Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT 1

KEGAWAT DARURATAN GINJAL (CKD)


Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan gawat darurat Yang Diampu
Oleh :
Ns.Anton priambodo S1kep

KELOMPOK 2
Di Susun Oleh :
1. Said Abdul Jalil
2. Tedi Firmansyah
3. Yanuar Agni Saputra

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HORIZON KARAWANG
JL.PANGKAL PERJUANGAN KM.1 BY PASS KARAWANG
41316
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunianya sehingga penulisan makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang
telah
ditentukan.
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok mahasiswa Keperawatan Program S1
Keperawatan Horizon Education dalam mata kuliah Keperawatan Gadar Darurat yang
merupakan rangkaian dari proses Kegiatan Belajar Mengajar.
Kami menyadari bahwa karena keterbatasan waktu dan pengetahuan yang kami miliki,
dalam pemaparan makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kami sangat
mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun guna memperbaiki laporan ini
agar menjadi lebih baik sehingga dapat member manfaat bagi kami maupun orang lain
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….
B. Tujuan Umum……………………………………………………………………..
C. Tujuan Khusus…………………………………………………………………….
D. Metode Penulisan………………………………………………………………….
E. Sistematik penulisan………………………………………………………………
BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….
A. KONSEP DASAR KEGAWATAN DARURAT CKD…………………………
1) Pengertian………………………………………………………………………
2) Etiologi…………………………………………………………………………
3) Tanda & Gejala……………………………………………………………….
4) Manifestasi Klinis……………………………………………………………..
5) Patofisiologi……………………………………………………………………
6) Pemeriksaan Penunjang & Hasilnya………………………………………..
7) Pathway………………………………………………………………………
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CKD………
1) Pengkajian Primer………………………………………………………….
2) Pengkajian Sekunder……………………………………………………….
3) Diagnosa Keperawatan…………………………………………………….
4) Tujuan, Intervensi & Rasional……………………………………………
C. KONSEP EBP CKD………………………………………………………….
1) Tujuan Umum & Khusu…………………………………………………..
2) Metode Studi………………………………………………………………
3) Hasil Diskusi Kelompok…………………………………………………..
BAB 3. PENUTUP………………………………………………………………….
KESIMPULAN………………………………………………………………….
SARAN ………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal adalah gagalnya ginjal membuang metabolit yang terkumpul dari darah.
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal mengakibatkan gangguan
keseimbangan elektrolit, asam basa dan air. Gagal ginjal di klasifikasikan menjadi gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Smeltzer, 2008; Tambayong, 2001).
Keadaan dimana Penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal disebut
gagal ginjal akut. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin
serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen). Setelah cedera
ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin, Sedangkan dimana ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung
beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik.
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah
kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas. Biaya
perawatan penderita CKD mahal dengan “outcome” yang buruk. Pada tahun 1995 secara
nasional terdapat 2.131 pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dengan beban
biaya yang ditanggung Askes besarnya adalah Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000 terdapap
sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban yang ditanggung oleh Askes
sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2
milyar. Di banyak negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian
akibat CKD atau end stage renal disease (ESRD) terus meningkat.
Jika penyakit ini tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah
pada kematian. Dan salah satu penatalaksanaan yang tepat dalam menangani kasus ini
yaitu dengan meninjau secara konservatif tentang fungsi ginjal sedapat mungkin serta
melakukan dialysis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2002).
B. Tujuan Umum
1) Mengetahui kegawatan darurat ckd
C. Tujuan Khusus
1) Mengetahui Pengertian CKD
2) Mengetahui Etiologi CKD
3) Mengetahui Tanda & Gejala CKD
4) Mengetahui Patofisiologi CKD
5) Mengetahui Pemeriksaan penunjang dan Hasilnya CKD
6) Mengetahui Pathway CKD

D. Metode Penulisan

E. Sistematik penulisan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KEGAWATAN DARURATAN CKD


1) Pengertian
Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan
ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah
serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam.
2006)
Chronik Kidney Desease adalah: ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan
normal (Nurarif, 2013).
Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme
keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2014). Chronik Kidney Desease
biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab
termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan penyakit vaskular , penyakit agen
nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E. Doenges. 2005)
Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih, ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir
dan kematian (Susan Martin Tucker, 2008). Dari kelima pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Cronik Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang
progresif irreversible yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di
dalam darah, sehingga kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa
sampah metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
tubuh.

