Anda di halaman 1dari 8

C.

FARMAKOLOGI ANESTESI

1. Obat dalam Tindakan Anestesi


a) Trias Anestesi
a. Hipnotik :
 Propofol : OOA 30 detik, DOA 5-10 menit, dosis induksi 2-
2,5mg/kgBB, maintenance 6-10 mg/kBB/jam
 Barbiturat/pentotal/tiopental : OOA 10 dekit, DOA 5-15 menit, dosis
induksi 4-5mg/kgBB, maintenance 1-3 mg/kgBB/jam, dosis sedasi 0,2-
0,4 mg/kgBB
 Ketamin : OOA 30 detik, DOA 10-20 menit, dosis induksi 1-3
mg/kgBB, IM 9-11 mg/kgBB
 Midazolam : OOA 30 detik, DOA 15-80 menit, dosis premedikasi
0,03-0,04 mg/kgBB, dosis induksi 0,02-0,04 mg/kgBB
 Diazepam : OOA sedasi 30-60 detik, OOA induksi 45 detik, DOA
sedasi 10-15 menit, DOA induksi 15-30 menit, dosis sedasi 0,04-0,2
mg/kgBB, dosis induksi 0,3-0,6 mg/kgBB
b. Muscle Relaxan :
 Depolarizing :
 Suksinilkolin : Ooa 30-60 detik, DOA <10menit
 Non-Depol
 Short Acting (Atracurium : OOA <3menit, DOA 20-35 menit,
Dosis 0,3-0,6mg/kgBB)
 Itermediet Acting (Rocuronium : OOA 45-90 detik, DOA 15-
150 menit, dosis 0,6-1 mg/kgBB)
 Long Acting (Pancuronium : OOA 1-3 menit, DOA 40-65
menit, dosis 0,04-0,1 mg/kgBB)
c. Analgetik Opioid
 Fentanyl : OOA 30 detik, DOA 30-60 menit, dosis 1-5 mcg/kgBB
 Morfin : OOA <1 menit, DOA 2-7 jam, Dosis 0,05-0,3 mg/kgBB
 Petidin : DOA 3-5 jam, dosis 1mg/kgBB
 Sufentanyl : OOA 1-3 menit, DOA 20-45 menit, dosis 10-40
mcg/kgBb
 Alfentanyl : OOA 1-2 menit, DOA 10-15 menit, dosis 30-80
mcg/kgBB

b) Obat Inhalasi
1. Halothan/fluothan
 MAC 0,72%
 Tidak berwarna, mudah menguap
 Tidak mudah terbakar/meledak
 Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
 Tidak merangsang traktus respiratorius
 Depresi nafas Þ stadium analgetik
 Menghambat salivasi
 Nadi cepat, ekskresi airmata
 Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
 Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
 Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
 Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
 Vasodilatasi pembuluh darah otak
 Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
 Meningkatkan aktivitas vagal  vagal refleks
 Pemberian berulang (1-3 bulan)  kerusakan hepar (immune-
mediated hepatitis)
 Menghambat kontraksi otot rahim
 Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme
tubuh
 Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
 cepat tidur
 Tidak merangsang saluran napas
 Salivasi tidak banyak
 Bronkhodilator  obat pilihan untuk asma bronkhiale
 Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
 Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi
yang enak
 overdosis
 Perlu obat tambahan selama anestesi
 Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
 aritmia jantung
 Sifat analgetik ringan
 Cukup mahal
 Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

2. Nitrogen Oksida (N2O)


 Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah
terbakar dan relatif tidak larut dalam darah.
 Analgesik sangat kuat setara morfin
 Hipnotik sangat lemah
 Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%.
 Bila murni N2O = depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan
anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.

3. Eter
 Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat
merangsang
 iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
 margin safety sangat luas
 murah
 analgesi sangat kuat
 sedatif dan relaksasi baik
 memenuhi trias anestesi
 Teknik sederhana

4. Enfluran
 MAC 1,7%
 Isomer isofluran
 Tidak mudah terbakar, namun berbau.
 Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak
seperti kejang (pada EEG).
 Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan
dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.

5. Isofluran
 MAC 1,2%
 Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu
kamar
 menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap
penyimpanan sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
 Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai
isofluran

6. Sevofluran
 MAC 2%
 Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga
banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup wajah pada anak dan
orang dewasa.
 tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

2. Farmakokinetik Obat Anestesi


a) Anestesi Umum
Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan
saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi
anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi
ambilan dan penyebaran anestetik. Factor tersebut menentukan
perbedaankecepatan transfer anestetik inhalasi dari paru kedalam darah serta
dari darah keotak dan jaringan lainnya. Faktor-faktor tersebut juga turut
mempengaruhi masa pemulihan anestesi setelah anestetik dihentikan.
a. Absorpsi dan distribusi
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik
sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering
dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer
anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang
adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat
anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian
konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya
dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan
gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan
campuran darah vena.
b. Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan
pembuangan obat anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang
diisap menurun. Banyaknya proses transfer obat anestetik selama waktu
pemulihan samadengan yang terjadi selama induksi.
Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan anestesi meliputi; aliran
darah paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat anestesi dalam jaringan dan
darah serta dalamnya fase gas didalam paru.

b) Anestesi Lokal
a.  Absorbsi
Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari suatu tempat suntikan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan
obat-jaringan, adanya bahan vasokontrikstor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan
vasokonstriktor seperti epineprin mengurangi penyerapan sistemik anestesi
lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah
ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang masa kerjanya singkat atau
menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivikain (tidak untuk prilokain).
Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi,
dan efek toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk
dalam darah hanya 1/3 nya saja. Kombinasi pengurangan penyerapan sistemik
dan peningkatan ambilan saraf inilah yang memungkinkan perpanjangan efek
anestesi lokal sampai 50%. Vasokonstriktor kurang efektif dalam
memperpanjang sifat anestesi obat yang mudah larut dalam lipid dan bekerja
lama (bupivukain, etidokain), mungkin karena molekulnya sangat erat terikat
dalam jaringan.
b.  Metabolisme dan ekskresi
Anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah
larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi
lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka
sedikit atau tidak sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan.
Pengasaman urin akan meningkatkan ionisasi basa tersier menjadi bentuk
bermuatan yang mudah larut dalam air, sehingga mudah diekskresikan karena
bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh
butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obat ini khas sekali
mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 m3nit untuk
prokain dan kloroprokain.
Ikatan amida dari anestesi lokal dihidrolisi oleh enzim mikrosomal hati.
Kecepatan metabolisme senyawa amida di dalam hati bervariasi bagi setiap
individu, perkiraan urutannya adalah prilokain (tercepat) > etidokain >
lidokain  > mevikain > bupivikain (terlambat). Akibatnya, toksisitas dari
anestesi lokal tipe amida ini akan meningkat pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. Sebagai contoh, waktu paruh lidokain rerata akan memanjang dari
1,8 jam pada pasien normal menjadi lebih dari 6 jam pada pasien dengan
penyakit hati yang berat.

3. Farmakodinamik Obat Anestesi


a) Anestesi umum
Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah
denganmeningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang
rangsang,akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi
seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas
neuron otak sehingga akson dan transmisisi naptik tidak bekerja. Kerja
tersebut digunakan padatransmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik
lebih sensitive dibandingkanefeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan
terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan
menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi
penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang.
Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran
neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi
langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran
membrane protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada
penelitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang
tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi
alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur
yangnyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada
obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder
pada fungsi saluran.

b) Anestesi Lokal
Onset, intensitas, dan durasi blokade saraf ditentukan oleh ukuran dan lokasi
anatomis saraf. Saluran Na+ penting pada sel otot yang bisa dieksitasi seperti
jantung. Efeknya terhadap saluran Na+ jantung adalah dasar terapi anestetika
lokal dalam terapi aritmia tertentu (biasanya yang dipakai lidokain).
Anestetika lokal umumnya kurang efektif pada jaringan yang terinfeksi
dibanding jaringan normal, karena biasanya infeksi mengakibatkan asidosis
metabolik lokal, dan menurunkan pH.

4. Obat Premedikasi Anestesi


A) Golongan Narkotika
 Analgetika sangat kuat.
 Jenisnya : petidin, fentanyl, dan morfin.
 Tujuan: mengurangi rasa nyeri saat pembedahan.
b) Golongan Sedativa & Transquilizer
 Golongan ini berfungsi sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi
mengantuk.
 Contoh : luminal dan nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer.
c) Golongan Obat Pengering
 bertujuan menurunkan sekresi kelenjar saliva, keringat, dan lendir di mulut serta
menurunkan efek parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan
risiko timbulnya refleks vagal.
 Contoh: sulfas atropine dan skopolamin.
-

Anda mungkin juga menyukai