Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Keperawatan Kebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : Engkartini

KELOMPOK 2
Disusun oleh:

1. Erma M 6. Dudi T W 11. Yuliatin S


2. Ajeng C 7. Kristin I 12. Rizal D.I
3. Siti R 8. Sonia O 13. Isnaeni R
4. Wahyu S 9. Haflah S 14. Yola A
5. Fiorentina 10. Nurul H 15. Lia Laudya

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL-IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN 2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya.
Penyusunan makalah ini atas dasar tugas mata kuliah Keperawatan
Kebutuhan Khusus “Asuhan Keperawatan CKD” untuk melengkapi materi
berikutnya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada nara sumber yang
telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini. Mohon maaf penulis
sampaikan apabila terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena
kami masih dalam tahap belajar.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat sebagai referensi untuk menambah
wawasan kepada pembaca. Penulis sadari dalam penyusunan makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
guna perbaikan di masa yang akan datang. Terima kasih.

Cilacap, 18 September 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................i
Kata Pengantar ..................................................................................... ii
Daftar Isi.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 2
A. Latar Belakang ............................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan ......................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 4
A. Definisi CKD ............................................................................... 4
B. Etiologi CKD ............................................................................... 4
C. Klasifikasi CKD........................................................................... 5
D. Manifestasi CKD ......................................................................... 6
E. Patofisiologi CKD ....................................................................... 8
F. Pathway CKD ............................................................................ 11
G. Komplikasi CKD ....................................................................... 12
H. Pemeriksaan Penunjang ............................................................. 12
I. Penatalaksanaan Medis .............................................................. 14
J. Pengkajian Keperawatan ........................................................... 19
K. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 23
L. Intervensi Keperawatan ............................................................. 24
BAB III PENUTUP ............................................................................ 29
A. Kesimpulan ................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 30

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah destruksi
struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul
dari hampir semua penyakit, pada individu yang rentan, nefropati analgesik,
destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat analgesik
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun
sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan
penurunan GFR yang progresif (Corwin, 2009).
Pada pasien GGK dimulai pada fase awal gangguan keseimbangan cairan,
penanganan garam serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung
pada bagian ginjal yang sakit (Muttaqin, 2011). GGK mengakibatkan banyak
masalah pada semua sistem pada tubuh tetapi tidak sama pada setiap pasien yaitu
meliputi gangguan pada sistem respirasi, kardiovaskular, gaststrointestinal,
eliminasi, neuromuskular, cairan dan elektrolit, keseimbangan asam-basa,
endokrin, dan hematologi (Nursalam, 2006).
Hal tersebut dapat mengakibatkan kegagalan ginjal secara progresif
sehingga ginjal gagal menjalankan fungsinya dalam proses filtrasi, reabsorbsi,
sekresi dan menyesuaikan kepekatan atau jumlah bahan-bahan yang terkandung
dalam darah. Solusi dalam penatalaksaan klien dengan CKD pada umumnya
keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati lagi. Usaha
harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan atau pemburukan
faal ginjal yang dapat terdiri dari usaha pengaturan minum, pengendalian
hipertensi, pengendalian kalium dalam darah, penanggulangan anemia,
penanggulangan asidosis, pengobatan dan pencegahan infeksi, pengurangan
protein dalam makanan, pengobatan neuropati, dialisis dan transplantasi
(Muttaqin, 2011).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari CKD?
2. Apa saja Etiologi dari CKD?
3. Apa Saja Klasifikasi dari CKD?
4. Apa Saja Manifestasi klinis dari CKD?
5. Bagaimanakah Patofisiologi dari CKD?
6. Bagaimanakah Pathway CKD?
7. Apa Saja Komplikasi dari CKD?
8. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang CKD?
9. Bagaimanakah Penatalaksanaan Medis CKD?
10. Bagaimana Pengkajian Keperawatan CKD
11. Apa Saja Diagnosa Keperawatan CKD?
12. Bagaimana Intervensi Keperawatan CKD?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Definisi dari CKD
2. Untuk Mengetahui Etiologi dari CKD
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi dari CKD
4. Untuk Mengetahui Manifestasi klinis dari CKD
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi dari CKD
6. Untuk Mengetahui Pathway CKD
7. Untuk Mengetahui Komplikasi dari CKD
8. Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang CKD
9. Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis CKD
10. Untuk Mengetahui Pengkajian Keperawatan CKD
11. Untuk Mengetahui Diagnosa Keperawatan CKD
12. Untuk Mengetahui Intervensi Keperawatan CKD