2) Etiologi
Menurut Nurarif (2013), etiologi CKD antara lain:
A. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
B. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
C. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
D. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
E. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
F. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
G. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
H. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3) Tanda & Gejala


A. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan berkurang, mudah
tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada penyakit CKD memang tidak akan
langsung terasa, namun jika terlalu sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas.
Penyebabnya adalah ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah
cukup akibat kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki
kadar oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih berat jika
penderita juga bermasalah dengan anemia.
B. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu makan turun,
nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan atau tidak, udem yang
disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
Anoreksia adalah kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu
makan mesti sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala mual muntah
ini biasanya ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi tidak nyaman,
bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga sama sekali tidak
bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan nafsu makan
berlebihan, ginjal yang buruk untuk menyaring semua racun menyebabkan ada
banyak racun dalam tubuh. Racun telah mempengaruhi proses metabolisme dalam
tubuh.
C. Manifestasi klinik menurut Smeltzer, S.C. & Bare (2015) antara lain: hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin – angiotensin -
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)
dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,
anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat
kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
D. Manifestasi klinik menurut Nahas (2010) adalah sebagai berikut:
a) Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse perikardiak
dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan
edema. Kondisi bengkak bisa terjadi pada bagian pergelangan kaki, tangan,
wajah, dan betis. Kondisi ini disebabkan ketika tubuh tidak bisa
mengeluarkan semua cairan yang menumpuk dalam tubuh, genjala ini juga
sering disertai dengan beberapa tanda seperti rambut yang rontok terus
menerus, berat badan yang turun meskipun terlihat lebih gemuk.
b) Gangguan pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
c) Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
perdarahan mulut, nafas bau ammonia
d) Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning
feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor,
miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas).
e) Gangguan integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis
dan rapuh.
f) Gangguan endokrin
g) Gangguan seksual: libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi
dan aminore. Gangguan metabolik glukosa, gangguan metabolik lemak dan
vitamin D.
h) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi
garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,
asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
i) System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang
berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana
uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan
trombositopeni

4) Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Slamet Suyono (2006) adalah sebagai berikut:
A. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
B. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
C. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut,
nafas bau ammonia.
D. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
E. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
F. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
G. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
H. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombosit

5) Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2014), Slamet Suyono(2006) dan Sylvia A.
Price,(2005) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab
diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan
jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik
(DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik), nefropati
obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga
terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat
semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah
yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.
Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga
tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2014).
Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,
asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2006).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit
tulang uremik)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi (Sudoyo,
2009).

6) Pemeriksaan Penunjang & Hasilnya


Di dalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara
lain:
A. Hematologi
B. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)
C. LFT (Liver Fungsi Test)
D. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
E. Koagulasi studi PTT, PTTK
F. BGA
a) BUN/ Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin
10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5). Hitung darah lengkap :
hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl.
b) SDM : Waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia.
c) AGD : Penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan ammonia atau hasil
akhir.
d) Kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir
perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar.
G. Urine rutin
a) Urin khusus : Benda keton, analisa kristal batu
b) Volume : Kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria
c) Warna : Secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan
fosfat.
d) Sedimen : Kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin.
e) Berat jenis : Kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan
ginjal berat
H. EKG
Mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa.
I. Endoskopi ginjal : Dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal,
pengangkatan tumor selektif
J. USG abdominal
K. CT scan abdominal
L. BNO/IVP, FPA
M.Renogram
RPG (Retio Pielografi) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02
menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.
7) Pathway

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CKD


1) Pengkajian Primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial
dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan
berdasarkan:
A= Airway engan kontrol servikal kaji:
a) Bersihan jalan nafas
b) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas-
c) Distress pernafasan
d) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B= Breathing an ventilasi kaji:
a) Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
b) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
c) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C= Circulation kaji:
a) Denyut nadi karotis
b) Tekanan darah
c) Warna kulit, kelembaban kulit
d) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D= Disability kaji:
a) Tingkat kesadaran
b) Gerakan ekstremitas
c) GCS atau pada anak tentukan respon :
A = Alert
V = Verbal,
P = Pain/respon nyeri
U = Unresponsive Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E= Eksposure kaji:
a) Tanda-tanda trauma yang ada

2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan
subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
A. Pengkajian Riwayat Penyakit :
a) Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
b) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
c) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
d) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
e) Waktu makan terakhir
f) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,imunisasi
tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
B. Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien
S= (Signs and symptoms)
Tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A= (Allergis)
Alergi yang dimiliki klien
M= (Medications)
Tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi keluhan
P= (Pertinent past medical hystori)
Riwayat penyakit yang di derita klien
L= (Last oral intakesolid or liquid)
Makan/minum terakhir, jenis makanan
E= (Event leading toinjury or illnes)
Pencetus/kejadian penyebab keluhan

C. Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri :


P= (Provoked)
Pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri
Q= (Quality)
Kualitas nyeri
R= (Radian)
Arah perjalan nyeri
S= (Skala)
Skala nyeri 1-10
T= (Time)
Lamanya nyeri sudah dialami klien

D. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas urine
b) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
c) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
d) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
e) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
E. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis yang dinilai adalah warna urin, bau urin yang
khas, turbiditas, volume, dan osmolalitas urin serta pH, hemoglobin (Hb), glukosa
dan protein yang terdapat di urin. Kelainan urinalisis yang terdapat pada
gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast serta isostenuria (10).
b) Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Parameter untuk mengetahui fungsi ginjal danprogresifitas penyakit adalah
LajuFiltrasi Glomerulus (LFG) dan kemampuan eksresi ginjal. Kemampuan
eksresi ginjal dilakukan dengan mengukur zat sisa metabolisme tubuh melalui
urin seperti ureum dan kreatinin (10,11). Peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum merupakan indikasi terjadinya penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan kadar
ureum yang sering dilakukan dengan menggunakan metode enzimatik yaitu
enzim urease menghidrolisis ureum dan menghasilkan ion ammonium yang
kemudian diukur. Kadar ureum merupakan tanda yang paling baik untuk
timbulnya uremia toksik.
Pemeriksaan kadar kreatinin juga digunakan untuk menilai fungsi ginjal
dengan metode Jaffe Reaction (1)(10). Kadar kreatinin digunakan dalam
perhitungan klirens kreatinin dan LFG. Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan
saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada keadaan
gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal
menurun.Pemeriksaan lainya meliputi pemeriksaan kadar asam urat, cystatin C,
β2 microglobulin, inulin, dan juga zat berlabel radioisotop.
c) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosis. Beberapa
gambaran radiologis yang tampak pada pasien PGK, meliputi:
 Pada foto polos abdomen tampak batu radio-opak
 Pielografi intravena jarang digunakan karena zat kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus dan khawatir terjadinya efek toksik oleh zat
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
 Ultrasonografi (USG) ginjal pada pasien PGKdapat memperlihatkan ukuran
ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa dan kalsifikasi ginjal.
 Pemeriksaan renografi atau pemindaian ginjal dapat dilakukan apabila ada
indikasi.
d) Biopsi Ginjal dan Pemeriksaan Histopatologi
Ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi
yang telah diberikan. Biopsi ginjal dapat memberikan gambaran dasar klasifikasi
dan kontraindikasi bila dilakukan pada keadaan ukuran ginjal sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas

F. Pemeriksaan Diagnostic
a) Pemeriksaan Urine
 Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria)
 Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,
lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
 Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
 Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan
rasio urine serum sering 1 : 1.
 Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5
ml/menit)
 Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium. (135-145 g/dL)
 Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan
b) Darah
 BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar
kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5
 Hitung darah lengkap : Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8
9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)
 SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada
azotemia.

c) GDA
 PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium serum
mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau normal (menunjukkan
status difusi hipematremia)
 Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak terjadi sampai umum
gas mengolah lebih besar.
 Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL),
cairan intersisial (1,5 g/dL).
 Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan
intersisial (2,5 g/dL)
 Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan cairan penurunan
pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.
 Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan urine
Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya
obstruksi (batu)
 Pielogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
d) Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa.
Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks
kedalam ureter, rebonsi.
e) Ultrasono Ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran kemih
bagian atas
f) Biopsi Ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal : keluar
batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g) EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit asam/basa.
h) Foto Kaki, Tengkorak, Kolumna Spinal & Tangan
Dapat menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.

3) Diagnosa Keperawat
A. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
B. Hiverpolemia b.d Gangguan Mekanisme regulasi
C. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Peningkatan Tekanan Darah

4) Tujuan, Intervensi & Rasional


No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Pola Napas Tujuan: Pemantauan  Dapat
Tidak Efektif Setelah dilakukan Respirasi (I.01014) mengetahui
(D.0005) b.d Tindakan Observasi: kemampuan
Hambatan keperawatan  Monitor frekuensi, pernapasan
upaya napas selama 1 x 24 Jam irama, kedalaman, klien
diharapkan Pola dan upaya napas  Dapat
Nafas Klien  Monitor pola memonitor pola
Membaik napas (seperti napas klien
Kriteria Hasil: bradipnea,  Untuk
Pola Nafas takipnea, mengetahui
(L.01004) kussmaul, cheyne status
 Dispnea menurun stokes, biot, atasik) oksigenasi
 Penggunaan otot  Monitor saturasi klien
bantu napas oksigen  Untuk
menurun mengetahui
 Frekuensi napas Terapeutik: hasil
klien membaik  Dokumentasikan pemantauan
 Kedalaman napas hasil pemantauan pernapasan
membaik klien
 Pemanjangan fase Terapi Oksigen  Membantu
ekspirasi (01026): klien dalam
menurun Edukasi: memenuhi
 Ajarkan klien dan kebutuhan
keluarga cara oksigen di
menggunakan rumah
oksigen di rumah  Untuk
membantu
Kolabaorasi: pemenuhan
Kolaborasi  kebutuhan
penggunaan oksigen klien
oksigen saat
aktivitas dan/atau
tidur
2. Hipervolemia Tujuan: Manajemen  Untuk
(D.0022) b.d Setelah dilakukan Hipervolemia mengetahui
Gangguan tindakan (I.03114) tanda klien
mekanisme perawatan selama Observasi: mengalami
regulasi 3x24 jam,  Periksa tanda hypervolemia
diharapkan gejala  Untuk
keseimbangan hipervolemia mengetahui
cairan klien (edema, JVP, CVP perkembangan
membaik meningkat, dan klien
suara napas  Untuk
Kriteria Hasil: bantuan) membantu
Keseimbangan  Monitor TTV klien agar
Cairan merasa
(L.05020): Terapeutik: nyaman
 Haluaran urin  :Tinggikan kepala  Untuk
meningkat tempat tidur 30- membantu
 Edema menurun 400 mencegah
 Asites menurun  Batasi asupan terjadinya

 Tekanan darah cairan dan garam kelebihan

membaik cairan

 Berat badan Kolaborasi:  Membantu

membaik  Kolaborasi mempercepat


penggantian mengurangi
kehilangan kalium kelebihan
akibat diuretic, cairan klien
(Furosemide P.O
1x1)
3. Perfusi Tujuan: Perawatan  Untuk
Perifer Tidak Setelah dilakukan Sirkulasi (I.02079) mengetahui
Efektif intervensi Observasi: sirkulasi perifer
(D.0009) b.d keperawatan  Periksa sirkulasi klien
Peningkatan selama 3x24 jam perifer (nadi  Untuk
tekanan darah diharapkan Perfusi pereifer,edema, mencegah tanda
Perifer pengeisian kapiler, abnormal yang
meningkat warna, suhu) ditandai dari
 Monitor panas, ekstremitas
Kriteria Hasil: kemerahan, nyeri, klien
Perfusi Perifer atau bengkak pada  Untuk
(L.02011): ekstremitas mencegah klien
 Edema perifer mengalami
menurun Terapeutik: infeksi
 Kelemahan otot  Lakukan  Membantu
menurun pencegahan infeksi mengontrol
 Tekanan darah tekanan darah
membaik Edukasi: klien
 Warna kulit tidak  Anjurkan minum  Membantu
pucat obat pengontrol mempercepat
 Turgor kulit tekanan darah perbaikan
membaik secara teratur sirkulasi klien
(Amlodipine P.O
1x1 &
Candesartan P.O
1x1)
 Anjurkan program
diet untuk
 Memperbaiki
sirkulasi
(mis.rendah lemak
jenuh, minyak
ikan omega 3)

C. KONSEP EBP CKD


1) Tujuan
Salah satu penanganan untuk menyelamatkan nyawa pasien Gagal Ginjal Kronik
(GGK) adalah terapi hemodialisis, disertai pembatasan asupan cairan. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui efektivitas media audiovisual dan leaflet terhadap
kepatuhan pembatasan cairan pasien GGK.
2) Metode Studi
Penelitian dilakukan di Ruang hemodialisa RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Sampel
pada penelitian sebanyak 42 orang yang menjalani hemodialisis. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis secara
rutin 2x dalam seminggu dan maksimsl 1 tahun serta berusia antara 25-50 tahun serta
yang bersedia menjadi responden. Kriteria eksklusi meliputi: pasien gagal ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis dengan kelainan ginjal bawaan, pasien yang menjalani
rawat inap di Rumah sakit, pasien gagal ginjal yang memiliki gangguan pendengaran
dan penglihatan dan pasien gagal ginjal yang mengalami penurunan kondisi dan
kesadaran. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non
Probability Sampling dengan cara purposive sampling. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain Quasi Eksperiment dengan pendekatan pretest-
posttest with control group design untuk mengukur efektivitas edukasi yang diberikan
pada pasien hemodialisis terhadap kepatuhan pembatasan cairan sebelum dan sesudah
dilakukan edukasi pada kelompok kontrol dengan media edukasi leaflet, kelompok
eksperimen dengan menggunakan media audiovisual (video). Media leaflet dan
audiovisual yang digunakan dibuat berdasarkan SOP edukasi kesehatan.
Pengelompokan responden dilakukan dengan simple random sampling. Pemenuhan
aspek etika penelitian, peneliti telah mendapat ethical clearance dari Komite Etik
Penelitian Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Saiful Anwar Malang dengan no 400/087/K.3/302/2021
3) Hasil Diskusi Kelompok
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Jannah dan Murni (2019) yang menyatakan
konseling media audiovisual lebih konsisten dengan konsumsi tablet tambahan
dibandingkan saksi yang hanya menerima konseling non media. Menurut peneliti,
media pendidikan kesehatan merupakan unsur pendukung keberhasilan pendidikan
kesehatan terutama seorang pasien ataupun individu. Media pendidikan yang menarik
dapat meningkatkan rasa ingin tahu masyarakat tentang isi dari media itu sendiri.
Edukasidalam penggunaan media juga memudahkanpenyedia materi untuk
berkomunikasi. Selain itu, media dapat mereduksi materi gambar dan suara yang dapat
dengan mudah diterima oleh seseorang.
BAB 3
PENUTUP

KESIUMPULAN
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi,
apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Dan gagal ginjal kronik juga dapat memberikan tanda dan gejala secara sitemik bagi tubuh
serta masalah keperawatan berupa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah,
anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut, resiko penurunan
curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi,
kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak, resiko kerusakan intregitas kulit
berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan
status metabolic dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Salah satu penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
dialysis. Dialysis juga dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yand
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka

SARAN
1) Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan perkembangan ilmu.
2) Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
3) Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan perkembangan ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Angeline Pieter, D. dan T. P. E. S. (2021). Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu.


Sereal Untuk, 8(1), 51.
Anggraini, D. (2022). Aspek Klinis Dan Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Ginjal Kronik.
An-Nadaa Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(2), 236.
https://doi.org/10.31602/ann.v9i2.9229
Ariana, R. (2016). 済無 No Title No Title No Title. 1–23.
Chronic, P., & Disease, K. (2014). Laporan pendahuluan praktek profesi ners keperawatan
gawat darurat. 2013.
Erbey, S., & Sınmaz, S. (2018). Proceeding Book (Issue October).
FITRI WALDANI. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Tn Z dengan Chronic Kidney Disease
(CKD). Jurnal Ilmiah Cerebral Medika, 4, 3–55.
Mustika, R., Suryadi, D., & Virginia, I. (2018). Penerapan Behavior Therapy Untuk
Meningkatkan Melakukan Hemodialisis. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora Dan
Seni, 2 no. 1, 310–317.
Rahmawati, F. (2018). Aspek Laboratorium Gagal Ginjal Kronik. Jurnal Ilmiah Kedokteran
Wijaya Kusuma, 6(1), 14. https://doi.org/10.30742/jikw.v6i1.323

(Satiti Kusumawarhani et al., 2021)Satiti Kusumawarhani, Wiwik Agustina, & Ferianan I. H.


(2021). Perbandingan Efektivitas Media Audiovisual Dan Leaflet Terhadap Kepatuhan
Pembatasan Cairan Pasien GGK. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada,
10(November).

Anda mungkin juga menyukai