Anda di halaman 1dari 48

INFARK MIOKARD AKUT SUJUD ZAINUR

ROSYID
DEFINISI

 Infark Miokatdium Akut (IMA)  nekrosis miokardium yg


disebabkan oleh tdk adekuatnya pasokan darah akibat
sumbatan akut pada arteri koroner.(Perki,2004)
 Sumbatan sbg besar di sebabkan oleh ruptur plak ateroma pd
arteri koroner  trombosis, vasokontriksi,reaksi inflamasi &
mikroembolisasi distal  spasme arteri koroner, emboli/
vaskulitis
TERLEPASNYA BERLANGSUNG
TERBENTUKNYA PLAKTROMBUS
FAKTOR RISIKO LAMA (30-45 AMI
ATEROSKLEROSIS
VASOSPASME MNT)

IMA juga bisa terjadi pada px yang sebelumnya terdapat aterosklerosis dan spasme A.
Coroner (kejadiannya 5%), walaupun tidak terjadi trombus
Faktor risiko yang bisa dimodifikasi
•Merokok,alkoholisme, infeksi,hipertensi,
obesitas, kurang olah raga, DM
Faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi
•Usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, ras,
kepribadian
PEMBENTUKAN TROMBUS

 Kerusakan endotel
 Menghasilkan cell adhesion molecule seperti
sitokin (interleukin -1/IL-1),tumor nekrosis
faktor alfa (TNF-alpha)
 Kemokin (monocyte chemoattractant factor
1/MCP-1; IL-8)
 Dan growth factor (platelet derived growth
factor/PDGF, basic fibroblast growth factor, /
bFGF
PEMBENTUKAN TROMBUS

 Sel inflamasi (monosit, limfosit T) masuk


kepermukaan endotel subendotel
 Monosit berdiferensiasi makrofag
 Makrofag mengambil LDL teroksidasi ( >
bersifat atherogenik)
 Kemudian membentuk sel busa
 LDL teroksidasi  kematian sel endotel
respon inflamasi
PEMBENTUKAN TROMBUS

 Terjadi respon angitensin II  gangguan


vasodilatasi mencetuskan efek protrombik
(melibatkan platelet & faktor koagulasi)
 Akibat kerusakan endotel  respon
protektif pembentukan fibrofatty dan
fibrous, plak atherosklerosis
 Plak yang terbentuk bisa menjadi tidak stabil
(vulnerable) ruptur/lepasSKA
PATOFISIOLOGI
ISKEMIA

Terjadi jiaka suplai oksigen tidak sesuai kebutuhan, hal yang


dapat menyebabkan gangguan tersebut:

Berkuranngnya suplai oksigen ke miokard


•Faktor pembuluh darah
•Faktor sirkulasi
•Faktor darah
Meningkatnya kebutuhan oksigen
•Aktifitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak
BENTUK IMA

• Perkembangan
perlahan dari
NSTEMI stenosis koroner
• Terbentuk pembuluh
darah kolateral

IMA
• Disebabkan oleh
STEMI obstruksi koroner
karena ruptur plak
NSTEMI/NON ST ELEVASI MIOKARD
INFARK
 Merupakan miokard infark yang terjadi tanpa kenaikan
segmen ST pada EKG
 Terjadi karena arterosklerosis yang terjadi bersifat lambat
 Sehingga sudah terbentuk kolateral sebelumnya
 Ditandai dengan angina tipikal, perubahan EKG, peningkatan
marka jantung
DIAGNOSIS

 Presentasi klinik
 Pemeriksaan fisik
 Elektrokardiogram
 Marka jantung
 Pemeriksaan Noninvasif
 Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner)
PRESENTASI KLINIK

 Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit


(80%)
 Angina awitan baru (de novo) 20% pasien.
 Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif
atau kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau
menjadi makin berat
 Angina pascainfark-miokard: angina yang terjadi dalam 2
minggu setelah infark miokard
ANGINA

Angina tipikal
• rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area
interskapular, bahu, atau epigastrium
• Keluhan ini dapat berlangsung intermiten/beberapa menit atau persisten (>20 menit).
• Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
• mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop.
Angina atipikal
• Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau batuk)
• Nyeri abdomen tengah atau bawah
• Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah apeks ventrikel kiri
atau pertemuan kostokondral.
• Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
• Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
• Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah
PEMERIKSAAN FISIK

 Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk


 menegakkan diagnosis banding dan mengidentifikasi
pencetus.
PERUBAHAN EKG

 Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat


disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20
menit)
 Gelombang Q yang menetap
 Nondiagnostik
 Normal
MARKA JANTUNG

 Pemeriksaan troponin I/T adalah standard baku emas dalam


diagnosis NSTEM
 Terjadi dalam waktu 2 hingga 4 jam,menetap hingga 2
minggu
 NSTEMI ditegakkan jika marka jantung meningkat sedikit
melampaui nilai normal atas (upper limit of normal, ULN)
 Tes yang negatif pada satu kali pemeriksaan awal tidak dapat
dipakai untuk menyingkirkan diagnosis infark miokard akut.
 Apabila pemeriksaan troponin tidak tersedia, pemeriksaan
CKMB dapat digunakan. CKMB akan meningkat dalam waktu 4
hingga 6 jam, mencapai puncaknya saat 12 jam, dan menetap
sampai 2 hari.
MARKA JANTUNG

Perlu diingat bahwa selain akibat STEMI dan NSTEMI,


peningkatan kadar
troponin juga dapat terjadi akibat:
 Takiaritmia atau bradiaritmia berat
 Miokarditis
 Dissecting aneurysm
 Emboli paru
 Gangguan ginjal akut atau kronik
 Stroke atau perdarahan subarakhnoid
 Penyakit kritis, terutama pada sepsis
PEMERIKSAAN NONINVASIF

 Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saatistirahat dapat


memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan
berguna untuk menentukan diagnosis banding
 Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk
menyingkirkan PJK
PEMERIKSAAN INVASIF (ANGIOGRAFI
KORONER)

 Angiografi koroner memberikan informasi mengenai


keberadaan dan tingkat keparahan PJK
 Penemuan angiografi yang khas antara lain eksentrisitas,
batas yang ireguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan
filling defect yang mengesankan adanya trombus
intrakoroner.
DIAGNOSIS BANDING

 kardiomiopati hipertrofik atau penyakit katup jantung


(stenosis dan regurgitasi katup aorta)
 Miokarditis
 Perikarditis
 Emboli paru
 Diseksi aorta.
INFARK MIOKARD DENGAN ELEVASI
SEGMEN ST/ STEMI
 Karakteristik utama Sindrom Koroner Akut Segmen ST Elevasi
adalah angina tipikal
 Dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik
untuk STEMI
 Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan
marka jantung
 Sehingga berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi
segmen ST (ST-Elevation Myocardial InfarctionSTEMI)
 Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk
STEMI dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil
pemeriksaan marka jantung tersedia.
PATOFISIOLOGI STEMI

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner


menurun secara mendadak setelah oklusi total
trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya.
Stenosis arteri koroner berat yang berkembang
secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu.
PATOFISIOLOGI STEMI

 Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika


plak aterosklerosis mengalami fisura, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan
oklusi arteri koroner.
 Plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya
lipid.
 Pada STEMI gambaran patologik klasik terdiri
dari trombus merah kaya fibrin, yang dipercaya
menjadi dasar sehingga STEMI memberi respons
terhadap terapi trombolitik.
PATOFISIOLOGI STEMI

 Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen,


ADP, serotonin, epinefrin) memicu aktivasi trombosit 
memproduksi dan melepaskan Tromboksan A2 (vasokonstriktor
lokal yang poten); memicu perubahan konformasi reseptor
glikoprotein IIb/IIa mjd reseptor dg afinitas tinggi terhadap vWF
dan fibrinogen, yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda
secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan
agregasi.
 Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan
konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian
mengonversi fibrinogen menjadi fibrin
 Arteri koroner yang terlibat ( culprit) kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombosit dan fibrin.
 Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh
oklusi arteri koroner oleh emboli koroner, abnormalitas
kongenital, spasme koroner dan berbagai penyakit inflamasi
sistemik.
GEJALA KLINIS

 Nyeri dada berlangsung >20 menit, retrosternal,


berlokasi di tengah atau dada kiri, menjalar ke
rahang, punggung, atau lengan kiri.
 Sifat nyeri: seperti tertekan benda berat,
terbakar, ditusuk-tusuk,diremas.
 Dapat disertai dg sesak napas,keringat
dingin,mual muntah,lemas,pusing,perasaan
melayang, pingsan
 Gejala muncul dg tiba-tiba dan intensitas yg
tinggi serta tidak hilang dg istirahat
kecurigaan IMA
FAKTOR RESIKO

 Merokok
 Dislipidemia
 Hipertensi
 DM
 Usia lanjut
FAKTOR PREDISPOSISI

 Obesitas (BMI>25 mg/m2)


 Obesitas abdominal
 Kebiasaan kurang aktivitas fisik
 Riwayat keluarga menderita PJK
 Faktor psikososial
 Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus
sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres
emosi atau penyakit medis atau bedah. Walaupun STEMI
dapat terjadi sepanjang hari atau malam, variasi sirkadian
dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah
bangun tidur.
DIAGNOSIS

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan


 anamnesis nyeri dada yang khas
 gambaran EKG adanya elevasi ST ≥1 mm,
minimal pada 2 sandapan yang berdampingan
(bedakan ST elevasi: Non-Ischemic – concave,
Ischemic – convex or flat)
 Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T
yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun
keputusan memberikan terapi revaskularisasi
tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim.
Ischemic ST Elevations

Non-Ischemic ST Elevations
 Pemeriksaan fisik:
 Sebagian besar cemas dan gelisah, ekstremitas pucat disertai
keringat dingin. Seperempat pasien infark anterior  manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior  hiperaktivitas
parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi)
 Pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi
jantung kedua
 Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal
yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup mitral
dan pericardial friction rub
 Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu
pertama pasca STEMI
 Pada syok kardiogenik
 Ronki basah halus
 JVP meningkat
 Edema
DIAGNOSIS

 Enzim jantung
 Creatinine -MB fraction (CK-MB)
 densitas tinggi pada sel miokardial
 meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB
 Pemeriksaan serial diperlukan
DIAGNOSIS

 Enzim jatung
 Troponin T dan I
 spesifik protein miokardial
 dikeluarkan dari miokardium yg rusak
 meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah
5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari
 sangat spesifik pada kerusakan jantung
 diperlukan pemeriksaan serial
 Pemeriksaan enzim jantung ini dilakukan segera setelah
pasien tiba di RS dan diulang 12 -24 jam kmd. Pd pasien dg
EKG dan enzim jantung normal namun klinis IMA,
pemeriksaan enzim kedua 4 -9 jam kmd
 Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis
PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset
nyeri dan menetap selama 3 -7 hari. Leukosit dapat mencapai
12.000-15.000/uL.
TATALAKSANA

 Diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada, penilaian dan


implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian
obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA .
TATALAKSANA UMUM

 Penilaian dan stabilisasi hemodinamik


 Monitoring EKG
 Oksigen. harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
 Nitrogliserin (NTG). Nitrogliserin sublingual dapat diberikan
dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan
sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen
dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai
oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah
koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral.
Tidak diberi pd pasien dengan TD sistolik <90 mmHg /
dicurigai menderita infark ventrikel kanan
 Morfin. Morfin sangat efektif mengurangi nyeri
dada dan merupakan analgesik pilihan dalam
tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis
total 20 mg.
 Aspirin. Aspirin merupakan tatalaksana dasar
pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum SKA. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325
mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral
dengan dosis 75-162 mg.
 Penyekat beta. Untuk mengurangi nyeri dada. Regimen
yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2 -5
menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 kali/menit, tekanan darah sistolik >100
mmHg, interval PR <0,24 detik dan rhonki <10 cm dari
diafragma. 15 menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan
dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam
selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
 Terapi reperfusi. Reperfusi dini akan memperpendek lama
oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan
dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien
STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventrikular yang maligna. Sasaran terapi reperfusi adalah
door-to-needle time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat
dicapai dalam 30 menit atau door-to-balloon time untuk
PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
SELEKSI STRATEGI REPERFUSI

Mempertimbangkan:
 Waktu onset gejala
 Waktu onset untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor
penting luas infark dan outcome pasien. Terapi fibrinolisis
yang diberikan dalam 3 jam pertama terkadang
menghentikan infark miokard dan secara dramatis
menurunkan angka kematian.
 Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang
mengalami infark menjadi paten, kurang lebih tergantung
pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa
laporan menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan
waktu terhadap laju mortalitas jika PCI dikerjakan
setelah 2-3 jam setelah gejala.
RISIKO STEMI

 Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam


menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. Jika estimasi mortalitas
dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien dengan syok
kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
 Risiko perdarahan
 Semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi
fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI.
Jika PCI tidak tersedia, manfaat terapi reperfusi
farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan
risiko.
 Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke
laboratorium PCI
 Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI, penelitian
menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi
farmakologis. Jika composite end point kematian, infark
miokard rekuren nonfatal atau stroke di analisis,
superioritas PCI terutama dalam hal penurunan laju
infark miokard nonfatal berulang.
FIBRINOLISIS

 Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3


(menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal), karena perfusi pada yang terkena
infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi
ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka
pendek dan panjang.
 tPA dan aktivator plasminogen spesifik fibrin lain sepeti
rPA dan TNK lebih efektif daripada streptokinase dalam
mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3
dan memperbaiki survival sedikit lebih baik.
OBAT FIBRINOLISIS

 Streptokinase (SK). Merupakan fibrinolitik nonspesifik


fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh
diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya
antibodi. Reaksi alergi sering ditemukan. Manfaat
mencakup harganya yang murah dan insidens perdarahan
intrakkkranial yang rendah.
 Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase). GUSTO-1 trial
menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15%
pada pasien yang mendapat tPA disbanding SK. Namun
harganya lebih mahal dari SK dan risiko perdarahan
intrakranial sedikit lebih tinggi.
KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

 IMA dapat memberikan komplikasi seperti aritmia


(takiaritmia, bradiaritmia), disfungsi ventrikel kiri, hipotensi,
gagal jantung, syok kardiogenik, perikarditis dan lain -lain.
 Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis
pasca IMA. Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi
ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi
Killip:
Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)

Tidak ada tanda gagal jantung


I 40-50% 6
kongestif

+ S3 dan/atau ronki basah di basal


II 30-40% 17
paru

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80


Skor risiko TIMI Faktor risiko (bobot)
Skor risiko/mortalitas
30 hari (%)
merupakan salah satu Usia 65-74 (2) atau
0(0,8) / 1(1,6)
usia >75 (3)
dari beberapa DM/HT/angina (1) 2(2,2)
stratifikasi risiko SBP<100 (3) 3(4,4)

pasien infark dengan HR >100 (2) 4(7,3)


Klasifikasi killip II-IV
ST elevasi, yakni: (2)
5(12,4)

Berat <67 kg (1) 6(16,1)


ST elevasi anterior
7(23,4)
atau LBBB (1)
Waktu ke reperfusi
8(26,8)
>4jam (1)
(skor maksimum 14
>8(35,9)
poin)

Risk score untuk STEMI

Anda mungkin juga menyukai