Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I

ACUTE CORONARY SYNDROME

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan gawat darurat 1

Yang Diampu Oleh :

Ns. Anton Priambodo, S. Kep

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 :


Bagus Chandra Harun (433131420120004)
Fahar Halimi (433131420120009)
Tubagus Ahmad Ramdhan Hermawan ( 433131420120035)

Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES KHARISMA Karawang Jl. Pangkal


Perjuangan By Pass No.KM, Tanjungpura,Kec. Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Jawa
Barat

2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai syarat
pemenuhan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Tidak luput pula kami
mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Ns. Anton Priambodo, S.Kep. sebagai dosen
pembimbing mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat atas bimbingannya dalam penyusunan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah (ACS) Acute Coronary Syndrom ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Karawang, 13 February 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

KATA PENGANTAR ii

BAB 1 4
LATAR BELAKANG 4
RUMUSAN MASALAH 4
TUJUAN 4
MANFAAT 5
METODE PENELITIAN 5
SISTEMATIKA PENULISAN 5
BAB II 6
A.KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN 6
1) PENGERTIAN 6
2) ETIOLOGI 7
3) TANDA DAN GEJALA 7
4) MENISFESTATI KLINIS 8
5) PATOFISIOLOGI 8
6) PEMERIKSAAN PENUNJANG 8
7) PATHWAY 9
B.KONSEP ASKEP GAWAT DARURAT ACS 10
1) PENGKAJIAN 10
2) DIAGNOSA KEPERAWATAN 13
3) TUJUAN,INTERVENSI,RASIONAL 13
B.KONSEP EBP 23
1) TUJUAN 23
2) METODE STUDI 23
3) ASIL DISKUSI KELOMPOK 23
BAB III 25
1) KESIMPULAN 25
2) SARAN 25
DAFTAR PUSTAKA 26

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai
pemompa darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah arteri
dan vena (Susilawati, 2014). Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit
pembunuh nomor satu didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia tua.
Menurut catatan WHO di tahun 2015, angka kematian akibat penyakit jantung dan
pembuluh darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta jiwa dan ditahun 2030
akan meningkat kembali hingga mencapai angka 23,6 juta jiwa penduduk. Penyakit
jantung koroner merupakan sebuah penyakit kompleks yang disebabkan oleh
menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih arteri yang
mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Nor, 2011).

Penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan angka


kematianyang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26% (WHO, 2011). Penyakit
jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang menyebabkan
kematian di dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari kasus penyakit
kardiovaskular (Firmansyah, 2010)

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah di ungkapkan di atas terdapat masalah yang
perlu dipecahkan sebagai berikut:
1) apa definisi dari penyakit acute coronary syndrom ?
2) apa etiologi dari penyakit acute coronary syndrom ?
3) apa patofisiologi dari penyakit acute coronary syndrom?
4) Apa amanifestasi klinis dari penyakit acute coronary syndrom?
5) Apa saja pemeriksaan penunjang dari penatalaksanaan dari penyakit acute
coronary syndrom?
C. Tujuan
Makalah ini disusun dengan pertimbangan adanya beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Beberapa tujuan makalah ini sebagai berikut:

2
1) sebagai bentuk pemenuhan penugasan mata gawa darurat.
2) Mendiskripsikan definisi penyakit acute coronary syndrom.
3) Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
4) Mendiskripsikan patofisiologi penyakit acute coronary syndrom.
5) Mendiskripsikan manifestasi klinis penyakit acute coronary syndrom.
6) Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit acute
coronary syndrom.
D. Manfaat
Setelah membaca makalah tentang acute coronary syndrom ini diharapkan dapat
memberikan manfaat :
1) Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi klinis,
patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan pada kasus
acute coronary syndrom.
2) Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan acute
coronary syndrom.

E. Metode Penelitian
Metode Penulisan Makalah ini Yaitu Menggunakan kepustakaan, yang dilakukan
dengan membaca dan mengutip bebrapa buku dan media internet yang berhubungan
de ngan penyakit jantung

F. Sistematika Penulisan
1) Judul Makalah
2) Kata Pengantar
3) Daftar Isi
4) BAB I Pendahuluan
5) BAB II Tinjauan Pustaka
6) BAB III Penutup
7) Daftar Pustaka

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR KEGAWATDARURATAN


1) Pengertian
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu
kumpulan gejala klinis iskemia miokard yang terjadi akibat kurangnya aliran darah
ke miokardium dengan gejala berupa nyeri dada, perubahan segmen ST pada
electrokardiogram (EKG) dan perubahan biomarker jantung. (Sanjani, 2018).
Penyakit pembuluh darah arteri coroner adalah gangguan fungsi sistem
kardiovaskuler yang disebabkan karena otot jantung kekurangan darah akibat adanya
oklusi pembuluh darah arteri coroner dan tersumbatnya pembuluh darah jantung
(Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, 2022) SKA adalah suatu kondisi iskemia atau
infark yang menyebabkan penurunan aliran darah koroner secara tiba-tiba yang
biasanya disebabkan oleh adanya thrombus dari plak atheroma pembuluh darah
koroner yang robek dan pecah yang akan menyumbat liang pembuluh darah koroner
baik secara total ataupun parsial (Pranatalia, et al, 2020). Berdasarkan beberapa
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa ACS adalah penurunan aliran
darah pada arteri koroner secara sebagian maupun total sehingga otot jantung tidak
dapat berfungsi dengan baik atau mati (Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, 2022)
Sindrom koroner akut merupakan suatu penyakit jantung yang ada sumbatan atau
plak pada arteri koroner yang pecah sehingga menyebabkan iskemik miokard
dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke miokrad. Terdapat 2 pembuluh
darah koroner besar yakni pembuluh darah koroner kanan (right coronary
artery (RCA)) dan pembuluh darah koroner kiri (left mean artery (LMA)). Left
mean artery bercabang menjadi 2 yaitu left artery descendent (LAD) dan left
circumflex (LCx). Ketika miokard tidak mendapatkan nutrisi dan oksigen yang
adekuat maka akan terjadi iskemik, injuri, bahkan sampai terjadi infark
(Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2018). Manifestasi
yang muncul dari hal tersebut yakni nyeri dada yang menjalar ke punggung, rahang,
leher dan lengan. Selain itu, penderita SKA juga akan mengalami sesak napas

3
hingga gangguan rasa nyaman. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat subjektif

3
sehingga skala atau tingkatannya akan berbeda pada setiap individu (Fifin
Prakasiwi Yuhartanti & Erika Nurwidiyanti, 2022)

2) Etiologi
Sindrom koroner akut disebabkan oleh aterosklerosis yaitu proses
terbentuknya plak yang berdampak pada intima dari arteri, yang mengakibatkan
terbentuknya trombus sehingga membuat lumen menyempit, yang menyebabkan
terjadinya gangguan suplai darah sehigga kekuatan kontraksi otot jantung
menurun. Jika thrombus pecah sebelum terjadinya nekrosis total jaringan distal,
maka terjadilah infark pada miokardium (Muhibbah et al., 2019)

3) Tanda dan Gejala


Menurut (Kemenkes DJP 2022) berikut adalah beberapa tanda dan gejala Sindrom
coroner Akut yang perlu diwaspadai :
a) Sesak napas
b) Detak jantung tidak teratur
c) Merasa seperti ingin jatuh
d) Kelelahan yang parah
e) Otot melemah
f) Mual atau muntah
g) Keluar keringat dingin.
SKA dengan hasil pemeriksaan kelainan EKG yang tidak khas atau nondiagnostik
dan batas jantung normal hanya perlu observasi di ruang gawat-darurat secara
berkelanjutan. SKA yang definitif dengan gambaran kelainan EKG yang khas harus
dilakukan perawatan dalam ruang intensive cardiovascular care (ICVCU/ICCU)
(Kemenkes DJP 2022)

4) Manisfestati Klinis
Tingkat dimana arteri koroner tersumbat biasanya berkorelasi dengan gejala yang
timbul dan variasi dalam marker jantung serta temuan elektrokardiografi. Angina,
atau nyeri dada, terus dianggap sebagai gejala klasik SKA. Pada angina tidak stabil,
nyeri dada biasanya terjadi baik pada saat istirahat atau saat beraktivitas dan hasilnya
adalah terbatasnya kegiatan. Nyeri dada yang berhubungan dengan NSTEMI

3
biasanya durasinya lebih panjang dan rasa nyeri dada lebih parah dibandingkan
dengan angina

3
tidak stabil. Dalam kedua kondisi, frekuensi dan intensitas nyeri dapat meningkat
jika tidak diselesaikan dengan istirahat, nitrogliserin, dan dapat bertahan lebih lama
dari 15 menit. Nyeri bisa terjadi dengan atau tanpa radiasi ke leher, lengan,
punggung, atau daerah epigastrium. Selain angina, pasien dengan SKA juga hadir
dengan sesak napas, diaforesis, mual, dan kepala yang terasa ringan. Perubahan
tanda vital, seperti takikardi, tachypnea, hipertensi, atau hipotensi, dan penurunan
saturasi oksigen (SaO2) atau kelainan irama jantung dapat juga terjadi (Sanjani &
Nurkusumasari, 2020)

5) Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner,
aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah
koroner yang mendadak berkurang. Oklusi mendadak dari arteri koroner bila ada
ruptur plaque, akan mengaktivasi sistem pembekuan. Interaksi antara ateroma
dengan bekuan akan mengisi lumen arteri, sehingga menutup lumen pembuluh darah
koroner yang sudah mengalami
aterosklerosis. Hipoksemia pada daerah distal dari sumbatan menyebabkan iskemia
dan selanjutnya nekrosis miokardia. Kematian sel miokardium akibat iskemia
disebut infark miokard, dimana terjadi kerusakan, kematian otot jantung, dan
terbentuk jaringan parut tanpa adanya pertumbuhan kembali otot jantung. Pada
infark miokard, fungsi ventrikel kiri mengalami gangguan kontraktilitas. Sumbatan
tersebut mengakibatkan kontraksi jantung meningkat. Kontraksi jantung yang
meningkat menyebabkan beban jantung juga meningkat dan tidak adekuatnya aliran
darah di jantung sehingga menyebabkan penurunan curah jantung (Achmad Ali
Fikri, Syamsul Arifin, 2022)

6) Pemeriksaan Penunjang dan Hasilnya


Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin, kimia klinik, EKG, didapatkan
hasil eritrosit 3.99 juta/L, neutrophil 71.8, limfosit 23.0, MCV 101.6, MPV 8.7, HS
troponin 236.7, SGOT 48. Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak
lemas, kompos mentis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 60x/menit, pernafasan
18x/menit, suhu 36,8o C. Status generalis, Pemeriksaan fisik jantung, Pemeriksaan
abdomen dan ekstremitas dalam batas normal. Pada pasien ditemukan hasil

3
anamnesis nyeri dada angina, gambaran EKG STEMI inferior, dan peningkatan
biomarka

3
jantung Hs Troponin sebesar 236,7 diagnosis pasien adalah acute coronary
syndrome dengan elevasi segmen ST (Sanjani & Nurkusumasari, 2020)

7) Pathway

3
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT ACS

1) Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses
pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Dari mulai identitas klien dan penanggung
jawab klien seperti nama (inisial), usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan dan
pekerjaan. Setelah itu dilanjutkan dengan keluhan utama (pendekatan PQRST)
beserta riwayat kesehatan (riwayat kesehatan sekarang, dahulu dan keluarga).
a) Pengkajian Primer
A : Airway
 Kaji apakah sumbatan (Total/parsial)
 Kaji suara tambahan
B : Breathing
 Kaji pergerakan dinding thorax
 Kaji frekuensi nafas (takipnea, bradipnea, ataupun upnea)
 Kaji irama nafas
 Kaji saturasi oksigen
 Kaji penggunaan otot bantu nafas
C : Circulation
 Kaji tekanan darah
 Kaji kekuatan dan frekuensi nadi
 Kaji capillary refill time
 Kaji suhu
 Kaji akral (hangat/dingin)
D : Disability
 Kaji penilaian kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif
E : Exposure
 Kaji secara observasi (keseluruhan)
b) Pengkajian Sekunder
PEMERIKSAAN FISIK
B1 (Breathing)

3
Inspeksi : pada klien ACS terlihat adanya peningkatan produksi sputum, sesak
nafas, serta penggunaan otot bantu pernafasan, perubahan kecepatan/kedalaman
pernafasan, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Palpasi : pada palpasi
biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal dan seimbang kanan
dan kiri. Perkusi : pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor
sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah. Auskultasi : terdapat suara nafas
tambahan seperti krekels, ronkhi, dan mengi.
B2 (Blood)
Biasanya bunyi jantung irama tidak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
Inspeksi : sianosis +, pucat +, edema perifer +. Palpasi : vena jugular
amplitudonya meningkat, CRT > 2 detik, nadi biasanya takikardi. Auskultasi :
sistolik murmur, suara jantung S3. Perkusi : Pemeriksaan perkusi pada jantung
biasanya jarang dilakukan jika pemeriksaan foto rontgen toraks telah dilakukan.
Tetapi pemeriksaan perkusi ini tetap bermanfaat untuk menentukan adanya
kardiomegali, efusi perikardium, dan aneurisma aorta. Foto rontgen toraks akan
menunjukkan daerah redup sebagai petunjuk bahwa jantung melebar. Daerah
redup jantung akan mengecil pada emfisema.
B3 (Brain)
Inspeksi : pada klien ACS kesadaran compos mentis. Biasanya klien merasakan
pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi.
B4 (Bladder)
Inspeksi : pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan
dengan intake cairan. Pada penderita ACS ditemukan adanya pola berkemih
seperti oliguria. Oliguria disebabkan adanya gangguan pada ginjal urine sedikit
kurang dari 400 ml. Haluaran urine menurun bila curah jantung menurun berat.
B5 (Bowels)
Inspeksi : pengkajian tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya pada klien ACS biasanya
hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah,perubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit.
B6 (Bone)
Inspeksi : pada klien ACS ditemukan adanya pergerakan ekstermitas menurun,
tonus otot menurun, nyeri, turgor kulit menurun, kulit pucat, dan sianosis.
B7 (Sistem Penglihatan)

3
Inspeksi : pada klien ACS ditemukan adanya kerusakan penginderaan seperti
pada penglihatan terganggu terjadi perubahan pupil, dan tidak ada gangguan pada
pendengaran.
B8 (Sistem Endokrin)
Inspeksi : pada penderita ACS tidak ditemukan adanya pembesaran kelenjar
thyroid dan kelenjar parotis.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan hematologi bagi klien ACS terdiri dari hemoglobin, eritrosit,
leukosit, hematokrit, trombosit, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean
Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration
(MCHC) serta Creatin Kinase M-B (CKMB) dan troponin I (Septiana &
Halimuddin, 2017).
Pemeriksaan troponin T atau l dan pemeriksaan CK-MB telah diterima sebagai
petanda paling penting dalam diagnosis ACS. Menurut European Society Of
Cardiology (ESC) dianggap ada mionekrosis bila troponin T atau l positif dalam
24 jam. Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko kematian bertambah
dengan tingkat kenaikan troponin. CK-MB kurang spesifik untuk diagnosis
karena juga diketemukan di otot skeletal, tapi berguna untuk diagnosis infark akut
dan akan meningkat dalam beberapa jam dan kembali normal 48 jam.
Nilai kadar leukosit dapat dijadikan salah satu parameter/prediksi untuk penyakit
Acute Coronary Syndrome (ACS) karena peningkatan kadar leukosit adalah
akibat leukosit merupakan salah satu komponen inflamasi (Septiana &
Halimuddin, 2017).

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Elektrokardiogram (EKG)
Befungsi untuk merekam sinyal-sinyal listrik yang bergerak melalui jantung
didalam tubuh. EKG seringkali dapat mendiagnosis bukti serangan jantung
sebelum kejadian atau yang sedang berlangsung. adanya perubahan segmen ST,
gelombang Q, dan perubahan gelombang T.
Rontgen Toraks
Rontgen dada sangat berperan untuk mengidentifikasi adanya kongesti
pulmonatkan ventrkel kiri atau oedem, yang biasanya terjadi pada pasiem

3
UA/NSTEMI luas yang melibatkan ventrikel kiri sehingga terjadi disfungsi
ventrikel kiri.
Enzim Jantung
 Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB mulai naik dalam 6 jam, memuncak
dalam 18 – 24 jam dan kembali normal antara 3 – 4 hari, tanpa terjadinya
neurosis baru. Enzim CK – MB ssering dijadikan sebagai indikator Infark
Miokard.
 Laktat dehidrogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6 – 12 jam, memuncak
dalam 3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
 Troponin T
 Meningkat paling sedikit 1,5 kali nilai batas normal, terutama CKMB dan
troponin-T/I, dimana troponin lebih spefisik untuk nekrosis miokard. Nilai
normal troponin ialah 0,1-0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila >0,2, ng/dl.
Echocardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Bila tampak adanya gangguan faal
ventrikel kiri, adanya insufisiensi mitral dan abnormalitas gerakan dinding
regional jantung, menandakan prognosis kurang baik. Ekokardiografi stres juga
dapat membantu menegakkan adanya iskemia miokard.

2) Diagnosa Keperawatan
 Penurunan curah jantung
 Nyeri akut
 Ansieta

3
3) Tujuan, Intervensi dan Rasional

Diagnosa
Tujuan & Kriteria Intervensi
Keperawata Rasional
Hasil Keperawatan
n
Penurunan Setelah dilakukan Perawatan Jantung Perawatan Jantung
curah jantung tindakan keperawatan (I.02075) (I.02075)
selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
maka curah jantung  Identifikasi  Mengetahui
meningkat dengan tanda/gejala primer tanda/gejala primer
pasien mampu : penurunan curah penurunan curah
 Kekuatan nadi jantung (meliputi: jantung pada pasien
perifer meningkat dispnea, kelelahan,
 Ejection fraction edema, ortopnea,
(EF) meningkat PND, peningkatan
 Palpitasi menurun CVP).
 Mengetahui
 Bradikardia  Identifikasi
tanda/gejala sekunder
menurun tanda/gejala sekunder
penurunan curah
 Takikardia penurunan curah
jantung pada pasien
menurun jantung (meliputi:

 Gambaran EKG peningkatan berat

Aritmia menurun badan, hepatomegaly,

 Lelah menurun distensi vena


jugularis, palpitasi,
 Edema menurun
ronkhi basah,
 Distensi vena
oliguria, batuk, kulit
jugularis menurun
pucat)  Mengetahui tekanan
 Dispnea menurun
 Monitor tekanan darah pasien
 Oliguria menurun
darah (termasuk
 Pucat/sianosis
tekanan darah
menurun
ortostatik, jika perlu)  Mengetahui
 Paroximal
 Monitor intake dan keseimbangan cairan
nocturnal dyspnea

3
(PND) menurun output cairan pasien
 Ortopnea menurun  Monitor berat badan  Mengetahui berat
 Batuk menurun setiap hari pada badan setiap hari pada
 Suara jantung S3 waktu yang sama waktu yang sama pada
menurun pasien

 Suara jantung S4
 Monitor saturasi  Mengetahui saturasi
menurun
oksigen oksigen pada pasien
 Tekanan darah
 Monitor keluhan  Mengetahui keluhan
membaik
nyeri dada (mis: nyeri dada pada pasien
 Pengisian kapiler
intensitas, lokasi,
membaik
radiasi, durasi,
presipitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12  Mengetahui EKG 12

sadapan sadapan pada pasien

 Monitor aritmia  Mengetahui adanya

(kelainan irama dan kelainan irama dan

frekuensi) frekuensi jantung pada


pasien

 Monitor nilai  Mengetahui nilai

laboratorium jantung laboratorium jantung

(mis: elektrolit, pada pasien

enzim jantung, BNP,


NTpro-BNP)

 Mengetahui alat pacu


 Monitor fungsi alat
jantung berfungsi
pacu jantung
dengan baik

 Periksa tekanan darah  Mengetahui tekanan

dan frekuensi nadi darah dan frekuensi

sebelum dan sesudah nadi sebelum dan

aktivitas sesudah aktivitas

3
 Mengetahui Frekuensi
 Periksa tekanan darah tekanan darah dan
dan frekuensi nadi frekuensi nadi sebelum
sebelum pemberian pemberian obat
obat (mis: beta
blocker, ACE
Inhibitor, calcium
channel blocker,
digoksin) Terapeutik

Terapeutik  Mempertahankan

 Posisikan pasien kenyamanan,

semi-fowler atau meningkatkan ekspansi

fowler dengan kaki ke paru, dan

bawah atau posisi memaksimalkan

nyaman oksigenasi pasien


 Pemberian asupan

 Berikan diet jantung makanan yang tidak

yang sesuai (mis: memacu kerja jantung

batasi asupan kafein, lebih keras

natrium, kolesterol,
dan makanan tinggi
 Mengurangi risiko
lemak)
tromboemboli
 Gunakan stocking
elastis atau pneumatik
intermitten, sesuai
 Agar pasien dan
indikasi
keluarga bisa
 Fasilitasi pasien dan
menjalankan gaya
keluarga untuk
hidup sehat
modifikasi gaya hidup
 Agar pasien merasa
sehat
lebih rileks
 Berikan terapi
relaksasi untuk
mengurangi stress,
 Memberikan raya aman

3
jika perlu dan nyaman kepada
 Berikan dukungan pasien
emosional dan  Memenuhi suplay
spiritual oksigen pasien
 Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
Edukasi
saturasi oksigen >
94%  Melatih pasien

Edukasi beraktivitas sesuai


toleransi
 Anjurkan beraktivitas
fisik sesuai toleransi  Melatih pasien
beraktivitas secara

 Anjurkan beraktivitas bertahap

fisik secara bertahap  Melatih pasien untuk


gaya hidup sehat
 Anjurkan berhenti  Agar pasien dan
merokok keluarga dapat
 Ajarkan pasien dan mengukur berat badan
keluarga mengukur harian secara mandiri
berat badan harian  Agar pasien dan
keluarga dapat
 Ajarkan pasien dan mengukur intake dan
keluarga mengukur output cairan secara
intake dan output mandiri
cairan harian Kolaborasi
Kolaborasi  Pemberian antiaritmia
 Kolaborasi pemberian sesuai kebutuhan
antiaritmia, jika perlu pasien
 Agar pasien
 Rujuk ke program mendapatkan
rehabilitasi jantung perawatan jantung yang
lebih komprehensi

3
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
tindakan keperawatan (I.08238) (I.08238)
selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
maka tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,  Mengetahui lokasi,
menurun dengan pasien karakteristik, durasi, karakteristik, durasi,
mampu : frekuensi, kualitas, frekuensi, kualitas dan
 Kemampuan intensitas nyeri intensitas nyeri dari
menuntaskan pasien
aktivitas  Identifikasi skala  Mengetahui tingkat
meningkat nyeri nyeri yang dirasakan
 Keluhan nyeri pasien
menurun  Idenfitikasi respon  Mengetahui respon
 Meringis menurun nyeri non verbal nyeri secara non verbal
 Sikap protektif  Identifikasi faktor  Mengetahui hal-hal
menurun yang memperberat yang dapat
 Gelisah menurun dan memperingan memperberat ataupun
nyeri memperingan nyeri
 Kesulitan tidur
menurun yang dirasakan pasien

 Menarik diri  Mengetahui sejauh


 Identifikasi
menurun mana tentang nyeri
pengetahuan dan
 Berfokus pada diri bagi pasien
keyakinan tentang
sendiri menurun
nyeri
 Diaforesis  Mengetahui respon
 Identifikasi pengaruh nyeri pasien dengan
menurun
budaya terhadap pengaruh budayanya
 Perasaan depresi
respon nyeri
(tertekan) menurun  Mengetahui seberapa
 Identifikasi pengaruh besar rasa nyeri
 Perasaan takut
nyeri pada kualitas mempengarui kualitas
mengalami cedera
hidup hidup pasien
berulang menurun
 Mengetahui
 Anoreksia
 Monitor keberhasilan
keberhasilan pemberian
menurun
terapi komplementer
terapi komplementer
 Perineum terasa
yang sudah diberikan
 Mengetahui adanya
tertekan menurun
 Monitor efek samping

3
 Uterus terasa penggunaan analgetik efek samping yang
membulat menurun ditimbulkan oleh terapi
 Ketegangan otot analgetik yang
menurun diberikan
Terapeutik Terapeutik
 Pupil dilatasi
 Berikan Teknik  Mengurangi tingkat
menurun
nonfarmakologis nyeri pasien/
 Muntah menurun
untuk mengurangi mengalihkan pasien
 Mual menurun
nyeri (mis: TENS, dari rasa nyerinya
 Frekuensi nadi
hypnosis, akupresur,
membaik
terapi music,
 Pola napas
biofeedback, terapi
membaik
pijat, aromaterapi,
 Tekanan darah
Teknik imajinasi
membaik
terbimbing, kompres
 Proses berpikir
hangat/dingin, terapi
membaik
bermain)
 Fokus membaik
 Kontrol lingkungan
 Fungsi berkemih  Mengurangi resiko
yang memperberat
membaik factor yang dapat
rasa nyeri (mis: suhu
 Perilaku membaik memperberat
ruangan,
nyeri/menimbulkan
 Nafsu makan pencahayaan,
nyeri
membaik kebisingan)
 Pola tidur  Fasilitasi istirahat dan
 Mengalihkan dan
membaik tidur
memenuhi kebutuhan
istrahat pasien
 Pertimbangkan jenis
 Membuat strategi
dan sumber nyeri
meredakan nyeri yang
dalam pemilihan
disesuaikan jenis dan
strategi meredakan
sumber nyeri
nyeri
Edukasi
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
 Memberikan informasi
periode, dan pemicu

3
nyeri terkait nyeri yang
 Jelaskan strategi dirasakan pasien
meredakan nyeri  Membantu pasien
mengatasi saat rasa
 Anjurkan memonitor nyeri muncul
nyeri secara mandiri  Pasien dapat
mengetahui sendiri
karakteristik, penyebab,
lokasi saat nyeri
 Anjurkan
muncul
menggunakan
analgesik secara tepat  Penggunaan analgesik
yang tepat akan
 Ajarkan Teknik
mencegah terjadinya
farmakologis untuk
alergi dan efek samping
mengurangi nyeri
 Memudahkan pasien
untuk mengotrol nyeri
dengan cara sederhana
Kolaborasi
tanpa menggunakan
 Kolaborasi pemberian
obat-obatan
analgetik, jika perlu
Kolaborasi
 Mengurangi/
menghilangkan rasa
nyeri yang dirasakan
pasien, pemberian
analgetik sesuai
kebutuhan pasien.
Ansietas Setelah dilakukan Terapi Relaksasi Terapi Relaksasi
tindakan keperawatan (I.09326) (I.09326)
selama 2 x 24 jam, Observasi Observasi
maka tingkat ansietas  Identifikasi penurunan  Untuk mengetahui
menurun dengan pasien tingkat energy, penyebab dari
mampu : ketidakmampuan ketidakmampuan

3
 Verbalisasi berkonsentrasi, atau berkonsentrasi
kebingungan gejala lain
menurun mengganggu
 Verbalisasi kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik  Agar dapat
khawatir
relaksasi yang pernah membandingkan ke
 akibat kondisi
efektif digunakan efektifan relaksasi yang
yang dihadapi
sebelumnya pernah
menurun
digunakan dengan
 Perilaku gelisah
relaksasi yang akan
menurun
digunakan pada
 Perilaku tegang
penelitian ini
menurun
 Identifikasi kesediaan,  Menyesuaikan
 Keluhan pusing
kemampuan, dan ketersediaan dan
menurun
penggunaan teknik keterampilan dengan
 Anoreksia
sebelumnya perawat yang ada
menurun
 Palpitasi menurun
 Diaforesis  Periksa ketegangan  Untuk mengevaluasi
menurun otot, frekuensi nadi, pengaruh relaksasi
 Tremor menurun tekanan darah, dan benson apabila pasien
 Pucat menurun suhu sebelum dan memiliki ketegangan
 Konsentrasi sesudah latihan otot sebelum dan
membaik sesudah latihan
 Pola tidur  Monitor respons  Mengetahui tingkat
membaik terhadap terapi kecocokan pasien
 Frekuensi relaksasi dengan terapi relaksasi
pernapasan Terapeutik Terapeutik
membaik  Ciptakan lingkungan  Untuk memberikan
 Frekeunsi nadi tenang dan tanpa kenyamanan saat terapi
membaik gangguan dengan relaksasi dilakukan
 Tekanan darah pencahayaan dan suhu

membaik ruang nyaman, jika

 Kontak mata memungkinkan

3
membaik  Berikan informasi  Agar pasien tau
 Pola berkemih tertulis tentang mengenai teknik
membaik persiapan dan relaksasi yang akan
 Orientasi membaik prosedur teknik dipraktikkan
relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar  Untuk memberikan
kenyamanan
 Gunakan nada suara menurunkan cemas
lembut dengan irama  Untuk membantu
lambat dan berirama menurunkan
kecemasan melalui
 Gunakan relaksasi suasana
sebagai strategi  Terapi relaksasi
penunjang dengan menjadi penunjang
analgetik atau terapi lain
tindakan medis lain,
jika sesuai
Edukasi
Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan  Agar pasien jenis

jenis relaksasi yang relaksasi yang sedang

tersedia (mis, music, digunakan untuk

meditasi, napas mengatasi gangguan

dalam, relaksasi otot rasa nyaman yang

progresif) pasien alami

 Jelaskan secara rinci


 Agar pasien
intervensi relaksasi
mengetahui tekhnik
yang dipilih
terapi relaksasi yang
dilakukan
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman  Untuk memberikan
kenyamanan saat terapi
 Anjurkan sering
 Agar pasien

3
mengulangi atau mendapatkan manfaat
melatih teknik yang yang optimal dengan
dipilih melakukan relaksasi ini
 Demonstrasikan dan  Agar pasien
latih teknik relaksasi mengetahui gerakan
(mis, napas dalam, yang tepat sehingga
peregangan, atau akan mengoptimalkan
imajinasi terbimbing) maanfaat yang akan
didapat oleh pasien

C. KONSEP EBP (EVIDENCE BASE PRACTICE)


EFEKTIVITAS TERAPI OKSIGENASI NASAL KANUL TERHADAP SATURASI
OKSIGEN PADA PENYAKIT ACUTE CORONARY SYINDROME (ACS) DI
INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD ULIN BANJARMASIN.
1. Tujuan
Tujuan penelitian dari jurnal ini ialah untuk mengetahui perbedaan sebelum dan
sesudah diberikan terapi o² nasal kanul terhadap perubahan saturasi o² pada pasien
ACS.
2. Metode Studi
Metode penelitian pada jurnal ini ialah jenis penelitian quasi eksperimental dengan
rancangan One-group Pra-Post Test Design. Populasi pada penelitian ini seluruh
pasien yang menderita ACS yang di rawat di IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Teknik
pengambilan sampling dengan nonprobability sampling menggunakan purposive
sampling dan didapatkan sampel sebanyak 22 responden dengan kriteria inklusi
pasien dengan penyakit ACS dan memiliki penyakit penyerta, pasien mengalami
kekurangan oksigen kurang dari atau sama dengan 94%. Penelitian dilakukan di
ruang IGD RSUD Ulin Banjarmasin. Analisis bivariate dalam penelitian ini
menggunakan uji paired t-test, peneliti ingin mengetahui perbedaan saturasi oksigen
antara sebelum dan sesudah pemberian oksigenasi nasal kanul, dimana pemberian
oksigenasi subjek yang sama hanya saja di uji 2 kali yaitu sebelum dan sesudah
pemberian oksigenasi.
3. Hasil Diskusi Kelompok

3
Hasil diskusi kami terkait jurnal ialah sangat efektif dijadikan sebagai rujukan untuk
penanganan pasien ACS pada kondisi kegawatdaruratan. Pada jurnal dijalaskan
dalam keadaan gawat darurat pemberian terapi o² nasal kanul sangat efektif
dilakukan untuk meningkatkan suplai oksigen ke otot jantung yang bertujuan untuk
tidak bertambahnya infark diarea jantung. Pada penelitian ini ditemukan nilai p
0,000 yang artinya adanya efektifitas pemberian saturasi oksigen nasal kanul
terhadap tingkat saturasi oksigen pada pasien ACS. Penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya Hudak & Gallo (2010), Thygesen & Verdy (2012) dan
Widiyanto & Yamin (2014) bahwa dari 38 responden yang mendapatkan terapi
oksigen binasal kanul didapatkan sebanyak 32 (84.2%) responden yang mengalami
peningkatan saturasi oksigen dari hipoksia ringan menjadi normal dan sebanyak 6
(15.8%) responden tetap pada hipoksia ringan.

3
BAB III

PENUTUP

1) Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya menyerupai otot
polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom). Lapisan
jantung terdiri dari : Endokardium, Miokardium, Pericardium Ruang Jantung terbagi
atas empat ruang: Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial,
Ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup jantung terdiri
dari : Katup Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup Bikuspid, Katup Aorta.
Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner, Vena Kava Superior, Vena kava
Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri Pulmonalis.
Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya Sistem pengaturan jantung
terdapat serabut parkinje yang merupakan serabut otot jantung khusus,nodus
sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan berkas A-V. Aktivitas kelistrikan jantung  ,siklus
jantung,bunyi jantung, frekuensi jantung,curah jantung,cara kerja jantung.

2) Saran
Kita sebagai perawat sebaiknya memahami dan dapat mengaplikasikan segala sesuatu
yang terdapat dimakalah ini agar terciptanya perawat yang professional dalam
menerapkan asuhan keperawatan secara komprehensif.

3
DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, M. F. F. (2022). ASUHAN KEPERAWATAN


PERAWATAN JANTUNG PADA PASIEN ACUTE CORONARY SYNDROME
(ACS) DENGAN GANGGUAN PENURUNAN CURAH JANTUNG DI RUANG
ICCU RSUD Dr. M. YUNUS BENGKULU TAHUN 2022. –2003 ,)8.5.2017(2 ,‫הארץ‬
2005.

Fifin Prakasiwi Yuhartanti, T. S., & Erika Nurwidiyanti. (2022). TINGKAT NYERI PADA
PASIEN SINDROM KORONER AKUTTHE PAIN LEVELS IN PATIENTS WITH
ACUTE CORRONARY SYNDROME. Jurnal Keperawatan Tropis Papua, 05, 1–6.
https://jktp.jurnalpoltekkesjayapura.com/jktp/article/view/308/170

KEMENTERIAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDRAL PELAYANAN


KESEHATAN. (2022) Pentingnya Mengenal Tanda dan Gejala Sindrom Koroner Akut
(SKA). https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1513/pentingnya-mengenal-tanda-dan-
gejala-sindrom-koroner-akut-ska

Muhibbah, M., Wahid, A., Agustina, R., & Illiandri, O. (2019). Karakteristik Pasien Sindrom
Koroner Akut Pada Pasien Rawat Inap Ruang Tulip Di Rsud Ulin Banjarmasin.
Indonesian Journal for Health Sciences, 3(1), 6. https://doi.org/10.24269/ijhs.v3i1.1567

Sanjani, R. D., & Nurkusumasari, N. (2020). SINDROM KORONER AKUT Acute Coronary
Syndrome. Jurnal Kesehatan, 99, 397–409.

Dewi, N., Suryati, E., Mulyanasari, F., & Yupartini, L. (2021). Pengembangan Format
Dokumentasi Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Berbasis SDKI, SLKI, dan SIKI.
Jurnal Keperawatan Silampari, 4(2), 554-565.
https://doi.org/https://doi.org/10.31539/jks.v4i2.1817

Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta : BPPK Kemenkes
RI

Septiana, M., Halimuddin. (2017). HEMATOLOGI PADA PASIEN ACUTE CORONARY


SYNDROME. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Keperawatan, Vol 2, No 3.

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat.

3
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat.

Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat

Anda mungkin juga menyukai