Anda di halaman 1dari 15

LEMBAR KERJA MAHASISWA

ANESTESI LOKAL

Nama : Winaldi
NIM : 210106203
Kelas : D4 Keperawatan Anestesiologi 3B
Mata kuliah : Farmakoterapi Keperawatan Anestesiologi

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

PURWOKERTO
ANESTESI LOKAL

Anestetika lokal sangat efektif dan memblok reversibel rangsangan konduksi sepanjang akson
saraf pada kanal sodium. Secara kimiawi obat anestesi lokal dibagi dalam dua golongan besar,
yaitu golongan ester dan golongan amide. Perbedaan kimia ini direfleksikan dalam perbedaan
tempat metabolisme, dimana golongan ester terutama dimetabolisme oleh enzim pseudo-
kolinesterase di plasma sedangkan golongan amide terutama melalui degradasi enzimatis di hati.

Perbedaan ini juga berkaitan dengan besarnya kemungkinan terjadinya alergi, dimana
golongan ester turunan dari p-amino-benzoic acid memiliki frekwensi kecenderungan alergi
lebih besar. Obat anestesi lokal yang lazim dipakai di negara kita untuk golongan ester adalah
prokain, sedangkan golongan amide adalah lidokain dan bupivakain.

Mekanisme kerja obat anestesi local mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi)
dengan menghambat pengiriman ion natrium melalui gerbang ion natrium selektif pada
membrane saraf. Kegagalan permeabilitas gerbang ion natrium untuk meningkatkan perlambatan
kecepatan depolarisasi seperti ambang batas potensial tidak tercapai sehingga potensial aksi tidak
disebarkan. Obat anestesi lokal tidak mengubah potensial istirahat transmembran atau ambang
batas potensial.

Farmakokinetik obat meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Komplikasi


obat anestesi lokal yaitu efek samping lokal pada tempat suntikan dapat timbul hematom dan
abses sedangkan efek samping sistemik antara lain neurologis pada Susunan Saraf Pusat,
respirasi, kardiovaskuler, imunologi ,muskuloskeletal dan hematologi Beberapa interaksi obat
anestesi lokal antara lain pemberian bersamaan dapat meningkatkan potensi masing-masing obat.
penurunan metabolisme dari anestesi lokal serta meningkatkan potensi intoksikasi.

Durasi tindakan berkorelasi dengan potensi dan kelarutan lipid. Anestesi lokal yang
sangat larut dalam lemak memiliki durasi kerja yang lebih lama, mungkin karena mereka lebih
lambat berdifusi dari lingkungan yang kaya lipid ke aliran darah berair.

Dalam anestesi regional, anestesi lokal biasanya diterapkan di dekat tempat kerja yang
diinginkan; sehingga profil farmakokinetiknya dalam darah merupakan penentu penting
eliminasi dan toksisitas dan sangat sedikit hubungannya dengan durasi efek klinis yang
diinginkan. Kecepatan absorpsi sistemik anestesi lokal dan peningkatan konsentrasi anestesi
lokal dalam darah berhubungan dengan vaskularisasi tempat penyuntikan, dan umumnya
mengikuti urutan peringkat ini: intravena (atau intraarterial) > trakea > interkostal > paraservikal
> epidural > pleksus brakialis > siatik > subkutan.

Golongan Obat Anestesi :

 Amide-Linked Agents
Metabolisme anestetik lokal Amida oleh P-450 mikrosomal di hepar. Kecepatan
metabolisme Amida bergantung pada jenis agennya (bupivacaine ,lidocain, prilovaine,
ropivacain), tetapi secara umum lebih lambat dibadingkan hidrolisis Ester pada anestetik lokal
ester.

Penurunan fungsi hepar (misalnya pada sirosis) atau gangguan aliran darah hepar
(misalnya pada gagal jantung kongestif, konsumsi B-blocker ,atau H2-receptor blocker) akan
mengurangi kecepatan metabolisme Amida dan menyebabkan peningkatan konsentrasi dalam
darah sehingga menimbulkan risiko toksisitas sistemik yang lebih besar. Metabolit anestetik
lokal larut dalam air dipengaruhi oleh clearance pada ginjal.

