Anda di halaman 1dari 27

Nama kelompok : enamel

Kelompok ke : 10
Nama anggota:
1. Salma kamilah sakinah (021811133099)
2. Sanchia Callista RW (021811133100)
3. Eka midiawati (021811133101)
4. Natasya Fauzia Sukmawati (021811133102)
5. Janice hamdani (021811133103)
6. Saphira Firdausi E (021811133104)
7. Siti rahmawati (021811133105)
8. Salsabila nurmalia (021811133106)
9. Mohammad Ali maksum (021811133107)
10. Devy putri kusumawardhani (021811133108)

Profesionalisme Tenaga
Kesehatan dan Malpraktik
Drg. Suryono, SH, MM, Ph.D

KAIDAH YANG MELINGKUPI PRAKTIK KEDOKTERAN –YANKES

1. kode etik : kode etik sendiri digunakan sebagai Landasan moral dalam berperilaku
menjalankan profesi Noble profession. Antara lain:
a. dokter gigi wajib menjunjung tinggi norma-norma kehidupan yang luhur dalam
menjalankan profesinya.
b. Dokter gigi dalam pekerjaannya tidak diperbolehkan mempertimbangkan
keuntungan pribadi.
2. Disiplin; sebagai dasar dalam penegakkan penerapan keilmuan
kedokteran/kedokteran gigi professional dan berkompeten.
3. Hukum : hukum digunakan sebagai dasar legal formal kewenangan

TATA HUKUM DALAM PELAYANAN KESEHATAN DI INDONESIA (Nakes-Pasien)

Hukum disini sendiri dibagi menjadi 2 :

1. Lex generale ( hukum umum )


2. Lex speciale ( hukum khusus )
Kedua hukum ini mengatur hubungan antara tenaga medis dengan pasien di tempat
Penyelenggaran Layanan Kesehatan contohnya, RS, Poliklinik,Praktik Mandiri

TATA PERUNDANGAN MENURUT UU NO.12 TAHUN 2011

1. UUD Negara Republik Indonesia 1945


2. Ketetapan MPR
3. UU/PP Pengganti UU
4. PP
5. PERPRES
6. PERDA PROP
7. PERDA KAB/KOTA

Peraturan menteri mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh


peraturan perundang undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan,
berkualifikasi sebagai peraturan perundang undangan

HUKUM KESEHATAN

Regulasinya diatur secara khusus dalam UU, tidak ditemukan dalam KUHP/KUHPer (lex
special)

1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentangTenaga Kesehatan
5. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
7. Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
8. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS)

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG

1. Bersifat memaksa Sanksi Pidana:


2. Azas Fiktie : dianggap setiap orang mengetahuinya
3. Aturan yang bersifat khusus mengesampingkan aturan yang bersifat umum
4. Tidak berlaku surut
5. Pelanggaran UU maka akan terjadi Delik Formil dimana kasus tersebut tidak perlu
ada pihak yang dirugikan langsung bisa dipidanakan

PROFESIONALISME KEDOKTERAN

Ditunjukan melalui :

a. Kompetensi klinis
b. Keterampilan komunikasi
c. Pemahaman terhadap etik dan hukum
d. Menerapan prinsip profesionalisme : excellence, humanism, accountability, altruism

PRINSIP PROFESSIONALISM

1. EXCELLENCE : - Komitmen pd Kompetensi - Continuos Quality Improvement


Seorang dokter/dokter gigi harus memilik kemampuan yang mumpuni.
2. ACCOUNTABILITY : Tanggung jawab
Seorang dokter/dokter gigi harus bertanggung jawab atas apapun yang ia lakukan
terhadap pasien.
3. HUMANITY ; berbudaya,manusiawi
a. Respect
b. Compassion
c. Empathy
d. Honor
e. Integrity
4. ALTRUISM: Mengutamakan pasien
Tidak semata-mata mencari keuntungan pribadi.

HASIL PENGOBATAN MEDIS


Di dalam praktik kedokteran sangat dibutuhkan asuhan medis, seperti wawancara,
pemeriksaan fisik, prosedur diagnostik, diagnosis, terapi ( nasihat, tindakan, obat ),
merujuk, kegiatan terkait ( rekam medis, informed consent ), emergency. Setelah
dilakukannya beberapa rangkaian asuhan medis, akan didapatkan sebuah hasil. Hasil
tersebut dapat berupa hasil yang buruk yaitu hasil yang tidak sesuai dengan harapan dan
hasil yang baik yaitu hasil yang sesuai dengan yang diharapkan.

UNWANTED RESULT IN MEDICINE


Hasil yang tidak diinginkan dalam praktik kedokteran yaitu kematian, komplikasi,
pertumbuhan berbagai macam penyakit yang semakin menyebar, dan tidakada efek / hasil
dari praktik kedokteran tersebut. Hasil yang tidak diinginkan ini dapat berasal dari
penyakit dari pasien itu sendiri atau dapat juga terjadi dari adanya malpraktik (misconduct,
negligence, incompetence ).
HASIL BURUK DARI PENGOBATAN ( ADVERSE EVENTS/KEJADIAN TIDAK
DIHARAPKAN)

1. Hasil dari suatu perjalanan penyakitnya sendiri, tidak berhubungan dengan tindakan
medis
2. Hasil dari suatu risiko yang tidak dapart dihindari, yaitu risiko yang tidak dapat
diketahui sebelumnya (unforeseeable), atau risiko yang meskipun telah diketahui
sebelumnya (foreseeable) namun dapat diterima (accept able)
3. Hasil dari suatu kesalahan/medical error

RISIKO YANG DAPAT DITERIMA OLEH PASIEN

1. Risiko yang muncul dari procedure praktik kedokteran


2. Risiko yang muncul dari penyakit pasien itu sendiri

Maka dari itu, sebagai dokter harus memberikan suatu surat persetujuan kepada pasien
saat akan dirawat. Apabila pasien menyetujui surat tersebut, maka pasien juga harus dapat
menerima risiko yang akan terjadi, dan dokter berhak untuk melanjutkan perawatan
tersebut. Sedangkan apabila pasien menolak surat tersebut, maka dokter tidak berhak
untuk memaksa atau melkukan perawatan kepada pasien.

