RINGKASAN DISERTASI
Devira Zahara
NIM 098102005
DAN MYOSIN 7A
DI INDONESIA
RINGKASAN DISERTASI
Oleh
DEVIRA ZAHARA
NIM 098102005
PROMOTOR
Prof.Dr.dr.Jenny Bashiruddin, Sp.T.H.T.K.L (K)
Jakarta
KO-PROMOTOR
Medan
KO-PROMOTOR
Medan
4
Bismillahirrahmanirrahim
dunia akhirat dan kemurahan rezeki kepada ayahanda dan ibunda. Amin
Ya Rabbal ‘Alamin.
Ucapan terima kasih disertai ungkapan kasih sayang tak terhingga
saya sampaikan kepada suamiku dr. Andre Pasha Ketaren, Sp.JP(K),
FIHA, anak-anak yang kusayangi, Aisyah Anindya Pasha Ketaren dan
Annisa Salsabila Pasha Ketaren, yang telah bersedia mendampingi saya
dalam suka dan duka, memberi kesempatan, kepercayaan, dukungan
moril dan menjadi pendorong terbesar saya untuk melewati perjalanan
panjang selama mengikuti pendidikan ini
Terima kasih yang sedalam-dalamnya buat adik-adik dan adik-adik
ipar serta seluruh keluarga yang telah memberi semangat, dorongan dan
do’a kepada keluarga kami.
Akhirnya, sekali lagi kepada seluruh nama yang tersebut di atas
maupun yang tidak disebutkan yang telah banyak membantu saya secara
langsung maupun tidak langsung, dari hati nurani yang paling dalam saya
haturkan dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT
memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Saya berharap disertasi ini dapat memberikan sumbangan yang
berharga bagi perkembangan dunia ilmu kedokteran serta peningkatan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Semoga Allah SWT senantiasa
melindungi kita, mengangkat kita dengan derajat yang lebih tinggi,
membuka pintu berkah yang seluas-luasnya dan pahala yang tiada henti
melalui ilmu yang bermanfaat. Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
8
I. IDENTITAS
1. Nama : dr. Devira
Zahara,M.Ked,Sp.T.H.T.K.L,
2. Tempat / tanggal lahir : Medan, 7 Desember 1978
3. Agama : Islam
4. NIP : 197812072008012013
5. Pangkat/golongan : Penata Tk.1 / III d
6. Pekerjaan : Staf Departemen THT-KL
FK USU/RSUP.HAM Medan
7. Alamat : Jl. Kenanga no 14-16 Medan
20151
8. Telepon : 08126030849
9. E-mail : d3_za@yahoo.com
II. KELUARGA
1. Suami : dr.Andre Pasha Ketaren, Sp.JP(K), FIHA
Pekerjaan : Staf Departemen Kardiologi dan Kedokteran
Vaskuler
FK USU
2. Anak : 1. Aisyah Anindya Pasha Ketaren
2. Annisa Salsabila Pasha Ketaren
III. PENDIDIKAN
1990 : Lulus SD Kemala Bhayangkari 1 Medan
1993 : Lulus SMP Negeri 1 Medan
1996 : Lulus SMA Negeri 1 Medan
2002 : Lulus Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
2008 : Lulus /mendapatkan Sertifikat Spesialis THT-KL dari FK
USU
2012 : Magister (S2) Kesehatan Klinis FK-USU
9
V. KEGIATAN AKADEMIK
1. Membimbing mahasiswa FKU – USU (S1)
2. Memimpin jurnal, refarat, dan laporan kasus untuk residen
THT
3. Membimbing residen dalam bidang diagnostik dan terapi
terutama kasus otologi dan neurotologi
4. Membimbing Penelitian Peserta Program Dokter Spesialis
THT-KL
5. Membimbing Peserta Program Dokter Spesialis THT-KL
dalam diskusi kasus/laporan kasus ruangan.
6. Membimbing Peserta Program Dokter Spesialis THT-KL
dalam diskusi dan melakukan tindakan di kamar bedah
7. Fasilitator dalam tutorial mahasiswa S1.
8. Fasilitator skill lab mahasiswa S1.
9. Membimbing bedside teaching mahasiswa S1.
PERNYATAAN ORISINALITAS
Devira Zahara
15
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL..................................................................................... i
LEMBAR PRASYARAT GELAR................................................. ii
LEMBAR PROMOTOR DAN KO-PROMOTOR.......................... iii
LEMBAR PERSETUJUAN........................................................... iv
LEMBAR PENGUJI..................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH........................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................... x
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS............................... xv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI....................................... xvi
RINGKASAN............................................................................... xvii
SUMMARY.................................................................................. xix
ABSTRAK.................................................................................... xxi
ABSTRACT................................................................................. xxiii
DAFTAR ISI................................................................................. xxv
DAFTAR TABEL.......................................................................... xxix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................... xxx
DAFTAR SINGKATAN ................................................................ xxxii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................... xxxiii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR SINGKATAN
BOR = Branchio-oto-renal
MYO = Myosin
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
kerusakan organ telinga, baik itu telinga bagian dalam, telinga bagian
tengah ataupun telinga bagian luar. Ketulian pada bayi sejak lahir
2008).
dan audiologi (Suwento, Zizlavsky & Hendarmin 2007; Nugroho, Zulfikar &
Muyassaroh 2012).
bicara, sosial, kognitif dan akademik pada anak dan masalah makin
bertambah bila tidak dilakukan deteksi dan intervensi secara dini (Soetjipto
24
2007; McPherson, Law & Wong 2010; Nugroho, Zulfikar & Muyassaroh
seluruh dunia dilaporkan berkisar antara 1–3 kejadian dari 1000 kelahiran
(Gurtler 2008; Nugroho, Zulfikar & Muyassaroh 2012; Zhang et al. 2013 ).
di Texas, Colorado, dan Rhode Island menunjukkan bayi baru lahir yang
mengalami tuli bilateral sebanyak 1-3 per 1000 bayi sehat dan 2-4 per
tahun 1994 -1996 didapati angka tuli sejak lahir yaitu sebesar 0,1% dari
belajarnya (Li et al. 2012; Zhang et al. 2012). Untuk alasan ini satu hari
sederhana, tanpa rasa nyeri dan dapat mendeteksi seorang bayi apakah
ketulian kemungkinan terabaikan oleh orang tua, guru atau dokter sampai
anak mulai kesulitan dalam berbicara dan belajar pada usia 2 atau 3
bayi baru lahir di enam rumah sakit di jakarta mendapatkan 297 dari
selebihnya adalah karena faktor lingkungan dan faktor genetik yang tidak
masalah di bagian tubuh yang lain, seperti jantung, ginjal, mata, tiroid
ataupun organ lain. Mengetahui penyebab genetik pada pasien ini dapat
selain ketulian (Cynthia et al. 2006 ; Antonio 2012; De Castro et al. 2013).
ketulian. Tetapi sering juga terjadi pada anak yang orang tuanya memiliki
berarti ketulian bukan genetik. Hal ini artinya ketulian genetik terlihat
pertama kali pada anak yang orang tua dan keluarganya tidak tuli.
keluarga dan tes genetik untuk mengidentifikasi penyebab ketulian. Hal ini
berikutnya (Eisen & Ryugo 2008; Gravina et al. 2010; Han et al. 2011).
27
mutasi gen yang mengganggu fungsi faktor transkripsi, saluran kalium dan
kandidat untuk implantasi koklea yang baik (Eisen & Ryugo 2008).
hari ke-5 pada tikus. Terjadi penurunan pendengaran yang progresif pada
dianalisis , 65.4% disebabkan karena faktor genetik dan mutasi gen GJB2
Jepang dari 1389 sampel (dari 1120 pasien tuli non sindromik) didapatkan
8376 varian mutasi gen, mutasi yang terbanyak adalah GJB2, diikuti
(Mohamed et al. 2010; Wonkam 2015). Gen ini sering dikaitkan dengan
ini dapat menyebabkan molekul berat rendah dapat berpindah dari sel ke
gap junction, termasuk connexin 26. Mutasi pada gen ini mengganggu
sel-sel rambut dan sel-sel penunjang dan akhirnya terjadi kematian sel
al. 2013).
Castro et al. 2013). Mutasi GJB2 diturunkan dalam populasi melalui karier
2007). Lebih dari 101 mutasi GJB2 didapatkan pada ketulian. Prevalensi
mutasi GJB2 berbeda pada setiap etnis. Mutasi GJB2 ditemukan pada
pada bangsa Eropa (Dzhemileva et al. 2011). Delesi timin pada posisi 167
mutasi 235delC sering pada Jepang atau bangsa Asia pada umumnya
(Bailey, Jonas & Shawn 2006; Abe et al. 2000 ; De Castro et al. 2013).
29
adalah carrier mutasi GJB2. Tingginya frekuensi mutasi ini membuat tes
skrining genetik dan molekuler layak untuk dilakukan (Eisen & Ryugo
2008).
dan 2 splice site. Terdapat pula mutasi gen CDH23 pada 1 pasien, dan
mutasi gen SLC26A4 pada 1 pasien. Mutasi gen MYO7A dapat terjadi
terdapat mutasi genetik pada orang tua yang dapat diturunkan kepada
1.2.1. Apakah terdapat hubungan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A
1.2.2. Apakah terdapat pewarisan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A dari
Indonesia
1.2.3. Berapa besar risiko kejadian tuli kongenital pada orang tua yang
memiliki mutasi genetik dan orang tua yang tidak memiliki mutasi
genetik.
1.3. Hipotesis
1.3.1. Terdapat hubungan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A terhadap
1.3.2. Terdapat pewarisan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A dari orang
1.3.3. Risiko kejadian tuli kongenital lebih tinggi pada orang tua yang
mutasi genetik
1. Mengetahui pewarisan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A dari orang
memiliki orang tua dengan mutasi genetik dan orang tua yang tidak
kongenital.
koklea.
32
tentang mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A terhadap kejadian tuli
sindromik di Indonesia.
kemudian hari.
genetik.
