Anda di halaman 1dari 27

BAGIAN KARDIOLOGI DAN REFARAT

KEDOKTERAN VASKULAR April 2021


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT : ACUTE CAORONARY SYNDROME (ACS)

DISUSUN OLEH:
Izza Urfan Al Qolbi (XC062192013)

SUPERVISOR PEMBIMBING:

dr. Aussie Fitriani Ghaznawie, Sp.JP(K )

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama / NIM : Izza Urfan Al Qolbi (XC062192013)

Judul Refarat : Acute Coronary Syndrome

Adalah benar telah menyelesaikan refarat dengan judul “Acute Coronary Syndrome” dan
telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan supervisor pembimbing dalam rangka
kepaniteraan klinik pada bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Periode 29 April – 11 April 2021.

Makassar, 5 April 2021

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing

dr. Aussie Fitriani Ghaznawie, Sp.JP(K )


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa atas berkah dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul “Acute
Coronary Syndrome” tepat pada waktunya. Referat ini disusun dalam rangka melengkapi tugas
Kepaniteraan Klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin Periode 29 Maret – 11 April 2021.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Aussie Fitriani Ghaznawie, Sp.JP(K )
selaku dokter supervisor pembimbing yang telah membimbing penulis dalam melaksanakan
kepaniteraan klinik Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular dan dalam menyusun referat ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dalam penyusunan referat ini baik isi maupun
format referat ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dalam
penyusunan referat selanjutnya.
Akhir kata penulis berharap referat ini dapat berguna bagi rekan-rekan sejawat serta seluruh
pihak yang ingin mengetahui dan mempelajari materi terkait “Acute Coronary Syndrome ”.

Makassar, 5 April 2021

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................................2
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
DAFTAR ISI.............................................................................................................................4
BAB 1 – PENDAHULUAN ....................................................................................................5
BAB 2 – TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7
2.1 DEFINISI...........................................................................................................................7
2.2 ANATOMI PEMBULUH DARAH KORONER......................................................................7
2.3 EPIDEMIOLOGI................................................................................................................8
2.4 PATOFISIOLOGI...............................................................................................................8
2.5 DIAGNOSIS.....................................................................................................................11
2.6 DIAGNOSA BANDING.....................................................................................................14
2.7 STRATIFIKASI RISIKO....................................................................................................16
2.8 TATALAKSANA...............................................................................................................18
2.8.1 Tatalaksana Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) dan infark miokard Non-elavasi
Segment T (IMA-NEST).................................................................................................19
2.8.2 Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST). .24
2.9 PROGNOSIS....................................................................................................................28
2.10 KOMPLIKASI................................................................................................................28
BAB 3 – KESIMPULAN ......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................31

Referat ACS

BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit coronary artery disease (CAD) menjadi penyebab utama kematian di seluruh
dunia. Acute Coronary Syndrome (ACS) merupakan suatu masalah kardiovaskuler yang mengacu
pada setiap kelompok gejala klinis yang kompatibel dengan iskemia miokard akut dan termasuk
unstable angina pectoris (UAP), infark miokard elevasi segmen non-ST (NSTEMI), dan elevasi
miokard segmen ST (STEMI). Menurut WHO 80% kematian global akibat penyakit jantung terjadi
pada masyarakat miskin dan menengah. Prevalensi ACS berdasarkan diagnosis dokter menurut data
Riskesdas tahun 2013 adalah sebesar 0,5% atau sekitar 883.447 pasien, sedangkan berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala adalah sebesar 1,5% atau mencapai 2.650.340 pasien mencapai
2.650.340 pasien. 1, 5
ACS terjadi karena terhentinya aliran darah koroner secara tiba-tiba sehingga aliran darah ke
miokardium terganggu. Hal ini paling banyak disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis
ditandai dengan pembentukan plak aterosklerotik akibat disfungsi endotel yang menyebabkan
terjadinya fisura, perdarahan, dan thrombosis. Keadaan tersebut menyebabkan gangguan
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen sehingga mencetuskan iskemia dan infark miokard.
Manifestasi aterosklerosis koroner berisiko tinggi ini merupakan penyebab penting penggunaan
perawatan medis darurat dan rawat inap. Penilaian yang cepat namun menyeluruh terhadap riwayat
dan temuan pasien pada pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, studi radiologis, dan tes biomarker
jantung memungkinkan diagnosis yang akurat dan membantu dalam stratifikasi risiko dini, yang
penting untuk memandu pengobatan. Pasien berisiko tinggi dengan UAP / NSTEMI sering dirawat
dengan strategi invasif dini yang melibatkan kateterisasi jantung dan revaskularisasi segera dari
miokardium yang berisiko. Hasil klinis dapat dioptimalkan dengan revaskularisasi yang
digabungkan dengan terapi medis agresif yang mencakup obat anti-iskemik, antiplatelet,
antikoagulan, dan penurun lipid. 2, 5
Faktor risiko ACS terbagi menjadi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan
faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi riwayat
penyakit jantung koroner (PJK) pada keluarga, usia (lebih dari 45 tahun), jenis kelamin (laki-laki
lebih berisiko dari pada perempuan), dan riwayat penyakit keluarga, sementara faktor risiko yang
dapat dimodifikasi meliputi hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, merokok, aktivitas
fisik kurang, obesitas, dan stres. 5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

