Anda di halaman 1dari 16

DIETETIKA LANJUT

“GAGAL GINJAL KRONIK DAN GAGALGINJAL AKUT”

Dosen Pembimbing

Dr.Ni Komang Wiardani,SST,M.Kes

Disusun oleh

D-IV B Semester V

Ni Kadek Mulyaningsih (P07131217068)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN GIZI
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
makalah yang berjudul “Gangguan Ginjal Kronik Dan Gangguan Ginjal Akut” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini penulis susun dalam rangka memenuhi tugas awal
semester V dalam bidang mata kuliah Dietetika Lanjut.

Dalam penyusunan makalah ini penulis menemukan banyak hambatan yang penulis
hadapi.Namun berkat dukungan, bimbingan dan partisipasi berbagai pihak, hambatan-hambatan
tersebut dapat penulis atasi sedikit demi sedikit. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :

1. Ibu Dosen Pembimbing Akademik beserta staf pegawai Poltekkes Kemenkes Denpasar
yang telah banyak membantu penulis sehingga mempermudah penulis dalam
penyusunan makalah ini.

2. Dr. Ni Komang Wiardani, SST.,M.Kes selaku Pembimbing yang telah dengan sabar
membina dan tiada hentinya memberi semangat pada penulis dalam menyusun makalah
ini.

3. Seluruh pihak yang turut serta memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Di samping itu, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, penulis mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam penulisan makalah ini.
Akhir kata, dengan selesainya makalah ini, seberapapun sederhananya makalah ini, penulis
berharap makalah ini memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi semua pihak yang membaca makalah
ini.

Denpasar, 07 Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata berbentuk mirip kacang, sebagai bagian dari
system urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran(terutama urea) dari darah dan membuangnya
bersama dengan air dalam bentuk urin. Progresivitas penurunan fungsi ginjal berbeda-beda, yaitu
dapat berkembang cepat atau lambat. Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Pada gagal ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara
tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan
fungsi ginjal (ureum dan kreatinin darah dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat.
Sedangkan padagagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan.
Sehingga biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian sebesar 85%.
Penyakit ginjal kronik adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya kerusakan ginjal
yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa kelainan structural atau fungsional dengan penurunan laju
filtrasi glomerulus dengan etiologi yang bermacam-macam, disertai kelainan komposisi darah atau
urin dan kelainan dalam tes pencitraan. Secara laboratorik dinyatakan penyakit ginjal kronik
apabila hasil pemeriksaan klirens kreatinin <15 mg/dl. (Prima Astiawati, 2008).
Penderita gagal ginjal kronik terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar
10% setiap tahun. Dari data di beberapa pusat nefrologi di Indonesia diperkirakan insidens dan
prevalensi penyakit ginjal kronik masing-masing berkisar 100-150/ 1 juta penduduk dan 200-225/
1 juta penduduk. (Prima Astiawati, 2008). Penderita acute kidney injury di Indonesia, menurut
Suhardjono (2005), jumlahnya tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan masyarakat Amerika
Serikat, sekitar 1200 per 1 juta penduduk. Beberapa laporan dunia menunjukkan insidens AKI
yang bervariasi antara 0,5-0,9% pada komunitas, 0,7-18% pada pasien yang dirawat di rumah
sakit, hingga 20% pada pasien yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan angka
kematian yang dilaporkan dari seluruh dunia berkisar 25% hingga 80% (Robert Sinto, 2010)
Keadaan yang menimbulkan terjadinya kerusakan ginjal biasanya menghasilkan gejala-
gejala serius yang tidak berhubungan dengan ginjal. Sebagai contoh, demam tinggi, syok,
kegagalan jantung dan kegagalan hati, bisa terjadi sebelum kegagalan ginjal dan bisa lebih serius
dibandingkan gejala gagal ginjal.
Setelah penyebabnya ditemukan, tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan fungsi
ginjal biasanya. Masukan Jumlah cairan sangat dibatasi tergantung dari seberapa banyak urine
yang dapat dihasilkan oleh ginjal.Makanan juga harus dipilih jangan sampai meracuni ginjal ,
protein harus dikurangi sampai batas tertentu ,rendah garam dan potasium , untuk karbohidrat
dapat lebih leluasa diberikan. Dialisis mungkin diperlukan sebagai tatalaksana gagal ginjal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut?
2. Apa Penyebab Dari Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut?
3. Bagaimana Patofisologi Dari Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut?
4. Bagaimana Penatalaksanaan Dari Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut?
1.3 Tujuan penulisan
1. Mahasiswa Agar Mengetahui Pengertian Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut.
2. Mahasiswa Agar Mengetahui Penyebab Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut.
3. Mahasiswa Agar Mengetahui Patofiologi Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut.
4. Mahasiswa Agar Mengetahui Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal
Akut.
1.4 Manfaat penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu diharapkan mahasiswa dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai gagal ginjal kronik dan gagal ginjal akut dan khususnya
untuk ahli gizi dapat menerapkan penatalaksanaan dari gagal ginjal tersebut kepada pasien.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut


A. Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap-akhir merupakan gangguan fungsi renal
yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogenlain dalam darah) (Suzanne & Brenda, 2002).
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progesif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atau transplantasi ginjal (FKUI, 2006).

Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah penyimpangan
progresif, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolik, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan, yang mengakibatkan
uremia (Baughman, 2000).

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal kronik adalah
gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat sehingga ginjal tidak mampu
mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyebabkan
uremia.

B. Gagal Ginjal Akut


Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mensekresi produk-
produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia
(uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine
kurang dari 400 ml/24 jam. Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan gejala yang
mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal ginjal akut ditandai dengan gejala yang
timbul secara tiba-tiba dan penurunan volume urin secara cepat. Laju filtrasi glomerulus dapat
menurun secara tiba-tiba sampai dibawah 15 mL/menit. Penyakit ini mengakibatkan peningkatan
kadar serum urea, kreatinin, dan bahan lain. Gagal ginjal akut bersifat reversibel, namun secara
umum tingkat kematian pasien tinggi (Kenward & Tan, 2003).

2.2 Penyebab Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut


A. Gagal Ginjal Kronik
Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi akibat infeksi
berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu. Gejala–gejala umum seperti demam,
menggigil, nyeri pinggang, dan disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan
pielonefritis akut, tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal ( Elizabeth,
2000).
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
- Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut
glomerulus terjadi akibat peradangan komplek antigen dan antibodi di kapiler – kapiler
glomerulus. Komplek biasanya terbentuk 7 – 10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh
Streptococcus (glomerulonefritis pascastreptococcus ) tetapi dapat timbul setelah infeksi
lain (Elizabeth, 2000).
- Glomerulonefritis kronik adalah peradangan yang lama dari sel – sel glomerulus. Kelainan
ini dapat terjadi akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara
spontan. Glomerulonefritis kronik sering timbul beberapa tahun setelah cidera dan
peradangan glomerulus sub klinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin) dan
proteinuria (protein dalam urin) ringan, yang sering menjadi penyebab adalah diabetes
mellitus dan hipertensi kronik. Hasil akhir dari peradangan adalah pembentukan jaringan
parut dan menurunnya fungsi glomerulus. Pada pengidap diabetes yang mengalami
hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka panjang yang kurang baik
(Elizabeth, 2000).
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna, Stenosis
arteria renalis
4. Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah ginjal yang
berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.
5. Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil (arteriola) di dalam ginjal
mengalami kerusakan dan dengan segera terjadi gagal ginjal.
6. Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua pembuluh darah
(arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal membantu untuk mengontrol tekanan
darah. Renalis menyempit menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih
buruk dari waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan kerusakan
ginjal.
7. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis
sistemik progresif
8. Systemic lupus erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah
penyakit radang atau inflamasi multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya
perubahan sistem imun.
9. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
10. Penyakit metabolic : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amyloidosis

B. Gagal Ginjal Akut

Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

1. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat disebabkan
oleh :
- Hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang hebat.
- Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
- Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
- Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan berlebihan
berupa urin.
- Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah
ginjal.
2. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.
- Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga menyebabkan
peradangan dan merusak ginjal.
- Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
- Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang
rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau luka
bakar yang hebat.
- Multiple myeloma.
- Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik, Wegener's
granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.
3. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.
- Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
- Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari saluran
kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
- Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
- Batu ginjal.
4. Patofiologi Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut

Patofisiologi awalnya tergantung dari penyakit yang mendasari dan pada perkembangan lebih
lanjut proses yang terjadi hampir sama. Adanya pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor sehingga menyebabkan
terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.
Keadaan ini diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa dan pada
akhirnya akan terjadi penurunan fungsi nefron secara progresif. Adanya peningkatan aktivitas
aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal yang dipengaruhi oleh growth factor Transforming
Growth Factor β (TGF-β) menyebabkan hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas. Selain itu
progresifitas penyakit ginjal kronik juga dipengaruhi oleh albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia (Price & Wilson, 2006)
A. Gagal Ginjal Kronik

Stadium awal penyakit ginjal kronik mengalami kehilangan daya cadangan ginjal (renal
reverse) dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat dan
dengan perlahan akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif ditandai adanya peningkatan
kadar urea dan kreatinin serum. Pada LFG sebesar 60%, masih belum ada keluhan atau
asimptomatik tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum pada pasien. Pada
LFG sebesar 30% mulai timbul keluhan seperti nokturia, lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan dan setelah terjadi penurunan LFG dibawah 30% terjadi gejala dan tanda
uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan juga mudah terjadi infeksi pada saluran perkemihan,
pencernaan dan pernafasan, terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yaitu
hipovolemia, hipervolemia, natrium dan kalium. Pada LFG kurang dari 15% merupakan stadium
gagal ginjal yang sudah terjadi gejala dan komplikasi yang lebih berat dan memerlukan terapi
pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra,
2010).

B. Gagal Ginjal Akut

Terdapat tiga kategori ARF (Acute Renal Failure) atau gagal ginjal akut, yaitu prerenal,
renal dan postrenal dengan mekanisme patofisiologi berbeda.

1. Prerenal
Prerenal ditandai dengan berkurangnya pasokan darah ke ginjal. Penyebab umumnya yaitu
terjadinya penurunan volume intravaskular karena kondisi seperti perdarahan, dehidrasi,
atau hilangnya cairan gastrointestinal. Kondisi berkurangnya curah jantung misalnya gagal
jantung kongestif atau infark miokard dan hipotensi juga dapat mengurangi aliran darah
ginjal yang mengakibatkan penurunan perfusi glomerulus dan prerenal ARF (Stamatakis,
2008). Penurunan aliran darah ginjal ringan sampai sedang mengakibatkan tekanan
intraglomerular yang disebabkan oleh pelebaran arteriola aferen (arteri yang memasok
darah ke glomerulus), penyempitan arteriola eferen (arteri yang membawa darah dari
glomerulus), dan redistribusi aliran darah ginjal ke medula ginjal. Fungsional ARF terjadi
ketika mekanisme adaptif terganggu dan hal tersebut sering disebabkan oleh obat-obatan,
antara lain: NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug) merusak dilasi mediator
prostaglandin dari arteriola aferen. ACEI (Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor) dan
ARB (Angiotensin Receptor Blocker) menghambat angiotensin II dimediasi oleh
penyempitan arteriola eferen. Siklosporin dan takrolimus terutama dalam dosis tinggi
merupakan vasokonstriktor ginjal yang poten. Semua agen tersebut dapat mengurangi
tekanan intraglomerular dengan penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate) (Stamatakis,
2008).
2. Renal
Gagal ginjal intrinsik, disebut juga sebagai intrarenal ARF disebabkan oleh penyakit yang
dapat mempengaruhi integritas tubulus, pembuluh glomerulus, interstitium, atau darah.
ATN (Acute Tubular Necrosis) merupakan kondisi patofisiologi yang dihasilkan dari obat
(aminoglikosida atau amfoterisin B) atau iskemik terhadap ginjal (Stamatakis, 2008).
3. Postrenal
Postrenal terjadi karena obstruksi aliran kemih oleh beberapa sebab, antara lain: hipertrofi
prostat jinak, tumor panggul, dan pengendapan batu ginjal (Stamatakis, 2008).
5. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik Dan Gagal Ginjal Akut.
A. Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tindakan
konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan Konservatif
Tujuan pengobatan pada tahap ini adalah untuk meredakan atau memperlambat
gangguan fungsi ginjal progresif, pengobatan antara lain :
a) pengaturan diet protein, kalium, natrium, dan cairan
b) pencegahan dan pengobatan komplikasi; hipertensi, hiperkalemia, anemia, asidosis,
c) diet rendah fosfat.
2. Pengobatan hiperurisemia
Adapun jenis obat pilihan yang dapat mengobati hiperuremia pada penyakit gagal
ginjal lanjut adalah alopurinol. Efek kerja obat ini mengurangi kadar asam urat dengan
menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang dihasilkan oleh tubuh (Guyton,
2007).
3. Dialisis
a. Hemodialisa
 Definisi
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari sampai
beberapa minggu) atau pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium akhir atau
End Stage. Renal Desease (ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau
permanen. Sehelai membran sintetik yang semipermeabel menggantikan
glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai filter bagi ginjal yang terganggu
fungsinya itu. Pada penderita gagal ginjal kronik, hemodialisa akan mencegah
kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau
endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapinya
terhadap kualitas hidup pasien. Pasien dengan gagal ginjal kronik yang
mendapatkan replacement therapy harus menjalani terapi dialisis sepanjang
hidupnya atau biasanya tiga kali seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per
kali terapi atau sampai mendapat ginjal pengganti atau baru melalui operasi
pencangkokan yang berhasil. Pasien memerlukan terapi dialisis yang kronis kalau
terapi ini diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
mengendalikan gejala uremia (Price & Wilson, 2006).
 Tujuan