1.6. Orisinalitas
tuli kongenital pada orang tua yang memiliki mutasi genetik di Indonesia.
menyajikan adanya pengaruh mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A terhadap
pewarisan mutasi gen GJB2 dan gen MYO7A dari orang tua kepada
tua yang memiliki mutasi gen GJB2 dan yang tidak memiliki mutasi
genetik.
34
kongenital yang tidak lahir tuli yang lahir dari orang tua yang memiliki
mutasi genetik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pada saat lahir (Victor, Rosa Andrea & Silvia 2012). Tuli kongenital
Bolton & Golding 2015). Ketulian ini dapat berupa tuli sebagian (hearing
impaired) atau tuli total (deaf). Tuli sebagian adalah keadaan fungsi
2002).
berat sampai sangat berat , pada kedua telinga (bilateral). Gejala awal
sulit diketahui karena ketulian tidak terlihat. Biasanya orang tua baru
karena itu informasi dari orang tua sangat bermanfaat untuk mengetahui
36
lebih 1,64 dari 1000 anak lahir hidup mengalami tuli kongenital.
tuli kongenital berkisar antara 0,1 - 0,3 % kelahiran hidup (Gurtler 2008;
Victor, Rosa Andrea & Silvia 2012; Nugroho, Zulfikar & Muyassaroh 2012;
2.3.1. Genetik
Hearing Loss Expert Panel 2002; Steer, Bolton & Golding 2015).
pemeriksaan genetik GJB3 35delG dan M34T pada ibu dengan kehamilan
heterozigot, yang terdiri dari 42 mutasi M34T, 298 dengan mutasi 35delG
tersendiri yang tidak memiliki kaitan dengan kelinan fisik lainnya. Ketulian
selain campak dan parotitis (Guerina 1994; Adler & Marshall 2007).
gangguan proses pembentukan organ dan sel rambut pada rumah siput
terjadinya ketulian antara lain aplasia koklea (rumah siput tidak terbentuk),
Penyebab ketulian pada saat lahir antara lain : lahir prematur, berat
badan lahir rendah (< 1500 gram), tindakan dengan alat pada proses
langsung menangis), dan hipoksia otak bila nilai Apgar < 5 pada 5 menit
Statement (2007) pada bayi usia 0-28 hari bila ditemukan beberapa faktor
2007) :
6. Meningitis bakterialis
8. Asfiksia berat
5 hari (ICU).
penderita hanya mempunyai masalah pada ketulian dan tidak pada bagian
(Soetjipto 2007) :
Usia 4-7 bulan respons memutar kepala ke arah bunyi yang terletak
otot leher cukup kuat sehingga kepala dapat diputar dengan cepat
bunyi dan bayi dapat memutar kepala dengan tegas dan cepat.
Usia 9-13 bulan bayi sudah mempunyai keinginan yang besar untuk
mencari sumber bunyi dari sebelah atas, dan pada usia 13 bulan
Pada usia 2 tahun pemeriksa harus lebih teliti karena anak tidak
bayi dipersiapkan untuk merespon suara pada saat lahir. Proses yang
bunyi dapat kita lihat pada bayi baru lahir. Respon inisial bayi terhadap
mengerutkan wajah atau grimacing (Carlson & Reeh 2006; HTA Indonesia
2010).
diproduksi oleh sel rambut luar koklea dan direkam pada meatus akustikus
eksternus baik dengan tidak adanya stimulasi akustik (emisi spontan) atau
ditangkap oleh koklea sangat kecil berkisar pada 30 dB, namun berpotensi
untuk didengar. Emisi otoakustik timbul secara spontan karena suara yang
dihasilkan hanya bila organ Corti dalam keadaan mendekati normal, dan
telinga tengah berfungsi dengan baik (Donovalova 2006; Hall III &
Emisi otoakustik ini pertama sekali ditemukan oleh Gold pada tahun
1948 dan diperkenalkan oleh David Kemp pada tahun 1978 (Prieve &
telinga (insert probe) yang bagian luarnya dilapisi karet lunak (probe tip).
menjadi elektrik agar mudah diproses (Hall III & Antonelli 2006; Xiao et al.
2015).
diperlukan kondisi telinga tengah yang sehat dengan konduksi suara yang
timpani. Agar pergerakan membran timpani efisien, lebih padat dan sedikit
udara yang bisa keluar masuk liang telinga, maka liang telinga harus
terjadi baik secara spontan maupun oleh rangsangan bunyi dari luar dan
dengan intensitas sedang atau kombinasi yang sesuai dari dua tone,
yang diperbanyak dan keluar melalui sistem telinga tengah dan membran
timpani menuju liang telinga (Prieve & Fitzgerald 2002; Gelfand 2010).
kriteria Pass (lulus) atau Refer (tidak lulus). Hasil Pass menunjukkan
44
(Campbell 2006).
jauh dari foramen ovale lebih sensitif terhadap rangsang suara dengan
jalur auditori dan sinyal tersebut diukur pada liang telinga (Campbell 2006;
Møller 2006).
45
kemampuan sel-sel rambut yang tidak linear. Sel-sel rambut dalam yang
terangsang pada tekanan bunyi yang lebih kecil. Sel-sel rambut luar
keadaan koklea, khususnya fungsi sel rambut luar telinga dalam. Hasil
f. Pasien kooperatif
meliputi telinga luar, telinga tengah dan koklea. Respon memang berasal
dari koklea, tetapi telinga luar dan telinga tengah harus dapat
telinga normal, tetapi secara klinis yang memberikan respon baik adalah
ambang dengar >30 dB HL. Oleh karena itu, adanya SOAEs biasanya
Gambar 2.1. Contoh hasil pemeriksaan OAE (Mainley, Ray & Propper 2008)
Feinmesswer pada tahun 1967, yang kemudian dijelaskan lebih detail oleh
ditimbulkan oleh rangsangan akustik (bunyi klik atau bip) yang dikirim oleh
suatu transduser akustik dalam bentuk earphone atau headphone (Hall III
dilekatkan pada kulit kepala atau dahi dan prosesus mastoid atau pada
lobulus telinga. Cara pemeriksaan ini mudah, tidak invasif dan bersifat
waktu 10 msec setelah onset rangsangan pada intensitas yang tinggi (70-
gelombang:
rangsangan bunyi melalui headphone yang telah diatur pada level kontrol
gelombang V.
c. Beda masa laten absolut telinga kanan dan kiri (interaural latency)
function)
lebih besar dari gelombang I dengan hasil > 1,0. Pada kasus kelainan
a . Timpanometri
d. Audiometri Konvensional
jaringan otot, elemen pembuluh darah dan sel-sel neural crest yang
leher (Wareing, Lalwani & Jackler 2006; Choo & Richter 2009).
dibentuk. Telinga luar, tengah dan dalam berasal dari embriologi yang
dari yang ringan sampai yang berat (Choo & Richter 2009).
Indonesia 2010).
Jaringan pada kepala dan leher berasal dari 3 lapisan embrio yaitu
saat hari ke-56 semua sistem utama dan organ telah terbentuk, dan
yang tersisa yaitu 7 bulan masa gestasi disebut periode fetal, dimana
perubahan posisi antara struktur yang satu dengan yang lain dan tidak
56
cairan yang dibentuk dari lapisan ektoderm dan labirin bagian tulang (otic
capsule) yang dibentuk dari lapisan mesoderm dan neural crest (Choo &
Richter 2009).
Pada akhir minggu ke-3 masa gestasi (hari ke-22) atau disebut juga
masih terbuka dimana penebalan ini disebut dengan otic placode. Lapisan
makin lama makin menyempit dan membentuk otic pit dimana pada
akhirnya otic placode akan lenyap dari permukaan luar dan membentuk
otocyst (otic vesicle), yang akan menjadi cikal bakal pembentukan labirin
panjang daripada lebar, hal ini menyebabkan otocyst dapat dibagi menjadi
tiga daerah dan terlihat jelas pada minggu ke-5 masa gestasi, yaitu
Gambar 2.3. Perkembangan dini dari telinga dalam pada minggu ke-3 dan ke-4
masa gestasi. Pembentukan otocyst dari otic placode (Wareing, Lalwani &
Jackler 2006).
terbentuk secara lengkap pada minggu ke-6 kemudian diikuti oleh kanalis
pada minggu ke-8 serta telah mencapai putaran penuh yaitu 2,5 putaran
keseluruhan, yang baru akan dicapai pada minggu ke-20 masa gestasi
Epitel sensoris, 3 buah krista, 2 buah makula, dan organ Corti dari
minggu ke-7 masa gestasi yang berasal dari sekitar daerah tempat
Lalwani & Jackler 2006). Epitel sensoris dari koklea mulai berkembang
pada minggu ke-7, bersamaan dengan itu saluran koklea juga mulai
dari epitel sensoris ini mengalami perubahan menjadi bentuk seperti spiral
dan mempunyai ukuran lebih besar akan berkembang menjadi sel rambut
dalam (inner hair cell) dan membran tektorial, sedangkan bagian spiral
yang lebih kecil yaitu pada bagian luar akan berkembang menjadi sel
59
rambut luar (outer hair cell). Sel-sel rambut ini dapat dikenali secara jelas
pada minggu ke-11 masa gestasi (Wareing, Lalwani & Jackler 2006).
saluran koklea (cochlear duct), pada saat saluran koklea terus bertambah
lintang maka terlihat bahwa struktur dalam dari saluran koklea berubah
perilimfatik ini berkembang menjadi 2 bagian yaitu skala timpani dan skala
(penulangan) dari tulang rawan otik kapsul baru dimulai ketika labirin
sekitar minggu ke-15 masa gestasi dan berakhir pada minggu ke-21
Gambar 2.4. Perkembangan labirin bagian tulang. Potongan lintang koklea yang
menggambarkan perkembangan organ Corti, labirin tulang, dan ruang
perilympatik pada minggu ke-8 sampai minggu ke-12 masa gestasi (Choo &
Richter 2009).
bagian yaitu:
hal ini sangat bervariasi berupa faktor genetik, maupun faktor teratogenik
seluruh bagian dari organ Corti tidak terbentuk, yang pertama kali
digambarkan oleh Scheibe pada tahun 1892. Saluran koklea dan sakulus
2006).
