Anda di halaman 1dari 5

Farmakokinetik

Karena anestesi lokal biasanyadiinjeksikan atau diaplikasikan sangatdekat dengan lokasi kerja
makafarmako kinetik dari obat umumnya lebih dipentingkan tentang eliminasi dantoksisitas obat
dibanding dengan efekklinis yang diharapkan.

A. Absorpsi

Sebagian besar membran mukosa memiliki barier yang lemah terhadap penetrasi anestesi lokal,
sehingga menyebabkan onset kerja yang cepat. Kulit yang utuh membutuhkan anestesi lokal larut-lemak
dengan konsentrasi tinggi untuk menghasilkan efek analgesia. Absorpsi sitemik dari anestesi lokal yang
diinjeksi bergantung pada aliran darah,yang ditentukan dari beberapa faktor di bawah ini.

1. Lokasi injeksi — laju absorpsi sistemik proporsional dengan vaskularisasi lokasi injeksi
:intravena > trakeal > intercostal >caudal > paraservikal > epidural > pleksus brakhialis >
ischiadikus >subkutaneus.

2. Adanya vasokonstriksi — penambahan epinefrin — atau yanglebih jarang fenilefrin —


menyebabkan vasokonstriksi padatempat pemberian anestesi. Sebabkan penurunan absorpsi
dan peningkatan pengambilan neuronal, sehingga meningkatkan kualitas analgesia,
memperpanjang durasi, dan meminimalkan efektoksik. Efek vasokonstriksi yang digunakan
biasanya dari obat yang memiliki masa kerja pendek. Epinefrin juga dapat meningkatkan
kualitas analgesia dan memperlama kerja lewat aktivitasnya terhadap resptor adrenergik α2.

3. Agen anestesi local — anestesilokal yang terikat kuat dengan jaringan lebih lambat terjadi
absorpsi. Dan agen ini bervariasi dalam vasodilator intrinsik yang dimilikinya.

B. DISTRIBUSI

Distribusi tergantung dari ambilan organ,yang ditentukan oleh faktor-faktor di bawah ini

1. Perfusi jaringan-organ dengan perfusi jaringan yang tinggi (otak, paru, hepar, ginjal, dan
jantung) bertanggung jawab terhadap ambilan awal yang cepat (fase α), yang diikuti
redistribusi yang lebih lambat (fase β) sampai perfusi jaringan moderat (otot dan
salurancerna).

2. Koefisien partisi jaringan/darah-ikatan protein plasma yang kuat cenderung mempertahankan


obat anestesi di dalam darah, dimana kelarutan lemak yang tinggi memfasilitasi ambilan
jaringan.

3. Massa jaringan — otot merupakan reservoar paling besar untuk anestesi lokal karena massa
dari otot yang besar.
C. METABOLISME DAN EKSKRESI

Metabolisme dan ekskresi dari lokalanestesi dibedakan berdasarkan strukturnya :

1. Ester-anestesi lokal

ester dominan dimetabolisme oleh pseudokolinesterase (kolinesterase palsma atau butyryl


cholinesterase). Hidrolisaester sangat cepat, dan metabolitnya yang larut-air diekskresikan ke
dalam urin. Procaine dan benzocaine dimetabolisme menjadi asam p-aminobenzoiz (PABA),
yang dikaitkan dengan reaksi alergi. Pasien yang secara genetic memiliki pseudokolinesterase
yang abnormal memiliki resiko intoksikasi, karena metabolism dari ester yang menjadi lambat.

2. Amida-anestesi lokal

Amida dimetabolisme (N-dealkilasi dan hidroksilasi) oleh enzim mikrosomal P-450 di hepar.
Laju metabolisme amida tergantung dari agent yang spesifik (prilocine > lidocaine
>mepivacaine > ropivacaine > bupivacaine), namun secara keseluruhan jauh lebih lambat dari
hidrolisis ester. Penurunan fungsi hepar (misal pada sirosis hepatis) atau gangguan aliran
Darah ke hepar (misal gagal jantung kongestif, vasopresor,atau blokade reseptor H2) akan
menurunkan laju metabolism dan merupakan predisposisi terjadi intoksikasi sistemik. Sangat
sedikit obat yang diekskresikan tetap oleh ginjal, walaupun metabolitnya bergantung pada
bersihan ginjal.

EFEK SAMPING
E!ek samping yang serius adalah hipersensitasI, yang kadang-kadang pada dosis rendah sudah
dapat mengakibatkan kolaps dan kematian. EFek samping yang harus dipertimbangkan pula
adalah reaksi alergiterhadap kombinasi prokain penisilin. Berlainan dengan kokain, zat ini tidak
mengakibatkan adikasi.
TOKSISITAS
Efek toksik yang dikaitkan dengan anestetik lokal biasanya dihasilkan oleh kadar
plasma yang sangat tinggi; pemberian tunggal lidokain topikal biasanya tidak
menimbulkan efek samping sistemik. Efek pada awalnya meliputi perasaan mabuk
dan tak bisa berpikir dengan jelas diikuti dengan sedasi, paraestesia di sekitar
mulut, dan kedutan (twitching); konvulsi dapat timbul pada reaksi yang berat. Pada
injeksi intravena, konvulsi dan kolaps kardiovaskuler cepat timbul. Reaksi
hipersensitivitas timbul terutama dengan anestetik lokal tipe ester
seperti ametokain, benzokain, kokain, dan prokain; reaksi lebih jarang timbul
dengan tipe amida seperti lignokain, bupivakain, prilokain, dan ropivakain.
Jika dibutuhkan analgesik yang lebih lama, gunakan anestetik lokal kerja panjang
untuk meminimalisir kemungkinan toksisitas kumulatif sistemik. Anestetik lokal
sebaiknya disuntikkan secara perlahan untuk mencegah kesalahan penyuntikan
intravaskular. Anestetik lokal tidak boleh disuntikkan pada jaringan yang meradang
atau terinfeksi, juga tidak boleh diberikan pada trauma uretra. Pada kasus seperti
ini, absorpsi ke dalam darah dapat meningkat hingga efek samping sistemik. Efek
dari anestetik lokal juga dipengaruhi oleh perubahan pH lokal.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mula dan Masa Kerja Anestetikum
Lokal
1. Nilai pH Jaringan

Faktor yang paling penting mempengaruhi mula kerja anestetikum lokal adalah pH
jaringan dan pKa bahan anestetikum lokal. Nilai pH mungkin menurun pada suasana
infeksi, yang menyebabkan efek anestesi menjadi lambat atau bahkan tidak terjadi
langsung.

Anestetikum lokal dipasarkan dalam bentuk garam yang mudah larut dalam air,
biasanya garam hidroklorid dan merupakan basa lemah. Larutan garam bahan ini
bersifat agak asam, hal ini menguntungkan karena menambah stabilitas bahan
anestetikum lokal tersebut. Bahan anestetikum lokal yang biasa digunakan mempunyai
pKa antara 8-9, sehingga pada pH jaringan hanya didapati 5-20% dalam bentuk basa
bebas. Bagian ini walaupun kecil sangat penting, karena untuk mencapai tempat
kerjanya bahan harus berdifusi melalui jaringan penyambung dan membran sel lain,
dan hal ini hanya mungkin terjadi dengan bentuk amin yang tidak bermuatan listrik.
2. Morfologi Saraf
Mula kerja berhubungan dengan kecepatan difusi anestetikum lokal melalui
perineurium. Urutan lapisan pembungkus serabut saraf dari dalam keluar adalah
endoneurium, perineurium, dan epineurium. Lapisan ini terdiri dari jaringan pengikat
kolagen dan elastis. Bahan anestetikum lokal harus menembus jaringan pengikat yang
bukan jaringan saraf. Ada perbedaan kecepatan menembus jaringan yang bukan saraf.
Sebagai contoh, prokain dan kloroprokain mempunyai pKa yang sama dan mula kerja
yang sama pada saraf yang diisolasi, tetapi mula kerja kloroprokain lebih pendek
daripada prokain, ini menunjukkan bahwa kloroprokain lebih cepat menembus jaringan
yang bukan jaringan saraf.
3. Lipid solubility
Kelarutan dalam lemak menggambarkan potensi intrinsik anestetikum lokal tersebut.
Makin tinggi kelarutannya dalam lemak, semakin poten bahan tersebut. Lipid solubility
prokain kurang dari satu, dan bahan ini paling kecil potensinya. Sebaliknya koefisien
partisi/kelarutan bupivakain, tetrakain dan etidokain bervariasi dari 30-140,
menunjukkan lipid solubility yang tinggi. Bahan ini menunjukkan blokade konduksi pada
konsentrasi yang sangat rendah karena potensi intrinsik anestesinya 30 kali lebih besar
dari prokain. Hubungan antara lipid solubility dan potensi intrinsik anestesi selalu
konsisten dengan komposisi lipoprotein dari membran saraf (ada 3 lapisan membran
saraf terdiri dari protein-lipid-protein). Kira-kira 90% axolemma terdiri dari lemak.
Karena itu anestetikum lokal yang kelarutan lemaknya tinggi dapat menembus
membran saraf dengan lebih mudah, yang direfleksikan sebagai peningkatan potensi.
4. pKa Anestetikum Lokal
Secara klinis, tidak ada perbedaan yang signifikan pada pKa antara amida, kecuali
bupivakain, yang memiliki pKa sedikit lebih tinggi yang menyebabkan mula kerjanya
lebih lambat. pKa komponen kimia didefinisikan sebagai pH dimana bentuk ion dan
non-ion ada dalam keseimbangan.

Anestetikum lokal yang tidak berubah bentuk, diperlukan untuk berdifusi menembus
selubung saraf. Mula kerja secara langsung berhubungan dengan kecepatan menembus
epineurium, yang berkolerasi dengan jumlah bahan dalam bentuk dasar. Persentase
dari bahan anestetikum lokal dalam bentuk dasar bila disuntikkan ke dalam jaringan
yang mempunyai pH 7,4, maka pKa bahan tersebut akan terjadi sebaliknya.

Sebagai contoh, lidokain yang mempunyai pKa 7,9 adalah 75% dalam bentuk ion dan
25% dalam bentuk non-ion pada pH jaringan 7,4. Hasilnya bahan tersebut mempunyai
pKa hampir mendekati pH jaringan akan mempunyai mula kerja yang lebih cepat
daripada anestetikum lokal dengan pKa yang tinggi.
5. Efek Vasokonstriktor
Masa kerja anestetikum lokal berbanding langsung dengan waktu kontak aktifnya
dengan saraf. Akibatnya, tindakan yang dapat melokalisasi bahan pada saraf akan
memperpanjang waktu anestesi. Dalam klinis, larutan injeksi anestetikum lokal
biasanya mengandungi epinefrin (1 dalam 200.000 bagian), norepinefrin (1 dalam
100.000bagian) atau fenilefrin. Pada umumnya zat vasokonstriktor ini harus diberikan
dalam kadar efektif minimal. Epinefrin mengurangi kecepatan absorpsi anestetikum
lokal sehingga akan mengurangi juga toksisitas sistemiknya. Sebagian vasokonstriktor
mungkin akan diserap dan bila jumlahnya cukup banyak akan menimbulkan efek
samping misalnya gelisah, takikardi, palpitasi dan nyeri di dada. Untuk mengurangi
perangsangan adrenergik yang berlebihan dan yang diinginkan tersebut, perlu
dipertimbangkan penggunaan obat penghambat alfa atau beta adrenergik
Samodro Ratno, Sutiyono Doso. 2011. Mekanisme Kerja Obat Anastesi Lokal. Jurnal
Anastesiologi Indonesia. 03(01) : 53-55.

Khairunnisa. 2012. Farmakologi Anastesi Lokal. Makalah.

Anda mungkin juga menyukai