Dosen Pembimbing
Disusun oleh
D-IV B Semester V
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
makalah yang berjudul “Gangguan Ginjal Kronik Dan Gangguan Ginjal Akut” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas awal
semester V dalam bidang mata kuliah Dietetika Lanjut.
Dalam penyusunan makalah ini penulis menemukan banyak hambatan yang penulis
hadapi.Namun berkat dukungan, bimbingan dan partisipasi berbagai pihak, hambatan-hambatan
tersebut dapat penulis atasi sedikit demi sedikit. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ibu Dosen Pembimbing Akademik beserta staf pegawai Poltekkes Kemenkes Denpasar
yang telah banyak membantu penulis sehingga mempermudah penulis dalam
penyusunan makalah ini.
2. Dr. Ni Komang Wiardani, SST.,M.Kes selaku Pembimbing yang telah dengan sabar
membina dan tiada hentinya memberi semangat pada penulis dalam menyusun makalah
ini.
3. Seluruh pihak yang turut serta memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Di samping itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata, dengan selesainya makalah ini, seberapapun sederhananya makalah ini, penulis
berharap makalah ini memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan
oleh :
- Hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.
- Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
- Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
- Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan
berupa urin.
- Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah
ginjal.
2. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
- Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan
peradangan dan merusak ginjal.
- Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
- Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang
rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka
bakar yang hebat.
- Multiple myeloma.
- Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener's
granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
3. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
- Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
- Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran
kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
- Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
- Batu ginjal.
4. Patofiologi Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut
Patofisiologi awalnya tergantung dari penyakit yang mendasari dan pada perkembangan lebih
lanjut proses yang terjadi hampir sama. Adanya pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor sehingga menyebabkan
terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Keadaan ini diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa dan pada
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi nefron secara progresif. Adanya peningkatan aktivitas
aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal yang dipengaruhi oleh growth factor Transforming
Growth Factor β (TGF-β) menyebabkan hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas. Selain itu
progresifitas penyakit ginjal kronik juga dipengaruhi oleh albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia (Price & Wilson, 2006)
A. Gagal Ginjal Kronik
Stadium awal penyakit ginjal kronik mengalami kehilangan daya cadangan ginjal (renal
reverse) dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat dan
dengan perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai adanya peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, masih belum ada keluhan atau
asimptomatik tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum pada pasien. Pada
LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan seperti nokturia, lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan dan setelah terjadi penurunan LFG dibawah 30% terjadi gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan juga mudah terjadi infeksi pada saluran perkemihan,
pencernaan dan pernafasan, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu
hipovolemia, hipervolemia, natrium dan kalium. Pada LFG kurang dari 15% merupakan stadium
gagal ginjal yang sudah terjadi gejala dan komplikasi yang lebih berat dan memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,
2010).
Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu prerenal,
renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda.
1. Prerenal
Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal. Penyebab umumnya yaitu
terjadinya penurunan volume intravaskular karena kondisi seperti perdarahan, dehidrasi,
atau hilangnya cairan gastrointestinal. Kondisi berkurangnya curah jantung misalnya gagal
jantung kongestif atau infark miokard dan hipotensi juga dapat mengurangi aliran darah
ginjal yang mengakibatkan penurunan perfusi glomerulus dan prerenal ARF (Stamatakis,
2008). Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan tekanan
intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen (arteri yang memasok
darah ke glomerulus), penyempitan arteriola eferen (arteri yang membawa darah dari
glomerulus), dan redistribusi aliran darah ginjal ke medula ginjal. Fungsional ARF terjadi
ketika mekanisme adaptif terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh obat-obatan,
antara lain: NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug) merusak dilasi mediator
prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan
ARB (Angiotensin Receptor Blocker) menghambat angiotensin II dimediasi oleh
penyempitan arteriola eferen. Siklosporin dan takrolimus terutama dalam dosis tinggi
merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten. Semua agen tersebut dapat mengurangi
tekanan intraglomerular dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) (Stamatakis,
2008).
2. Renal
Gagal ginjal intrinsik, disebut juga sebagai intrarenal ARF disebabkan oleh penyakit yang
dapat mempengaruhi integritas tubulus, pembuluh glomerulus, interstitium, atau darah.
ATN (Acute Tubular Necrosis) merupakan kondisi patofisiologi yang dihasilkan dari obat
(aminoglikosida atau amfoterisin B) atau iskemik terhadap ginjal (Stamatakis, 2008).
3. Postrenal
Postrenal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab, antara lain: hipertrofi
prostat jinak, tumor panggul, dan pengendapan batu ginjal (Stamatakis, 2008).
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut.
A. Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain :
a) pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
b) pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi, hiperkalemia, anemia, asidosis,
c) diet rendah fosfat.
2. Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada penyakit gagal
ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh (Guyton,
2007).
3. Dialisis
a. Hemodialisa
Definisi
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau
End Stage. Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu
fungsinya itu. Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya
terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal ginjal kronik yang
mendapatkan replacement therapy harus menjalani terapi dialisis sepanjang
hidupnya atau biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per
kali terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia (Price & Wilson, 2006).
Tujuan
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal (Hudak & Gallo, 2010).
Komplikasi hemodialisis
Adapun komplikasi dialisis secara umum dapat mencakup hal-hal sebagai berikut
(Price & Wilson, 2006) :
(a) hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
(b) emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien
(c) nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
(d) pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit
(e) gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang
(f) kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel
(g) mual, muntah, merupakan peristiwa yang paling sering terjadi.