1. Bupivacaine
Bupivakain adalah derivat mevicaine yang tiga kali lebih kuat dari asalnya. Nama kimia
obat ini 1-butyl-N-[2,6-dimethylphenyl] piperidine-2- carboxamide. Bupivakain memiliki
mula kerja yang cepat. Metabolisme anestetik lokal Amida oleh P-450 mikrosomal di hepar.
Kecepatan metabolisme Amida bergantung pada jenis agennya (bupivacaine ,lidocain,
prilovaine, ropivacain), tetapi secara umum lebih lambat dibadingkan hidrolisis Ester pada
anestetik lokal ester.
Penurunan fungsi hepar (misalnya pada sirosis) atau gangguan aliran darah hepar
(misalnya pada gagal jantung kongestif, konsumsi B-blocker ,atau H2-receptor blocker) akan
mengurangi kecepatan metabolisme Amida dan menyebabkan peningkatan konsentrasi dalam
darah sehingga menimbulkan risiko toksisitas sistemik yang lebih besar. Metabolit anestetik
lokal larut dalam air dipengaruhi oleh clearance pada ginjal. (5-10 menit) dengan durasi kerja
analgesia (90-150 menit).
Obat ini dipakai pertama sekali tahun 1963. Obat ini tersedia di dalam sediaan 5 mg/ml,
dengan konsentrasi 0,75% dengan 8,25 % dekstrose ataupun tanpa dekstrose serta
konsentrasi 0,5% dengan atau tanpa dekstrose. Pada tahun-tahun terakhir ini bupivakain
menjadi sering dipakai untuk operasi-operasi abdomen bagian bawah, baik yang isobarik
ataupun yang hiperbarik.

Struktur Bupivacaine :

Mekanisme Kerja Bupivacaine adalah Menghambat permeabilitas membran sel


terhadap atrium sehingga mencegah terjadinya hantaran saraf disepanjang serabut saraf.
Eliminasi bupivakain terjadi melalui hati dan paru-paru. Bupivakain memiliki daya ikat yang
tinggi terhadap protein plasma (95,6%), dan memiliki nilai pKa yang tinggi pula yaitu 8,2.
Obat ini dikenal bekerja cepat, tetapi lambat untuk tereliminasi. Obat ini dapat
menyebabkan henti jantung dikarenakan dapat berikatan dengan saluran natrium di otot jantung.
Mekanisme lain yang dapat dipercaya menyebabkan henti jantung adalah kemampuan obat ini
mengganggu konduksi antara atrium-ventrikel, depresi kontraktilitas otot jantung, dan efek yang
tidak langsung terhadap susunan saraf pusat.16 Sehingga efek depresi otot jantung menyebabkan
para klinis mencari obat alternatif yang kerjanya hampir sama atau lebih baik dari bupivakain.
Berat molekul bupivacaine adalah 342,89 g/mol.
Farmakologi bupivacaine adalah sebagai anestesi lokal golongan amida yang memiliki
efek anestesi dan analgesik lebih panjang dibandingkan obat anestesi lokal lainnya.
Farmakodinamiknya adalah Efek anestesi bupivacaine terjadi dengan menghambat konduksi
saraf dengan menurunkan permeabilitas membran saraf terhadap natrium.
Ph Bupivacaine :

Bupivacaine menimbulkan efek samping sistemik yang lebih sering dibandingkan obat
anestesi lokal lainnya, seperti lidocaine. Munculnya efek samping ini biasanya karena
peningkatan konsentrasi obat di plasma yang disebabkan oleh dosis yang terlalu tinggi, absorpsi
yang terlalu cepat, pemberian berulang, penurunan fungsi hepar, adanya kondisi asidosis yang
menyebabkan penurunan ikatan obat dengan protein, jumlah protein yang berkurang, adanya
kompetisi dengan obat lain, adanya obat yang masuk ke intravaskular, atau metabolisme yang
terlalu lambat. Efek samping ini lebih sering ditemukan pada pasien neonatus, pasien yang
mengalami asidosis atau penyakit sistemik, dan adanya obat lain yang berinteraksi dengan
bupivacaine.

2. Lidocaine
Farmakologi lidocaine adalah dengan memblokade kanal natrium, sehingga mencegah
konduksi impuls. Lidocaine memiliki bagian lipofilik (cincin aromatik) yang dihubungkan
dengan bagian hidrofilik melalui rantai amide. Bagian lipofilik ini meningkatkan potensi dan
durasi, serta mempengaruhi mekanisme kerja lidocaine. Lidocaine biasanya tersedia dalam
bentuk garam, yaitu lidocaine HCl. Selain itu, lidocaine kerap kali dikombinasikan dengan
epinefrin untuk memperpanjang durasi anestesi lokal. Berat molekul = 234,34 g/mol
Farmakodinamik lidocaine adalah melalui inhibisi kanal sodium. Pada keadaan normal,
kanal ion sodium pada membran neuron berada dalam kondisi istirahat. Ketika mendapatkan
stimulasi, kanal ion tersebut menjadi aktif. Akibatnya, sejumlah besar ion sodium masuk ke
dalam sel dan memicu depolarisasi. Peningkatan voltage membran neuron yang drastis ini
akan mengembalikan kanal ion sodium ke kondisi istirahat sehingga menyebabkan
repolarisasi.
Lidocaine akan masuk ke dalam sitoplasma dalam bentuk yang belum diubah (uncharged
form). Penetrasi ini dipelopori oleh ujung lipofilik dari lidocaine. Setelah sampai di
sitoplasma, lidocaine mengalami protonasi. Bentuk terprotonasi inilah yang akan berikatan
dengan kanal sodium dari sisi sitoplasma.
Mekanisme kerja Lidocaine dengan menghambat aktivasi kanal sodium sehingga
menstabilkan membran neuron. Akibatnya, tidak terjadi potensial aksi dan konduksi impuls
saraf menjadi terganggu.
Mekanisme kerja lidocaine bergantung pada dosis dan waktu. Semakin besar dosis yang
diberikan, maka semakin banyak kanal sodium yang terinhibisi. Efek inhibisi ini bersifat
reversibel dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Selain itu, mekanisme
kerja lidocaine juga dipengaruhi oleh pH. Jaringan yang sedang meradang memiliki pH
rendah sehingga efek lidocaine terhambat.
Afinitas lidocaine terhadap kanal ion sodium yang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan
kanal yang tidak aktif. Oleh karena itu, neuron dalam keadaan terstimulasi lebih mudah
terkena efek lidocaine.
Selain itu, neuron berdiameter kecil lebih mudah diblok oleh lidocaine. Saraf yang paling
sensitif terhadap lidocaine adalah saraf otonom, diikuti saraf C tidak bermielin yang
menghantarkan rasa sakit, saraf Aʎ bermielin yang menghantarkan rasa sakit dan temperatur,
dan yang terakhir saraf Aɣ, Aα, Aβ yang menghantarkan impuls tekanan, sentuhan,
propioseptif, dan sinyal motorik
Struktur lidocaine :

Farmakokinetik lidocaine bekerja dengan cepat dan didistribusikan berikatan dengan protein.
- Absorpsi
Absorpsi lidocaine sangat baik. Apabila diberikan secara intravena, onset kerja adalah
45-90 detik, dengan durasi 10-20 menit. Apabila digunakan secara infiltrasi pada jaringan,
onset kerja 1-5 menit. Onset kerja lidocaine jeli adalah < 5 menit dengan durasi 20-30 menit.
Onset sediaan tetes mata adalah 20 detik-5 menit dengan durasi 5-30 menit.
Absorpsi lidocaine sangat baik melalui traktus gastrointestinal, membran mukosa, kulit yang
luka, tempat injeksi, dan juga otot. Absorpsi tidak begitu baik pada kulit yang intak.
- Distribusi
Lidocaine didistribusikan berikatan dengan protein sebanyak 60–80%. Distribusi volume
lidocaine adalah 0,7–2,7 L/kg. Lidocaine dapat melewati sawar plasenta, sawar darah-otak,
dan masuk ke dalam ASI.
- Metabolisme
Lidocaine dimetabolisme secara cepat menjadi metabolit aktif monoethyl glycine
xylidine (MEGX) dan glycine xylidine (GX). Lidocaine menginhibisi enzim CYP1A2,
CYP2D6, CYP3A4.
- Eliminasi
Lidocaine sebagian besar diekskresikan melalui urine dengan <10% dalam bentuk tidak
berubah. Waktu paruh eliminasi adalah bifasik, dengan awalnya pada 7-30 menit, kemudian
1,5-2 jam.
- Resistensi
Kejadian kegagalan anestesi adalah 4–13%. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh
teknik yang salah, dosis obat yang kurang, atau resistensi terhadap anestesi lokal. Resistensi
didefinisikan sebagai efek analgesik yang tidak adekuat meskipun teknik dan dosis yang
digunakan sudah tepat. Beberapa laporan kasus menyatakan tidak tercapainya efek anestesi
sensorik atau motorik pada pasien yang menjalani anestesi spinal dengan lidocaine. Namun,
pasien-pasien tersebut merespons anestesi lidocaine dengan teknik infiltrasi. Fenomena ini
disebut sebagai resistensi relatif terhadap lidocaine.
Mekanisme terjadinya resistensi anestesi lokal masih belum jelas. Diperkirakan resistensi
ini berhubungan dengan genetik. Jika ayah yang mengalami resistensi anestesi lokal, anaknya
dapat mengalami hal serupa.  Selain itu, penyakit genetik seperti sindrom Ehler-Danlos tipe
III juga dilaporkan berhubungan dengan efek anestesi lokal yang tidak adekuat. Suatu
penelitian yang melibatkan delapan subyek dengan sindrom Ehler-Danlos tipe III
menyatakan bahwa subjek memiliki durasi analgesik yang lebih singkat dibandingkan
populasi normal. Hal ini diperkirakan terjadi akibat keabnormalan jaringan ikat longgar di
sekitar pembuluh darah superfisial.
Mutasi pada kanal ion sodium merupakan salah satu hipotesis yang saat ini dipercaya
menyebabkan resistensi anestesi lokal. Meskipun demikian, belum ada penelitian yang
berhasil menggambarkan hubungan keduanya dengan jelas. Variasi pada kanal ion sodium
juga dapat menyebabkan beberapa orang membutuhkan waktu lebih lama untuk
mendapatkan efek anestesi.
Efek lidocaine :
Beberapa efek samping yang mungkin timbul setelah menggunakan lidocaine adalah: Mual,
muntah, atau konstipasi. Pusing. Kesemutan.
Lidokain (dengan atau tanpa epinefrin) yang ditambahkan sodium bikarbonat sebagai
larutan penyangga sampai mencapai pH 7.0 7.4 telah dibuktikan lebih tidak menimbulkan
nyeri dibandingkan yang tidak ditambahkan larutan penyangga, atau, beberapa dokter baru
mencampur epinefrin dan lidokain pada saat akan digunakan (Burns et al, 2005).
3. Prilocaine
Prilocaine adalah obat bius yang digunakan untuk mencegah rasa sakit akibat prosedur
medis tertentu. Mekanisme kerja Prilocaine dengan cara menghambat hantaran impuls
saraf sehingga mencegah rasa sakit muncul.
Prilocaine akan menyebabkan mati rasa pada bagian tubuh tertentu. Obat ini akan
digunakan sebelum perawatan gigi atau cabut gigi, pengambilan darah, cangkok kulit, atau
bedah kulit menggunakan laser. Prilocaine tersedia dalam bentuk suntik dan krim yang
dioleskan di kulit. Untuk bentuk krim, prilocaine sering ditemukan dalam bentuk kombinasi
dengan lidocaine. Berat molekul prilocaine : 220.31 g/mol
Efek Samping dan Bahaya Prilocaine :
Pada beberapa kasus, prilocaine krim bisa menimbulkan efek samping di area yang
diolesi, seperti: Rasa terbakar, Memar, Ruam dan kemerahan, Gatal dan bengkak’ Perubahan
warna kulit. Selain itu, prilocaine krim juga bisa menyebabkan penglihatan kabur, telinga
berdenging, dan pusing.
Sementara itu, efek samping yang mungkin timbul akibat penggunaan prilocaine suntik
antara lain: Sakit perut, Sakit kepala, Sulit menelan, Gangguan pernapasan, Gangguan irama
jantung, Gangguan keseimbangan, Mati rasa di area mulut, Telinga berdenging, Hilang
pendengaran, Penglihatan kabur, Depresi, Tremor, Kejang, Pingsan.
Struktur Prilocaine :

4. Ropivacain
Ropivacaine adalah anestesi atau obat bius yang menghambat impuls saraf yang
mengirim sinyal rasa nyeri ke otak Anda. Ropivacaine digunakan sebagai anestesi lokal
untuk spinal block, atau juga disebut epidural. Obat ini digunakan untuk untuk anestesi bedah
(blok epidural untuk operasi termasuk operasi caesar, blok saraf perifer & anestesi infiltrasi).
Penatalaksanaan nyeri akut (infus epidural kontinu atau pemberian bolus intermiten,
misalnya nyeri pasca operasi atau persalinan; blok saraf tepi & anestesi infiltrasi).
Mekanisme kerja ropivacaine merupakan anestesi lokal tipe amida kerja panjang dengan
efek anestesi dan analgesik. Pada dosis tinggi menghasilkan anestesi bedah, sedangkan pada
dosis rendah menghasilkan blok sensoris (pereda nyeri) dengan blok motorik terbatas dan
tidak progresif. Ropivacaine seperti anestesi lokal lainnya, menyebabkan blokade propagasi
impuls yang dapat dibalik sepanjang serabut saraf dengan mencegah pergerakan ion natrium
ke dalam melalui membran sel serabut saraf. Berat molekul : 274.4 mg/mol
Struktur Ropivacaine :

Efek samping penggunaan Naropin yang mungkin terjadi adalah:

Hipotensi, Mual, Parestesia (kesemutan), Pusing, Bradikardia, Takikardia, Hipertensi, Muntah,


Retensi urin, Kekakuan, Nyeri, Insomnia dan Oliguria (pengeluaran urin < 1 ml/kg/jam)
 Ester –Linked Agents
1. Amethocaine
Farmakologi tetracaine sebagai obat anestesi lokal tipe ester dan farmakokinetiknya
terdiri dari aspek absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi. Tetes mata tetracaine
hidroklorida 0,5% sudah digunakan sejak 45 tahun lalu sebagai obat anestesi topikal untuk mata.
Tetracaine hidroklorida berbentuk bubuk halus, berwarna putih, seperti kristal, tidak berbau
dengan berat molekul 300,82 g/mol. Obat ini merupakan obat anestesi lokal tipe ester dan turunan
asam aminobenzoik. Tetes mata tetracaine hidroklorida 0,5% (setara 0,44% tetracaine) memiliki
pH 3,7-5,5. Selain mengandung bahan aktif tetracaine hidroklorida, tetes mata ini juga
mengandung natrium klorida, natrium asetat trihidrat, asam asetat, dan air sebagai bahan tidak
aktif.
Efek samping tetracaine berupa pada mata, sistem kardiovaskular, sistem imun, infeksi,
sistem saraf, dan sistem pernapasan. Interaksi obat tetracaine yang paling perlu
diwaspadai adalah peningkatan risiko methemoglobinemia.

Struktur Amethocaine :

2. Benzocaine

Benzocaine adalah obat anestesi atau bius lokal yang berbentuk obat kumur, gel,
salep, dan bubuk. Cara kerja benzocaine adalah dengan menghambat sinyal saraf di
dalam tubuh. Berat molekul : 165.19 g/mol.

Struktur Benzocaine :

Efek samping umum yang mungkin terjadi dari penggunaan benzocaine, antara lain:
 Rasa perih ringan, terbakar, atau gatal di tempat obat dioleskan
 Nyeri atau kulit kemerahan
 Serpihan putih kering pada tempat obat dioleskan.

3. Cocaine
Kokain bekerja pada transpor presinaps yang berhubungan dengan ambilan
neurotransmiter. Kokain bekerja sebagai inhibitor reuptake yang bekerja
memblokade reuptake oleh transporter sehingga menyebabkan lebih banyak
neurotransmiter yang bertahan di sinaps. Berat molekul : 339.81 g/mol. Amfetamin
bekerja dengan cara melepaskan kembali neurotransmiter yang sudah di-reuptake melalui
transporter. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi
neurotransmiter seperti dopamin, serotonin, dan norepinephrine.
Peningkatan Dopamin
Dopamin bekerja pada ventral tegmental sentral (ventral tegmental area/VTA)
hingga ke korteks prefrontal dan daerah limbik, nucleus accumbens  serta ventral
pallidum. Penelitian pada hewan coba menemukan bahwa pemberian kokain dan
amfetamin meningkatkan konsentrasi dopamin ekstraseluler secara temporer. Manifestasi
klinis berupa perubahan perilaku pada hewan coba dipengaruhi oleh afinitas substansi
pada transporter dopamin.
Pada percobaan yang dilakukan pada hewan coba yang dilakukan rekayasa
genetik sehingga terjadi perubahan transporter dopamin, ditemukan bahwa pemberian
kokain tidak menunjukkan gejala klinis. Pemberian kokain juga tidak ditemukan
memberikan gejala pada tikus tanpa reseptor dopamin D1. Studi pencitraan pada manusia
dengan PET Scan menemukan bahwa pada pemberian psikostimulan akut terjadi
peningkatan dopamin pada striatum dorsal.

Peningkatan Neurotransmiter Lainnya


Substansi golongan psikostimulan juga meningkatkan aktivitas serotonin dan
norepinephrine. Peningkatan serotonin dapat mempengaruhi perubahan perilaku, namun
tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Glutamat mungkin berperan penting
dalam relaps penyalahgunaan kokain dan amfetamin. Kokain dan amfetamin juga
meningkatkan asetilkolin di otak.
Efek Akut Amphetamine and Cocaine Use Disorder
Pada kondisi akut, penggunaan stimulan akan menyebabkan pelepasan
neurotransmiter secara cepat. Kondisi ini akan menyebabkan euforia, peningkatan energi
dan libido, menurunkan rasa lelah dan nafsu makan. Kondisi ini juga akan menyebabkan
peningkatan kepercayaan diri dan kewaspadaan. Pada pasien juga dapat ditemukan
takikardia dan peningkatan tekanan darah sebagai akibat dari efek adrenergik.

Efek Kronis Amphetamine and Cocaine Use Disorder


Pada penggunaan fase kronis terdapat siklus yang dikenal sebagai siklus binge-
abstinence (menggunakan-berpantang) yang bergantung pada pemakaian oleh pengguna.
Siklus penggunaan ini menyebabkan desensitisasi sehingga menyebabkan kebutuhan
dosis yang lebih tinggi. Penggunaan dosis yang meningkat dapat menyebabkan gejala
psikotik berupa paranoia, delusi dan halusinasi.

Strukur Cocaine :
DAFTAR PUSTAKA

The Pharmacological Basis of Therapeutics, ed L. L. Brunton, McGraw-Hill, New York,


2015.

Krikava I, Jarkovsky J, Stourac P, Novakova M, Sevcik P. The Effects of Lidocaine on


Bupivacaine-Induced Cardiotoxicity in the Isolated Rate Heart. Physiol. Res. 2010; 59
(Suppl. 1):65-9.

Brunton LL, Knollmann BC, Hilal-Dandan R, eds. Goodman and Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 13th ed. New York, NY: McGraw- Hill; 2018.

Cousins MJ, Carr DB, Horlocker TT, Bridenbaugh PO, eds. Cousins & Bridenbaugh’s
Neural Blockade in Clinical Anesthesia and Pain Medicine. 4th ed. Philadelphia, PA:
Lippincott, Williams & Wilkins; 2009. El-Boghdadly K, Chin KJ. Local anesthetic
systemic toxicity: Continuing professional development. Can J Anaesth. 2016;63:330.

J.R. Hume, A.O. Grant, in Basic & Clinical Pharmacology, ed B. G. Katzung, A. J. Trevor,
McGraw-Hill, New York, 2015, pp. 224-247

D. E. Hilleman, S. M. Mohiiuddin, A. N. Moss, C. B. Hunter, C. J. Destache, M. H. Sketch.


Annal Pharmaco, 1999; 26: 763-766

El-Boghdadly K, Chin KJ. Local anesthetic systemic toxicity: Continuing professional


development. Can J Anaesth. 2016;63:330.

K. Drasner, in Basic & Clinical Pharmacology, ed B. G. Katzung, A. J. Trevor, McGraw-


Hill, New York, 2015, pp. 224-247

Shahwan MA,.Prospective comparison between buffered 1% lidocaineepinephrine and


skin cooling in reducing the pain of local anesthetic in ltration. Dermatologic Surgery.
2012; 38:16549

Canadian Institute of Health Research. Lidocaine.

https://www.drugbank.ca/drugs/DB00281, 2017

Medscape. Lidocaine anesthetic. https://reference.medscape.com/drug/xylocaine-zingo-


lidocaine-anesthetic-343363#5
Becker DE, Reed KL. Local anesthetics: review of pharmacological considerations. Anesth
Prog. 2012 Summer; 59(2): 90-102.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3403589/

MIMS. Lidocaine.

http://www.mims.com/indonesia/drug/info/lidocaine/?type=brief&mtype=generic

Harris J. Tetracaine Hydrochloride Ophthalmic Solution 0.5%. Clinical review. FDA. USA
Center for Drug Evaluation and Research. 2015.

https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/nda/2016/208135Orig1s000MedR.pdf

Tetracaine. Medscape. 2021.

https://reference.medscape.com/drug/pontocaine-tetcaine-tetracaine-343373

Anda mungkin juga menyukai