REFERAT
LPenyusun :
Pembimbing:
RSUP SURAKARTA
2024
HALAMAN PENGESAHAN
REFERAT
Menyetujui
Pembimbing
2
DAFTAR ISI
JUDUL 1
HALAMAN PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
BAB III SIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
3
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang merupakan suatu kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas
nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan
insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe DM yaitu DM tipe 1 atau DM juvenile,
yaitu DM yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan DM tipe 2 yaitu DM yang
didapat setelah dewasa.Menurut World Health Organization (WHO) mencatat bahwa ada
peningkatan orang dengan DM dari 108 juta orang pada tahun 1980 menjadi 422 juta pada
2014, dan prevalensi DM meningkat dari 4,7% pada tahun 1980 menjadi 8,5% pada tahun
2014.1 Tahun 2012 sebanyak 1,5 juta orang meninggal diakibatkan oleh DM, dan 43%
kematian penduduk di seluruh dunia dengan usia di bawah 70 tahun diakibatkan DM. Data
RISKESDAS 2018 menjelaskan prevalensi DM nasional adalah sebesar 8,5 persen atau
sekitar 20,4 juta orang Indonesia terdiagnosis DM 3. Pasien DM juga sering mengalami
komplikasi salah satu komplikasi dari DM yang tidak terkontrol dan merupakan penyebab
kematian terbesar pasien DM adalah gagal ginjal kronis/chronic kidney disease (CKD). Gagal
ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan umumnya berakhir dengan ginjal.
Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan irreversible yang akan
berkembang terus menjadi gagal ginjal terminal/end stage renal disease (ESRD). Adanya
kerusakan ginjal tersebut dapat dilihat dari kelainan adanya mikroalbuminuria.
Mikroalbuminuria umumnya didefinisikan sebagai ekskresi albumin lebih dari 30 mg per hari
dan dianggap penting untuk timbulnya nefropati diabetik yang jika tidak terkontrol kemudian
akan berkembang menjadi proteinuria secara klinis dan berlanjut dengan penurunan fungsi
laju filtrasi glomerulus dan berakhir dengan keadaan gagal ginjal. Diperkirakan 30-40%
penderita DM tipe 1 dan 20-30% penderita DM tipe 2 akan menderita nefropati diabetik suatu
saat yang dapat berakhir dengan keadaan gagal ginjal4.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
B. Etiologi
Penyebab CKD sulit untuk diketahui namun umumnya diklasifikasikan
berdasarkan ada tidaknya penyakit sistemik dan lokasi kelainan anatomi. Contoh
penyakit sistemik antara lain diabetes, kelainan autoimun, infeksi kronis, keganasan,
dan kelainan genetik dimana ginjal bukanlah satu-satunya organ yang terkena. Lokasi
anatomi dibagi menjadi penyakit glomerulus, tubulointerstisial, pembuluh darah, dan
kistik/bawaan2.
5
Penyebab pasti nefropati DM masih belum diketahui, namun beberapa teori
yang telah dikemukakan menyebutkan hiperglikemia (menyebabkan hiperfiltrasi dan
lesi ginjal), produk glikosilasi lanjutan, dan aktivasi sitokin. Terjadinya interaksi
faktor-faktor metabolik dan hemodinamik disebabkan oleh penyakit DM.
table 1. mikro dan makro-albuminuria serta gejala klinis utama utuk tiap tahap 1
6
14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
15. Aktivasi protein kinase C
C. Epidemiologi
Nefropati DM merupakan penyebab paling sering terjadinya penyakit ginjal
tahap akhir yang memerlukan dialisis di AS. insiden nefropati DM di negara ini
meningkat secara substansial dalam beberapa tahun terakhir. Nefropati diabetik
ditandai dengan adanya mikroalbuminuria. Risiko terjadinya nefropati pada
mikroalbuminuria 20 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan normoalbuminuria.
Mikroalbuminuria sering telah didapatkan pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan.
Penelitian pada orang kulit hitam di Amerika tahun 1996 mendapatkan bahwa
penyandang yang baru diagnosis DM tipe 2 mempunyai angka kejadian
makroalbuminuria 3,8% dan mikroalbuminuria sebesar 23,4%, sedangkan penelitian
di India Selatan pada tahun 1998 mendapatkan angka kejadian mikroalbuminuria pada
DM tipe 2 sebesar 36,3%. Faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah pengendalian
konsentrasi glukosa darah, tekanan darah, kolesterol, dan lamanya menyandang DM.
Sitompul R, pada tahun 1991 melaporkan angka kejadian mikroalbuminuria pada DM
tipe 2 sebesar 6,9- 31,3% dan makroalbuminuria 4,4-8,6%. Haryono, pada tahun 1992
melaporkan angka kejadian mikroalbuminuria pada DM tipe 2 sebesar 31,3% dan
microalbuminuria 4,4%.5
Pada pengamatan selanjutnya, setelah 1,5 tahun kemudian 40,4% penyandang
normoalbuminuria berkembang menjadi mikroalbuminuria, sedangkan pada
kelompok mikroalbuminuria ternyata 8,4% berkembang menjadi makroalbuminuria.