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Sedangkan gangguan fungsi ginjal yaitu penurunan
laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan dalam kategori ringan, sedang dan
berat (Mansjoer, 2007).
Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan ireversibel, yang menyebabkan ketidakmampuan ginjal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit,
sehingga timbul gejala uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) (Smeltzer 2008).
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan
kemampuan filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60
ml/min/1,73 m2 yang terjadi selama lebih dari 3 bulan (Kallenbach et al. 2005).

B. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE),
poli arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik,
asidosis tubuler ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.

4
8. Nefropati obstruktif
a. Saluran kemih bagian atas: Kalkuli neoplasma, fibrosis, netroperitoneal.
b. Saluran kemih bagian bawah: Hipertrofi prostate, striktur uretra, anomali
congenital pada leher kandung kemih dan uretra.

C. KLASIFIKASI
Cronic Kidney Disease (CKD) dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/ merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. secara konsep CKD,
untuk menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance
creatinin test) dengan rumus stage 1 sampai stage 5.
1. Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
1) Kreatinin serum dan kadar BUN normal
2) Asimptomatik
3) Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
1) Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
2) Kadar kreatinin serum meningkat
3) Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
a) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
b) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
c) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
1) kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
2) ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
3) air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

5
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten
dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG
antara 60 -89 mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau
gagal ginjal terminal

D. MANIFESTASI KLINIS
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal kronis adalah penurunan secara
lambat dan progresif dari fungsi ginjal. Gagal ginjal kronis terjadi dalam hitungan
minggu, berbulan-bulan, atau bahkan bertahun-tahun sampai ginjal perlahan
berhenti bekerja, mengantarkan pada stadium akhir penyakit ginjal (ESRD).
Perkembangan yang sangat lambat inilah yang mengakibatkan gejala tidak
muncul sampai adanya kerusakan besar.
Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Long 1996):
1. Gejala dini: lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi.
2. Gejala yang lebih lanjut: anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.

Manifestasi klinis gagal ginjal kronik (Smeltzer & Bare 2001):


1. Kardiovaskuler
a. Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
b. Pitting edema (kaki, tangan, sacrum)

6
c. Edema periorbital
d. Friction rub pericardial
e. Pembesaran vena leher
2. Dermatologi
a. Warna kulit abu-abu mengkilat
b. Kulit kering bersisik
c. Pruritus
d. Ekimosis
e. Kuku tipis dan rapuh
f. Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
a. Krekels
b. Sputum kental dan liat
c. Nafas dangkal
d. Pernafasan kussmaul
4. Gastrointestinal
a. Anoreksia, mual, muntah, cegukan
b. Nafas berbau ammonia
c. Ulserasi dan perdarahan mulut
d. Konstipasi dan diare
e. Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
a. Tidak mampu konsentrasi
b. Kelemahan dan keletihan
c. Konfusi/perubahan tingkat kesadaran
d. Disorientasi
e. Kejang
f. Rasa panas pada telapak kaki
g. Perubahan perilaku

7
6. Muskuloskeletal
a. Kram otot
b. Kekuatan otot hilang
c. Kelemahan pada tungkai
d. Fraktur tulang
e. Foot drop
7. Reproduktif
a. Amenore
b. Atrofi testekuler

E. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar daripada
yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan haus.
Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira
fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian
nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
akan semakin berat.

8
1. Gangguan Klirens Ginjal
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan
jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens
substansi darah yang sebenarnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan urin 24-jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurut
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurunkan dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan
indicator yang paling sensitif dari fungsi karena substansi ini diproduksi
secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya dipengaruhi oleh penyakit renal,
tetapi juga oleh masukan protein dalam diet, katabolisme (jaringan dan luka
RBC), dan medikasi seperti steroid.
2. Retensi Cairan Dan ureum
Ginjal juga tidakmampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin
secara normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai
terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari, tidak terjadi.
Pasien sering menahan natrium dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya
edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi
akibat aktivasi aksis rennin angiotensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan
untuk kwehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia.
Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3. Asidosis
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolic
seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+)
yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan
tubulus gjnjal untuk menyekresi ammonia (NH3‾) dan mengabsopsi natrium
bikarbonat (HCO3) . penurunan ekskresi fosfat dan asam organic lain juga
terjadi.

9
4. Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya
usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami
perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal.
Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi,
disertai keletihan, angina dan sesak napas.
5. Ketidakseimbangan Kalium dan Fosfat
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, maka
yang satu menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal,
terdapat peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi
parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak
berespon secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon dan
mengakibatkan perubahan pada tulang dan pebyakit tulang. Selain itu juga
metabolit aktif vitamin D (1,25-dehidrokolekalsiferol) yang secara normal
dibuat di ginjal menurun.
6. Penyakit Tulang Uremik
Disebut Osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon.

10
F. PATWAY CKD

11
G. KOMPLIKASI
1. Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
2. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
6. Asidosis metabolic
7. Osteodistropi ginjal
8. Sepsis
9. Neuropati perifer
10. Hiperuremia

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
a. Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal
1) Ureum kreatinin.
2) Asam urat serum.
b. Identifikasi etiologi gagal ginjal
1) Analisis urin rutin
2) Mikrobiologi urin
3) Kimia darah
4) Elektrolit
5) Imunodiagnosis
c. Identifikasi perjalanan penyakit

12
1) Progresifitas penurunan fungsi ginjal
2) Ureum kreatinin, Clearens Creatinin Test (CCT)
GFR / LFG dapat dihitung dengan formula Cockcroft-Gault:

Nilai normal :
Laki-laki : 97 - 137 mL/menit/1,73 m3 atau0,93 - 1,32
mL/detik/m2
Wanita : 88-128 mL/menit/1,73 m3 atau0,85 - 1,23 mL/detik/m2

d. Hemopoesis : Hb, trombosit, fibrinogen, factor pembekuan


1) Elektrolit : Na+, K+, HCO3-, Ca2+, PO42-, Mg+
2) Endokrin : PTH dan T3,T4

2. Diagnostik
a. Etiologi CKD dan terminal
1) Foto polos abdomen.
2) USG.
3) Nefrotogram.
4) Pielografi retrograde.
5) Pielografi antegrade.
6) Mictuating Cysto Urography (MCU).
b. Diagnosis pemburuk fungsi ginjal
1) RetRogram
2) USG

13
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi Konservatif
Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai
tahun.
a. Tujuan terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.
2) Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.
3) Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.
4) Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Prinsip terapi konservatif :
1) Mencegah memburuknya fungsi ginjal.
a) Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.
b) Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan
ekstraseluler dan hipotensi.
c) Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.
d) Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.
e) Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.
f) Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang
kuat.
g) Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa
indikasi medis yang kuat.
2) Pendekatan terhadap penurunan fungsi ginjal progresif lambat
a) Kendalikan hipertensi sistemik dan intraglomerular.
b) Kendalikan terapi ISK.
c) Diet protein yang proporsional.
d) Kendalikan hiperfosfatemia.
e) Terapi hiperurekemia bila asam urat serum > 10mg%.
f) Terapi hiperfosfatemia.
g) Terapi keadaan asidosis metabolik.

14
h) Kendalikan keadaan hiperglikemia.
3) Terapi alleviative gejala asotemia
a) Pembatasan konsumsi protein hewani.
b) Terapi keluhan gatal-gatal.
c) Terapi keluhan gastrointestinal.
d) Terapi keluhan neuromuskuler.
e) Terapi keluhan tulang dan sendi.
f) Terapi anemia.
g) Terapi setiap infeksi.
2. Terapi Simtomatik
a. Asidosis Metabolik
Jika terjadi harus segera dikoreksi, sebab dapat meningkatkan serum
K+ (hiperkalemia ) :
1) Suplemen alkali dengan pemberian kalsium karbonat 5 mg/hari.
2) Terapi alkali dengan sodium bikarbonat IV, bila PH < atau sama
dengan 7,35 atau serum bikarbonat < atau sama dengan 20 mEq/L.
b. Anemia
1) Anemia Normokrom normositer
Berhubungan dengan retensi toksin polyamine dan defisiensi
hormon eritropoetin (ESF: Eritroportic Stimulating Faktor). Anemia
ini diterapi dengan pemberian Recombinant Human Erythropoetin (
r-HuEPO ) dengan pemberian 30-530 U per kg BB.
2) Anemia hemolisis
Berhubungan dengan toksin asotemia. Terapi yang dibutuhkan
adalah membuang toksin asotemia dengan hemodialisis atau
peritoneal dialisis.
3) Anemia Defisiensi Besi
Defisiensi Fe pada CKD berhubungan dengan perdarahan saluran
cerna dan kehilangan besi pada dialiser ( terapi pengganti
hemodialisis ). Klien yang mengalami anemia, tranfusi darah

15
merupakan salah satu pilihan terapi alternatif ,murah dan efektif,
namun harus diberikan secara hati-hati.
Indikasi tranfusi PRC pada klien gagal ginjal :
a) HCT < atau sama dengan 20 %
b) Hb < atau sama dengan 7 mg5
c) Klien dengan keluhan : angina pektoris, gejala umum
anemia dan high output heart failure.
Komplikasi tranfusi darah :
a) Hemosiderosis
b) Supresi sumsum tulang
c) Bahaya overhidrasi, asidosis dan hiperkalemia
d) Bahaya infeksi hepatitis virus dan CMV
e) Pada Human Leukosite antigen (HLA) berubah, penting untuk
rencana transplantasi ginjal.
c. Kelainan Kulit
1) Pruritus (uremic itching)
Keluhan gatal ditemukan pada 25% kasus CKD dan terminal,
insiden meningkat pada klien yang mengalami HD.
Keluhan :
a) Bersifat subyektif
b) Bersifat obyektif : kulit kering, prurigo nodularis, keratotic
papula dan lichen symply
Beberapa pilihan terapi :
a) Mengendalikan hiperfosfatemia dan hiperparatiroidisme
b) Terapi lokal : topikal emmolient ( tripel lanolin )
c) Fototerapi dengan sinar UV-B 2x perminggu selama 2-6 mg,
terapi ini bisa diulang apabila diperlukan
d) Pemberian obat
1) Diphenhidramine 25-50 P.O
2) Hidroxyzine 10 mg P.O

16
2) Easy Bruishing
Kecenderungan perdarahan pada kulit dan selaput serosa
berhubungan denga retensi toksin asotemia dan gangguan fungsi
trombosit. Terapi yang diperlukan adalah tindakan dialisis.
d. Kelainan Neuromuskular
Terapi pilihannya :
1) HD reguler.
2) Obat-obatan : Diasepam, sedatif.
3) Operasi sub total paratiroidektomi.
e. Hipertensi
Bentuk hipertensi pada klien dengan GG berupa : volum dependen
hipertensi, tipe vasokonstriksi atau kombinasi keduanya. Program
terapinya meliputi :
1) Restriksi garam dapur.
2) Diuresis dan Ultrafiltrasi.
3) Obat-obat antihipertensi.
3. Terapi Pengganti
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
a. Dialisis yang meliputi :
1) Hemodialisa
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus, indikasi HD adalah:
2) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA
untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih
a) Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa
apabila terdapat indikasi:

17
1. Hiperkalemia > 17 mg/lt
2. Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
3. Kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien
uremia, asidosis metabolik berat, hiperkalemia,
perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100
mg %
5. Kelebihan cairan
6. Mual dan muntah hebat
7. BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
8. preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
9. Sindrom kelebihan air
10. Intoksidasi obat jenis barbiturat
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan
indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut,
yaitu perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik,
hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin
> 10 mg% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG
antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat (Sukandar, 2006).
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia
(PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi
Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10
mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5
mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain
indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu
apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia,
asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

18
J. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
Pengkajian dilakukan secara cepat dan sistemik,antara lain :
a. Airway
1) Lidah jatuh kebelakang
2) Benda asing/ darah pada rongga mulut
3) Adanya secret
b. Breathing
1) Pasien sesak nafas dan cepat letih
2) Pernafasan Kusmaul
3) Dispnea
4) Nafas berbau amoniak

c. Circulation
1) TD meningkat
2) Nadi kuat
3) Disritmia
4) Adanya peningkatan JVP
5) Terdapat edema pada ekstremitas bahkan anasarka
6) Capillary refill > 3 detik
7) Akral dingin
8) Cenderung adanya perdarahan terutama pada lambung
d. Disability
Pemeriksaan neurologi → GCS menurun bahkan terjadi koma,
kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai.
A : Allert → sadar penuh, respon bagus
V : Voice Respon → kesadaran menurun, berespon terhadap suara
P :Pain Respons → kesadaran menurun, tidak berespon trhadap suara,
berespon terhadap rangsangan nyeri

19
U : Unresponsive → kesadaran menurun, tidak berspon terhadap suara,
tidak berespon terhadap nyeri
2. Pengkajian Sekunder
Pengkajian dengan pasien gagal ginjal kronik, meliputi :
a. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Keluhan utama
Kapan keluhan mulai berkembang, bagaimana terjadinya, apakah
secara tiba-tiba atau berangsur-angsur, apa tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, obat apa yang digunakan.
Keluhan utama yang didapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran,
tidak selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas berbau ( ureum ), dan gatal pada kulit.
c. Riwayat penyakit saat ini
Mengkaji keluhan kesehatan yang dirasakan klien pada saat di anamnesa
meliputi palliative, provocative, quality, quantity, region, radiation,
severity scala dan time. Untuk kasus gagal ginjal kronis, kaji onset
penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola nafas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, dan pemenuhan nutrisi. Kaji pula
sudah kemana saja klien meminta pertolongan untuk mengatasi
masalahnya dan mendapat pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign prostatic
hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran
kemih, infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian

20
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
kemudian dokumentasikan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga yang mengalami
penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di terapkan dalam
keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system perkemihan yang
berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit menular pada
keluarga.
f. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
a. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
Tingkat kesadaran: menurun esuai dengan tingkat uremia dimana
dapat mempengaruhi system saraf pusat
TTV: sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan
darah terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat.
b. Sistem pernapasan
Klien bernapas dengan bau uremia didapatkan adanya pernapasa
kusmaul. Pola napas cepat dan dalam merupakan upaya untuk
melakukan pembuangan karbon dioksida yang menumpuk di
sirkulasi.
c. Sitem hematologi
Pada kondisi uremia berat tindakan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi pericardial.
Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif. TD meningkat,
akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak napas,
gangguan irama jantung, edem penurunan perfusi perifer sekunder
dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi, dan gangguan
kondisi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoitin, lesi

21
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan
kehilangan darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan
mengalami perdarahan sekunder dari trombositopenia.
d. Sistem neuromuskuler
Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering didapatkan
adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,
retless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
e. Sistem kardiovaskuler
Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan
aktivitas system rennin angiostensin aldosteron. Nyeri dada dan sesak
napas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan dan hipertensi.
f. Sistem Endokrin
Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun pada laki-
laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun.
Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15
ml/menit) terjadi penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan
waktu paruh hormon aktif memanjang. Keadaan ini dapat
menyebabkan kebutuhan obat penurunan glukosa darah akan
berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan metabolism
vitamin D.
g. Sistem Perkemihan
Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri, terjadi
penurunan libido berat
h. Sistem pencernaan

22
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan diare sekunder
dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi
dari kebutuhan.
i. Sistem Muskuloskeletal
Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/ berulangnya infeksi,
pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area ekimosis pada
kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan lunak
dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan
fisik secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi
perifer dari hipertensi.

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan mekanisme pengaturan
melemah
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membrane kapiler
paru
3. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Kurang asupan makanan
4. Penurunan curag jantung
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan ketidakseimbangan
suplay oksigen

23
L. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1. Kelebihan NOC: NIC:
volume cairan Keseimbangan elektrolit dan Manajemen elektrolit cairan
berhubungan asam basa 1. Monitor perubahan status
dengan paru atau jantung yang
mekanisme Tujuan :
menunjukan kelebihan
pengaturan Setelah dilakukan tindakan
melemah keperawatan diharapkan cairan atau dehidrasi
kelebihan volume cairan 2. Pantau adanya tanda dan
teratasi dengan kriteria:
gejala overhidrasi yang
1. Blood area nitrogen
memburuk tau hidrasi
(BUN)
3. Dapatkan spesimen
2. PH Urine
laboratorium untuk
3. Berat jenis urine
pemantauan perubahan
4. Sensasi ekstermitas
cairan atau elektrolit
5. Gangguan kesadaran
4. Timbang berat badan harian
6. Kelelahan
dan pantau gejala
7. Kelemahan otot
5. Minimalkan asupan
8. Kram otot
makanan dan minuman
9. Mual
dengan diuretic atau
pencahar
6. Jaga infus intravena yang
tepa, tranfusi darah, atau
laju aliran enteral, terutama
jika tidak diatur oleh pompa
7. Pastikan bahwa larutan
intravena yang mengandung
elektrolit diberikan dengan
aliran yang konstan dan
sesuai

24
8. Monitor hasil laboratorium
yang relevan dengan
keseimbangan cairan
9. Jaga pencatatan intake/
asupan dan output yang
akurat
10. Batasi cairan yang sesuai
11. Monitor tanda tanda vital,
yang sesuai
12. Monitor respon pasien
terhadap terapi elektrolit
yang diresepkan
13. Monitor efek samping dari
suplemen elektrolit yang
diresepkan.

2. Gangguan NOC: NIC:


pertukaran gas Status Pernafasan : Terapi Oksigen
berhubungan Pertukaran Gas 1. Pertahankan kepatenan
dengan Tujuan: jalan nafas
perubahan Setelah dilakukan tindakan 2. Berikan oksigen tambahan
membran kapiler keperawatan klien Gangguan seperti yang diperintahkan
paru pertukaran gas teratasi 3. Monitor aliran oksigen
dengan kriteria hasil: 4. Monitor posisi perangkat
1. Saturasi oksigen alat pemberian oksigen
2. Keseimbangan ventilasi 5. Monitor efektifitas terapi
dan perfusi oksigen
3. Dispnea saat istirahat 6. Amati tanda-tanda
4. Dispnea dengan aktivitas hipoventilasi induksi
ringan oksigen
5. Sianosis 7. Monitor kecemasan pasien
6. Mengantuk yanag berkaitan dengan
7. Gangguan kesdaran kebutuhan mendapatkan
terapi oksigen
8. Sediakan oksigen ketika
pasien dibawa/dipindahkan

25
9. Atur dan ajarkan pasien
mengenai penggunaan
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas

3. Ketidakseimban NOC: NIC:


gan Nutrisi : Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Kurang dari Tujuan : 1. Identifikasi adanya alergi
Kebutuhan Setelah dilakukan tindakan atau intoleransu makanan
Tubuh keperawatan diharapkan yang dimiliki pasien
berhubungan nutrisi klien teratasi dengan2. Tentukan jumlah kalori dan
dengan Kurang kriteria hasil : jenis nutrisi yang
asupan makanan 1. Asupan makanan dibutuhkan untuk
2. Asupan cairan memenuhi persyaratan gizi
3. Asupan gizi 3. Atur diet yang diperlukan
4. Energy 4. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi makan
5. Anjurkan pasien untuk
duduk pada posisi tegak di
kursi, jika memungkinkan
6. Anjurkan keluarga untuk
membawa makanan favorit
pasien sementara
7. Tawarkan makanan ringan
yang padat gizi
8. Monitor kalori dan asupan
makanan
9. Anjurkan pasien untuk
memantau kalori dan intake
makanan.
4. Penurunan Curah NOC : NIC :
Jantung Keefektifan Pompa Jantung Perawatan Jantung
Setelah dilakukan asuhan, 1. Instruksikan pasien tentang
penurunan curah jantung pentingnya untuk segera
teratasi dengan kriteria hasil:
melaporkan bila merasakan
1. Tekanan darah sistol
nyeri dada
2. Tekanan darah
2. Evaluasi episode nyeri dada
diastole

26
3. Suara jantung (intensitas, lokasi, durasi,
abnormal radiasi, dan factor yang
4. Edema paru memicu serta meringankan
5. Sianosis nyeri dada)
6. Intoleransi aktivitas 3. Monitor tanda tanda vital
7. Pucat secara rutin
8. Kelelahan 4. Monitor status pernafasan
terkait dengan adanya gejala
gagal jantung
5. Evaluasi perubahan tekanan
darah
6. Susun waktu latihan dan
istirahat untuk mencegah
kelelahan
7. Monitor toleransi aktivitas
pasien
8. Monitor sesak nafas,
kelelahan, takipneu, dan
orthopnea)

5. Intoleransi NOC: NIC:


aktivitas Toleransi aktivitas Terapi aktivitas
berhubungan Tujuan 1. Kolaborasikan dengan
dengan Setelah dilakukan Tenaga Rehabilitasi Medik
gangguan keperawatan selama klien dalam merencanakan
ketidakseimbang bertoleransi terhadap program terapi yang tepat.
an suplay aktivitas 2. Bantu klien untuk
oksigen Kriteria hasil: mengidentifikasi aktivitas
1. Saturasi Oksigen saat yang mampu dilakukan
aktivitas (4) 3. Bantu untuk memilih
2. Nadi saat aktivitas (4) aktivitas konsisten yang
3. RR saat aktivitas (4) sesuai dengan kemampuan
4. Tekanan darah sistol dan fisik, psikologi dan social
diastol saat istirahat (4) 4. Bantu untuk
5. Mampu melakukan mengidentifikasi dan

27
aktivitas sehari-hari mendapatkan sumber yang
(ADLs) secara mandiri diperlukan untuk aktivitas
(4) yang diinginkan
5. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek.
6. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu
luang
7. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
8. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
10. Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas.
11. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
12. Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi
secara berlebihan
13. Monitor respon
kardiovaskular terhadap
aktivitas (takikardia,
disritmia, sesak nafas,
diaphoresis, pucat,
perubahan hemodinamik)
14. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
15. Monitor responfisik, emosi,
social dan spiritual.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah destruksi
struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus. Gagal ginjal kronis dapat timbul
dari hampir semua penyakit, pada individu yang rentan, nefropati analgesik,
destruksi papila ginjal yang terkait dengan pemakaian harian obat-obat analgesik
selama bertahun-tahun dapat menyebabkan gagal ginjal kronis. Apa pun
sebabnya, terjadi perburukan fungsi ginjal secara progresif yang ditandai dengan
penurunan GFR yang progresif (Corwin, 2009).
Pada pasien GGK dimulai pada fase awal gangguan keseimbangan cairan,
penanganan garam serta penimbunan zat-zat sisa masih bervariasi dan bergantung
pada bagian ginjal yang sakit (Muttaqin, 2011). GGK mengakibatkan banyak
masalah pada semua sistem pada tubuh tetapi tidak sama pada setiap pasien yaitu
meliputi gangguan pada sistem respirasi, kardiovaskular, gaststrointestinal,
eliminasi, neuromuskular, cairan dan elektrolit, keseimbangan asam-basa,
endokrin, dan hematologi (Nursalam, 2006).
Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan atau
pemburukan faal ginjal yang dapat terdiri dari usaha pengaturan minum,
pengendalian hipertensi, pengendalian kalium dalam darah, penanggulangan
anemia, penanggulangan asidosis, pengobatan dan pencegahan infeksi,
pengurangan protein dalam makanan, pengobatan neuropati, dialisis dan
transplantasi (Muttaqin, 2011).

29
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/12971116/Asuhan_Keperawatan_pada_CKD (Diunduh pada


tanggal 18 September 2019, pukul 15.30)

https://www.academia.edu/11220578/ASKEP_CKD (Diunduh pada tanggal 18


September 2019, pukul 15.30)

30

Anda mungkin juga menyukai