TVS) dilakukan pada hari ke delapan, duabelas dan enambelas
untuk memantau pertumbuhan folikel. Bila terdapat folikel lebih atau sama
dengan 18 mm (folikel dominan), TVS akan dilakukan setiap hari untuk
memantau terjadinya ovulasi. Pasien juga diminta untuk melakukan hubungan
dengan suaminya setelah 34-36 jam dan setiap dua hari sampai lima kali.
8. Bila tidak ditemukan adanya folikel dominan, maka pengobatan dianggap gagal
9. Bila diduga terjadi kehamilan, maka test urin untuk menditeksi dilakukan satu
minggu setelah tidak terdapat haid dari tanggal taksiran haid berikutnya.
10. Bila test urin positif, TVS akan dilakukan untuk mengkonfirmasi kehamilan.

26
Universitas Sumatera Utara
11. Semua keluhan dan efek samping akan dicatat, bila pasien tidak mampu
mentoleransi pemakaian obat, maka pengobatan akan dihentikan.

3.8 Batasan Operasional


1. Pasien dibagi dua kelompok secara acak dengan mengambil amplop yang
berisi huruf AB atau BA. Pasien dikelompokan sesuai dengan urutan amplop
yang diambil. Bila yang diambil adalah amplop AB, maka pasien pertama
dimasukan dalam kelompok A dan berikutnya dalam kelompok B. Begitu
juga sebaliknya bila yang diambil adalah amplop BA, maka pasien pertama
dimasukan dalam kelompok B dan berikutnya dalam kelompok A. Kelompok
A adalah pasien yang akan menerima metformin XR (Met XR) dan kelompok
B yang akan menerima metformin IR (Met IR).
2. Definisi PCOS berdasarkan konsensus ESHRE/ASRM, Rotterdam adalah bila
ditemukan dua dari tiga kriteria : Oligo/anovulation, gejala hiperandrogen
baik secara klinik maupun biokimia, adanya gambaran morfologi ovarium
yang polikistik dengan USG (12 atau lebih folikel-folikel dengan ukuran
diameter antara 2-9 mm dan/atau peningkatan volume ovarium (>10 ml).

Gambar 8. Morfologi polycystic ovary pada USG


(Dikutip dari Speca S)

3. Resistensi clomiphene citrate (CC resistance) didefinisikan sebagai gagalnya


berovulasi setelah pemberian CC sampai 150 mg (dosis maksimal) untuk dua
siklus
4. Amenorrhea adalah tidak adanya haid selama 3 bulan atau lebih

27
Universitas Sumatera Utara
5. Oligomenorrhea adalah siklus haid lebih dari 35 hari atau enam kali atau
kurang siklus haid dalam setahun.
6. Ovulasi didefinisikan sebagai ditemukan adanya folikel ≥ 18 mm pada
ovarium dan setelah pemantauan dengan TVS setiap hari folikel tersebut
menghilang (ruptur) dan ditemukan adanya cairan bebas di kavum Douglas.
7. Konfirmasi kehamilan yaitu ditemukan intrauterine gestational sac dengan
TVS.
8. Perokok berat didefinisikan sebagai mengisap rokok minimal 5 batang sehari.
9. Peminum alkohol berat didefinisikan sebagai meminum alkohol minimal 2
kaleng sehari.

3.9 Pengolahan Data


Hasil penelitian dicatat dan disimpan sebagai berkas data komputer dan selanjutnya dianalisa
dengan komputer menggunakan program SPSS versi 17.0 untuk windows. Untuk
perbandingan data dilakukan uji statistik dengan uji Chi square dan t-Test. Nilai dikatakan
terdapat hubungan yang bermakna apabila p < 0.05.

3.10 Etika Penelitian


Semua peserta diberi penjelasan mengenai tujuan dan cara yang dijalankan pada penelitian
ini. Penelitian dijalankan setelah didapat persetujuan secara sukarela dari masing-masing
peserta dengan menandatangani surat pernyataan persetujuan (informed consent). Setiap
peserta berhak mengetahui hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap dirinya. Karena alasan
tertentu, peserta berhak untuk menarik diri dari penelitian ini. Penelitian ini mendapat
persetujuan dari komite etika penelitian bidang kesehatan FK USU dengan No :
154/KOMET/FK USU/2010.

