Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

“CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Laporan kasus ini di buat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan

Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS UMUM PIRNGADI MEDAN

DISUSUN OLEH :

Rizky Syaputra 71200891040


Theresia S. Simalango 2101002
Elmin Wiranti Zebua 2101003
Tri Prajasa Bella Retyono 71200891050
Nurmediana Gulo 2101004

PEMBIMBING :

dr. Saut Marpaung Sp.PD

S.M.F ILMU PENYAKIT DALAM

RS UMUM PIRNGADI

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini guna
memenuhi persyaratan Kepaniteraan Klinik Senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Umum pirngadi Medan dengan judul “CHRONIC KIDNEY DISEASE”

Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada dr.
Saut Marpaung Sp.PD atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti kepaniteraan klinik
senior di Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, hal ini di
karenakan keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis. Maka dengan segala kerendahan
hati, kami mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca dan sekaligus
guna menyempurnakan laporan kasus ini kedepannya.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu
pengetahuan serta dapat menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu kedokteran
dalam praktik di masyarakat.

Medan, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 5

2.2 Epidemiologi 5

2.3 Etiologi 6

2.4 Patofisiologi 6

2.5 Diagnosis 7

2.6 Diagnosa Banding 9

2.7 Tatalaksana 9

2.8 Komplikasi 13

2.9 Prognosis 14

STATUS PASIEN 16

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 23

DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit Ginjal Kronis (Chronic Kidney Disease) merupakan penyakit ginjal dimana
terdapat penurunan fungsi ginjal yang selama periode bulanan hingga tahunan yang ditandai
dengan penurunanglomerulus filtration rate (GFR) secara perlahan dalam periode yang
lama1. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)2.

Fungsi ginjal menandakan kondisi ginjal dan fungsinya dalam fisiologi ginjal.
Glomerular Filtration Rate (GFR) menandakan jumlah cairan yang di filtrasi oleh ginjal.
Creatinine Cleareance Rate (CrCl) menandakan jumlah kreatinin darah yang disaring oleh
ginjal. CrCl merupakan parameter yang berguna untuk mengetahui GFR dari ginjal5.

Penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat berupa diabetes melitus, tekanan darah
tinggi (Hipertensi), glomerulonephritis, penyakit ginjal polikistik (Polycystic Kidney
Disease). Factor resiko dari penyakit ginjal kronis dapat berupa riwayat penyakit keluarga
pasien. Diagnosis dari penyakit ginjal kronis secara umum berupa tes darah yang berfungsi
untuk mengetahui Glomerulus Filtration Rate (GFR), dan tes urin untuk mengetahui apakah
terdapat albuminuria. Pemeriksaan lebih lanjut dapat berupa ultrasound dan biopsy ginjal
untuk mengetahui penyebab dari penyakit ginjal kronis3,4
Pada tahun 2016, Penyakit ginjal kronis terdapat pada sekitar 753 juta orang di
seluruh dunia yang meliputi 336 juta pada pasien laki-laki dan 417 juta pada pasien
perempuan. Penyebab tersering penyakit ginjal kronis adalah Hipertensi pada 550 ribu
pasien, diabetes melitus pada 418 ribu pasien, dan glomerulonephritis pada 238 ribu pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Definisi Penyakit Ginjal Kronis adalah penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
(Glomerulus Filtration Rate) <60 ml/min/1.73mm2 dan rasio almbuminuria : kreatinin
sebesar > 30mg/g tidak terikat pada umur, tekanan darah, dan apakah teradapat diabetes atau
tidak pada pasien. Penyakit ginjal kronis juga tidak hanya didefinisikan sebagai penyakit
ginjal stase akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD), namun juga diasosiasikan dengan
komplikasi-komplikasi penyakit ginjal kronis seperti: anemia, hiperparatiroid,
hiperphospatemia, penyakit jantung, infeksi, dan fraktur yang khusus terdapat pada CKD-
MBD (Chronic Kidney Disease – Mineral Bone Disorder). Namun penurunan GFR dan
albuminuria tidak merupakan pengukuran yang simptomatis simtomatis namun merupakan
pengukuran langsung dari fungsi ginjal dan kerusakan ginjal.

2.2 Epidemiologi

Angka prevalensi penyakit ginjal kronis di Indonesia pada tahun 2018 cukup tinggi
yaitu mencapai 3.8 permil populasi Indonesia menderita penyakit ginjal kronis yang
terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit ginjal kronis
pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia. Prevalensi tertinggi terdapat pada
provinsi Kalimantan utara yaitu sebanyak 6.4 permil sedangkan prevalensi terendah di
Indonesia terdapat pada provinsi Sulaswesi Barat pada angka 1.8 permil. Penderita penyakit
ginjal kronis tersering berada pada umur 65-74 tahun, lebih banyak terjadi pada laki-laki.
Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani hemodialisa di
Indonesia juga cukup rendah dimana hanya 19.3% penderita penyakit ginjal kronis menjalani
terapi hemodialisa.

Di dunia, sebanyak 1 dari 10 orang mempunyai penyakit ginjal kronis. Daerah-daerah


seperti Afrika, Amerika, Asia Selatan, dan Asia Tenggara merupakan daerah yang paling
sering ditemukannya penyakit ginjal kronis. Penyakit ginjal kronis merupakan penyebab dari
956.000 kematian di seluruh dunia pada tahun 2013. Pada tahun 2016, Penyakit ginjal kronis
terdapat pada sekitar 753 juta orang di seluruh dunia yang meliputi 336 juta pada pasien laki-
laki dan 417 juta pada pasien perempuan. Di seluruh dunia terdapat 1,2 juta kematian per
tahun akibat penyakit ginjal kronis, Penyebab tersering penyakit ginjal kronis adalah
Hipertensi pada 550 ribu pasien, diabetes melitus pada 418 ribu pasien, dan
glomerulonephritis pada 238 ribu pasien6.

2.3 Etiologi
Penyebab tersering penyakit ginjal kronis yang diketahui adalah diabetes melitus,
selanjutnya diikuti oleh tekanan darah tinggi dan glomerulonephritis. Penyebab lainnya dapat
berupa idiopatik. Namun penyebab-penyebab dari penyakit ginjal kronis dapat
diklasifikasikan berdasarkan anatomi ginjal yang terlibat7:

- Penyakit vaskular, yang dapat melibatkan pembuluh darah besar seperti bilateral
artery stenosis, dan pembuluh darah kecil seperti nefropati iskemik, hemolytic-
uremic syndrome, dan vasculitis
- Kelainan pada glomerulus yang dapat berupa
o Penyakit glomerulus primer seperti nefritis dan focal segmental glomerulosclerosis

o Penyakit glomerulus sekunder seperti nefropati diabetic dan lupus nefritis

- Penyakit bawaan seperti penyakit ginjal polikistik


- Nefropati obstruktif yang dapat berupa batu ginjal bilateral dan hyperplasia prostate
- Infeksi parasite (yang sering berupa enterobiasis) dapat menginfeksi ginjal dan
menyebabkan nefropati
Penyakit ginjal kronis juga dapat idiopatik yang mempunyai gejala yang berupa penurunan
aliran darah ke ginjal yang menyebabkan sel ginjal menjadi nekrosis.

2.4 Patofisiologi

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron


yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokinin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron
yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.17 Pada gagal ginjal kronik
fungsi normal ginjal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya diekskresi
melalui urin tertimbun dalam darah. Ini menyebabkan uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh penderita. Semakin banyak timbunan produk bahan buangan, semakin berat
gejala yang terjadi. Penurunan jumlah glomerulus yang normal menyebabkan penurunan
kadar pembersihan substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya laju filtrasi glomerulus mengakibatkan penurunan pembersihan kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum terjadi. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme
protein dalam usus yang menyebabkan anoreksia, nausea dan vomitus yang menimbulkan
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin yang sampai ke
otak bisa mempengaruhi fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada
neurosensori. Selain itu blood urea nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat. Pada gagal
ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau diencerkan secara normal sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit. Natrium dan cairan tertahan meningkatkan risiko
terjadinya gagal jantung kongestif. Penderita akan menjadi sesak nafas, akibat
ketidakseimbangan asupan zat oksigen dengan kebutuhan tubuh. Dengan tertahannya natrium
dan cairan bisa terjadi edema dan ascites. Hal ini menimbulkan risiko kelebihan volume
cairan dalam tubuh, sehingga perlu diperhatikan keseimbangan cairannya. Semakin
menurunnya fungsi ginjal, terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan
asam (H+) yang berlebihan. Juga terjadi penurunan produksi hormon eritropoetin yang
mengakibatkan anemia. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar
kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan
fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya hipertensi.

KDOQI (Kidney Disease Outcomes Quality Iniatiative)8 merekomendasikan pembagian


CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG :

- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2

- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2

- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2

- Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15- 29mL/menit/1,73m2

- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

2.5 Diagnosa
Pada gagal ginjal kronik. gejala - gejalanya berkembang secara perlahan. Pada
awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari
pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan
akan terjadi peningkatan kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini,.
penderita menunjukkan gejala - gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai Organ seperti:
· Kelainan saluran Cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik
· Kelainan kulit: urea frost dan gatal di kulit
· Kelainan neuromuscular : ungkai lemah, parastesi, kram otot, daya konsentrasi
menurun, insomnia, gelisah
· Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
· Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara
perlahan tapi pasti, akan terjach penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai
dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60 % pasien
masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi Sudah terjadi peningkatan Kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti
nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada
LFG kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium. pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit antara
lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.1

