KELOMPOK 2
Di Susun Oleh :
1. Said Abdul Jalil
2. Tedi Firmansyah
3. Yanuar Agni Saputra
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB 1. PENDAHULUAN……………………………………………………………….
A. Latar Belakang…………………………………………………………………….
B. Tujuan Umum……………………………………………………………………..
C. Tujuan Khusus…………………………………………………………………….
D. Metode Penulisan………………………………………………………………….
E. Sistematik penulisan………………………………………………………………
BAB 2 . TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………….
A. KONSEP DASAR KEGAWATAN DARURAT CKD…………………………
1) Pengertian………………………………………………………………………
2) Etiologi…………………………………………………………………………
3) Tanda & Gejala……………………………………………………………….
4) Manifestasi Klinis……………………………………………………………..
5) Patofisiologi……………………………………………………………………
6) Pemeriksaan Penunjang & Hasilnya………………………………………..
7) Pathway………………………………………………………………………
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CKD………
1) Pengkajian Primer………………………………………………………….
2) Pengkajian Sekunder……………………………………………………….
3) Diagnosa Keperawatan…………………………………………………….
4) Tujuan, Intervensi & Rasional……………………………………………
C. KONSEP EBP CKD………………………………………………………….
1) Tujuan Umum & Khusu…………………………………………………..
2) Metode Studi………………………………………………………………
3) Hasil Diskusi Kelompok…………………………………………………..
BAB 3. PENUTUP………………………………………………………………….
KESIMPULAN………………………………………………………………….
SARAN ………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal ginjal adalah gagalnya ginjal membuang metabolit yang terkumpul dari darah.
Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang umum dari
berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal. Gagal ginjal mengakibatkan gangguan
keseimbangan elektrolit, asam basa dan air. Gagal ginjal di klasifikasikan menjadi gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronis (Smeltzer, 2008; Tambayong, 2001).
Keadaan dimana Penurunan cepat/tiba-tiba atau parah pada fungsi filtrasi ginjal disebut
gagal ginjal akut. Kondisi ini biasanya ditandai oleh peningkatan konsentrasi kreatinin
serum atau azotemia (peningkatan konsentrasi BUN (blood Urea Nitrogen). Setelah cedera
ginjal terjadi, tingkat konsentrasi BUN kembali normal, sehingga yang menjadi patokan
adanya kerusakan ginjal adalah penurunan produksi urin, Sedangkan dimana ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh
yang berlangsung progresif, lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung
beberapa tahun) di sebut dengan gagal ginjal kronik.
Penyakit Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan masalah
kesehatan dunia dengan peningkatan insidensi, prevalensi serta tingkat morbiditas. Biaya
perawatan penderita CKD mahal dengan “outcome” yang buruk. Pada tahun 1995 secara
nasional terdapat 2.131 pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis dengan beban
biaya yang ditanggung Askes besarnya adalah Rp 12,6 milyar. Pada tahun 2000 terdapap
sebanyak 2.617 pasien dengan hemodialisis dengan beban yang ditanggung oleh Askes
sebesar Rp 32,4 milyar dan pada tahun 2004 menjadi 6.314 kasus dengan biaya Rp 67,2
milyar. Di banyak negara termasuk negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian
akibat CKD atau end stage renal disease (ESRD) terus meningkat.
Jika penyakit ini tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah
pada kematian. Dan salah satu penatalaksanaan yang tepat dalam menangani kasus ini
yaitu dengan meninjau secara konservatif tentang fungsi ginjal sedapat mungkin serta
melakukan dialysis atau transplantasi ginjal (Smeltzer, 2002).