28
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Selama kurun waktu penelitian, didapatkan sebanyak 59 orang subjek yang memenuhi
kriteria inklusi. Mereka di kelompokan dalam 2 kelompok yaitu kelompok A (Metformin
XR) 29 orang subjek dan kelompok B (Metformin IR) 30 orang subjek secara acak sesuai
dengan urutan huruf yang terdapat didalam amplop yang diambil.

4.1 Sebaran Karakteristik


Tabel 1. Sebaran Karakteristik Subjek menurut Kelompok Penelitian

Kelompok A Kelompok B P
n = 29 n = 30
X ± SD X ± SD
Umur (tahun) 29,31 ± 3,24 28,50 ± 3,25 0,999

BMI (Kg/m2) 27,39 ± 2,28 27,52 ± 2,81 0,554

p = t-Test

Dari penelitian ini didapatkan rerata usia pada kelompok A adalah 29,31 ± 3,24 tahun dan
kelompok B adalah 28,50 ± 3,25 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistis
antara kedua kelompok dalam hal rerata usia dengan nilai p = 0,999.
Rerata BMI pada kelompok A adalah 27,39 ± 2,28 kg/m2 dan kelompok B adalah 27,52 ±
2,81 kg/m2. Dan dalam hal ini juga tidak didapati perbedaan bermakna secara statistik antara
kedua kelompok yaitu dengan nilai p = 0,554.
Dalam hal paritas, pada penelitian ini tidak dilakukan penilaian karena semua subjek
penelitian adalah nullipara.

29
Universitas Sumatera Utara
4.2 Efek Samping
Tabel 2. Efek Samping Minggu Pertama

Kelompok A Kelompok B P
n = 29 n = 30
n (%) n (%)
Mual 5 (17,2%) 7 (23,3%) 0,561
Muntah 4 (13,8%) 5 (16,7%) 1.000
Kembung 5 (17,2%) 6 (20.0%) 0,786
Nyeri Ulu Hati 3 (10,3%) 3 (10,0%) 1,000
Diare 3 (10,3%) 4 (13,3%) 1,000
Drop Out 0 0 -
p = chi Square

Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak didapati perbedaan bermakna secara
statistik antara kedua kelompok dalam hal efek samping minggu pertama yaitu mual (p =
0,561), muntah (p = 1,000), kembung (p = 0,786), nyeri ulu hati (p = 1,000) dan diare (p =
1,000). Dalam hal drop out, tidak dapat dilakukan penilaian karena masing-masing kelompok
tidak terdapat drop out pada minggu pertama ini.

Tabel 3. Efek Samping Minggu Kedua

Kelompok A Kelompok B P
n = 29 n = 30
n (%) n (%)
Mual 3 (10,3%) 11 (36,7%) 0,018
Muntah 1 (3,4%) 8 (26,7%) 0,034
Kembung 0 11 (36,7%) 0,000
Nyeri Ulu Hati 1 (3,4%) 11 (36,7%) 0,002
Diare 1 (3,4%) 7 (23,3%) 0,064
Drop Out 0 1 (3,3%) 1,000
p = chi Square

30
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaan bermakna secara statistik antara
kedua kelompok dalam hal efek samping minggu kedua yaitu pada mual (p = 0,018), muntah
(p = 0,034), kembung (p = 0,000) dan nyeri ulu hati (p = 0,002). Sedangkan pada efek
samping diare (p = 0,064) dan drop out (p = 1,000), tidak didapatkan perbedaan bermakna
secara statistik. Pada minggu kedua ini terdapat 1 (3,3%) orang subjek penelitian di
kelompok B yang drop out yang disebabkan oleh efek samping pengobatan sehingga tidak
diikut sertakan dalam penilaian berikutnya.

Tabel 4. Efek Samping setelah Minggu Kedua

Kelompok A Kelompok B P
n = 29 n = 29
n (%) n (%)
Mual 2 (6,9%) 14 (48,3%) 0,000
Muntah 0 10 (34,5%) 0,001
Kembung 1 (3,4%) 14 (48,3%) 0,000
Nyeri Ulu Hati 0 9 (31,0%) 0,004
Diare 0 9 (31,0%) 0,004
Drop Out 0 1 (3,3%) 1,000
p = chi Square

Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya perbedaan bermakna secara statistik antara
kedua kelompok dalam hal efek samping setelah minggu kedua yaitu pada mual (p = 0,000),
muntah (p = 0,001), kembung (p = 0,000), nyeri ulu hati (p = 0,004) dan diare (p = 0,004).
Sedangkan pada drop out (p = 1,000), tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik.
Pada penelitian setelah minggu kedua ini juga didapati 1 (3,4%) orang subjek penelitian di
kelompok B yang drop out yang disebabkan oleh efek samping pengobatan sehingga tidak
diikut sertakan dalam penilaian berikutnya.

Pengobatan dengan metformin pada penderita PCOS sudah umum dan banyak data yang
menunjukan manfaatnya. Akan tetapi banyak penderita yang tidak sanggup melanjutkan
pengobatan ini dikarenakan efek samping yang terjadi. Beberapa penelitian menyebutkan
efek samping ini dapat terjadi sampai 20%.43 Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi
efek samping ini seperti menaikan dosis obat secara bertahap, mengurangkan frekuensi
31
Universitas Sumatera Utara
pemberian dengan pemakaian dosis yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukan
hal yang sama, walaupun pengobatan dengan metformin IR sudah dilakukan dengan cara
menaikan dosis secara bertahap. Sebaliknya metformin XR memberikan efek samping yang
jauh lebih kecil dibandingkan metformin IR, dan penelitian ini membuktikannya.

4.3 Luaran
Tabel 5. Luaran Ovulasi dan Kehamilan

Kelompok A Kelompok B P
n = 29 n = 28
n (%) n (%)
Ovulasi 19 (65,5%) 15 (53,6%) 0,358
Hamil 7 (24,1%) 5 (17,9%) 0,561
p = chi Square

Dari hasil penelitian ini didapatkan kejadian ovulasi pada kelompok A adalah 19 (65,5%)
orang subjek dan pada kelompok B adalah 15 (53,6%) orang subjek. Walaupun terdapat
perbedaan persentase yang cukup besar (± 10%) diantara kedua kelompok penelitian ini, akan
tetapi setelah dilakukan uji statistik ternyata tidak didapatkan perbedaan yang bermakna yaitu
dengan nilai p = 0,358. Begitu juga dengan luaran kehamilan yaitu pada kelompok A adalah
7 (24,1%) orang subjek dan pada kelompok B adalah 5 (17,9%) orang subjek, juga tidak
didapatkan perbedaan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,561.

Hwu dkk36 memberikan metformin dengan dosis 500 mg tiga kali sehari untuk 12 hari
sebelum dimulai pengobatan dengan CC. Pada penelitian tersebut ovulasi ditemukan pada
42.5%. Khorram dkk44 memberikan metformin 500 mg tiga kali sehari dimulai dari hari
pertama withdrawal bleeding (setelah pemberian medroxy-progesterone acetate 10 mg
perhari selama 10 hari) dan pemberian CC pada hari ke lima sampai hari ke sembilan. Pada
penelitian tersebut ditemukan 44% dan 31% yang ovulasi dan keberhasilan untuk hamil. Pada
suatu Cochrane review74 yang menganalisa beberapa penelitian terhadap kombinasi antara
metformin dan CC pada PCOS menyimpulkan secara keseluruhan terjadi ovulasi pada 76%
wanita.

32
Universitas Sumatera Utara
Dibandingkan dengan Hwu dkk36 dan Khorram dkk44, penelitian ini menunjukan hasil yang
lebih baik yaitu dengan kejadian ovulasi sebesar 65,5% pada kelompok A dan 53,6% pada
kelompok B dibandingkan dengan hanya 42,5% pada penelitian Hwu dkk dan 44% pada
penelitian Khorram dkk. Sedangkan angka keberhasilan kehamilan pada penelitian ini
didapati lebih kecil yaitu 24,1% pada kelompok A dan 17,9% pada kelompok B
dibandingkan dengan 31% pada penelitian Khorram dkk.

Dibandingkan dengan Cochrane review43, penelitian ini menunjukan ovulasi yang lebih kecil.
Hal ini mungkin dapat disebabkan oleh seleksi subjek yang lebih ketat pada penelitian ini
yaitu subjek PCOS yang sudah resisten terhadap pengobatan CC dibandingkan dengan
Cochrane review yang mengikut sertakan semua subjek dengan PCOS.

33
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada efek samping di minggu pertama antara
pengobatan metformin XR dan metformin IR, akan tetapi tidak demikian pada minggu
berikutnya yaitu terdapat perbedaan yang sangat bermakna dimana efek samping metformin
IR jauh lebih tinggi dibandingkan dengan metformin XR. Walaupu dalam hal luaran ovulasi
dan keberhasilan untuk hamil tidak menunjukan perbedaan yang bermakna secara statistik
antara kedua kelompok, akan tetapi persentase perbedaan cukup besar yaitu mencapai ± 10%.
Dari semua ini dapat disimpulkan bahwa pemakaian metformin XR menunjukan hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan metformin IR dalam pengobatan PCOS yang resisten
terhadap CC. Dan lagi pula metformin XR dapat diberikan hanya satu kali sehari sehingga
dapat meningkatan kepatuhan pasien dalam pengobatannya.

5.2 Saran
Pada pengobatan PCOS yang memerlukan metformin dapat dianjurkan untuk menggunakan
metformin XR karena selain mempunyai efek samping yang lebih rendah, cara pemberian
lebih ringkas yang dapat diberikan sehari sekali dan juga efektifitasnya lebih baik
dibandingkan dengan metformin IR.

34
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

1. Murizah M Z, Ridzuan J, Adibah I et al. Comparison of clomiphene citrate,


metformin, or the combination of both for first-line ovulation induction, achievement
of pregnancy, and live birth in Asian women with polycystic ovary syndrome: a
randomized controlled trial. Fertility and Sterilit 2009;91(2):514-21.
2. The Rotterdam ESHRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group.
Revised 2003 consensus on diagnostic criteria and long-term health risks related to
polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2004;8:19-25.
3. Speca S, Napolitano C, Tagliafeni G. The pathogenetic enigma of polycystic ovary
Syndrome. Journal of Ultrasound 2007;10:l53-60.
4. Ruchi M, Carolyn J, Jacqueline Y. Use of metformin in polycystic ovary syndrome.
Am J Obstet Gynecol 2008;09(10):569-75.
5. Stefano P, Angela F, Francesco O. Efficacy predictors for metformin and clomiphen
citrate treatment in anovulatory infertile patients with polycystic ovary syndrome.
Fertil Steril 2009;91(6):2557-67.
6. The Thessaloniki ESHRE/ASRM-Sponsored PCOS Consensus Workshop Group
2007. Consensus on infertility treatment related to polycystic ovary syndrome.
Fertility and Sterility 2008;89(3):505-22.
7. Timmins P, Donahue S, Meeker J et al. Steady-state Pharmacokinetics of a Novel
Extended-Release Metformin Formulation. Clin Pharmacokinet 2005; 44(7):721-9.
8. Homburg R. Polycystic ovary syndrome - from gynaecological curiosity to multi
system endocrinopathy. Hum Reprod 1996;1:29-39.
9. Homburg R. Polycystic ovary syndrome. Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol
2008;22(2):261-74.
10. Amato P & Simpson J. L. The genetics of polycystic ovary syndrome. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol 2004;18:707-18.
11. Abbott D. H, Barnett D. K, Bruns C. M et al. Androgen excess fetal programming of
female reproduction: a developmental aetiology for polycystic ovary syndrome? Hum
Reprod Update 2005;11:357-74.
12. Webber L. J, Stubbs S, Stark J et al. Formation and early development of follicles in
the polycystic ovary. Lancet 2003;362:1017-21.
13. Dunaif A. Insulin resistance and the polycystic ovary syndrome: mechanisms and
implication for pathogenesis. Endocr Rev l997;18:774-800.
35
Universitas Sumatera Utara
14. Taylor A. E. Understanding the underlying metabolic abnormalities of polycystic
ovary syndrome and their implications. Am J obstet Gynecol 1998;179:94-100.
15. Poretsky L. On the paradox of insulin-induced hyperandrogenism in insulin-resistant
states. Endocrinol Rev 199;12:3-13.
16. Ben-Haroush A, Yogev Y, Fisch B. Insulin resistance and metformin in polycystic
ovary syndrome. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive
Biology 2004;115:125–133.
17. Zhang L, Rodriguez H, Ohno S et al. Serine phosphorylation of human P450c17
increases 17,20-lyase activity: implications for adrenarche and the polycystic ovary
syndrome. Proc Natl Acad Sci USA 1995;92:106-19.
18. Willis D. S, Watson H, Mason H. D et al. Premature response to luteinizing hormone
of granulosa cells from anolulatory women with polycystic ovary syndrome:
relevance to mechanisrn of anovulation. J Clin Endocrinol Metab 1998;83:3984-91.
19. Murray R. D, Davison R. M, Russell R. C. Clinical presentation of PCOS following
development of an insulinoma: case report. Hum Reprod 2000;15:86-8.
20. American Diabetes Association. In: Consensus Development Conference on lnsulin
Resistance; Diab. Care 1998;21:310-14.
21. Nestler J. E. Should patients with polycystic ovarian syndrome be treated with
metformin? Hum Reprod 2002;17:1950-3.
22. Sun X. J, Miralpeix M, Myers M. G et al. Expression and function of IRS-1 in insulin
signal transduction. J Biol Chem 1992;267:2662-72.
1. Dunaif A. Hyperandrogenic anovulation (PCOS): a unique disorder of insulin action
associated with an increased risk of non-insulin-dependent diabetes mellitus. Am J
Med 1995;98(1A):33-9.
2. Dunaif A, Segal K. R, Shelley D. R et al. Evidence for distinctive and intrinsic defects
in insulin action in polycystic ovary syndrome. Diabetes 1992;4:1257-66.
3. Nestler J. E, Stovall D, Akhter N et al. Strategies for the use of insulin- sensitizing
drugs to treat infertility in women with polycystic ovary syndrome. Fertil Steril
2002;77:210-15.
4. Huber B. M, Carey D. G, Norman R. I. Restoration of reproductive potential by
lifestyle modification in obese polycystic ovary syndrome: role of insulin sensitivity
and luteinizing hormone. J clin Endocrinol Metab 1999;84:1470-4.

36
Universitas Sumatera Utara
5. Fulghesu A. M, Villa P, Pavone V et al. The impact of insulin secretion on the ovarian
response to exogenous gonadotropins in polycystic ovary syndrome. J Clin
Endocrinol Metab 1997;82:644-8.
6. Murakawa H, Hasegawa I, Kurabayashi T et al. Polycystic ovary syndrome. Insulin
resistance and ovulatory responses to clomiphene citrate. J Reprod Med 1999;44:23-7.
7. Clark A. M, Thornley B, Tomlinson L et al. Weight loss in obese infertile women
results in improvement in reproductive outcome for all forms of fertility treatment.
Hum Reprod 1998;13:1502-5.
8. Bailey C, Turner R. Metformin. N Engl J Med 1996;334:574-9.
9. Zau M. H, Kirkpatrick S. S, Davis B. J, et al. Activation of the AMP activated protein
kinase by the antidiabetic drug metformin in vivo. J Biol Chem 2004;279:43940-51.
10. Velazquez E. M, Mendoza S. G, Hamer T et al. Metformin therapy in Polycystic
ovary syndrome reduces hyperinsulinemia, insulin resistance, hyperandrogenaemia
and systolic blood pressure while facilitating normal menses and pregnancy. Metab
Clin Exp 1994;43:647-54.
11. Genazzani A. D, Battaglia C, Malavasi B et al. Metformin administration modulates
and restores luteinizing hormone spontaneous episodic secretion and ovarian function
in nonobese patients with polycystic ovary syndrome. Fertil Steril 2004;8:114-9.
12. Kolodziejczyk B, Duleba A. J, Spaczynski R. Z et al. Metformin therapy decreases
hyperandrogenism and hyperinsulinemia in women with polycystic ovary syndrome.
Fertil Steril 2000;73 :1149-54.
13. Barbieri R. L. Clomiphene versus metformin for ovulation induction in polycystic
ovary syndrome: the winner is ? J clin Endocrinol Metab 2007;92:3399-401.
14. Hwu Y. M, Lin S. Y, Huang W. Y et al. Ultra-short metformin pretreatment for
clomiphene citrate-resistant polycystic ovary syndrome. Int J Gynaecol Obstet
2005;90:39-43.
15. Rouzi A. A, Ardawi M. S. A randomized controlled trial of the efficacy of
rosiglitazone and clomiphene citrate versus metformin and clomiphene citrate in
women with clomiphene citrate-resistant polycystic ovary syndrome. Fertil Steril
2006;85:428-35.
16. Vrbikova J, Hill M, Starka L et al. Prediction of the effect of mefformin treatment in
patients with polycystic ovary syndrome. Gynecol obstet lnvest 2002;53:100-4.
17. Baysal B, Batukan M, Batukan C. Biochemical and body weight changes with
metformin in polycystic ovary syndrome. Clin Exp Obstet Gynecol 2001;28:212-4.
37
Universitas Sumatera Utara
18. Fleming R, Hopkinson Z. E, Wallace A. M. Ovarian function and metabolic factors in
women with oligomenorrhea treated with metformin in a randomized double blind
placebocontrolled trial. J Clin Endocrinol Metab 2002;87:569-74.
19. Glueck C. J, Wang P, Fontaine R et al. Metformin induced resumption of normal
menses in 39 of 43 (91%) previously amenorrheic women with the polycystic ovary
syndrome. Metabolism 1999;48:511-9.
20. Glueck C. J, Tracy T, Sieve-smith L et al. Metformin to restore normal menses in
oligo-amenorrheic teenage girls with polycystic ovary syndrome (PCOS). J Adolesc
Health 2001;29:160-9.
21. Lord J. M, Flight I. H. K, Norman R. I. Metformin in polycystic ovary syndrome:
systematic review and meta-analysis. BMJ 2003;327 (7421):951-60 .
22. Khorram O, Jason P, Helliwell et al. Two weeks of metformin improves clomiphene
citrate-induced ovulation and metabolic profiles in women with polycystic ovary
syndrome. Fertil Steril 2006;85:1448-51.
23. Bailey CJ, Turner RC. American Diabetes Association, “Standards of Medical Care in
Diabetes Mellitus 2009”, Diabetes Care, 2009; 32(1):13-61
24. Davidson J, Howlett H. New prolonged-release metformin improves gastrointestinal
tolerability. British Journal of Diabetes and Vascular Disease 2004;4(4):273-77
25. Jabbour S, Ziring B. Advantages of extended-release metformin in patients with type
2 diabetes mellitus. Postgraduate Medicine 2011;123(1):15-23
26. Adrian S. Identifikasi Resistensi tnsulin pada pasien pcos dengan Menggunakan
Fasting Glucose/Insulin Ratio (G:I Ratio). Tesis obgin, 2008.