minggu ke-4 dan minggu ke-8 pada masa gestasi. Labirin aplasia
berat dan sangat jarang terjadi dimana diduga akibat dari kegagalan
terhambat pada minggu ke-5, 6, dan 7 pada masa gestasi. Displasia dari
dimana kanalis semisirkularis lateral yang paling sering terkena. Hal ini
Telinga dalam atau labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan
lamina spiralis. Dari lamina spiralis menjulur ke dinding luar koklea suatu
dinding luar. Kedua membran ini akan membagi saluran koklea tulang
menjadi tiga bagian yaitu ruang atas (skala vestibuli), ruang tengah
yang dilapisi oleh selapis sel gepeng yaitu sel mesenkim, yang menyatu
dan timpani akan bertemu melalui suatu saluran sempit yang disebut
organ penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran, terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu sel penunjang, sel-sel rambut dan suatu lapisan
konsentrasi natrium (Na+) tinggi dan kalium (K+) rendah. Cairan perilimfe
pada skala vestibuli berasal dari plasma darah yang terdapat pada barrier
dan labirin vestibularis. Endolimfe dibentuk oleh sel – sel sekret pada stria
vaskularis dan oleh sel – sel gelap di dekat akhir dari krista ampularis
pada sakus endolimfatikus. Komposisi cairan ini adalah tinggi kalium (K+)
dan rendah natrium (Na+). Konsentrasi kalium 144 mEq/L dan natrium 13
vaskularis di dinding lateral koklea (Mills, Khariwala & Weber 2006; Gacek
2009).
65
basilaris tampak kaku dan sempit di daerah basis koklea. Pada daerah ini
ujung lain dari membran, yaitu pada apeks koklea, tampak lebih fleksibel
dan luas dan paling sensitif terhadap frekuensi rendah (Dhingra 2010).
Gambar 2.7. Lebar membran basilaris dari basal ke apeks (Wikipedia 2013)
basis ke apeks koklea. Ukuran organ Corti bervariasi secara bertahap dari
basis koklea ke apeks koklea. Organ Corti terdiri atas sel – sel penyokong
dan sel – sel rambut. Sel rambut merupakan sel sensoris yang
Di organ Corti terdapat 1 deret sel rambut dalam dan 3 sampai 5 deret sel
rambut luar. Ada sekitar 3500 sel rambut dalam dan 12000 sel rambut
luar. Sel – sel ini berbeda secara morfologi, bentuk dari sel rambut dalam
sedangkan bentuk dari sel rambut luar seperti silinder dan ujung syarafnya
hanya pada basis sel yang terletak bebas di perilimfe pada organ Corti
(Gacek 2009).
Sel rambut dalam dan luar ini memegang peranan penting pada
perubahan energi mekanik menjadi energi listrik. Fungsi sel rambut dalam
suara yang lemah. Ujung dari sel rambut terdapat berkas serabut aktin
Stereosilia dari sel rambut dalam tidak melekat pada membran tektorial
dan berbentuk huruf U sedangkan stereosilia dari sel rambut luar kuat
67
melekat pada membran tektorial atasnya dan berbentuk huruf W (Laura &
Abraham 2012).
Gambar 2.8. Sel rambut, organ Corti dan sel rambut luar dan dalam dilihat
dengan mikroskop elektron (Laura & Abraham 2012)
sel penunjang, sel sulkus dalam dan luar, serta sel ligamen spiralis) dan
2006).
c. Lemniskus lateralis
d. Kolikulus inferior
dikelilingi oleh belt area. Kolikulus inferior sentral kanan dan kiri
2006).
f. Korteks auditorius
Terdiri dari daerah primer (girus Heschl), yang terletak pada bagian
atas gyrus temporalis yang dikelilingi oleh Belt area. Belt area
akan mendorong cairan perilemfe pada skala vestibuli yang ada di koklea
pada skala timpani ikut terdesak. Hal ini mengakibatkan tekanan pada
terletak dekat telinga tengah lebih pendek dan kaku, akan bergetar bila
75
ada getaran dengan nada rendah. Hal ini dapat diibaratkan dengan senar
gitar yang pendek dan tegang, akan beresonansi dengan nada tinggi.
Getaran yang bernada tinggi pada perilimfe skala vestibuli akan melintasi
intraseluler negatif pada sel rambut, sel rambut dalam -40 mV dan sel
dalam sel rambut. Masuknya ion K+ akan mengubah potensial listrik dalam
sel rambut dan mendepolarisasi sel, pada akhirnya sel rambut memendek
dengan mempengaruhi motor sel rambut luar atau prestin (Gacek 2009;
Dhingra 2010)
stereosilia maka saluran MET akan tertutup. Bila stereosilia tegak lurus,
pembukaan saluran MET tak akan berpengaruh. Tip link ini seperti saluran
keluar dari sel rambut luar ke dalam ruang ekstraseluler di sekitar sel
koklearis dorsalis dan ventralis. Sebagian besar serabut inti melintasi garis
Upaya skrining pendengaran ini sudah dimulai pada saat usia 2 hari
atau sebelum meninggalkan rumah sakit. Untuk bayi yang lahir pada
Variabel Keterangan
Lokasi lesi
Konduktif Telinga luar atau tengah.
Sensorineural Koklea atau saraf auditorius.
Neural Saraf auditorius (seperti pada neuropati auditorius),
mungkin non-genetik (misalnya timbul setelah
hiperbilirubinemia) atau genetik (misalnya akibat
mutasi gen otoferlin OTOF).
Sentral Akibat kesulitan proses persepsi informasi suara
pada otak.
Onset
Kongenital Timbul sejak lahir, dapat dideteksi dengan skrining
neonates
Didapat Timbul kapan saja setelah lahir (misalnya akibat
infeksi atau trauma kepala).
Penyebab
Genetik Berhubungan dengan gangguan mekanisme
molekular telinga dalam yang diturunkan; penyebab
genetik ditemukan pada sedikitnya 50% kasus
gangguan pendengaran permanen pada anak-anak;
molekul yang dikodekan termasuk gap-junction
protein connexin 26 (mutasi GJB2), molekul motor
(actin dan myosin), dan faktor transkripsi; pewarisan
umumnya resesif (80% kasus) tapi juga bisa
dominan (15% kasus) atau X-linked atau
mitokondria (<1%); ketulian dapat terjadi sejak lahir
atau dapat juga timbul kemudian; sekitar 4% anak-
anak dengan gangguan pendengaran genetik
memiliki malformasi telinga dalam.
Variabel Keterangan
Agen ototoksik Antibiotik aminoglikosida (dengan mutasi 1555AG
pada gen 12S rRNA [MTRNR1]) dan agen
kemoterapi seperti sisplatin.
Lain-lain Sepsis, anomali kraniofasial, prematur, berat badan
lahir rendah, anoksia, inkompatibilitas rhesus.
Gambaran klinis
Ketulian Berhubungan dengan temuan klinis lainnya
sindromik (misalnya gangguan penglihatan pada sindroma
Usher, gangguan fungsi tiroid pada sindroma
Pendred, atau aritmia pada sindroma Jervell dan
Lange-Nielsen); ditemukan pada 30% kasus
gangguan pendengaran herediter; sekitar 400
sindroma berhubungan dengan gangguan
pendengaran.
Ketulian Ketulian sebagai temuan tersendiri.
nonsindromik
Bahasa
Ketulian Terjadi sebelum perkembangan bicara.
prelingual
Ketulian Terjadi setelah perkembangan bicara.
postlingual
Severitas
Ketulian ringan, Level pendengaran 20-40 dB menunjukkan
sedang, atau gangguan pendengaran ringan, 41-70 dB gangguan
berat sedang, dan 71-90 dB gangguan berat; gangguan
ringan sampai berat umumnya permanen namun
alat bantu dengar dapat mengkompensasi
gangguan; level gangguan dapat berfluktuasi
seperti pada large vestibular aqueduct syndrome
(sering pada sindroma Pendred) dimana trauma
kepala minor atau terbang dengan pesawat dapat
mencetuskan gangguan pendengaran.
Frekuensi
Rendah < 500 Hz
Tengah 501-2000 Hz
Tinggi > 2000 Hz
80
taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom.
Mutasi pada tingkat kromosom biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen
dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar munculnya
variasi-variasi baru pada spesies. Mutasi di alam dapat terjadi akibat zat
radioaktif, sinar X, serta loncatan energi listrik seperti petir, terpapar zat
Mutasi gen atau mutasi titik adalah mutasi yang terjadi karena
perubahan pada satu pasang basa DNA suatu gen. Perubahan DNA
(Jena 2012).
81
basa purin oleh basa purin yang lain, atau penggantian basa pirimidin
menjadi basa pirimidin yang lain. Transisi sesama basa purin, misalnya
transisi sesama basa pirimidin, misalnya basa timin diganti oleh basa
basa pirimidin oleh basa purin. Tranversi basa purin oleh basa pirimidin,
misalnya basa adenin atau guanin diganti menjadi basa timin atau sitosin.
Tranversi basa pirimidin oleh basa purin, misalnya basa timin atau sitosin
perubahan protein, karena adanya kodon sinonim (kodon yang terdiri atas
tiga urutan basa yang berbeda, tetapi menghasilkan asam amino yang
sama). Misalnya, basa nitrogen pada DNA adalah CGC menjadi CGA
sehingga terjadi perubahan kodon pada RNA dari GCG menjadi GCU.
Sedangkan, asam amino yang dipanggil sama, yaitu arginin (Jena 2012).
pendek. Mutasi ini disebut juga mutasi ubah rangka karena menyebabkan
(Jena 2012).
a. Silent artinya triplet mutan memberi kode asam amino yang sama
b. Sinonim artinya triplet memberi kode asam amino yang berbeda fungsi.
