Anda di halaman 1dari 98

SKRIPSI

EVALUASI TERAPI INSULIN PADA PENDERITA


DIABETES MELLITUS GESTASIONAL DI RSUP
DR. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
PERIODE OKTOBER 2014 – OKTOBER 2017

Ayu Lestari Cahyaningsih

NIM: 35.2014.710954

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
2018
LEMBAR PERSEMBAHAN

Alhamdulillah tsumma Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT


atas segala Rahman dan Rahim-Nya yang tak pernah putus kepada seluruh
ummat manusia sehingga sampai saat ini penulis masih diberi kesehatan,
nikmat, serta kesempatan dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini tepat pada waktunya. Sholawat beriring salam tak henti kita
haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad SAW, “Allahumma
sholli wasallim wa baarik ‘alaihi”, yang akan kita nantikan syafaatnya
kelak di hari akhir nanti.
Skripsi ini merupakan salah satu perjuangan bagi seorang mahasiswi
untuk dapat merampungkan masa studinya di jenjang sarjana S1 dengan
sempurna. Penulis merasa sangat bersyukur telah dapat menyelesaikan
tugas akhir skripsi ini yang berjudul “Evaluasi Terapi Insulin pada Penderita
Diabetes Mellitus Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Periode Oktober 2014-Oktober 2017” tidak lebih dari batas yang telah
ditentukan.
Terselesaikannya skripsi ini merupakan usaha penulis dengan
berbagai motivasi, bantuan, dukungan serta do’a dari berbagai pihak, oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan beribu terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua saya yang tak pernah habis kasih sayangnya, tak
pernah henti lantunan do’anya, dan tak pernah lelah usahanya dalam
mendukung dan memotivasi saya di setiap langkah yang saya ambil
untuk meraih masa depan.
2. Rektor UNIDA Gontor dan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan atas seluruh
bantuan dan dukungan yang telah diberikan.
3. Bapak Surya Amal S.Si, M.Kes, Apt, selaku Ketua Prodi Farmasi dan
satu-satunya Dosen Pembimbing saya, yang tidak kenal lelah dalam
memperjuangkan prodi farmasi selama ini untuk menjadi program
studi unggulan yang mampu menghasilkan sarjana farmasi handal yang

v
dapat berjuang untuk masyarakat dengan segala ilmunya di masa yang
akan datang. Terimakasih untuk segala ilmu dan bimbingan yang telah
diberikan khususnya untuk saya dalam menyelesaikan studi dan tugas
akhir saya di jenjang S1 ini.
4. Dewan penguji sidang skripsi, Ibu Himyatul Hidayah, Ibu Lija Oktya
Artanti dan Bapak Surya Amal, atas segala koreksian dan masukannya.
5. Seluruh dosen farmasi UNIDA Gontor yang telah mendidik dan
memberikan seluruh ilmunya kepada kami mahasiswi, insya Allah
akan menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kami di dunia dan di akhirat.
Terimakasih untuk segala dukungan dan masukan untuk kami khususnya
mahasiswi tingkat akhir dalam menyelesaikan tugas akhir kami.
6. Sahabat-sahabatku sehidup sesyurga, 42 pasukan generasi perang badar
yang telah berjuang bersama melewati 4 tahun penuh kenangan dan
perjuangan ini. Terimakasih atas segala motivasi, do’a dan dukungan
kalian. Kita akan tetap berjihad di lapangan perjuangan kita masing-
masing li ilaa’i kalimatillah. Genggangam tangan kita tak akan pernah
lepas hingga kita semua dapat meraih semua mimpi-mimpi dan
kesuksesan kita kawan.
7. Seluruh pihak RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, atas izin yang
telah diberikan untuk dapat melakukan penelitian di rumah sakit ini.
8. Bapak Joko Prihatin yang telah banyak membantu dalam proses
penyelesaian izin dan administrasi penelitian.
9. Ibu Legi selaku penanggungjawab instalasi rekam medik yang telah
banyak membantu dalam penyediaan seluruh berkas dan catatan medik
yang diperlukan oleh peneliti.
10. Seluruh petugas instalasi rekam medik yang telah banyak memberikan
kemudahan dan bantuan selama penelitian berlangsung.
11. Alifia Rimadhani dan Farah Afifah selaku tim peneliti “farmasi Klinis”,
yang telah kompak bekerjasama melakukan penelitian ini sebagai salah
satu usaha dengan satu tujuan, yakni memberikan sedikit kontribusi

vi
melalui ilmu yang kami terima demi peningkatan pengobatan rasional
di rumah sakit.
12. Ibu Wiwik Sriwidati, ibu Nina dan Ummaty Alfadila sebagai fasilitator
yang telah banyak membantu memberi fasilitas selama masa penelitian.
13. Yulisa Raras, Dita Julia dan Juwita Putri sebagai sahabat yang selalu
mendukung, memotivasi dan memberi dukungan serta do’anya selama
ini.
14. Kepada seluruh pihak yang telah membantu atas terselesaikannya skripsi
ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan dan ilmu yang telah
diberikan. Mudah-mudahan dapat menjadi amalan soleh dan bermanfaat
bagi bangsa, masyarakat dan agama.
Tidak ada gading yang tak retak, skripsi ini masih sangat jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis menaruh harapan besar untuk seluruh
evaluasi, koreksi, dan penelitian lanjutan dari skripsi ini. Hanya ridho Allah
yang diharapkan sehingga skripsi ini dapat menjadi ilmu dan acuan yang
bermanfaat. Amin

Ngawi, 21 Rajab 1439 H


8 April 2018


Penulis,

Ayu Lestari Cahyaningsih


NIM:352014710954

vii
ABSTRAK

Diabetes mellitus gestasional merupakan penyakit diabetes yang


terjadi pada ibu hamil dan sangat memerlukan perhatian oleh karena beberapa
dampak yang dapat ditimbulkannya antara lain ibu berisiko tinggi terjadi
penambahan berat badan berlebih, terjadi preklamsia, eklamsia, bedah sesar,
dan komplikasi kardiovaskuler hingga kematian ibu. Penelitian ini dilakukan
untuk mengevaluasi terapi insulin dengan meninjau karakteristik pasien
dan pola penggunaan insulin pada pasien rawat inap di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten yang terdiagnosa diabetes mellitus dengan kehamilan
(gestasional) serta efektifitas terapi insulin dengan pengukuran gula darah
sebelum dan sesudah terapi insulin. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif
yang dilakukan secara retrospektif dengan melakukan pengumpulan data
dari rekam medik kesehatan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode
Oktober 2014-Oktober 2017. Populasi pada penelitian ini berjumlah 16
pasien dengan sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak
9 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah pasien
DM Gestasional berada pada usia di atas 30 tahun, data juga menunjukkan
66,67% pasien DM Gestasional tidak bekerja, 55,56% pasien memiliki
riwayat pendidikan tinggi, 88,89% pasien dirawat selama kurang dari 7 hari,
77,78% pasien mengalami DM Gestasional pada usia kehamilan trimester 3,
dan 55,56% melahirkan dengan jenis persalinan secara sectio caesaria. Pola
terapi insulin diberikan dengan menggunakan 3 jenis insulin, yaitu insulin
kerja cepat, insulin kerja panjang, dan insulin kerja campuran. Efektivitas
terapi insulin telah dievaluasi berdasarkan penurunan kadar glukosa darah
sebelum dan setelah pemberian insulin. Secara statistika dapat disimpulkan
bahwa terapi insulin pada pasien DM Gestasional dapat menurunkan kadar
glukosa darah pasien secara signifikan.
Kata kunci: diabetes mellitus gestasional, terapi insulin.

viii
ABSTRACT

Gestasional diabetes mellitus is a disease of diabetes which occurs


during pregnancy, and it is needs of attention because several impact that
can be caused, such as, high risk of excessive weight, preclamsia, eclamsia,
caesarea section, and cardiovascular complications to maternal death.
This study was conducted to evaluate insulin therapy by reviewing patient
characteristics and patterns of insulin use in hospitalized patients in dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten which diagnosed with gestasional diabetes
mellitus and the effectiveness of insulin therapy by blood sugar measurement
before and after insulin therapy. This type of research is descriptive which
is done retrospectively by performing data collection from medical record
in dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten October 2014-October 2017 period.
Population in this study were 16 patients with the research sample that
fulfilled the inclusion criteria of 9 patients. The result of research indicated
that more than half of Gestasional DM patients were over 30 years old,
data also indicated 66,67% of Gestasional DM patients were not working,
55,56% patients had a highly educated, 88,89% patients treated for less than
7 days, 77,78% patients had Gestasional DM at 3rd trimester, and 55,56%
patients underwent caesarea section. Insulin therapy was given by 3 types
of insulin there are, rapid-acting insulin (Novorapid), long-acting insulin
(Levemir), and mixed-action insulin (Novomix). The effectiveness of insulin
therapy has been evaluated based on decreased blood glucose levels before
and after insulin use. Statistically it can be concluded that insulin therapy in
Gestasional DM patient can significantly decrease patient’s blood glucose
level.
Keywords: gestasional diabetes mellitus, insulin therapy

ix
Contents
LEMBAR PERSEMBAHAN...................................................................v
ABSTRAK............................................................................................. viii
ABSTRACT............................................................................................. ix

BAB 1 PENDAHULUAN.........................................................................1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian.................................................................................3
1.4. Kegunaan Penelitian............................................................................3
1.4.1. Kegunaan Teoritis......................................................................3
1.4.2. Kegunaan Praktis.......................................................................4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA.....................................................................5


2.1. Penelitian Terdahulu............................................................................5
2.2. Landasan Konseptual...........................................................................6
2.2.1. Diabetes Mellitus.......................................................................6
2.2.1.1. Pengertian dan Klasifikasi Diabetes Mellitus.............6
2.2.1.2. Diagnosis Diabetes Mellitus.......................................7
2.2.1.3. Gejala klinik Diabates Mellitus................................10
2.2.1.4. Komplikasi Diabetes Mellitus...................................10
2.2.1.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus...........................11
2.2.2. Diabetes Mellitus Gestasional.................................................17
2.2.2.1. Kehamilan.................................................................17
2.2.2.2. Faktor Risiko DM Gestasional..................................19
2.2.2.3. Komplikasi DM Gestasional.....................................20
2.2.2.4. Penyebab DM Gestasional........................................21
2.2.2.5. Penatalaksanaan DM Gestasional.............................22
2.2.2.6. Pencegahan DM Gestasional....................................27
2.2.3. Terapi Insulin...........................................................................27
2.2.3.1. Mekanisme Kerja Insulin .........................................27

xi
2.2.3.2. Indikasi Terapi Insulin..............................................28
2.2.3.3. Jenis-Jenis Sediaan Insulin.......................................29
2.2.3.4. Cara Pemberian Insulin.............................................31
2.2.3.5. Cara Penyimpanan Insulin........................................32
2.2.4. Deskripsi Wilayah Penelitian..................................................33

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................37


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................37
3.2. Rancangan Percobaan........................................................................37
3.3. Tahapan Penelitian.............................................................................38
3.4. Analisis Data......................................................................................39

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................41


A. Deskripsi Data Penelitian.....................................................................41
B. Karakteristik Pasien..............................................................................43
C. Pola Penggunaan Insulin......................................................................51
D. Efektifitas Terapi Insulin......................................................................60
E. Keterbatasan Penelitian........................................................................62

BAB 5 PENUTUP....................................................................................63
A. Kesimpulan..........................................................................................63
B. Saran ....................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................65

DAFTAR TABEL
Tabel ‎2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa..................................8
Tabel ‎2.2 Diagnosis Diabetes Mellitus.....................................................10
Tabel 4.1 Karakteristik Sosio-Demografi Pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten......................................44
Tabel 4.2 Profil Penyakit Penyerta Dan Keluhan Pasien DM

xii
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten..............49
Tabel 4.3 Distribusi penggunaan insulin pada pasien DM Gestasional
di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.................................51
Tabel 4.4 Pola terapi insulin pada penderita DM Gestasional di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten................................................52
Tabel 4.5 Ditribusi penggunaan obat lain pada pasien DM Gestasional
di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten................................54
Tabel 4.6 Profil penyakit penyerta dan obat-obatan lain pasien DM
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten..............59
Tabel 4.7 Pengaruh terapi insulin terhadap penurunan kadar glukosa
darah pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten....................................................................62

DAFTAR GAMBAR
Gambar ‎2.1 Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan
Toleransi Glukosa...................................................................9
Gambar ‎2.2 Lokasi Penyuntikan Insulin...................................................31
Gambar ‎2.3 Prevalensi kejadian DM di Jawa Tengah..............................34
Gambar 4.1 Prevalensi kejadian DM Gestasional di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.............................................41
Gambar4.2 Populasi dan sampel DM Gestasional di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.............................................43
Gambar 4.3 Distribusi Pekerjaan Pasien DM Gestasional di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.............................................45
Gambar 4.4 Distribusi jenis persalinan pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten..................................48
Gambar 4.5 Distribusi penggunaan obat lain pada pasien DM
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten..........55

xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian........................................71
Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro....72
Lampiran 3. Bukti Pembayaran Administrasi Penelitian..........................73
Lampiran 4. Kartu Kontrol Penelitian......................................................74
Lampiran 5.Data Pasien DM Gestasional tahun 2015-2017.....................76
Lampiran 6. Algoritme Penatalaksanaan Diabetes Mellitus.....................78
Lampiran 7. Skema Alur Penelitian..........................................................79
Lampiran 8. Data Collection Sheet...........................................................80
Lampiran 9. Data Karakteristik Pasien DM Gestasional..........................83
Lampiran 10. Data SPSS...........................................................................84

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Mellitus (DM) akhir-akhir ini marak diperbincangkan,
penyakit degeneratif ini kian mendapatkan perhatian lebih karena terjadi
peningkatan prevalensi kejadian penyakit setiap tahunnya, sehingga
diabetes mellitus menjadi salah satu masalah kesehatan yang besar.
Menurut International Diabetes Federation (2015), satu dari sebelas orang
telah menderita penyakit diabetes mellitus dan setiap enam detik satu orang
meninggal akibat diabetes. Hal ini menyebabkan 12% dari total pengeluaran
kesehatan dihabiskan untuk diabetes yaitu sekitar 673 milyar.
American Diabetes Association (2010) mengklasifikasikan diabetes
mellitus menjadi empat jenis yaitu, diabetes mellitus tipe 1, diabetes mellitus
tipe 2, diabetes mellitus tipe lain, dan diabetes mellitus gestasional. Menurut
Osgood (2011), diabetes mellitus gestasional menjadi masalah global dilihat
dari angka kejadian dan dampak yang ditimbulkannya. Menurut American
Diabetes Association (ADA) tahun 2000, DM Gestasional terjadi 7% pada
kehamilan setiap tahunnya.
Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar,
sehingga pada masa kehamilan wanita berisiko terkena diabetes mellitus
yang merupakan suatu gangguan intoleransi glukosa yang muncul atau
terdiagnosa pertama kali saat kehamilan dan gangguan intoleransi glukosa
ini akan kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan (Riza et al,
2015).