MALPRACTICE

1. Menjalankan profesi dengan tidak baik


2. Muncul karena tindakan yang disengaja
a. Misconduct adalah kesengajaan melanggar ketentuan etik/disiplin/hukum
b. Negligence adalah kelalaian medik; melakukan yang seharusnya tidak dilakukan
(Komisi) dan tidak melakukan yang seharusnya dilakukan( Omisi) sebagai pengemban
profesi kesehatan
c.Incompetence adalah kekurang mahiran
TINGKATAN NEGLIGENCE
I. Kelalaian ringan (Culpa Levis)
tidak melakukan sesuatu yang secara wajar dilakukan /melakukan sesuatu yang
secara wajar tidak dilakukan orang lain dalam situasi dan kondisi tersebut
I. Kelalaian berat (Culpa Lata)
sadar dan dengan sengaja melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukan.
Kelalaian tidak selalu menjadi permasalahan hukum bila tidak menimbulkan kerugian atau
cedera pada org lain, atau orang lain bisa menerimanya

UNSUR KELALAIAN
1. Duty to use due care, hub nakes-pasien harus sudah ada saat peristiwa itu terjadi
2. Dereliction, ada penyimpangan
3. Damage (injury),ada cidera/kerugian pada pasien
4. Direct causation, tindakan tenaga kesehatan harus menjadi penyebab langsung ( ada
hubungan sebab akibat)

KECELAKAAN MEDIS (MISHAPS)

 Merupakan peristiwa tidak terduga, sesuatu yang tidak enak, tidak menguntungkan
bahkan mencelakan bagi yang terkena.
 Karena mishaps berbeda dengan kelalaian, tidak dapat dipersalahkan atau dituntut
karena merupakan tindakan yang dapat dimaklumi dan dapat di maafkan asal ada
upaya pencegahan yang dilakukan.
 Mishaps ada 2 jenis FORESEEN (dapat diperkirakan) & NOT FORESEEN (tidak
dapat diperkirakan)

Mishaps yang dapat diperkirakan maka dapat kita cegah melalui tindakan preventif, apabila
tindakan preventif tidak dilaksanakan maka kita harus bisa mempertanggung jawabkan
kejadian mishaps yang akan terjadi, sedangkan kejadian mishaps yang telah dilakukan
tindakan preventif tetap terjadi maka tidak perlu dipertanggung jawabkan karena termasuk
mishaps yang tidak dapat diperkirakan.

 Ekspresi terhadap hasil yang tidak diinginkan :


- Menulis kotak saran RS
- Menulis di media massa(koran & internet)
- Somasi(mengirim surat peringatan)
- Perdata(gugatan)
- Pidana(laporan, peringatan, tuntutan)

Menurut UU no.36,44 tahun 2009 dan no.29 tahun 2004 ranah sengketa pelayanan
kesehatan dibagi menjadi tiga yaitu :

- Isu etik : oleh MKEK/MKEKG>teguran, pencabutan izin praktek sementara


atau tetap
- Isu disiplin : oleh MKDKI/MKDKI-P>peringatan tertulis, rekomendasi
pencabutan STR&SIP, kewajiban mengikuti pelatihan/latihan
- Isu hukum : oleh PENGADILAN NEGRI>penjara/kurungan/denda/ganti
rugi/teguran/pencabutan, namun sebelum dilakukan tindakan hokum,
dapat melalui proses mediasi, perdamaian/kompensasi

TATA CARA PENANGANAN PELANGGARAN DISIPLIN OLEH MAJELIS PEMERIKSA


DISIPLIN DAN PELAKSANAAN KEPUTUSAN

Ada hasil indikasi pelanggaran disiplin oleh majelis pemerikasa awal > penetapanmajelis
pemeriksa disiplin oleh ketua MKDKI > proses pembuktian > keputusan* > pelaksanaan
keputusan

*bebas atau tidak bersalah,peringatan tertulis, rekomendasi/pencabutan str&sip, mengikuti


Pendidikan/pelatihan

GUGATAN PERDATA OLEH PIHAK PASIEN

Somasi > mediasi > gugatan > mediasi > persidangan > mediasi > putusan > menang >
permohonan dikabulkan

Namun jika kalah maka harus membayar semua biaya persidangan

PIDANA MAL PRAKTIK

Apabila terjadi laporan pengaduan, tindakan awal yang dilakukan adalah penyelidikan yang
dilakukan oleh ikatan profesi audit medis kemudian melakukan penyidikan, lalu penuntutan
oleh pelapor sehingga terjadi persidangan dengan adanya saksi ahli, kemudian penentuan
putusan, jika bersalah maka akan dipidana, namun jika bebas tetap melakukan rehabilitasi

Etika profesi, Kode etik


dalam Yankesgi
Drg. Suryono,SH,MM,Ph.D

Etik
Etik merupakan sesuatu yang disepakati bersama yang akan menjadi sebuah pedoman , mulai
dari berbicara sampai berbuat

Histori saat kita akan menjadi Dokter / Dokter Gigi

Kita akan mengikrarkan sumpah Dokter / Dokter gigi setelah dinyatakan lulus
UKDI / UKMP2DG.

Bagaimana jika kita melanggar sumpah yang diucapkan ?

Sumpah di Indonesia dimuat di dalam Peraturan Pemerintah dan KODEKI (yang berasal dari
kesepakatan dokter) sehingga pelanggaran yang dilakukan masuk ke dalam pelanggaran etik
dan sumpah sesuai kebijakan
majelis.
Lafal Sumpah Dokter Gigi Indonesia
Sesuai SK Menkes No.43/Menkes/SK/X/1983
Demi Allah saya bersumpah, bahwa :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan.
2. Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara terhormat dan bersusila, sesuai dengan
martabat pekerjaan saya sebagai dokter.
3. Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur profesi
kedokteran.
4. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya.
5. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang
bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun di ancam.
6. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan.
7. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat.
8. Saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, gender, politik, kedudukan sosial dan jenis
penyakit dalam menunaikan kewajiban terhadap pasien.
9. Saya akan memberi kepada guru-guru saya penghormatan dan pernyataan terima kasih
yang selayaknya.
10. Saya akan memperlakukan teman sejawat saya seperti saudara kandung.
11. Saya akan mentaati dan mengamalkan Kode Etik Kedokteran Indonesia
12. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.