(berhenti)
Mutasi gen bisa bersifat dominan atau resesif. Bila seorang anak
mendapat gen dominan dari salah satu orangtuanya (misalnya ibu) dan
gen normal dari ayahnya, maka anak tersebut dapat mengalami gangguan
kesehatan karena gen dominan dari ibu bersifat lebih kuat. Sementara itu
untuk menimbulkan gangguan kesehatan, dan bila hanya satu gen yang
lain yang memiliki tanda hilang pendengaran sebagai salah satu gejalanya
ada gejala medis lain yang mungkin akan muncul, namun tidak mudah
karena gejala lain bisa saja tidak terlalu menonjol atau hanya dapat
ke ahli jantung, ahli mata atau ahli genetik. Bila ditemukan kelainan
genetik pada satu orang dan tidak ditemukan riwayat ketulian pada
yang kedua orangtuanya tidak tuli dan tidak memiliki riwayat tuli pada
Seorang anak menerima satu set kromosom dari ibunya dan satu
set lainnya dari ayahnya. Bila masing-masing kromosom ibu dan ayah
memiliki mutasi resesif pada gen yang sama, setiap anak memiliki
kemungkinan 50% untuk menerima mutasi resesif dari salah satu orang
Gambar 2.13. Gambar penurunan gen dari ayah dan ibu secara resesif (Rehm et
al. 2008)
Lokus gen ARNSHL ini diberi nama DFNB dimana huruf B mewakili sifat
hanya 10-15% yang memiliki gen ini (Rehm et al. 2008). Mutasi GJB2
sering ditemui pada bangsa Eropa. Delesi timin pada posisi 167 (167delT)
235delC sering pada Jepang atau bangsa Asia pada umumnya (Bailey,
membuat tes skrining genetik dan molekuler layak untuk dilakukan (Eisen
SLC26A4, dimana gen ini memproduksi protein yang disebut pendrin yang
Kanaan 2012). Tuli pada sindroma ini bisa timbul berat pada saat lahir
Serikat dan 3,0 per 100.000 di Skandinavia. Pada sindroma ini gen yang
sekitar 0,6-28% dari populasi tuna rungu. Sampai saat ini telah ditemukan
Anak dengan ibu yang mempunyai gen normal dan ayah dengan
Gambar 2.14. Gambar penurunan gen dari ayah dan ibu secara dominan (Rehm
et al. 2008)
ketulian yang progresif dengan onset pada usia dekade kedua atau ketiga,
kriteria minor dan 2 kriteria minor, atau 1 kriteria mayor dan terdapat
keterlibatan keluarga dekat yang menderita sindroma ini (Bailey, Jonas &
Shawn 2006).
Seorang anak menerima satu kromosom X dari ibunya dan satu kromoson
anak menerima satu kromosom X dari ibu. Namun pria memiliki satu
Y dari ayahnya dan menjadi pria. Sebagai contoh, seorang ibu memiliki
dari ayahnya (Rehm et al. 2008). Anak perempuan bisa berupa karier
adalah adalah proses dimana satu dari dua kromosom X pada wanita
produk gen dari kromosom X dua kali lebih banyak daripada pria.
Kromosom X yang menjadi tidak aktif terjadi secara acak, dan kromosom
91
X yang tidak aktif akan tetap tidak aktif selama hidup sel dan
X normal lain untuk memblok efek mutasi. Sehingga setiap anak laki-laki
Gambar 2.15. Gambar penurunan gen dari ayah dan ibu secara resesif x-liked
(Rehm et al. 2008)
Kanaan 2012).
Gambar 2.16. Gambar penurunan gen dari ayah dan ibu secara pewarisan
mutasi mitokondria (Rehm et al. 2008)
tengah dan tulang mastoid namun sering juga disertai tuli sensorineural;
93
mutasi tersebut. Jenis mutasi ini disebut mutasi spontan dan umumnya
orangtua. Pada keadaan ini kelainan genetik dapat tiba-tiba muncul pada
gen ini pertama sekali dilaporkan oleh Kelsell et al tahun 1997 yang
dianggap menarik karena mutasi gen ini terdapat lebih dari 50% tuli
aliran kalium yang mengalir dari endolimfe melalui sel-sel rambut sensorik.
messenger kedua ini belum jelas diketahui, hal ini menghasilkan aktivasi
jarak jauh dari sistem refluks K+/Cl- yang menggunakan kembali K+ dari
oleh rute parakrin . Apakah pelepasan ATP dimediasi oleh connexin hemi-
channels atau oleh mekanisme lain, masih perlu diteliti. Kanal V84L yang
Cohen-Salmon 2005).
95
Gambar 2.17. Regulasi Kalium dalam Organ Corti (Bruzzone & Cohen-Salmon
2005).
GJB2 terdiri dari dua exon yang dipisahkan oleh intron, panjang
seluruhnya berada di exon 2. Sekuens dari coding region terdiri dari 681
bp, menyandi protein gap junction protein dengan 226 asam amino.GJB2
resesif DFNB1 dan autosomal dominan DFNA3 (Eisen & Ryugo 2008;
2010
2012
DFNA43 DFNA6/14
DFNA2 DFNB9 DFNA38 DFNB66 DFNB44
DFNB47 DFNB25 DFNA13 DFNA5
DFNA37 DFNB49
DFNB6 DFNB55 DFNB53 DFNB39
DFNB32 DFNB42 DFNB60 DFNA22
DFNA7 DFNB58 DFNB4
DFNB27 DFNA18 DFNA27 DFNB37 DFNB14
DFNA49 DFNA24 DFNA1
DFNB15 DFNA15 DFNB31 DFNB17
DFNB36 DFNA16 DFNA21 DFNA28
DFNA34 DFNB59 DFNA44 DFNB26 DFNA42 DFNB13
DFNB38
DFNB45 DFNA39 DFNA10 DFNA50
DFNA42
DFNA52
DFNB51
DFNA32 DFNB62
DFNB30 DFNB18 DFNA31
DFNB7/11 DFNB63 DFNA48 DFNB1 DFNA9
DFNA47 DFNB23 DFNB2 DFNA40
DFNA25 DFNA3 DFNB5 DFNB16
DFNA51 DFNA19 DFNA11 AUNA1 DFNB22
DFNA36 DFNB12 DFNA8/12 DFNA41 DFNA23 DFNA30
DFNB50 DFNB35
DFNB31 DFNB57 DFNB21 DFNB48
DFNA53
DFNB33 DFNB24
DFNB20
DFN6
DFNB68 DFN4
DFNB19 DFNA57
DFNB3 DFN3
DFNB15 DFNA17
DFNA4 DFNB65 DFNB8/10 DFN2
DFNA20/26 DFNB28 DFNY
DFNB29 DFNB40
Gambar 2.18. Gambar kromosom 13 dan lokus gen penyebab ketulian (Rehm et
al. 2008)
Tuli genetik sangan heterogen dan lebih dari 100 mutasi terjadi
pada gen GJB2 . Prevalensi mutasi GJB2 berbeda pada tiap etnis (De
yaitu 35delG, M34T, V95M and V27I. Mutasi yang paling sering dijumpai
adalah V27I.
keluarga dengan suku yang berbeda dari wilayah yang berbeda di Iran
M163V, R143W, R32H, R165W, 333–334 delAA dan yang baru pertama
235delC merupakan yang paling banyak terjadi (73%). Analisis dari GJB2
pada penelitian ini terdapat 3 mutasi missense, satu nonsense mutasi dan
pergerakan sel dan bentuk sel. Myosin 7A adalah protein motor yang
(Liu et al. 2013). Gen MYO7A termasuk didalam struktur hair bundles
resesif pada ketulian non sindromik yaitu DFNB2 (Shahzad et al. 2013).
Pada manusia gen MYO7A terdiri dari 49 exon. Gen ini diekspresikan di
2010
2012
DFNA43 DFNA6/14
DFNA2 DFNB9 DFNA38 DFNB66 DFNB44
DFNB47 DFNB25 DFNA13 DFNA5
DFNA37 DFNB49
DFNB6 DFNB55 DFNB53 DFNB39
DFNB32 DFNB42 DFNB60 DFNA22
DFNA7 DFNB58 DFNB4
DFNB27 DFNA18 DFNA27 DFNB37 DFNB14
DFNA49 DFNA24 DFNA1
DFNB15 DFNA15 DFNB31 DFNB17
DFNB36 DFNA16 DFNA21 DFNA28
DFNA34 DFNB59 DFNA44 DFNB26 DFNA42 DFNB13
DFNB38
DFNB45 DFNA39 DFNA10 DFNA50
DFNA42
DFNA52
DFNB51
DFNA32 DFNB62
DFNB30 DFNB18 DFNA31
DFNB7/11 DFNB63 DFNA48 DFNB1 DFNA9
DFNA47 DFNB23 DFNB2 DFNA40
DFNA25 DFNA3 DFNB5 DFNB16
DFNA51 DFNA19 DFNA11 AUNA1 DFNB22
DFNA36 DFNB12 DFNA8/12 DFNA41 DFNA23 DFNA30
DFNB50 DFNB35
DFNB31 DFNB57 DFNB21 DFNB48
DFNA53
DFNB33 DFNB24
DFNB20
DFN6
DFNB68 DFN4
DFNB19 DFNA57
DFNB3 DFN3
DFNB15 DFNA17
DFNA4 DFNB65 DFNB8/10 DFN2
DFNA20/26 DFNB28 DFNY
DFNB29 DFNB40
Gambar 2.20. Gambar kromosom 11 dan lokus gen penyebab ketulian (Rehm et
al. 2008)
bila gen yang mengalami kelainan telah dikenali. Walaupun gen yang
itu, beberapa gen diketahui sangat besar dan sulit untuk dianalisis.
jenis kerusakan yang terjadi pada sistem pendengaran. Hal ini penting
implan koklea atau alat bantu dengar lainnya dapat membantu pasien.
2012).
