Anda di halaman 1dari 23

Referat

NEFROPATI DIABETIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :
Narisha Amelia Putri, S.Ked
2006112019

Preseptor :
dr. Cut Meina Mulyanti, Sp.PD

BAGIAN SMF/ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan
kesempatan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan referat ini dengan judul
"NEFROPATI DIABETIK". Penyusunan referat ini merupakan pemenuhan syarat
untuk menyelesaikan tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF/Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum
Cut Meutia Aceh Utara.
Seiring rasa syukur atas terselesaikannya refarat ini, dengan rasa hormat dan
rendah hati saya sampaikan terimakasih kepada:
1. Pembimbing, dr.Cut Meina Mulyanti, Sp.PD atas arahan dan bimbingannya
dalam penyusunan referat ini.
2. Sahabat-sahabat kepaniteraan klinik senior di Bagian/SMF/ Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokeran Universitas Malikussaleh Rumah Sakit Umum
Cut Meutia Aceh Utara, yang telah membantu dalam bentuk motivasi dan
dukungan semangat.
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kekurangan, saya menyadari bahwa
dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna. Saya sangat mengharapkan
banyak kritik dan saran yang membangun dalam penyempurnaan referat ini. Semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Aceh Utara, Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB 1............................................................................................................................1
BAB 2............................................................................................................................3
2.1 Definisi............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi...................................................................................................3
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko.............................................................................4
2.4 Klasifikasi.......................................................................................................5
2.5 Patogenesis......................................................................................................7
2.6 Penegakan Diagnosis......................................................................................9
1. Anamnesis.......................................................................................................9
2. Pemeriksaan Fisik...........................................................................................9
3. Pemeriksaan Penunjang................................................................................10
2.7 Penatalaksanaan............................................................................................12
2.8 Prognosis dan Komplikasi............................................................................15
BAB 3..........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Nefropati diabetik adalah suatu kelainan atau sindrom klinis yang ditandai
dengan adanya microalbumin urine persistent (>30 mg per hari), disertai dengan
peningkatan tekanan darah yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunnya filtrasi
glomerulus (1,2). Nefropati diabetik merupakan penyebab utama end stage kidney
disease (penyakit ginjal stadium akhir). Penyakit ini dianggap sebagai komplikasi
mikrovaskular dan terjadi pada diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus tipe 2
(3,4). 
Perjalanan nefropati diabetik awalnya adalah mikroalbuminuria atau ekskresi
albumin urin yang cukup meningkat (30-300mg/g kreatinin). Mikroalbuminuria yang
tidak diobati kemudian dapat meningkat secara bertahap, mencapai peningkatan
albuminurik (makroalbuminuria) yang parah selama 5 sampai 15 tahun. Laju filtrasi
glomerulus kemudian mulai menurun dan gagal ginjal stadium akhir tercapai tanpa
pengobatan dalam 5 sampai 7 tahun (5). Insiden rata-rata nefropati diabetik tinggi
(3% per tahun) selama 10 hingga 20 tahun pertama setelah onset diabetes dan
dibutuhkan waktu 15 tahun untuk mempengaruhi pembuluh darah kecil di organ
seperti ginjal, mata, dan saraf (6).
Nefropati diabetik adalah komplikasi diabetes melitus pada ginjal yang dapat
berakhir sebagai gagal ginjal. Penyakit ginjal (nefropati) merupakan penyebab utama
kematian dan kecacatan pada DM. Sekitar 50% gagal ginjal tahap akhir di Amerika
Serikat disebabkan nefropati diabetik. Hampir 60% penderita hipertensi dan diabetes
di Asia menderita nefropati diabetic (7).
Untuk mencegah terjadinya pemberatan kejadian perlu dilakukan tindakan
screening. Screening untuk nefropati diabetik harus dilakukan setelah lima tahun
terdiagnosis diabetes melitus tipe 1 atau lebih cepat jika terjadi kontrol gula darah
yang buruk. Pasien diabetes melitus tipe 2 sebaiknya melakukan screening saat
didiagnosis sebagai DM tipe 2 dan setiap tahunnya.

1
2

Hal ini dikarenakan adanya kesulitan dalam menentukan kapan onset DM tipe
2 (1,8). Terdapat 3 usaha umum dalam strategi pengelolaan pencegahan nefropati
diabetik yaitu, pengendalian konsentrasi glukosa, tekanan darah, dan pengendalian
lipid. Usaha pengelolaan dari faktor risiko nefropati diabetik yang baik sudah jelas
dapat menunda timbulnya gagal ginjal terminal (7).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Nefropati diabetik adalah suatu kelainan atau sindrom klinis yang ditandai
dengan adanya microalbumin urine persistent (>30 mg per hari), disertai dengan
peningkatan tekanan darah yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunnya filtrasi
glomerulus dan pada akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir (1,2). Nefropati
diabetik dapat ditetapkan setelah minimal dilakukan dua kali pemeriksaan dalam
kurun waktu tiga sampai 6 bulan. Penyakit ini meningkatkan angka kematian
terutama karena pengaruh kardiovaskular (1).

2.2 Epidemiologi

Penyakit ginjal telah secara jelas dikenal sebagai komplikasi umum dari
diabetes mellitus (DM), dengan sebanyak 50% pasien DM dengan durasi lebih dari
20 tahun mengalami komplikasi ini (9). Nefropati diabetik jarang berkembang
sebelum durasi 10 tahun dari DM tipe 1. Insiden puncak (3%/tahun) biasanya
ditemukan pada orang yang pernah menderita diabetes selama 10-20 tahun. Usia rata-
rata pasien yang mencapai penyakit ginjal stadium akhir adalah sekitar 60
tahun. Meskipun secara umum, kejadian penyakit ginjal diabetik lebih tinggi pada
lansia yang telah memiliki diabetes tipe 2 untuk generasi yang lebih lama (3,9).
Tingkat keparahan dan kejadian nefropati diabetik terutama besar pada orang
kulit hitam (frekuensinya 3 hingga 6 kali lipat lebih tinggi daripada orang kulit putih),
orang Amerika Meksiko, dan orang Indian Pima dengan DM tipe 2. Frekuensi
kondisi yang relatif tinggi pada populasi yang berbeda secara genetik ini
menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi, seperti pola makan, kontrol hiperglikemia
yang buruk, hipertensi, dan obesitas, memiliki peran utama dalam perkembangan
nefropati diabetik. Ini juga menunjukkan ba hwa pengelompokan keluarga mungkin
terjadi pada populasi ini (2,9).

3
4

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab pasti nefropati diabetik masih belum diketahui hingga saat ini,
tetapi beberapa teori mengatakan 30 hingga 40 persen pasien dengan diabetes melitus
(DM) akan berlanjut menderita nefropati diabetik, dikarenakan DM dapat
menyebabkan terjadinya gangguan mikrovaskular (4). Hiperglikemia merupakan
salah satu faktor risiko terjadinya nefropati diabetik. Hiperglikemi dapat
menyebabkan hiperfiltrasi, lesi ginjal dan metabolik glukosa yang tidak normal
seperti peningkatan jalur poliol, proses glikasi protein, dan aktivasi enzim protein
kinase C (1). Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan produksi advanced
glycosilation product (AGEs) yang dapat mengubah protein struktur dan disfungsi
vaskuler, lesi glomerulus, proteinuria dan dapat berakhir dengan gagal ginjal (7).
Hipertensi sistemik menyebabkan hiperfiltrasi dan abnormalitas hemodinamik
mengakibatkan kerusakan pada glomerulus. Kekuatan hemodinamik intraglomerular
yang abnormal mengubah pertumbuhan dan fungsi glomerulus, mesangial dan sel-sel
epitel dengan meningkatkan tekanan fisik dan mekanis, mengakibatkan terjadinya
peningkatan pembentukan matriks mesangial dan penebalan pada membran basalis
yang merupakan ciri khas nefropati diabetik (7). Kadar lipid yang tinggi juga
merupakan salah satu faktor resiko terbesar terjadinya nefropati diabetik karena dapat
menyebabkan atesklerosis. Aterosklerosis ini akan mengenai arteri renalis sehingga
menghambat LFG dan meningkatkan resiko nefropati diabetik (7,10).
Faktor risiko lain seperti jenis kelamin laki-laki, obesitas, peradangan kronis,
resistensi terhadap insulin, hipovitaminosis D, dislipidemia dan beberapa lokus
genetik dan polimorfisme pada gen tertentu (11). Hormone sekx memiliki dampak
yang besar terhadap sistem metabolisme. Penurunan kadar testosterone pada pria
dapat memperburuk perkembangan nefropati diabetik, dikarenakan testosterone pada
pria dapat mempengaruhi system metabolism dan perkembangan. Rendahnya kadar
testosterone mempengaruhi kerja insulin, sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa
dalam darah ginjal (12).
5

2.4 Klasifikasi

Albumin urin merupakan penanda awal nefropati diabetik. Keberadaan


albumin didalam urin menyebabkan terjadinya kerusakan glomerulus yang signifikan,
sehingga biomarker urin diperlukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko
mengalami kerusakan ginjal tahap lanut. Sebuah studi mengidentifikasi beberapa
biomarker awal yang diduga seperti mikroglobulin α-1, mikroglobulin β-1, Nephrin,
dan Cystatin C. Pengendapan protein urine pagi dan resolusi selanjutnya dengan
elektroforesis 2D juga mengidentifikasi kemungkinan penanda kininogen-1
biomarker urin (13). Nefropati diabetik dikategorikan menjadi mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria berdasarkan jumlah eksresi albumin urin. Nilai normal yang
digunakan berdasarkan American Diabetic Association yaitu jumlah albumin dalam
waktu tertentu, 24 jam, dan urin sewaktu.

Tabel 2. 1 Tahapan nefropati diabetik


Tahap Nilai albumin
Microalbuminuria 20-199µg ̸ menit
30-299 mg ̸ 24 jam
30-299 mg ̸ g*
Macroalbuminuria ≥200µg ̸ menit
≥300 mg ̸ 24 jam
>300 mg ̸ g*
*sampel urin sewaktu

Tervaert et al. melaporkan klasifikasi patologis baru berupa lesi ginjal yang


melibatkan tubulus, interstitium dan pembuluh darah. Klasifikasi ini diperlukan
karena sebagian besar pasien dengan diabetes dan gangguan filtrasi ginjal tidak
menunjukkan adanya peningkatan ekskresi protein (14). Gheith et al setelah
melakukan analisis dan penggabungan teori mengemukakan stadium nefropati
diabetik berdasarkan waktu, laju filtrasi glomerulus dan keadaan ginjal (11).
6

Tabel 2. 2 Klasifikasi Nefropati Diabetik


Klasifikasi Tervaert (14) Gheith (11)
Tahap 1 Penebalan membran Dari awal sampai 5 tahun. GFR
basal glomerulus normal, tidak ada albuminuria,
hipertensi. Tetapi ukuran ginjal
meningkat 20% seiring dengan
peningkatan aliran plasma ginjal 10-
15%
Tahap 2 Ekspansi mesangial Dari 2 tahun setelah onset dengan
ringan atau parah penebalan membran basal dan
prolierasi mesangial, GFR normal dan
tidak ada gejala klinis
Tahap 3 Sklerosis nodular 5–10 tahun setelah onset dengan atau
tanpa hipertensi, dengan kerusakan
glomerulus dan mikroalbuminuria
(>300 mg/hari), penurunan GFR
<60mlmin1.73m2
Tahap 4 Glomerulosklerosis Proteinuria ireversibel (>300mg/hari),
(CKD) diabetik tingkat lanjut hipertensi dan GFR <60 ml/
yang meliputi lesi menit/1,73 m 2
tubulointerstitial dan lesi
vascular
Tahap 5 - GFR <15ml/min /1,73 m 2, 50% pasien
(ESKD) membutuhkan terapi pengganti ginjal
dalam bentuk dialissi peritonel

2.5 Patogenesis

Peningkatan kadar glukosa yang menahun pada penderita komplikasi diabetes


melitus terhadap membran ginjal dapat menjadi 2 jalur yaitu :
7

1. Jalur metabolisme
Hiperfiltrasi merupakan tahap awal dari laju kerusakan ginjal dari mekanisme
patogenik. Glomerulus akan berubah fungsi dan menjadi hiperfiltrasi, sehingga
lambat laun nefron akan menjadi sklerosis. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Awalnya secara non-enzimatis glukosa
akan berikatan dengan asam amino menjadi AGE’s (advance glycosilation end-
products). AGE’s sebagai perantara kegiatan seluler yaitu ekspresi adhesi molekul
berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, dan terjadi pada hipertrofi sel. Maka
dengan peningkatan AGE’s akan menimbulkan kerusakan pada glomerulus ginjal
(1,15).
2. Jalur hemodinamik:
Peningkatan kadar glukosa darah dapat menimbulkan kelainan pada sel
endotel pembuluh darah, dengan diawali peningkatan hormon vasoaktif seperti
angiotensin II, yang berperan dalam perjalanan nefropati diabetik. Angiotensin II
berperan baik secara hemodinamik maupun nonhemodinamik. Peranan tersebut
antara lain merangsang vasokontriksi sistemik, meningkatkan tahanan kapiler arteriol
glomerulus, pengurangan luas permukaan filtrasi, stimulasi protein matriks ekstra
selular, serta stimulasi chemokines yang bersifat fibrogenik (1,15).
Terjadi tiga perubahan histologis pada glomerulus. Pertama, ekspansi
mesangial secara langsung diinduksi oleh hiperglikemia melalui peningkatan
produksi matriks atau glikasi protein matriks. Kedua, terjadi penebalan membran
basal glomerulus. Ketiga, sklerosis glomerulus yang disebabkan oleh hipertensi
intraglomerular (disebabkan oleh dilatasi arteri aferen renalis atau dari cedera iskemik
akibat penyempitan pembuluh darah yang mensuplai glomerulus) (9,14). 
Pembuluh darah ginjal mengalami aterosklerosis, dikarenakan hiperlipidemia
bersamaan dan arteriosklerosis hipertensi. Selain perubahan hemodinamik ginjal,
pasien dengan nefropati diabetik umumnya mengalami hipertensi sistemik. Hipertensi
merupakan faktor yang merugikan pada semua penyakit ginjal progresif dan terutama
terlihat pada nefropati diabetik. Efek merusak dari hipertensi kemungkinan besar
8

diarahkan pada pembuluh darah dan mikrovaskular. Hipertensi yang terkait dengan
obesitas, sindrom metabolik, dan diabetes menyebabkan peningkatan tekanan darah
(4,9).
Obesitas sentral menginduksi hipertensi pada awalnya dengan meningkatkan
reabsorpsi tubulus ginjal dari natrium yang menyebabkan pergeseran hipertensi dari
natriuresis tekanan ginjal melalui berbagai mekanisme, termasuk aktivasi sistem saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron, serta kompresi fisik ginjal.
Hipertensi, bersama dengan peningkatan tekanan kapiler intraglomerular dan kelainan
metabolik (misalnya, dislipidemia, hiperglikemia) kemungkinan berinteraksi untuk
mempercepat cedera ginjal (1,15).

Gambar 2. 1 Patogenesis Nefropati Diabetik

2.6 Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis

Diagnosis nefropati diabetik didasarkan pada gambaran klinis.


9

Proteinuria terjadi dengan lambat, mula-mula timbul secara intermitten,


kemudian menetap dan meningkat. Awitan terjadinya proteinuria nyata
berkaitan dengan hipertensi dan penurunan LFG. Pada DM tipe I yang
sudah sakit lebih dari sepuluh tahunan dan mengalami proteinuria nyata
>0,5 g/24 jam, maka kemungkinan terjadinya nefropati diabetik sangat
besar (16). Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun
keluhan tidak khas dari gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa
poliuri, polidipsi, polipagi, penurunan berat badan. Keluhan tidak khas
berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada kulit,
ginekomastia, impotens. Nefropati diabetik harus dipertimbangkan pada pasien
yang menderita DM dan memiliki riwayat satu atau lebih hal berikut (3,9):
a. Buang air kecil berbusa
b. Proteinuria yang tidak dapat dijelaskan
c. Retinopati diabetik
d. Kelelahan dan edema kaki
e. Gangguan terkait lainnya seperti penyakit oklusi vaskular perifer,
hipertensi, atau penyakit arteri coroner

2. Pemeriksaan Fisik

Nefropati diabetik dipertimbangkan setelah urinalisis rutin dan skrining


mikroalbuminuria pada keadaan diabetes. Pasien memiliki temuan fisik yang terkait
dengan diabetes mellitus yang sudah berlangsung lama, seperti berikut ini (9):
a. Hipertensi
b. Penyakit oklusi vaskular perifer (penurunan denyut perifer, bising karotis)
c. Bukti neuropati diabetik berupa penurunan sensasi halus dan penurunan
refleks tendon
d. Bukti bunyi jantung keempat selama auskultasi jantung
e. Ulkus kulit / osteomielitis yang tidak menyembuhkan
10

Pada Nefropati Diabetika didapatkan kelainan pada retina yang


merupakan tanda retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan
Funduskopi, berupa (2,9):
a. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah
dalam kapiler retina.
b. Mikroaneusisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah
kapiler vena.
c. Eksudat berupa : Hard exudate. Berwarna kuning, karena eksudasi
plasma yang lama.
d. Cotton wool patches. Berwarna putih, tak berbatas tegas,
dihubungkan dengan iskhemia retina.
e. Shunt artesi-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena
obstruksi kapiler.
f. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan
permeabilitas mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
g. Neovaskularisasi

