Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI

Bila keseimbangan mikroorganisme berubah maka organisme yang berpotensi


patogen, yang merupakan bagian flora normal, misalnya C. Albicans pada kasus infeksi
monolia serta G. Vaginalis dan bakteri anaerob pada kasus vaginitis non spesifik
berproliferasi sampai suatu konsentrasi yang berhubungan dengan gejala. Pada mekanisme
lainyya, organisme ditularkan melalui hubungan seksual dan bukan merupakan bagian flora
normal seperti trichomonas vaginalis dan nisseria gonorrhoea dapat menimbulkan gejala.
Gejala yang timbul bila proses meningkatkan respon peradangan terhadap organisme yang
menginfeksi dengan menarik leukosit serta melepaskan prostaglandin dan komponen respon
peradangan lainnyya.
Gejala ketidaknyamanan dan pruritus vagina berasal dari respon peradangan vagina
lokal terhadap infeksi T. Vaginalis atau C. Albicans,Organisme tertentu yang menarik leukosit
, termasuk T.Vaginalis , menghasilkan secret purulen. Diantara wanita dengan vaginitis non
spesifik. Baunya disebabkan oleh terdapatnya amina dibentuk sebagai hasil metabolisme
bakteri anaerob. Histamin dapat menimbulkan ketidaknyamanan oleh efek vasodilatasi local.
Produk lainyya dapat merusak sel sel epitel dengan cara sama dengan infeksi lainyya
Infeksi BV dinyatakan sebagai infeksi polimikrobial yang disebabkan oleh
penurunan jumlah laktobasilus dikuti oleh peningkatan bakteri anaerob yang
berlebihan. Keadaan abnormal pada ekosistem vagina yang ditandai dengan
perubahan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) hasil produksi flora normal Lactobacillus
di vagina. Penurunan konsentrasi H2O2 digantikan oleh peningkatan konsentrasi bakteri
anaerob (Mobiluncus Provetella, Peptostreptococcus, Bacteroide, dan Eubacterium) dan
bakteri fakultatif (Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Enterococcus
dan grup Streptococcus). Perubahan ini umumnya ditandai dengan produksi sekret vagina
yang banyak, berwarna abu-abu, tipis, homogen, berbau amis dan terdapat peningkatan pH.
T. vaginalis
mampu menimbulkan peradangan pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai
mencapai jaringan epitel dan subepitel.
T. vaginalis
ditemukan pada lumen dan mukosa traktur urinarius, flagellanya menyebabkan tropozoit
berpindah ke vagina dan jaringan uretra.
T. vaginalis

akan lebih lekat pada mukosa epitel vagina atau urethra dan menyebabkan lesi superficial
dan sering menginfeksi epital skuamous. Parasit ini akan menyebabkan degenerasi dan
deskuamasi epitel vagina.
T. vaginalis
merusakkan sel epitel dengan kontak langsung dan produksi bahan sitotoksik. Parasit ini
juga akan berkombinasi dengan protein plasma hostnya maka ia akan terlepas dari reaksi
lytik pathway complemen dan proteinase host (Parija, 2004).
T. vaginalis
adalah organisme anaerobik maka energi diproduksi melalui fermentasi gula dalam
strukturnya yang dikenal sebagai hydrogenosome.
T. vaginalis
memperoleh makanan melalui osmosis dan fagositosis. Perkembangbiakannya adalah

melalui pembelahan diri (binary fision) dan intinya membelah secara mitosis yang dilakukan
dalam 8 hingga 12 jam pada kondisi yang optimum. Trichomanas ini cepat mati pada suhu
50C dan jika pada 0C dapat bertahan sampai 5 hari. Masa inkubasi 4

28 hari serta pertumbuhannya baik pada pH 4,9

7,5. Parasit ini bersifat obligat maka sukar untuk hidup di luar kondisi yang optimalnya dan
perlu jaringan vagina, urethra atau prostat untuk

berkembangbiak (Parija, 2004).

Trikomoniasis mempunyai beberapa faktor virulensi yaitu: 1)


Cairan protein dan protease yang membantu trofozoi adhere pada sel epital traktus
genitourinaria 2)
Asam laktat dan asetat di mana akan menurunkan pH vagina lebih rendah dan sekresi vagina
dengan pH rendah adalah sitotoksik terhadap sel epital 3)
Enzim cysteine proteases yang menyebabkan aktivitas haemolitik parasit Gambar 7. Siklus
hidup
T. vaginalis

E. Cara Kerja KB Suntik

Menghalangi ovulasi (masa subur)

Mengubah lendir serviks (vagina) menjadi kental

Menghambat sperma & menimbulkan perubahan pada rahim

Mencegah terjadinya pertemuan sel telur & sperma

Mengubah kecepatan transportasi sel telur.

Suntikan KB adalah suatu cairan berisi zat untuk mencegah kehamilan selama jangka waktu
tertentu (antara 1 3 bulan). Cairan tersebut merupakan hormon sistesis progesteron. Pada
saat ini terdapat dua macam suntikan KB, yaitu golongan progestin seperti Depo-provera,
Depo-geston, Depo Progestin, dan Noristat, dan golongan kedua yaitu campuran progestin
dan estrogen propionat, misalnya Cyclo Provera. Hormon ini akan membuat lendir rahim
menjadi kental, sehingga sel sperma tidak dapat masuk ke rahim. Zat ini juga mencegah
keluarnya sel telur (ovulasi) dan membuat uterus (dinding rahim) tidak siap menerima hasil
pembuahan
Hanafi Hartanto (1996) menjelaskan mekanisme kerja kontrasepsi suntik dalam dua bagian,
yaitu primer dan sekunder. Mekanisme primer adalah mencegah ovulasi. Pada mekanisme ini,
kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH. Respons kelenjar hipofise
terhadap gonadotropin-releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan
proses terjadi di hipotalamus dari pada di hipofise. Ini berbeda dengan pil oral kombinasi
(POK), yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar hipofise.
Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan hipo-estrogenik.
Pada pemakaian KB Suntik Depoprovera, endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan
kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan pemakaian
jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan
atau hanya terdapat sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi, perubahan-perubahan
tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan berakhir.

Pada mekanisme sekunder, lendir serviks menjadi kental dan sedikit sehingga merupakan
barier terhadap spermatozoa. Mekanisme sekunder ini juga membuat endometium kurang
layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi. Mekanisme ini mungkin juga
mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopii.
Pemberian hormon progestin akan menyebabkan pengentalan mukus serviks sehingga
menurunkan kemampuan penetrasi sperma. Hormon tersebut juga mencegah pelepasan sel
telur yang dikeluarkan tubuh wanita. Tanpa pelepasan sel telur, seorang wanita tidak akan
mungkin hamil. Selain itu pada penggunaan Depo Provera, endometrium menjadi tipis dan
atrofi dengan berkurangnya aktifitas kelenjar. Sedangkan hormon progestin dengan sedikit
hormon estrogen akan merangsang timbulnya haid setiap bulan.

Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormonal


Hormon estrogen dan progesteron memberikan umpan balik, terhadap kelenjar hipofisis
melalui hipotalamus sehingga terjadi hambatan terhadap perkembangan folikel dan proses
ovulasi. Melalui hipotalamus dan hipofisis, estrogen dapat menghambat pengeluaran
Folicle Stimulating Hormone (FSH) sehingga perkembanagan dan kematangan Folicle De
Graaftidak terjadi. Di samping itu progesteron dapat menghambat pengeluaran
Hormone Luteinizing
(LH). Estrogen mempercepat peristaltik tuba sehingga hasil konsepsi mencapai uterus
endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi (Manuaba, 2010).
Selama siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesteron bervariasi dari hari ke hari.
Bila salah satu hormon mencapai puncaknya, suatu mekanisme umpan balik (
feedback) menyebabkan mula-mula hipotalamus kemudian kelenjar hypophyse mengirimkan
isyarat-isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari hormon tersebut dan
menambah sekresi dari hormon lainnya. Bila terjadi kehamilan, maka estrogen dan
progesteron akan tetap dibuat bahkan dalam jumlah lebih banyak tetapi tanpa adanya puncakpuncak siklus, sehingga akan mencegah ovulasi selanjutnya. Estrogen bekerja secara primer
untuk

membantu

pengaturan

hormon

realising

factors

ofhipotalamus,

membantu

pertumbuhan dan pematangan dari ovum di dalam ovarium dan merangsang perkembangan
endometrium. Progesteron bekerja secara primer menekan atau depresi dan melawan isyaratisyarat dari hipotalamus dan mencegah pelepasan ovum yang terlalu dini atau prematur dari
ovarium, serta juga merangsang perkembangan dari endometrium (Hartanto, 2002).

Adapun efek samping akibat kelebihan hormon estrogen, efek samping yang sering terjadi
yaitu rasa mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada payudara, dan fluor albus
atau keputihan. Rasa mual kadang-kadang disertai muntah, diare, dan rasa perut kembung.
Retensi cairan disebabkan oleh kurangnya pengeluaran air dan natrium, dan dapat
meningkatkan berat badan. Sakit kepala disebabkan oleh retensi cairan. Kepada penderita
pemberian garam perlu dikurangi dan dapat diberikan diuretik. Kadang-kadang efek samping
demikian mengganggu akseptor, sehingga hendak menghentikan kontrasepsi hormonal
tersebut. Dalam kondisi tersebut, akseptor dianjurkan untuk melanjutkan kontrasepsi
hormonal dengan kandungan hormon estrogen yang lebih rendah. Selain efek samping
kelebihan hormon estrogen, hormon progesteron juga memiliki efek samping jika dalam
dosis yang berlebihan dapat menyebabkan perdarahan tidak teratur, bertambahnya nafsu
makan disertai bertambahnya berat badan, acne(jerawat), alopsia, kadang-kadang payudara
mengecil, fluor albus(keputihan), hipomenorea. Fluor albus
yang kadang-kadang ditemukan pada kontrasepsi hormonal dengan progesteron dalam dosis
tinggi, disebabkan oleh meningkatnya infeksi dengan candida albicans (Wiknjosastro, 2007).
Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, retensi air, dan garam, berat
badan bertambah, menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi,
meningkatkan pengeluaran leukorhea, dan menimbulkan perlunakan serviks. Komponen
progesteron menyebabkan payudara tegang, Acne (jerawat), kulit dan rambut kering,
menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram (Manuaba, 2010).

PATOGENESIS
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa
dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai
suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret
vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan
bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.(2)
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara
Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil
metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik
terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen,

lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang
rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.(2)
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp.
terutama C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan
kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian
pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi. Perubahan
lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan
hormon esterogen dan progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan
Candida albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur.
Candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa
asimtomatis

atau sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat

immunosupresan juga menajdi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis. (4,5)


Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesterone
menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi
pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas vaginalis.(2)
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh
bakteri patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu
mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat
merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada
vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen
peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan
memacu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang
normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin,
yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga
merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vaginosis bacterial.(2)
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis,
anemia, menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan
umum yang jelek , higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan
pembersih vagina, disinfektan yang kuat.(2

Anda mungkin juga menyukai