B. Tujuan Umum
1) Mengetahui kegawatan darurat ckd
C. Tujuan Khusus
1) Mengetahui Pengertian CKD
2) Mengetahui Etiologi CKD
3) Mengetahui Tanda & Gejala CKD
4) Mengetahui Patofisiologi CKD
5) Mengetahui Pemeriksaan penunjang dan Hasilnya CKD
6) Mengetahui Pathway CKD
D. Metode Penulisan
E. Sistematik penulisan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2) Etiologi
Menurut Nurarif (2013), etiologi CKD antara lain:
A. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
B. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
C. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif
D. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis
tubulus ginjal
E. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
F. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
G. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
H. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
4) Manisfestasi Klinis
Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2009) antara lain : hipertensi, (akibat retensi
cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung
kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi
pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan,
kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
Manifestasi klinik menurut Slamet Suyono (2006) adalah sebagai berikut:
A. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan
gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
B. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels.
C. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein
dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut,
nafas bau ammonia.
D. Gangguan musculoskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet
syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati
(kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas)
E. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
F. Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan
aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
G. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan
dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
H. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombosit
5) Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth (2014), Slamet Suyono(2006) dan Sylvia A.
Price,(2005) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis
kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab
diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan
jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik
(DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik), nefropati
obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah).
Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga
terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat
semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal
akan semakin berat.
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan
jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah
yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya.
Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN)
meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga
tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2014).
Asidosis metabolic dapat terjadi karena ketidakmampuan ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan
mengabsorpsi bikarbonat.
Anemia, terjadi akibat berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga
rangsangan eritropoisis pada sumsum tulang menurun, hemolisis akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi,
asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling
sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2006).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam
metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan
peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga
menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan
metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat
dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit
tulang uremik)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai
GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10
ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup
lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan
glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus
ginjal.
Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem dalam
tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia
mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi (Sudoyo,
2009).
2) Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada
pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan
subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai
kaki.
A. Pengkajian Riwayat Penyakit :
a) Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
b) Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
c) Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
d) Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
e) Waktu makan terakhir
f) Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,imunisasi
tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
B. Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien
S= (Signs and symptoms)
Tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A= (Allergis)
Alergi yang dimiliki klien
M= (Medications)
Tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi keluhan
P= (Pertinent past medical hystori)
Riwayat penyakit yang di derita klien
L= (Last oral intakesolid or liquid)
Makan/minum terakhir, jenis makanan
E= (Event leading toinjury or illnes)
Pencetus/kejadian penyebab keluhan
D. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas urine
b) Dada : pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
c) Perut : adanya edema anasarka (ascites)
d) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot
e) Kulit : sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
E. Pemeriksaan Laboratorium
a) Urinalisis
Pada pemeriksaan urinalisis yang dinilai adalah warna urin, bau urin yang
khas, turbiditas, volume, dan osmolalitas urin serta pH, hemoglobin (Hb), glukosa
dan protein yang terdapat di urin. Kelainan urinalisis yang terdapat pada
gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik meliputi proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast serta isostenuria (10).
b) Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Parameter untuk mengetahui fungsi ginjal danprogresifitas penyakit adalah
LajuFiltrasi Glomerulus (LFG) dan kemampuan eksresi ginjal. Kemampuan
eksresi ginjal dilakukan dengan mengukur zat sisa metabolisme tubuh melalui
urin seperti ureum dan kreatinin (10,11). Peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum merupakan indikasi terjadinya penurunan fungsi ginjal. Pemeriksaan kadar
ureum yang sering dilakukan dengan menggunakan metode enzimatik yaitu
enzim urease menghidrolisis ureum dan menghasilkan ion ammonium yang
kemudian diukur. Kadar ureum merupakan tanda yang paling baik untuk
timbulnya uremia toksik.
Pemeriksaan kadar kreatinin juga digunakan untuk menilai fungsi ginjal
dengan metode Jaffe Reaction (1)(10). Kadar kreatinin digunakan dalam
perhitungan klirens kreatinin dan LFG. Diagnosis gagal ginjal dapat ditegakkan
saat nilai kreatinin serum meningkat di atas nilai rujukan normal. Pada keadaan
gagal ginjal dan uremia, ekskresi kreatinin oleh glomerulus dan tubulus ginjal
menurun.Pemeriksaan lainya meliputi pemeriksaan kadar asam urat, cystatin C,
β2 microglobulin, inulin, dan juga zat berlabel radioisotop.
c) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk menentukan diagnosis. Beberapa
gambaran radiologis yang tampak pada pasien PGK, meliputi:
Pada foto polos abdomen tampak batu radio-opak
Pielografi intravena jarang digunakan karena zat kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus dan khawatir terjadinya efek toksik oleh zat
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
Ultrasonografi (USG) ginjal pada pasien PGKdapat memperlihatkan ukuran
ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu
ginjal, kista, massa dan kalsifikasi ginjal.
Pemeriksaan renografi atau pemindaian ginjal dapat dilakukan apabila ada
indikasi.
d) Biopsi Ginjal dan Pemeriksaan Histopatologi
Ginjal Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien
dengan ukuran ginjal yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara
noninvasif tidak bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi bertujuan untuk
mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis, dan mengevaluasi hasil terapi
yang telah diberikan. Biopsi ginjal dapat memberikan gambaran dasar klasifikasi
dan kontraindikasi bila dilakukan pada keadaan ukuran ginjal sudah mengecil
(contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi
perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas, dan obesitas
F. Pemeriksaan Diagnostic
a) Pemeriksaan Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria)
Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri,
lemah, partikel koloid, fosfat atau urat.
Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat).
Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan
rasio urine serum sering 1 : 1.
Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(40-
70ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5
ml/menit)
Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi
natrium. (135-145 g/dL)
Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan
b) Darah
BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar
kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5
Hitung darah lengkap : Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8
9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16 g/dL)
SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada
azotemia.
c) GDA
PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium serum
mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau normal (menunjukkan
status difusi hipematremia)
Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai
dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis
SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak terjadi sampai umum
gas mengolah lebih besar.
Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL),
cairan intersisial (1,5 g/dL).
Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan
intersisial (2,5 g/dL)
Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan cairan penurunan
pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.
Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan urine
Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya
obstruksi (batu)
Pielogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
d) Arteriogram Ginjal
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa.
Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks
kedalam ureter, rebonsi.
e) Ultrasono Ginjal
Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran kemih
bagian atas
f) Biopsi Ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal : keluar
batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g) EKG
Mungkin abnormal menunjukan ketidak keseimbangan elektrolit asam/basa.
h) Foto Kaki, Tengkorak, Kolumna Spinal & Tangan
Dapat menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.
3) Diagnosa Keperawat
A. Pola Nafas Tidak Efektif b.d Hambatan Upaya Nafas
B. Hiverpolemia b.d Gangguan Mekanisme regulasi
C. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Peningkatan Tekanan Darah
membaik cairan
KESIUMPULAN
Gagal ginjal kronis merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang
progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah.
Banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronik, akan tetapi,
apapun sebabnya, respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif.
Dan gagal ginjal kronik juga dapat memberikan tanda dan gejala secara sitemik bagi tubuh
serta masalah keperawatan berupa Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium, perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake inadekuat, mual, muntah,
anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane mukosa mulut, resiko penurunan
curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan cairan mempengaruhi sirkulasi,
kerja miokardial dan tahanan vaskuler sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi
jantung, akumulasi toksik, kalsifikasi jaringan lunak, resiko kerusakan intregitas kulit
berhubungan dengan akumulasi toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan
status metabolic dan Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Salah satu penatalaksanaan medis pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah
dialysis. Dialysis juga dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yand
serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialysis memperbaiki abnormalitas
biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas;
menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan membantu penyembuhan luka
SARAN
1) Bagi mahasiswa supaya memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan perkembangan ilmu.
2) Bagi institusi agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD).
3) Bagi tenaga kesehatan agar menerapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) sesuai dengan perkembangan ilmu.
DAFTAR PUSTAKA