102
pada anak mereka. Penting untuk diingat bahwa mutasi genetik sangat
umum terjadi. Tidak ada orang yang bertanggung jawab terhadap gen
mempersiapkan diri untuk memiliki anak lahir tuli (Rehm et al. 2008;
diskusi terhadap kondisi yang mungkin dihadapi, dan dari survey yang
gen tertentu, daerah genetik yang lebih besar (misalnya beberapa gen
nukleotida di DNA atau RNA yang diisolasi dari sel (Morton & Nance 2006;
suatu fragmen DNA. Dewasa ini, hampir semua usaha sekuensing DNA
terminasi atau penghentian reaksi sintesis DNA in vitro yang spesifik untuk
dan dilanjutkan dengan pemotongan pada basa tertentu. Teknik ini juga
tinggi. Metode ini menggunakan lebih sedikit bahan kimia toksik dan lebih
2011).
perpanjangan atau ekstensi rantai DNA dimulai pada situs spesifik pada
harganya tidak terlalu mahal (Morton & Nance 2006; Duman & Tekin
2012).
teknik yang mengeksploitasi variasi pada sequence DNA homolog, hal ini
(biasanya 4-6 urutan basa). Enzim ini dihasilkan oleh bakteri dan
106
EcoRI adalah enzim RE yang dihasilkan dari bakteri Escherichia coli strain
potongan (dicerna) oleh enzim restriksi dan hasil fragmen restriksi terpisah
alel, dan dapat digunakan dalam analisis genetik (Cheng et al. 2010).
Analisis variasi RFLP dalam gen adalah alat vital dalam pemetaan
menganalisis DNA dari anggota keluarga yang menderita penyakit ini, dan
mencari alel RFLP yang menunjukkan pola yang sama dari warisan
bisa mengungkapkan siapa yang berisiko pada penyakit ini, atau yang
mungkin menjadi pembawa gen mutan. Analisis RFLP adalah alat penting
Jonathan 2006).
Gambar 2.22. Analisis and pewarisan alel fragmen RFLP (Wikipedia 2015)
mutasi gen yang terjadi pada ketulian memberikan keuntungan pada uji
tuli, khususnya pada bayi baru lahir dan bayi dengan perilaku sehingga
108
sulit dilakukan tes. Tuli kongenital paling sering dijumpai pada skrining
pengobatan. Sebagai contoh, mutasi dari gen GJB2 berarti ketulian bukan
dimana sampai saat ini telah dijumpai kemajuan. Sebagai contoh, baris sel
produksi gen pada mamalia atonal homolog (Math-1). Sel rambut baru
dengan sel ganglion spiralis. Jika sel rambut dapat beregenerasi, disfungsi
Alat bantu dengar merupakan suatu alat akustik listrik yang dapat
telinga. Biasanya alat ini dapat dipasang pada bagian dalam telinga
ataupun pada bagian sekitar telinga. Alat bantu dengar tersebut dibuat
luar. Alat Bantu dengar tersebut merupakan sebuah alat elektronik yang
yang mengubah gelombang dari suara tersebut menjadi energi listrik yang
2.20.2.Implan koklea
transduser sel rambut koklea yang rusak. Alat ini telah menjadi
dengan alat bantu dengar konvensional (Wright & Valentine 2008; Bird et
al. 2010).
jelas untuk defek genetik adalah terapi gen. Terapi genetik adalah
dapat dikopi sekuensi untuk Math1, dan akan disintesis DNA yang
virus yang telah direkayasa untuk dapat menginfeksi sel manusia secara
Secara teori, sel koklea yang terinfeksi virus ini akan mengekspresikan
Math1 atau yang dikenal juga dengan atonal homolog-1 (Atoh1) dan akan
belum siap untuk klinik. Salah satu masalah adalah virus dapat
sel yang tidak seharusnya menjadi sel rambut. Penelitian yang dilakukan
pada tikus, insersi gen Math1 ke telinga dalam pada tikus dapat
penunjang koklea dapat meregenerasi sel rambut dan hal ini dapat
berguna untuk terapi ketulian (Jin et al. 2013; Parker et al. 2013).
normal gen yang mengalami defek pada sel yang sesuai dan berharap sel
pemberian obat yang memiliki akses langsung ke sel target. Dapat pula
normal, demikian yang terjadi pada tuli genetik. Kematian sel rambut
pendengaran. Sel rambut yang sudah mati tidak digantikan secara alami.
Salah satu peluang dalam mengobati tuli adalah dengan mengetahui cara
mendorong regenerasi sel rambut koklea atau mendorong sel rambut baru
untuk tumbuh dari sel jenis lain. Manfaat regenerasi ini dapat diabaikan
113
pada sel rambut yang tidak berfungsi akibat defek genetik. Untuk mereka
regenerasi sel rambut dengan terapi gen untuk menggantikan gen yang
sedang dalam tahap penelitian (Li et al. 2004). Studi terbaru oleh
auditori manusia dari koklea fetus dan menemukan bahwa stem sel ini
sum tulang sebagai suplemen untuk fibrosit koklea yang berfungsi sebagai
transpor ion. Untuk target terapi sel tuli kongenital, sistem penghantaran
lebih efektif adalah menginduksi stem sel ke dalam koklea. Stem sel
dan reseptornya berperan dalam regulator stem sel untuk jaringan koklea.
Gangguan
Transduksi Mutasi gen
Mekano- myosin7A
elektrik
Saudara
TULI
KONGENITAL + kandung tuli
kongenital
PROPOSITUS
Gangguan
Homeostasis
ion koklea
Mutasi GJB2
Kalium di
endolimfe Ins(1,4,5)P3
Connexin26
Kalium di Sel
Penunjang GJB2 Kalsium
Kalium di Sel
Rambut
Keterangan: Bila salah satu atau kedua orang tua mengalami mutasi
genetik maka akan dapat diturunkan kepada anaknya, misalnya mutasi
genetik pada gen MYO7A yang merupakan gen yang terdapat pada silia
dan stereosilia berfungsi untuk menggerakkan aktin sehingga
menyebabkan pergerakan stereosilia, mutasi pada gen MYO7A
mengakibatkan gangguan pada transduksi mekanoelektrik, sehingga
menyebabkan tuli kongenital pada anaknya, demikian pula dengan mutasi
gen gap junction beta 2 (GJB2) yang merupakan gen pada gap junction.
Saat stimulasi suara, kalium dilepaskan oleh sel-sel rambut dan memasuki
sel-sel penunjang dengan bantuan K+/Cl- ko-transporter, KCC4. Kalium
(K+) kemudian dikeluarkan melalui kanal-kanal gap junction. GJB2 tipe
wild yang menghasilkan protein connexin26 juga memungkinkan aliran
interselular dari Ins(1,4,5)P3 dan propagasi gelombang Ca2+. Hal ini
menghasilkan aktivasi jarak jauh dari sistem refluks K+/Cl- yang
menggunakan kembali K+ dari sel-sel penunjang ke dalam endolimfe
untuk mencegah kelebihan ion. Mutasi GJB2 menyebabkan penurunan
aktivitas ko-transpor, akumulasi ion K+ di ruang ekstraselular yang
mengelilingi sel-sel rambut dan sel-sel penunjang sehingga menyebabkan
gangguan homeostasis ion di koklea kemudian menyebabkan kematian
sel dan menimbulkan ketulian.
Mutasi
Mutasi pada gen: Mutasi Mutasi pada gen:
gen (-)
gen (-)
-MYO7A -MYO7A
-GJB2 -GJB2
Gambar 2.25. Skema kerangka konsep
116
BAB III
METODE PENELITIAN
mutasi gen MYO7A dan GJB2 terhadap kejadian tuli kongenital non
Indonesia serta mencari besar risiko kejadian tuli kongenital pada orang
laporan akhir.
117
orang tua dan saudara kandung penderita di lima kota besar di Indonesia
persetujuan.
consecutive sampling.
q0 = 1 – p0 = 1 – 0,33 = 0,67
q1 = 1 – p1 = 1 – 0,5 = 0,5
119
Audiologic
assessment
Timpanometri
Emisi otoakustik
BERA Pendengaran
Tuli Normal
kongenital
Ayah, ibu dan saudara
Non sindromik kandung penderita tuli
kongenital non sindromik
Isolasi DNA
Optimasi primer
PCR
Sequencing
Analisis
diambil dari luar medan akan dikemas khusus dalam dry es dan
gigi, akar rambut dan sel kulit mati. Sel darah adalah tempat
2. Isolasi DNA
A. Preparasi Sampel
B. Proses Lisis
C. Penyimpanan DNA
Sampel DNA yang telah dipurifikasi dapat disimpan pada suhu 4°C
mix PCR menggunakan itaq DNA Polymerase dan dNTPS mix dari
Biorad terdiri atas PCR buffer, dNTP, MgCl2, dan Taq DNA
Total Volume 10
PCR GJB2
menit dan diikuti 25 siklus yang terdiri dari suhu denaturasi 950C
Cx148F2 5-CCTGTGTTGTGTGYGCATTCGTC-3
681
Cx929R3 5-CTCATCCCTCTCTCATGCTGTC-3
PCR MYO7A
detik, annealing 500 - 600C selama 30 detik dan elongasi 720C selama
1menit dan dilanjutkan elongasi akhir pada suhu 720C selama 5 menit (Liu
G2164C 5-CCATCCACCCCTCTGGCACCTG
GGTTGGTCTAATCCTAGTTTGCTGTGGC- 454
3
enzim restriksi BstXI. Hasil restriksi dengan BstXI dianalisis pada 1,5% gel
agarose.
125
Sequencing
a. Amplikasi gen
Total Volume 25
Masukan tabung PCR tersebut ke dalam mesin PCR dan mengikuti profil
PCR, yaitu 950 C untuk 3 menit, 950 C untuk 15 detik, gradient 56/ 660 C
untuk 7 menit
kolum spin
Sephadex
3. Mengganti tabung strip dengan yang baru untuk sampel. Beban seluruh
1.0 uL 10uM primer 1 (dimana satu telah digunakan untuk reaksi PCR
sebelumnya)
tabung strip tertutup baik. Invert tray beberapa waktu ke dalam mix
sample.
independen dianalisis dengan uji chi square, dan bila data tidak
dan peneliti meminta persetujuan subjek, saudara kandung, dan orang tua
subjek atau diwakili oleh orang tua subjek untuk dilibatkan dalam
3.10.2. Family Tree adalah orang tua penderita tuli kongenital dan
berikutnya.
dan reverse.