1
2

Diabetes mellitus gestasional sangat memerlukan perhatian oleh


karena dampak yang dapat ditimbulkannya antara lain, ibu berisiko tinggi
terjadi penambahan berat badan berlebih, terjadi preklamsia, eklamsia, bedah
sesar, dan komplikasi kardiovaskuler hingga kematian ibu. Sedangkan bayi
yang lahir dari ibu yang mengalami DM Gestasional berisiko tinggi untuk
terkena hipoglikemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, sindrom gangguan
pernafasan, polistemia, obesitas dan diabetes mellitus tipe 2 (Perkins; et al,
2007).
Setiap penyakit ada obatnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ّ ْ َ َ ِ َّ ُ َ ُ ُ ْ ُ َ َ ٌ َ َ َ ّ ُ
)‫صيب دواء ادلاء ب ِرأ بِإِذ ِن اللِ (رواه مسلم‬
ِ ‫ِك دا ٍء دواء فإِذا أ‬
ِ ‫ل‬
Demikianlah sabda Rasulullah SAW, yang artinya “Setiap penyakit
ada obatnya. Jika obat menimpa penyakit, maka penyakit hilang dengan
izin Allah SWT” (HR. Muslim). Dengan demikian hendaknya setiap
manusia yang sedang diberi cobaan oleh Allah berupa penyakit meyakini
dan mempercayai bahwa penyakit yang menimpanya pasti memiliki obat
yang dapat menyembuhkannya, karena Allah SWT tidak akan menurunkan
penyakit kecuali juga menurunkan obatnya, sebagaimana sabda Rasulullah
SAW yang berbunyi:

ً َ ُ َ َ َ ْ َ َّ ً َ ُ َ َ ْ َ َ
)‫ما أنزل اهلل داء إِل أنزل ل ِشفاء (رواه النساء و إبن ماجة‬
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa setiap penyakit
ada obatnya, demikian pula dengan penyakit diabetes mellitus, beberapa
cara pengobatan telah ditemukan dan sudah sering digunakan (Kaelany,
2005).
Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Riza et al (2015),
manajemen terapi pada diabetes mellitus gestasional adalah dengan terapi
non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi farmakologi yang diberikan
adalah dengan terapi insulin, sedangkan obat antidiabetes tidak disarankan
3

karena dapat menembus plasenta dan merangsang pankreas janin sehingga


menambah kemungkinan makrosomia. Sehingga penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengevaluasi terapi insulin dengan meninjau karakteristik
pasien dan pola penggunaan insulin pada pasien rawat inap yang terdiagnosa
diabetes mellitus dengan kehamilan (gestasional) serta efektifitas terapi
insulin dengan pengukuran gula darah sebelum dan sesudah terapi insulin.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat dirumuskan
suatu masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober 2017?
2. Bagaimana pola penggunaan insulin pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober
2017?
3. Bagaimana efektivitas terapi insulin pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober
2017?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui karakteristik pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober 2017.
2. Mengetahui pola penggunaan insulin pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober
2017.
3. Mengetahui efektivitas terapi insulin pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober
2017.
4

1.4. Kegunaan Penelitian


1.4.1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai salah satu aspek ilmiah untuk menambah ilmu pengetahuan
mahasiswi dan masyarakat tentang penatalaksanaan DM Gestasional.
2. Menjadi dokumen akademik yang dapat digunakan sebagai acuan
penelitian lanjutan.

1.4.2. Kegunaan Praktis


Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah:
1. Bagi farmasis dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan informasi
dasar dalam penatalaksanaan terapi DM Gestasional secara rasional
sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian.
2. Bagi klinisi dapat digunakan untuk tambahan informasi untuk
peningkatan pelayanan kesehatan khususnya pola pengobatan yang
sesuai dengan tatalaksana terapi farmakologi DM Gestasional untuk
mendapatkan outcome klinik yang diinginkan.
BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu


Pemilihan insulin sebagai terapi dalam DM gestasional yaitu karena
adanya penelitian yang menjelaskan, bahwa insulin dapat menurunkan
makrosomia. Makrosomia adalah keadaan dimana bayi lahir dengan berat
badan lebih dari 4000 gram (4 kg). Berdasarkan penelitian dari Rowan et
al (2008) diketahui bahwa pengobatan untuk diabetes mellitus gestasional
baik dengan pemberian insulin saja maupun dengan ditambah metformin
merupakan pilihan terapi yang efektif dan aman (Niskalawati, 2011).
Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Riza, et
al (2015), yang meneliti efektivitas penggunaan insulin pada penderita
diabetes mellitus dengan kehamilan di RSD dr. Soebandi Jember pada tahun
2012-2013. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan
penggunaan insulin, serta mengkaji efektivitas terapi insulin pada penderita
diabetes mellitus gestasional, karena menurut penelitian yang telah
dilakukan, penggunaan obat selama kehamilan harus dipertimbangkan
karena ibu hamil tidak diperbolehkan mengkonsumsi obat anti diabetes
(OAD) dan hanya menggunakan insulin sebagai terapi (Riza et al, 2015).
Sejauh ini, glibenklamid dan metformin telah dipelajari beberapa
kali untuk digunakan dalam kehamilan. Pertimbangan dari penggunaan
obat hipoglikemik oral masih sama seperti penelitian Riza (2015), yaitu
“apakah obat akan melewati penghalang plasenta?, dan jika demikian
apakah itu akan menyebabkan efek buruk pada janin?". Sebuah penelitian
telah dilakukan oleh Dyah et al (2013), dengan judul Indonesian Clinical
Practice Guidelines for Diabetes in Preganancy, yang menyebutkan bahwa
sejauh ini belum ada rekomendasi tentang penggunaan metformin dan

5
6

glibenklamid pada kehamilan. Bukti yang dimiliki masih terbatas dan masih
membutuhkan penelitian serta pemantauan lebih lanjut untuk mendeteksi
kemungkinan efek samping jangka panjang pada bayi (Dyah et al, 2013).

2.2. Landasan Konseptual


2.2.1. Diabetes Mellitus
2.2.1.1. Pengertian dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kelainan metabolik yang
dikarakteristikkan dengan hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein diakibatkan oleh kelainan sekresi insulin,
kerja insulin maupun keduanya (WHO, 2006). Beberapa gangguan
yang menyertai hiperglikemia kronis pada diabetes mellitus antara lain
kerusakan, gangguan fungsi beberapa organ tubuh khususnya mata, ginjal,
saraf, jantung, dan pembuluh darah. Pada penderita diabetes mellitus terjadi
gangguan metabolisme semua sumber makanan tubuh, namun kelainan
metabolisme karbohidrat menjadi kelainan metabolisme yang paling utama.
Oleh karena itu, diagnosis diabetes mellitus selalu berdasarkan tingginya
kadar glukosa plasma darah (Adam, 2006).
Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association
(ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu:
a. Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/
IDDM
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun. Sekresi insulin pada DM tipe ini sangat sedikit atau tidak
terjadi sekresi insulin sama sekali. Manifestasi pertama penyakit ini adalah
ketoasidosis.
b. Diabetes Mellitus Tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes Mellitus/
NIDDM
Penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan, karena terjadi resistensi
7

insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang


pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi
glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin
sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi
insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena
itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan
akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe
ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
c. Diabetes Mellitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.
d. Diabetes Mellitus Gestasional
DM gestasional terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester
kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan (Suzanna, 2014).

2.2.1.2. Diagnosis Diabetes Mellitus


Keluhan khas DM yang digunakan untuk membantu diagnosis klinis
DM antara lain adalah poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika
8

pemeriksaan glukosa darah sewaktu menunjukkan kadar ≥ 200 mg/dl disertai


dengan keluhan khas DM, sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Hasil pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl juga digunakan untuk
patokan diagnosis DM. Namun, apabila tanpa keluhan khas DM, dan hasil
pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup
kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut
dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah
puasa ≥ 126 mg/dl, glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain,
atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa
darah pasca pembebanan ≥ 200 mg/dl (Sidartawan, 2015).
Tabel ‎2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa.

Bukan Belum pasti


Kriteria DM
DM DM
kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena <100 100-199 ≥200
(mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200
Kadar glukosa darah puasa Plasma vena <100 100-125 ≥126
(mg/dL) Darah kapiler <90 90-99 ≥ 100
(Sumber: PERKENI, 2006)
9

Gambar ‎2.1 Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi


Glukosa
(Sumber: MEDICINUS, 2014).
Menurut WHO (1994) cara pelaksanaan TTGO adalah sebagai
berikut: Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan
sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari)
sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
kemudian diperiksa kadar glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram
10

(orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250
ml dan diminum dalam waktu 5 menit, kemudian berpuasa kembali sampai
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan
glukosa selesai. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa, selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat
dan tidak merokok.
Tabel ‎2.2 Diagnosis Diabetes Mellitus
Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL (11.1 mmol/L)
1 glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir, atau

Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL (7.0 mmol/ L) puasa
2
diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam, atau

Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11.1 mmol/L) TTGO
3 dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75g glukosa anhidrus yang diarutkan ke dalam air.
(Sumber: Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu, FKUI, 2015)

2.2.1.3. Gejala klinik Diabates Mellitus


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala, namun ada beberapa gejala
tipikal yang harus diwaspadai antara lain poliuria (sering buang air kecil),
polidipsia (sering haus) dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota
tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang
seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa
sebab yang jelas (DepKes RI, 2005).

2.2.1.4. Komplikasi Diabetes Mellitus


Komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik
dapat terjadi pada DM yang tidak terkendali, baik mikroangiopati maupun
makroangiopati. Diantara komplikasi kronis yang dapat terjadi yaitu
kerusakan saraf (Neuropati), kerusakan ginjal (Nefropati), kerusakan mata
(Retinopati), penyakit jantung koroner (PJK), stroke, hipertensi, penyakit
11

pembuluh darah perifer, gangguan pada hati, penyakit paru, gangguan


saluran cerna dan infeksi. Di Amerika Serikat, DM merupakan penyebab
utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering
amputation dan adult blindness (Suzanna, 2014).
Angka kematian penderita diabetes akibat komplikasi akut bisa
menurun drastis sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa
darah, terutama setelah ditemukannya insulin. Kelangsungan hidup
penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama
(Suzanna, 2014).

2.2.1.5. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus


Penatalaksanaan pasien diabetes mellitus dikenal dengan empat
pilar penting dalam mengontrol perjalanan penyakit dan komplikasi. Empat
pilar tersebut adalah edukasi, terapi nutrisi, aktifitas fisik dan farmakologi
(Wayan dan Khairun, 2015).
1. Edukasi
Tujuan dari edukasi diabetes adalah mendukung usaha pasien
untuk mengetahui perjalanan alami penyakitnya, masalah kesehatan atau
komplikasi yang mungkin timbul secara dini atau saat masih reversible
serta cara pengelolaan penyakit secara mandiri, dan perubahan perilaku
atau kebiasaan kesehatan yang diperlukan (Piette, 2003).
Edukasi pada penyandang diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, berhenti
merokok, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan
diet tinggi lemak (Piette, 2003).
12

2. Terapi Nutrisi
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes yaitu makanan
yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu,
dengan memperhatikan keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah
makanan. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat
45%-65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, natrium kurang dari 3g dan
diet cukup serat sekitar 25g/hari (PERKENI, 2011).
3. Aktifitas fisik
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki
ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan
dan dapat memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging
dan berenang. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani
bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi diabetes
mellitus dapat dikurangi (Goldstein, 2004).
4. Terapi Farmakologi
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Obat yang biasa digunakan untuk terapi farmakologi diabetes
mellitus antara lain:
1) Pemicu sekresi insulin:
a) Sulfonilurea
Efek utama sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, merupakan pilihan utama untuk pasien berat badan normal
atau kurang. Sulfonilurea kerja panjang tidak dianjurkan pada orang tua,
gangguan faal hati, dan ginjal serta malnutrisi.
13

b) Glinid
Terdiri dari repaglinid dan nateglinid, memiliki cara kerja sama
dengan sulfonilurea, namun lebih ditekankan pada sekresi insulin fase
pertama. Obat ini baik untuk mengatasi hiperglikemia postprandial
(Suzanna, 2014).
2) Peningkat sensitivitas insulin:
a) Biguanid
Golongan biguanid paling banyak digunakan adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat seluler, distal reseptor insulin, dan menurunkan
produksi glukosa hati. Metformin merupakan pilihan utama untuk penderita
diabetes gemuk, disertai dislipidemia dan disertai resistensi insulin
b) Tiazolidindion
Tiazolidindion berefek pada penurunan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan
ambilan glukosa perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal
jantung karena meningkatkan resistensi cairan (Suzanna, 2014)
3) Penghambat glukoneogenesis:
Golongan OHO yang bekerja sebagai penghambat glukoneogenesis
adalah Biguanid (Metformin). Selain menurunkan resistensi insulin,
metformin juga mengurangi produksi glukosa hati. Metformin
dikontraindikasikan pada gangguan fungsi ginjal dengan kreatinin serum
> 1,5 mg/dL, gangguan fungsi hati, serta pasien dengan kecenderungan
hipoksemia seperti pada sepsis. Metformin tidak mempunyai efek samping
hipoglikemia seperti pada golongan sulfonilurea. Metformin mempunyai
efek samping pada saluran cerna (mual) namun bisa diatasi dengan
pemberian sesudah makan (Suzanna, 2014).
14

4) Penghambat glukosidase alfa:


Golongan OHO yang bekerja sebagai penghambat glukosidase alfa
adalah Acarbose. Acarbose bekerja dengan mengurangi absorbsi glukosa
di usus halus. Acarbose juga tidak mempunyai efek samping hipoglikemia
seperti golongan sulfonilurea. Acarbose mempunyai efek samping pada
saluran cerna yaitu kembung dan flatulens. Acarbose sebagai Penghambat
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan
suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida
ini disekresi bila ada makanan yang masuk. GLP-1 merupakan perangsang
kuat bagi insulin dan penghambat glukagon. Namun GLP-1 secara cepat
diubah menjadi metabolit yang tidak aktif oleh enzim DPP-4, penghambat
DPP-4 dapat meningkatkan pelepasan insulin dan menghambat pelepasan
glukagon (Suzanna, 2014).
b. Terapi Insulin
Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa
jenis DM tipe 2, namun banyak pasien DM yang tidak mau disuntik, kecuali
dalam keadaan terpaksa, sehingga diperlukan terapi edukasi pasien DM agar
pasien sadar akan perlunya terapi insulin meski diberikan secara suntikan
(FKUI, 2007).
Terapi insulin harus bersifat individual yang diseimbangkan dengan
asupan makanan dan olahraga. Saat pasien mulai menggunakan insulin
untuk mengatasi diabetes, dosis awal hanyalah titik awal yang dapat berubah
seiring berjalannya waktu. Beberapa faktor yang memengaruhi kebutuhan
insulin antara lain kenaikan atau penurunan berat badan, perubahan
kebiasaan makan dan penambahan obat-obatan lainnya. Kebutuhan insulin
sering kali meningkat dan dosis harus diatur ulang untuk dapat memenuhi
kebutuhan kadar insulin baru (Hafshah, 2016).
Insulin diinjeksikan secara subkutan (di bawah kulit). Lokasi injeksi
umumya di perut, pantat, paha dan lengan atas. Lokasi injeksi harus digilir
15

untuk menghindari lipohipertropi, yaitu peningkatan pertumbuhan atau


ukuran sel-sel lemak di bawah kulit. Ketika terjadi lipohipertropi, area
dibawah kulit pada lokasi injeksi menjadi berlemak, karena itu menggilir
lokasi injeksi insulin sangatlah penting untuk memperoleh laju absorpsi
yang baik dan untuk menghindari perubahan pada kulit lokasi injeksi
(Hafshah, 2016).
Empat pilar tata laksana DM ini harus dipahami dengan baik, sehingga
dapat dipahami bahwa yang menjadi dasar utama adalah gaya hidup sehat
(GHS). Semua pengobatan DM tipe 2 diawali dengan GHS yang terdiri dari
edukasi yang terus menerus, mengikuti petunjuk pengaturan makan secara
konsisten dan melakukan latihan jasmani secara teratur. Sebagian penderita
DM tipe 2 dapat terkendali kadar glukosa darahnya dengan mejalankan
GHS ini. Bila dengan GHS glukosa darah belum terkendali, maka diberikan
monoterapi OHO (Suzanna, 2014).
Pemberian OHO dimulai dengan dosis kecil ditingkatkan secara
bertahap sesuai dengan respons kadar gula darah. Pemberian OHO berbeda-
beda tergantung jenisnya. Sulfonilurea diberikan 15-30 menit sebelum
makan. Glinid diberikan sesaat sebelum makan. Metformin bisa diberikan
sebelum/sesaat/sesudah makan. Acarbose diberikan bersama makan suapan
pertama. Tiazolidindion tidak bergantung pada jadwal makan, DPP-4
inhibitor dapat diberikan saat makan atau sebelum makan, apabila dengan
GHS dan monoterapi OHO glukosa darah belum terkendali, maka diberikan
kombinasi 2 OHO. Untuk terapi kombinasi harus dipilih 2 OHO yang cara
kerjanya berbeda, misalnya golongan sulfonilurea dan metformin, apabila
dengan GHS dan kombinasi 2 OHO glukosa darah belum terkendali maka
ada 2 pilihan yaitu yang pertama GHS dan terapi kombinasi terapi 3 OHO
atau GHS dan kombinasi terapi 2 OHO bersama insulin basal. Insulin basal
adalah insulin kerja menengah atau kerja panjang, yang diberikan malam
hari menjelang tidur. Apabila dengan cara di atas glukosa darah tetap tidak
terkendali maka pemberian OHO dihentikan, dan terapi beralih kepada
16

insulin intensif. Pada terapi insulin ini diberikan kombinasi insulin basal
untuk mengendalikan glukosa darah puasa, dan insulin kerja cepat atau kerja
pendek untuk mengendalikan glukosa darah prandial. Kombinasi insulin
basal dan prandial ini berbentuk basal bolus yang terdiri dari 1 x basal dan
3 x prandial (Suzanna, 2014). Algoritma tatalaksana selengkapnya dapat
dilihat pada lampiran 1.

2.2.2. Diabetes Mellitus Gestasional


2.2.2.1. Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan di mana janin dikandung di dalam
tubuh ibu, yang diawali dengan proses pembuahan, yaitu pertemuan sperma
dan sel telur dalam tuba fallopi, yang kemudian tertanam di dalam uterus,
dan akan diakhiri dengan proses persalinan. Secara keseluruhan, organ
tubuh ibu hamil mengalami perubahan dan beradaptasi dari fungsi fisik dan
kimiawi untuk mendukung kehidupan (Siti, 2016).
Tanda-tanda awal kehamilan dapat dirasakan oleh ibu hamil, yaitu
tidak mendapat haid/menstruasi; sering buang air kecil; melembut atau
membesarnya payudara, puting susu bertambah gelap; lebih peka terhadap
bau yang tajam; cepat merasa letih; mual dan muntah pada pagi hari; serta
meningkatnya keputihan. Untuk mengetahui kepastian apakah seorang ibu
sedang hamil, maka perlu dilakukan beberapa tes. Tes kehamilan tersebut
antara lain:
1. Tes urin: bila terbentuk dua garis merah pada strip uji kehamilan berati
ibu positif hamil
2. Tes darah: tes darah ditujukan untuk menghitung jumlah hormon hCG
Proses kehamilan yang normal berjalan selama 38-40 minggu, yang
dibagi menjadi tiga fase, yaitu (Siti, 2016):
1. Trimester pertama: minggu 1-12
2. Trimester kedua: minggu 13-24
3. Trimester ketiga: minggu 25-persalinan
17

a. Fisiologis Kehamilan
Toleransi glukosa normal atau sedikit meningkat di awal kehamilan,
dan sensitivitas perifer (otot) terhadap insulin serta produksi glukosa basal
hepatik normal akibat peningkatan hormon esterogen dan progesteron
maternal pada awal kehamilan yang meningkatkan hiperplasia sel β pankreas,
sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Respons terhadap resistensi
insulin dijelaskan oleh peningkatan cepat insulin di awal kehamilan.
Peningkatan hubungan fetomaternal pada trimester kedua dan ketiga akan
mengurangi sensitivitas insulin maternal sehingga akan menstimulasi
sel-sel ibu untuk menggunakan energi selain glukosa seperti asam lemak
bebas, glukosa maternal selanjutnya akan ditransfer ke janin. Kadar glukosa
darah fetus dalam kondisi normal sekitar 10-20 % lebih rendah daripada
ibu, sehingga transpor glukosa dari plasenta ke darah janin dapat terjadi
melalui proses difusi sederhana ataupun terfasilitasi. Resistensi insulin
tubuh selama kehamilan meningkat tiga kali lipat dibandingkan keadaan
tidak hamil. Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin ditandai
dengan defek post-reseptor yang menurunkan kemampuan insulin untuk
memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4) dari dalam sel ke permukaan sel. Hal
ini mungkin disebabkan oleh peningkatan hormon yang berkaitan dengan
kehamilan. Meskipun kehamilan dikaitkan dengan penigkatan massa sel β
dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat menigkatkan
produksi insulinnya relatif terhadap peningkatan resistensi insulin sehingga
menjadi hiperglikemik dan menderita DMG (Liong, 2016).
b. Kondisi Patologis Ibu Hamil
Kondisi patologis pada ibu hamil adalah kondisi kelainan atau
penyakit yang dapat terjadi pada ibu hamil. Ibu hamil yang mudah mengalami
kelainan pada kehamilannya memiliki faktor risiko yang tinggi. Selama
kehamilan berlangsung, tubuh mengalami berbagai perubahan yang siftnya
fisiologis, seperti mual dan muntah, sembelit, rasa lelah, kram otot dan
sebagainya. Meskipun kondisi tersebut normal, tetapi bila keadaan tersebut
18

didiamkan dan tidak ditangani dengan baik dapat menjadi permasalahan


yang serius. Akibat selanjutnya adalah menjadi patologis atau tidak normal.
Masa kehamilan adalah masa yang sangat sensitif dengan kenaikan
insulin. Insulin yang meningkat secara mendadak dapat menyebabkan
banyak penyulit, termasuk tekanan darah tinggi, risiko eklampsia, bahkan
berpengaruh pada janin. Gula darah ibu yang sering kali tinggi dapat
menghasilkan janin yang tidak sehat karena kualitas gizi dalam diri ibu
yang dialirkan melalui plasenta. Anemia, kegemukan, morning sickness,
gusi berdarah, kelelahan, infeksi saluran kemih, keputihan, hemoroid dan
konstipasi, varises, nyeri kepala, kram, bengkak pada kaki, hipertensi dan
diabetes mellitus juga merupakan beberapa kondisi patologis yang dapat
terjadi pada masa kehamilan (Siti, 2016).

2.2.2.2. Faktor Risiko DM Gestasional


Deteksi dini pada wanita dengan DM gestasional sangat diperlukan,
karena penderita hampir tidak pernah memberikan keluhan dan agar penyakit
ini dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu faktor risiko
berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa
sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi
lebih dari 4000 gr, riwayat preklamsia dan polyhidramnion. Juga terdapat
riwayat ibu: umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM
pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi
saluran kemih berulang selama hamil. Dengan adanya deteksi dini pada
ibu hamil juga dapat membantu untuk meningkatkan kesejahteraan ibu baik
selama kehamilan ataupun setelah masa kehamilan (Pamolango et al, 2013
dan Marmi et al, 2011).

2.2.2.3. Komplikasi DM Gestasional


Pada diabetes mellitus gestasional, selain perubahan-perubahan
fisiologi akan terjadi suatu keadaan dimana fungsi insulin menjadi tidak
optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek
19

insulin. Akibatnya, kandungan glukosa dalam plasma ibu bertambah, kadar


gula darah tinggi, tetapi kadar insulin tetap tinggi. Melalui difusi terfasilitasi
dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi kandungan
glukosa abnormal (Manuaba et al, 2007).
Komplikasi diabetes mellitus gestasional yang berkaitan dengan
neonatal dapat didistribusikan dengan meningkatnya pentransferan substrat
dan ibu kepada fetus dalam konjungsinya dengan hiperinsulin fetal.
Pederson pada tahun 1967 adalah yang pertama mendeskripsikan dampak
toksik hiperglikemia maternal terhadap pertumbuhan dan perkembangan
fetal. Menurut teori yang dikemukakannya, peningkatan serum metabolit
pada ibu yang mengalami diabetes (misalnya: glukosa, asam lemak bebas,
senyawa keton dalam tubuh, trigliserida dan asam-asam amino) akan
memicu peningkatan transfer nutrien pada janin, yang pada gilirannya
akan menimbulkan hiperglikemik dalam lingkungan uterus sehingga dapat
merubah pertumbuhan dan komposisi tubuh janin (Krishna et al, 2002).
Pankreas janin ibu dengan diabetes mellitus gestasional pada
trimester kedua kehamilan akan beradaptasi dengan hiperglikemik
dalam lingkungan uterus dengan meningkatkan produksi insulin, yang
mengakibatkan hiperinsulinemia pada janin. Titik kulminasi dari peristiwa
metabolik yang terjadi di dalam uterus ini akan mengakibatkan hipoglikemia,
polisitemia, hiperbilirubinemia, komplikasi gawat nafas (Respiratory
Distress Syndrome), dan pertumbuhan fetus yang beratnya berlebihan atau
makrosomia (Sudoyo et al, 2006). Berikut beberapa komplikasi yang dapat
timbul pada penderita DM Gestasional:
a. Komplikasi maternal: infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi
kronik, PE, kematian ibu
b. Komplikasi fetal: abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi
plasenta, makrosomia, kematian intra uterin
c. Komplikasi neonatal: prematuritas, kematian intra uterin, kematian
20

neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomagnesia, hipokalsemia,


hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia (Marmi et al,
2011).
2.2.2.4. Penyebab DM Gestasional
Diabetes mellitus gestasional merupakan penyakit yang memiliki
dampak langsung pada kesehatan ibu dan janin, sehingga penyakit ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat (Osgood et al, 2011). Intoleransi
karbohidrat pada tubuh yang terjadi karena perubahan fisiologis selama masa
kehamilan dapat menjadi faktor terjadinya diabetes mellitus gestasional.
Hormon-hormon spesifik pada kehamilan, seperti human placenta lactogen
dan peningkatan level kortisol dan prolaktin, meningkatkan resistensi insulin
dan membutuhkan banyak produksi hormon untuk memelihara homeostasis
glukosa darah selama kehamilan (Wahabi, 2012).
Human placental lactogen memiliki kemungkinan utama penyebab
DM Gestasional, karena levelnya meningkat 1000 kali selama masa
kehamilan. Dengan makin meningkatnya usia kehamilan, level hormon ini
akan semakin meningkat. Nilai maksimumnya terjadi pada trimester ketiga,
yang bila terjadi pada wanita dengan defisiensi cadangan sel β akan menjadi
intoleransi glukosa (Karagianis et al, 2010).

2.2.2.5. Penatalaksanaan DM Gestasional


Penatalaksanaan DM Gestasional antara lain dengan memantau
glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila, bahkan lebih
sering lagi saat mendekati persalinan. Mengingat efek teratogenitas yang
dapat dikeluarkan melalui ASI, obat hipoglikemik oral tidak dianjurkan
untuk dipakai saat hamil dan menyusui. Kenaikan BB pada trimester 1
diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg/minggu, total kenaikan
BB sekitar 10-12 kg (Marmi, 2011).
Pengobatan DM gestasional dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Terapi non farmakologi
21

untuk pasien diabetes mellitus gestasional yaitu dengan diet atau MNT
(medical nutrition therapy) dan monitoring kadar glukosa darah atau
SMBG (self monitoring of blood glucose), sedangkan terapi farmakologi
dapat dilakukan dengan pemberian insulin maupun obat hipoglikemik oral
yang aman utuk ibu hamil, seperti gliburid/glibenklamid (sulfonilurea),
metformin (biguanid), dan akarbose (penghambat alfa-glikosidase)
(Niskalawati, 2011).
Terapi untuk diabetes mellitus gestasional diantaranya adalah:
1. Terapi Non Farmakologis
a. Senam Ibu Hamil
Senam hamil adalah senam yang ditujukan khusus untuk ibu hamil.
Manfaat senam hamil di antaranya yaitu untuk melatih otot-otot yang terkait
dalam proses persalinan agar lebih siap dalam menghadapi persalinan.
Otot-otot yang berfungsi dalam proses mengejan saat melahirkan antara
lain otot panggul, otot paha, otot bokong, otot punggung, dan otot perut. Di
dalam senam hamil, ibu diajarkan cara bernafas yang benar selama proses
persalinan, kapan waktu yang tepat untuk menarik nafas dan menghembuskan
nafas. Ibu hamil dilatih untuk mendengarkan dan mematuhi komando dari
instruktur agar selama proses persalinan sudah terbiasa untuk mendengarkan
komando dari penolong persalinan (Wibisono dan Dewi, 2009). Peregangan
atau pemanasan harus dilakukan sebelum berolahraga atau senam hamil
untuk mengatasi ketidaknyamanan (Siti, 2016).
Senam hamil sebaiknya dilakukan pada tingkat yang ringan dan
tidak membahayakan. Senam hamil dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut: Peregangan lengan, peregangan paha luar, mengangkat
paha, jongkok, peregangan paha dalam, peregangan bagian atas tubuh, dan
berlutut menggoyang panggul (Siti, 2016).
22

b. Diet atau Medical Nutrition Therapy (MNT)


Medical Nutrition Therapy (MNT) atau diet merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total dengan prisip pengaturan makan pada
pasien DM gestasional, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Keteraturan jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan merupakan hal yang perlu ditekankan,
terutama pada pasien yang menggunakan insulin. Diet yang dilakukan
yaitu diet karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat yang dianjurkan
sebesar 45-65% total asupan energi, asupan lemak dianjurkan sekitar 20-
25% kebutuhan kalori, dan dibutuhkan asupan protein sebesar 10-20% total
asupan energi (Niskalawati, 2011).
c. Monitoring Kadar Glukosa Darah Atau SMBG (Self Monitoring Of
Blood Glucose)
Pasien disarankan memeriksakan diri ke dokter paling tidak sebulan
sekali setelah didiagnosis diabetes. Pada saat kontrol, dipantau tentang
cara minum obat, diet dan latihan jasmani, serta pasien disarankan untuk
melakukan monitor kadar glukosa darah secara mandiri (selfmonitoring
of blood glucose = SMBG). Hal ini akan sangat membantu pasien untuk
bisa mengetahui kadar gula darahnya setiap waktu, sehingga pasien
mengetahui naik turunnya kadar gula darah, termasuk mengetahui apabila
timbul komplikasi hipoglikemik secara dini. Frekuensi SMBG tergantung
dari masing-masing individu, tergantung tipe diabetes, tipe terapi, kontrol
glikemik yang adekuat, kewaspadaan terhadap keadaan hipoglikemik,
kesibukan pekerjaan pasien, dan penyakit akut (ADA, 2013).
Perlu ditanyakan adanya gangguan penglihatan, keadaan kaki, adanya
infeksi, timbul rasa nyeri, kesemutan atau penurunan sensasi raba, serta disfungsi
seksual pada pria untuk memantau timbulnya komplikasi. Pada pemeriksaan fisik
perlu diperiksa vital sign, termasuk nadi, tekanan darah, suhu, dan respiratory
rate. Perlu juga diperiksa ketajaman penglihatan, detak jantung, keadaan kulit,
keadaan kaki, pemeriksaan saraf dan berat badan (ADA, 2013).
23

2. Terapi Farmakologis
a. Terapi Insulin
Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma tidak
tercapai pada pemantauan diabetes mellitus gestasional selama 1-2 minggu
(Kaaja dan Ronnemaa, 2008). Adapun pemilihan regimen terapi insulin
pada ibu hamil sebagai berikut: penggunaan insulin manusia lebih disukai
wanita hamil yang menderita diabetes, meskipun beberapa pasien masih
menggunakan insulin hewan dikarenakan ketakutan akan hipoglikemia
sehingga enggan untuk berganti. Insulin babi dapat digunakan, tetapi
insulin sapi paling baik dihindari karena dapat menimbulkan antibodi
insulin yang mudah sekali melintasi plasenta. Ini telah dikaitkan sebagai
penyebab morbiditas bayi, yang mungkin mengganggu fungsi sel β janin
dan mengganggu sekresi insulin neonatus (Peter, 2000).
Regimen terapi insulin berbeda pada setiap individu, tergantung pada
kebutuhan terapi dan kondisi pasien. Macam-macam regimen pemberian
insulin yang dapat diberikan pada penderita DM Gestasional sebagai
berikut:
1. Regimen insulin sekali sehari jarang cukup untuk ibu hamil yang
diabetesnya ditegakkan sebelum kehamilan, tetapi suntikan sekali sehari
insulin dengan masa kerja sedang sebelum sarapan mungkin sangat
efektif pada beberapa wanita yang mengalami diabetes kehamilan
ringan. Pasien seperti ini biasanya dapat menghasilkan insulin yang
cukup pada keadaan puasa sepanjang malam untuk mempertahankan
normoglikemia, sehingga insulin dengan masa kerja sedang (isofan
seperti Humulin I (Lilly) atau Insulatard (Novo-Nordisk) atau humulin
Zn (Lilly)) sudah cukup. Tambahan insulin dengan masa kerja pendek
atau insulin larut seperti Actrapid (Novo-Nordisk) atau Humulin S
(Lilly) boleh ditambahkan kemudian sebagai komponen yang bekerja
cepat untuk mengatasi hiperglikemia pasca-makan. Regimen seperti itu
menurunkan insidensi makrosomia janin pada wanita yang menderita
24

diabetes kehamilan ringan dengan nyata dibanding dengan terapi diet


saja (Peter, 2000).
2. Kombinasi dua kali sehari insulin dengan masa kerja singkat dan kerja
sedang, regimen ini banyak digunakan di luar kehamilan dan dapat
memberikan pengendalian yang adekuat selama kehamilan dengan baik.
Kombinasi yang biasa adalah insulin larut dengan salah satu insulin
isofan atau suspensi seng insulin. Formulasi insulin yang telah dicampur
lebih dahulu mungkin sebaiknya dihindari pada kehamilan karena tidak
memberi cukup fleksibilitas. Wanita yang menggunakan formulasi ini
sebaiknya berganti ke insulin yang tidak perlu pencampuran pada masa
prakonsepsi. Kemampuan untuk mengubah proporsi insulin dengan
masa kerja singkat ke masa kerja sedang adalah penting karena pada
saat kehamilan semakin tua keperluan keseimbangan antara keduanya
mungkin berubah bersamaan dengan resistensi insulin yang meningkat
(Peter, 2000).
3. Suntikan multipel insulin setiap hari digunakan oleh banyak pasien diabetes
muda dengan menggunakan alat penyuntik insulin berbentuk pen. Cara
ini sangat memuaskan untuk mencapai pengendalian metabolik yang
bagus: cara ini mudah dimengerti oleh pasien dan dapat dengan mudah
diubah untuk mengatasi variasi diet dan aktivitas. Umumnya insulin
larut dipakai pada setiap kali makan utama setiap hari dan suspensi
isofan atau seng insulin dipakai pada jam tidur. Pemantauan sendiri
yang ketat adalah penting untuk jenis regimen ini, tetapi pemantauan ini
akan berbeda dari yang diperlukan pada kehamilan (Peter, 2000).
b. Obat Hipoglikemik Oral
Metformin, gliburid/glibenklamid, dan akarbose merupakan obat
hipoglikemik oral yang relatif aman dan diperbolehkan untuk ibu hamil.
Metformin merupakan OHO golongan biguanid dengan mekanisme kerja
menurunkan produksi glukosa di hati dan meningkatkan efektivitas jaringan
otot dan adiposa terhadap insulin. Metformin tidak menyebabkan kenaikan
25

berat badan sehingga dapat digunakan untuk pasien DM gestasional yang


mengalami obesitas. Berbeda dengan metformin, obat-obat golongan
sulfonilurea dapat menyebabkan kenaikan berat badan sehingga tidak dapat
diberikan pada pasien DM gestasional yang menderita obesitas, seperti
gliburid/glibenklamid yang merupakan OHO golongan sulfonilurea dengan
mekanisme merangsang sekresi insulin di sel β pankreas.

2.2.2.6. Pencegahan DM Gestasional


1. Menurunkan berat badan sebelum konsepsi dengan pengaturan diet.
Penurunan berat badan antara kehamilan terdahulu dan kehamilan
berikutnya sebesar 4,5 kg dengan menurunkan risiko DMG pada
kehamilan selanjutnya hingga 40%.
2. Aktifitas fisik yang instens, moderat dan reguler. Olahraga sebelum
dan selama masa awal kehamilan terbukti dapat memperbaiki kontrol
glikemik pada wanita dengan DMG serta menurunkan risiko DMG
masing-masing 51% dan 48% (Kaaja dan Ronnemaa, 2008).

2.2.3. Terapi Insulin


2.2.3.1. Mekanisme Kerja Insulin
Insulin mempunyai peran yang sangat penting dan luas dalam
pengendalian metabolisme. Insulin yang disekresikan oleh sel-sel β pankreas
akan langsung diinfusikan ke dalam hati melalui vena porta dan kemudian
didistribusikan ke seluruh tubuh melalui peredaran darah (Departemen
Kesehatan, 2005).
Efek kerja insulin yang sudah sangat dikenal adalah membantu
transpor glukosa dari darah ke dalam sel. Sehingga apabila tubuh kekurangan
insulin, glukosa darah tidak dapat atau terhambat masuk ke dalam sel,
yang mengakibatkan peningkatan glukosa darah. Sebaliknya sel-sel tubuh
kekurangan bahan sumber energi sehingga tidak dapat memproduksi energi
sebagaimana mestinya (Departemen Kesehatan, 2005).
26

Selain membantu trasport glukosa masuk ke dalam sel, insulin


mempunyai pengaruh yang sangat luas terhadap metabolisme, baik
metabolisme karbohidrat, lipid, protein dan mineral. Insulin akan
meningkatkan lipogenesis, menekan lipolisis, serta meningkatkan transport
asam amino masuk kedalam sel. Insulin juga mempunyai peran dalam
modulasi transkripsi, sintesis DNA dan replikasi sel. Itu sebabnya, gangguan
fungsi insulin dapat menyebabkan pengaruh negatif dan komplikasi yang
sangat luas pada berbagai organ dan jaringan tubuh (Departemen Kesehatan,
2005).

2.2.3.2. Indikasi Terapi Insulin


a. Semua orang dengan DM tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena
produksi insulin oleh sel beta tidak ada atau hampir tidak ada.
b. Pada DM tipe 2 tertentu akan membutuhkan insulin bila:
1. Terapi jenis lain tidak dapat mencapai target pengendalian kadar glukosa
darah.
2. Keadaan stres berat, seperti pada infeksi berat, tindakan pembedahan,
infark miokard akut atau stroke.
c. DM gestasional (diabetes yang terjadi selama kehamilan) dan DM
dengan kehamilan membutuhkan insulin bila perencanaan makan saja
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah.
d. Ketoasidosis diabetik.
e. Pengobatan sindroma hiperglikemik, hiperosmolar non-ketokik.
f. DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen
tinggi kalori, untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara
bertahap akan memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati nomal selama periode resistensi insulin
atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
g. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
h. Kotraindikasi atau alergi terhadap OHO (Sidartawan, 2015)
27

2.2.3.3. Jenis-Jenis Sediaan Insulin


Jenis-jenis insulin bervariasi berdasarkan seberapa cepat insulin
bekerja, waktu kerja maksimal dan durasi kerja insulin dalam tubuh. Banyak
dokter merekomendasikan penggunaan insulin basal dengan insulin yang
diberikan pada waktu makan saat dibutuhkan, karena terapi insulin selalu
membutuhkan peningkatan dosis dan tidak nyaman. Insulin basal ditujukan
untuk menjaga kadar glukosa darah tetap terkendali selama periode puasa
atau tidur (Hafshah, 2016).
Terdapat dua jenis insulin basal, yaitu insulin intermediate-acting
(kerja sedang) dan insulin long-acting (kerja panjang). Untuk menyerupai
mekanisme tubuh pasien sehat dalam melepaskan insulin, insulin bolus
(insulin short-acting (kerja singkat) atau rapid-acting (kerja cepat)) harus
diberikan untuk mencegah peningkatan kadar glukosa darah setelah makan
(Hafshah, 2016).
Berikut jenis-jenis sediaan insulin dan waktu kerja insulin:
a. Insulin reguler atau short-acting
Insulin reguler atau short acting digunakan pada waktu makan dan
akan mulai bekerja dalam waktu 30 menit. Insulin ini bekerja maksimal
dalam 2 hingga 3 jam dan efek bertahan hingga 6 jam. Insulin Neutral
Protamin Hagedom (NPH) harus di-resuspensi (mengaduknya perlahan
dengan memutar pen) sebelum digunakan. Contoh: Humulin R; Novolin
R; dan , untuk pompa insulin, Velosulin, hanya Humulin R yang tersedia di
Indonesia
b. Insulin kerja cepat atau rapid acting
Insulin kerja cepat atau rapid acting digunakan pada waktu makan
dan akan mulai bekerja dalam 15 menit, bekerja maksimal dalam sekitar
1 jam dan efeknya bertahan hingga 4 jam. Contoh: glulisine, lispro, dan
aspart, semua produk belum tersedia di Indonesia
28

c. Insulin kerja sedang atau intermediate acting


Insulin kerja sedang atau intermediate acting digunakan sehari
sekali. Bekerja maksimal 4 hingga 8 jam setelah injeksi dan efeknya akan
bertahan hingga 18 jam. Jika diinjeksikan sebelum tidur, insulin akan
bekerja maksimal pada dini hari, yaitu saat insulin paling dibutuhkan.
Contoh: NPH, Humulin N dan Novolin N, hanya Humulin N yang tersedia
di Indonesia
d. Insulin kerja panjang atau long acting
Insulin kerja panjang menurunkan kadar glukosa secara bertahap
dan efeknya dapat bertahan hingga 24 jam. Contoh: detemir (Levemir) dan
glargine (Lantus), tersedia di Indonesia. Terdapat juga ultralong-acting
insulin yang efeknya dapat bertahan lebih dari 24 jam. Contoh: degludec
(Tresiba), belum tersedia di Indonesia
Premixed insulin memiliki kombinasi insulin kerja-sedang dan
kerja-cepat dalam jumlah yang spesifik dalam satu 1 botol atau pen insulin.
Produk ini, seperti Humulin70/30, Novolin 70/30, Novolog 70/30, Humulin
50/50, dan Humalog mix 75/25, umumnya digunakan 2 atau 3 kali sehari
sebelum waktu makan (Hafshah, 2016).
Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin
ke dalam tubuh dan tetap aktif di dalam tubuh sangat bervariasi dari
setiap individu).
2. Pilihan gaya hidup, seperti: jenis makanan, berapa banyak konsumsi
alkohol, berapa sering berolahraga, yang semuanya memengaruhi tubuh
untuk merespon insulin.
3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan
4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah
5. Usia
6. Target pengaturan gula darah (Cerika, 2010).
29

2.2.3.4. Cara Pemberian Insulin


Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang
umumnya dikemas dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan
dilakukan subkutan (di bawah kulit). Lokasi penyuntikan yang disarankan
ditunjukkan pada gambar di bawah ini (Departemen Kesehatan, 2005).

Gambar ‎2.2 Lokasi Penyuntikan Insulin


(Sumber: DepKes RI, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Diabetes Mellitus)

Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan


paling cepat terjadi di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha
bagian atas dan bokong. Bila disuntikkan secara intramuskular dalam,
maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerjanya menjadi lebih
singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah penyuntikan akan
mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa kerja
(Departemen Kesehatan, 2005).
Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin
dalam bentuk pompa (insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang
akan menyemprotkan larutan insulin ke dalam kulit. Sediaan insulin untuk
disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam vena juga tersedia untuk
penggunaan klinik (Departemen Kesehatan, 2005).
30

2.2.3.5. Cara Penyimpanan Insulin


a) Insulin harus disimpan sesuai dengan anjuran pabrik
b) Insulin harus disimpan di lemari es pada temperatur 2oC sampai 8oC.
Insulin vial Eli Lily yang sudah dipakai dapat disimpan selama enam
bulan atau sampai 200 tusukan bila dimasukkan dalam lemari es. Vial
Novo Nordisk insulin yang sudah dibuka, dapat disimpan selama 90 hari
bila dimasukkan lemari es.
c) Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan penyejuk 15-20o
C bila seluruh isi vial akan digunakan dalam satu bulan. Penelitian
menunjukkan bahwa insulin yang disimpan pada suhu kamar yang lebih
dari 30o C akan lebih cepat kehilangan kekuatannya. Pasien dianjurkan
untuk memberi tanggal pada vial ketika pertama kali dipakai dan sesudah
satu bulan bila masih tersisa sebaiknya tidak digunakan lagi.
d) Penfill dan pen yang disposable berbeda masa simpannya. Penfill reguler
dapat disimpan pada temperatur kamar selama 30 hari sesudah tutupnya
ditusuk. Penfill 30/70 dan NPH dapat disimpan pada temperatur kamar
selama tujuh hari sesudah tutupnya ditusuk
e) Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah penyuntikan
yang sering terjadi bila insulin dingin disuntikkan, pasien dianjurkan
untuk mengguling-gulingkan alat suntik di antara telapak tangan atau
menempatkan botol insulin pada suhu kamar.
f) Masa kedaluwarsa menunjukkan tanggal terakhir dimana vial insulin
yang tak terbuka sebaiknya digunakan apabila disimpan sesuai dengan
anjuran perusahaan farmasi.
g) Keteserdiaan insulin dan persediaan bisa beragam, oleh karena itu
insulin dan persediaan seharusnya dibawa saat bepergian. Karena
perbedaan temperatur, insulin sebaiknya tidak ditinggal di dalam mobil
atau dimasukkan ke dalam bagasi pesawat.
h) Vial insulin sebaiknya diperikasa dahulu apakah terdapat endapan atau
perubahan fisik lain yang dapat dilihat sebelum memasukkan insulin ke
31

dalam alat suntik. Insulin jernih yang menjadi keruh atau berubah warna,
suspensi insulin yang menggumpal atau yang membeku menunjukkan
bahwa insulin tersebut tidak boleh digunakan dan dikembalikan kepada
farmasi untuk ditukar. Pembekuan insulin dapat dibatasi bila temperatur
distabilkan dengan memasukkannya ke dalam lemari es dan bila
goyangan vial dibatasi.
i) Bentuk pen insulin yang “sekali pakai” seperti Novolet, Flexpen,
Optipen, dan Optiset saat ini sudah banyak didapat dan memberikan
kemudahan praktis dalam pemberian insulin (Sidartawan, 2015).