Tujuan dilakukan hemodialisa adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang


bersifat toksik atau racun dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis, dan

ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal (Hudak & Gallo, 2010).
 Komplikasi hemodialisis
Adapun komplikasi dialisis secara umum dapat mencakup hal-hal sebagai berikut
(Price & Wilson, 2006) :
(a) hipotensi, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan
(b) emboli udara, merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika
udara memasuki sistem vaskuler pasien
(c) nyeri dada dapat terjadi karena PCO2 menurun bersamaan dengan terjadinya
sirkulasi darah di luar tubuh
(d) pruritus, dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit
(e) gangguan keseimbangan dialisis, terjadi karena perpindahan cairan serebral dan
muncul sebagai serangan kejang
(f) kram otot, terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat meninggalkan ruang
ekstrasel
(g) mual, muntah, merupakan peristiwa yang paling sering terjadi.

3) Transplantasi Ginjal (TPG)


Tranplantasi ginjal telah menjadi terapi pilihan bagi mayoritas pasien dengan penyakit
renal tahap akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti
lebih baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah
satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.

B. Gagal Ginjal Akut


a. Terapi nutrisi
Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari enyakit dasarnya dan
kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi pemberian nutrisi
berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada tahun 2005
b. Terapi Farmakologi: Furosemid, Manitol, dan Dopamin
Dalam pengelolaan AKI, terdapat berbagai macam obat yang sudah digunakan
selama berpuluh-puluh tahun namun kesahihan penggunaannya bersifat
kontoversial. Obatobatan tersebut antara lain diuretik, manitol, dan dopamin.
Diuretik yang bekerja menghambat Na+/K+-ATPase pada sisi luminal sel,
menurunkan kebutuhan energi sel thick limb Ansa Henle. Selain itu, berbagai
penelitian melaporkan prognosis pasien AKI non-oligourik lebih baik
dibandingkan dengan pasien AKI oligourik. Atas dasar hal tersebut, banyak klinisi
yang berusaha mengubah keadaan AKI oligourik menjadi non-oligourik, sebagai
upaya mempermudah penanganan ketidakseimbangan cairan dan mengurangi
kebutuhan dialisis. Meskipun demikian, pada keadaan tanpa fasilitas dialisis,
diuretik dapat menjadi pilihan pada pasien AKI dengan kelebihan cairan tubuh.
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada penggunaan diuretik sebagai bagian
dari tata laksana AKI adalah: (Mohani, 2008)
a. Pastikan volume sirkulasi efektif sudah optimal, pastikan pasien tidak dalam keadaan
dehidrasi. Jika mungkin, dilakukan pengukuran CVP atau dilakukan tes cairan dengan
pemberian cairan isotonik 250-300 cc dalam 15- 30 menit. Bila jumlah urin bertambah,
lakukan rehidrasi terlebih dahulu.
b. Tentukan etiologi dan tahap AKI. Pemberian diuretik tidak berguna pada AKI
pascarenal. Pemberian diuretik masih dapat berguna pada AKI tahap awal (keadaan
oligouria kurang dari 12 jam).
Pada awalnya, dapat diberikan furosemid i.v. bolus 40mg. Jika manfaat tidak
terlihat, dosis dapat digandakan atau diberikan tetesan cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6
jam atau tetesan lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1 gram/hari. Usaha
tersebut dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian cairan koloid untuk meningkatkan
translokasi cairan ke intravaskuler. Bila cara tersebut tidak berhasil (keberhasilan hanya
pada 8-22% kasus), harus dipikirkan terapi lain. Peningkatan dosis lebih lanjut tidak
bermanfaat bahkan dapat menyebabkan toksisitas (Robert, 2010).
Secara hipotesis, manitol meningkatkan translokasi cairan ke intravaskuler
sehingga dapat digunakan untuk tata laksana AKI khususnya pada tahap oligouria. Namun
kegunaan manitol ini tidak terbukti bahkan dapat menyebabkan kerusakan ginjal lebih jauh
karena bersifat nefrotoksik, menyebabkan agregasi eritrosit dan menurunkan kecepatan
aliran darah. Efek negatif tersebut muncul pada pemberian manitol lebih dari 250 mg/kg
tiap 4 jam. Penelitian lain menunjukkan sekalipun dapat meningkatkan produksi urin,
pemberian manitol tidak memperbaiki prognosis pasien (Sja’bani, 2008).
Dopamin dosis rendah (0,5-3 μg/kgBB/menit) secara historis digunakan dalam tata
laksana AKI, melalui kerjanya pada reseptor dopamin DA1 dan DA2 di ginjal. Dopamin
dosis rendah dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah ginjal, menghambat
Na+/K+-ATPase dengan efek akhir peningkatan aliran darah ginjal, LFG dan natriuresis.
Sebaliknya, pada dosis tinggi dopamin dapat menimbulkan vasokonstriksi.
Faktanya teori itu tidak sesederhana yang diperkirakan karena dua alasan yaitu
terdapat perbedaan derajat respons tubuh terhadap pemberian dopamin, juga tidak terdapat
korelasi yang baik antara dosis yang diberikan dengan kadar plasma dopamin. Respons
dopamin juga sangat tergantung dari keadaan klinis secara umum yang meliputi status
volume pasien serta abnormalitas pembuluh darah (seperti hipertensi, diabetes mellitus,
aterosklerosis), sehingga beberapa ahli berpendapat sesungguhnya dalam dunia nyata tidak
ada dopamin “dosis renal” seperti yang tertulis pada literatur.
Dalam penelitian dan meta-analisis, penggunaan dopamin dosis rendah tidak
terbukti bermanfaat bahkan terkait dengan efek samping serius seperti iskemia miokard,
takiaritmia, iskemia mukosa saluran cerna, gangrene digiti, dan lain-lain. Jika tetap hendak
digunakan, pemberian dopamin dapat dicoba dengan pemantauan respons selama 6 jam.
Jika tidak terdapat perubahan klinis, dianjurkan agar menghentikan penggunaannya untuk
menghindari toksisitas. Dopamin tetap dapat digunakan untuk pengobatan penyakit dasar
seperti syok, sepsis (sesuai indikasi) untuk memperbaiki hemodinamik dan fungsi ginjal
(Robert Sinto, 2010).
https://www.academia.edu/28437695/makalah_gagal_ginjal
https://www.academia.edu/9399560/Askep_gagal_gingal_akut_GGA_
https://www.academia.edu/5662054/Makalah_Farmakoterapi_Gagal_Ginjal_Kronik
https://www.academia.edu/28692964/MAKALAH_GAGAL_GINJAL_KRONIS

Anda mungkin juga menyukai