38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LEMBARAN PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Ibu-ibu Yth,

Nama saya dr. Hedy Tan, saat ini saya sedang menjalani program adaptasi Dokter
Spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

Saya sedang meneliti tentang pemakaian obat insulin sensitizer (Metformin XR dan
Metformi IR) pada pasien dengan Polycystic Ovary Syndrome(PCOS) yang sudah
resisten terhadap Clomiphene Citrate (CC). Banyak penemuan yang mengatakan
bahwa pasien dengan PCOS juga mempunyai resistensi terhadap insulin, sehingga
pemberian obat untuk induksi ovulasi seperti CC tidak bekerja dengan baik. Dengan
diberikan obat insulin sensitizer seperti Metformin, hal ini akan membantu untuk
menurunkan resistensi insulin sehingga pemberian obat induksi ovulasi dapat bekerja
dengan baik, sehingga saya tertarik untuk meneliti hal tersebut.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas dan efek samping
pemakaian Metformin XR dan Metformin IR pada pasien PCOS yang sudah resisten
terhadap CC.

Adapun manfaat penelitian ini bagi ibu-ibu, diharapkan bila terbukti bahwa efektifitas
Metformin XR sebanding atau lebih baik dari Metformin IR dan juga efek samping nya
lebih baik, maka hal ini dapat dipergunakan untuk membantu induksi ovulasi dan ibu-ibu
akan mendapatkan siklus haid yang teratur dann juga kemungkinan untuk hamil.

Pada penelitian ini, saya akan menanyakan tentang riwayat ibu, melakukan
pemeriksaan fisik, transvaginal scan dan juga pemberian obat-obatan, ibu-ibu akan
dipantau setiap minggu untuk melihat kemajuan pengobatan dan juga memantau efek
samping dari pengobatan.

Penelitian ini tidak berbahaya, apabila terjadi efek samping terkait dengan penelitian ini
akan ditangai oleh peneliti. Biaya penelitiann ini sepenuhnya tidak dibebankan kepada
ibu-ibu. Partisipasi ibu-ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan

Universitas Sumatera Utara


maupun tekanan dari pihak manapun. Seandainya ibu-ibu menolak untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini, maka ibu tidak akan kehilangan hak sebagai pasien.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan ibu-ibu
yang terpilih sebagai sukarela dapat mengisi lembaran persetujuan turut serta dalam
penelitian ini yang telah dipersiapkan.

Terima kasih saya ucapkan kepada ibu-ibu yang telah berpatisipasi di dalam penelitian
ini. Juka selama menjalani penelitian ini terdapat hal-hal yang kurang jelas maka ibu-ibu
dapat menghubungi saya, dr. Hedy Tan, Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU,
Telp : 061-76762111 atau telepon genggam 081397808000. Terima kasih.

Medan, 201…

Hormat saya,

dr. Hedy Tan

Universitas Sumatera Utara


LEMBARAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :…………………………………………………………………….

Umur :……… tahun

Alamat :……………………………………………………………………

Dengan ini menyatakan :

Setelah mendapat penjelasan sepenuhnya dan menyadari serta memahami tentang


maksud dan tujuan serta tata laksana penelitian yang berjudul :

Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Pemakaian Metformin XR dan


Metformin IR dalam Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphene
Citrate

Saya menyatakan bersedia / tidak keberatan untuk dilibatkan dan berpartisipasi dalam
penelitian ini, dengan sewaktu – waktu dapat mengundurkan diri karena berbagai
alasan.

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan penuh
tanggung jawab tanpa paksaan dari pihak manapun.

Medan, 201…

Peneliti, Yang Membuat Pernyataan,

Dr. Hedy Tan …………………………………………….

Universitas Sumatera Utara


Koleksi Data

Nomor :……….. Kelompok :A/B

Nama :………………………………………………………….

Umur :………………..tahun

Paritas :……………….

Berat Badan :………………..kg

Tinggi Badan :……………….cm

BMI :……………….kg/m2

Efek Samping :

Efek Samping Minggu 1 Minggu 2 ¾ Minggu 2


Mual
Muntah
Kembung
Nyeri Ulu Hati
Diare
Drop Out

TVS :

TVS Hasil
Folikel (hari ke 8) mm
Folikel (hari ke 12) mm
Folikel (hari ke 16) mm
Ovulasi Ovulasi / tidak ovulasi
Hamil Hamil / tidak hamil

Universitas Sumatera Utara


Perbandingan Efektifitas dan Efek Samping Pemakaian Metformin XR dan Metformin IR dalam Pengobatan PCOS yang Resisten terhadap Clomiphen Citrate 
No. Urut Nama Umur (thn) Paritas BMI (Kg/m2) Kelompok Efek Samping Minggu ke I Efek Samping Minggu ke II Efek Samping setelah Minggu ke II Outcome
Mual Muntah Kembung Nyeri Ulu Hati Diare Drop Out Mual Muntah Kembung Nyeri Ulu Hati  Diare Drop Out Mual  Muntah Kembung Nyeri Ulu Hati Diare Drop Out Ovulasi Hamil
1 Ria Theresia 25 0 26.82 A tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
2 Indri 29 0 33.33 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
3 Friska 35 0 30.43 A tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
4 Verawati 26 0 32.91 B ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
5 Rivana 29 0 28.65 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
6 Dewi 36 0 25.79 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
7 Bertha 26 0 27.74 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada ada ada tdk ada Ovulasi Hamil
8 Anita 29 0 28.71 A ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
9 Rahma Syari 31 0 27.96 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
10 Sondang 26 0 30.75 B ada ada ada tdk ada ada tdk ada ada ada ada ada ada ada
11 Monalisa 34 0 23.91 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
12 Rika Andriani 30 0 28.19 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
13 Elizabeth Pardede 27 0 28.96 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
14 Nova Juliana 26 0 22.19 A ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
15 Mirda 33 0 27.79 B ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
16 Kartini Dewi 26 0 24.99 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
17 Nurlela Sari 35 0 20.31 B ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
18 Nila Puspita 27 0 26.83 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
19 Nurintan 32 0 30.06 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
20 Wenny  29 0 26.49 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
21 Tina 26 0 28.18 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
22 Nurul 25 0 28.22 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
23 Hermy Ekanita 30 0 31.85 A ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
24 Irayanti 32 0 26.64 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
25 Rosmawaty 27 0 26.16 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
26 Despita 24 0 28.44 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
27 Dewi Lestari 35 0 27.71 B tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada ada tdk ada ada ada ada tdk ada ada ada ada ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
28 Sri Nani 30 0 27.41 A ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
29 Melawaty 35 0 27.73 A tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
30 Brenda 26 0 24.27 B ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
31 Octanova 26 0 27.86 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
32 Sicilia 27 0 28.27 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
33 Frisca Farida 34 0 30.26 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
34 Dina Putri 24 0 27.09 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
35 Indrawati 29 0 27.58 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
36 Mona 30 0 26.95 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
37 Cathrine 34 0 28.92 B tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
38 Karningsih 25 0 23.31 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
39 Sintyche 30 0 26.01 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
40 Gisella 33 0 30.26 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
41 Christina 24 0 21.36 B ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
42 Rosmawani 27 0 26.49 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
43 Febrina 26 0 23.82 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
44 Keumalah  27 0 23.13 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
45 Novita 27 0 24.89 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
46 Juliana 26 0 29.09 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi Hamil
47 Widiawati 31 0 28.51 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
48 Sriyanti 30 0 29.11 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
49 Windawati 27 0 28.06 A ada ada ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
50 Juliawaty 27 0 27.35 B tdk ada tdk ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada tdk ada ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
51 Cyntia 28 0 29.26 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
52 Melawaty 31 0 29.94 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
53 Susana 26 0 26.62 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
54 Andriana 29 0 27.53 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
55 Bernita 28 0 25.3 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada Ovulasi tdk hamil
56 Ernita 32 0 27.7 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
57 Husna 27 0 29.21 B ada ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada ada ada ada ada tdk ada tdk ada ada ada ada ada ada ada
58 Julita 30 0 28.07 A tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil
59 Lindawati 29 0 26.22 B tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ada tdk ovulasi tdk hamil

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai