SKRIPSI
Oleh:
HEXY TRI PRIMA PUTRA
066109004
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi Pada Program Studi Faramasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pakuan
Bogor
Oleh:
HEXY TRI PRIMA PUTRA
066109004
Menyetujui,
Pembimbing II Pembimbing I
Mengetahui,
Dekan Ketua Program Studi
FMIPA-UNPAK Farmasi
Terima kasih kepada Allah swt yang Kubil, Hikmah) & Om Zaldi Rusli
telah memberikan kenikmatan yang telah membantu dalam proses
berupa kesehatan, iman dan islam penelitian dan juga terimakasih
sehingga penulis dapat kepada teman-teman farmasi 2009
menyelesaikan skripsi ini dengan yang tidak bisa disebutkan satu
Kehendak-Mu. persatu yang sudah memberikan
semangat dalam bentuk doa dan
Terimakasih kepada kedua orang
dukungannya
tuaku tercinta yang selalu
memberikan doa,semangat dan My sweetheart Melda haryani
dukungannya dengan penuh (mySupiek) yang telah Allah
ketulusan. ciptakan untuk mendampingiku,
untuk doa yang tiada henti dan
Terimakasih kepada Best Friend :
semangat yang terus mengiringiku.
The "Gan" (Bibiw, Aji, Adul, Mul,
Dedy, Bayau, Harun, Oplo, Bia,
“Alasan kenapa seseorang tak pernah meraih cita-citanya adalah karena dia
tak mendefinisikannya, tak mempelajarinya, dan tak pernah serius
berkeyakinan bahwa cita-citanya itu dapat dicapai”
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul ″Formulasi dan Uji Efektivitas Sediaan Emulsi Perangsang
Pertumbuhan Rambut Ekstrak Seledri (Apium Graveolens Linn.)″. Skirpsi ini
diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi S1 di Program Studi
Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan,
Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak. Maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Haryanto Susilo selaku pembimbing I dan Dra. Dwi Indriati, Apt
selaku pembimbing II, terimakasih atas bantuan yang telah diberikan baik
saran maupun pengarahan kepada penulis selama dalam bimbingan.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Ketua
Jurusan Program Studi Farmasi, Universitas Pakuan.
3. Dra. Ike Yulia W, M.Farm., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi
Universitas Pakuan.
4. Kepada kedua orangtua, yang telah memberikan bantuan moril maupun
material serta dukungan dan doanya.
5. Sahabat dan teman-teman Farmasi angkatan 2009, terima kasih atas
semangat, doa serta kebersamaannya.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun untuk membantu kesempurnaan penulisan ini. Semoga
skripsi ini dapat memberikan informasi yang sangat bermanfaat.
Penulis
RINGKASAN
Hexy Tri Prima Putra. 066109004. 2013. Formulasi dan Uji Efektivitas
Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut Ekstrak Herba Seledri
(Apium graveolens Linn). Dibawah Bimbingan Dr. Haryanto Susilo dan Dra.
Dwi Indriati, Apt
Hexy Tri Prima Putra. 066109004. 2013. The Formulation and The
Effectiveness test of Emulsion Preparation Herbal Extract Celery (Apium
graveolens Linn) of Hair Growth. Academic Advisors: Dr. Haryanto Susilo
and Dra. Dwi Indriati, Apt
Gambar Halaman
1. Tanaman Seledri ..................................................................................... 4
2. Struktur rambut ....................................................................................... 7
3. Rambut pada fase Anagen ...................................................................... 9
4. Rambut pada fase katagen ...................................................................... 9
5. Rambut pada fase telogen ..................................................................... 10
6. Kelinci Percobaan ................................................................................. 20
7. Serbuk Simplisia Herba Seledri ............................................................ 30
8. Ekstrak kental Herba Seledri ................................................................ 32
9. Hasil Formula Sediaan Emusli Ekstrak Herba Seledri ......................... 35
10. Grafik pengamatan uji stabilitas pH sediaan emulsi pada
suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai
minggu ke 8 .......................................................................................... 38
11. Grafik pengamatan uji stabilitas bobot jenis (bj) sediaan emulsi
pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0
sampai minggu ke 8 .............................................................................. 40
12. Grafik pengamatan uji stabilita viskositas sediaan emulsi pada
suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai
minggu ke 8 .......................................................................................... 42
13. Histogram rata-rata panjang rambut kelinci setelah memperoleh
perlakuan pengolesan sediaan emulsi ekstrak herba seledri. ................ 44
14. Histogram persentase kenaikan pertumbuhan rambut
masing-masing perlakuan dibandingkan dengan kontrol tanpa
perlakuan. ............................................................................................. 45
15. Pertumbuhan panjang rambut kelinci setiap minggu ........................... 48
16. Hasil uji fitokimia ekstrak herba seledri ............................................... 62
17. Rumus Bangun MetilParaben ............................................................... 75
18. Rumus Bangun Propil Paraben ............................................................. 75
19. Alat-alat Pada Penelitian ...................................................................... 77
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Komposisi Formula Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan
Rambut ................................................................................................. 25
2. Daftar analisis ragam untuk RAK ........................................................ 29
3. Kaidah keputusan ................................................................................. 29
4. Hasil Rendemen Serbuk dan Ekstrak Herba Seledri ............................ 33
5. Hasil Uji Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Herba Seledri .................... 33
6. Hasil Pengamatan Organoleptik Basis, Formula A, B dan C
Pada Suhu Kamar (25-30°C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan ............. 36
7. Hasil Pengamatan pH Basis, formula A, B, dan C Pada Suhu
Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai
minggu ke 8. ......................................................................................... 38
8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Formula A, B dan C serta Basis
Pada Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan. ........... 40
9. Hasil Pengamatan Viskositas Formula A, B dan C serta Basis
Pada Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu Dipercepat (40° C)................ 41
10. Panjang rata-rata rambut kelinci selama perlakuan .............................. 44
11. Data persentase kenaikan pertumbuhan panjang rambut masing-masing
perlakuan dibandingkan dengan kontrol normal. ................................. 45
12. Hasil pengujian kadar abu serbuk simplisia herba seledri .................... 60
13. Hasil pengujian kadar abu ekstrak simplisia herba seledri ................... 60
14. Kadar Air serbuk simplisia dan ekstrak herba seledri .......................... 61
15. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 1 .................................. 71
16. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 2 .................................. 71
17. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 3 .................................. 72
18. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 4 .................................. 72
19. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 5 .................................. 73
20. Pertumbuhan rambut kelinci pada minggu ke- 6 .................................. 73
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema Proses Penelitian Secara Umum ............................................... 54
2. Bagan Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Seledri .............................. 55
3. Bagan Pembutan Ekstrak Herba Seledri ............................................... 56
4. Bagan Pengujian Sediaan Emulsi Perangsang Pertumbuhan Rambut
Pada Hewan Coba. ................................................................................ 57
5. Denah pemberian perlakuan sediaan emulsi perangsang
pertumbuhan rambut pada kelinci ........................................................ 58
6. Data Hasil Determinasi Herba Seledri (Apium graveolens Linn.) ....... 59
7. Penetapan Kadar Abu Total.................................................................. 60
8. Kadar air serbuk simplisia, kadar air ekstrak dan perhitungan
rendemen serbuk simplisia herba seledri dan ekstrak kental herba
seledri ................................................................................................... 61
9. Hasil uji Fitokimia ................................................................................ 62
10. Hasil uji statistik pertumbuhan panjang rambut kelinci ....................... 63
11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap
pertumbuhan rambut kelinci. ................................................................ 65
12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1 sampai
minggu ke- 6 ......................................................................................... 71
13. Uraian bahan formulasi sediaan emulsi ................................................ 74
14. Daftar alat-alat yang digunakan pada penelitian .................................. 77
15. Data Keterangan Jenis Kelinci Percobaan ............................................ 78
16. Gambar cara pengukuran panjang rambut. ........................................... 79
BAB I
PENDAHULUAN
Sejak zaman dahulu secara tradisional banyak tanaman di sekitar kita telah
digunakan sebagai pemacu pertumbuhan rambut. Dalimartha (1999) mencatat ada
beberapa tanaman yang secara empiris digunakan oleh masyarakat untuk
merangsang pertumbuhan rambut dan banyak yang didasarkan secara ilmiah,
salah satunya adalah herba seledri.
Herba seledri secara empiris dapat mempengaruhi pertumbuhan rambut
(Dalimartha, 1999). Pada penelitian yang dilakukan oleh Winanti diketahui bahwa
seledri berkhasiat memberikan efek dalam mempercepat pertumbuhan rambut
(Winanti, 2005). Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Rahayu menunjukkan
bahwa seledri berkhasiat sebagai penyubur rambut (Sri Rahayu, 2007), dari
penelitian tersebut diketahui bahwa flavonoid dan saponin adalah senyawa kimia
yang berperan dalam memacu pertumbuhan rambut. Saponin mempunyai
kemampuan untuk membentuk busa yang berarti mampu membersihkan kulit dari
kotoran serta sifatnya sebagai counteriritan, yang dapat meningkatkan sirkulasi
darah perifer sehingga meningkatkan pertumbuhan rambut. Flavonoid mempunyai
aktivitas sebagai bakterisida sehingga dapat mempercepat pertumbuhan rambut
dan mencegah kerontokan (Marchaban, 2007).
Dari penjelasan mengenai herba seledri yang telah diteliti berkhasiat
mempercepat pertumbuhan rambut, maka pada penelitian ini akan dilakukan
formulasi dan uji efektivitas sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut.
Alasan pemilihan bentuk sedian emulsi dikarenakan emulsi mudah menyebar,
tidak lengket dan untuk mendapatkan efek pelembut atau emolien jaringan dari
preparat sediaan serta mudah dihilangkan (Ansel, 1989). Diharapkan dalam
bentuk sediaan emulsi ini ekstrak seledri memiliki prospek yang baik sebagai
sediaan perangsang pertumbuhan rambut.
1.3 Hipotesis
1. Herba seledri dapat diformulasikan sebagai sediaan emulsi perangsang
pertumbuhan rambut yang stabil.
2. Ada salah satu formula emulsi ekstrak herba seledri yang paling efektif
sebagai perangsang pertumbuhan rambut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jika seledri ditanam di daerah tropik, ukuran batangnya kurang besar sehingga
seluruh bagian seluruh bagian tanaman digunakan sebagai sayur, seledri dapat
diperbanyak dengan biji (Dalimartha, 1999).
endosperm tersusun oleh sel parenkim yang berdinding agak tebal dan berisi
minyak, juga sebagian dari sel tersebut berisi kristal kalsium oksalat berbentuk
roset dengan diameter 2-8 mikrometer (Syamsuhidayat, 1991).
2.2 Rambut
Rambut terbentuk dari keratin oleh matriks sel folikel rambut. Ada dua
tipe rambut yaitu: rambut vellus dan rambut terminal, dimana rambut vellus
terdapat pada seluruh tubuh selain telapak tangan dan telapak kaki. Rambut
terminal merupakan rambut yang lebih tebal, berpigmen dan terdapat pada kulit
kepala, alis, jenggot, bulu mata dan daerah tubuh lainnya (Ditjen POM, Depkes
RI, 1985).
7
kutikula Epidermis
korteks
dermis
medula
Kelenjar sebaseous
Papila dermal
sehingga bagian dalam dari akar rambut terdisintegrasi dan menghilang (Dawber,
1991). Rambut pada fase katagen dapat dilihat pada Gambar 4.
Anagen V-VI
Anagen IV
Batang rambut
Selubung Bulb
akar
Basal lamina
Papila dermal
Batang rambut
Folikel rambut
rambut yang sedang mengalami masa istirahat umpamanya dalam keadaan stress,
demam tinggi atau pada penyakit kronis dan kerontokan rambut lainnya adalah
efluvium anagenik, yaitu kerontokan rambut yang terjadi pada rambut yang
sedang dalam masa tumbuh, umpamanya dalam pemakaian obat sitostatik
(Wasiaatmadja,1997)
Kelainan batang rambut antara lain rambut bermanik, berpilin, bercincin,
terbelah dan rambut beruban sebelum waktunya. Gangguan ketombe berupa
pengelupasan sel kulit kepala yang berlebihan, terjadi ketika proses keratinisasi
belum sempurna. Gangguan ketombe dapat disertai dengan penggarukan
berlebihan sehingga dapat memicu terjadinya kebotakan. Kebotakan (alopesia)
dapat terjadi karena kerontokan rambut yang berlangsung terus menerus dalam
waktu yang lama atau terjadi kerontokan rambut dalam jumlah yang sangat besar
dalam waktu singkat. Menurut Wasiaatmadja, kebotakan dibagi menjadi 4
macam, tergantung pada besar dan luas daerah yang terkena yaitu alopesia difusa,
alopesia areata, alopesia totalis, dan alopesia universalis. Alopesia difusa
merupakan kerontokan rambut yang mengenai seluruh bagian kepala, namun
masih ada sedikit rambut yang tersisa sehingga rambut terlihat sangat jarang.
Sedangkan alopesia areata merupakan kehilangan seluruh rambut pada satu atau
beberapa daerah kepala sehingga terlihat bercak botak diantaranya bagian lain
yang rambutnya baik. Alopesia totalis merupakan kehilangan rambut mengenai
hampir seluruh daerah kepala (>75%) atau lebih, sedangkan alopesia universalis
adalah kehilangan rambut dalam seluruh bagian badan termasuk kumis, jenggot,
alis, pubis dan ketiak (Wasiatmadja 1997).
mengalami kebotakan. Secara hormonal, ada salah satu hormon yaitu androgen,
dalam kadar tertentu menyebabkan rambut rontok, misalnya kerontokan yang
terjadi pada neonatus, pubertas, atau dewasa. Kebotakan terpola dipengaruhi oleh
hormon dihydrotestosterone (DHT) dan faktor genetik kenaikan DHT
menyebabkan kerusakan pada kantung rambut sehingga menyebabkan jumlah
rambut berkurang DHT diproduksi ketika enzim didalam sel rambut (5 alpha
reduktase) yang secara genetik mempengaruhi hormone Testosterone (T) menjadi
DHT. Kehamilan juga dapat menyebabkan kerontokan rambut.
Berkaitan dengan faktor imunologis, imunitas humoral diduga berperan
pada kebotakan (alopesia areata) yang ditunjukkan dengan deposit IgG dan IgM
selain itu defisiensi gizi seperti kurangnya asupan vitamin (B12, asam folat, D,
biotin) mineral (Fe, Zn) dan protein. Stres psikis dan trauma fisik, misalnya
tekanan, tarikan, suhu rendah sekali atau tinggi. Faktor penyakit seperti penyakit
kulit tertentu, misalnya lupus eritematosus, sarkoidosis, penyakit jamur dan
infeksi bakteri atau virus dan penyakit sistemik misalnya tifoid, malaria, sifilis
dapat menyebabkan kerontokkan rambut. Selain itu, obat sistemik misalnya obat
anti kanker, yodium, viatamin A dosis tinggi, penurun kolesterol (Clofibrate),
parkinson (levodopa), serta penyebab lain yang tidak/belum diketahui.
Faktor immunologis dan pembuluh darah merupakan dua faktor yang
paling berpengaruh dalam pertumbuhan dan kerontokan rambut. Penyebab
kerontokan rambut pada pria dan wanita yang paling umum ditemukan adalah
meningkatnya kadar hormon DHT yang menyebabkan kerusakan pada kantung
rambut sehingga jumlah rambut berkurang sedangkan pada faktor pembuluh
darah, ditemukan bahwa penyakit atherosklorosis mengakibatkan pertumbuhan
rambut berkurang. Apabila sirkulasi ke kulit kepala berkurang, maka pemberian
nutrisi dan pembuangan sampah juga akan berkurang yang akhirnya
mengakibatkan kerusakan dan kerontokan rambut (Wasiatmadja, 1997).
13
kapsikum (tingtur cabe 1%), kinina-HCl, pirogalol 5%, resorsin 5%. Kantaridina
tidak dianjurkan digunakan karena termasuk kounteriritan yang kuat. Efek
vasodilator dapat memperlebar pembuluh darah, sehingga aliran darah meningkat
dan faal tubuh menjadi lebih aktif, metabolisme meningkat dan pembelahan sel
dipercepat sehingga merangsang pertumbuhan rambut. Sediaan yang mengandung
vasodilator tidak termasuk sediaan kosmetika. Vasodilator yang lazim digunakan
adalah pilokarpin.
Efek stimulan pada kelenjar sebum terjadi pada sekelompok zat, baik alam
maupun sintetik yang dapat mempengaruhi sekresi kelenjar sebum. Kelompok zat
ini meliputi: asam salisilat, belerang, etanol, garam kinina, garam pilokarpin,
kolesterol, lesitin, metil linoleat, resorsin, resorsin asetat, tingtur jaborandis, dan
tingtur kina. Efek zat kondisioner rambut digunakan untuk memperbaiki kondisi
rambut, merangsang pertumbuhan rambut, dan mencegah kerontokan rambut.
Kelompok zat ini meliputi: allantoin, asam pantotenat, azulen, biotin, kamomil,
minyak cambah, pantotenol, polipeptida, vitamin E, vitamin F. Vitamin F adalah
campuran beberapa jenis asam poli tak jenuh, terutama asam linoleat dan asam
arakinotarakinot. Asam pantotenat umumnya digunakan dengan kadar hingga
lebih kurang 1% dan pH diatur antara 4 - 7, untuk menghindari terjadinya
hidrolisa. Azulen digunakan hingga batas kadar maksimum 0,01 - 0,02%.
Alantoin dengan kadar maksimum lebih kurang 0,2%.
Hormon kelamin dapat mempengaruhi aktivitas kelenjar sebum dan
keratinisasi. Dalam sediaan perangsang pertumbuhan rambut sering dijumpai
estradiol, stilbestrol atau heksestrol. Di Indonesia penggunaan hormon dalam
sediaan kosmetika dilarang. Antiseptikum yang paling lazim digunakan adalah
derivat fenol atau senyawa ammonium kuarterner. Derivat fenol meliputi: p-amil
fenol, asam salisilat, o-fenil fenol, o-kloro-o-fenil fenol, p-kloro-m-kresol, p-
kloro-m-silenol, klorotimol. Senyawa amonium kuarterner umumnya lebih baik
dibandingkan dengan derivat fenol karena spektrum aktivitasnya lebih luas .
Senyawa ammonium kuarterner yang paling lazim digunakan meliputi,
alkil dimetil benzil amonium klorida, laurel iso kuinolinium bromida, setil
piridinium klorida, setil trimetil amonium bromida. Umumnya antiseptikum
15
digunakan dengan batas kadar maksimum kurang dari 1%, kecuali resorsin
maksimum 5%. Aneka zat lain yang berperan adalah zat yang memiliki
keanekaan efek meliputi: bio-plasenta, bio-stimulan hewani, bio-stimulan nabati,
ekstrak cambah, lidah buaya, dan tanin. Sediaan perangsang pertumbuhan rambut
terdapat dalam bentuk emulsi atau krim, atau larutan.
2.6 Emulsi
Menurut Anief (1997) emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat
yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak. Dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan air dan
minyak yang terpisah. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yag
paling penting agar memperoleh emulsi yang baik. Semua emulgator bekerja
dengan membentuk film atau lapisan di sekeliling butir-butir tetesan yang
terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen dan
terpisahnya cairan dispersi sebagai fase terpisah.
Secara umum terdiri dua macam tipe emulsi yaitu emulsi dinyatakan
sebagai sistem minyak dalam air (m/a), jika fase dispersi merupakan fase yang
tidak bercampur dengan air, dan air merupakan fase kontinyu. Jika terjadi
sebaliknya maka emulsi tersebut dinyatakan emulsi air dalam minyak (a/m).
Dalam sediaan emulsi kosmetik, biasanya fase air dan fase minyak bukan
merupakan komponen tunggal, tetapi dalam setiap fase tersebut kemungkinan
mengandung beberapa macam komponen.
Menurut Depkes (1985), sediaan umumnya terdiri dari bahan aktif, fase
minyak, fase air, emulgator, pengawet dan antioksidan. Emulsi yang mempunyai
fase dalam minyak dan fase luar air diberi tanda sebagai emulsi ″m/a″. Sebaliknya
emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut emulsi
″a/m″, contoh fase minyak antara lain minyak jarak, minyak jagung, dan lain-lain,
sedangkan fase air yang biasa digunakan adalah aquadest.
Emulgator harus mempunyai kualitas tertentu. Salah satunya, emulgator
harus dapat bercampur dengan bahan formatif lainnya dan tidak boleh
16
mengganggu stabilitas atau efikasi dari zat terapeutik dan harus stabil dan tidak
boleh terurai dalam preparat (Ansel, 1989). Emulgator membantu terbentuknya
emulsi dengan tiga jalan yaitu penurunan tegangan antar muka (stabilitas
termodinamika), terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik
terhadap koalesen) dan melalui terbentuknya lapisan ganda listrik yang
merupakan pelindung listrik dari partikel. Penurunan tegangan antar muka dapat
menurunkan tenaga bebas antar muka yang terjadi pada dispersi, tetapi peranan
emulgator yang paling penting adalah pelindung antar muka karena dapat
mencegah koalesen (Anief, 1993).
Pengawet sangat penting dalam sediaan emulsi karena emulsi
mengandung sejumlah komponen seperti karbohidrat, protein, sterol dan fosfatida
yang memudahkan perkembangbiakan mikroba. Selain itu dapat terjadi
kontaminasi melalui udara, alat ataupun personel. Sehingga perlu memilih
pengawet yang tepat dengan konsentrasi yang sesuai dan pemilihan antioksidan
karena minyak mudah menjadi tengik dalam air. Contoh pengawet yang
digunakan antara lain metil paraben dan propil paraben.
Umumnya, sediaan kosmetik yang beredar adalah sistem minyak dalam
air, karena mudah menyebar pada permukaan kulit. Dengan pemilihan komponen
formula yang tepat, akan diperoleh emulsi yang tidak berlemak dan tidak lengket.
Menurut Depkes (1985) zat pengemulsi yang ideal harus memenuhi syarat berikut
diantaranya dapat menurunkan tegangan antar permukaan menjadi kurang 5
dyne/cm untuk emulsi yang dapat dibuat dengan pengadukan intensif, harus cepat
terabsorbsi pada partikel yang terdispersi sehingga membentuk lapis tipis yang
tidak lengket dan tidak mudah pecah waktu terjadi benturan antara dua partikel,
sehingga tidak terjadi koagulasi atau koalesensi, harus mempunyai struktur
molekul yang spesifik, gugusan polar berada dibagian air dan gugusan nonpolar
berada dibagian minyak, larut dalam fase kontinyu sehingga mudah diserap di
sekeliling partikel emulsi, harus cukup memberikan potensial elektrokinetik,
dapat mempengaruhi viskositas emulsi, dalam kadar yang relatif kecil mampu
mengemulsikan, harganya relatif murah, tidak toksik dan aman digunakan.
17
2.7 Ekstraksi
Proses ekstraksi merupakan suatu proses penarikan zat pokok yang
diinginkan dari bahan mentah obat atau simplisia dengan menggunakan pelarut
yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Sistem pelarut yang digunakan
dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan
18
jumlah yang maksimum dari zat aktif dan seminimum mungkin bagi unsur yang
tidak diinginkan (Ansel, 1989).
Pelarut etanol memiliki kelebihan sebagai pelarut karena lebih selektif,
tidak beracun, netral, pada kadar tertentu dapat membunuh kuman, absorbsinya
baik, etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, lebih cepat
dalam proses pemekatan. Etanol dapat melarutkan alkaloid basa, minyak
menguap, glikosida, kurkumin, kumarin, antrakinon, flavonoid, steroid, damar
dan klorofil. Lemak, tanin dan saponin hanya sedikit larut sehingga zat
pengganggu yang larut hanya terbatas. Pada umumnya peningkatan penyarian
atau ekstraksi dilakukan dengan cara menggunakan sistem pelarut campur berupa
etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung dari bahan yang
akan disari (Depkes RI, 1986).
2.7.1 Maserasi
Metode ekstraksi yang digunakan tergantung dari wujud dan kandungan
bahan yang akan disari. Metode dasar penyarian adalah infundasi, maserasi,
perkolasi dan sokletasi. Pemilihan metode penyarian disesuaikan dengan
kepentingan untuk memperoleh kandungan kimia yang diinginkan (Depkes RI,
1986).
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dengan derajat halus tertentu dalam cairan
penyari. Maserasi biasa digunakan untuk menyari simplisia yang zat aktifnya
mudah larut dalam cairan penyari yang digunakan. Pada maserasi yang sederhana,
selama proses penyarian perlu dibiarkan beberapa waktu untuk mengendapkan
zat-zat kimia yang diperlukan (Depkes RI, 1986).
Keuntungan cara penyarian maserasi adalah proses pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah didapat. Kerugian dari cara
maserasi adalah proses kerja yang lama dan penyarian yang kurang sempurna
(Depkes RI, 1986).
19
2.7.2 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Depkes RI, 1995).
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar kandungan
yang diinginkan (Depkes RI, 2000). Faktor untuk pertimbangan pada pemilihan
cairan penyari, antara lain selektivitas, kemudahan bekerja dan proses dengan
cairan tersebut, ekonomis, ramah lingkungan serta keamanan.
angka dalam persen yang terdapat pada layar Moisture balance. Adapun syarat
kadar air yaitu tidak lebih dari 10% (DepKes,1995).
Bobot ekstrak
Rendemen = ×100%
Bobot serbuk simplisia
24
Daftar analisis ragam RAK di atas disajikan dalam tabel anova. Contoh tabel
anova ada pada Tabel 2.
29
JKB
Perlakuan r–1 JKP
r-1 f1 = S12
JKK S32
Kelompok k-1 JKK
t-1
Antar plot
dalam setiap JKG JKG f2 = S12
(t -1)(r-1)
perlakuan (r-1)(t-1) S32
(Galat)
JKT
Total r(t – 1)
Keterangan: DB = Derajat Bebas
JK = Jumlah Kuadrat
KT = Kuadrat Tengah
kental herba seledri sebanyak 350 gram. Ekstrak yang diperoleh disimpan dalam
botol ekstrak. Hasil ekstrak kental herba seledri dapat dilihat pada Gambar 8.
Ekstrak kental herba seledri yang telah memenuhi syarat kadar air di
hitung rendemennya, perhitungan rendemen terdapat pada Lampiran 8. Hasil
rendemen serbuk dan ekstrak etanol herba seledri dapat dilihat pada Tabel 4.
33
Hasil uji fitokimia simplisia serbuk dan ekstrak herba seledri menunjukkan
hasil positif pada senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. Hasil
ini ditunjukkan dengan terjadinya reaksi antara senyawa dalam sampel dengan
pereaksi spesifiknya yakni dengan terbentuknya endapan/ warna/ busa dari
masing-masing pengujian.
ekstrak yang ditambahkan warna yang dihasilkan semakin pekat. Hasil formulasi
sediaan emulsi ekstrak herba seledri dapat dilihat pada Gambar 9.
Keterangan :
● W Warna : ∞ (jernih/ bening), 1 (coklat muda), 2 (coklat), 3 (coklat tua)
● A Aroma seledri : 1 ( lemah), 2 (sedang), 3 (kuat)
● B Bentuk sedian : 1 ( memisah), 2 (sedikit memisah), 3 (tidak memisah)
● H Homogenitas : 1 (tidak homogen), 2 (homogen)
aroma dengan tingkat yang berbeda yaitu formula A beraroma seledri lemah,
formula B beraroma sedang dan formula C beraroma kuat. Perbedaan tingkatan
aroma tersebut dikarenakan adanya perbedaan penambahan jumlah ekstrak herba
seledri. Bentuk sediaan dari ketiga formula dan basis tidak mengalami pemisahan,
sedangkan homogenitas ketiga formula dan basis masih sangat homogen sampai
penyimpanan pada minggu ke-8, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ke
ketiga formula dan basis stabil pada penyimpanan suhu 25-30° C.
Pengujian organoleptik sediaan emulsi penyimpanan pada suhu 40° C
tidak terjadi perubahan warna, aroma bentuk sediaan dan homogenitas untuk
formula A dan C. Perbedaan hanya terjadi pada formula B, dimana untuk
pengujian bentuk sediaan pada pengamatan minggu ke-4 formula B terpisah
memjadi 2 bagian. Hal ini diduga karena adanya pengaruh suhu yang tinggi dan
lamanya penyimpanan, yang artinya formula B tidak stabil untuk penyimpanan
dalam waktu yang lama. Ketidak stabilan yang dimaksud adalah terjadinya
Creaming, yaitu memisahnya emulsi menjadi dua bagian dengan salah satu bagian
mengandung lebih banyak fase dispersi daripada bagian yang lain. Hal ini
mungkin disebabkan karena homogenitas emulsi ketika proses formulasi kurang
baik, atau karena pengaruh temperatur penyimpanan yang tidak sesuai. Selain itu
juga diduga adanya kemungkinan meningkatnya tegangan antar muka dua fase
molekul yang tidak saling bercampur, dimana molekul fase air akan ditarik ke
dalam fase air dan ditolak oleh fase minyak, makin besar derajat ketidak
campuran maka makin besar tegangan antar muka yang dapat menyebabkan
ketidak stabilan emulsi. Namun untuk formula basis, formula A dan C ketiganya
memiliki homogenitas yang sangat homogen sampai pada penyimpanan minggu
ke-8.
5.20
Formula C (7,5%)
5.00
4.80
4.60
4.40
minggu minggu minggu minggu minggu minggu
ke- 0 ke- 4 ke- 8 ke- 0 ke- 4 ke- 8
Kamar (25°-30° C) Suhu 40° C
Gambar 10. Grafik pengamatan uji stabilitas pH sediaan emulsi pada suhu kamar
(25-30° C) dan Suhu 40° C dari minggu ke 0 sampai minggu ke 8
Tabel 8. Hasil Pengukuran Bobot Jenis Formula A, B dan C serta Basis Pada
Suhu Kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C selama 2 bulan.
Suhu Minggu Formula (g/ml)
Penyimpanan ke- Basis A (2,5%) B (5%) C (7,5%)
0 1,020 1,040 1,044 1,048
Kamar
4 1,036 1,044 1,044 1,048
(25-30° C)
8 1,036 1,044 1,048 1,052
0 1,020 1,040 1,044 1,048
Suhu
4 1,032 1,048 1,040 1,052
(40° C)
8 1,032 1,044 1,040 1,052
1.040
1.030 Formula B (5%)
1.020
Formula C (7,5%)
1.010
1.000
minggu minggu minggu minggu minggu minggu
ke- 0 ke- 4 ke- 8 ke- 0 ke- 4 ke- 8
Kamar (25°-30° C) Suhu 40° C
Gambar 11. Grafik pengamatan uji stabilitas bobot jenis (bj) sediaan emulsi
pada suhu kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0
sampai minggu ke 8
Gambar 12. Grafik pengamatan uji stabilita viskositas sediaan emulsi pada suhu
kamar (25-30° C) dan Suhu 40° C Dari Minggu ke 0 sampai
minggu ke 8
panjang rambut tiap-tiap perlakuan dari 5 ekor kelinci yang dapat dilihat pada
Tabel 10 dan Gambar 13.
2.500 Basis
2.000 Formula A
1.500 Formula B
1.000 Formula C
0.500 Kontrol Positif
0.000
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke- 1 ke- 2 ke- 3 ke-4 ke- 5 ke- 6
100.00
80.00
Presentase (%)
Basis
60.00 Formula A
40.00 Formula B
Formula C
20.00
Kontrol Positif
0.00
Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke- 1 ke- 2 ke- 3 ke-4 ke- 5 ke- 6
a. a. b. b. c.
c. d. d. e. e.
f. f. g. g.
Keterangan : (a). minggu ke-0, (b). minggu ke-1, (c). minggu ke-2, (d). minggu
ke-3, (e).minggu ke-4, (f). minggu ke-5, (g). minggu ke-6.
5.1 Kesimpulan
1. Herba seledri dalam bentuk ekstrak kental dapat diformulasikan sebagai
sediaan emulsi perangsang pertumbuhan rambut yang stabil, dimana
selama 2 bulan masa pengamatan tidak ada perubahan pH, bobot jenis,
dan viskositas yang berarti. Ketiga formula emulsi stabil jika disimpan
pada suhu kamar yaitu 25-30 º C.
2. Sediaan emulsi ekstrak herba seledri (Apium graveolens L.) mempunyai
khasiat mempercepat pertumbuhan rambut pada kelinci jantan, dari
ketiga formula emulsi ekstrak herba seledri formula C dengan konsetrasi
7,5% ekstrak herba seledri merupakan formula yang mempunyai aktifitas
yang paling efektif dalam mempercepat pertumbuhan rambut kelinci.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan formula
sediaan emulsi ekstrak herba seledri perangsang pertumbuhan rambut
dengan bentuk dan warna yang lebih menarik.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mendapatkan formulasi yang
lebih stabil untuk masa penyimpanan yang lebih lama.
3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kekuatan akar dan
batang rambut.
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu, Sri. 2007. Efek Campuran ekstrak Etanol Daun Mangkokan (Nortopanax
scutellaarium Merr.) Dan seledri (Apium graveolens Linn.) Terhadap
pertumbuhan rambut kelinci jantan. Skripsi Sarjana Farmasi. Universitas
Pakuan, Bogor.
Rowe, R.C. and Sheskey, P.J., Owen, S.C. 2006. Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 5th Edition, Pharmaceutical Press, Lambeth High Street,
London, 454-456, 572-574.
Sevendsen Per dan J Hau. 1994. Handbook of Laboratory Animal Science. CRC
Press LLC. USA.
Smith JB dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan, pembiakan dan
Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta
Soedibyo, B.R.A.M., dan Dalimartha, S. 1998. Perawatan Rambut dengan
Tumbuhan Obat dan Diet Suplemen. PT. Penebar Swadaya. Bogor
Tanaka, S., Saito, M., Tabasa, M., 1980, Bioassay of Crude Drugs for Hair
Growth Promoting Activity in Miceby a New Simple Method, 84-90, Planta
Medica, Japan.
Tjitrosoepomo, G. (1991). Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Tranggono Retno. Jerawat Pada Kuala Muda Pencegahan dan Penanggulangan
Symposium “Jerawat, Pubertas, dan Perkawinan”. Jabote ; Pusat
Dokumentasi dan Informasi Ilmiah. PDCI lipi.
Wade, A., and Weller, P. J. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients.
American Pharmaceutical Association. London
Wahyuli HN, Rosita C. 2006. Kerontokan rambut. Airlangga Periodical of
Dermato Venereology. 18(4):47-60.
Wasitaatmadja, S, M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, Cetakan I, 202 -211,
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Winanti, 2005, Pengaruh Ekstrak Etanol Herba Seledri ( Apium graveolens,
Linn.) Terhadap Kecepatan Pertumbuhan Rambut Kelinci Jantan dan
Profil Kromatografi Lapis Tipisnya, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah, Surakarta.
Wolfensohn S dan M Iloyd. 1998. Handbook of Laboratory Animal Management
and Welfore. Blackwell Science. USA.
54
Determinasi
Tanaman
taPembuatan
simplisia
Penetapan PenetapanKadar
Kadar air Abu Total
Pengumpulan Bahan
Sortasi
Pencucian
Sortasi Basah
Perajangan
Pengeringan
Sortasi Kering
Penggilingan
Pengayakan dengan
ayakan mesh 20
Serbuk Seledri
56
Serbuk Seledri
Kontrol Kontrol
Formula A Formula B Formula C Basis normal positif
Parameter penelitian
Parameter penelitian
Pengukuran Panjang Rambut
dengan jangka sorong setiap 2
minggu
- Organoleptik
- pH
Analisis RAL
- Berat jenis
- Viskositas
Kesimpulan
- Sentrifugasi
58
P P P P P P P P
1 2 1 2 1 2 1 2
1 cm 1 cm 1 cm 1 cm
P P P P P P P P
3 4 3 4 3 4 3 4
1 cm 1 cm 1 cm 1 cm
P P P P P P P P
4 5 5 6 5 6 5 6
Keterangan :
Tabel 13. Hasil pengujian kadar abu ekstrak simplisia herba seledri
Pengujian ke- Hasil Rata-rata
1 3,23 %
2 3,37 % 3,22 %
3 3,06 %
61
Lampiran 8. Kadar air serbuk simplisia, kadar air ekstrak dan perhitungan
rendemen serbuk simplisia herba seledri dan ekstrak kental
herba seledri
Tabel 14. Kadar Air serbuk simplisia dan ekstrak herba seledri
Sampel Hasil Rata-rata
6,56 %
Serbuk simplisia 6,58%
6,59 %
9,87 %
Ekstrak 9,88%
9,89 %
Perhitungan Rendemen
▪ Rendemen serbuk simplisia Herba Seledri
= 9,2 %
= 25,93 %
62
1 2 3
Keterangan :
1. Bouchardat (endapancoklat)
2. Dragendorf (endapancoklatkemerahan)
3. Wagner (endapancoklat)
Between-Subjects Factors
Value Label N
2.00 Basis 6
3.00 formula A 6
4.00 formula B 6
5.00 formula C 6
2.00 minggu 2 6
3.00 minggu 3 6
4.00 minggu4 6
5.00 minggu 5 6
6.00 minggu 6 6
64
Dependent Variable:panjangrambut
Type II Sum of
Source Squares Df Mean Square F Sig.
Total 41.852 36
Kesimpulan :
Sig 0.000 < Alpha 0.01 : nilai sig 0.000 menunjukkan antar perlakuan berbeda
sangat nyata (P ≤ 0.01), artinya ada pengaruh dari pemberian perlakuan dalam
mempercepat pertumbuhan rambut kelinci.
65
Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok terhadap
pertumbuhan rambut kelinci.
Multiple Comparisons
Perlakuan
Panjang rambut
Tukey HSD
Keterangan :
P > 0.05 : tidak berbeda nyata
p < 0.05 : berbeda nyata *
p ≤ 0.01 : berbeda sangat nyata **
67
Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok
terhadap pertumbuhan rambut kelinci.
Homogeneous Subsets
Panjang rambut
Tukey HSDa,,b
Subset
Perlakuan N 1 2 3
Basis 6 .63067
b. Alpha = 0,05.
Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok
terhadap pertumbuhan rambut kelinci.
Multiple Comparisons
Kelompok
Panjang rambut
Tukey HSD
Lanjutan Lampiran 11. Uji lanjut Tukey, pengaruh perlakuan dan kelompok
terhadap pertumbuhan rambut kelinci.
Homogeneous Subsets
Panjang rambut
Tukey HSDa,,b
Subset
Kelompok N 1 2 3 4 5
minggu 1 6 .17317
minggu 5 6 1.29533
minggu 6 6 1.77650
b. Alpha = 0,05.
71
Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1 sampai
minggu ke- 6
Lanjutan Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1
sampai minggu ke- 6
Lanjutan Lampiran 12. Data pertumbuhan rambut kelinci dari minggu ke- 1
sampai minggu ke- 6
5. Methyl Paraben
Methyl Paraben atau nipagin merupakan serbuk Kristal putih atau tidak
berwarna dan tidak berbau. Larut dalam etanol dan propilenglikol, sedikit
larut dalam air. Memiliki aktivitas sebagai pengawet antimikroba untuk
sediaan kosmetik, makanan dan sediaan farmasi. Efektif pada rentang pH
yang besar dan mempunyai spectrum antimikroba yang luas meskipun lebih
efektif terhadap jamur dan kapang. Campuran paraben digunakan untuk
mendapatkan pengawet yang efektif. Konsentrasi yang digunakan untuk
sediaan topikal adalah 0,02-0,3%. (Wade and Weller, 1994),
6. PropilParaben
7. Etanol 70%