3. Pemeriksaan Penunjang

Nefropati diabetik ditandai dengan (1,9,17):


a. Albuminuria persisten (> 300 mg / hari atau> 200 μg / menit) yang
dikonfirmasi setidaknya 2 kali dengan jarak 3-6 bulan
b. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) tanpa henti
c. Peningkatan tekanan darah arteri
d. Pemeriksaan rasio albumin kreatinin. Nilai diagnosis normal : <30mg ̸ g
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada penderita nefropati diabetik
antara lain (3,9):
1. Urinalisis
Urinalisis 24 jam untuk urea, kreatinin, dan protein sangat berguna dalam
mengukur kehilangan protein dan memperkirakan GFR. Biasanya, hasil urinalisis dari
11

pasien dengan nefropati diabetik menunjukkan proteinuria bervariasi dari 150 mg /


dL hingga lebih dari 300 mg / dL. Mikroalbuminuria didefinisikan sebagai ekskresi
albumin lebih dari 20 μg / menit atau rasio albumin-ke-kreatinin (μg / g) lebih besar
dari 30. Fase ini menunjukkan nefropati diabetik yang baru jadi dan memerlukan
penatalaksanaan yang agresif (3,9).
2. Tes darah
Tes darah, termasuk perhitungan GFR (dengan berbagai formula, seperti
formula MDRD), sangat membantu dalam memantau perkembangan penyakit ginjal
dan menilai stadiumnya
3. Ultrasonografi Ginjal
Amati ukuran ginjal, yang biasanya normal meningkat pada tahap awal dan,
kemudian, mengecil atau mengecil dengan penyakit ginjal kronis. 
4. Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal tidak diindikasikan secara rutin pada semua kasus nefropati
diabetik, terutama pada orang dengan riwayat penyakit yang khas dan progresi
penyakit yang khas. Ini diindikasikan jika diagnosis ragu, jika penyakit ginjal lain
disarankan, atau jika ada fitur atipikal (3,9).
5. Temuan Histologis
Perubahan histologis utama berikut ini terjadi pada glomeruli penderita
nefropati diabetik (3,9):
a. Pertama, ekspansi mesangial secara langsung diinduksi oleh
hiperglikemia, mungkin melalui peningkatan produksi matriks atau
glikosilasi protein matriks.
b. Kedua, terjadi penebalan membran basal glomerulus (GBM).
c. Ketiga, sklerosis glomerulus disebabkan oleh hipertensi intraglomerular
(diinduksi oleh vasodilatasi ginjal atau dari cedera iskemik yang
disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah yang menyuplai
glomeruli).
12

Gambar 2. 2 Hasil Pemeriksaan Biopsi Ginjal nefropati diabetik. Ekspansi matriks mesangial
difus, peningkatan hiperselularitas mesangial, dan membran basal glomerulus menonjol pada
nefropati diabetik. Membran basal tebal seragam tanpa endapan yang jelas

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan nefropati diabetik adalah untuk mencegah


mikroalbuminuria berkembang menjadi makroalbuminuria dan akhirnya menurunkan
fungsi ginjal dan gangguan jantung terkait. Akibatnya, kontrol glikemik intensif,
pengobatan antihipertensi dengan memblokir sistem RAAS dan terapi statin yang
memodifikasi lipid adalah landasan utama pengobatan (18).

Tabel 2. 3 Strategi Dan Target Terapi Nefropati Diabetik (1)


Target
Terapi
Microalbuminuria Makroalbuminuria
ACE Inhibitor Penurunan albuminuria Proteinuria seminimal
Benazepril, Captopril, atau kembali menjadi mungkin ,0.5g ̸ 24 jam
Enalapril, Fosinopril, normoalbuminuria
13

Lisinopril, Quinapril, Stabilisasi GFR Penurunan GFR, 2ml ̸


Ramipril, Moexipril, menit ̸ tahun
Perindopril, Trandolapril
Diet rendah protein
(0.6-0.8 g ̸ kgBB ̸ hari)
Obat anti hipertensi Tekanan darah <130 ̸ 80 mmHg
Kontrol glukosa ketat A1c <7%
Rosiglitazone
Insulin
Statin Kolesterol LDL <100 mg ̸ dl
Asam asetil salisilat Pencegahan trombosis
Menghindari merokok Pencegahan perkembangan arterosklerosis

1. Pengendalian status gizi


Status gizi pasien merupakan faktor penting yang dapat dimodifikasi sehingga
dapat mempengaruhi proses dan hasil terapi nefropati diabetik. Diet merupakan faktor
penting dalam mempengaruhi status gizi seseorang (19). Diet yang sehat dan
seimbang, bagi penderita nefropati diabetik dirancang untuk menunda perkembangan
kerusakan ginjal dan kondisi sekunder terkait seperti hipertensi, hiperlipidemia, dan
uremia. Karena asupan makanan dapat menjadi beban bagi fungsi ginjal (20).
Keseimbangan antara nutrisi dan beban fisiologis yang berkelanjutan sangat
penting untuk menjaga kualitas hidup pasien. Masalah umum yang dihadapi penderita
nefropati diabetik adalah kurangnya pengetahuan gizi dan kepatuhan yang
berkelanjutan pada pilihan makanan tradisional yang kaya akan karbohidrat, protein,
atau mineral. Pola makan yang tidak tepat memberikan beban yang sangat besar pada
fungsi ginjal yang menyebabkan masalah lebih lanjut dalam manajemen penyakit
(18,19,21).
Diet ideal yang direkomendasikan untuk pasien nefropati diabetik dengan
fungsi ginjal yang terganggu mencakup jumlah lemak yang tepat untuk mencegah
malnutrisi. Terlebih lagi bila total kalori yang berasal dari protein dan asupan
karbohidrat perlu dibatasi. Ahli gizi menyarankan untuk membatasi konsumsi asam
14

lemak jenuh sementara mengonsumsi minyak nabati dan minyak yang mengandung
asam lemak kaya omega dalam jumlah sedang (18,21).
Diet rendah protein (0,6 sampai 0,7 g/kg/hari) perlu diintegrasikan ke dalam
perawatan keseluruhan dari insufisiensi ginjal dengan intervensi diet yang
disesuaikan untuk menghindari malnutrisi. Diet rendah garam tanpa makanan asin
dan acar sangat dianjurkan. Asupan natrium yang dibatasi memungkinkan kontrol
tekanan darah yang lebih baik pada pasien tersebut. Asupan garam yang tinggi dan
ekskresi protein urin dikaitkan dengan penurunan bersihan kreatinin tahunan (10).
Kalium adalah elektrolit penting yang terlibat dalam kontraksi dan relaksasi
otot. Selama defisit fungsi ginjal, ekskresi kalium berkurang yang menyebabkan
penumpukan di jaringan tubuh (20). Asupan kalium khusus dari makanan seperti biji-
bijian, kentang, jagung, kedelai, kacang-kacangan, tomat, pisang, melon, kiwi dll
harus dibatasi. Seperti kalium, ekskresi fosfor juga berkurang selama kerusakan ginjal
kronis yang menyebabkan peningkatan kadar fosfor darah. Karena fosfat berada
dalam keseimbangan homeostatis dengan kadar kalsium otot rangka,
ketidakseimbangan menyebabkan hilangnya kalsium secara signifikan dan penyakit
tulang yang melemahkan. Singkatnya, asupan karbohidrat dan protein yang
berlebihan dikelola dengan target energi 1.600 kkal per hari di mana 60 persen
berasal dari karbohidrat dan 40 persen dari protein (10,18,20,21)
2. Kontrol gula darah ketat
Pengendalian intensif terhadap kadar gula darah menghasilkan penurunan
risiko relatif 39% untuk perkembangan mikroalbuminuria dan pengurangan risiko
relatif 56% untuk proteinuria nyata. Kontrol glikemik intensif juga dikaitkan dengan
penurunan komplikasi mikrovaskuler lainnya, yaitu retinopati dan neuropati (1,9)
3. Kontrol tekanan darah
Kontrol tekanan darah menunjukkan manfaat kardiovaskular dari penurunan
tekanan darah sistolik hingga <140 mm Hg dikarenakan adanya hubungan kejadian
hipertensi dengan perkembangan mikroalbuminuria, proteinuria yang jelas, dan
15

penurunan fungsi ginjal, dengan tekanan darah yang lebih tinggi terkait dengan hasil
yang lebih buruk secara terus menerus (1,4). 

2.8 Prognosis dan Komplikasi

Nefropati diabetik memiliki morbiditas dan mortalitas yang


tinggi. Mikroalbuminuria merupakan faktor risiko independen untuk mortalitas
kardiovaskular. Mayoritas pasien meninggal karena penyakit ginjal stadium akhir (4).
Apabila mikroalbuminuria telah terjadi, laju filtrasi glomerulus akan mengalami
penurunan yang bertahap. Setelah itu, 50% penderita akan mengalami gagal ginjal
stadium akhir (End Stage Renal Disease) dalam 7–10 tahun. Kemudian apabila
makroalbuminuria terjadi, tekanan darah akan meningkat dan perubahan patologik
akan menjadi irreversibel (4,5).
Proteinuria adalah prediktor morbiditas dan mortalitas. Prevalensi keseluruhan
dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kedua DM tipe 1 dan DM tipe 2
kira-kira 30-35%. Mikroalbuminuria secara independen memprediksi morbiditas
kardiovaskular, dan dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit pembuluh darah
koroner dan perifer dan kematian akibat penyakit kardiovaskular pada populasi non
diabetes umum (9). Pasien yang proteinuria belum berkembang memiliki angka
kematian relatif yang rendah dan stabil, sedangkan pasien dengan proteinuria
memiliki angka kematian relatif 40 kali lipat lebih tinggi (4,5). 
Komplikasi ginjal dari nefropati diabetik termasuk peningkatan risiko infeksi
saluran kemih. Komplikasi elektrolit serum, air, dan asam basa juga lebih sering
terjadi pada pasien dengan nefropati diabetik. Misalnya, asidosis tubulus ginjal tipe 4
(hyperkalemic, low-anion gap) lebih sering terjadi pada pasien dengan DM tipe 2,
terutama mereka dengan insufisiensi ginjal sedang, dan berhubungan dengan
penurunan ammoniagenesis. Batu ginjal lebih sering terjadi pada pasien dengan DM
tipe 2, serta sindrom metabolik. Peningkatan risiko penyakit batu dikaitkan dengan
resistensi insulin, yang, sebagai akibat dari gangguan ammoniagenesis, menyebabkan
16

penurunan pH urin. PH urin yang rendah terutama mendukung pembentukan batu


asam urat (4,9).

2.9 Pencegahan Perkembangan

Skrining dan pencegahan perkembangan mikroalbuminuria pada diabetes


mellitus. (ACE-I adalah singkatan dari angiotensin-converting enzyme inhibitor)
Lakukan urinalisis mikroskopis untuk membantu menyingkirkan gambaran yang
berpotensi nefritik, yang dapat mengarah pada pemeriksaan untuk menyingkirkan
glomerulopati primer lainnya, terutama dalam keadaan fungsi ginjal yang memburuk
dengan cepat (misalnya glomerulonefritis progresif cepat). Secara umum, onset
proteinuria nyata dengan awitan diabetes kurang dari 5 tahun, endapan urin aktif
dengan sel darah merah dan gips dysmorphic, atau penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba menunjukkan etiologi nondiabetes dari penyakit ginjal (9).
Pencegahan onset nefropati diabetik merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan antara lain : mencapai tekanan darah serendah mungkin yang bias
ditoleransi dengan ACE Inhibitor, restriksi garam (<6g ̸ hari), intake protein yang
direkomendasikan (0.8-1.0 g ̸ kgBB), kontrol hipergliemia (target HbA1c <7%),
berhenti merokok, penggunaan statin, penurunan berat badan (jika gemuk), olahraga
aerobic ringan secara teratur, menghindari penggunaan analgesic minor, dan
menghindari penggunaan obat-obat nerfotoksik (media kontras, antibiotik,
nonsteroid) (1,8).
17

Gambar 2. 3 Diagram Skrining Nefropati Diabetik(8)


BAB 3
KESIMPULAN

Nefropati diabetik adalah suatu kelainan atau sindrom klinis yang ditandai
dengan adanya microalbumin urine persistent (>30 mg per hari), disertai dengan
peningkatan tekanan darah yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunnya filtrasi
glomerulus dan pada akhirnya menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Nefropati
diabetik merupakan salah satu komplikasi mikrovaskular dari diabetes militus.
Penyakit ini meningkatkn angka kematian.
Nefropati diabetik merupakan penyebab paling utama dari Gagal Ginjal
Stadium Akhir. Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan mengalami nefropati
diabetik. Didapatkannya albuminuria persisten pada kisaran 30-299 mg/24 jam
merupakan tanda dini nefropati diabetik pada DM tipe 2. Pasien yang disertai dengan
albuminuria persisten pada kadar 30-299 mg/24 jam dan berubah menjadi
albuminuria persisten pada kadar ≥300 mg/24 jam sering berlanjut menjadi gagal
ginjal kronik stadium akhir.
Diagnosis nefropati diabetik ditegakkan jika didapatkan kadar albumin >30
mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3- 6 bulan,
tanpa penyebab albuminuria lainnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. VI. Setiati S, Alwi I, Sudoyono AW, Simadibrata M,
Setiayohadi B, Syam AF, Editors. Jakarta: Interna Publishing; 2014. 2388–
2396 P.
2. Selby NM, Taal MW. An Updated Overview Of Diabetic Nephropathy:
Diagnosis, Prognosis, Treatment Goals And Latest Guidelines. Diabetes, Obes
Metab. 2020;22(S1):3–15.
3. Umanath K, Lewis JB. Update On Diabetic Nephropathy : Core Curriculum
2018. Am J Kidney Dis. 2018;71(6):884–95.
4. Varghese RT, Jialal I. Diabetic Nephropathy. USA: Statpearls Publishing LLC;
2020.
5. Rossing P, Persson F, Frimodt-Møller M. Prognosis And Treatment Of
Diabetic Nephropathy : Recent Advances And Perspectives. Nephrol Ther
[Internet]. 2018;14:S31–7.
6. Sulaiman MK. Diabetic Nephropathy : Recent Advances In Pathophysiology
And Challenges In Dietary Management. Diabetol Metab Syndr.
2019;11(7):1–5.
7. ES HS, Decroli E, Afriwardi. Faktor Risiko Pasien Nefropati Diabetik Yang
Dirawat Di Bagian Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil Padang. J Kesehat
Andalas. 2018;7(2):149–53.
8. Deem M, Rice J, Valentine K, Zavertnik JE, Lakra M. Screening For Diabetic
Kidney Disease In Primary Care : A Quality Improvement Initiative. Nurse
Pract. 2020;45(4).
9. Batuman V, Schmidt RJ. Diabetic Nephropathy. In Emedicine Medscape;
2019.
10. Mechanism M, Studies A. A Low-Protein Diet For Diabetic Kidney Disease :
Its Effect And Molecular Mechanism , An Approach From. Nutrients.
2018;544(Cvd):1–11.
11. Gheith O, Farouk N, Nampoory N, Halim MA, Al-Otaibi T. Diabetic Kidney
Disease . World Wide Difference Of Prevalence And Risk Factors. J
Nephropharmacology. 2016;5(1):49–56.
12. Willer AK, Harreiter J, Pacini G. Sex And Gender Differences In Risk,
Pathophysiology And Complications Of Type 2 Diabetes Mellitus. J Endocr.
2016;(May):1–42.
13. Vitova L, Tuma Z, Moravec J, Kvapil M, Matejovic M, Mares J. Early Urinary
Biomarkers Of Diabetic Nephropathy In Type 1 Diabetes Mellitus Show
Involvement Of Kallikrein-Kinin System. BMC Nephrol. 2017;18(112):1–10.
14. Tervaert TWC, Mooyaart AL, Amann K, Cohen AH, Cook HT, Drachenberg
CB, Et Al. Pathologic Classification Of Diabetic Nephropathy. J Am Soc
Nephrol. 2010;21:556–63.

19
20

15. Lin Y, Chang Y, Yang S, Wu K, Chu T. Update Of Pathophysiology And


Management Of Diabetic Kidney Disease. J Formos Med Assoc.
2018;117(8):662–75.
16. Pardede SO. Nefropati Diabetik Pada Anak. Sari Pediatr. 2008;10(1).
17. Rudijanto A, Tuwono A, Shahab A, Manaf A, Pramono B, Lindarto D, Et Al.
Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. 1st
Ed. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia; 2015.
18. Lytvyn Y, Bjornstad P, Pun N. New And Old Agents In The Management Of
Diabetic Nephropathy. Nephrol Ther. 2016;25.
19. Montero RM, Covic A, Gnudi L, Goldsmith D. Diabetic Nephropathy : What
Does The Future Hold ? Int Urol Nephrol. 2016;48(1):99–113.
20. Ahola AJ, Forsblom C, Groop PH. Adherence To Special Diets And Its
Association With Meeting The Nutrient Recommendations In Individuals With
Type 1 Diabetes. Acta Diabetol. 2018;0(0):0.
21. Oltean S, Coward R, Collino M, Baelde H, Renal B, Sciences TH, Et Al.
Diabetic Nephropathy : Novel Molecular Mechanisms And Therapeutic
Avenues. Biomed Res Int. 2017;2017.

Anda mungkin juga menyukai