GAMBARAN LABORATORIUM

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG

c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin. Peningkatan


kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik

d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, 1sostenuria

GAMBARAN RADIOLOGIS

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi

a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio - opak


b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa melewati
filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi

d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks


yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL

Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana
diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi. prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang sudah diberikan.
Kontraindikasi pada ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas.1

2.6 Diagnosa Banding

1. Acute Kidney injury (AKI)

· Hasil pemeriksaan penunjang dengan hasil yang sama dapat ditemukan pada CKD
maupun AKI (sesuai klasifikasi masing-masing)
· <3 bulan, masih bersifat reversible (bila mendapatkan penanganan yang tepat), fase
akut tidak mengakibatkan kardiomegali
· Penyebab: prerenal, intrarenal dan post renal

2. Sindrom Nefrotik

· Proteinuria masif (>3.5g/24jam), hypoalbuminemia, dan hiperlipidemia


· Edema anasarca

3. Renal Arteri Stenosis

· Biasanya penderita memiliki riwayat hipertensi, aterosklerosis, kebiasaan merokok.


· Pada pemeriksaan fisik ditemukan abdominal bruits
· Proteinuria <2g/24 jam
· Pada stenosis unilateral dapat ditemukan ukuran ginjal yang asimetris

2.7 Tatalaksana
1. Hipertensi
Pasien dengan hipertensi diperlukan terapi antihipertensi yang mencakup ACE inhibitor
atau angiotensin receptor blocker. untuk tekanan darah ditargetkan systolik kurang dari 130
mm Hg dan diastolic kurang dari 80mm Hg.
2. Diabetes
Target control glikemik haru dicapai dengan aman dan mengikuti Canadian Diabetes
Association Guidelines dengan hemoglobin Alc < 7.0% glukosa plasma puasa 4-7 mmol/L.
Kontrol glikemık menjadi strategi intervensi multifaktoral yang membahas kontrol tekanan
darah, resiko kardiovaskular dan dukung pemaka1an ACE Inhıbitor, angiotensin-receptor
blocker, statıns, dan acetylsalıcylıc acıd.
Metformin di rekomendasıkan untuk pasien dengan diabetes mellitus tupe tıpe 2 dengan
stage l atau 2 penyakıt gnjal kronıs dengan fungsi ginjal yang stabil dan tidak berubah selama
3 bulan terakhir. Metfomin dapat dilanjutkan pada pasien penyakıt gınjal kronıs stabıl stage 3.
Mettormin diberhentikan jika terjadi perubahan akut dalam fungsi ginjal atau selama
periode penyakit yang dapat memicu perubahan tersebut (gangguan gastrointertınal atau
dehıdrası) atau menyebabkan hipoksia gagal jantung atau pernapasan). Pasien i juga
menggunakan ACE Inhibitor, angiotensin receptor blocker, NSAID atau setelah pemberian
kontras intravena karena resiko gagal ginjal akut.
Menyesuaikan pilıhan agen penurun gukosa lainnya (termasuk insulin) untuk masing-
masing pasien, tingkat fungsi ginjal dan komorbiditas. Resiko hipoglikemia harus dinilai
secara teratur untuk pasien yang menggunakan insulin atau insulin secretagogues. Pasien juga
harus mengetahuu cara mengenaılı, mendeteksı dan mengobatı hipoglıkenmia. Short acting
sulfonylureas (gliclazıde) lebih dipilih darıpada long acting agents iuntuk pasien dengan
penyakıt gınjal kronis.
3. Proteinuria
Monitoring proteinuria dilakukan pada semua pasien dengan resiko tinggi penyakit
ginjal (pasien dengan diabetes, hipertensi, penyakit vascular penyakit autoimmune, eGFR <60
mL/min/1.73m2 atau edema). Monitoring dilakukan dengan sampel urin random untuk
mengukur ratio protein terhadap creatinine atau albumin terhadap creatinine. Pasien dengan
diabetes, test ratio albumin terhadap creatinine dilakukan untuk mendeteksi penyakit ginjal.
Ratio protein terhadap kreatinin >100mg/mmol atau ratio albumin terhadap creatinine >60
mg/mmol dianggap sebagai batas untuk menunjukkan adanya resiko peningkatan yang tinggi.
Pasien dewasa dengan diabetes dan albuminuria persistent harus mendapatkan ACE
Inhibitor atau angiotensin-receptor blocker untuk memperlambat perkembangan penyakit
ginjal kronis. ACE Inhibitor dan angiotension reseptor blocker adalah obat pilihan untuk
menurunkan proteinuria. Pada beberapa pasien, aldosterone-receptor antagonist dapat
menurutkan proteinuria. diet kontrol protein serta penurunan berat badan dapat memerikan
manfaat dalam mengurani proteinuria.
4. Anemia
Anemia ditandai dengan tinggi Hemoglobin < 135g/L untuk pria dewasa dan >120g/L
untuk wanita dewasa. Pertimbangan untuk menguji kadar-kadar yang lain pada pasien dengan
hemoglobin <l20g/L seperti Jumlah dan perbedaan leukosit, jumlah trombosıt, indeks
eritrosıt, jumlah retikulosit absolut, serum feritin dan saturasi transterrin
Pada pasien anemia dengan simpanan besi adekuat, penggunaan erythropo1esis-
stmulating agent dıperbolehkan apabila hemoglobin dibawah 100g/L. ntuk pasien yang
mendapat erythropoiesis-stimulatıng agents, target hemoglobın hanus 110g/L dengan range
hemoglobın normal 100-120gL erythropoiesis-stimulating agent hanya dapat diresepkan oleh
Spesialis yang menmpunyai pengalaman meresepkan obat 1
Besi oral adalah terapi lın1 pertama untuk pasien dengan penyakıt ginjal kronis. Pada
pasien yang dapat dan tidak mendapatkan erythropoiesis- stimulating agent dengan
hemoglobin <110g/L, harus diberikan besi untuk mempertahankan ferritin >100ng/Ml dan
saturası transferrın >20o. Pasien dengan target serum ferritın dan saturasi trasnferrın yang
tidak mencukupi atau keduanya saat mengambıl besi oral atau tidak mentoleransi bentuk oral
harus mendapatkan besi 1nravena.
5. Gastritis
Antacid merupakan pengobatan umum untuk gastrıtis ringan ke sedang. Ketika antacid
tidak dapat mengatasi gastritis, penambahan pengobatan seperti H2blockcer dan proton-pump
inhıbitor dapat membantu untuk mengurangi asam pada lambung. Terapi gastritis dapat
ditambahkan cytoprotective agent seperti sucralfat, misoprostol, dan bismuth Subsalicylate
yang dapat membantu melindiungi jaringan yang ada di lambung dan usus hahus. Untuk
infeksi Hpylori digunakan kombinasi dari 2 antibiotik dan 1 proton-pump inhibitor.
6. Abnormalitas metabolisme mineral
Tingkat serum kalsium, fosfat dan hormone paratiroid harus diukur pada orang dewasa
dengan penyakti ginjal kronis stage 4 dan 5. Serum fosfat dan kalsiunm harus dipertahankan
pada batas normal. Kadar hormone paratiroid dapat meningkat diatas nilai normal. Target
kadar serum hormone paratiroid tidak diketahui.
Pembatasan diet fostat digunakan terus menerus untuk mengobati1 hiperfosfatemia.
Terapi menggunakan calcium-containing phosphate binders haus dimulai jika pembatasan diet
gagal untuk mengendalıkan hiperfofatemia dan jika tidak ada hyperkalemia. Jika terdapat
hypercalcemia, dosis calcum-containing phosphate binders atau analog Vitamın D harus
dikurangı. Pertımbangan untuk pemberian analog Vitamın D jika kadar serum hormone
paratiroid>53 pmol/L. terapi harus dihentikan jika hiperkalsemia atau hiperfosfatemia
berkembang atau jika kadar hormone paratiroid <10,6 pmol/L. analog Vitamin D biasanya
diresepkan oleh spesialis yang berpengalaman dengan obat ini.

7. Transplantasi ginjal
Jika memang membutuhkan transplantasi ginjal dengan Egfr <30ml/min/ms, pasıen
mendapatkan perawatan multıdısıplın mencakup dokter, perawat, ahlı diet, dan pekerja social.
Program edukası predialysis harus mencakupı modıfikası gaya hidup, managemen obat,
pemılhan modalitas dan akses vascular serta pilihan transplantasi ginjal.
Pasien dengan eGFR <20mL/mn/m* memerlukan tranplantasi gnjal Jika ada penyakıt
berıkut gejala uremia, komplhkası metabolıc refraktori (hyperkalemia asidosis), Tolume
berlebih (edema atau hipertensi resisten). penurunan status gzi (senum albumin, massa tubuh
tanpa lemak). transplantasi ginjal tidak boleh dilakukan sampai GFR <20 MI/min/m- dan
terdapat bukti perkembangan kerusakan ginjal dan isreversible 6-12 bulan sebelumnya.
8. Managemen gaya hidup
a. Berhenti merokok
Untuk mengurangi resiko perkembangan penyakit ginjal kronis dan penyakit ginjal
tahap akhir dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskular.
b. Penurunan berat badan
Orang dengan obesitas (BMI>30,0Okg/m*) dan kelebihan berat badan (BMI >25,0 29,0
kg/m) harus didorong untuk mengurangi BMI karena untuk meurunkan resiko penyakit ginjal
kronis dan penyakit ginjal stadium akhir. Pemeliharaan berat badan yang sehat (18,5-24,9
kg/m- ; lingkat pinggang <102cm untuk pria, <88 cm unuk wanita) direkomendasıkan untuk
mencegah hipertensi dan menurunkan tekanan darah pada hipertens1. Semua orang yang
kelebıhan berat badan dengan hipertensi disarankan harus menurutnkan berat badan.
c. Kontrol diet proteim
Diet protein terkontrol (0.80-1.0 g/kg/d) direkomendasikan untuk orang dewasa dengan
penyakit ginjal kronis. Pembatasan protein dalam makanan (0,70g/kg/ harı harus mencakup
pemantauan klinis dan biokimiawi dari defisiensi nutrisi
d. Asupan alcohol
Konsums1 alcohol pada hipertensi harus sesuai dengan Canadian Guideline untuk
resiko minum alcohol rendah. Orang dewasa sehat harus membatasi konsums1 alcohol hingga
2 minuman atau kurang perhari dan konsumsi tidak boleh melebihin 14 minuman per minggu
untuk pria dan 9 minuman per minggu untuk wanita.
e. Olahraga
Untuk mengurangi resiko hipertensi, orang tanpa hipertensi dan dengan hipertensi
(meurunkan tekanan darah) harus didorong untuk melakukan latihan dinamis intensitas
sedang selama 30-60 menit seperti berjalan. jogging. bersepeda atau berenang, dilakukan 4-7
hari per minggu.
f. Diet asupan garam
Untuk mencegah hipertensi, Asupan natrium makanan dianjurkan <100 mmol/hari.
Pasien dengan hipertensi harus membatasi asupan natrium makanan mereka hingga 65- 100
mmol/hari.
2.7 Komplikasi

Secara umum komplikası pada penyakıt gınjal kronıs disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan gnjal untuk mengekskresikan zat-zat berlebihan dalam tubuh. Zat-zat ini dapat
berupa: urea, kalium, fosfat. Penyebab komplikasi pada ginjal lain adalah berkurangnya
produksi darah akibat kematian jaringan ginjal yang ireversibel yan menyebabkan produksi
eritropoietin yang berkurang. Penyakit-penyakit yang dapat timbul akibat penyakit ginjal
kronis adalah sebagai berikut:
· Sindrom Uremia: sindrom uremia disebabkan oleh akumulasi urea dalam darah.
Akumulasi ini disebabkan oleh berkurangnya kemampuan ginjal untuk
mengekskresikan urea sehingga urea diabsorbsi kembali ke peredaran darah dan
terakumulası di darah. Penyakıt-penyakıt yang dapat ditimbulkan oleh uremia antara
lain:
o Sistem Saraf Pusat: kelelahan, gangguan memori, insomnia, nyeri kepala,
kebingungan, ensefalopati (nteksı pada system saraf pusat)
o System saraf perifer: keram, neuropati perifer
o Gastrointestinal: anorexia, mualmuntah, gastroparesis, ulkus gastrointestinal
o Hematologı: anem1a, gangguan hemostasis
o Kardiovaskular: hıpertensı, atherosclerosis, penyakıt arteri coroner,
pericardıtis, edema pulmonal
o Kult: gatal-gatal, kulht kering. uremic frost (sekresi urea yang berlebihan
melalui kelenjar keringat)
o Nutrisi: malnutrisi, berat badan menurun, katabolisme otot
· Hypoalbuminemia: hıpoalbumin pada darah disebabkan oleh ekskresi albumin yang
berlebihan oleh ginjal yang ditandai dengan proteinuria pada urnalısıs. Secara umum
gejala albuminuria ditandai dengan edema pada wajah atau tungkai, dapat terjadi Juga
edema yang mengancam nyawa misalnya seperti edema paru
· Gagal Jantung Kongestif penyakıt ini Juga disebut "high-output heart failure"
penyakit ini pada penyakit ginjal kronis disebabkan oleh tinggnya volume darah
akibat retensi caran dan natrum pada ginjal. Peningkatan volume darah menyebabkan
janung tidak dapat memompa secara adekuat dan menyebabkan gagal jantung.
· Anemia: Anemia pada penyakıt gnjal kronis secara umumnya disebabkan oleh
penurunan produksi eritropoietin dalam ginjal dimana eritropoietin berfungsi sebagai
hormone untuk maturasi sel darah merah. Mekanisme lain anemia adalah
berkurangnya absorpsi besi dan asam folat darı pencermaan sehıngga terjad defisiensi
besi dan asam folat.
· -CKD-MBD (Chronic Kidney Disease-Mineral Bone Disorder) merupakan kelainan
tulang yang disebebkan oleh penyakit ginjal kronis yang disebabkan oleh bebebrapa
hal:
1) Kelainan pada mineral seperti kalsium, fosfat, dan kelainan pada hormone paratiroid
serta vitamin D:
2) Kelainan pada pembentukan tulang:
3) Kalsıfikası sel-sel vascular
2.8 Prognosis

Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan laju filtrasi glomerulus dan
albuminuria menurut kriteria kidney disease: improving global outcomes (KDIGO).
Komplikasi yang dapat terjadi di antaranya adalah malnutrisi protein dan penyakit
kardiovaskular. Prognosis penyakit ginjal kronis dapat ditentukan berdasarkan kriteria
KDIGO sebagai berikut:

Tabel. Kategori Prognosis PGK berdasarkan LFG dan Albuminuria: KDIGO 2012

Kategori dan rentang laju Kategori dan Rentang Albuminuria Persisten


filtrasi glomerulus
A1 A2 A3

Normal – Kenaikan sedang Kenaikan berat


kenaikan
ringan

< 30 mg/g atau 30 – 300 mg/g atau 3 > 300 mg/g atau >
– 30 mg/mmol 39 mg/mmol
< 3 mg/mmol

G1 Normal atau > 1 2 3


tinggi 90

G2 Turun ringan 60 1 2 3

89

G3a Turun ringan 45 2 3 4


– sedang –
59

G3b Turun sedang 30 3 4 4


– berat –
44

G4 Turun berat 15 4 4 4

29

G5 Gagal ginjal < 4 4 4


15

*1: rendah; 2: sedang; 3: tinggi; 4: sangat tinggi[1]


STATUS PASIEN

A. Identitas Pasien
Nama : Elfa
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 53 th
Alamat : Jl. AR Hakim gg. Sederhana no. 5
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Minang
Status pernikahan : Menikah

B. Anamnesis
 Keluhan Utama : BAB hitam (+), pucat (+)
● Deskripsi : seorang pasien perempuan berusia 53 tahun dating ke RSUD dr.
Pirngadi Medan dengan keluhan BAB berwarna hitam sebanyak 1-2x/hari dengan
konsistensi yang sudah dialami 1tahun terakhir ini. Pasien tidak mengeluhkan
adana mual dan muntah. Pada tahun 2006 pasien mengeluhkan sakit pada daerah
pinggang kanan dan kiri, sehingga pasien berobat ke RS dan didiagnosa adanya
batu pada kedua ginjalnya, dan dokter menganjurkan untuk dilakukan operasi
tetapi pasien menolak karena takut dan faktor ekonomi yang kurang mencukupi
untuk biaya operasi. Keadaan ini bertahan sampai pasien mengeluhkan adanya
sesak pada awal mulanya terjadi karena pasien pengkonsumsi jamu-jamuan untuk
menghilangkan nyeri sendinya, sehingga pasien dibawa ke RSUD dr. Pirngadi
Medan. Setelah dilakukan Ct-Scan dijumpai diagnosa awal yaitu batu ginjal pada
tahun 2006 dan telah dilakukan cuci darah. Kemudian pada tahun 2012 pasien
dianjurkan untuk melakukan operasi batu ginjal yang sebelah kiri. Pada tahun
2016 pasien mengeluhkan demam tinggi sehingga pasien datang ke RS dan
dihasilkan untuk operasi batu ginjal yang sebelah kanan karena sudah mengalami
infeksi pada ginjal sebelah kanan.
BAB : Hitam (+), 1-2 x sehari, selama satu tahun terakhir
BAK : Warna kuning pucat
RPT : Hipertensi, kanker serviks, asam urat, kolestrol, CKD
RPO : Amlodipide, Valsartan, omeprazole, sirvastatin.
RPK : -

C. ANAMNESIS ORGAN

Jantung Sesak Napas : (+) Edema : -


Angina : - Palpitasi : -
Pectoris
Lain-lain :-
Saluran Batuk-batuk :- Asma, bronchitis :-
Pernapasan Dahak :- Lain-lain : -
Saluran Nafsu Makan : - Penurunan BB :-
Pencernaan Keluhan Menelan : - Keluhan Defekasi :-
Keluhan Perut :- Lain-lain :-
Saluran Sakit Buang Air Kecil : - Buang air kecil tersendat : -
Urogenital Mengandung Batu : ginjal Keadaan Urin : warna kuning pucat
Lain-lain : -
Sendi dan Sakit Pinggang : + Keterbatasan Gerak :-
Tulang Keluhan Persendian : - Lain-lain : -
Endokrin Haus/Polidipsi : - Gugup : -
Poliuri : - Perubahan Suara : -
Polifagi : - Lain-lain : -
Saraf Pusat Sakit Kepala : - Hoyong :-
Lain-lain : -
Darah dan Pucat :- Perdarahan :-
Pembuluh Petechiae : - Purpura :-
darah Lain-lain : -
Sirkulasi Claudicatio : - Lain-lain :-
Perifer Intermitten
ANAMNESIS FAMILI :
D. PEMERIKSAAN FISIK

STATUS PRESENS

Keadaan Umum Keadaaan Penyakit


Sensorium : compos mentis Pancaran Wajah : pucat
Tekanan Darah : 120/70 mmHg Sikap Paksa : -
Reflek Fisiologis : +
Nadi : 89 x/i Reflek Patologis : -
Pernapasan : biasa
Temperatur : 36,9 °C (axilla)
Anemia (+) Ikterus (-) Dispnu (-)
Sianosis (-) Edema (-) Purpura (-)
Turgor Kulit : baik
Keadaan Gizi :
BB
RBW = X 100%
TB−100 TB : 146 cm
RBW = 95% (normal) BB : 44 kg

BB
IMT : = 20,64
(TB)²
kg/m2

KEPALA
Mata : Dalam Batas Normal
Telinga : Dalam Batas Normal
Hidung : dalam Batas Normal
Mulut : Lidah : Dalam Batas Normal
Gigi geligi : Dalam Batas Normal
Tonsil/faring : Dalam Batas Normal
LEHER : Dalam Batas Normal
JANTUNG
Batas atas jantung : ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kiri jantung : ICS V linea parasternalis sinistra
Batas kanan jantung : ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi : Suara 1 dan Suara 2 terdengar
PARU
Suara Pernapasan : vesikular pada kedua lapang paru
Suara Tambahan :-
ABDOMEN
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soepel
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik usus normal
HATI
Pembesaran :-
Permukaan :-
Pinggir :-
Nyeri tekan :-
LIMFA
Pembesaran :-
GINJAL : Nyeri ketok (-)
UTERUS/OVARIUM : (-)
TUMOR : (-)
INGUINAL : (-)
GENITALIA LUAR : (-)
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) (tidak dilakukan pemeriksaan)

ANGGOTA GERAK ATAS ANGGOTA GERAK BAWAH

Deformitas Sendi :- Kiri Kanan

Lokasi :- Edema : +
+

Jari tabuh :- Arteri Femoralis :- -

Tremor Ujung Jari :- Arteri Tibialis Posterior : - -

Telapak Tangan Sembab :- Arteri Dorsalis Pedis :- -

Sianosis :- Refleks KPR :- -

Eritema Palmaris :- Refleks APR :- -

Lain-lain :- Refleks Fisiologis : +


+

Refleks Patologis : - -

Lain-lain :- -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah Rutin Kimia Klinik

WBC : 5,53 x 103µl Albumin : 3,20 g/dL

RBC : 1,66 x 106µl Ureum : 300 mg/dl

HGB : 4,6 g/dl Kreatinin : 14, 35 mg/dl

HCT : 14,3% Urin Acid : 92 mg/dl

MCV : 86,2 fl Natrium : 138 mmol/L

MCH : 27,9 pg Kalium : 6 mmol/L

MCHC : 32,4 g/dl Chlorida : 110 mmol/L

PLT : 234 x 103µl Glukosa Adrandom : 124 mg/dl

RDW-CV : 13,6 %

RDW-SD : 42,0 fl

PDW : 16,3

MPV : 31 x 103 µl

P-LCR : 12,4 %

PCT : 0, 189 %

Neutrophil % : 71,3 %

Limfosit % : 11,9 %

RESUME DATA DASAR

Keadaan Umum : BAB Hitam (+), Pucat (+)

Telaah : Pasien 53 tahun datang dengan keluhan BAB hitam 1-


2x / hari dengan konsistensi yang sudah dialami selama ± 1
tahun terakhir. Tahun 2006 pasien mengeluhkan sakit pada
ANAMNESIS bagian pinggan kanan dan kiri, sehingga pasien berobat ke RS
dan didapatkan hasil ada batu pada kedua ginjal pasien, dokter
juga menganjurkan untuk dilakukan operasi namun pasien
menolak dengan alasan ekonomi yang kurang dan pasien takut
untuk dioperasi. Keadaan pasien bertahan hingga pasien
mengeluhkan adanya sesak. Awalnya karena pasien
mengkonsumsi jamu-jamuan untuk mengilangkan nyeri sendi.
Sehingga pasien dibawa ke RS Pirngadi dan dilakukan
pemeriksaan CT-Scan dengan diagnose batu ginjal pada tahun
2006 dan telah dilakukan cuci darah. Tahun 2012 pasien
dianjurkan untuk operasi batu ginjal sebelah kiri dan tahun
2016 pasien mengeluhkan demam tinggi sehingga pasien
kembali dirawat dan dilakukan operasi batu ginjal sebelah
kanan akibat sudah terjadi infeksi.

BAB : warna hitam 1-2x/hari dengan konsistensi

BAK : warna kuning pucat

RPT : hipertensi, kanker serviks, asam urat, kolestrol

RPO : Amlodipide, Valsartan, omeprazole, sirvastatin.

RPK : -

Keadaan Umum : Sedang


STATUS Keadaan Penyakit : Berat
PRESENSE
Keadaan Gizi : Biasa

Vital Sign
Sensorium : Compos Mentis
TD :120/70 mmHg, HR :89x/i, RR :28x/i, Temp. :36,9°C
Pemeriksaan Fisik
Kepala Mata : Konjungtiva anemis (+)
Leher Dalam batas normal
PEMERIKSAAN Abdomen
FISIK
Inspeksi : simetris fusiformis
Palpasi : soefel
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : peristaltik usus normal

1. RBC : 1,66 x 106 ul (L)

2. HBG : 4,6 g/dl (L)


LABORATORIUM 3. HCT : 4,3% (L)
RUTIN 4. Neu% : 71,3 % (H)

5. Leu% : 11,9 % (L)

6. ureum : 300 mg/dL (H)

7. kreatinin : 14.35 mg/dL

8. Kalium : 6 mmol/L (H)

9. Chlorida : 110 mmol/L (H)

1. PSMBA ec. Gastriris erosiva + CKD St.V ec. PGOI +


Anemia + Pedarahan
2. PSMBA ec. Varises esofagus + CKD St.V ec. PGOI +
DIAGNOSA
Anemia + Pedarahan
BANDING
3. PSMBA ec. Ulkus bleeding + CKD St.V ec. PGOI + Anemia
+ Pedarahan

PSMBA ec.Gatritis Erosiva + CKD St.V ec. PGOI + Anemia +


Pedarahan
DIAGNOSA
SEMENTARA

Medikamentosa:
1. Transfusi PRC 3 Bag
2. HD regular free heparin
3. Inj. Ondansentron 4 mg / 8jam
PENATALAKSAN 4. Inj. Transamin 1 Amp / 8jam
AAN 5. Inj. Vit. K 1 Amp / hari
6. Suprafat Syr 3x1/ hari
7. Asam folat Tab 1x1/ Hari
8. Callos 3x1/ Hari
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit Ginjal Kronis adalah penurunan fungsi ginjal secara kronis yang
memerlukan waktu bulanan hingga tahunan yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal
(Glomerulus Filtration Rate) <60 ml/min/1.73mm2 dan rasio albuminuria : kreatinin sebesar
> 30mg/g tidak terikat pada umur, tekanan darah, dan apakah terdapat diabetes atau tidak
pada pasien.
Pada kasus ini pasien perempuan, 53 tahun berdasarkan anamnesis ditemukan BAB
hitam, sakit pada daerah pinggang kiri dan kanan, sesak dan ada riwayat Hipertensi + CKD,
Asam urat, dan kolesterol yang tidak terkontrol ditambah dengan riwayat kanker serviks.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, dari hasil pemeriksaan penunjang
pasien mengalami anemia dengan Hb 4,6 mg/ dl, RBC 1,66 x 106 µL, HCT 4,3 %, Neu%
71,3%, Limfosit% 11,9%, Ureum 300 mg/dL, Kreatinin 14.35 mg/dL, Kalium 6 mmol/L,
Chlorida 110 mmol/L
Pasien didiagnosa PSMBA ec.Gastritis Erosiva + CKD stage V ec.PGOI (Penyakit
Ginjal Obstruktif Infektif) + Anemia + Perdarahan. Pasien diterapi dengan transfuse PRC 3
bag, Ondansentron 4 mg / 8jam, Transamin 1 Amp / 8jam, Inj. Vit. K 1 Amp / hari, Suprafat
Syr 3x1/ hari, Asam folat Tab 1x1/ Hari dan Callos 3x1/ Hari.
1.
DAFTAR PUSTAKA

1. "What Is Chronic Kidney Disease?". National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Diseases. June 2017. Retrieved 19 December 2017.
2. "What is renal failure?". Johns Hopkins Medicine. Retrieved 18 December 2017.
3. Manski-Nankervis, J., Thuraisingam, S., Lau, P., Blackberry, I., Sluggett, J., Ilomaki, J.,
Bell, J. and Furler, J. (2018). Screening and diagnosis of chronic kidney disease in people
with type 2 diabetes attending Australian general practice. Australian Journal of Primary
Health, 24(3), p.280
4. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar lImu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FK UI; 2009. p. 1035 1040.

Anda mungkin juga menyukai