Anda di halaman 1dari 6

Anestesi Lokal

Anestesi lokal umumnya digunakan secara lokal dan menghambat secara reversibel konduksi
saraf impuls sensoris dari perifer ke sistem saraf pusat (SSP). Anestesi lokal menghilangkan
sensasi dan dalam konsentrasi yang lebih tinggi menghilangkan aktivitas motoris dalam area
tubuh yang terbatas tanpa menghasilkan ketidaksadaran. Contoh senyawa anestesi lokal yang
paling luas digunakan adalah bupivacaine, lidocaine, mepivacaine, procaine, ropivacaine,
dan tetracaine. Lidocaine merupakan obat yang paling sering digunakan.

Sejarah Anestesi Lokal

Pada tahun 1884, Carl Koller, seorang ahli mata, menggunakan kokain secara topikal pada
operasi mata. Kokain didapatkan dalam bentuk ester asam benzoat yang diisolaso dari
tumbuhan koka. Pada tahun 1860, Albert Neiman membuat kokain dalam bentuk ekstrak.

Tahun 1884, kokain digunakan secara intradermal dan blok saraf fasialis, pudendal, tibialis
posterior, dan plexus brachilis.Tahun 1898, kokain digunakan untuk anestesi spinal, dan pada
1908 dikenalkan anestesi regional intravena. Penambahan epinefrin untuk memperpanjang
aksi anestetik lokal dilakukan pertama kali oleh H. Braun. Tahun 1901 muncul anestesi
epidural kaudal dan 1921 muncul anestesi epidural lumbal.

Penggolongan Anestesi Lokal

Berdasarkan struktur kimia, anestesi lokal dibagi menjadi 2 golongan, yaitu ester-amide dan
amide-amide.

a. Golongan ester amide:

Nama Obat Potensi Durasi


Prokain (Novocaine) 1 Singkat
Kokain 2 Menengah
Tetracaine (Pantocaine) 16 Panjang

b. Golongan amide-amide:

Nama Obat Potensi Durasi


Mepivakain 2 Menengah
Prilokain 3 Menengah
Lidokain 4 Menengah
Etidokain 16 Panjang
Bupivakain 16 Panjang
Ropivakain 16 Panjang
Levobupivakain 16 Panjang

Perbedaan penting antara anestesi lokal ester dan amid adalah efek samping yang
ditimbulkan dan mekanisme metabolisme metabolitnya yang mana golongan ester
kurang stabil dalam larutan (prokain, ametokain), lebih mudah dipecah oleh
kolinesterase plasma, dan waktu paruh sangat pendek sekitar 1 menit. Sedangkan
golongan amid sedikit dimetabolisme dan cenderung terakumulasi dalam plasma.
Ikatan amid dipecah menjadi N-dealkilasi dengan cara hidrolisis, terutama di hepar.
Bentuk amid lebih stabil dan larutan dapat disterilkan dengan autoklaf. Tiga macam
jenis anestesi lokal yang lazim dipakai di Indonesia yaitu prokain, lidokain, dan
bupivakain.

Pemilihan ketiga jenis anestesi tersebut dilakukan berdasarkan:

Prokain Lidokain Bupivakain


Golongan Ester-COO Amide-CNH Amide-CNH
Onset 2 menit 5 menit 15 menit
Durasi 30-45 menit 45-90 menit 2-4 jam
Metabolisme Plasma Hepar Hepar
Dosis max 12 mg/kg BB 6 mg/kg BB 2 mg/kg BB
Potensi 1 3 15
Toksisitas 1 3 10

Teknik pemberian anestesi lokal yaitu;


1. Topikal
2. Infiltrasi
3. Blok saraf
4. Blok epidural
5. Blok subdural/spinal
6. Intravena regional

Farmakokinetik
Anestesi lokal adalah basa lemah. Di dalam tubuh, obat dapat dijumpai dalam bentuk
basa tak bermuatan atau dalam bentuk kation. Bentuk yang tak bermuatan
(nonionized) penting untuk penetrasi cepat ke dalam membran biologik dan
menghasilkan efek klinis, karena anestesi lokal tidak cepat diakses dari sisi luar
membran sel. Pada kondisi asidosis di sisi penyuntikan, misalnya pada jaringan yang
terinfeksi, hanya sedikit anestesi lokal yang di non-ionisasi (tak bermuatan) sehingga
akan menurunkan kualitas anestesi lokal.

a. Absorpsi
Absorpsi sistemik anestesi lokal suntik ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lian dosis, tempat penyuntikan, ikatan obat dengan jaringan, aliran darah setempat,
penggunaan vasokonstriktor (misalnya epinefrin), dan sifat fisikokimiawi obat.
Aplikasi anestesi lokal pada daerah kaya vaskularisasi seperti mukosa trakea atau
sekitar nervus intercostralis membuat penyerapan obat lebih cepat , sehingga
kadar obat dalam darah menjadi lebih tinggi dibandingkan ketika anestesi lokal
disuntikkan ke jaringan yang perfusinya buruk, seperti tendon, dermis, atau lemak
subkutan.

Zat vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi absorpsi sistemik anestesi lokal


dari tempat penyuntikannya dengan menurukan aliran darah di daerah tersebut.
Hal ini penting untuk obat-obat yang masa kerjanya singkat atau sedang seperti
prokain, lidokain, dan mepivakain. Karena kadar anestesi lokal dalam darah
menurun hingga 30% akibat vasokonstriktor, ambilan setempat oleh neuron
meningkat karena konsentrasi anestesi lokal dalam jaringan setempat di daerah
pemberian juga meningkat sehingga efek toksik sistemik menurun sehingga
memperkecil kemungkinan toksisitas SSP.

Selain itu, dalam anestesi spinal, epinefrin bekerja langsung pada medula spinalis
untuk meningkatkan kerja serta memperpanjang anestesi spinal dengan bekerja
pada adrenoseptor alfa-2, yang menghambat pelepasan substansi P dan
menurunkan cetusan neuorn sensoris. Gabungan antara penurunan absorpsi
sistemik, peningkatan ambilan anestesi lokal oleh neuron, dan aktivasi alfa-2 oleh
epinefrin di SSP berperan penting memperpanjang efek anestesi lokal hingga
mencapai 50%. Vasokonstriktor kurang efektif memperpanjang kerja anestesi
yang lebih larut lemak dan bekerja lama (misalnya bupivakain dan ropivakain).

b. Distribusi
Anestesi lokal amida terdistribusi luas dalam tubuh setelah pemberian intravena.
Selain itu juga adanya sekuestrasi obat di tempat yang lipofilik. Setelah fase
distribusi awal yang cepat pada organ yang perfusinya tinggi seperti otak, hati,
ginjal, dan jantung, terjadi fase distribusi yang lebih lambat di otot dan saluran
cerna. Sedangkan anestesi lokal tipe ester memiliki waktu paruh plasma yang
sangat singkat, sehingga distribusinya ke jaringan belum dipelajari lebih lanjut.

c. Metabolisme dan ekskresi


Anestesi lokal ester dan amide memiliki tempat metabolisme yang berbeda. Tipe
amide diubah dalam hati sedangkan tipe ester dalam plasma, di mana keduanya
diubah menjadi metabolit yang lebih larut dalam air dan diekskresikan dalam urin.
Anestesi lokal tipe ester sangat cepat dihidrolisis dalam darah oleh
butirilkolinesterase menjadi metabolit tidak aktif sehingga memiliki waktu paruh
plasma yang sangat singkat (<1 menit).
Anestesi lokal tipe amide dihidrolisis oleh isozim mikrosomal hati sitokrom P450.
Karena metabolisme di hati, toksisitas tipe amide cenderung terjadi pada pasien
dengan penyakit hati. Contoh, waktu paruh eliminasi lidokain rerata pada pasien
normal yaitu 1,6 jam dan memanjang pada pasien dengan penyakit hari berat
sampai > 6 jam.
Penurunan pembersihan anestesi lokal oleh hati juga dipertimbangkan pada pasien
yang mengalami penurunan aliran darah ke hati. Contohnya pembersihan lidokain
oleh hati pada pasien dengan anestesi gas (yang menurunkan aliran darah ke hati)
berlangsung lebih lambat daripada pasien dengan TIVA.

Farmakodinamik
a. Mekanisme kerja
Mekanisme utama anestesi lokal yaitu blokade kanal natrium bergerbang-
tegangan. Infiltrasi anestesi lokal di sekitar saraf menyebabkan keluarnya
Ca2+ dari reseptor dan anestesi lokal menempati reseptor tersebut sehingga
terjadi blokade kanal natrium. Selanjutnya terjadi hambatan konduksi Na+ dan
depresi kecepatan induksi, sehingga tidak mencapai nilai potensial dan tidak
terjadi potensial aksi.
Ketika anestesi lokal dalam konsentrasi yang ditingkatkan secara progresif
diberikan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat,
konduksi impuls melambat, laju potensial aksi menurun, amplitudo potensial
aksi mengecil, dan kemampuan menghasilkan potensial aksi hilang. Hal ini
disebabkan semakin banyaknya anestesi lokal yang berikata pada reseptor di
kanal natrium. Selain itu, pemulihan dari blokade anestesi lokal berlangsung
10-1000 kali lebih lambat daripada pemulihan kanal dari inaktivasi normal,
akibatnya masa refrakter diperpanjang dan saraf lebih sedikit menyalurkan
impuls.
Peningkatan kalsium ekstrasel menyebabkan peningkatan potensial di
permukaan membran sehingga melawan kerja anestesi lokal. Sementara,
peningkatan kalium ekstrasel mendepolarisasi potensial membran dan
menimbulkan keadaan inakrif sehingga memperkuat efek anestesi lokal.

b. Karakteristik aktivitas struktur anestesi lokal


Semakin kecil dan lipofilik suatu anestesi lokal, semakin cepat laju
interaksinya dengan resptor kanal natrium. Lidokain, prokain, dan mepivakain
lebih larut dalam air dari pada tetrakain, bupivakain, dan ropikvakain yang
masa kerjanya lebih panjang,

c. Kerja pada saraf


Karena kerjanya pada semua saraf, kerjanya tidak terbatas pada hilangnya
sensasi nyeri namun juga adanya paralisis motorik. Selama anestesi spinal,
paralisis motorik dapat mengganggu aktivitas pernapasan dan blokade saraf
otonom dapat menimbulkan hipotensi saat berjalan. Blokade otonom residual
dapat mengganggu kandung kemih sehingga terjadi retensi urin sehingga perlu
dilakukan pemasangan kateter.
Efeknya pada saraf bergantung pada:
1. Efek diameter serabut saraf
Anestesi lokal lebih mudah menyekat serabut yang berukuran kecil karena
jarak impul listrik menjadi lebih pendek. Selain itu, saraf bermielin
cenderung diblokade terlebih dahulu sebelum saraf yang tidak bermielin
pada diameter yang sama.
2. Efek frekuensi cetusan
Blokade lebih nyata pada frekuensi depolarisasi tinggi. Serabut sensoris
memiliki laju cetusan yang tinggi dan durasi potensial aksi yang relatif
lama. Serabut motoris mencetus lebih lambat dan durasi potensial aksi
lebih singkat.
3. Efek posisi serabut dalam berkas saraf
Analgesi sensoris muncul lebih dulu di bagian proksimal dan menyebar ke
distal
4. Efek pada membran yang mudah terangasang
Efek pada membran sel otot jantung memiliki makna klinis yang besar
(antiaritmia)
Efek Anestesi Lokal pada Sistem Organ
a. Sistem Saraf Pusat
Semua anestesi lokal dapat menyebabkan kantuk, pusing, gangguan
penglihatan dan pendengaran, serta gelisah. Gejala awal toksisitas
anestesi lokal adalah baal di sekitar mulut dan lidah serta rasa logam
di mulut. Dpat juga terjadi nistagmus dan kedut oto diikuti kejang
tonik klonik yang nyata.
Kejang akibat kadar anestesi lokal berlebihan dalam darah dapat
dicegah dengan memberikan dosis efektif terkecil anestesi lokal.
Ketika diperlukan anestesi lokal dalam dosis besar, diberikan
pramedikasi benzodiazepin (diazepam atau midazolam) secara
intravena sebagai profilaksis toksisitas SSP dengan cara meningkatkan
nilai ambang kejang.
Jika terjadi kejang, hipoksemia dan asidosis harus dicegah dengan
pemberian oksigen. Hiperventilasi meningkatkan pH darah sehingga
menurunkan kalium ekstrasel sehinga natrium istirahat dan toksisitas
anestesi lokal menurun. Kejang juga dapat diobati dengan anestesi
intravena tipoental, midazolam, atau diazepam.

b. Neuotoksisitas
Jika berlebihan, semua anestesi lokal dapat menimbulkan toksisitas
langsung pada saraf

c. Sistem kardiovaskular
Anestesi lokal menyekat kanal natrium jantung sehingga menekan
aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung abnormal,
dapat menyebabkan hipotensi sistemik.

d. Efek hematologi
Pemberian prilokain dosis besar dapat menimbulkan penumpukan o-
tuloidin yang meampu mengubah hemoglobin jadi methemoglobin
yang dapat menyebabkan sianotik dan warna darah menjadi coklat.

e. Reaksi alergi

Indikasi

Tindakan anestesi lokal diindikasikan pada:

1. Setiap prosedur di mana anestesi lokal menghasilkan kondisis operasi yang


nyaman/memuaskan. Tensi tidak meningkat sehingga memperkecil terjadinya
perdarahan.
2. Penyakit paru, di mana posisi operasi yang tidak mampu terlentang (supinasi)
3. Riwayat reaksi tidak baik dengan anestesi umum (muntah, pulih terlambat)
4. Antisipasi masalah dengan rumatan jalan napas atau intubasi
5. Operasi darurat tanpa puasa adekuat

Kontra indikasi

1. Absolut:
a. Pasien menolak anestesi lokal
b. Alergi
c. Infeksi di tempat suntikan
d. Terapi antikoagulan
e. Gangguan perdarahan
f. Pemakaian adrenalin pada anestetik lokal untuk pasien dengan terapi tricyclic anti
depresants
2. Relatif:
a. Pasien kurang kooperatif
b. Pasien dengan kelainan neurologis, sebab jika terjadi eksaserbasi akan
menyalahkan teknik anestesi tersebut

Kontraindikasi anestesi spinal dan epoidural:


1. Absolut:
a. Infeksi di tempat suntikan
b. Terapi antikoagulan
c. Gangguan perdarahan
d. Hipovolemi dan syok
e. Terapi beta bloker
f. Septikemia
g. Curah jantung terbatas
h. TIK meningkat
2. Relatif:
a. Terapi MAOI
b. Penyakit neurologi aktif
c. Penyakit jantung iskemik
d. Skoliosis
e. Riwayat laminektomi

Anda mungkin juga menyukai