BioSM Jakarta
berikutnya.
memotong DNA.
BioRad
dan 454 bp, dan bila tidak dijumpai band pada 454 bp
454 bp
282 bp
172 bp
Tabel 3.5. Letak lokus dan primer gen GJB2 dan MYO7A
terbentuk.
135
BAB IV
HASIL PENELITIAN
sampel darah vena penderita tuli kongenital non sindromik, orang tua dan
pemeriksaan mutasi gen dan efek yang akan terjadi saat pengambilan
Jenis kelamin
Laki-laki 46 62.16
Perempuan 28 37.84
Usia
< 2 Tahun 7 9.46
2-4 Tahun 27 36.49
>4-6 Tahun 23 31.09
>6-8 Tahun 9 12.16
>8-10 Tahun 4 5.40
>10 Tahun 4 5.40
Suku Bangsa
Jawa Tengah 37 50.00
Jawa Timur 7 9.47
Bugis 5 6.76
Aceh 4 5.41
Batak 4 5.41
Minang 2 2.70
Cina 2 2.70
Melayu 2 2.70
Sunda 1 1.35
Betawi 1 1.35
Flores 1 1.35
Subang 1 1.35
Nias 1 1.35
Mandar 1 1.35
Toraja 1 1.35
Flores 1 1.35
Kalimantan Timur 1 1.35
Bima 1 1.35
Papua 1 1.35
Anak ke-
1 43 58.11
2 19 25.68
3 11 14.86
4 1 1.35
Dari tabel di atas diketahui subjek tuli kongenital terbanyak pada jenis
adalah 2-4 tahun sebanyak 27 orang (36.49%), usia paling muda adalah
1.5 tahun sedangkan usia paling tua adalah 14 tahun, rata-rata usia
subjek adalah 5,5 ± 3,4 tahun. Suku bangsa yang terbanyak adalah Jawa
137
Usia
<30 Tahun 4 5.41
30-40 Tahun 48 64.86
>40-50 Tahun 18 24.32
>50 Tahun 4 5.41
Pendidikan Ayah
Perguruan Tinggi 32 43.24
Akademi 6 8.11
SLTA 29 39.19
SLTP 6 8.11
SD 1 1.35
Suku Bangsa
Jawa Tengah 37 50.00
Jawa Timur 7 9.47
Bugis 5 6.76
Aceh 4 5.41
Batak 4 5.41
Minang 2 2.70
Cina 2 2.70
Melayu 2 2.70
Sunda 1 1.35
Betawi 1 1.35
Flores 1 1.35
Subang 1 1.35
Nias 1 1.35
Mandar 1 1.35
Toraja 1 1.35
Flores 1 1.35
Kalimantan Timur 1 1.35
Bima 1 1.35
Papua 1 1.35
Pekerjaan
Karyawan Swasta 37 50.00
PNS 17 22.97
Wiraswasta 16 21.63
Buruh 2 2.70
ABRI 1 1.35
Dokter 1 1.35
Dari tabel di atas diketahui kelompok usia ayah subjek terbanyak adalah
30-40 tahun sebanyak 48 orang (64.86%), usia ayah paling muda adalah
25 tahun sedangkan usia paling tua adalah 55 tahun, rata-rata usia ayah
Usia saat melahirkan anak tuli (paternal) terbanyak adalah kelompok usia
tahun dan termuda 21 tahun, rata-rata usia paternal 32.23 ± 6.27 tahun.
139
Usia
<30 Tahun 11 14.86
30-40 Tahun 56 75.68
>40-50 Tahun 6 8.11
>50 Tahun 1 1.35
Pendidikan Ibu
Perguruan Tinggi 20 27.03
Akademi 13 17.57
SLTA 35 47.30
SLTP 3 4.05
SD 3 4.05
Suku Bangsa
Jawa Tengah 31 41.89
Jawa Timur 9 12.16
Bugis 6 8.11
Sunda 6 8.11
Aceh 4 5.41
Batak 3 4.05
Minang 3 4.05
Betawi 3 4.05
Melayu 2 2.71
Cina 2 2.71
Kalimantan Timur 1 1.35
Toraja 1 1.35
Flores 1 1.35
Nias 1 1.35
Papua 1 1.35
Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga 50 67.57
Karyawan Swasta 12 16.21
Wiraswasta 4 5.41
PNS 3 4.05
Buruh 2 2.71
Dokter 1 1.35
Dosen 1 1.35
Guru 1 1.35
Dari tabel di atas diketahui kelompok usia ibu subjek terbanyak adalah 30-
tahun sedangkan usia paling tua adalah 51 tahun, rata-rata usia ibu
subjek adalah 34,4 ± 5,4 tahun. Pendidikan ibu terbanyak adalah SLTA
adalah ibu rumah tangga sebanyak 50 orang (67.57%). Kelompok usia ibu
Tabel 4.4. Distribusi Mutasi Genetik pada Penderita Tuli Kongenital, Ayah
dan Ibu
Dari tabel diatas didapatkan mutasi GJB2 pada subjek tuli kongenital
GJB2 pada ibu penderita tuli kongenital sebanyak 20 orang (27.03%), dan
141
Mutasi gen n %
GJB2 9 15.78
MYO7A 0 0
Jumlah keseluruhan saudara kandung adalah 57 orang. Dari tabel diatas
Autosomal dominan 0 0
Autosomal resesif 16 21.62
Mutasi Spontan 4 5.40
orang (5.40%).
Pewarisan Mutasi n %
Autosomal dominan 0 0
Autosomal resesif 3 4.05
Mutasi Spontan 0 0
142
Tabel 4.8. Distribusi Variasi Mutasi Gen GJB2 dan Perubahan Protein
Gen GJB2
CG (p.S86T).
143
Tabel 4.9. Distribusi Variasi Mutasi Gen GJB2 dan Protein yang Dibentuk
pada Ayah
Gen GJB2
Dari tabel diatas didapatkan variasi mutasi gen terbanyak pada ayah
adalah mutasi silent 439 CT dengan protein L145L yaitu sebanyak 9
Tabel 4.10. Distribusi Variasi Mutasi Gen GJB2 dan Protein yang
GJB2
Dari tabel diatas didapatkan variasi mutasi gen terbanyak pada ibu adalah
mutasi silent 439 CT dengan protein yang terbentuk L145L yaitu
CG (p.S86T).
145
Keterangan: Basa ke-455 berubah dari G ke C dan basa ke-456 berubah dari C
ke G, pembentukan asam amino ke 86 berubah dari Serin menjadi Threonin.
Keterangan: Basa ke-439 berubah dari C ke T dan kodon berubah CTG menjadi
TTG membuat pembentukan asam amino ke 145 tidak berubah tetap sebagai
Leusin.
Keterangan: Basa ke-636 berubah dari C ke A dan kodon berubah TTC menjadi
TTA , pembentukan asam amino ke 146 berubah dari Fenilalanin menjadi Leusin.
Keterangan: Basa ke-672 berubah dari C ke A dan kodon berubah TAC menjadi
TAA, pembentukan asam amino ke 158 berubah dari Thyrosin menjadi Stop
codon.
Keterangan: Basa ke-634 berubah dari T ke A dan kodon berubah TTC menjadi
ATC, pembentukan asam amino ke 146 berubah dari Fenilalanin menjadi
Isoleusin
Keterangan: Basa ke-694 berubah dari C ke T dan kodon berubah CTG menjadi
TTG, pembentukan asam amino ke 232 tidak berubah tetap sebagai Leusin.
Tabel 4.11. Hubungan mutasi genetik GJB2 pada ayah dengan mutasi
dengan mutasi GJB2. Dari uji Chi Square didapatkan p=0.0001 (p<0.005),
yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara mutasi gen ayah
Tabel 4.12. Hubungan Mutasi Genetik GJB2 pada Ibu dengan Mutasi
PR=9.45
Dari tabel diatas didapatkan ibu dengan mutasi genetik GJB2 mempunyai
risiko 9.45 kali mendapatkan anak dengan tuli kongenital dengan mutasi
terdapat hubungan yang bermakna antara mutasi gen ibu dengan mutasi
gen anak.
Tabel 4.13. Hubungan Mutasi Genetik MYO7A pada Ayah dan Penderita
Tuli Kongenital
Ayah Anak p
Mutasi (-) 0 71
hubungan yang bermakna antara mutasi gen ayah dengan mutasi gen
anak.
Tabel 4.14. Hubungan Mutasi Genetik MYO7A pada Ibu dengan Mutasi
Ibu Anak p
Mutasi (+) Mutasi (-)
Mutasi (+) 3 0 p=0.0001
Mutasi (-) 0 71
hubungan yang bermakna antara mutasi gen ibu dengan mutasi gen anak.
150
454 bp
282 bp
172 bp
Keterangan :
FAZ: Pasien 1, AYN: Ayah Pasien 1, RCS: Pasien 2, MAR: Pasien 3, SPI:
Ayah pasien 2, YMI: Ayah Pasien 3, SUI: Ibu Pasien 1, SMI : Ibu Pasien
2, RLY: Ibu Pasien 3
151
1. Mutasi 1 (1.35)
spontan Heterozigot
p.R143Q
2 (2.70)
Heterozigot
p.R143Q
1 (1.35)
Homozigot
p.F146L
152
2. Autosomal
resesif
p.F146L
p. L145L
p.F146L 1 (1.35)
p.F146L
p.F146L
p.F146L
1 (1.35)
p. L145L
p.F146L
p.F146L
p.F146L
1 (1.35)
p.F146L
p.Y158x
1 (1.35)
p.F146L p.F146L
p.F146L
p.L145L
153
p.F146L
1 (1.35)
p.F146L
p. L145L
p.F146L
p.A78T p.A78T
p.L232L 2 (2.70)
p.A78T p.A78T
p. L145L p. L145L
2 (2.70)
p.F146L p.E167E
p.F146L
p.F146L
p.L145L
1 (1.35)
p.L145L p.L145L
p.L145L
154
p.L145L
1 (1.35)
p.L145L
p.E167E
p.L145L
p.F146I
p.L145L
p.F146I
1 (1.35)
p.F146I
p.A78T p.A78T
1 (1.35)
p.A78T
p.E167E
3. Mutasi
1 (1.35)
Tuli
yang tidak
diturunkan
kepada p.L145L
1 (1.35)
Tuli
anak
155
4. Mutasi
resesif ibu
1 (1.35)
p.F146L
yang tidak
Tuli
diturunkan
kepada
anak
Tuli p.F146I
1 (1.35)
p.L145L
Tuli
p.F146I 1 (1.35)
p.F146L 1 (1.35)
Tuli
Keterangan
1. Autosomal 1 (1.35)
resesif
1 (1.35)
1 (1.35)
157
BAB V
PEMBAHASAN
diekspresi dalam sel epitel penunjang pada koklea mamalia dan dipercaya
mempunyai peranan penting dalam siklus potasium dari sel rambut untuk
mengkode protein connexin merupakan lokus yang paling sering pada tuli
non-sindromik.
struktur kumpulan sel rambut bagian apeks sel rambut sensori yang
saraf pendengaran (Eisen & Ryugo 2008; Liu & Cheney 2012; Ernest &
2014).
GJB2 dan gen MYO7A terhadap kejadian tuli kongenital non sindromik di
diambil dari beberapa kota di Indonesia yang terdiri dari 17 keluarga dari
keluarga dari Jakarta dan 1 keluarga dari Jogja) yang mempunyai dua
anak lahir tuli yang kedua anaknya diambil sebagai subjek penelitian.
otoakustik menunjukkan refer pada kedua telinga. Hal ini berarti rata-rata
159
ambang dengar subjek tuli kongenital pada pasien ini adalah >80 dB
muda adalah 1.5 tahun sedangkan usia paling tua adalah 14 tahun, rata-
rata usia subjek adalah 5,5 ± 3,4 tahun. Suku bangsa yang terbanyak
(58.11%).
daerah yang berbeda di Cina. Suku yang terbanyak adalah Cina Han yaitu
6540 kasus. Jenis kelamin yang terbanyak juga laki-laki (58.01%) dengan
rentang usia 0.2 sampai 67 tahun dengan rata-rata usia 5.41±1.78 tahun.
usia 14.2±16.5 tahun dan separuhnya berusia kurang dari 6 tahun, 55.5%
subjek adalah 37,7 ± 6,1 tahun, usia ayah paling muda adalah 25 tahun
basa lebih tinggi pada pria daripada wanita dan hal ini meningkat pada
usia paternal yang semakin tua (Toriello & Meck 2008). Dari penelitian
Dari tabel 4.3. diketahui kelompok usia ibu subjek terbanyak adalah
30-40 tahun sebanyak 56 orang (75.68%), rata-rata usia ibu subjek adalah
adalah usia 29.6 ± 4,8 tahun. Usia hamil yang ideal adalah antara usia 20-
lahir prematur dan berat badan lahir bayi rendah yang merupakan faktor
161
risiko terjadinya ketulian pada bayi (Jolly et al. 2000; Van, Verkerk & Van
2015). Pada subjek ibu dalam penelitian ini rata-rata masih dalam usia
melahirkan yang ideal, walaupun ada beberapa subek yang dalam usia
banyak faktor risiko yang menyebabkan bayi berat badan lahir rendah,
dengan bank gen nomor bank M.86849, OMIM# 121011 (dari NCBI)
peneliti menemukan adanya inversi pada sequence 455 GC dan 456
protein S86T (serin menjadi threonin).Tetapi inversi ini tidak terlihat saat
inversi ini merupakan inversi yang tolerated. Menurut penelitian Lee dan
Dari tabel 4.4 didapatkan mutasi GJB2 pada subjek tuli kongenital
orang (15.78%). Total saudara kandung pada subjek tuli adalah 57 orang.
didapatkan pada lebih dari 21% kasus (Yuan et al. 2010). Ketulian dapat
Di Brazil frekuensi tuli non sindromik kira-kira 4 dari 1000 kelahiran, 16%
GJB2 pada tuli kongenital sebanyak 37 % kasus dan 36% mutasi terjadi
pada orang tua (Shi et al. 2012). Penelitian Zeinali di Iran dari 418 kasus
mengalami mutasi gen connexin dan SLC26A4 ( Chu et al. 2015). Gen
kongenital adalah homozigot pada orang tua yang memiliki karier mutasi
dominan atau DFNA3 (Eisen & Ryugo 2008; Hamid et al. 2009; Yuan et al,
2010; Huang et al. 2014). Lebih dari 50% ketulian kongenital adalah
herediter yang mayoritas adalah non sindromik dan lebih dari 50% dari
Dari tabel 4.8 didapatkan variasi mutasi gen GJB2 terbanyak pada
subjek tuli kongenital adalah missense 636 CA dengan protein yang
dengan polimorfisme 605 A/C. Terdapat 5 subjek yang memiliki lebih dari
satu jenis mutasi. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa pada penelitian ini
didapatkan 7 jenis mutasi yaitu 2 jenis mutasi silent, yaitu 439 CT
164
(10.81%), 626 GA (p.R143Q) sebanyak 3 orang (4.05%) dan 634 TA
dominan (DFNA3A).
p.R184Q.
(109GA), satu jenis mutasi nonsense yaitu Y136X (408CA), dan tiga
165
jenis frameshift delesi mutasi, yaitu 235 del C, 176-191del16 dan 299-300
del AT. Frameshift 235 del C merupakan mutasi terbanyak dijumpai (Abe
et al. 2000; Yao et al. 2012). Penelitian Hamid dan kawan-kawan di Iran
Mutasi ini juga yang terbanyak dijumpai pada populasi Amerika Serikat
tetapi jarang dijumpai pada populasi Asia dan Afrika (Batissoco et al.
daripada yang tidak memiliki karier mutasi ini (Silva et al. 2010; Hall et al.
menunjukkan tipe yang unik dari mutasi GJB2 pada tiap grup populasi
Saat ini ditemukan lebih dari 150 mutasi, polimorfisme dan varian
tidak diklasifikasi dari gen GJB2 yang merupakan etiologi molekuler dari
10-50% pasien tuli non sindromik. Gen GJB2 merupakan gen yang
(Yuan et al. 2010; Kashef et al. 2015). Hal ini disebabkan sebagian besar
166
mutasi gen pada tuli kongenital terutama derajat sangat berat sampai
profound adalah mutasi gen GJB2 (Preciado et al. 2004; Qing et al. 2015).
derajat ringan-sedang (Lopponen et al. 2012). Gen GJB2 dari tikus mutan
kematian sel-sel penunjang juga terjadi. Waktu kematian sel ini bertepatan
dihasilkan pada kematian sel pada proliferasi sel rambut. Teori recycling
kalium ini merupakan hipotesis yang paling dikenal untuk fungsi Cx26
Dari tabel 4.9 didapatkan variasi mutasi gen GJB2 terbanyak pada
ayah adalah mutasi silent 439 CT dengan protein yang terbentuk L145L
605 A/C (6.76%). Terdapat 3 subjek yang memiliki dua jenis mutasi. Pada
sampel ayah didapatkan 5 jenis mutasi yaitu 1 jenis mutasi silent yaitu 439
Dari tabel 4.10 didapatkan variasi mutasi gen terbanyak pada ibu
adalah mutasi silent 439 CT dengan protein yang terbentuk yaitu
A/C (4.05%). Terdapat 1 subjek yang memiliki dua jenis mutasi. Dari
sampel ibu didapatkan 6 jenis mutasi terdiri dari 2 jenis mutasi silent yaitu
439 CT (p.L145L) sebanyak 9 orang (12.16%) dan 694 CT (p.L232L)
dan tidak dijumpai pada subjek tuli dan ayah, dari hasil sequencing
normal (C) berhimpit dengan basa mutan(T), sehingga karena mutasi ini
dengan mutasi GJB2. Dari Uji Chi Square didapatkan p=0.0001; CI 95%
Dari tabel 4.15 dapat dilihat pewarisan mutasi gen GJB2 dalam
anak tuli dengan mutasi gen GJB2 yang diturunkan secara autosomal
resesif.
Dari tabel 4.4 dapat dilihat bahwa mutasi pada MYO7A pada subjek
pada MYO7A pada subjek ayah dan ibu penderita tuli kongenital masing-
ayah dan ibu adalah heterozigot karena pada pemeriksaan RFLP terdapat
pemotongan pada tiga varian gen. Dari tabel 4.5 tidak dijumpai mutasi gen
keluarga.
spontan. Dari tabel 4.13 didapatkan Uji Fisher Exact p=0.0001, yang
ayah dengan mutasi gen anak. Dari tabel 4.14 didapatkan Uji Fisher Exact
gen MYO7A ibu dengan mutasi gen anak. Untuk mutasi gen MYO7A tidak
Lokasi gen MYO7A adalah pada lokus 11q13.5 Lebih dari 250 jenis
(DFNA11) pada tuli non sindromik (Miller et al. 2012; Liu et al. 2013).
amino glutamat menjadi lisin pada kodon 1248. Mutasi ini menyebabkan
Buniello dan kawan-kawan pada tikus yang dibuat mutasi gen MYO7A
Dari tabel 4.16 dapat dilihat pewarisan mutasi gen MYO7A dalam
dan Palestina. Mutasi MYO7A bisa terjadi pada ketulian non sindromik
(Nikolopoulos 2015).
ketulian dibandingkan dengan faktor genetik pada populasi ini (Trotta et al.
65% pada bayi yang lahir dengan infeksi sitomegalo yang simtomatis dan
gen GJB2 dan gen MYO7A terhadap kejadian tuli kongenital non
172
MYO7A dari orang tua kepada penderita tuli kongenital non sindromik di
Indonesia, dan risiko kejadian tuli kongenital dengan mutasi genetik pada
ayah dan ibu yang memiliki mutasi genetik lebih tinggi daripada orang tua
BAB VI
KESIMPULAN
pada subjek tuli kongenital 4.05%. Pada ayah dan ibu 4.05%.
resesif.
yang memiliki dua anak tuli dengan mutasi genetik GJB2 positif.
terbanyak adalah missense 636 CA 10.81%, Pada ayah dan ibu
variasi terbanyak mutasi silent 439 CT 12.16%, varian lain adalah
mutasi silent 501 GA, 694 CT, missense 636 CA 10.81%,
430 GA, 626 GA, 634 TA, dan mutasi nonsense 672 CA..
174
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, Byron J, Jonas T, Shawn D. 2006. Genetic Hearing Loss. In: Head
and neck surgery–otolaryngology, 4th ed. Lippincott Williams &
Wilkins, pp. 1303-16.
Choo, D,I, Richter, G,T. 2009. Development of the ear, In: Snow, J.B,
Wackyym, P.A. (eds) Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck
surgery. Connecticut: BC Decker Inc., pp.17-26.
Christopher, P,J. 2005. A Journey Through The Auditory System, In: The
Sense of Hearing. Laurence Erlbaum Associates Publishers. London,
pp.65-74
Chu, C,W, Chen, Y,J, Lee, Y,H, Jaung, S,J, Lee, F,P, Huang, H,M. 2015.
Government-funded universal newborn hearing screening and
genetic analyses of deafness predisposing genes in Taiwan, 79(4),
pp.584-90
Dhingra, P,L. 2010. Disease of ear, nose, and throat, 4th ed. New Delhi:
Elsevier, pp. 3-15.
Duan, S,H, Zhu, Y,M, Wang, Y,L, Guo, Y,F. 2015. Common molecular
etiology of nonsyndromic hearing loss in 484 patients of 3 ethnicities
in northwest China. Acta Otolaryngol. (Abstract)
Gacek, R. 2009. Anatomy of the auditory and vestibular system, In: Snow,
J.B, Wackyym, P.A. (eds) Ballenger’s otorhinolaryngology head and
neck surgery. Connecticut: BC Decker Inc., pp. 1-15.
Guerina, N,G. 1984. Neonatal screening and early treatment for congenital
Toxoplasma gondii infection. The new England regional Toxoplasma
working group, NEJM. 330, pp. 1858
Hall III, J,W, Antonelli, P,J. 2006. Assesment of peripheral and central
auditory function, In: bailey et al, B.J., Jonas, J.T, newlands, S.D.
(eds) Head &Neck surgery otolaryngology. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins, pp. 1927-42.
Han, M,Y, Huang, S,S, Wang, G,J, Yuan, Y,Y, Kang, D,Y, Zhang, X, Dai,
P. 2011. Prenatal genetic counseling and instruction for deaf families
by genetic test, Zhonghua Er Bi Yan Hou Tou Jing Wai Ke Za
Zhi, 46(11), pp. 909-13.
Han, M,Y, Lu, Y,P, Bian, X,M, Wang, L,X, Huang, S,S, Wang, G,J, Wang,
Y, Kang, D,Y, Zhang, X, Dai, P. 2012. Prenatal genetic test and
clinical guidance for 213 hereditary deaf families, 2012. 47(2):127-31
Hu, P, Xie, DH, Xiao, Z,A, Wu,W,J, Ge,S,L, Hu,Z,M, Xia, K. 2004.
Mutation screening in selected exons of myosin 7a gene in prelingual
non-syndromic hearing impairment patients, 39(9), pp.538-42
Ji, Y,B, Han, D,Y, Lan, L, Wang, D,Y, Zong, L, Zhao, FF, Liu Q, Benedict-
Alderfer, C, Zheng, Q,Y, Wang, Q,J. 2011. Molecular
epidemiological analysis of mitochondrial DNA12SrRNA
A1555G, GJB2, and SLC26A4 mutations in sporadic outpatients
with nonsyndromic sensorineural hearing loss in China. Acta
Otolaryngol, 131(2), pp. 124-9.
Jin, K, Ren, D,D, Chi, F,L, Yang, J,M, Huang, Y,B, Li, W. 2013. Changes
in ADF/destrin expression in the development of hair cells following
Atoh1-induced ectopic regeneration, Exp Ther Med, 6(1),177-183
Laura, T,L, Abraham, K,L. 2012. Cell Biology, Histology and cell
biology.3rd edition. Elsevier. Oxford.
Li, H, Corrales, C,E, Edge, A, Heller, S. 2004. Stem cells as therapy for
hearing loss, Trends in molecular medicine, 10(7), pp.309-15
Liu, F, Li, P, Liu, Y, Li, W, Wong, F, Du, R, Wang, L, Li, C, Jiang, F, Tang,
Z, Liu, M. 2013. Novel compound heterozygous mutations in MYO7A
in a Chinese family with usher syndrome type 1, Molecular vision. 19,
695-701
Mainley, G,A, Ray, R,R, Popper, A,N. 2008. Otoacoustic emission: active
processes and otoacostic emission, Springer, pp. 1-37
Mills, J,H, Khariwala, S,S, Weber, P,C. 2006. Anatomy and physiology of
hearing, In: bailey, B,J, Johnson, J,T, Newlands, S,D, (eds) Head
and neck surgery – otolaryngology. Texas: Lippincott Williams
&wilkins, pp. 900-1887
Mirna, M,S, Maria Del Refugio, R,V, María, G,H, Héctor, U,C, Jaime, T,L,
Pedro, B,V, Sergio, C,C. 2015. Two novel compound heterozygous
families with a trimutation in the GJB2 gene causing sensorineural
hearing loss, Int J Pediatr Otorhinolaryngol., 79(12), pp. 2295-9.
Mohamed, M,R, Alesutan, I, Föller, M, Sopjani, M, Bress, A, Baur, M,
Salama, R,H, Bakr, M,S, Mohamed, M,A, Blin, N, Lang, F, Pfister, M.
2010. Functional analysis of a novel I71N mutation in the GJB2 gene
among Southern Egyptians causing autosomal recessive hearing
loss. Cell Physiol Biochem, 26(6), pp.959-66.
Moller, A,R. 2006. Anatomy of the auditory nervous system, In: Hearing:
anatomy, physiology, and disorders of the auditory system.
Burlington: Elsevier, pp. 80-4
http://emedicine.medscape.com/article/857679-
overview#aw2aab6b3. [accesed 30 mei 2012]
Oller, D,K, Eilers, R,E, Neal, A,R, Schwartz, HK. 1999. Precursors to
speech in infancy: the prediction of speech and language disorders,
Elsevier. 32, pp. 223-45
Paulose. 2013. Cochlear implant centre in Jubilee hospital-A dream for the
future, Available from: www.drpaulose.com
Prieve, B,A, Fitzgerald, T,S. 2002. Otoacoustic emissions, In: katz, J. (ed)
Handbook of clinical audiology. 5thed. New York: Lippincott Williams
&wilkins, pp. 440-63
Qing, J, Zhou, Y, Lai,R, Hu, P, Ding, Y, Wu, W, Xiao, Z, Ho, P,T, Liu,Y,
Liu, J, Du, L, Yan, D, Goldstein, B,J, Liu, X, Xie, D. 2015. Prevalence
of mutations in GJB2, SLC26A4, and mtDNA in children with severe
or profound sensorineural hearing loss in southwestern China. Genet
Test Mol Biomarkers. 19(1), pp.52-8
Qu, L,H, Jin, X, Xu, H,W, Li, ,SY, Yin, Z,Q. 2015. Detecting novel genetic
mutations in Chinese Usher syndrome families using next-generation
sequencing technology, Mol Genet Genomics, 290(1), pp.353-63
185
Rehm, H,L, Williamson, R,E, Kenna, M,A, Corey, D,P, Korf B,R. 2008.
Understanding the genetics of deafness: a guide for patients and
families, Harvard Medical School Center for Hereditary Deafness, pp.
1-15
Shi, M, Yan ,Y, Zhao, M, Gao, J, Li, W, He, Y, Ruan, B, Dai, P. 2012.
Genetic testing and mutation analysis for the cochlear implantation
children and their normal auditory phenotype parents, 26 (19), pp.
874-8
Shin, J,W, Lee, S,C, Lee, H,K, Park, H,J. 2012. Genetic Screening
of GJB2 and SLC26A4 in Korean Cochlear Implantees: Experience
of Soree Ear Clinic, Clin Exp Otorhinolaryngol, Suppl 1(5), pp.10-3.
Silva, L,S, Netto, R,C, Sanches, S,G, Carvallo, R,M. 2010. Auditory
measurements in parents of individuals with autosomal recessive
hearing loss, Pro Fono, 22(4), pp.403-8.
http://www.ketulian.com/v1/web/index.php?to=article&id=14.
[accesed 30 mei 2012]
Street, V,A, Li, J, Robbins, C,A, Kallman, J,C. 2011. A DNA variant within
the MYO7A promoter regulates YY1 transcription factor binding and
gene expression serving as a potential dominant DFNA11 auditory
genetic modifier, The journal of biological chemistry. 286(17), pp.
15278-86
The auditory system. 2011. In: neuroanatomy of the auditory and visual
systems, available from:
http://courses.stu.qmul.ac.uk/smd/kb/microanatomy/brain/cal3/baby1
cal3.htm
Wareing, M,J, Lalwani, A,K, Jackler, R,K. 2006. Development of the ear,
In: Bailey, B,J, Jonas, J,T, Newlands, S,D, (eds) Head & neck
surgery otolaryngology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,
pp. 1869-80
Wright, A. 1997. Anatomy and ultrastructure of the human ear, In: Kerr,
A.G. (ed) Scott-Brown’s otolaryngology. Vol.1, London: Butterworth-
Heinemann. pp. 1/1/1-10
Wu, C,C, Lin, Y,H, Lu, Y,C, Chen, P,J, Yang, W,S, Hsu ,C,J, Chen, P,L.
2013. Application of massively parallel sequencing to genetic
diagnosis in multiplex families with idiopathic sensorineural hearing
impairment, Plos One, 8(3),p. e57369
Zhu, Y, Chen, J, Liang, C, Zong, L, Chen, J, Jones, R,O, Zhao, H,B. 2014.
Connexin26 (GJB2) deficiency reduces active cochlear amplification
leading to late-onset hearing loss, Neuroscience, 284, pp.719-29.
189