Penelitian di Divisi Ginjal Hipertensi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/
RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2001 mendapatkan bahwa pasien yang
baru pertama kali menjalani cuci darah mempunyai angka kejadian nefropati diabetik
sebesar l5% Apabila tidak diobati, 80% dari penderita DM tipe 1 dan
mikroalbuminuria akan berkembang menjadi overt nephropathy (proteinuria yang
ditandai dengan ekskresi albumin > 300 mg/hari), sedangkan hanya 20-40% pasien
yang menderita DM tipe 2 selama lebih dari 15 tahun akan berkembang menjadi overt
nephropathy.
Nielsen et al menjelaskan lebih dari sepuluh tahun yang lalu bahwa petanda
dini dan jelas dari adanya perkembangan penyakit adalah meningkatnya tekanan
7
darah sistolik, meskipun dalam kisaran prehipertensi. Diantara pasien yang menderita
DM tipe 1 dengan nefropati dan hipertensi, 50% akan berkembang menjadi penyakit
ginjal tahap akhir dalam waktu 10 tahun. Mortalitas diantara pasien dialisis dengan
DM sekitar 22% lebih tinggi dalam tahun pertama diikuti oleh mulainya terapi dialisis
dan 15% lebih tinggi pada 5 tahun pertama dibandingkan dengan pasien tanpa DM.4
D. Faktor Risiko
Faktor resiko yang menyebabkan Nefropati Diabetik pada seorang penderita
DM adalah (a). Hiperglikemia, merupakan faktor utama penyebab terjadinya
Hiperfiltrasi pada Glomerulus, cedera ginjal, pelepasan Sitokin dan produk
Glikosilasi. (b). Hipertensi sistemik maupun glomerulus menyebabkan vasodilatasi
arteriol aferen glomerulus dan menambah hiperfiltrasi yang sudah ada. (c).
Dislipidemia , terutama peranan kadar LDL dan TG yang tinggi adalah merupakan
agen proinflamasi yang berperan pada disfungsi endotel (d). Genetik dan Ras, faktor
penyakit dalam keluarga menunjukan adanya kerentanan terhadap Nefropati Diabetik.
(e). Merokok, sudah disadari bahwa resiko perokok terhadap Nefropati Diabetik lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok tidak merokok.1
E. Patofisiologi
Manifestasi patologis nefropati diabetik adalah glomerulosklerosis dengan
penebalan membran basalis di glomerulus dan ekspansi mesangial serta peningkatan
penimbunan MES. Perubahan dini yang terjadi pada ginjal diabetik adalah
hiperfiltrasi di glomerulus, hipertrofi glomerulus, peningkatan ekskresi albumin urin
(EAU), peningkatan ketebalan membran basal, ekspansi mesangial dengan
penimbunan protein-protein MES seperti kolagen, fibronektin, dan laminin. Nefropati
diabetik lanjut ditandai dengan proteinuria, penurunan fungsi ginjal, penurunan
bersihan kreatinin, glomerulosclerosis, dan fibrosis intersticial3.
Penebalan membran basalis dan ekspansi mesangial dengan peningkatan
penimbunan MES pertama kali diamati pada penyandang DM tipe 1 (insulin-
dependent diabetes mellitus) yang menyebabkan gambaran glomerulosklerosis.
Derajat ekspansi mesangial ini berhubungan langsung dengan tingkat keparahan
proteinuria, hipertensi dan kerusakan ginjal. Ekspansi mesangial pada
glomerulosklerosis diabetik dapat dianggap sebagai akibat ketidakseimbangan antara
produksi protein matriks mesangial dan degradasinya sehingga terjadi penimbunan
8
protein matriks. Produksi protein matriks yang berlebihan dapat disebabkan oleh
hipertensi glomerular, pembentukan sitokin-sitokin prosklerotik seperti TGF-ß,
angiotensin ll, dan faktor pertumbuhan lainnya. Peningkatan konsentrasi glukosa juga
dapat menghambat degradasi protein matriks melalui proses glikosilasi non-enzimatik
dan penghambatan jalur degradasi protein. Pembentukan dan degradasi matriks juga
diatur sebagian oleh interaksi sel dengan matriks. Penelitian terbaru membuktikan
bahwa patologi ginjal yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi pada
nefropati karena DM tipe 2 sama dengan yang terjadi pada DM tipe 1.
Patologi pada nefropati diabetik ini disebabkan oleh perubahan-perubahan
metabolik, hemodinamik, dan intraseluler yang kompleks. Pada aspek metabolik,
terdapat pembentukan AGEs sebagai konsekuensi hiperglikemia dan peningkatan
jalur reduktase aldosa. Perubahan-perubahan metabolik ini mengaktifkan berbagai
sinyal intraseluler yang rumit, salah satunya menyebabkan penimbunan protein MES
di mesangium. Aspek hemodinamik diwakili oleh peran vasokonstriktor seperti
angiotensin ll(ATl) dari SRA, endotelin (ET) dan nitric oxide (NO)yang berperan
dalam perkembangan dan perburukan komplikasi mikrovaskular. Namun, SRA juga
memiliki efek lokal non-hemodinamik yang bekerja secara autokrin dan parakrin di
sel-sel ginjal sebagai pemicu proliferasi sel dan berbagai sitokin lainnya. Pada tahap
yang lanjut akan terlihat adanya fibrosis tubulus interstisial. Setelah terjadi ekspansi
selama bertahun-tahun, fibrosis mulai berkembang karena pengaruh TGF-B yang
merangsang pembuatan kolagen dan fibronektin3.
F. Manifestasi Klinis
Pada awal perjalanan penyakit, pasien seringkali tidak menunjukkan gejala
dan didiagnosis selama pemeriksaan dengan kadar kreatinin 30 hingga 300 mg/g.
Setelah nefropati terjadi, pasien akan mengalami kelelahan, urin berbusa (protein urin
lebih dari 3,5 g per hari), dan edema kaki akibat hipoalbuminemia dan sindrom
nefrotik.
Nefropati DM dikategorikan menjadi mikroalbuminuria dan
makroalbuminuria berdasarkan jumlah eksresi albumin urin. Nilai normal yang
digunakan berdasarkan American Diabetes Association (waktu tertentu, 24 jam, dan
urin sewaktu) untuk diagnosis mikro dan makro-albuminuria serta gejala klinis utama
untuk tiap-tiap tahap, dijelaskan pada tabel 1.
9
G. Penegakan Diagnosis
10
H. Tatalaksana
11
diekskresikan oleh ginjal (misalnya metformin dan beberapa dipeptidyl peptidase 4
[DPP-4] dan natriumglucose cotransporter-2 [SGLT-2] inhibitor) mungkin
memerlukan pengurangan atau penghentian dosis, terutama ketika eGFR turun di
bawah 30 mL/menit/1,73 m2. Ketiga, penggunaan golongan obat tertentu seperti
penghambat SGLT2 pada pasien dengan peningkatan albuminuria berat harus
dipertimbangkan. Canagliflozin dan Peristiwa Ginjal pada Diabetes dengan Klinis
Nefropati yang Terbukti Uji coba evaluasi (CREDENCE) menunjukkan bahwa, di
antara 4401 pasien dengan diabetes tipe 2 dan CKD stadium G2-G3/A3 (baseline
eGFR 30 hingga <90 mL/mnt/1,73 m2dan ACR urine>300 hingga 5000 mg/24 jam)
yang menggunakan terapi ACEI atau ARB2.
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda
progresifitas penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi
gagal ginjal terminal.
1. Evaluasi
2. Terapi
I. Pecegahan
Pencegahan Onset Suatu konsensus dari American Diabetes Association
(ADA) telah dibuat sebagai rekomendasi untuk pencegahan progresivitas nefropati
DM. Suatu penelitian oleh Kumamoto menyebutkan bahwa terapi intensifikasi insulin
dapat mencegah onset dan progresivitas komplikasi mikrovaskular DM termasuk
12
nefropati pada pasien DM tipe 2. Sama halnya dengan UKPDS yang menemukan
bahwa kontol ketat terhadap gula darah dengan target HbAlc 7%dapat menurunkan
angka komplikasi mikrovaskular secara keseluruhan (retinopati dan nefropati) hingga
25% tanpa memperhitungkan bagaimana mencapai keadaan normoglikemia1.
Untuk mencegah progresivitas mikroalbuminuria atau proteinuria, perlu
dilakukan usaha yang terintegrasi meliputi kontrol tekanan darah melalui terapi
farmakologi dengan blokade RAS oleh ACE-inhibitor atau ARB, kontol glikemik
yang intensif, berhenti merokok, penurunan BB jika diperlukan, dan restriksi protein.
Penurunan GFR secara signifikan berkurang pada pasien DM tipe 2 yang mendapat
terapi seperti yang telah disebutkan di atas.
J. Prognosis
Secara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria
pada kedua tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%.Puncak rata-rata insidens
(3%/th) biasanya ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan
mikroalbuminuria dan makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari bermacam-
macam penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperkirakan
coronary and peripheral vascular disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular
pada populasi umum non diabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang
memiliki tingkat mortalitas yang relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan
proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi tingkat relatif mortalitasnya 5.
13
BAB III
SIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
13