Norma Praktik Kedokteran


Kaidah-kaidah yang melingkupi praktik kedokteran :

1. Kode etik sebagai landasan moral dalam berperilaku menjalankan profesi


Noble Profession
2. Disiplin, sebagai dasar penegakan penerapan keilmuan kedokteran/kedokteran gigi
Professional ; kompeten
3. Hukum : sebagai dasar legal formal Kewarganegaraan

4 kaidah Dasar Moral Pelaksanaan Etik Profesi Kesehatan

1. Beneficence

Adalah prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan ke kebaikan


pasien. Pada prinsip inikepentingan pasien menjadi hal yang paling utama. Hal-hal lain
yang terdapat pada prinsip beneficience adalah :

- Melindungi dan mempertahankan hak-hak yang lain


- Mencegah terjadinya kerugian
- Menghilangkan kondisi penyebab kerugian
- Menolong orang cacat
- Menyelamatkan orang dari bahaya
2. Adalah prinsip moral yang melarang tindakan memperburuk keadaan pasien. Yang
harus diperhatikan oleh seorang dokter pada prinsip ini adalah
- Tidak boleh berbuat jahat atau membuat derita pasien
- Meminimalisasi akibat buruk
- Dokter sanggup mencegah bahaya yang terjadi pada pasien
- Tindakan kedokterannya dapat terbukti efektif
3. Justice
Adalah prinsip molar yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap
maupun dalam mendistribusikan sumber daya. Pada prinsip ini dokter tidak boleh
mendiskriminasikan pasien dalam hal apapun.
4. Primum non nocare
Maksudnya yaitu kita sebagai dokter wajib menghormati otonomi pasien dalam
mengambil keputusan

Landasan Etika Profesi Kesehatan di Indonesia

1. Kepentingan kesehatan pasien


2. Otonomi
3. Kerahasiaan
4. Kebaikan dan tidak bersifat mencelakakan
5. Kebenaran
6. Keadilan

KODEKGI

Kodekgi berfungsi sebagai pedoman untuk berperilaku atau berinteraksi terhadap pasien ,
masyarakat , teman sejawat, diri , dan profesinya sehingga terwujud martabat , wibawa,
dan kehormatan profesi kedokteran gigi karena profesi ini merupakan profesi yang mulia.

I. KEWAJIBAN UMUM
1. Dokter gigi di indonesia wajib menghayati, mentaati , dan mengamalkan
sumpah / janji dokter gigi indonesia dan kode etik kedokteran gigi indonesia
2. Dokter gigi di indonesia wajib menjunjung tinggi norma – norma kehidupan
yang luhur dalam menjalankan profesinya
3. Dalam menjalankan profesinya dokter gigi di indonesia tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi
4. Dokter gigi di indonesia harus memberi kesan dan keterangan atau pendapat
yang dapat dipertanggungjawabkan
5. Dokter gigi di indonesia tidak diperkenankan menjaring pasien secara
pribadi , melalui pasien maupun agen
6. Dokter gigi di indonesia wajib menjaga kehormatan , kesusilaan, integritas
dan martabat profesi dokter gigi
7. Dokter gigi di indonesia berkewajiban untuk mencegah terjadinya infeksi
silang yang membahayakan pasien, staf, dan masyarakat
8. Dokter gigi di indonesia wajib menjalin kerja sama yang baik dengan tenaga
kesehatan lainnya
9. Dokter gigi di indonesia dalam rangka meningkatkan derajat kesejahateraan
masyarakat , wajib betindak sebagai motivator, pendidik , dan pemberi
pelayanan kesehatan ( promotif,preventif,kuratif,rehabilitatif)

KODEKGI ( Pasal 3)

“ Dalam menjalankan profesinya Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh dipengaruhi oleh
pertimbangan untuk mencari keuntungan pribadi “

Ayat 1 : “ Dokter gigi di Indonesia dilarang melakukan promosi dalam bentuk apapun seperti
memuji diri , mengiklankan alat dan bahan apapun , memberi iming-iming baik langsung
maupun tidak langsung dan lain-lain, dengan tujuan agar pasien berobat kepadanya “

Contoh kasus dari pasal 3 ayat 1 ini yaitu ada seorang dokter gigi yang mengiklankan dengan
brosur atau pamflet yang isinya menjelaskan bahwa bahan atau alat “ A “ hanya ada di klinik
miliknya. Hal tersebut dilarang dan termasuk melanggar pasal 3 ayat 1

Ayat 2 : “ Dokter gigi di indonesia dilarang menggunakan gelar atau sebutan Profesional
yang tidak diakui oleh pemerintah Indonesia”

Setiap dokter gigi hanya boleh menuliskan gelar yang sesuai dengan keadaan sebenarnya
yang dibuktikan dengan surat resmi dan diakui pemerintah indonesia

Ayat 3: “Dokter Gigi di Indonesia boleh mendaftarkan namanya dalam buku telepon atau
direktori lain dengan ketentuan tidak ditulis dengan huruf tebal, warna lain atau dalam
kotak.“

Sebelum ada canggihnya teknologi informasi, dokter dituliskan namanya dalam daftar di
buku telepon. Nama dokter yang bersangkutan tidak boleh dibuat mencolok seperti untuk
mengiklankan diri, atau supaya dipilih oleh yang melihat buku telepon tersebut, tetapi harus
ditulis dalam format yang sama seperti dokter yang lain.

Ayat 4: “Informasi profil Dokter Gigi yang dianggap perlu oleh masyarakat dikeluarkan oleh
Pemerintah atau Persatuan Dokter Gigi Indonesia baik melalui media cetak maupun
elektronik”

Ayat 5: “Dokter Gigi di Indonesia, apabila membuat blanko resep, kuitansi, amplop, surat
keterangan, cap dan kartu berobat harus sesuai dengan yang tercantum dalam SIP.
Seandainya tempat praktik berlainan dengan rumah dapat ditambahkan alamat dan nomor
telepon rumah “

Semua dokumen yang dikeluarkan dokter pada pasien seperti blanko resep, kuitansi, dan
amplop harus sesuai dengan SIP untuk menghindari atau meminimalisir adanya dokter yang
melakukan malpraktik atau praktik illegal yang melanggar kode etik atau etika medikolegal.

Ayat 6: “Dokter Gigi di Indonesia dalam melaksanakan upaya pelayanan kesehatan gigi
swasta dapat melalui beberapa cara ;

1. praktik perorangan dokter gigi

2. praktik perorangan dokter gigi spesialis

3. praktik berkelompok dokter gigi

4. praktik berkelompok dokter gigi spesialis

6.1 Untuk praktik berkelompok harus diberi nama tertentu yang diambil dari nama orang
yang berjasa dalam bidang kesehatan yang telah meninggal dunia atau nama lain sesuai
fungsinya. Contoh: RS Dr. Moestopo, RSCM

6.2 Dokter Gigi di Indonesia yang melakukan praktik berkelompok baik masing-masing
maupun sebagai kelompok mempunyai tanggung jawab untuk tidak melanggar Kode Etik
Kedokteran Gigi Indonesia

Untuk membuka tempat praktik, setiap dokter harus mempunyai izin untuk tempat praktek
tersebut. Jika surat izin yang dimiliki adalah praktik perorangan, maka di tempat praktik
tersebut hanya bisa diisi oleh 2 orang dokter, terelepas dari keduanya dokter gigi atau
salah satunya dokter umum. Tetapi, untuk izin praktik berekelompok bisa ditempati lebih
dari 2 orang. Namun, perlu diingat bahwa izin praktek dokter biasa tidak boleh sampai ada
dokter spesialis di dalamnya. Maka dari itu, kebanyakan orang jika ingin membuka klinik
langsung mengurus izin praktek berkelompok dokter gigi spesialis karena dapat ditempati
banyak dokter dan baik dokter gigi umum maupun dokter gigi spesialis boleh praktek di
tempat yang sama. Seorang dokter gigi juga maksimal hanya boleh praktek di 3 tempat
praktek saja.

Ayat 7
Papan Nama Praktik

7.1 Papan nama praktik perorangan termasuk neonbox berukuran 40 X 60 cm, maksimal 60
X 90 cm. Tulisan memuat nama, dan atau sebutan professional yang sah sesuai dengan SIP ,
hari dan jam praktik, Nomor Surat Ijin Praktik, Alamat Praktik dan nomor telepon praktik
(bila ada)

7.2 Dokter gigi yang praktik berkelompok papan nama praktiknya ukurannya tidak boleh
melebihi 250 x 100 cm. Tulisannya memuat nama praktik dokter gigi/ spesialis berkelompok
(misalnya Ibnu Sina) , hari dan jam praktik, alamat, nomor telepon, Surat Ijin
Penyelenggaraan dan Jenis pelayanan

7.3 Selain tulisan tersebut di 7.1 dan 7.2 tidak dibenarkan menambahkan tulisan lain atau
gambar, kecuali yang dibuat oleh PDGI. Dalam hal tertentu, dapat dipasang tanda panah
untuk menunjukkan arah tempat praktik, sebanyak-banyaknya dua papan nama praktik.
(Seperti lampu warna-warni, papan penunjuk adanya praktek dokter gigi dari kejauhan,
papan nama berbentuk gigi)

7.4 Papan nama dasar putih, tulisan hitam dan apabila diperlukan, papan nama tersebut
boleh diberi penerangan yang tidak bersifat iklan

7.5 Papan nama praktek bila dianggap perlu bisa disertai bahasa Inggris.

II. KEWAJIBAN TERHADAP PASIEN

1. (10)Dokter Gigi di Indonesia wajib menghormati hak pasien untuk menentukan pilihan
perawatan dan rahasianya

Pasien mempunyai hak bebas untuk menentukan metode perawatan yang paling cocok
untuknya dari segala aspek, dan dokter gigi wajib menjaga informasi tersebut

2. (11) Dokter Gigi di Indonesia wajib melindungi pasien dari kerugian


Artinya, pasien terbebas dari kerugian apapun conoth kerugian ekonomi, psikis,
ataupun malpraktik
3. (12) Dokter Gigi di Indonesia wajib mengutamakan kepentingan pasien
4. (13)Dokter gigi di Indonesia wajib memperlakukan pasien secara adil
5. (14)Dokter Gigi di Indonesia wajib menyimpan, menjaga dan merahasiakan Rekam
Medik Pasien
Rekam Medik Pasien bersifat rahasia dan tidak dapat diserahkan walaupun pasien
tersebut tersangka kriminal. Rekam medik hanya dapat diserahkan apabila dimita
oleh pihak pengadilan

III. KEWAJIBAN TERHADAP TEMAN SEJAWAT

1. (18) Dokter Gigi di Indonesia apabila berhalangan melaksanakan praktik, harus


membuat pemberitahuan atau menunjuk pengganti sesuai dengan aturan yang
berlaku.

Dokter gigi juga tidak boleh merendahkan teman sejawat, malah sebisa mungkin
membela atau menutupi kesalahan yang mungkin dilakukan teman sejawat, tindakan
mengambil alih pasien teman sejawat tidak dibenarkan kecuali atas permintaan
pasien

2. (19)Dokter Gigi di Indonesia seyogianya memberi nasihat kepada teman sejawat


yang diketahui berpraktik di bawah pengaruh alkohol atau obat terlarang. Apabila
dianggap perlu dapat melaporkannya kepada Organisasi Profesi

IV. KEWAJIBAN TERHADAP DIRI SENDIRI

1. (20) Dokter Gigi di Indonesia wajib mempertahankan dan meningkatkan martabat


dirinya.
Dokter gigi wajib mempertahankan dan meningkatkan maratabatnya melalui tutur
kata, sikap, perilaku, baik saat melakukan profesinya maupun dalam kehidupan
sehari-hari dan di dunia maya, karena akan menjadi contoh dan gambaran bagi
masyarakat tentang bagaimana sebuah profesi identiknya bertingkah laku
2. (21) Dokter Gigi di Indonesia wajib mengikuti secara aktif perkembangan etika, ilmu
pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang kedokteran gigi, baik secara mandiri
maupun yang diselenggarakan oleh Organisasi Profesi.
Sudah sewajibnya seorang dokter gigi mengikuti perkembangan yang ada dans esuai
dengan organisasi profesi agar semua yang memiliki profesi dokter gigi dapat
berkembang dan berjalan pada halaman yang sama dalam melakukan profesinya
3. (22) Dokter Gigi di Indonesia tidak boleh menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan
pelatihan kedokteran gigi tanpa izin dari Organisasi Profesi
4. (23)Dokter Gigi di Indonesia wajib menjaga kesehatannya supaya dapat bekerja
dengan optimal

Penyelesaian Sengketa Kesehatan


Non Litigasi
Drg. Suryono, SH,MM,Ph.D
A. Fenomena dalam pelayanan kesehatan
Penerapan teknologi dan bioteknologi kedokteran menjadi suatu media iklan yang
cukup menarik bagi pasien. Seiring perkembangan zaman, semakin berkembang pula
teknologi yang digunakan dalam dunia kedokteran. Dokter dapat menjanjikan hasil kerjanya
kepada pasien, misalnya: dokter gigi yang membuat gigi palsu, dokter ahli orthopedi yang
membuat prothesa kaki, dokter ahli bedah kosmetik yang memperbaiki agar hidung mancung
atau bentuk bagian tubuh. Sedangkan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian untuk
melakukan suatu usaha maksimal untuk memperoleh suatu hasil tertentu. Akibat dari
fenomena yang berlebihan ini, banyak dari dokter yang memberikan suatu janji tertentu
yang menimbulkan imej jika harapan pasien dapat terpenuhi secara sempurna.
Sangketa kesehatan muncul karena kenyataan/realita tidak sesuai apa yang
diharapkan/espektasi. Hal tersebut dilaporkan sebagai dugaan malpraktik oleh pasien.
Hubungan antara pasien dengan tenaga kesehatan telah diatur dalam hukum dan terdapat
dasar pertanggungjawaban (lex generale). Perikatan antara pasien dengan tenaga kesehatan
diikat oleh perjanjian(Contractual Liability) dan undang-undang( Tort Liability).

Dasar penuntutan
Pasien berhak melakukan penuntutan. Penuntutan tersebut diatur dalam UU
Kesehatan nomor 36 tahun 2009 (Lex Speciale). Yang pertama terdapat pada pasal 58 yang
berisi :

(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan,
dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau
kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi tenaga
kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan kecacatan
seseorang dalam keadaan darurat.

(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Contoh perkara seorang pasien A pergi ke klinik dokter gigi dengan keluhan nyeri. Dokter
gigi melakukan pencabutan. Ternyata diketahui pasien mengalami hipertensi sehingga
terjadi pendarahan hingga pasien meninggal. Hal ini dapat dituntut sesuai dengan pasal 58
ayat 1. Namun, jika dokter gigi telah melakukan pencegahan dengan mengukur tekanan
darah pasien atau pencegahan lainnya, dokter gigi tersebut tidak dapat dituntut
sebagaimana yang terdapat pada ayat 2.

Pasien juga mempunyai hak untuk menggugat rumah sakit sebagaimana yang telah
diatur pada UU Rumah Sakit no. 44 tahun 2009 sebagai berikut, antara lain :
• Menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana, dan
• Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui
media cetak dan elektronik sesuai dengan ketenetuan peraturan perundang-undangan

Sebagai contoh, seorang pasien dengan infeksi mulut yang parah berobat di rumah sakit.
Pasien tersebut mendapatkan obat secara langsung tanpa tinjauan lebih lanjut sehingga
berakibat fatal pada pasien. Maka hal ini dapat digugat sesuai dengan ayat 27.

Menyelesaikan sengketa medis memiliki alur. Jika melanggar UU no.36 tahun 2009 yaitu
undang-undang mengenai kesehatan, terdapat 3 isu yang berkesinambungan.

1. ISU ETIK

Jika seorang dokter/dokter gigi melanggar isu etik maka akan diurus oleh

A. Majelis Pertimbangan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis


B. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan
Seorang dokter/dokter gigi terbukti melakukan kesalahan etik akan mendapatkan sanksi
berupa pencabutan perizinan praktek sementara maupun tetap.

Seorang dokter gigi dilarang memposting hasil kerjanya di sosial media.

2. ISU DISIPLIN
Pelanggaran Ditangani oleh MKDKI ( Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia)
3. ISU HUKUM
Terdapat isu hukum yang akan ditangani oleh pengadilan negeri
Penyelesaian sengketa yang pertama adalah Alternative dispute resolution  (ADR)
atau alternatif penyelesaian sengketa (APS) merupakan upaya penyelesaian sengketa
di luar litigasi (non-litigasi). Dalam ADR/APS terdapat beberapa bentuk
penyelesaian sengketa. Bentuk-bentuk ADR/APS menurut Suyud Margono (2000:28-
31) adalah: (1) konsultasi; (2) negosiasi; (3) mediasi; (4) konsiliasi; (5) arbitrase;
(6) good offices;  (7) mini trial; (8) summary jury trial;  (9) rent a judge; dan
(10) medarb.

Sangketa juga dapat dilakukan melalui perdamaian/kompensasi.

Keuntungan dengan perdamaian:

a. penyelesaian bersifat informal;


b. yang menyelesaikan sengketa para pihak sendiri;
c. jangka waktu penyelesaian pendek;
d. biaya ringan;
e. proses penyelesaian bersifat konfidensial;
f. hubungan para pihak bersifat kooperatif;
g. komunikasi dan fokus penyelesaian; dll.

Penyelesaian sangketa dengan pihak pasien terdapat 2 jalur yang dapat ditempuh.

1. jalur litigasi atau peradilan : proses dimana pengadilan menjatuhkan keputusan


yang mengikat para pihak yang berselisih dalam suatu proses hukum yang
terdapat dalam suatu tingkatan dilakukan pada masing-masing tingkatan
peradilan, baik peradilan tingkat pertama, tingkat banding, hingga tingkat kasasi.
Proses litigasi memiliki ciri yang paling menonjol yaitu biaya yang cukup tinggi,
waktu yang lama, beban psikologis yang tinggi, ditambah formalitas dan
kompleksitas dari proses litigasi (Eddi Juanedi 2011 : 17).
2. Jalur Non Ligitasi (mediasi)
Unsur mediasi:
1. melalui perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau consensus para pihak;
2. Para pihak meminta bantuan mediator sebagai pihak ketiga, yang harus netral dan
tidak memihak salah satu pihak yang bersengketa;
3. Kewenangan mediator bukan pada memutus sengketa namun hanya terbatas pada
membantu para pihak mencari upaya penyelesaian yang dapat diterima kedua belah
pihak.

Untuk selanjutnya keberadaan lembaga mediasi sebagai salah satu bentuk


penyelesaian sengketa medis dapat dilihat di dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan khususnya Pasal 29 dan Penjelasannnya yang menyebutkan bahwa “ dalam hal
tenaga kesehatan diduga melakukankelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.”

Sementara di dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit tidak


menyebutkan secara eksplisit tentang lembaga mediasi sebagai lembaga penyelesaian
sengketa medis, namun di dalam Pasal 60 yang mengatur tentang tugas Badan Pengawas
Rumah Sakit Provinsi disebutkan adanya kewenangan BPRS Provinsi ini untuk melakukan
upaya penyelesaian sengketa melalui jalan mediasi.

Keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar


pengadilan diakui di dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 di dalam Pasal 1 ayat 10 yang
menyebutkan bahwa APS adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat
melalu prosedur yang disepakati para pihak.

Adapun Peraturan Mahkamah Agung (selanjutnya disebut dengan PERMA) nomor 01


Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan. Melalui PERMA RI ini maka
pengadilan tidak saja bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan
perkara yang diterimanya, tetapi juga berkewajiban mengupayakan perdamaian antara
pihak-pihak yang berperkara.
Sementara mediasi yang dikehendaki oleh UU Kesehatan dan UU Rumah Sakit adalah
mediasi sebagai upaya penyelesaian sengketa (medis) di luar pengadilan, dalam arti para
pihak belum mengajukan gugatan hukum melaui pengadilan perdata.

Penunjukkan pihak ketiga sebagai mediator dapat terjadi karena :


a. Kehendak sendiri ( mencalonkan sendiri )
b. Ditunjuk oleh penguasa ( misalnya wakil dari para pihak yang bersengketa).
c. Diminta oleh kedua belah pihak.

Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepatan yang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri segketa. Alasan-alasan penyelesaian
sengketa melalui mediasi banyak dipilih oleh pihak yang bersengketa :
a. Proses penyelesaian sengketa relatif cepat ( quick)
b. Biaya murah ( inexpensive)
c. Bersifat rahasia ( confidential)
d. Penyelesaian bersifat fair melalui kompromi
e. Hubungan kooperatif
f. Sama-sama menang ( win-win )
g. Tidak emosional

Iktikad baik dalam proses mediasi diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 Pasal 7
yang berisi
(1) Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya wajib menempuh Mediasi dengan iktikad baik.
(2) Salah satu pihak atau Para Pihak dan/atau kuasa hukumnya dapat dinyatakan tidak
beriktikad baik oleh Mediator dalam hal yang bersangkutan: a. tidak hadir setelah dipanggil
secara patut 2 (dua) kali berturut-turut dalam pertemuan Mediasi tanpa alasan sah; b.
menghadiri pertemuan Mediasi pertama, tetapi tidak pernah hadir pada pertemuan
berikutnya meskipun telah dipanggil secara patut 2 (dua) kali berturutturut tanpa alasan
sah; c. ketidakhadiran berulang-ulang yang mengganggu jadwal pertemuan Mediasi tanpa
alasan sah; d. menghadiri pertemuan Mediasi, tetapi tidak mengajukan dan/atau tidak
menanggapi Resume Perkara pihak lain; dan/atau e. tidak menandatangani konsep
Kesepakatan Perdamaian yang telah disepakati tanpa alasan sah

Legal Formal Hubungan Profesional


Dokter-Pasien
Drg. Suryono, SH, Ph.D
 Karakteristik hubungan professional dokter-pasien :
- Berdasar rasa percaya
- Bertanggung jawab terhadap penyelesaian masalah pasien
- Berorientasi pada kebutuhan pasien
- Diarahkan pada pencapaian tujuan
- Memahami kondisi pasien dengan berbagai keterbatasannya
- Bekerja sesuai kaidah etik untuk menjaga kerahasiaan hanya menggunakan
informasi untuk kepentingan pasien
 Hak dan Kewajiban dokter-pasien : pasal-pasal 50,51,52, dan 53 dan UU tentang
praktik kedokteran no 29 tahun 2004
 Hak dokter :
- Memperoleh perlindungan hukum
- Memberikan pelayanan sesuai standar profesi
- Memperoleh informasi lengkap dan jujur dari pasien
- Menerima imbalan jasa
 Kewajiban dokter :
-Memberi pelayanan medis sesuai standar profesi
-Merujuk pasien
-Merahasiakan infrormasi pasien
-Melakukan pertolongan darurat
-Menambah ilmu pengetahuan
 Hak pasien :
-Mendapat penjelasan lengkap tentang tindakan medis
-Meminta pendapat dokter lain
-Mendapat pelayanan sesuai kebutuhan medis
-Menolak tindakan medis
-Mendapat isi rekaman medis
 Kewajiban pasien
-Memberi informasi lengkap dan jujur
-Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
-Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana kesehatan
-Memberi imbalan jasa atas layanan yang diterima
 Bentuk hubungan legal-formal
-Informed Consent / PersetujuanTindakan Medik / PersetujuanTindakan Kedokteran
-- Medical record/ Rekam Medik/Catatan Medik
- Ethical clearence
- Sistem rujukan

Pengertian Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses komunikasi, bukan hanya sekedar menandatangani
formulir persetujuan tetapi pernyataan pasien atau yang secara sah mewakilinya yag isinya
tentang persetujuan pasien atas rencana tindakan kedokteran yang akan dilakukan oleh
dokter serta segala risiko yang akan dihadapi tanpa adanya unsur pemaksaan.
Dasar hukum informed consent :

1. Pasal 45 UUPK 29/2004


Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud diberikan setelah pasien mendapat penjelasan
secara lengkap, sekurang-kurangnya mencakup : diagnosis dan tata cara tindakan
medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan, alternatif tindakan lain dan
risikonya,risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap
tindakan yang dilakukan. Persetujuan tersebut dapat diberikan baik secara tertulis
maupun lisan. Disebutkan didalamnya bahwa setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.
2. PP No.32 tanhun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, Pasal 22 ayat (1) poin d -> meminta
persetujuan terhadap tindakan medis yang akan dilakukan
3. Permenkes No 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
4. Permenkes No 290/Men.Kes/Per/III/2008 tentang persetujuan tindakan medis

Bentuk Informed Consent :

1. Dengan pernyataan (expressed)

Persetujuan dapat berbentuk lisan dan tertulis. Dalam tindakan medis yang sifatnya
invasive dan berisiko sebaiknya menggunakan persetujuan bentuk tertulis

2. Tersirat , dianggap diberikan (implied consent)

Implied consent diberikan dalam keadaan biasa atau normal yaitu dokter menangkap
persetujuan tindakan medis dari isyarat yang diberikan atau dilakukan pasien.
Sedangkan bila dalam keadaan gawat-darurat/emergency pasien harus segera
mendapat tindakan medis akan tetapi tidak ada pihak keluarga di tempat atau yang
mewakilinya dokter dapat melakukan tindakan medis tersebut.

Persetujuan dari pasien

Dokter pemberi perawatan atau pelaku pemeriksaan/ tindakan harus memastikan bahwa
persetujuan yang diperoleh benar dan layak. Pasien yang memberikan persetujuan tidak
boleh dibawah tekanan hubungan dokter dan pasien.
Penolakan (informed refusal)

Pasien berhak untuk menolak tindakan medis, meskipun keputusan tersebut tidak logis. Bila
terjadi dan penolakan itu berakibat serius maka keputusan itu harus dinegoisasi atau
didiskusikan kembali untuk mengklarifikasi.

Pengertian medical record

Medical record atau rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan atau pelayanan lain pada pasien pada
sarana kesehatan(tempat penyelenggara kesehatan).

Istilah lain medical record : catatan medic, kartu status, rekam medis, status pasien,
dokumen medic, rekam medik/kesehatan(RMK).

Dasar hukum medical record

 UUPK No, 29 th 2004 ttg praktik kedokteran pasal 46 dan 47 tentang rekam medis
 Permenkes RI No : 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Medical Record/ Rekam
medis
 Fatwa IDI SK no. 315/PB/A.4/88 tentang RM
 Petunjuk teknis RM → SK. Dirjen YanMed No.78/1991 tentang petunjuk pelaksanaan
penyelenggaraan rekam medis

Pasal 46 UUPK 29/2004

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis

(2) Rekam medis sebagai mana dimaksud pada ayat (1)harus segera dilengkapi setelah
pasien selesai menerima pelayanan kesehatan

(3) Setiap catatan medis harus dibubuhi nama, waktu dan tandatangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan

Pasal 47 UUPK 29/2004

(1) Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud pada pasal 46 merupakan milik
dokter,dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan sedang isi rekam medis merupakan
milik pasien

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau doktergigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagai mana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2)
diatur dengan peraturan menteri

Rekam Medis
Isi rekam medis milik pasien harus dibuat dan dijaga kerahasiaannya oleh Dokter/Dokter
gigi/Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Rekam medis
dimiliki oleh RS/penyelenggara upaya kesehatan/Dokter/Dokter gigi. Rekam medis
berbentuk rawat jalan dan rawat inap.

Substansi /Isi RM Permenkes 269/Menkes/Per/III/2008

1. Identitas pasien
2. Riwayat penyakit(anamnesa) : Keluhan utama, riwayat sekarang, riwayat penyakit yang
pernah diderita, riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan.

3. Laporan pemeriksaan; Fisik, lab, rontgen, scan, MRI, dll

4. Diagnosa dan diagnosa banding

5. Instruksi diagnostik dan terapi, dengan tandatangan pejabat yang berwenang 6.


Persetujuan tindakan medik jika diperlukan

7. Rencana perawatan dan tindakan

8. Untuk gigi ada odontogram klinik

Pasien Rawat Inap

( point 1-5 + ketentuan dibawah ini)

• Persetujuan tindakan medic

• Catatan konsultasi

• Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

• Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

• Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Waktu Pelengkapan dan Lama Penyimpanan Rekam Medis

Berdasarkan pada pernyataan IDI SK.No,315/PB/A.4/88 adalah

• Rekam medis harus dibuat segera dan dilengkapi paling lama 48 jam setelah pasien
pulang atau meninggal

• Lama penyimpanan berkas rekam medis adalah 5 tahun dari tanggal terakhir pasien
berobat, dalam hal khusus lama penyimpanan dapat ditetapkan lain.

Pemaparan isi rekam medis (Permenkes 269/Menkes/Per/III/2008 )

• Hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat pasien dengan persetujuan tertulis
dari pasien ( pasal 11 ayat (1))
• Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat menjelaskan isi rekam medis secara
tertulis atau langsung kepada pemohon tanpa izin pasien berdasarkan peraturan
perundangundangan ( pasal 11 ayat (2))

Sanksi Pidana

Membuat rekam medis wajib bagi seorang dokter yang merawat pasiennya (Pasal 46 dan 47
UUPK 29/2004) yang jika dilanggar akan mendapatkan sanksi berupa teguran lisan sampai
dengan pencabutan surat izin praktik. (Permenkes 269/Menkes/Per/III/2008 Pasal 17
ayat 2 ttg rekam medis) atau pidana 1 tahun ( hilang→Yudicial Review ) atau denda 50 juta.

PERAN HUKUM PADA PRAKTIK


KEDOKTERAN
BENTUK-BENTUK PELANGGARAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN GIGI

 Pelanggaran kode etik tidak sama dengan pelanggaran hukum


 Pelanggaran disiplin, terkait penyimpangan penerapan keilmuan
kedokteran/kedokteran gigi
 Pelanggaran etik, disiplin merupakan pintu masuk terjadinya pelanggaran hukum; 4.
Pelanggaran hukum; bisa bersifat keperdataan atau pidana
FUNGSI HUKUM

 Memberikan jaminan/perlindungan hak dan kewajiban bagi setiap warga negara


( pasien dan dokter)
Hak dokter / dokter gigi :
a. Mendapat perlindungan hukum sepanjang melakukan tugas sesuai dengan
standar dan prosedur
b. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar dan prosedur.
c. Memperoleh informasi mengenai riwayat kesehatan pasien
d. Menerima jasa imbalan dll.

Kewajiban dokter/dokter gigi :

a) Memberi pelayanan dengan baik


b) Melakukan rekomendasi kepada dokter lain bagi pasien dalam kasus tertentu
c) Menjaga privasi riwayat kesehatan pasien dll.
Hak pasien :
a) Mendapat penjelasan sebelum melakukan tindakan
b) Meminta pendapat dokter lain
c) Mendapat pelayanan medis sesuai kebutuhan dll.

Kewajiban pasien:

a) Memberi informasi mengenai kesehatannya secara lengkap dan benar


b) Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter
c) Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima

KOMPONEN DALAM PENEGAKAN HUKUM

A. Penyelidik, penyidik : Kepolisian, PPNS


B. Penuntut : Kejaksaan (Penanganan yang menyangkut pelanggaran hukum karena
kelalaian berat. )
C. Pembelaan : Advokat/Pengacara
D. Perradilan : Pengadilan / Hakim/kehakiman

KASUS HUKUM

Pidana ; pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan; delik formil dan delik


materiil
Contoh kasus :

1. Tidak memiliki Surat Tanda Register

2. Tidak memiliki Surat Izin Praktik

3. Menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lainnya

Perdata ; pelanggaran terhadap perikatan yang timbul antara para pihak; baik
perikatan itu muncul karena perjanjian atau karena undang-undang

PIDANA PADA DOKTER GIGI

 Berlaku azas legalitas, “Tidak bisa dipidana sebelum ada aturan yang mengaturnya”
contoh; dulu sebelum ada UUPK drgtidak membuat RM tidakbisa dipidana, sekarang
bisa dipidana
 Aturan(UU) tidak berlaku surut, dan pemidanaan tidakmenggunakan analogi  Berlaku
azas“LexSpeciale derogate lege generale”

SUMBER HUKUM KHUSUS

a. UU Kesehatan
b. UU PraktikKedokteran
c. UU Tenaga Kesehatan,
d. UU RumahSakit
e. PP sebagai turunanatau perintah dari UU; PMK

TINDAK PIDANA/DELIK

Delik formil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang
dilarang

Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak
dikehendak

DELIK FORMIL DALAM LAYANAN KESEHATAN

 Tercantum dalam UU praktik kedokteran, UU Rumah sakit, UU kesehatan


 Delik formil dalam layanan kesehatan ini sering disebut sebagai delik undang undang
karena merukan delik pelanggaran bukan delik kejahatan, sehingga dipidana apabila
telah selesai dilakukan bukan pada akibat perbuatannya.

DELIK MATERIIL DALAM LAYANAN KESEHATAN

 Merupakan delik yang dilarang dalam undang undang seperti apabila terjadi penipuan,
pembunuhan yang terjadi karena ketidak jujuran dalam memberi penjelasan pada
pasien dan merupakan kesengajaan, kelalaian sehingga mengakibatkan kecacatan dan
hilangnya sebuah nyawa.

DELIK KEJAHATAN DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

 Contoh dari pelanggaran dalam praktik kedokteran seperti, euthanasia dan aborsi
tanpa indikasi medis, pencurian organ tubuh dan perasan.
tindakan ini diatur dala KUHP dinegara Indonesia.
 Sebagai dokter hal ini jelas wajib ditolak apabila ada yang menghendaki melakukan
hal seperti aborsi dan euthanasia, karena hal tersebut tidak sesuai dengan
hokum,norma social, agama dan etika dokter, terkecuali sesuai dengan indikasi medis
yang memperbolehkan hal trsebut dilakukan.

DELIK PELANGGARAN PADA PRAKTIK KEDOKTERAN GIGI; DELIK FORMIL

 PELANGGARAN YANG DILAKUKAN SEPERTI :


- praktik tanpa STR
- praktik tidak memiliki SIP
- praktik tidak sesuai SOP
- tidak memasang papan nama
- tidak mengikuti prkembangan ilmu kedokteran
- tidak membuat rekam medis

UU YANG MENGATUR PRAKTIK KEDOKTERAN

 Praktik kedokteran diatur pada UU 29 tahun 2004


Pasal 76
 Sengajan melakukan praktik kedokteran tanpa surat izin praktik
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda sebanyak
RP150.000.000

Pasal 77
 Sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain sehingga
menibulkan kesan bagi masyarakat seolah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda RP150.000.000

Pasal 79
 Sengaja tidak memasang papan nama,sengaja tidak membuat rekam medis,
sengaja tidak memenuhi kewajiban
dipidana dengan kurungan paling lama 1 tahun dan denda RP50.000.000

Pasal 51
memberikan pelayanan medis sesuai dengan SOP dan standar profesi, merujuk
pasien pada ahlinya, merahasiakan segala sesuatu tentang pasien, melakukan
pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, mengikuti perkembangan ilmu
kedokteran.

Pasal 75
 Sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa STR
Dipidana dengan pidanan penjara paling lama 3 tahun dan denda RP100.000.000
 Dokter warga negara asing dengan sengaja melakukan praktik tanpa STR
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda RP100.000.000
Pasal 80
 Seseorang yang sengaja memperkerjakan dokter
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda RP300.000.000 dan
pencabutan izin

JENIS HUKUMAN/ PIDANA

 POKOK
- Hukuman mati
- Hukuman penjara
- Hukuman kurungan
- Hukuman denda
 TAMBAHAN
- Pencabutan beberapa hak, perampasan barang barang tertentu, pengumuman
keputusan hakim.

KUH PERDATA:
Hub Dokter–Pasien:
Ps 1233 perikatan bersumber pada perjanjian maupun undang-undang
Ps 1234 prestasi dalam perikatan berupa memberikans esuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu
Ps 1313, perjanjian satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap oranglain atau lebih
Ps 1320, Syarat Syahnya Perjanjian; sepakat, cakap, suatu hal tertentu, suatu sebab yang
halal
Ps 1354, zaakwaarneming secara diam-diam dan secara sukarela tanpa persetujuan dan
sepengetahuannya berbuat untuk orang lain akan menimbulkan tanggungjawab hukum
terhadap akibat yang timbul apabila ada kesalahan dalam pelaksanaan (contoh pada pasien
kegawatdaruratan)

PERIKATAN DOKTER-PASIEN DARI ASPEK HUKUM PERDATA


Komunikasi efektif yang terjadi antara dokter dan pasien akan menghasilkan sjuatu
persetujuan pasien untuk dilakukan perawatan oleh dokter, karena pasien telah merasa
dekat dan pasien telah percaya kepada dokter
BENTUK GUGATAN PERDATA OLEH PASIEN
Perikatan antara nakes dan pasien diatur dalam pasal 1233, perikatan ini dibagi menjadi dua
yaitu perjanjian pada pasal 1313 dan undang undang. Perjanjian akan menghasilkan suatu
wanprestasi, sedangkan undang undang dibagi menjadi dua yaitu perbuatan melanggar
hukum (PMH) pada pasal 1365 dan zaakwaarneming pada pasal 1354.

SYARAT SAH PERJANJIAN


1.Persetujuan
2.Cakap Hukum
3.Hal tertentu
4.Causa yang Halal

WANPRESTASI
1.Sama sekalitidakmemenuhiprestasi
2.Memenuhi prestasitetapiterlambat
3.Memenuhi ttptidaksesuaidenganyang diperjanjikan
4.Memenuhi prestasitetapiyang tidakdibolehkan

PS 1365 KUHPERDATA
“Setiap perbuatan melawan hukum yang oleh karenanya menimbulkan kerugian pada orang
lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti
kerugian”

BENTUK PMH :
Bertentangan dengan hak orang lain
Bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri
Bertentangan dengan nilai – nilai / norma kesusilaan
Bertentangan dengan keharusan yang harus diindahkan dalam pergaulan masyarakat

SYARAT UNTUK DIKATAKAN MELAKUKAN PMH :


1.Ada perbuatan melanggar hukum
2.Ada kesalahan atau kelalaian
3.Ada kerugiaan
4.Ada hubungankausalantarakesalahandengankerugian

ZAAKWAARNEMING ( PERIKATAN KARENA UNDANG UNDANG )

 Mengikatkan diri karena kewajiban hukum/UU (1354 BW), terbebani kewajiban


hukum hingga orang yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri
urusannyabila tidak dijalankan sebagaimana mestinya dan berakibat kerugian maka
berhak atas ganti rugi
 Zaakwarnemingbukanlah penyebab malpraktik medis,ttp bila dalam pelaksanaanya
terdapat penyimpangan dari SOP dapat berakibat malpraktik
 Ex: pada tindakan kegawat daruratan pasien, dr/tenaga kesehatan wajib
memberikan pertolongan dan biasanya tidak didahului oleh informed consent

KASUS HUKUM YANG TELAH TERJADI DALAM PELAYANAN KESEHATAN GIGI


1. Pidana;
A. Praktik tidak sesuai dengan standar profesi
B. Praktik tanpa SIP/STR
C. Penganiayaan
D. Praktik tanpa meminta persetujuan orangtua pada anak
2. Perdata:
A. PMH (PerbuatanMelawanHukum)
B. HasilPerawatantidaksesuaidenganharapan, kecacatan

PENYEBAB UTAMA SENGKETA KEPERDATAAN YANG TELAH TERJADI pada


DOKTER GIGI

 Komunikasi dokter-Pasien yang tidak efektif; tidak dijelaskan risiko penyakit dan
risiko medis.
 Komunikasi kesejawatan antar dokter gigi, dokter gigi SP yang tidak baik salah
santunya adalah berebut lahan/ kompetensi.
 Kurang terkendalinya para dpkter gigi dalam mengomentari pekerjaan teman sejawat
lainnya pada pasien yang meminta dirawat/ pendapat.
 Ketidaktahuan kita para dokter tentang batasan kompetensi; bahkan timbul
penafsiran yang berbeda-beda

Anda mungkin juga menyukai