RDTA Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah terminologi yang digunakan pada
keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. ACS
merupakan sekumpulan gejala yang diakibatkan oleh gangguan aliran darah pembuluh darah
koroner secara akut.9
Umumnya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah koroner akibat plak
aterosklerosis (90%) yang lalu mengalami robekan dan hal ini memicu terjadinya gumpalan-
gumpalan darah. Robeknya plak atheroma menyebabkan thrombosis intravaskular yang
menimbulkan ketidak-seimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard.9,10

2.2 Anatomi Pembuluh Darah Koroner

Gambar 1. Coronary Arteries11

Referat ACS
2.3 Epidemiologi
Acute Coronary Syndrome (ACS) sampai saat ini merupakan penyebab kematian utama di
seluruh dunia. Berdasarkan data yang dicatat oleh WHO, 78% kematian global akibat
jantung terjadi pada masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan data yang diolah oleh
Riskesdas tahun 2013 didapatkan prevalensi ACS di Indonesia sebesar 1,5 % atau
diperkirakan sekitar 2.650.340 orang. Penyebab ACS secara pasti belum diketahui,
meskipun demikian banyak faktor yang berperan penting terhadap timbulnya ACS. Faktor
risiko ACS terbagi menjadi dua, yaitu yang bersifat tak dapat dimodifikasi seperti usia, jenis
kelamin, dan riwayat keluarga, serta yang bersifat dapat dimodifikasi seperti hipertensi,
dislipidemia, merokok, diabetes melitus, dan obesitas. Insidensi ACS pada penderita
hipertensi adalah lebih dari lima kali daripada yang normotensi. Berdasarkan data Riskesdas
tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 25,8% dan sebagian besar (63,2%)
kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. 5

2.4 Faktor Resiko RefaratACS


Secara garis besar, faktor risiko ACS dapat dibagi menjadi :
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) :14,15
- Hipertensi
Hipertensi dapat berpengaruh terhadap jantung melalui meningkatkan beban jantung
sehingga menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan mempercepat timbulnya aterosklerosis
karena tekanan darah yang tinggi sehingga menimbulkan trauma langsung terhadap dinding
pembuluh darah arteri coronaria.
- Kolesterol
Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding
pembuluh darah arteri sehingga lumen dari pembuluh darah tersebut menyempit
(aterosklerosis). Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi
lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang
fungsinya memberikan oksigen ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya oksigen akan
menyebabkan otot jantung menjadi lemah, nyeri dada, serangan jantung bahkan kematian
mendadak.
- Merokok
Efek rokok adalah menambah beban miokard karena rangsangan oleh katekolamin dan
menurunnya konsumsi oksigen akibat inhalasi karbonmonoksida atau dengan kata lain dapat
menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah, merubah permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merubah 5-10% Hb menjadi karboksi-Hb sehingga meningkatkan risiko
terkena sindrom koroner akut.1
Menurut World Heart Federation tembakau yang dikandung dalam rokok dapat
menyebabkan penurunan kadar oksigen yang dialirkan oleh darah dan menyebabkan darah
cenderung mudah menggumpal. Gumpalan darah yang terbentuk di arteri ini dapat
menyebabkan penyakit jantung koroner dan juga stroke serta kematian mendadak.
- Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan tekanan darah, kadar trigliserida, kolesterol, resistensi
glukosa, serta penggumpalan darah. Peningkatan tekanan darah membuat pembuluh darah
rentan untuk mengalami penebalan dan penyempitan. Hal tersebut jika terjadi pada arteri
koroner akan menimbulkan penyakit jantung koroner.
- Diabetes melitus
Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami degenerasi jaringan dan
disfungsi dari endotel sehingga timbul proses penebalan membran basalis dari kapiler dan
pembuluh darah arteri koronaria sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung.
Dengan adanya resistensi glukosa, maka glukosa dalam darah akan meningkat dan hal ini
akan meningkatkan kekentalan darah. Kecenderungan untuk terjadinya aterosklerosis pun
meningkat dan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit jantung koroner.
- Aktivitas fisik kurang
Aktivitias fisik yang kurang merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner.
Pasalnya, aktivitas fisik yang kurang identik dengan obesitas. Hal ini menyebabkan otot
jantung tidak bisa bergerak dengan baik sehingga risiko penyakit jantung koroner pun
semakin meningkat.
- Stres
Keadaan stres yang cukup tinggi dapat menyebabkan meningkatnya kadar hormon
epinefrin yang merangsang naiknya tekanan darah dan denyut jantung. Keadaan ini akan
mempermudah kerusakan dinding pembuluh darah. Sehingga kerja jantung menjadi berat dan
memicu timbulnya serangan jantung.

2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (non - modifiable) :15


- Usia > 40 tahun
Usia merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner dimana penambahan usia akan
meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung koroner. Semakin tua usia maka semakin
besar timbulnya plak yang menempel di dinding dan menyebabkan gangguan aliran darah
yang melewatinya.
Faktor usia juga berhubungan dengan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan
meningkat dengan bertambahnya umur. Kandungan lemak berlebihan dalam darah pada
hiperkolesterolemia dapat menyebabkan penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh
darah sehingga pembuluh darah akan menyempit dan akibatnya tekanan darah akan
meningkat dan terjadilah penyakit jantung koroner.
- Jenis kelamin
American Heart Association (AHA) mengatakan lebih dari 1/3 perempuan dewasa
menderita salah satu bentuk penyakit kardiovaskuler terutama penyakit jantung
koroner dan jumlah kematian pada perempuan melebihi laki-laki. Tahun 2012, sekitar
56% penyebab kematian perempuan adalah penyakit kardiovaskuler dan terbanyak
adalah penyakit jantung koroner.
Mayoritas penderita ACS yaitu laki-laki sebanyak 38 orang. Hal ini sesuai dengan
pernyataan WHO yang menyatakan bahwa pasien yang terdiagnosis sindrom koroner
akut mayoritas terjadi pada laki-laki. Penelitian lain dari Indrawati et al., juga
menyebutkan bahwa penderita ACS terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 44 orang
atau 77% dari 71 responden.
- Riwayat penyakit keluarga
Berbagai survey epidemiologis telah memperlihatkan adanya predisposisi familial
terhadap penyakit jantung. Hal ini sebagian besar dapat disebabkan karena banyak
faktor risiko, misalnya seperti hipertensi. Riwayat anggota keluarga yang sedarah yang
dapat mengalami penyakit jantung koroner (PJK) sebelum usia 70 tahun merupakan
faktor risiko independent untuk terjadi PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan
terdapatnya predisposisi genetik pada keadaan ini.

2.5 Etiologi, Acute Coronary Syndrom


a) Suplai oksigen ke miokard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor:3
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, Spasme, Arteritis
2) Faktor sirkulasi : Hipotensi, Stenosis aorta, Insufisiensi
3) Faktor darah : Anemia, Hypoxemia, Polisitemia
b) Curah jantung yang meningkat : Aktifitas berlebihan, Emosi, Hypertiroidisme3
c) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada: Kerusakan miokard, Hypertropi
miokard, Hypertensi diastolik 3

2.6 Patofisiologi , ACS

SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama
dari proses aterotrombosis selain stroke iskemik serta peripheral arterial disease (PAD).
Aterotrombosis merupakan suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat komplek dan
multifaktor serta saling terkait. 4

Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. Aterosklerosis merupakan


proses pembentukan plak (plak aterosklerotik) akibat akumulasi beberapa bahan seperti lipid-
filled macrophages (foam cells), massive extracellular lipid dan plak fibrous yang
mengandung sel otot polos dan kolagen. Perkembangan terkini menjelaskan aterosklerosis
adalah suatu proses inflamasi/infeksi, dimana awalnya ditandai dengan adanya kelainan dini
pada lapisan endotel, pembentukan sel busa dan fatty streks, pembentukan fibrous cups dan
lesi lebih lanjut, dan proses pecahnya plak aterosklerotik yang tidak stabil. 4

Banyak sekali penelitian yang membuktikan bahwa inflamasi memegang peranan


penting dalam proses terjadinya aterosklerosis. Pada penyakit jantung koroner inflamasi
dimulai dari pembentukan awal plak hingga terjadinya ketidakstabilan plak yang akhirnya
mengakibatkan terjadinya ruptur plak dan trombosis pada SKA. 4

Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada plak


aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan dikatakan juga sejak
usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis lemak (fatty streaks) pada permukaan
lapis dalam pembuluh darah, dan lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi
bercak sklerosis (plak atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan
dan/atau penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi perdarahan
subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat sebagian atau keseluruhan suatu
pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul berbagai presentasi klinik seperti angina atau
infark miokard. Proses aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau
progresif. Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis yang
bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA (Gambar 1 ). 4

Gambar 1. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan Complication)


Pada Plak Aterosklerosis

10
Sedangkan trombosis merupakan proses pembentukan atau adanya darah beku yang
terdapat di dalam pembuluh darah atau kavitas jantung. Ada dua macam trombosis, yaitu
trombosis arterial (trombus putih) yang ditemukan pada arteri, dimana pada trombus tersebut
ditemukan lebih banyak platelet, dan trombosis vena (trombus merah) yang ditemukan pada
pembuluh darah vena dan mengandung lebih banyak sel darah merah dan lebih sedikit
platelet. Komponen- komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem koagulasi,
sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah. 4

Patogenesis terkini SKA menjelaskan, SKA disebabkan oleh obstruksi dan oklusi
trombotik pembuluh darah koroner, yang disebabkan oleh plak aterosklerosis yang
vulnerable mengalami erosi, fisur, atau ruptur. Penyebab utama SKA yang dipicu oleh erosi,
fisur, atau rupturnya plak aterosklerotik adalah karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik
yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan karakteristik; lipid core besar,
fibrous cups tipis, dan bahu plak (shoulder region of the plague) penuh dengan aktivitas sel-
sel inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain (Gambar 2). Tebalnya plak yang dapat dilihat
dengan persentase penyempitan pembuluh koroner pada pemeriksaan angiografi koroner
tidak berarti apa-apa selama plak tersebut dalam keadaan stabil. Dengan kata lain, risiko
terjadinya ruptur pada plak aterosklerosis bukan ditentukan oleh besarnya plak (derajat
penyempitan) tetapi oleh kerentanan (vulnerability) plak. 4

Gambar 2. Karakteristik plak yang rentan/tidak stabil (vulnerable)

Erosi, fisur, atau ruptur plak aterosklerosis (yang sudah ada dalam dinding arteri
koronaria) mengeluarkan zat vasoaktif (kolagen, inti lipid, makrofag dan tissue factor) ke
dalam aliran darah, merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin,
membentuk trombus atau proses trombosis. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan
oklusi koroner total atau subtotal. Oklusi koroner berat yang terjadi akibat erosi atau ruptur
pada plak aterosklerosis yang relatif kecil akan menyebabkan angina pektoris tidak stabil dan
tidak sampai menimbulkan kematian jaringan. Trombus biasanya transien/labil dan
menyebabkan oklusi sementara yang berlangsung antara 10–20 menit. 4

11
Bila oklusi menyebabkan kematian jaringan tetapi dapat diatasi oleh kolateral atau
lisis trombus yang cepat (spontan atau oleh tindakan trombolisis) maka akan timbul NSTEMI
(tidak merusak seluruh lapisan miokard). Trombus yang terjadi lebih persisten dan
berlangsung sampai lebih dari 1 jam. Bila oklusi menetap dan tidak dikompesasi oleh
kolateral maka keseluruhan lapisan miokard mengalami nekrosis (Q-wave infarction), atau
dikenal juga dengan STEMI. Trombus yang terbentuk bersifat fixed dan persisten yang
menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural. 4

Tabel 1 . Patogenesis Pada Berbagai Manifestasi Klinik SKA 4

ANGINA Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi atau fisur pada plak
1
PEKTORIS TIDAK aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi trombus
STABIL yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusi
sementara yang berlangsung antara 10-20 menit

NSTEMI(Non-ST Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan
2
Elevation oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam.
Myocardial Pada kurang lebih 1⁄4 pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus yang
Infarction) berlangsung lebih dari 1 jam, tetapi distal dari penyumbatan terdapat
koleteral. Trombolisis spontan, resolusi vasikonstriksi dan koleteral
memegang peranan penting dalam mencegah terjadinya STEMI

STEMI(ST Pada STEMI disrupsi plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan
3
Elevation menyebabkan terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang
Myocardial menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang
Infarction) berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis
miokard transmural

2.7 Stratifikasi risiko9

Stratifikasi resiko adalah untuk menentukan penanganan selanjutnya (konservatif atau


invasif pada SKA-EST. Stratifikasi risiko yang telah divalidasi antaranya termasuk TIMI

12
(thrombolysis in myocardial infarction) dan GRACE ( global registery of acute coronary
events). Yang ideal digunakan adalah GRACE9.
Strafikasi TIMI adalah untuk prediki kematian 30 hari dan 1 tahun pada berbagai
spektrum SKA termasuk APTS/IMA-NEST.

Parameter
Usia > 65 tahun 1
Lebih dari 3 faktor risiko 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukkan stenosis > 50 % 1
Penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir 1
Deviasi ST > 1 mm saat tiba 1
Peningkatan biomarka jantung (CK,troponin) 1
Tabel 3 : Skor TIMI9

Skor TIMI Risiko Risiko kejadian kedua


0–2 Rendah <8,3%
3–4 Menengah <19,9%
5–7 Tinggi <41%
Tabel 4 : Interpretasi Skor TIMI9

Klasifikasi GRACE ditujukan untuk mendeteksi mortalitas saat perawatan di rumah sakit dan
dalam 6 bulan setelah keluar rumah sakit.

Prediktor Skor
Usia dalam tahun
<40 0
40 – 49 18
50 – 59 36
60 – 69 55
70 – 79 73
80 – 91 91
Laju denyut jantung (kali per menit)
<70 0
70 – 89 7
90 – 109 13
110 – 149 23

13
150 – 199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80 – 99 58
100 – 119 47
120 – 139 37
140 – 159 26
160 – 199 11
>200 0
Kreatinin (umol/L)
0 – 34 2
35 – 70 5
71 – 105 8
106 – 140 11
141 – 176 14
177 – 353 23
>354 31
Gagal jantung berdasarkan klasifikasi killip
I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan biomarka jantung 15
Deviasi segmen ST 30
Tabel 5 : Skor GRACE9

Prediksi kematian di rumah sakit


Skor < 108 Risiko rendah (risiko kematian < 1 %)
109 – 140 Risiko kematian menengah (1 – 3 %)
>140 Risiko tinggi (>3 %)
Prediksi kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit
Skor <88 Risiko rendah (risiko kematian <3%)
Skor 89 – 118 Risiko menengah (3 – 8 %)

14
Skor > 118 Risiko tinggi (>8%)
Tabel 6 : Interpretasi Skor GRACE9

Klasifikasi killip merupakann klasifikasi risiko berdasarkan infikator klinis gagal jantung
debagai komplikasi dari infark miokard akut dan ditujukan untuk mempperkirakan tungkat
mortalitas dalam 30 hari.
I = Tidak terdapat gagal jantung (mortalitas 6%)
II = Terdapat gagal jantung ditandai dengan S3 dan ronkhi basah pada setengah lapangan
paru (mortalitas 17%)
III = Terdapat edema paru ditandai oleh ronkhi basah diseluruh lapangan paru (mortalitas
38%)
IV = Terdapat syok kardiogenik ditandai oleh tekanan darah sistolik <90 mmHg dan tanda
hipoperfusi jaringan (mortalitas 81%).

2.8 Tatalaksana
Tindakan umum dan langkah awal yang diberikan pada pasien dengan diagnosis kerja
kemungkinan sindroma koronari akut dengan keluhan angina di ruang gawat darurat sebelum
adanya hasil dari pemeriksaan EKG dan biomarka jantung. Tindakan yang dapat dberikan
adalah seperti9:
1. Pasien direkomendasi kan berada dalam keadaan tirah baring
2. Pada semua pasien dengan infark miokard akut elevasi ST direkomendasikan
untuk mengukur saturasi oksigen perifer , oksige direkomendasikan diberikan
pada pasien degan hipoksemia (SaO2 <90% atau PaO2 <60mmHg)
3. Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien .
4. Penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP) diberikan
- Dosis awal Tecagrelor 180mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 kali
90mg/hari kecuali pada pasien pada pasien IMA-EST yang direncanakan untuk
reperfusi menggunakan agen fibrinolitik.
- Dosis awal Clopidogrel 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 g
/hari dianjurkan pada pasien IMA-EST yang direncanakan untuk reperfusi
menggunakan agenn fibrinolitik.
5. Diberikan Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual pada pasien dengan nyeri
dada yang masih berlanngsung saat tiba di unit gawat darurat . Jika nyeri dada
tidak menghilang dengan 1 kali pemberian , dapat diulang setiap 5 menit sampai

15
maksimal 3 kali. Nitrogliserin intravena diberikan kepada pasien yang tidak
responsif terhadap 3 kali pemberian NTG sublingual. Dalam keadaan NTG tidak
tersedia dapat digunakan , isosorbid dinitrat (ISDN) sebagai pengganti.
6. Morfin sulfat 1-5mg intravena dapat diulang setiap 10-30 menit bagi pasien yang
tidak responsif terhadap 3 dosis NTG sublingual.

2.8.1 Tatalaksana Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) dan infark miokard Non-
elavasi Segment T (IMA-NEST)9

2.8.1.1 Anti iskemia


a) Penyekat Beta (Beta Blocker)
Diberikan dalam 24 jam pertama, untuk menurunkan konsumsi oksigen pada
miokardium . Direkomendasikan pada APTS dan IMA-NEST yang
terutamanya disertai hipertensi, takikardia dan disfungsi ventrikel kiri . Namun
tidak bisa diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrio ventrikuler
yang signifikan , asma bronkiale dan disfungsi akut ventrikel kiri 9.

Beta Bloker Dosis


Atenolol 50-200 mg/hari
Bisoprolol 10 mg/hari
Carvedilol 2 x 6,25 mg/hari + titrasu sampai maksimum
2 X 25 mg/hari
Metoprolol 50-200 mg/hari
Propanolol 2 x 20-80 mg/hari
Tabel 7 : Contoh obat penyekat beta9

b) Nitrat
Menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner dan menyebabkan dilatasi
vena yang mengurangkan preload dan volume akhir diastolik ventrikle kiri
yang menyebabkan konsumsi oksigen miokardium berkurang. Pasien
sebaiknya mendapat nitrat sublingual setiap 5 menit sampai maksimal 3 kali
pemberian, setelah itu dipertimbangkan pemberian nitrat intravena. Nitrat
intravena diindikasikan pada iskemia persisten, gagal jantung atau hipertensi
dalam 48 jam pertama APTS/ IMA-NEST9.

16
Nitrat Dosis
Isosorbid dinitrat (ISDN) Sublingual 2,5 – 15 mg (onset 5 menit )
Oral 15 – 80 mg/hari dibagi 2-3 dosis
Intravena 1,25 – 5mg/jam
Isosorbid 5 mononitrat Oral 2 x 20 mg/hari
Oral (lepas lambat) 120 – 240 mg/hari
Nitrogliserin (trinitrin, TNT, Tablet sublingual 0,3 – 0,6 mg – 1,5 mg
gliseril trinitrat) Intravena 5-2000 mcg/menit
Tabel 8 : Contoh obat nitrat 9

c) Penyekat kanal kalsium (Calcium Channel Blocker/CCBs)


Nifedipin dan amlodipin mempunyai efek vasodilator arteri dengan sikit atau
tanpa efek pada nodus SA dan AV. Verapamil dan diltiazem mempunyai efek
terhadap nodus SA dan AV yang menonjol dan sekaligus mempunyai efek
dilatasi arteri.

Penyekat kanal kalsium Dosis


Verapamil 180 – 240 mg/hari dibagi 2 – 3 dosis
Diltiazem 120 – 360 mg/hari dibagi 3 – 4 dosis
Nifedipin GITS (long acting) 30-90 mg/hari
Amlodipin 5 – 10 mg/hari
Tabel 9 : Contoh obat penyekat kanal kalsium9

2.8.1.2 Antiplatelet
 Aspirin diberikan kepada semua pasien yang tanpa kontraindikasi setiap hari
untuk jangka panjang.
 Penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama aspirin sesegera mungkin
dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi seperti risiko
pendarahan berlebih.
 Penghambat pompa proton diberikan bersama (DAPT) pada pasien dengan
riwayat ulkus peptikum, perdarahan saluran cerna dan yang mempunyai faktor
resiko seperti infeksi H.pylori, usia 65 tahun, serta konsumsi bersama dengan
antikogulan atau steroid.
 Tricagrelor direkkommendasikan pada pasien dengan risiko kejadian iskemik
sedang hingga tinggi . Buat pasien yang tidak bisa mendapatkan tricagrelor
direkomendasikan clopidrogrel 9

17
Antiplatelet Dosis
Aspirin Dosis loading 150 – 300 mg, dosis pemeliharaan 75 – 100
mg
Ticagrelor Dosis loading 180 mg, dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari
Clopidogrel Dosis loading 300 mg, dosis pemeliharaan 75 mg/hari
Tabel 10: contoh obat antiplatelet 9

2.8.1.3 Antikoagulan
 Antikoagulan harus ditambahkan pada terapi antiplatelet secepat mungkin ,
pemilihannya dibuat berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia dan
berdasarkan profil efiksasi-keamanan agen tersebut.
 Fondaparinux secara keseluruhan mempunyai profil keamanan berbanding
resiko yang paling baik
 Dapat diberikan enoxaparin untuk pasien dengan resiko perdarahan rendah
apabila fondaparinux tidak tersedia.
 Apabila enoxaparin dan fondaparinux tidak tersedia dapat diberikan Heparin
tidak terfraksi dengan target apTT 50 – 70 detik atau heparin berat molekul
rendah.

Antikoagulan Dosis
Fondaparinux 2,5 mg subkutan
Enoxaparin 1 mg/kg, 2x/hari subkutan
Heparin tidak terfraksi Bolus i.v 60 U/g, dosis maksimal 4000 U
Infus i.v 12 U/kg selama 24 – 48 jam dengan dosis
maksimal
1000 U/jam target apTT 11/2-2x kontrol
Tabel 11 : contoh obat antikoagulan 9

2.8.1.4 Penghambat Angiotensin converting enzyme (ACE) dan penghambat


reseptor angiotensin
Penghambat ACE berfungsi untuk mengurangi remodelling dan menurunkan angka
kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung
dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung. Penghambat reseptor angiotensin merupakan
alternatif pada pasien yang intoleran terhadap penghambat ACE9.

18
Penghambat ACE Dosis
Captopril 2 – 3 x 6,25 – 50 mg
Ramipril 2,5 – 10 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Llisinopril 2,5 – 20 mg/hari dalam 1 dosis
Enalapril 5 – 20 mg/hari dalam 1 atau 2 dosis
Tabel 12 : contoh obat penghambat ACE9

2.8.1.5 Statin
Statin diberikan pada semua penderita APTS/IMA-NEST. Terapi intensitas tinggi
hendaknya dimulai sedini mungkin.

Statin Dosis
Rosuvastatin 10 – 20 mg/hari
Atorvastatin 20 – 40 mg/hari
Tabel 13 : Contoh Obat Statin9

Rekomendasi terapi jangka panjang :


1. Aspirin 75-100 mg /hari
- Penghambat P2Y12 selama 12 bulan apabila tidak terdapat kontraindikasi atau
selama 3-6 bulan setelah implantasi DES dapat dipertimbangkan pada pasien
risiko tinggi perdarahan atau selama lebih 1 tahun setelah dinilai risiko iskemik
dan perdarahan pada pasien.
2. Statin intensitas tinggi diberikan sesegera mungkin dalam jangka panjang kecuali
apabila terdapat kontraindikasi . Pada pasien dangan LDL > 70 mg/dLmeskipun telah
mendapatkan dosis maksimal statin harus dipertimbangkan untuk menambahkan
pemberian golongan non-statin (ezetimibe).
3. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri
(LVEF<40%).
4. Penghambat ACE diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF 40% dan
yang menderita gagal jantung , diabetes, hipertensi atau PGK. Selain itu, juga
disarankan untuk mencegah berulangnya kejadian iskemik.
5. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi terhadap penghambat ACE.
6. PPI dapat diberikan pada pasien dengan risiko pendarahan saluran cerna yang tinggi
seperti pasien dengan riwayat ulkus/perdarhan saluran cerna , pasien yang memakai
OAINS atau kortikosteroid atau mempunyai 2 dari kondisi lanjut usia yang berusia

19
lebih 65 tahun , dispepsia, penyakit refluks gastroesofagus , infeksi H.pylori ,
pemakaian alkohol kronis.

Diagram 1 : tatalaksana suspek APTS dan IMA-EST

2.8.2 Tatalaksana Infark Miokard Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST)


Terapi reperfusi diindikasikan buat semua pasien dengan gejala yang diduga sebagai
IMA-EST pilhan pertama buat terapi reperfusi adalah IKP namun apabila tidak ada dapat
digunakan fibrinolitik, setelah itu pasien dikirimkan ke pusat dengan fasilitas IKP9.

2.8.2.1 IKP (Intervensi Koroner Perkutan) Primer


IKP merupakan tindakan emergensi yang dilakukan dengan balloon, stent atau ala
lainnya , yang dikerjakan pada arteri yang infark (IRA) tanpa terapi fibrinolitik lain
sebelumnya . Apabila pasien tidak mempunyai kontraindikasi terhadap terapi anti platelet
ganda (DAPT) dan kemungkinan dapat patuh terhadap pengobatan , lebih disarankan drug-
eluting stents (DES) dari pada bare metal stents (BMS).

20
IKP primer harus dikerjakan pada pasien dengan gejala yang berlangsung lebih 12
jam yang disertai EKG yang menunjukkan iskemia sedang berlangsung , nyeri yang sedang
berlangsung atau rekuren dan perubahan EKG yang dinamis serta nyeri sedang yang
berlangsung atau rekuren dengan gejala dan tanda gagal jantung , syok, atau aritmia
maligna9.
Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet
ganda (DAPT) berupa Aspirin 160-320 mg oral dan penghambat reseptor ADP sesegera yang
mungkin sebelum angiografi , disertai dengan antikoagulan intravena . Pemilihan
penghambat reseptor ADP yang dapat digunakan adalah9 :
1. Tricagrelor dengan dosis loading 180 mg , diikuti dosis pemeliharaan 90mg dua
kali sehari.
2. Clopidogrel dengan dosis loading 600 mg diikuti 75 mg per hari.
Antikoagulan intavena yang dapat digunakan adalah:
1. Heparin yang tidak terfraksi (UFH) dengan atau tanpa penghambat reseptor GP
IIb/IIIa , harus digunakan pada pasien yang tidak dapat bivalirudin atau
enoxaparin.
2. Enoxaparin intravena dengan atau tanpa penghambat reseptor GP Iib /IIIa dapat
lebih dipilih dibandingkan dengan heparin tidak terefraksi.

2.8.2.2 Terapi Fibrinolitik


Terapi fibrinolitik dapat dilakukan sebagai terapi reperfusi pada fasilitask pelayanan
kesehatan yang tidak mempunyai kemudahan IKP yang terjangkau dalam waktu yang
disarankan. Harus diberikan aspirin oral dan clopidogrel disaranka buat tambahan untuk
pemberian aspirin. Antikoagulan direkomendasikan pada pasien IMA-EST yang diobati
dengan fibrinolitik sampai revaskularisasi atau selama dirawat di rumah sakit sehingga 5
hari . Antikoagulan yang dapat digunakan adalah9:
1. Enoxaparin subkutan.
2. Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan
infus selama 3 hari .
3. Pada pasien yang mendapatkan streptokinase , fondaparinux intravena dilanjutkan
dengan dosis subkutan 24 jam kemudian.

21
Diagram 2 : tatalaksana suspek IMA-EST9

Terdapat kontraindikasi pada terapi fibrinolitik yang bersifat absolut adalah stroke
hemorrhagiik atau sroke yang penyebabnya belum diketahui , terdapat riwayat stroke dalam 6
bulan terakhir , terdapat kerusakan pada simstem saraf sentral dan neoplasma, terdapat
riwayat trauma operasi atau trauma kepala yang berat dalam 3 minggu terakhir , terdaat
riwayat pendarahan saluran cerna dalam 1 bulan terakhir , terdapat penyakit pendarahan dan
diseksi aorta. Kotraindikasi buat terapi fibrinolitik yang relatif pula merupakan pasien
mempunyai riwayat TIA dalam 6 bulan terakhir, menggunakan antikoagulann oral , pasie
hamil atau dalam 1 minggu post partum , terdapat tempat tusuka yang tidak dapat
dikompressi , resusitasi traumatik, mempunyai hipertensi refrakter , penyakit hati yang lanjut,
infeksi endokarditis dan terdapat ulkus peptikum yang aktif9.

22
2.8.2.3 Koterapi antikoagulan
Pasien yang mendapat terapi fibrinolitik sebaiknya mendapatkan terapi anntikoagulan
selama minimum 48 jam samai maksimum 8 hari . Kepada pasien yang tidak mendapatkan
terapi reperfusi juga disarankan mendapatkan terapi antikoagulan selama maksimum 8 hari.
Dapat juga digunakan strategi low molecular weight heparin (LMWH) atau fondaparinux9.

2.8.2.4 Oksigen
Pada semua pasien IMA-EST diukur saturasi oksigen perifer . Oksigen diindasikan
pada pasien dengan hipoksemia yaitu SaO2 <90% atau PaO2<60mmHg dan pada pasien
dengan edema pulmonal dengan SaO2 >90%9.

2.8.2.5 Statin
Direkommendasi memulakan pemberian statin intensitas tinggi sesegera mungkin ,
kecuali apa bila terdapat kontraindikasi atau intoleransi , dan diberikan dalam jangka panjang.
Target LDL adalah dibawah 70 mg/dl atau mengalami reduksi minimal 50% jika kadar awal
70-135 mg/dL, meskipun telah diberikan dosis statin maksimal yang dapat ditoleransi , tetapi
tetap berisiko tinggi untuk terjadinya kejadian kardiovaskuler , harus dipertimbangkan terapi
lanjutkan untuk menurunkan LDL9.

Rekomendasi terapi jangka panjang :


Dilakukan dengan tujuan meningkatkan prognosis pasien IMA-EST.
1. Mengendalikan faktor resiko boleh ubah seperti hipertensi, diabetes, kebiasaan
merokok dengan lebih ketat.
2. Diberikan Aspirin 75-100mg tanpa henti.
3. Diberikan DAPT hingga 12 bulan setelah IMA-EST
4. Penyekat beta oral diberikan buat pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel
kiri

23
Diagram 3 : Tatalaksana SKA

2.9 Prognosis
Pasien yang selamat dari serangan infark miokard yang pertama akan mengalami peningkatan
resiko untuk kejadian kardiovaskular pada masa depan. Studi menunjukkan separuh pasien
tidak mendapatkan satu atau lebih tatalaksana yang direkomendasikan saat kejadian ACS.
Secara keseluruhan , kadar mortalitas jangka pendek 30 hari setelah kejadian SKA adalah
sebanyak 2% - 3% , kadar mortalitas adalah lebih rendah pada pasien IMA-NEST dibanding
dengan IMA-EST. Kejadian kemasukan kembali kedalam rumah sakit dalam jangka waktu
30 hari sebanyak 17% hingga 25% pada kesemua jenis SKA. Peningkatan resiko kematian
mendadak meningkat setelah kejadian SKA yang terkait dengan penurunan fraksi ejeksi
(kurang dari 35%)10.

2.10 Komplikasi
Terdapat pelbagai komplikasi yang bisa terjadi dengan yang paling sering adalah
gagal jantung, diikuti dengan aritmia, syok kardiogenik, edem pulmonal dan yang terakhir
adalah kematian. Contoh pertama komplikasi pada sindrom koroner akut adalah aritmia

24
jantung yang mengancam nyawa yaitu ventrikular takikardi , ventrikular fibrilasi dan total
AV blok yang dapat menjadi maifestasi awal terjadinya SKA. Insidens aritmia ventrikel
biasanya terjadi 48 jam pertama setelah onset SKA. Seterusnya adalah komplikasi yang
merupakan gagal jantung yang biasanya disebabkan oleh kerusakan miokard tapi dapat juga
terjadi karena aritmia atau komplikasi mekanik seperti ruptur septum ventrikel atau
regurgitasi mitral iskemik. Gagal jantung pada SKA menandakan prognosis yang lebih buruk.
Syok kardiogenik pada SKA menandakan kegagalan pompa jantung berat dan hipoperfusi
dengan manifestasi klinis tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg, pulmonary wedge
pressure > 20 mmHg atau cardiac index < 1,8 L/m2. Hal ini diakibatkan oleh nekrosis
miokard yang luas. Yang terakhir adalah komplikasi mekanik yang terdiri dari dinding
ventrikel dan juga regurgitasi mitral akut. Pada ruptur dinding ventrikel akut terjadi disosiasi
aktivitas listrik jantung yang menyebabkan henti jantung dalam waktu singkat. Regurgitasi
mitral akut biasanya terjadi dalam 2-7 hari SKA. Ada 3 mekanisme terjadinya yaitu dilatasi
annulus mitral akibat dilatasi ventrikel kiri, disfungsi muskulus papilaris akibat infark
miokard inferior, ruptur dari badan atau ujung muskularis papilaris11 .

25
BAB 3

KESIMPULAN

Sindrom koroner akut adalah penyakit yang sering didapatkan pada unit kegawat
daruratan. Terdapat jalur terapi yang khas buat SKA tipe IMA-EST dengan tidakan langsung
pada pembuluh darah dan tatalaksana fibrinolitik dab IKP. Manakala IMA-NEST merupakan
tipa SKA yang lebih sering didapatkan, dan lebih didapatkan pada orang lanjut usia dang
pada yang mempunyai kormobiditas yang lebih kompleks, Penatalaksanaan pada pasien
IMA-NEST bervariasi. Namun, terapi awal bersifat manajemen anti-thrombotik dengan
mempertimbangkan kemungkinan tatalaksana IKP tergantung derajat dan waktu.
Perkembangan sensitivitas bomarka kardiak dan alat stratifikasi risiko pada masa kini
ememungkinkan penegakan diagnosis yang cepat beberapa jam setelah kejadian. Perbaikan
dalam manajemen invasif dan terapi farmakologi telah memperbaik hasil klinik jangka
pendek mahupun jangka panjang pada pasien sindrom koroner akut yang terdiri daripada 3
tipe yaitu angina pektoris tidak stabil, infark miokard akut non-elevasi segmen ST dan infark
miokard akut dengan elevasi segmen ST12.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kasron, S.KP., Ns. Buku Ajar Gangguan sistem Kardiovaskuler. Medika


Nuha.Yogyakarta, 2012.

2. KEMENKES RI, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015.

3. Moorhead, Nursing Outcomes Classification (NOC). 5th Ed. Oxford,2013.

4. Cipolle RJ, Strand LM, and Mooorley PC. Pharmaceutical Care Practice, McGraw-
Hill, 2010, p. 82-83

5. Smith JN, Negrelli JM, Manek MB, Hawes EM, Viera AJ. Diagnosis and
management of acute coronary syndrome: An evidence-based update. J Am Board
Fam Med. 2015;28(2):283–93.

6. Hamilton B, Kwakyi E, Koyfman A, Foran M. Diagnosis and management of acute


coronary syndrome. African J Emerg Med [Internet]. 2013;3(3):124–33.

7. Collet J-P, Thiele H, Barbato E, Barthélémy O, Bauersachs J, Bhatt DL, et al. 2020
ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation. Eur Heart J. 2020;1–79.

8. Kumar A, Cannon CP. Acute coronary syndromes: Diagnosis and management, part I.
Mayo Clin Proc. 2009;84(10):917–38.

9. PERKI. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Perhimpunan Dokter Spesialis


Kardiovaskular Indonesia. 2018. p. 76.

10. Switaj TL, Christensen SR, Brewer DM. Acute Coronary Syndrome: Current
Treatment. Am Fam Physician. 2017 Feb;95(4):232–40.

11. Che-Muzaini CM, Norsa’adah B. Complications of acute coronary syndrome in


young patients. Iran J Public Health. 2017;46(1):139–40.

12. Kotecha T, Rakhit RD. Acute coronary syndromes. Clin Med (Northfield Il)
[Internet]. 2016;16(6):43–8

27

Anda mungkin juga menyukai