2.2.4. Deskripsi Wilayah Penelitian


Prevalensi kejadian diabetes mellitus di Indonesia masih sangat
tinggi, dalam artikel WHO, International Diabetes Federation (IDF) 2015
menyebutkan bahwa pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ke
tujuh di dunia untuk prevalensi penderita diabetes tertinggi di dunia bersama
dengan China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko dengan
jumlah estimasi orang dengan diabetes sebesar 10 juta (WHO, 2016). Data
profil kesehatan Jawa Tengah juga menyebutkan bahwa diabetes mellitus
menempati proporsi terbesar kedua penyakit tidak menular (PTM) di Jawa
Tengah setelah hipertensi yaitu sebesar 16,42%. Angka kejadian diabetes
mellitus di Jawa Tengah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
32

Gambar ‎2.3 Prevalensi kejadian DM di Jawa Tengah

(Sumber: Profi Kesehatan Jawa Tengah).


RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro merupakan salah satu rumah sakit di
Jawa Tengah yang memiliki tugas pokok melaksanakan upaya kesehatan
secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya
rujukan.
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro semula bernama RSUP Tegalyoso
Klaten didirikan pada tanggal 20 Desember 1927 secara bersama-sama oleh
beberapa perkebunan onderneming milik pemerintah Hindia Belanda dengan
nama rumah sakit dr. Scheurer Hospital. Pada tahun 1942 wilayah Indonesia
dikuasai Jepang, dengan demikian rumah sakit ini juga dikuasai Jepang.
Selama dikuasai oleh Jepang, rumah sakit ini dipimpin dr. Maeda dan dr.
Suruta. Setelah Jepang kalah pada tahun 1945, rumah sakit ini diambil alih
oleh pemerintah Republik Indonesia dan nama rumah sakit diganti menjadi
Rumah Sakit Umum Tegalyoso, dipimpin oleh dr. Soenoesmo. Nama rumah
sakit diambil dari nama desa di mana rumah sakit ini berkedudukan yaitu
33

Desa Tegalyoso.
Selama kurun waktu yang panjang dan setelah melalui berbagai
perubahan ke arah menejemen rumah sakit yang sesuai dengan perkembangan
jaman maka berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 1442 A/Menkes/
SK/XII/1997 tertanggal 20 Desember 1997 nama RSUP Tegalyoso diganti
menjadi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Nama tersebut diambil dari salah
seorang tokoh pergerakan pada perkumpulan BOEDI OETOMO yang
mengabdi sebagai dokter wilayah Klaten (RSST, 2018).
BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian


Pengambilan data penelitian dilakukan di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten selama tiga bulan dari bulan Oktober sampai Desember
2017.

3.2. Rancangan Percobaan


1) Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang dilakukan secara
retrospektif atau melakukan pengumpulan data dengan menggunakan rekam
medik kesehatan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2) Obyek Penelitian
Obyek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah catatan
rekam medik pada pasien yang terdiagnosa diabetes mellitus gestasional
yang menerima pengobatan dengan terapi insulin di rumah sakit RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten pada periode Oktober 2014-Oktober 2017.
3) Populasi dan Jumlah Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap
dengan diagnosa primer maupun sekunder diabetes mellitus gestasional
di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Sampel penelitian ini adalah
sampel yang memenuhi kriteria inklusi yaitu, pasien dengan diagnosa
primer maupun sekunder diabetes mellitus gestasional yang tercatat sebagai
pasien rawat inap di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober
2014-Oktober 2017, menerima atau menjalani terapi insulin, serta memiliki
catatan rekam medik yang lengkap.
4) Definisi Operasional
a. Diabetes mellitus gestasional adalah diabetes yang biasa terjadi pada

35
36

ibu hamil, baik yang memiliki riwayat diabetes sebelum hamil maupun
diabetes yang terdiagnosis pada masa kehamilan.
b. Pasien di rumah sakit adalah pasien DM Gestasional yang tercatat
sebagai pasien rawat inap dan menerima terapi insulin sesuai dengan
resep dokter pada periode Oktober 2014-Oktober 2017.
c. Terapi insulin meliputi jenis insulin dan cara pemberian insulin yang
diresepkan pada pasien DM Gestasional.
d. Rekam medik adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen antara
lain identitas pasien, hasil pemeriksaan laboratorium, pengobatan yang
telah diberikan, serta tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada
pasien.
e. Karakteristik pasien meliputi usia, pekerjaan, pendidikan, lama
perawatan, usia kehamilan, jenis persalinan serta penyakit penyerta.
f. Pola penggunaan insulin yang dijelaskan meliputi jenis insulin, dosis,
lama penggunaan insulin selama dirawat serta obat-obatan lain yang
diberikan pada setiap pasien berdasarkan catatan rekam medik.
g. Evaluasi dan efektivitas terapi dilihat dari perubahan glukosa darah
yang diukur pada sebelum dan sesudah pemberian insulin pada pasien
diabetes mellitus gestasional.
h. Patokan penyaring dan diagnosis diabetes mellitus yang digunakan
adalah menurut konsensus PERKENI.

3.3. Tahapan Penelitian


1. Proposal Penelitian
Proposal penelitian disusun dan diajukan sebagai syarat untuk
mendapatkan surat perizinan penelitian dari Ketua Program Studi Farmasi
untuk diberikan kepada Direktur Rumah Sakit tempat penelitian ini
dilakukan.
37

2. Perizinan Penelitian
Perizinan penelitian ini dengan cara mengajukan surat izin penelitian
dari Program Studi Farmasi Universitas Darussalam Gontor kepada
Direktur RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan disertakan proposal
penelitian.
3. Observasi
Observasi dilakukan dengan cara mencatat nomor rekam medik
pasien yang menjadi sampel penelitian, untuk mengetahui jumlah pasien
yang terdiagnosa diabetes mellitus gestasional yang mendapatkan terapi
insulin di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
4. Pengumpulan Data
Data pada penelitian ini diambil secara retrospektif yaitu pengambilan
data sekunder yang diperoleh dari pengumpulan data rekam medik pada
pasien yang mengalami DM Gestasional yang menerima terapi insulin.
5. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling, dimana peneliti menentukan kriteria inklusi untuk
sampel yang dapat digunakan. Dengan bahan yang diperoleh dari rekam
medik kesehatan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, yang dibagi atas
kriteria inklusi dan eksklusi. Skema alur penelitian yang akan dilakukan
dapat dilihat pada lampiran 7.

3.4. Analisis Data


Analisis dilakukan secara deskriptif, data-data kualitatif yang
diperoleh disajikan dalam bentuk uraian atau narasi, sedangkan data
kuantitatif mengenai karakteristik dan pola pengobatan disajikan dalam
bentuk persentase dan untuk penilaian efektivitas terapi insulin digunakan
metode analisa data uji Repeated Anova menggunakan program statistika
SPSS 16.0, dengan nilai signifikansi pada uji normalitas menggunakan uji
Shapiro-Wilk p>0,05 dan multivariate test pada repeated anova p<0,05.
BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data Penelitian


Telah dilakukan penelitian untuk mengevaluasi terapi insulin pada
penderita DM Gestasioal di salah satu Rumah Sakit Umum Pusat Jawa
Tengah yaitu RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Penelitian dilakukan
di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro karena rumah sakit ini merupakan salah
satu rumah sakit umum pusat yang menjadi rujukan di Provinsi Jawa
Tengah. Selain itu di rumah sakit ini belum pernah dilakukan penelitian
mengenai efektifitas terapi insulin yang diresepkan kepada penderita DM
Gestasional. Dalam data profil kesehatan Jawa Tengah telah dipaparkan
prevalensi kejadian diabetes mellitus secara umum selama periode 2014-
2016 seperti pada gambar 2.3, namun data untuk penderita DM Gestasional
secara khusus baik dalam data RISKESDAS maupun profil kesehatan Jawa
Tengah tidak tersedia. Berdasarkan data penelitian ini gambaran prevalensi
penderita DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten selama
periode 2013-2017 sebagai berikut.

Gambar 4.1 Prevalensi kejadian DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji


Tirtonegoro Klaten.
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)

39
40

Berdasarkan data penelitian di atas menunjukkan angka kejadian


DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro selama empat tahun
terakhir, dengan prevalensi tertinggi terjadi pada tahun 2017 dan prevalensi
terendah pada tahun 2014. Data tersebut juga menunjukkan angka kejadian
yang meningkat dari tahun ke tahun.
Sampel dari penelitian ini diperoleh dari data rekam medik pasien
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang terdiagnosa diabetes mellitus
gestasional selama empat tahun dari bulan Oktober 2014 sampai Oktober
2017. Data populasi keseluruhan pasien yang terdiagnosa DM gestasional di
rumah sakit ini sejumlah 16 pasien. Sedangkan pasien DM gestasional yang
dapat dijadikan sampel penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi
yaitu mengalami diabetes mellitus selama masa kehamilan, tercatat sebagai
pasien rawat inap di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, menerima terapi
insulin selama dirawat dan memiliki catatan rekam medik yang lengkap.
Berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan, didapatkan
sampel sejumlah 9 pasien dari seluruh total populasi yang ada selama
periode 4 tahun. Sedangkan 7 pasien lainnya tidak dapat dijadikan sampel
penelitian karena tidak memiliki kelengkapan data pada rekam medik dan
tidak menerima terapi insulin selama dirawat.
41

Gambar4.2 Populasi dan sampel DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji


Tirtonegoro Klaten.
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)

B. Karakteristik Pasien
a. Karakteristik Sosiodemografi Pasien
Karakteristik sosio-demografi pasien dapat menjadi faktor yang
berpotensi memengaruhi kondisi dan ketepatan terapi pasien. Pasien DM
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten memiliki karakteristik
sosio-demografi beragam mulai dari usia, pekerjaan, riwayat pendidikan,
usia kehamilan, serta lama perawatan yang dijalaninya. Karakteristik
sosiodemografi dari pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten dapat dilihat pada tabel di bawah.
42

Tabel 4.1 Karakteristik Sosio-Demografi Pasien DM Gestasional di RSUP


dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Karakteristik Sosio-Demografi N = 9 (%)
Usia 20-35 4 (44,44%)
36-50 5 (55,56%)
Pekerjaan Bekerja 3 (33,33%)
Tidak Bekerja 6 (66,67%)
Pendidikan Pendidikan Dasar (SD, SLTP) 4 (44,44%)
Pendidikan Tinggi (SLTA, Akademi, S1) 5 (55,56%)
Lama Perawatan < 7 hari 8 (88,89%)
> 7 hari 1 (11,11%)
Usia Kehamilan Trimester 1 2 (22,22%)
Trimester 2 0 (0%)
Trimester 3 7 (77,78%)
Jenis Persalinan Spontan 3 (33,33%)
Sectio Caesaria 5 (55,56%)
Abortus Imminens 1 (11,11%)
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)
a) Usia Pasien
Pasien diabetes mellitus gestasional yang tercatat sebagai pasien
rawat inap di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten rata-rata berada pada
usia produktif, dari 16 pasien terdapat sembilan pasien sebagai sampel
penelitian dengan distribusi usia sebagai berikut. Rentang usia 20-35 tahun
sebanyak empat pasien dengan persentase keseluruhan 44,44% dan rentang
usia 36-50 tahun sebanyak lima pasien dengan persentase keseluruhan
50,56%.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, sebagian besar pasien
DM Gestasional berusia 36-50 tahun. Menurut Marmi (2011), ibu hamil
dengan usia >30 tahun merupakan ibu dengan usia berisiko terkena diabetes
mellitus gestasional pada masa kehamilannya, karena risiko menderita
intoleransi glukosa terus meningkat seiring meningkatnya usia. Marmi juga
43

menambahkan bahwa DM Gestasional dapat menimbulkan komplikasi


pada ibu dan anak diantaranya, pada maternal dapat menyebabkan infeksi
saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, preklamsia dan kematian ibu.
Pada fetal dapat terjadi abortus spontan, kelainan kongenital, insufisiensi
plasenta, makrosomia, dan kematian intra uterin.
b) Pekerjaan
Sembilan pasien yang memenuhi kriteria sebagai sampel, sebanyak
tiga orang pasien bekerja sebagai buruh, wiraswasta dan guru, sedangkan
enam pasien lainnya tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga. Dilihat
dari usia penderita DM Gestasional yang hampir seluruhnya merupakan
usia produktif sebagai tenaga kerja di Indonesia, yaitu dalam rentang usia
15-64 tahun. Distribusi pekerjaan pasien DM Gestasional dapat dilihat pada
histogram berikut.

Gambar 4.3 Distribusi Pekerjaan Pasien DM Gestasional di RSUP dr.


Soeradji Tirtonegoro Klaten.
(sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)
c) Riwayat Pendidikan
Pasien DM Gestasional yang dirawat di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten sebanyak empat pasien berada pada Tingkat Pendidikan Dasar, yaitu
44

dua pasien berpendidikan terakhir di jenjang sekolah dasar (SD) dan dua
lainnya SLTP, sedangkan lima pasien lain berada pada Tingkat Pendidikan
Tinggi, tiga diantaranya berpendidikan terakhir di jenjang SLTA, satu pasien
lulusan sarjana S1 dan satu pasien lulusan akademik.
Beberapa orang berpendapat bahwa tingkat pendidikan merupakan
salah satu faktor yang dapat memengaruhi kesehatan pasien. Menurut Dedi
Irawan bahwa tingkat pendidikan juga memiliki pengaruh terhadap kejadian
diabetes mellitus, dimana menurut pendapatnya semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, semakin tinggi pula pengetahuan dan kesadarannya
mengenai kesehatan (Irawan, 2010).
d) Lama Perawatan
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak delapan
orang pasien rawat inap menjalani perawatan standar selama kurang dari
tujuh hari dengan persentase 89%, sedangkan satu orang pasien lainnya
menjalani perawatan selama lebih dari 7 hari dengan persentase 11%.
Lama perawatan menunjukkan seberapa parah penyakit yang diderita
pasien dan menujukkan seberapa efektif pengobatan yang telah diberikan
rumah sakit dalam pelayanannnya. Pada penelitian yang telah dilakukan
oleh Niskalawati Ardian (2011) disebutkan bahwa standar lama perawatan
untuk pasien diabetes mellitus yang telah ditetapkan oleh DepKes RI adalah
selama tujuh hari.
e) Usia Kehamilan
Diabetes mellitus gestasional pada umumnya terjadi pada usia
kehamilan trimester kedua dan ketiga. Umumnya diakibatkan karena
pada usia kehamilan ini resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali
lipat dibandingkan pada keadaan tidak hamil. Pada usia ini pasien juga
sering mengalami beberapa komplikasi kehamilan yang disebabkan oleh
peningkatan beberapa hormon kehamilan.
45

Tujuh dari sembilan pasien DM Gestasional pada penelitian ini


berada pada usia kehamilan trimester ketiga sedangkan dua lainnya pada
trimester pertama. Pasien DM Gestasional pada usia kehamilan trimester
pertama dapat diakibatkan karena resistensi insulin tinggi yang sudah
dialami oleh pasien pada masa awal kehamilannya. Namun, hal ini juga
dapat disebabkan karena peningkatan hormon kehamilan terjadi di awal
masa kehamilan. Menurut Liong (2016) bahwa peningkatan hormon
esterogen dan progesteron maternal di awal kehamilan meningkatkan
hiperplasia sel β pankreas, sehingga meningkatkan pelepasan insulin dan
menyebabkan toleransi glukosa normal atau sedikit meningkat selama
awal kehamilan sebagai respon terhadap resistensi insulin. Liong juga
mengatakan meskipun kehamilan dikaitkan dengan peningkatan massa sel
β dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat meningkatkan
produksi insulinnya relatif terhadap peningkatan resistensi insulin sehingga
menjadi hiperglikemik dan menderita DM Gestasional (Liong, 2016).
f) Jenis Persalinan
Lebih dari setengah pasien rawat inap yang memenuhi kriteria
sebagai sampel penelitian melahirkan dengan persalinan sectio caesaria,
karena pasien DM Gestasional memiliki risiko melahirkan bayi caesar yang
diakibatkan oleh peningkatan berat badan pada bayi yang akan dilahirkan.
Berikut distribusi jenis persalinan pasien diabetes mellitus gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
46

Gambar 4.4 Distribusi jenis persalinan pasien DM Gestasional di RSUP


dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)
Dari histogram di atas dapat dilihat bahwa jenis persalinan sectio
caesaria lebih banyak dialami oleh pasien DM Gestasional di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten, yaitu sebesar 55,56%, sedangkan sekitar
33,33% pasien menjalani jenis persalinan normal.
Diabetes mellitus gestasional memiliki risiko kelahiran bayi
makrosomia, sehingga pada beberapa penelitian menyarankan metode
persalinan sectio caesaria untuk persalinan janin dengan berat > 4000 gram
pada pasien yang mengalami diabetes (Ali, 2014 pada Yunisa, 2015). Angka
persalinan sectio caesaria pada penderita DM Gestasional di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro lebih banyak dilakukan daripada persalinan spontan,
karena kemungkinan beberapa pasien melahirkan bayi dengan berat
badan besar. Pada penelitian ini juga didapatkan pasien yang mengalami
abortus imminens sebagai salah satu manifestasi klinik pada penderita
DM Gestasional. Laporan Gde Kiki Sanjaya Dharma pada kasus abortus
imminens (Juni 2015), diabetes maternal pernah ditemukan oleh sebagian
peneliti sebagai faktor predisposisi abortus spontan. Menurutnya, diabetes
47

tidak menyebabkan abortus jika kadar gula dapat dikendalikan dengan baik,
namun pada penelitian ini pasien diketahui memiliki kadar gula darah tinggi
di minggu-minggu awal kehamilannya yaitu sebesar 353 mg/dl, meski telah
diberi terapi insulin kadar gula darah akhir setelah pemberian insulin masih
dalam kadar yang tinggi yaitu 264 mg/dl.
b. Karakteristik Pasien dengan Keluhan dan Penyakit Penyerta
Beberapa pasien DM Gestasional memiliki keluhan dan penyakit
penyerta yang telah diderita sebelum memasuki masa kehamilannya maupun
penyakit yang muncul akibat komplikasi selama masa hamil. Keluhan dan
penyakit ini kemungkinan memiliki pengaruh terhadap kondisi dan terapi
pengobatan pasien, karena terapi yang diberikan akan disesuaikan dengan
kondisi dan pengobatan lain yang sedang dijalani pasien untuk menangani
penyakit penyerta lainnya mengingat adanya interaksi dan kontraindikasi
obat yang sangat memengaruhi efektivitas terapi. Berikut profil penyakit
penyerta pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
48

Tabel 4.2 Profil Penyakit Penyerta Dan Keluhan Pasien DM Gestasional di


RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
No Penyakit Penyerta Jumlah Persentase
1 Hiperglikemia 1 4,6%
2 BDP 2 9%
3 Polihidramnion 2 9%
4 Fetal distring 1 4,6%
5 Preklamsia 2 9%
6 Maag 1 4,6%
7 Abortus Imminens 2 9%
8 Hamil preterm 1 4,6%
9 Hipertensi 2 9%
10 Multigravida 2 9%
No Keluhan Jumlah Persentase
11 BAB nyeri 1 4,6%
12 Post kuretase 1 4,6%
13 Perdarahan jalan lahir 1 4,6%
14 Ketuban pecah 1 4,6%
15 Nyeri jahitan luka operasi 2 9%
Total 22 100%
(Sumber: data sekuder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten)

Mengingat bahwa ibu hamil sering mengalami komplikasi, pasien


DM Gestasional memiliki beberapa penyakit dan keluhan baik yang sudah
diderita sebelum hamil maupun komplikasi yang timbul selama masa
kehamilan. Sebagian besar penyakit penyerta dan keluhan pada pasien
DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro merupakan komplikasi
yang timbul selama masa kehamilan, diantaranya adalah polihidramnion,
fetal distring, preklamsia, multigravida, post kuretase, dan ketuban pecah.
Kondisi ibu hamil memang sangat rentan terjadi komplikasi, karena selama
kehamilan berlangsung, tubuh mengalami berbagai perubahan yang sifatnya
fisiologis, seperti mual dan muntah, sembelit, rasa lelah, kram otot dan
sebagainya. Meskipun kondisi tersebut normal, tetapi bila keadaan tersebut
49

didiamkan dan tidak ditangani dengan baik dapat menjadi permasalahan


yang serius. Akibat selanjutnya adalah menjadi patologis atau tidak normal
(Siti, 2016). Keluhan dan penyakit penyerta lain yang telah diderita oleh
pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro sebelum hamil
diantaranya adalah maag, BAB nyeri dan hipertensi. Pada penelitian
yang telah dilakukan oleh Wawan (2010) dipaparkan bahwa hipertensi
meningkatkan risiko preklamsia selama hamil, dari hasil penelitian yang
didapatkan, pasien DM Gestasional yang mengalami preklamsia selama
hamil juga memiliki penyakit penyerta hipertensi, karena pada wanita
hamil sering mengalami stress dalam menghadapi persalinan sehingga
dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat menyebabkan hipertensi yang
memicu terjadinya preklamsia (Wawan, 2010 dalam Nurmalichatun, 2013).

C. Pola Penggunaan Insulin


Penggunaan obat antidiabetes oral merupakan kontraindikasi dan
tidak dianjurkan untuk wanita hamil karena dapat menembus plasenta
dan dapat mengganggu serta merusak pertumbuhan janin. Pengendalian
kadar glukosa darah agar tetap normal selama masa kehamilan, pasien DM
Gestasional dianjurkan untuk melakukan terapi insulin.
Dari data penelitian yang telah didapatkan, diketahui bahwa di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro memberikan terapi insulin pada pasien DM
Gestasional dengan beberapa jenis insulin berbeda diantaranya, insulin
rapid acting (Novorapid), long acting (Levemir), dan premixed analog
(Novomix), seperti pada tabel berikut.
50

Tabel 4.3 Distribusi penggunaan insulin pada pasien DM Gestasional di


RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Tipe Insulin
Berdasarkan Durasi Jenis Insulin Jumlah Persentase
dan Onset Kerja
Insulin Kerja Cepat Novorapid 6 66,67%
Insulin Kerja Panjang Levemir 1 11,11%
Insulin Kerja Campuran Novomix 2 22,22%
Total 9 100%
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten).

Beberapa faktor harus dipertimbangkan ketika memilih suatu regimen


insulin. Regimen apapun harus dapat memperhatikan perubahan besar
dalam sensitivitas insulin yang mungkin meningkatkan dosis harian insulin
beberapa kali lipat sejalan dengan perkembangan kehamilan (Peter, 2000).
Pola terapi insulin berbeda pada setiap individu, dosis serta jenis
insulin yang diberikan juga harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan
pasien. Kebutuhan insulin pada setiap individu seiring berjalannya waktu
akan berubah akibat beberapa faktor yang dapat memengaruhi kondisi
pasien seperti perubahan berat badan, perubahan pola makan, kebutuhan
obat-obatan lain serta perubahan kadar glukosa darah sebelum dan setelah
pemakaian insulin.
Penggunaan insulin pada pasien DM Gestasional merupakan
penatalaksanaan yang relatif lebih aman dengan tujuan menurunkan glukosa
darah pasien hingga kadar normal. Sidartawan (2015) menyebutkan bahwa
kadar normoglikemia menurut PERKENI adalah glukosa darah puasa ≤ 126
mg/dl, glukosa darah sewaktu ≤ 200 mg/dl dan gula darah 2 JPP ≤ 200
mg/dl. Pengamatan terapi insulin pada sembilan pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro menunjukkan hasil sebagai berikut.
51

Tabel 4.4 Pola terapi insulin pada penderita DM Gestasional di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Persen Persen
Dosis Lama
GD GD penurunan penurunan
Pasien Jenis Insulin pasien penggunaan
awal akhir kadar glukosa kadar glukosa
(unit) (hari)
darah (%) darah/hari (%)
A Novomix 3×10 110 109 0,9 4 0,22
B Novorapid 3×6 208 150 27,88 2 13,94
C Levemir 3×8 247 136 44,94 5 8,99
D Novorapid 3×6 164 128 21,95 6 3,65
E Novorapid 2×6 278 191 31,29 6 5,21
F Novorapid 3×12 191 148 22,51 4 5,62
G Novorapid 3×4 234 150 35,9 8 4,49
H Novomix 3×10 353 264 25,21 3 8,4
I Novorapid 3×6 299 169 43,48 6 7,24
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten).
Pada penelitian ini, nilai glukosa darah yang didapatkan hanya nilai
glukosa darah sewaktu dan glukosa darah 2 JPP sebelum dan sesudah terapi
insulin. Nilai glukosa darah puasa tidak didapatkan karena beberapa data
yang tercantum di rekam medik hanya nilai glukosa darah awal, sehingga
tidak diketahui kadar glukosa darah puasa setelah pemberian insulin.
Pengecekan glukosa darah puasa tidak dilakukan pada beberapa pasien.
Terapi insulin pada sembilan pasien DM Gestasional di RSUP dr.
Soeradji Tirtonegoro diberikan dalam tiga jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat (novorapid) yang diberikan pada enam pasien dengan dosis pasien/
unit 2×6, 3×4, 3×6 dan 3×12. Jenis insulin ini digunakan bersamaan waktu
makan dengan unit per pasien yang bervariasi menyesuaikan kondisi
pasien. Selain itu juga diresepkan insulin kerja panjang (levemir) yang
diberikan pada satu pasien dengan dosis 3×8 yang ditujukan untuk menjaga
kadar glukosa darah tetap terkendali selama periode puasa atau tidur. Dua
pasien pada penelitian ini diberikan insulin campuran (novomix) dengan
dosis 3×10 dimana produk ini biasanya digunakan dua kali sehari sebelum
makan. Namun, pada penelitian ini setiap pasien menerima insulin tiga kali
sehari, hal ini dapat dikarenakan waktu makan pasien tiga kali dalam sehari
52

sehingga memerlukan dosis tambahan untuk menghindari hiperglikemik


setiap waktu makan. Menurut Cerika Rismayanthi (2010), pemilihan tipe
insulin tergantung pada beberapa faktor antara lain, respon tubuh terhadap
insulin, pilihan gaya hidup, berapa banyak suntikan perhari yang ingin
dilakukan, berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah, usia
serta target pengaturan gula darah (Rismayanthi, 2010).
Distribusi Penggunaan Obat Lain
Tabel 4.5 Ditribusi penggunaan obat lain pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Jenis Obat Nama Obat Jumlah Obat Persentase

Analgetik Antipiretik Asam Mefenamat 6 17,6%


Ceftriaxon
Cefadroxyl 32,4%
Antibiotik 11
Cefotaxim
Metronidazole
Nifedipin
Antihipertensi 2 5,9%
Metildopa
NSAID Ketorolac 4 11,8%
Kortikosteroid Dexametason 2 5,9%
Vitamin A
Vitamin dan Mineral 4 11,8%
Asam Folat
Antidiabetes Metformin 1 2,9%
Antiemetik Metochlopramide 1 2,9%
Obat Saluran Cerna Omeprazole 1 2,9%
Obat Terapi Hormon Premaston 2 5,9%
Total 34 100%
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten).
Tabel di atas menunjukkan bahwa penggunaan obat-obatan selain
yang berfungsi sebagai antidiabetes juga diberikan kepada pasien DM
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro. Mengingat bahwa beberapa
pasien memiliki penyakit penyerta dan sedang dalam masa terapi pengobatan
lainnya, maka perlu dipertimbangkan untuk memberi beberapa obat-obatan
53

selain antidiabetes selama masa perawatan di rumah sakit. Distribusi


penggunaan obat-obatan lain yang diberikan pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro juga dapat dilihat pada histogram di bawah
ini.

Gambar 4.5 Distribusi penggunaan obat lain pada pasien DM Gestasional


di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Penggunaan obat-obatan lain selama masa hamil perlu dilakukan


untuk mengatasi beberapa komplikasi kehamilan maupun masalah
kesehatan lain yang tengah dialami pasien selama masa kehamilannya. Dari
histogram distribusi penggunaan obat lain pada pasien DM Gestasional di
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro, obat yang paling banyak diresepkan pada
pasien adalah antibiotik sebesar 32,4% (ceftrtiaxon, cefadroxyl, cefotaxim,
dan metronidazole) dan analgetik antipiretik 17,6% (asam mefenamat).
Pemberian antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab
infeksi pada manusia. Menurut pendapat Maria (2009) mikroba mudah
masuk ke dalam tubuh karena daya tahan tubuh ibu hamil menurun selama
kehamilan sehingga dapat menyebabkan infeksi dan dapat memengaruhi
ibu dan janin. Pemberian antibiotika harus dipertimbangkan dengan dosis
54

yang tepat agar tidak menyebabkan resistensi pada antibiotika itu sendiri.
Obat-obatan lainnya yang juga banyak diterima pasien adalah analgetik
antipiretik, dan jenis analgetik yang diresepkan pada penelitian ini adalah
asam mefenamat. Menurut Briggs (2001) yang dikutip oleh Muhammad
Fikri (2016), asam mefenamat tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan anak-
anak di bawah umur 14 tahun karena asam mefenamat termasuk dalam
kategori C. Menurut FDA obat-obat pada kategori ini menunjukkan adanya
efek buruk pada janin hewan coba, tetapi belum ada data pengujian pada
manusia. Penggunaan pada manusia hanya dilakukan bila manfaatnya lebih
besar daripada risikonya. Pada kehamilan trimester ketiga dan menjelang
kelahiran masuk dalam kategori faktor risiko D, yaitu obat-obatan yang
terbukti berisiko pada janin melalui uji klinik, penggunaan pada manusia
hanya dilakukan bila manfaat lebih besar daripada risikonya (Fransiska,
2012).
Ibu hamil seringkali memerlukan vitamin dan mineral untuk
mencukupi kebutuhan tubuh dan janin selama masa kehamilannya. Vitamin
dan mineral juga diberikan pada pasien DM Gestasional di rumah sakit
ini. Penggunaan vitamin haruslah sesuai dengan kebutuhan tubuh, karena
bila penggunaan vitamin berlebihan dapat menimbulkan gejala keracunan.
Sebaliknya bila kekurangan vitamin dapat mengakibatkan gejala defisiensi.
Asupan vitamin yang berlebihan salah satunya dapat disebabkan oleh
penggunaan vitamin dalam jumlah besar, baik untuk pencegahan maupun
pengobatan penyakit yang tidak jelas berhubungan dengan defisiensi
penyakit (Maria, 2009)
Vitamin yang diresepkan pada penelitian ini adalah asam folat dan
vitamin A. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Maria (2009), asam
folat digunakan untuk pembentukan sel-sel darah, untuk sintesis DNA,
serta untuk pertumbuhan janin dan plasenta. Defisiensi asam folat akan
menghambat sintesis DNA yang berakibat anemia megaloblastik di dalam
sum-sum tulang. Sedangkan penggunaan vitamin A adalah untuk menjaga
55

kesehatan kulit, membran mukosa, membantu penglihatan pada malam hari,


dan menyiapkan vitamin A bagi bayi. Dikutip dari Maria (2009), asupan
vitamin A harus dibatasi pada ibu hamil terutama trimester pertama karena
hasil percobaan binatang menunkukkan terjadi cacat bawaan (menimbulkan
malformasi pada SSP, mata, palatum, dan saluran kemih) baik akibat
hipovitaminosis maupun hipervitaminosis A selama kehamilan (Maria,
2009).
Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) atau biasa disebut NSAID
nonsteroid antiinflamatory drug’s juga diberikan pada pasien penelitian ini.
NSAID yang diberikan adalah ketorolak, menurut Buckley dan Brogden
(1990), ketorolac adalah salah satu OAINS/NSAID dan cukup poten. Seperti
NSAID pada umumnya, ketorolak menghambat sintesis prostaglandin yang
berperan dalam transmisi nyeri. Ketorolak juga memiliki efektifitas yang
lebih baik dari morfin dalam menangani nyeri pasca operasi sedang sampai
berat dengan efek samping yang lebih sedikit (Aldy et al, 2015). Selain
itu penggunaan NSAID pada ibu hamil dianggap aman, berdasarkan studi
terbaru yang dipublikasikan di CMAJ (Canadian Medical Association
Journal) menunjukkan bahwa wanita yang menggunakan nonsteroidal anti
inflamatory drug (NSAID) selama kehamilan tidak mengalami peningkatan
risiko keguguran (CDK, 2014)
Beberapa pasien DM Gestasional pada penelitian ini memiliki
penyakit penyerta hipertensi sehingga perlu diberikan obat antihipertensi
untuk menurunkan tekanan darah yang tinggi. Obat antihipertensi yang
diberikan pada pasien DM Gestasional yang juga menderita hipertensi di
rumah sakit ini adalah Nifedipin dan Metildopa. Dalam penelitian M. Fikri
et al (2016) disebutkan bahwa Nifedipin telah digunakan selama trimester
2 dan 3 untuk pengobatan hipertensi berat. Tidak ada perubahan denyut
jantung janin yang didapatkan setelah penurunan tekanan darah ibu, juga
tidak ada efek samping lain yang tercatat pada janin atau bayi baru lahir,
Briggs (2001) pada penelitian Fikri berpendapat bahwa efek samping yang
56

parah terjadi ketika obat itu dikombinasikan dengan IV magnesium sulfat.


Nifedipin masuk dalam faktor risiko kategori C. Pada penelitian ini juga
disebutkan bahwa metildopa merupakan obat pilihan utama untuk hipertensi
kronik parah pada kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg) yang
dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin.
Menurut BPOM (2008) Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah
digunakan dalam jangka waktu yang lama dan belum ada laporan efek
samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Metildopa memiliki
faktor risiko B pada kehamilan (M. Fikri et al, 2016).
Salah satu penyebab kematian bayi adalah persalinan prematur,
beberapa definisi tentang kelahiran prematur telah banyak digunakan, salah
satunya disebutkan dalam artikel dari program EMAS Indonesia bahwa
kelahiran prematur didefinisikan sebagai kelahiran hidup sebelum genap 37
minggu kehamilan. Di Indoensia, tingkat kelahiran prematur termasuk yang
tertinggi di dunia, yaitu 15,5% (2010). Dalam artikel ini juga disebutkan
bahwa pedoman kesehatan ibu nasional memberikan petunjuk dasar tentang
menejemen ibu hamil dengan risiko tinggi kelahiran prematur dan perawatan
untuk bayi prematur. Pedoman ini termasuk pemberian Dexametason pada
ibu dengan risiko tinggi kelahiran prematur untuk membantu menurunkan
komplikasi yang mungkin dialami bayi karena lahir prematur (EMAS
Indonesia). Pada penelitian ini terdapat dua pasien yang menerima obat
golongan kortikosteroid, yaitu Dexametason selama masa perawatan
kehamilannya. Pasien tersebut diketahui menjalani persalinan prematur di
usia kehamilann yang belum genap 37 minggu, yaitu pada usia kehamilan
34 dan 35 minggu, sehingga perlu untuk diberikan terapi Dexametason
untuk mencegah dan menurunkan kemungkinan terjadinya komplikasi pada
kelahiran prematur.
Obat-obatan lain yang juga diterima pasien selama dirawat di rumah
sakit adalah obat golongan antiemetik (Metoklopramid) yang berfungsi
untuk menekan mual dan muntah, obat terapi hormon (Premaston) yang
57

berfungsi untuk menguatkan janin, serta obat saluran cerna (Omeprazol)


dengan efek menurunkan sekresi asam lambung. Penelitian yang dilakukan
oleh M. Fikri et al menyebutkan bahwa Omeprazol sebaiknya tidak diberikan
selama masa kehamilan dan menyusui kecuali apabila penggunaannya
memang dianggap perlu. Menurut FDA, Omeprazol diklasifikasikan ke
dalam kategori C pada kehamilan, karena efek toksik pada embrio hewan
dan janin ketika obat ini diberikan pada dosis tinggi (M. Fikri et al, 2016)
Pentalaksanaan pada pasien diabetes mellitus gestasional dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu terapi farmakologis dan terapi non
farmakologis. Menurut Riza (2015), terapi farmakologis pada pasien
diabetes mellitus gestasional hanya diperbolehkan menggunakann terapi
insulin, sedangkan penggunaan obat antidiabetes oral tidak diperbolehkan
karena dapat menembus plasenta dan dapat merangsang pankreas janin.
Namun, pada penelitian ini ditemukan salah satu pasien yang menerima
Metformin sebagai terapi antidiabetes oral. Pemberian antidiabetes oral
ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa pendapat yang
mengatakan bahwa terdapat obat hipogikemik oral yang aman untuk ibu
hamil seperti gliburid/glibenklamid (sulfonilurea), metformin (biguanid),
dan akarbose (penghambat α-glikosidase). Salah satu pendapat dari Rowan
et al (2008) yang mengatakan bahwa metformin aman untuk dikonsumsi
oleh ibu hamil karena tidak melintasi plasenta, berdasarkan penelitian yang
dilakukannya, penggunaan metformin bagi pasien DM Gestasional baik
sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan insulin, tidak menunjukkan
adanya peningkatan komplikasi perinatal. Rowan juga menambahkan
bahwa salah satu kelebihan metformin dapat menurunkan glukosa darah
dalam waktu 1 minggu dan menurunkan glukosa 2 jam PP setelah diberikan
pada pasien. Profil penyakit penyerta beserta obat-obatan lain yang diterima
pasien selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
58

Tabel 4.6 Profil penyakit penyerta dan obat-obatan lain pasien DM


Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Pasien Keluhan dan Penyakit Penyerta Nama Obat

Ceftriaxon
Nyeri jahitan luka operasi Ketorolac
1
Keluhan ketuban pecah Cefadroxyl
Asam Mefenamat

Cefadroxyl
2 -
Asam Mefenamat

Ceftriaxon
Ketorolac
Polihidramnion
3 Cefadroxyl
Nyeri jahitan luka operasi
Asam Mefenamat
Vitamin A

Cefadroxyl
Asam Mefenamat
Preklamsia Metformin
4
BDP Ketorolac
Dexametason
Cefotaxim

Cefadroxyl
Asam Mefenamat
BDP Ceftriaxon
5
Fetal distring Ketorolac
Vitamin A
Metronidazol

Riwayat abortus imminens


Cefadroxyl
Hiperglikemia
Asam Mefenamat
6 Hipertensi
Premaston
Post Kuretase
Asam Folat
Perdarahan jalan lahir

Riwayat Maag
Preklamsia Cefadroxyl
7 BAB nyeri Asam Mefenamat
Hipertensi Metildopa
Multigravida

Premaston
8 Abortus imminens
Asam Folat
Hamil preterm
9 Nifedipin
Multigravida
(Sumber: data sekunder rekam medik RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten).
59

D. Efektifitas Terapi Insulin


Salah satu tujuan penggunaan insulin pada penderita DM Gestasional
adalah untuk mengontrol kadar gula darah tetap dalam kadar normal selama
masa kehamilan. Target terapi yang diinginkan adalah sesuai dengan patokan
yang ditetapkan oleh PERKENI yaitu gula darah puasa ≤ 126 mg/dl, gula
darah sewaktu ≤ 200 mg/dl dan gula darah 2 JPP ≤ 200 mg/dl. Hasil penelitian
pada sembilan pasien DM Gestasional, delapan diantaranya memenuhi target
terapi yaitu GDS dan GD2JPP setelah terapi insulin ≤ 200 mg/dl. Dengan
persen penurunan kadar glukosa darah tertinggi sebesar 44,94% pada pasien
yang menggunakan terapi insulin kerja panjang (levemir) 3×8 selama 5 hari.
Pasien ini memiliki kadar awal glukosa darah sewaktu sebelum penggunaan
insulin 247 mg/dl dan setelah pemberian insulin kerja panjang selama 5 hari
menunjukkan penurunan kadar glukosa darah sewaktu menjadi 136 mg/dl,
sedangkan persen penurunan kadar glukosa darah perhari tertinggi sebesar
13,94% pada pasien yang menggunakan terapi insulin kerja cepat novorapid
3×6 selama 2 hari dengan kadar awal glukosa darah sewaktu 208 mg/dl dan
glukosa darah akhir setelah pemberian insulin 150 mg/dl. Hasil penelitian
juga menunjukkan masih ada satu pasien yang tidak memenuhi target terapi
setelah pemberian insulin, hal ini dapat disebabkan oleh karena pasien
memiliki kadar glukosa darah yang tinggi di awal kehamilannya, pasien
tidak mengatur pola makan dengan baik, tingkat kepatuhan pasien kurang
dalam menjalani pengobatan, serta penyakit penyerta maupun pengobatan
lain yang dapat memengaruhi kondisi dan efektivitas terapi pasien.
Dalam mengevaluasi perbandingan kadar glukosa darah sebelum dan
sesudah terapi insulin, pada penelitian ini dilakukan uji statistika terhadap
data yang diperoleh dari rekam medik. Pengujian statistika ini dilakukan
secara komparatif untuk mengukur perbandingan data numerik dari data
kadar glukosa darah sebelum dan sesudah terapi insulin, dimana data
merupakan data berpasangan yang terdistribusi normal sebanyak dua kali
pengukuran, sehingga digunakan uji repeated anova. Berikut tabel hasil uji
60

perbandingan glukosa darah dengan uji repeated anova.


Tabel 4.7 Pengaruh terapi insulin terhadap penurunan kadar glukosa darah
pasien DM Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Rerata (s.b) Nilai p
GD Awal 231,6 (73,5)
0,001
GD Akhir 160,6 (45,3)
(Sumber: Hasil Uji statistika Repeated Anova menggunakan program statistika SPSS
16.0)
Hasil pengujian menunjukkan nilai signifikansi untuk setiap
perbandingan yang dilihat dari nilai p value dari uji SPSS repeated anova
yang menunjukkan nilai signifikansi <0,05 yaitu sebesar 0,001. Secara
statistika dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar glukosa darah
secara signifikan sebelum dan sesudah terapi insulin.

E. Keterbatasan Penelitian
1. Perubahan berat badan pasien selama masa kehamilan pada penelitian ini
tidak dievaluasi karena tidak semua pasien DM Gestasional melakukan
pengukuran berat badan sebelum dan selama masa kehamilan.
2. Pada penelitian ini juga tidak dilakukan evaluasi terhadap ketepatan
dosis insulin karena dosis insulin bersifat individual sehingga perlu
diketahui riwayat pengobatan pasien sebelumnya dan riwayat dosis
yang digunakan.
BAB 5

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Data karakteristik sosiodemografi pasien DM Gestasional di RSUP
dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten periode Oktober 2014-Oktober 2017
menunjukkan bahwa lebih dari setengah pasien DM Gestasional
berada pada usia di atas 30 tahun, 66,67% pasien DM Gestasional tidak
bekerja, 55,56% pasien memiliki riwayat pendidikan tinggi, 88,89%
pasien dirawat selama kurang dari 7 hari, 77,78% pasien mengalami
DM Gestasional pada usia kehamilan trimester 3 dan 55,56% pasien
melahirkan dengan jenis persalinan secara sectio caesaria. Pasien DM
Gestasional di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten memiliki beberapa
catatan keluhan dan penyakit penyerta yaitu nyeri jahitan luka operasi,
polihidramnion, preklamsia, abortus imminens, hipertensi, multigravida,
serta BDP dengan persentase masing-masing 9%.
2. Pola terapi insulin yang diberikan di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro
Klaten periode Oktober 2014-Oktober 2017 berbeda pada setiap
pasien dengan menggunakan 3 jenis insulin, yaitu insulin kerja cepat
(Novorapid) dengan dosis pasien/unit 2×6, 3×4, 3×6 dan 3×12, insulin
kerja panjang (Levemir) dengan dosis pasien/unit 3×8 dan insulin kerja
campuran (Novomix) dengan dosis pasien/unit 3×10.
3. Efektivitas terapi insulin telah dievaluasi berdasarkan penurunan kadar
glukosa darah sebelum dan setelah pemberian insulin. Secara statistika
dapat disimpulkan bahwa terapi insulin pada pasien DM Gestasional
dapat menurunkan kadar glukosa darah pasien secara signifikan.

61
62

B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan
perubahan berat badan pasien selama masa kehamilan dengan perubahan
kadar glukosa darah.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hubungan DM
Gestasional dengan komplikasi-komplikasi lain yang ditimbulkan.
3. Pada penelitian selanjutnya untuk menggunakan data primer sebagai
sumber data dengan melakukan wawancara atau pengisian kuesioner
oleh responden untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dan akurat.
63

DAFTAR PUSTAKA

Aadara, Krishna Murthy; dkk. (2002). Diabetes and Pregnancy. Diabetologia


Croatia.
Abdushshofi, Muhammad Fikri et al. (2016). Evaluasi Ketepatan
Penggunaan Obat Ibu Hamil di Departemen Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit “X”. Fakultas Farmasi dan Sains. UHAMKA. Jakarta.
ADA. (2013). Standards of Medical Care in Diabetes. Diabates Care. 36,
Supp 1: S11 66
Afifah, Hafshah Nurul. (2016). Mengenal Jenis-Jenis Insulin Terbaru
Untuk Pengobatan Diabetes. Majalah Farmasetika. Vol. 1. No. 4.
Terbit Online 30 Oktober 2016. E-ISSN: 2528-0032. PT. Cendo
Pharmaceutical Industries. Bandung.
Ali, HS, Shahina Ishtiaque. (2014). Fetal Macrosomia; The Maternal and
Neonatal Complications. Profesional Med J 2014; 21 (3): 421-6.
American Diabetes Association. (2006). Diagnosis and Clasificaton of
Diabetes Melitus. Journal of Diabetes Care. Vol. 29 (Suppl.1): 43-
48.
FKUI. (1995). Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru. Jakarta.
Ardian, Niskalawati. (2011). Pola Pengobatan Diabetes Mellitus
Gestasional di Instalasi Rawat Inap RSUD DR.Moewardi Surakarta
Periode Januari 2006-Maret 2011. Tugas Akhir. Program Studi D3
Farmasi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
BPOM. (2008). Buku Informatorium Obat Nasional Indonesia. Pusat
Informasi Obat Nasional BPOM. Jakarta.
Buckley, MMT dan Brogden, RN. (1990). Ketorolac. Drugs. 39:86-109.
CDK. (2014). Penggunaan NSAID pada Ibu Hamil Tidak Meningkatkan
Risiko Keguguran. Berita Terkini. CDK-220/Vol. 41 No. 9 th. 2014.
Christianty, Fransiska Maria. (2012). Penggunaan Obat Selama Kehamilan:
Tinjauan dari Aspek Risk and Benefit Ratio. Fakultas Farmasi.
Universitas Jember.
Departemen Agama RI. (2003). Petunjuk Teknis Pedoman Sistem Produksi
Halal. Bagian Proyek Sarana Dan Prasarana Produk Halal. Direktorat
Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Dan Penyelenggaraan Haji
Departemen Agama. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
64

Diabetes Mellitus. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan klinik.


Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dharma, Gde Kiki Sanjaya. (2015). Laporan Kasus Abortus Iminens Juni
2015 Faktor Risiko, Patogenesis, dan Penatalaksanaan. Fakultas
Kedokteran. Universitas Udayana. ISM, Vol. 3 No. 1, Mei-Agustus,
Hal 44-50. ISSN: 2089-9084.
DINKES JATENG. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2013. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
DINKES JATENG. (2014). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2014. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
DINKES JATENG. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2015. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
DINKES JATENG. (2016). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2016. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang.
EMAS. Penggunaan Deksametason Untuk Mencegah Komplikasi Kelahiran
Prematur di Indonesia.
Ernawati. (2016). Terapi Lantunan Asmaul Husna Dan Teknik Relaksasi
Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. JPPNI
Vol. 01. No. 01. April-Juli 2016. Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah. Jakarta.
Fathonah, Siti. (2016). Gizi dan Kesehatan Untuk Ibu Hamil Kajian Teori
dan Aplikasinya. Penerbit Erlangga. Ciracas. Jakarta.
FKUI. (2007). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi
dan Terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Gerald, G Briggs. (2001). Drugs in Pregnancy and Lactation. 6th edition.
Philadelphia.
Goldstein DE et al. (2004). Test of Glycaemia in Diabetes. Diabetes Care.
27:1761-1773.
HD, Kaelany. (2005). Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan. Sinar
Grafika Offset. Jakarta.
IDF. (2015). Top Ten Countries/Territories for Number of Adults with
Diabetes. International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas.
Seventh Edition.
Irawan, Dedy. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder
RISKESDAS 2007). Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia. Depok.
65

J, Piette. (2003). Effectiveness of Self-Management Education. Diabetes


Atlas. Edisi ke-2. Belgium: International Diabetes Federation. Hal
207.
John, MF Adam (2006). Klasifikasi dan Kriteria Diagnosis Diabetes
Mellitus yang Baru. Cermin Dunia Kedokteran. 127: 37-40.
Kaaja, R dan Ronnemaa, T. (2008). Gestasional Diabetes: Pathogenesis
and Consequences to Mother and Offspring. Rev Diabet Stud. Vol.
5. No. 4: 194-202.
Karagianis et al. (2010). Gestasional Diabetes Mellitus; Why Screen and
How to Diagnose. Hipokratia. Vol. 14. No. 3. Hal 151-154.
Kurniawan, Liong Boy. (2016). Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis
Laboratorium Diabetes Melitus Gestasional. Departemen Ilmu
Patologi Klinik. Fakultas Kedokteran. Universitas Hasanuddin.
CDK-246/ Vol. 43. No. 11. Th. 2016. Makassar.
Kusnanto, P. (1999). Diabetes Mellitus Gestasional dengan Tinjauan
Faktor-Faktor Risiko Diabetes Mellitus Gestasional di Rumah Sakit
Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang. Laporan Penelitian Akhir.
Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang.
Manuaba et al. (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Penerbit Buku EGC.
Jakarta.
Marmi et al. (2011). Asuhan Kebidanan Patologi. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta. Hal 31-32.
Ndraha, Suzanna. (2014). Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini.
Medicinus. Scientific Journal of Pharmaceutical Development and
Medical Application. Vol. 27. No. 2. Edition August 2014
Noor Fatimah, Restyana. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2, Journal Majority,
vol. 4, Nomor. 5, Medical Faculty, Lampung University, Lampung.
Nugraha, Maria Widiastuti Dwi. (2009). Evaluasi Penggunaan Obat Pada
Masa Kehamilan Pasien Rawat Jalan di RSU Santa Elisabeth
Purwokerto Periode Oktober-Desember 2008. Fakultas Farmasi.
Universitas Sanata Dharma. Yogakarta.
Nurmalichatun. (2013). Hubungan Antara Primipara dan Penyakit Diabetes
Mellitus Pada Kehamilan dengan Kejadiaj Preeklamsia Pada Ibu
Hamil di RSUD Dr. H. Soewondo Kabupaten Kendal. Program Studi
DIV Kebidanan. STIKES Ngudi Waluyo. Ungaran.
Osgood et al. (2011). The Inter-and Intragenerational Impact of Gestasional
Diabetes on the Epidemic of Type 2 Diabetes. Journal of American
66

Journal of Publick Health 2011. Vol. 101. 1. 173-179.


Pamolango et al. (2013). Hubungan Riwayat Diabetes Mellitus pada
Keluarga dengan Kejadian Diabetes Mellitus Gestasional pada Ibu
Hamil di PKM Bahu Kecamatan Malayang Kota Manado. Ejournal
Keperawatan (e-Kp) Vol. 1. No. 1. Agustus 2013.
Pelle, Cindy et al. (2016). Hubungan Pengetahuan Penggunaan Insulin
Dengan Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus di Poli
Penyakit Dalam RSU GMIM Pancaran Kasih Manado, E-Journal
Keperawatan (e-kp), Vol. 4, Nomor. 2, Universitas Sam Ratulangi.
Perkins, M Jennifer et al. (2007). Perspectives in Gestasional Diabetes
Mellitus: A Review of Screening, Diagnosis, and Treatment. Journal
of Clinical Diabetes. Vol. 25. No. 2
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2011). Konsensus Pengelolaan
dan Pencegahan Diabetes Tipe 2 di Indonesia. Hal 4-10, 15-29.
Purnamasari, Dyah et al. (2013). Indonesian Clinical Practice Guidlines
for Diabetes in Pregnancy. Feature Article. Journal of the ASEAN
Federation of Endocrine Societies (JAFES). Vol. 8. 1 May 2013.
Putra, Wayan Ardana dan Berawi, Khairun Nisa. (2015). Empat Pilar
Penatalaksanaan Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2. Majority. Vol. 4.
No. 9. Desember 2015. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung.
Rasti Wihardiyanti, Riza et al. (2015). Efektivitas Penggunaan Insulin Pada
Penderita Diabetes Melitus Dengan Kehamilan di Rawat Inap RSD
dr. Soebandi Jember Tahun 2012-2013 , E-Jurnal Pustaka Kesehatan,
vol. 3, No. 3, hal 430-434, Fakultas Farmasi, Universitas Jember,
Jember.
Rismayanthi, Cerika. (2010). Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan
Bagi Penderita Diabetes. MEDIKORA. Vol. VI. No. 2. November
2010. Hal 29-36.
Rosita, Yunisa Khulqi. (2015). Hubungan Kadar Gula Darah Pasien
Diabetes Mellitus Gestasional Dengan Kelahiran Bayi Makrosomia
di Rumah Sakit Hermina Ciputat Tahun 2014. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Rowan, A Janet et al. (2008). Metformin VS Insulin For the Treatment of
Gestasional Diabetes. The New England Journal of Medicine.
RSST. (2018). Sejarah RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Diakses 16
Februari 2018 Melalui rsupsoeradji.id/tentang-kami/sejarah/.
67

Rubin, Peter. (2000). Peresepan Untuk Ibu Hamil. Edisi 2. Penerbit


Hipokrates. Jakarta.
Setiawan, Heru et al. (2014). Hubungan Ibu Hamil Pengidap Diabetes
Mellitus Dengan Kelahiran Bayi Makrosomia Di RSAB Harapan
Kita Jakarta, Jurnal Ilmu dan Teknologi Kesehatan, vol. 1, Nomor.
2, hal 101-105, Bekasi.
Soegondo, Sidartawan. (2015). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Sebagai Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus bagi Dokter dan
Edukator. Edisi Kedua. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
Sudoyo, A et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FKUI. Jakarta.
Wahabi, HA et al. (2012). Pre-Existing Diabetes Mellitus and Adverse
Pregnancy Outcomes. Biomed Central Research Notes. 2012;5. 496.
Wawan, A dan M, Dewi. (2010). Teori dan Pengukuran Pengetahuan Sikap
dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta.
WHO. (2016). Diabetes Fakta dan Angka. Artikel World Health
Organization. Diabetes Facts and Number Indonesian.
Wibisono, H dan ABFK, Dewi. (2009). Solusi Sehat Seputar Kehamilan.
Penerbit Agromedia Pustaka. Jakarta.
World Helath Organisation (2006). Diabetes Mellitus. Report of WHO
Study Group. World Health Organisation. Geneva-Switzerland.
Yosieto, Aldy et al. (2015). Perbandingan Efektivitas Tramadol 1,5 Mg/
KgBB IV dengan Ketorolak 30 Mg IV Terhadap Tingkat Nyeri Pasca
Operasi Seksio Saesarea. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 3, Nomor
1, Januari-April 2015. Fakultas Kedokteran. Universitas Sam
Ratulangi.
69

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Izin Penelitian


70

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro


71

Lampiran 3. Bukti Pembayaran Administrasi Penelitian


72

Lampiran 4. Kartu Kontrol Penelitian


73
74

Lampiran 5.Data Pasien DM Gestasional tahun 2015-2017


75
66

76

Lampiran 6.6.Algoritme
Lampiran AlgoritmePenatalaksanaan Diabetes Mellitus
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus

DM TAHAP- I TAHAP- II TAHAP- III

GHS
GHS +
MONOTERAPI

GHS +
KOMBINASI 2
CATATAN: GHS +
1. GHS= gaya hidup OHO
sehat KOMBINASI
2. Dinyatakan gagal bila
terapi selama 2-3 Jalur pilihan alternatif bila :
2 OHO +
bulan pada tiap tahap - Tidak terdapat insulin
tidak mencapai target BASAL
- Diabetisbetul-betul
terapi HbA1C <7% menolak insulin
3. Bila tidak ada INSULIN
- Kendali glukosa belum
pemeriksaan HbA1C
optimal
dapat digunakan
pemeriksaan glukosa
darah rata2 hasil
pemeriksaan
beberapa kali glukosa GHS + INSULIN
darah sehari yang
dikonversikan ke KOMBINASI 3 INTENSIF*
HbA1C menurut
kriteria ADA, 2010 OHO

*insulin intensif: penggunaan insulin basal bersamaan


dengan insulin prandial
67

77

Lampiran 7. Skema Alur Penelitian


Lampiran 7. Skema Alur Penelitian

Proposal
Penelitian

Program Studi
Farmasi

Perizinan: surat dari


Kepala Prodi Kepada
Direktur Rumah Sakit

RSST dan RS Penjelasan


Kasih Ibu Prosedur
Penelitian

Bagian Rekam Medik


Rumah Sakit

Observasi

Pengumpulan
Data

Analisis Data

Penulisan Laporan
Hasil Penelitian
68

78

Lampiran 8. Data Collection Sheet


Lampiran 8. Data Collection Sheet

Data Collection Sheet


A. Identitas Pasien

Nama Pasien :

Nomor Rekam Medik :

Umur Pasien :

Berat Badan :

Usia Kehamilan :

Status Pengobatan : Rawat Inap Rawat Jalan

B. Data Laboratorium
Tgl. Pengukuran Kadar Normal

1. Kadar Gula Darah :

2. Profil Lipid :

a. LDL :

b. HDL :

c. Trigliserid :

3. Albumin :

4. Lain – lain :
69

79

C. Riwayat Terapi Insulin

Gula Darah Gula Darah Gula Darah 2 Jam


Acak Puasa Post Prandial
(GDA) (GDP) (GD2PP)
Jenis Insulin
Dosis Pasien
(Unit)
Gula Darah
Awal
Gula Darah
Akhir
Persen
Penurunan
Kadar
Glukosa
Darah (%)
Lama
Penggunaan
(Hari)
Persen
Penurunan
Kadar
Glukosa
Darah/Hari
(%)
Insulin/Unit
(Mg/Dl/Unit)

D. Riwayat Pengobatan Lain


Tanggal Pemberian
No Nama Obat Dosis Rute
70

80

E. Penyakit Penyerta

1.

2.

3.

4.

5.
81

Lampiran 9. Data Karakteristik Pasien DM Gestasional


82

Lampiran 10. Data SPSS


83
84

Lampiran 11. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai