Anda di halaman 1dari 57

OBAT ANESTESIK LOKAL

Bagian Anestesiologi, terapi Intensif dan


Manajemen nyeri
FK UNHAS Makassar
PENDAHULUAN
• ANESTETIK LOKAL adalah suatu obat yang
dapat memblok secara reversibel transmisi suatu
impuls saraf.

• ANESTETIK LOKAL Saat banyak diteliti


sebagai Antiinflamasi
Tahun 1884  Carl Koller,
Sejarah
 Tahun 1884  Carl Koller,
seorang oftalmologist,
memperkenalkan kokain ke
dalam praktek klinik sebagai
anestetik topikal untuk pasien
glaukoma

 Tahun 1905  Einhorn


memperkenalkan prokain yang
merupakan anestetik lokal
prototipe ester

 Tahun 1943  Lofgren


memperkenalkan lidokain yang
merupakan anestetik lokal
prototipe amide
Perkembangan Anestetik lokal
SRUKTUR KIMIA

• Secara kimiawi merupakan zat kimia yang


struktur kimianya terdiri atas.3 komponen :
1. Gugusan Aromatik (Benzena)
2. Gugusan Amino
3. Rantai Intermediate
– Amide
– Ester
Komponen anestetik lokal

RANTAI R
INTERMEDIATE N
R
AROMATIK AMINO
2 GOLONGAN

ESTER AMIDE

O O
R C R C
O R’ NH R’
Ester Intermediate Chain
Amide
(-CO-) (Hydrocarbon) (-NHC-)

N H+

Lipophilic Head Hydrophilic Tail


(Benzene Ring) (Quaternary Amide)
Adopted from:Barash PG, Cullen BF, & Stoelting RK. (eds) Clinical Anesthesia 1997. J.B. Lippincott
Anestetik lokal terdiri dari 3 bagian
 Lipophilic (Hydrophobic) head atau kelompok
aromatik  merupakan cincin benzena

 Intermediate chain  merupakan rantai


penghubung hidrokarbon, dapat berupa ikatan
ester (-CO-) or amide (-HNC-) yang
menentukan klasifikasi anestetik lokal

 Hydrophilic (Lipophobic) tail  merupakan suatu


amine tersier dan acceptor proton.
Perbedaan ester dan amide

amide ester
• Intermediate chain terdiri dari • Intermediate chain terdiri dari
ikatan amide ikatan ester

• Lebih stabil dalam larutan • Tidak stabil dalam larutan

• Metabolisme oleh enzim P-450 di • Metabolisme oleh enzim


hepar melalui proses N-dealkylation pseudocholinesterase di plasma,
dan hydroxylation. kecuali kokain yang juga
dimetabolisme di hepar (N-
• Ekskresi melalui ginjal methylation).

• Reaksi alergi jarang terjadi • Metabolit larut dalam air dan


diekskresikan melalui urine.
• Reaksi alergi lebih sering terjadi.
Anestetik lokal golongan ester

procaine chloroprocaine

tetracaine
Anestetik lokal golongan amide

prilocaine
lidocaine mepivacaine

ropivacaine
bupivacaine Levo-bupivacaine
Dimana obat anestetik lokal bekerja
MEKANISME KERJA
Anestetik lokal bekerja melalui
penghambatan konduksi 
mencegah aliran ion Na+ melalui
saluran Na+.

Hal ini tidak akan mengubah


potensial membran istirahat atau
nilai ambangnya, namun
memperlambat tingkat depolarisasi.

Potensial aksi tidak bertambah


karena nilai ambangnya tidak
pernah dicapai.

Sebagai Antiinflamasi
Mekanisme molekuler yang
mendasari belum diketahui secara
pasti.
Pnyebaran Obat dan Blokade
Farmakodinamik

 Potensi anestesi lokal


 Onset
 Durasi kerja
 Perbedaan blok sensoris/motorik
Potensi anestesi lokal
 Faktor utama adalah hidrofobisitas / lipid solubility (lipophilik)
dari anestetik lokal, karena bagian hidrofobik yang akan
berikatan dengan saluran Na+.

 Faktor-faktor yang mempengaruhi potensi anestesi lokal :


ukuran, tipe dan myelinisasi serat saraf
pH (pH asam menghambat blok)
frekuensi stimulasi saraf (jalan dari anestesi lokal pada
reseptor Na diperkuat dengan pembukaan Na-Channel
yang berulang-ulang)
konsentrasi elektrolit (hipokalemi dan hiperkalsemi
menghambat blok).
Gambaran potensi,lipid solubilitas dan durasi
aksi anestetik lokal

1 = Kurang 4 = Baik
Tipe serabut saraf
Serabut saraf yang berbeda  menunjukkan perbedaan sensitivitas
terhadap anestetik lokal
PENYEBARAN OBAT & BLOKADE

 Saraf bermielin terblokade lebih cepat dibandingkan


tidak bermielin
Onset
B
C,Aδ



Recovery
PENYEBARAN OBAT & BLOKADE

Onset
Blok simpatis
(vasodilatasi perifer & suhu kulit meningkat)

Blok nyeri & Sensasi suhu

Blok proprioseptif

Blok sensasi raba dan penekanan

Blok motorik
Recovery
Onset berhubungan dengan :
 pKa  Anestesi lokal dengan pKa yang mendekati
pH fisiologis akan memiliki konsentrasi basa non
ionisasi yang lebih tinggi yang dapat melewati
membran sel saraf, dan onsetnya menjadi lebih cepat.

 Dosis  makin besar dosis anestetik lokal, maka


makin cepat onset kerjanya.

 Konsentrasi  konsentrasi anestetik lokal yang lebih


tinggi akan meningkatkan onset kerjanya.
Lipid • Potension

Solubility
pKA
Onset
Protein • Duration of action

binding
pKa Anestesi lokal
Durasi anestesi lokal
 Durasi aksi berhubungan dengan ikatan protein
plasma (α-glokoprotein asam), mungkin karena
reseptor anestesi lokal juga merupakan protein.
 Faktor farmakokinetik yang menentukan absorbsi
juga mempengaruhi durasi aksi.
 Durasi juga bergantung pada karakteristik anestetik
lokal
 Short acting: procaine, chloroprocaine
 Moderate acting: lidocaine, mepivacaine, prilocaine.
 Long acting: tetracaine, bupivacaine, etidocaine
Durasi dan efek vaskuler perifer

 Anestetik lokal menunjukkan efek bifasik pada otot


polos vaskuler.
◦ Dosis subklinis  vasokonstriksi
◦ Dosis klinis  vasodilatasi

 Efek anestetik lokal pada vaskuler bergantung pada:


1. konsentrasi
2. waktu
3. jenis vaskuler bed

 Anestetik lokal menunjukkan derajat vasodilatasi yang


berbeda (misalnya; lidocaine > mepivacaine >
prilocaine).
Efek intrinsik anestetik lokal pada vaskuler

Lidocaine Bupivacaine Mepivacaine Ropivacaine

Vasodilatasi Vasoconstriksi
Blok Sensoris dan Motorik

 Setiap anestetik lokal memiliki kemampuan blok


sensorik dan motorik yang berbeda.
 Misalnya, bupivacaine and etidocaine, kedua obat ini
merupakan lokal anestesi long acting dan poten. Namun,
bupivacaine menunjukkan derajat blok sensoris yang
lebih efektif dibandingkan motorik sedangkan etidocaine
menunjukkan derajat blok sensoris yang sama efektif
dengan motoriknya.
 Ropivacaine, juga memberikan blok sensoris yang lebih
poten dibandingkan blok motoriknya.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas
anestesi lokal

 Dosis dan volume


 Penambahan vasokonstriktor
 Tempat injeksi
 Karbonasi
 Pencampuran anestetik lokal
Vasokonstriktor
 Adanya vasokonstriktor – penambahan epinefrin – atau, yang
lebih jarang, fenilepinefrin atau norepinefrin – menyebabkan
vasokonstriksi pada tempat pemberian :
berkurangnya absorbsi
meningkatkan penyerapan neuronal
mengurangi efek samping toksik.

Efek vasokonstiktor lebih tampak pada obat aksi-pendek. Sebagai


contoh, penambahan epinefrin pada lidokain biasanya
memperpanjang lamanya anestesi setidaknya 50%, namun epinefrin
memiliki efek yang tidak signifikan bila ditambahkan pada bupivakain,
yang lama kerjanya disebabkan ikatan yang kuat terhadap protein.
Farmakokinetik
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan
oleh 3 hal :
1. Lipid/Water solubility ratio, menentukan POTENSI.
2. Protein Binding, menentukan DURATION OF
ACTION.
3. pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk
kation dan basa. pH mendekati normal makin
cepat onsetnya.
Sifat kimia dan Aplikasi Klinik
pKa
Bentuk tidak terionisasi Bentuk terionisasi

pKa= pH dimana anestetik lokal yang terionisasi dan yang tidak


terionisasi berada dalam jumlah yang sama.
Bentuk terionisasi vs tidak terionisasi

Bentuk tidak terionisasi melakukan


Bentuk terionisasi penetrasi pada membran saraf

Lapisan lemak
Kation
(bermuatan +)
Dalam larutan anestetik lokal
dalam 2 bentuk Basa
(netral)

 R Ξ NH+  R Ξ N + H+
 LAH+  LA + H+
Kation Basa

• Hanya bentuk basa yang berdifusi ke membran.


• Dalam lingkungan ASAM suatu lokal Anestesi tidak
efektif (misalnya abses, plegmon)
Farmakokinetik

Uptake Distribusi Eliminasi

• Tempat • Lipid • Metabolisme


injeksi solubility • Eliminasi
• Absorpsi • Protein
binding
Faktor yang mempengaruhi absorbsi
sistemik anestesi lokal

 Tempat penyuntikan – Tingkat absorbsi sistemik


disesuaikan dengan vaskularisasi tempat penyuntikan :
intravena > trakheal > interkostal > kaudal > paraservikal >
epidural > pleksus brakhialis > skiatik > subkutan.

 Obat anestesi lokal – Anestesi lokal yang berikatan kuat


pada jaringan lebih lambat diserap (misalnya etidokain). Obat-
obat juga memiliki keragaman dalam unsur vasodilatornya.
KECEPATAN ABSORPSI

 Bergantung pada lokasi blok regional & ajuvan


 Lokasi blok : Cepat
Intravena
Trakheal
Interkostal

absorpsi
Kaudal
Paraservikal/paravertebral
Epidural
Pleksus Brakhial
Sciatic / femoral
Subkutan Lambat
DISTRIBUSI
Distribusi tergantung pada penyerapan organ, yang mana
ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

 Perfusi jaringan – Organ dengan tingkat perfusi yang tinggi


(otak, paru-paru, hati, ginjal, dan jantung) yang berperan pada
penyerapan yang cepat (fase alfa), yang mana diikuti oleh
penyebaran kembali yang lebih lambat (fase beta) hingga jaringan
dengan perfusi sedang (otot dan usus).
 Koefisien pemisah jaringan/darah – Ikatan protein plasma
yang kuat cenderung menahan anestesi dalam darah (durasi),
sementara kelarutan yang tinggi pada lemak membantu
penyerapan jaringan( potensi).
 Massa jaringan – Otot menyediakan tempat terbesar bagi obat
anestesi karena besar massanya.
Metabolisme
Metabolisme anestesi lokal dibedakan menurut
strukturnya:

 Anestesi lokal golongan Ester umumnya


dimetabolisme oleh pseudokolinesterase
(kolinesterase plasma), kecuali kokain yang sebagian
dimetabolisme di hati.

 Anestesi lokal golongan Amide dimetabolisme oleh


enzim mikrosom di hati.
METABOLISME

PABA = p-aminobenzoic acid


METABOLISME
Perubahan farmakokinetik

 Umur
◦ Geriatrik  penurunan aliran darah
hepar dan fungsi organ
◦ Neonatus  sistem enzimatik yang
masih imatur

 Penyakit penyerta lainnya yang


mengganggu aliran darah hepar atau
fungsi metabolisme hapar.
Biotransformasi dan ekskresi
anestetik lokal
 Golongan ester
◦ Pasien yang mengalami defisiensi enzim
pseudocholinesterase  risiko toksisitas karena
perlambatan metabolisme dan akumulasi.
◦ Metabolit Procaine dan benzocaine  p-aminobenzoic
acid (PABA)  berhubungan dengan reaksi alergi.
◦ Benzocaine  menyebabkan methemoglobinemia.

 Golongan amide
◦ Kecepatan metabolisme: prilocaine> lidocaine>
mepivacaine> ropivacaine> bupivacaine.
◦ Metabolit Prilocaine  derivat o-toluidine  mengalami
akumulasi setelah diberikan dosis besar (>10 mg/kg) 
methemoglobinemia.
INTERAKSI OBAT
 Suksinilkolin dan anestesi lokal ester bergantung pada
pseudokolinesterase untuk metabolismenya. Pemberian
secara bersamaan dapat meningkatkan efek kedua obat.

 Cimetidin dan propanolol menurunkan aliran darah hati


dan klirens lidokain. Jumlah lidokain yang tinggi dalam
darah meningkatkan kemungkinan keracunan sistemik.

 Opioid (misalnya fentanyl, morfin) dan agonis α2-


adrenergik (misalnya epinefrin, klonidin) meningkatkan
efek anestesi lokal.
Toksisitas anestesi lokal
KARDIOVASKULAR
Menekan kontraktilitas miokard dan kecepatan
konduksi  bradikardi, blok jantung, dan hipotensi
yang dapat menyebabkan gagal jantung. Disritmia
jantung atau kolaps sirkulasi

RESPIRASI
Mendepresi respon ventilasi terhadap hipoksia, apneu
yang dapat terjadi akibat paralisis saraf frenikus dan
interkostal atau depresi pusat respirasi meduler

NEUROLOGI
Parestesia lidah, pusing, tinnitus, dan penglihatan kabur.
Gejala eksitasi (misalnya, kegelisahan, kebingungan,
kecemasan, ketakutan), depresi SSP, dan kejang
Gejala dan Tanda Toksisitas
Gejala dan tanda toksisitas
TOKSISITAS
Plasma Conc.
μg / ml
C.V.S depression
24

20 Respiratory arrest

16 Coma

12 Convulsion
s
Unconsciousness
8 Muscular Twitching
Visual and auditory disturbances
4 Light headed ness
Numbness of tongue
0
TOKSISITAS
TOKSISITAS
Toksisitas
DOSIS MAKSIMUM
TOKSISITAS
Kesimpulan
1. Penggunaan anestetik lokal baik tunggal maupun
kombinai sangat menguntungkan karena :
 Safe (Aman).
 Simple (mudah digunakan).
 Cheap (murah).
 Painless (pascabedah)
2. Pemilihan suatu Anastetik Lokal didasarkan pada :
 Potensinya (potency)
 Mulai kerjanya (onset time)
 Lama kerjanya (duration)
 Toksitasnya (toxicity)
3. Saat ini telah banyak diteliti dan diterima bahwa obat
anestesi lokal sebagai antiinflamasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai