Anda di halaman 1dari 47

Portofolio Emergensi

KRISIS HIPERTENSI

Oleh:
dr. Poppy Novita
Dokter Internsip

Pendamping:

dr. Dessy Rahmawati

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG

PERIODE FEBRUARI 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Dari populasi Hipertensi (HT), ditaksir 70% menderita HT ringan, 20% HT


sedang dan 10% HT berat. Pada setiap jenis HT ini dapat timbul krisis hipertensi
dimana tekanan darah (TD) diastolik sangat meningkat sampai 120 – 130 mmHg
yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan pengelolaan yang cepat
dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita(1). Angka kejadian krisis HT menurut
laporan dari hasil penelitian dekade lalu di negara maju berkisar 2 – 7% dari populasi
HT, terutama pada usia 40 – 60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2
– 10 tahun. Angka ini menjadi lebih rendah lagi dalam 10 tahun belakangan ini
karena kemajuan dalam pengobatan HT, seperti di Amerika hanya lebih kurang 1%
dari 60 juta penduduk yang menderita hipertensi (2,3).

Berbagai gambaran klinis dapat menunjukkan keadaan krisis HT dan secara


garis besar, The Fifth Report of the Joint National Comitte on Detection, Evaluation
and Treatment of High Blood Pressure (JNCV) membagi krisis HT ini menjadi 2
golongan yaitu : hipertensi emergensi (darurat) dan hipertensi urgensi (mendesak). (1).

Membedakan kedua golongan krisis HT ini bukanlah dari tingginya TD, tapi
dari kerusakan organ sasaran. Kenaikan TD yang sangat pada seorang penderita
dipikirkan suatu keadaan emergensi bila terjadi kerusakan secara cepat dan progresif
dari sistem syaraf sentral, miokardinal, dan ginjal.(2). HT emergensi dan urgensi perlu
dibedakan karena cara penaggulangan keduanya berbeda.

Gambaran kilnis krisis HT berupa TD yang sangat tinggi (umumnya TD


diastolik > 120 mmHg) dan menetap pada nilai-nilai yang tinggi dan terjadi dalam
waktu yang singkat dan menimbulkan keadaan klinis yang gawat.(3). Seberapa besar
TD yang dapat menyebabkan krisis HT tidak dapat dipastikan, sebab hal ini juga bisa
(2,4)
terjadi pada penderita yang sebelumnya nomortensi atau HT ringan/sedang. .
Walaupun telah banyak kemajuan dalam pengobatan HT, namun para kilinisi harus
tetap waspada akan kejadian krisis HT, sebab penderita yang jatuh dalam keadaan ini
dapat membahayakan jiwa/kematian bila tidak ditanggulangi dengan cepat dan tepat.
Pengobatan yang cepat dan tepat serta intensif lebih diutamakan daripada prosedur

2
diagnostik karena sebagian besar komplikasi krisis HT bersifat reversibel(3,4). Dalam
menanggulangi krisis HT dengan obat anti hipertensi, diperlukan pemahaman
mengenai autoregulasi TD dan aliran darah, pengobatan yang selektif dan terarah
terhadap masalah medis, yang menyertai, pengetahuan mengenai obat parenteral dan
oral anti hipertensi, variasi regimen pengobatan untuk mendapatkan hasil pengobatan
yang memadai dan efek samping yang minimal. (4)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

The Joint National Committee (JNC VII) on “Prevention, Detection,


Evaluation and Treatment of High Blood Pressure” membuat kategori hipertensi
seperti dalam tabel 1(1).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi pada usia >18 tahun ( JNC VII )

Hipertensi emergensi adalah suatu keadaan dimana diperlukan penurunan


tekanan darah segera dalam 1 jam dengan menggunakan obat antihipertensi
parenteral untuk mengatasi kerusakan target organ, pada umumnya tekanan darah
>180/120 mmHg yang disertai kerusakan atau ancaman kerusakan di bidang
neurologi, jantung, mata dan ginjal.

Hipertensi urgensi adalah suatu keadaan yang ditandai naiknya tekanan darah
secara mendadak tanpa disertai gejala yang berat atau tanpa kerusakan target organ.
Umumnya diperlukan waktu intervensi pengobatan dalam satuan jam sampai
dengan 1 hari dengan menggunakan obat antihipertensi oral.

Tabel 2 .Perbedaan antara Hipertensi Emergensi dengan Hipertensi Urgensi.(2)

4
Disebut akselerasi malignan tekanan darah apabila dijumpai tanda-tanda
Retinopati Keight-Wagener (KW) derajat 4 yang ditandai adanya perdarahan retina
atau adanya Retinopati KW 3 dengan adanya eksudasi pada pembuluh darah
retina.(3)

Hipertensi ensefalopati adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan


darah yang tiba-tiba disertai sakit kepala yang hebat, gangguan mental yang
bersifat reversibel ketika tekanan darah diturunkan(3).

2.2 Epidemiologi

Sekitar satu persen dari penderita hipertensi dapat mengalami krisis hipertensi,
yakni terjadinya peningkatan tekanan darah tiba – tiba dengan atau tanpa disertai
kerusakan/ancaman kerusakan organ target. Dua puluh persen pasien hipertensi
yang datang ke UGD adalah pasien hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat
menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia
20-39 tahun, menjadi 65% pada penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari
total penduduk 30% diantaranya menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan
berlanjut menjadi hipertensi krisis diser-tai kerusakan organ target. Sebagian besar
pasien dengan stroke perdarahan mengalami hipertensi krisis(4).

Hipertensi emergensi dan urgensi sering dijumpai di instalasi gawat darurat


yakni sekitar 27,5% dari semua kasus – kasus emergensi yang ada.(3)

2.3 Etiologi

Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa


disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab
hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena
terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi
vaskular. Peningkatan tekanan darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas
endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular,
deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi autoregulasi.(5)

5
Tabel 3. Penyebab Hipertensi Emergensi

2.5 Klasifikasi

Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan perioritas


pengobatan, sebagai berikut (6) :

1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120


mmHg, disertai kerusakan berat dari organ sasaran yag disebabkan
oleh satu atau lebih penyakit/ kondisi akut. Keterlambatan
pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian.
TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai
beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit
atau (ICU).

2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan


dengan tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran.

6
TD harus diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman
memerlukan terapi parenteral.

Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain(7) :

1. Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD


> 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang
efektif (triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.

2. Hipetensi akselerasi : TD meningkat (Diastolik) > 120 mmHg


disertai dengan kelainan funduskopi KW III. Bila tidak diobati
dapat berlanjut ke fase maligna.

3. Hipertensi maligna : penderita hipertensi akselerasi dengan TD


Diastolik > 120 – 130 mmHg dan kelainan funduskopi KW IV
disertai papiledema, peniggian tekanan intrakranial kerusakan yang
cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun kematian bila
penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna, biasanya
pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun
sekunder dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya
mempunyai TD normal.

4. Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai


dengan keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan
keadaan ini dapat menjadi reversible bila TD diturunkan.

7
Tabel 4. Kondisi akut Krisis Hipertensi(6)

2.6 Patofisiologi

Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya krisis hipertensi


yaitu (7):

1. Teori “Over Autoregulation”


Dengan kenaikan TD menyebabkan spasme yang berat pada arteriole
mengurangi aliran darah ke otak (CDF) dan iskemi. Meningginya
permeabilitas kapiler akan menyebabkan pecahnya dinding kapiler,
udema di otak, petekhie, pendarahan dan mikro infark.

2. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation” bila TD mencapai


threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan
oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole.

8
Gambar 1. Patofisiologi Krisis Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang tinggi secara akut yang dapat dipicu oleh
beberapa faktor seperti kelainan hormonal tertentu, misalnya krisis tiroid, krisis
feokromositoma, kehamilan dengan preeclampsia/eklampsia, penyalahgunaan
obat–obat tertentu seperti cocaine dan amfetamin, luka bakar, trauma kepala,
glomerulonephritis akut, pembedahan dan lain–lain akan memicu terjadinya
peningkatan resistensi vascular sistemik yang selanjutnya bisa berdampak
terjadinya kerusakan organ target melalui dua jalur, yaitu peningkatan tekanan
darah yang demikian akan menimbulkan kerusakan sel – sel endotel pembuluh
darah yang akan diikuti dengan pengendapan sel – sel platelet dan fibrin sehingga
menyebabkan terjadinya nekrosis fibrinoid dan proliferasi intimal.(8)

Disisi lain terjadi peningkatan sekresi zat – zat vasokontriktor ,seperti rennin-
angiotensin dan katekolamin, sebagai mekanisme kompensasi yang semakin
mempertinggi peningkatan tekanan darah sehingga terjadi pula natriuresis spontan
yang mengakibatkan penurunan volume intravascular. Kedua jalur mekanisme
tersebut akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang semakin tinggi
sehingga menimbulkan iskemia jaringan dan pada akhirnya menyebabkan disfungsi
organ (8)

9
Gambar 2. Patofisiologi krisis hipertensi dan kerusakan organ target

Saat tekanan darah naik melampaui batas kritis, pada hewan percobaan MAP
150 mm Hg, saat itu terjadi segera kerusakan dinding arteri akan diikuti dengan
gejala lain yang merangsang pelepasan vasoaktif, kerusakan struktur endothel,
aktivasi RAAS system dan pelepasan mikropartikel platelet.(9)

Gambar 3 .Mekanisme Hipertensi emergensi

10
Gambar 4. Patofisiologi hipertensi emergensi

2.7 Manifestasi Klinis

Kerusakan organ target yang sering dijumpai pada pasien dengan hipertensi
emergensi terutama berkaitan dengan otak, jantung dan ginjal(9)

a. Cerebrovaskular : Infark cerebral, intracerebral hemorage, perdarahan


subarachnoid
b. Jantung: Disesksi aorta akut, gagal jantung akut, IMA
c. Ginjal : Glomerulonephritis akut, hipertensi renovaskular, krisi renal akibat
penyakit kolagen-vaskular dan hipertensi berat setelah transplatasi ginjal

1. Sistem Saraf Pusat

Serebral autoregulasi adalah kemampuan inheren dari vaskular otak untuk


mempertahankan aliran darah serebral dengan konstan (CBF) di berbagai tekanan
perfusi. Pasien dengan hipertensi kronis dapat mentoleransi lebih tinggi berarti
tekanan arteri (MAP) sebelum mereka memiliki gangguan sistem autoregulasi.
Namun, pasien tersebut juga mengalami peningkatan resistensi serebrovaskular dan
lebih rentan terhadap iskemia serebral ketika aliran menurun, terutama jika tekanan
darah menurun kekisaran normal. Tekanan darah yang naik dengan cepat dapat
menyebabkan hiperperfusi dan meningkatkan CBF, yang dapat menyebabkan
tekanan intrakranial meningkat dan edema serebral. Hipertensi ensefalopati
merupakan salah satu manifestasi klinis edema serebral dan microhemorrhages

11
(10terlihat dengan disfungsi dari autoregulasi otak dan ditandai oleh hipertensi,
pemikiran berubah, dan papil edema.(10)

2. Sistem Kardiovaskular

Hipertensi kronis menyebabkan peningkatan kekakuan arteri, peningkatan


tekanan darah sistolik, dan tekanan nadi melebar. Faktor-faktor ini berperan untuk
menurunkan tekanan perfusi koroner, meningkatkan konsumsi oksigen miokard,
dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri. Selama hipertensi emergensi, ventrikel
kiri tidak mampu mengkompensasi kenaikan tahanan vaskuler akut sistemik. Hal
ini mengarah ke gagal ventrikel kiri dan edema paru atau iskemia miokard.(10)

3. Ginjal

Hipertensi kronis menyebabkan perubahan patologis pada arteri kecil ginjal.


Arteri berkembang menjadi disfungsi endotel dan vasodilatasi terganggu, yang
mengubah autoregulasi ginjal. Ketika sistem autoregulatori ginjal terganggu,
tekanan intra glomerular mulai bervariasi secara langsung dengan tekanan arteri
sistemik, sehingga menawarkan perlindungan untuk ginjal selama fluktuasi BP.
Selama krisis hipertensi, ini dapat menyebabkan iskemia ginjal akut(10)

2.8 Diagnosis (8)


1. Anamnesa
Hal yang penting ditanyakan :
a. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.
b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.
c. Usia : sering pada usia 40 – 60 tahun.
d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, hoyong, perubahan mental, ansietas ).
e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang ).
f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan
oedem paru, nyeri dada ).
g. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.
h. Riwayat kehamilan : tanda eklampsi.

12
2. Pemeriksaan fisik :

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri )


mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah
jantung kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi
dengan kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema
paru. Perlu dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.

3. Pemeriksaan penunjang :

Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :

a. Pemeriksaan yang segera seperti :


 Darah : rutin, BUN, creatirine, elektrolik, KGD.
 Urine : Urinelisa dan kultur urine.
 EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi.
 Foto dada : apakah ada oedema paru ( dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana ).
b. Pemeriksaan lanjutan ( tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama ) :
 Sangkaan kelainan renal : IVP, Renald angiography ( kasus
tertentu ), biopsi renald ( kasus tertentu ).
 Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal
tab, CAT Scan.
 Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid ( VMA ).

13
Gambar 5. Alur diagnosis krisis hipertensi

2.9 Tatalaksana

2.9.1 Dasar penanggulangan Krisis Hipertensi(9)

Tekanan darah yang sedemikian tinggi haruslah segera diturunkan karena


penundaan akan memperburuk penyakit yang akan timbul baik cepat maupun
lambat. Tetapi dipihak lain, penurunan yang terlalu agresif juga dapat
menimbulkan berkurangnya perfusi dan aliran darah ke organ vital terutama otak,
jantung, dan ginjal.

Untuk menurunkan TD sampai ke tingkat yang diharapkan perlu diperhaikan


berbagai faktor antara lain keadaan hipertensi sendiri TD segera diturunkan atau
bertahap, pengamatan problema yang menyertai krisis hipertensi perubahan dari
aliran darah dan autoregulasi TD pada organ vital dan pemilihan obat anti
hipertensi yang efektif untuk krisis hipertensi dan monitoring efek samping obat.

14
Autoregulasi adalah penyesuaian fisiologis organ tubuh terhadap kebutuhan
dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada resistensi terhadap aliran
darah dengan berbagai tingkatan perubahan kontriksi / dilatasi pembuluh darah.

Dengan pengetahuan autoregulasi dalam menurunkan TD secara mendadak


dimaksudkan untuk melindungi organ vital dengan tidak terjadi iskemi.
Autoregulasi otak telah cukup luas diteliti dan diterangkan.

Pada cerebrovaskuler yang normal penurunan TD yang cepat sampai batas


hipertensi, masih dapat ditolelir.Pada penderita hipertensi kronis, penyakit
cerebrovaskular dan usia tua, batas ambang autoregulasi ini akan berubah dan
bergeser ke kanan pada kurva, sehingga pengurangan aliran darah terjadi pada TD
yang lebih tinggi.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi maupun


hipertensi, ditaksir bahwa batas terendah dari autoregulasi otak adalah kira-kira
25% dibawah resting MAP. Oleh karena itu dalam pengobatan krisis hipertensi,
pengurangan MAP sebanyak 20–25% dalam beberapa menit/jam, tergantung dari
apakah emergensi atau urgensi. Penurunan TD pada penderita aorta diseksi akut
ataupun oedema paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15–30
menit dan bisa lebir rendah lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainnya.
Penderita hipertensi ensefalopati, penurunan TD 25% dalam 2–3 jam. Untuk pasien
dengan infark cerebri akut ataupun pendarahan intrakranial, pengurangan TD
dilakukan lebih lambat (6 – 12 jam) dan harus dijaga agar TD tidak lebih rendah
dari 170 – 180/100 mmHg.

15
Gambar 6. Mekanisme Autoregulasi

Kriteria perbaikan yang diharapkan pada pasien berupa :

- Pasien sadar penuh,


- Kulit teraba hangat,
- Nadi bilateral kuat dan sama,
- Pengisian kapileri kurang dari 3 detik,
- Tekanan darah sistolik < 140 mmHg, diastolic < 90 mmHg, MAP 70 –
120 mmHg, (sesuai kerusakan organ target)
- Frekuensi nadi 60 – 100 kali / menit,
- Tidak ada aritmia yang mengancam,
- Urin 30 ml/jam atau 0,5 – 1 ml/KgBB/jam, dan
- Nilai BUN < 20 mg/dl serta kreatinin <1,5 mg/dl.

Monitoring yang perlu dilakukan pada pasien berupa :

- Monitoring tekanan darah dan mencatat setiap peningkatan atau


penurunan yang tiba – tiba,
- Memantau produksi urin setiap jam dan mencatat jika adanya darah
dalam urin, serta
- Monitoring EKG untuk memantau ada tidaknya aritmia atau perubahan
segmen ST dan gelombang T yang menunjukkan adanya iskemik atau
injuri miokard.

16
Penanganan umum yang perlu diberikan pada pasien berupa

- Oksigen 2 – 4 L/menit untuk mempertahankan atau memperbaiki


oksigenasi,
- Meminimalkan kebutuhan oksigen dengan memposisikan pasien tetap
istirahat ditempat tidur,
- Membantu pasien untuk menurunkan kecemasannya,
- Memberikan makanan cair pada fase akut,
- Memberikan obat – obatan sesuai kolaborasi dengan dokter serta
menyiapkan pasien dan keluarganya untuk intervensi pembedahan jika
ada indikasi.

2.9.2 Hipertensi Emergensi

2.9.2.1 Penatalaksanaan Umum (8)

Bila diagnosa hipertensi emergensi telah ditegakkan maka TD perlu segera


diturunkan. Langkah-langkah yang perlu diambil adalah :

1. Rawat di ICU, pasang femoral intraarterial line dan pulmonari arterial


catether (bila ada indikasi). Untuk menentukan fungsi kordiopulmonair dan
status volume intravaskuler.
2. Anamnese singkat dan pemeriksaan fisik.
- Tentukan penyebab krisis hipertensi
- Singkirkan penyakit lain yang menyerupai krisis HT
- Tentukan adanya kerusakan organ sasaran
3. Tentukan TD yang diinginkan didasari dari lamanya tingginya TD
sebelumnya, cepatnya kenaikan dan keparahan hipertensi, masalah klinis
yang menyertai dan usia pasien.
- Penurunan TD diastolik tidak kurang dari 100 mmHg, TD sistolik tidak
kurang dari 160 mmHg, ataupun MAP tidak kurang dari 120 mmHg
selama 48 jam pertama, kecuali pada krisis hipertensi tertentu ( misal :
disecting aortic aneurysm). Penurunan TD tidak lebih dari 25% dari
MAP ataupun TD yang didapat.

17
- Penurunan TD secara akut ke TD normal / subnormal pada awal
pengobatan dapat menyebabkan berkurangnya perfusike ke otak,
jantung dan ginjal dan hal ini harus dihindari pada beberapa hari
permulaan, kecuali pada keadaan tertentu, misal : dissecting anneurysma
aorta.
- TD secara bertahap diusahakan mencapai normal dalam satu atau dua
minggu.

Jika hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka
penderita dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari
obat anti hipertensi intravena ( IV ). Obat-obatan yang ideal digunakan pada
kondisi hipertensi emergensi bersifat memberikan efek penurunan tekanan darah
yag cepat, dan mudah dititrasi tanpa efek samping. Target penurunan tekanan darah
sistolik dalam 1 jam pertama sebesar 10-15% dari tekanan sistolik awal dan tidak
melebihi 25%. Jika kondisi pasien cukup stabil maka target tekanan darah dalam 2-
6 jam selanjutnya sekitar 160/100-110 mmHg. Selanjutnya hingga 24 jam kedepan
tekanan darah diturunkan hingga tekanan sistoliknya 140 mmHg

Perlu diingat bahwa pada pasien dengan hipertensi emergensi dapat mengalami
natriuresis spontan sehingga dapat menyebakan penurunan volume intravascular,
sehingga pemberian cairan cristaloid akan memperbaiki perfusi organ dan
mencegah menurunkan tekanan darah yang drastic akibat efek obat antihipertensi
yang diberikan.

Namun pemberian cairan juga harus berhati-hati karena berisiko terjadinya


edema paru. Peningkatan tekanan darah yang mendadak akan meningkatkan
tekanan akhir diastolic ventrikel kiri yang selanjtnya akan meningkatkan tekanan di
atrium kiri dan vena pulmonal sehingga terjadi bendungan dan kongesti di paru.
Pemberian cairan sebaiknya diberikans etelah target penurunan TD dalam 1 jam
telah tercapai dan perlu pemantauan yang ketat. Pada saat target TD tercapai,obatan
oral dapat segera dimulai dan obat intravena dapat diturunkan perlahan. Penurunan
tekanan darah hingga normo tensi dapat dicapai dalam beberapa hari kemudian

18
2.9.2.2 Penatalaksanaan Khusus

1. Kegawatdaruratan Neurologi

Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti


hypertensive encephalopathy, perdarahan intrakranial dan stroke iskemik akut.
American Heart Association merekomendasikan penu-runan tekanan darah >
180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intrakranial dan MAP harus
dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iske-mik tekanan
darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah
tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan > 130 mmHg(11)

2. Kegawatdaruratan Jantung

Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot
jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang
melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan nitroglycerin.
Pada studi yang telah di-lakukan, bahwa nitroglycerin terbukti dapat meningkatkan
aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-
obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal,
kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti nitroprusside.
Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah
yang diinginkan (TD sistolik > 120mmHg) dalam waktu 20 menit.(11)

3. Gagal Ginjal.

Acute kidney injury bisa dise-babkan oleh atau merupakan konsekuensi dari
hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria,
oligouria dan atau anuria. Terapi yang di-berikan masih kontroversi, namun
nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside sendiri dapat
menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian fenoldopam secara
parenteral dapat meng-hindari potensi keracunan sianida akibat dari pemberian
nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.(10)

19
4. Hyperadrenergic states.

Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti


kate-kolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau amphetamine
dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase dapat mencetuskan
timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal.
Pada orang-orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan darah
dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau
phentolamine IV (ganglion-blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan
sebagai tambahan sampai te-kanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali
klonidin sebagai dosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi
yang telah dijelaskan di atas.(11)

Pada hipertensi emergensi akan digunakan obat yang bekerjanya cepat dalam
menurunkan tekanan darah sehingga akan diperlukan obat parenteral sesuai indikasi
kegawatannya. Konsensus umum berlaku adalah tercapainya penurunan tekanan
darah maksimal 25 % dari dasar pada 1 jam pertama, kecuali pada Diseksi Aorta,
target secepatnya untuk mencapai tekanan darah normal.(10)

20
Tabel 5 Pilihan terapi pada hipertensi emergensi(9)

1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun


venous. Secara i. V mempunyai
- Onset of action yaitu : 1 – 2 menit
- Dosis 1 – 6 ug / kg / menit
- Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerin : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila
dengan dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena.
- Onset of action 2 – 5 menit, duration of action 3 – 5 menit.
- Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V.

21
- Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara
i.V bolus.
- Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of
action 4 – 12 jam.
- Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75 mg setiap 5
menit sampai TD yang diinginkan.
- Efek samping : hipotensi dan shock, mual, muntah, distensi abdomen,
hiperuricemia, aritmia, dll.

4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri.


- Onset of action : oral 0,5 – 1 jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6
– 12 jam.
- Dosis : 10 – 20 mg i.v bolus : 10 – 40 mg i.m
- Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central ataupun Beta
Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular.
- Efek samping : refleks takhikardi, meningkatkan stroke volume dan
cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.

5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor.


- Onset on action 15 – 60 menit.
- Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin.
- Dosis 5 – 20 mg secar i.v bolus atau i.m.
- Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10 menit.

7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan


menginhibisi sistem simpatis dan parasimpatis.
- Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v.
- Onset of action : 1 – 5 menit, Duration of action : 10 menit.
- Efek samping : opstipasi, ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma,
hipotensi, mulut kering.

22
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent.
- Dosis : 20 – 80 mg secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara
infus i.v.
- Onset of action 5 – 10 menit
- Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll.
- Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam, duration of
action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.

9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem


syaraf simpatis.
- Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam.
- Onset of action : 30 – 60 menit, duration of action kira-kira 12 jam.
- Efek samping : Coombs test ( + ) demam, gangguan gastrointestino, with
drawal sindrome dll. Karena onset of actionnya bisa takterduga dan kasiatnya
tidak konsisten, obat ini kurang disukai untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral.
- Dosis : 0,15 mg i.v pelan-pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug
dalam 100 cc dekstrose dengan titrasi dosis.
- Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam atau
beberapa jam.
- Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering, rasa sakit
pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat.

Pada tahun 1993 telah diteliti penggunaan obat oral nifedipine sublingual
dan captoprial pada penderita hipertensi krisis memberikan hasil yang cukup
memuaskan setelah menit ke 20. Captoprial dan Nifedipine sublingual tidak
berbeda bermakna dam Menurunkan TD.(9)

Captoprial 25 mg atau Nifedipine 10 mg digerus dan diberikan secara


sublingual kepada pasien. TD dan tanda Vital dicatat tiap lima menit sampai 60
menit dan juga dicatat tanda-tanda efek samping yang timbul. Pasien

23
digolongkan nonrespons bila penurunan TD diastolik <10mmHg setelah 20
menit pemberian obat. Respons bila TD diastolik mencapai <120mmHg atau
MAP <150mmHg dan adanya perbaikan simptom dan sign dari gangguan organ
sasaran yang dinilai secara klinis setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit
respons bila setelah 60 menit pemberian obat. Inkomplit respons bila setelah 60
menit TD masih >120mmHg atau MAP masih >150mmHg, tetapi jelas terjadi
perbaikan dari simptom dan sign dari organ sasaran.(12)

Pemilihan jenis obat yang dipakai sebaiknya disesuaikan dengan sindroma atau
kerusakan organ target yang ditemukan

Pada tabel tersebut tampak bahwa nicardipin yang termasuk golongan


antagonis calsium merupakan salah satu jenis obat yang pemakaiannya cukup luas.
Obat ini memiliki karakteristik :

- Vasoselektif, yakni selektifitasnya 30.000 x lebih banyak bekerja pada sel sel
otot polos pembuluh darah dibandingkan otot miokard
- Tidak mendepresi kerja otot miokard
- Tidak bersifat inotropik negative
- Memiliki efek antihipertensi yang cepat dan stabil serta efek minimal terhadap
frekuensi denyut jantung
- Dapat meningkatkan aliran darah menuju otak, jantung dan ginjal.
Jika dibandingkan dengan obat golongan antagonis calcium lainnya,
nicardipine memiliki beberapa keunggulan seperti tampak pada tabel 3:

24
Tabel 6. Perbandingan obat – obat antagonis calcium.

Tabel 7. Anti hipertensi yang dianjurkan untuk sindroma spesifik

25
2.9.3 Hipertensi Urgensi

Terapi pada Hipertensi urgensi dapat digunakan obat oral yang memiliki onset
cepat oleh karena segi kegawatannya tidaklah memerlukan waktu yang singkat
seperti pada hipertensi emergensi.(9)

Penderita dengan hipertensi urgensi tidak memerlukan rawat inap di rumah


sakit. Sebaiknya penderita ditempatkan diruangan yang tenang, tidak terang dan TD
diukur kembali dalam 30 menit. Bila TD tetap masih sangat meningkat, maka dapat
dimulai pengobatan. Umumnya digunakan obat-obat oral anti hipertensi dalam
menggulangi hipertensi urgensi ini dan hasilnya cukup memuaskan.(10)

Obat-obat oral anti hipertensi yang digunakan a.l (12)

- Nifedipine : pemberian bisa secara sublingual (onset 5-10


menit).Buccal (onset 5 –10 menit),oral (onset 15-20
menit),duration 5 – 15 menit secara sublingual/buccal). Efek
samping : sakit kepala, takhikardi, hipotensi, flushing, hoyong.
- Clonidine : Pemberian secara oral dengan onset 30 – 60 menit
Duration of Action 8-12 jam. Dosis : 0,1-0,2 mg,dijutkan 0,05mg-
0,1 mg setiap jam s/d 0,7mg. Efek samping : sedasi,mulut
kering.Hindari pemakaian pada 2nd degree atau 3rd degree, heart
block, brakardi,sick sinus syndrome.Over dosis dapat diobati
dengan tolazoline.
- Captopril : pemberian secara oral/sublingual. Dosis 25mg dan
dapat diulang setiap 30 menit sesuai kebutuhan. Efek samping :
angio neurotik oedema, rash, gagal ginjal akut pada penderita
bilateral renal arteri sinosis.
- Prazosin : Pemberian secara oral dengan dosis 1-2mg dan diulang
perjam bila perlu.Efek samping : first dosyncope, hiponsi
orthostatik, palpitasi, takhikaro sakit kepala.

Dengan pemberian Nifedipine ataupun Clonidine oral dicapai penurunan MAP


sebanyak 20 % ataupun TD<120 mmHg. Demikian juga Captopril, Prazosin

26
terutama digunakan pada penderita hipertensi urgensi akibat dari peningkatan
katekholamine.

Tabel 8. Obat oral untuk hipertensi Urgensi (10)

2.10 Prognosis

Sebelum ditemukannya obat anti hipertensi yang efektif survival penderita


hanyalah 20% dalam 1 tahun.Kematian sebabkan oleh uremia (19%), payah jantung
kongestif (13%), cerebro vascular accident (20%),payah jantung kongestif disertai
uremia (48%), infrak Mio Card (1%), diseksi aorta (1%)(11)

Prognose menjadi lebih baik berkat ditemukannya obat yang efektif dan
penaggulangan penderita gagal ginjal dengan analysis dan transplanta ginjal.
Whitworth melaporkan dari penelitiannya sejak tahun 1980, survival dalam 1 tahun
berkisar 94% dan survival 5 tahun sebesar 75%.Tidak dijumpai hasil perbedaan
diantara retionopati KWIII dan IV.Serum creatine merupakan prognostik marker
yang paling baik dan dalam studinya didapatkan bahwa 85% dari penderita dengan
creatinite <300 umol/l memberikan hasil yang baik dibandingkan dengan penderita
yang mempunyai fungsi ginjal yang jelek yaitu 9 %(12)

27
BAB III
KESIMPULAN

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan di bidang neuro-


cardiovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis
terdiri dari hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi. Keduanya harus ditangani
dengan tepat dan segera sehingga prognosisnya terhadap organ target (otak, ginjal
dan jantung) dan sistemik dapat ditanggulangi.

Pada pasien asimtomatis yang dijumpai adanya kenaikan tekanan darah secara
mendadak, baik yang bersifat emegensi maupun urgensi, penapisan yang optimal
serta pengobatan yang tepat akan berpengaruh terhadap hasil klinis, cepat atau
lambat terhadap morbiditas maupun mortalitas.

Pada kondisi spesifik berdasarkan adanya kerusakan target organ akan


didapatkan berbagai macam variasi yang akan berpengaruh terhadap hasil ahir
intervensi pengobatan dalam mengatasi masalah kegawatan tersebut, hingga kini
dipahami apabila pemilihan obat antihipertensi yang sesuai, ketersediaan obat di
daerah tertentu, efek samping minimal yang perlu diketahui, pengetahuan tentang
mekanisme dan potensiasi obat, semua ini akan memberikan hasil pengobatan yang
optimal.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Chobanian AV ,Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA,et al, the Joint
National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high
blood pressure.Seventh Report. Hypertension 42:2003; 1206-1252

2. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital


Physician March 2007; 43-50

3. Mc Cowan C. Hypertensive Emergencies. Available at


www.emedicine.medscape.com/

4. Aggarwal MD, Khan IA. Hypertensive Crisis: Hypertensive emergencies and


Urgencies.Cardiology Clinics 24:2006;135-146

5. Marik P, Rivera R. Hypertensive emergencies: an update. Current Opinion in


Critical Care 2011; 17:569-580

6. Kaplan NM,Victor RG, Hypertensive Crises , in Kaplan’s Clinical Hypertension,


10th 2010 , Wolters Kluwer/Lippincott Williams& Wilkins-Philadelphia pp 274-
287.

7. Deshmukh A, Kumar G, Kumar N, Nanchal R, Gobal F, Sakhuja A, Mehta J. Effect


of Joint National Committee VII report on hospitalization for hypertensive
emergencies in the United States. American Journal of Cardiology 2011; 108

8. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi-Urgensi.


BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8.

9. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. Am J
Hypertensi. 2010. 23:775-780.

10. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8.

11. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's
Principles ofInternal Medicine. Seventeenth Edition. 2008.

12. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLi-brary.
2004.

29
BORANG PORTOFOLIO

Nama Peserta: Poppy Novita

Nama Wahana: RSUD Padang Panjang

Topik: Krisis Hipertensi

Tanggal (kasus): 12 Maret 2019

Nama Pasien: Ny. T No. RM: 509013

Tanggal Presentasi: Nama Pendamping: dr. Dessy Rahmawati

Obyektif Presentasi:

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Pasien datang dengan keluhan utama lemah anggota gerak kanan dan tidak
bisa memiringkan badan kekanan sejak 12 jam sebelum masuk RS

Tujuan : Menegakkan diagnosis, penatalaksanaan

Bahan bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara membahas: Diskusi Presentasi dan diskusi Email Pos

Data pasien: Nama:Ny. T Nomor Registrasi: 509013

Nama klinik: RSUD Padang Telp: - Tedaftar sejak: 12 Maret


Panjang 2018

Data utama untuk bahan diskusi:

1. Diagnosis/gambaran klinis: Krisis Hipertensi


2. Riwayat pengobatan

30
Tidak ada

3. Riwayat kesehatan
Tidak ada

4. Riwayat keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita keluhan seperti pasien

5. Riwayat pekerjaan

Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktivitas fisik sedang

6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (rumah, lingkungan, pekerjaan)

Tinggal bersama anak dan cucu

8. Lain-lain:

Daftar Pustaka
1. Chobanian AV ,Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA,et al, the Joint
National Committee on prevention, detection, evaluation and treatment of high blood
pressure.Seventh Report. Hypertension 42:2003; 1206-1252
2. Vaidya CK, Ouellette JR. Hypertensive Urgency and Emergency. Hospital Physician
March 2007; 43-50
3. Mc Cowan C. Hypertensive Emergencies. Available at
www.emedicine.medscape.com/
4. Aggarwal MD, Khan IA. Hypertensive Crisis: Hypertensive emergencies and
Urgencies.Cardiology Clinics 24:2006;135-146
5. Marik P, Rivera R. Hypertensive emergencies: an update. Current Opinion in Critical
Care 2011; 17:569-580
6. Kaplan NM,Victor RG, Hypertensive Crises , in Kaplan’s Clinical Hypertension, 10th
2010 , Wolters Kluwer/Lippincott Williams& Wilkins-Philadelphia pp 274-287.
7. Deshmukh A, Kumar G, Kumar N, Nanchal R, Gobal F, Sakhuja A, Mehta J. Effect of
Joint National Committee VII report on hospitalization for hypertensive emergencies in
the United States. American Journal of Cardiology 2011; 108
8. Rampengan SH. Krisis Hipertensi. Hipertensi Emergensi dan Hipertensi-Urgensi.
BIKBiomed. 2007. Vol.3, No.4 :163-8.
9. Saguner AM, Dür S, Perrig M, Schiemann U, Stuck AE, et al. Risk Factors
PromotingHypertensive Crises: Evidence From a LongitudinalStudy. Am J Hypertensi.
2010. 23:775-780.
10. Madhur MS. Hypertension. Medscape Article. 2012. Vol.3, No.4 :163-8.
11. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, et al.Harrison's Principles
ofInternal Medicine. Seventeenth Edition. 2008.
12. Majid A. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan. USU DigitalLi-brary. 2004.

31
Hasil Pembelajaran

1. Definisi
2. Epidemiologi
3. Etiologi
4. Klasifikasi
5. Patofisiologi
6. Manifestasi Klinis
7. Diagnosis
8. Penatalaksanaan
9. Prognosis
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

1. Subjektif

- Pasien tidak bisa memiringkan badan sendiri ke arah kanan sejak 12 jam

SMRS, terjadi`secara tiba-tiba ketika pasien hendak bangun dari tempat

tidur

- Tampak kelemahan pada anggota gerak kanan sejak 12 jam SMRS

- Bicara tidak jelas sejak 12 jam SMRS

- Penurunan kesadaran tidak ada

- Kejang tidak ada

- Muntah tidak ada

- Pasien masih beraktivitas seperti biasa sebelumnya

- Riwayat hipertensi ada namun tidak control teratur

- Riwayat Diabetes mellitus dan penyakit jantung tidak ada

2. Objektif

Vital Sign

Keadaan umum : Sedang

32
Kesadaran : GCS : E4M6Vaf

Kooperatif : Kurang kooperatif

Nadi/ irama : 80x/menit, ireguler

Pernafasan : 20 x/menit

Tekanan darah : 180/130 mmHg

Suhu : 37oC

Keadaan gizi : sedang

Turgor kulit : baik

Kulit dan kuku : pucat (-), sianosis (-)

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Torak

Paru

Inspeksi : normochest simetris kiri dan kanan

Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : irama ireguler, bising (-), gallop (-)

33
Abdomen

Inspeksi : perut tidak tampak membuncit, distensi -

Palpasi : hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) N

Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas (-)

Palpasi : nyeri tekan (-)

Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

 Kaku kuduk : (-)

 Brudzinsky I : (-)

 Brudzinsky II : (-)

 Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial

 Pupil isokor, diameter 2mm/2mm , reflek cahaya +/+

 Papil edem (tidak diperiksa)

 Chusing sign (-)

3. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Objektif (dengan bahan) Tidak dilakukan Tidak dilakukan

34
N. II (Optikus)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Lapangan pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Melihat warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Funduskopi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Bebas ke segala arah

Strabismus (-) (-)

Nistagmus (-) (-)

Ekso/endotalmus (-) (-)

Pupil
 Bentuk isokor isokor
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi (+) (+)
 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trochlearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah + +
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik Sulit dinilai Sulit dinilai
 Membuka mulut
 Menggerakkan rahang
 Menggigit
 Mengunyah
Sensorik

35
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea + +
- Sensibilitas + +

 Divisi maksila
- Refleks masetter - -
- Sensibilitas + +
 Divisi mandibula
- Sensibilitas + +

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral + +
Sikap bulbus Ortho Ortho

Diplopia - -

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kanan lebih datar dari kiri
Sekresi air mata + +
Fissura palpebra + +

Menggerakkan dahi Sulit dinilai Sulit dinilai

Menutup mata Sulit dinilai Sulit dinilai

Mencibir/ bersiul Sulit dinilai Sulit dinilai

Memperlihatkan gigi Sulit dinilai Sulit dinilai

Sensasi lidah 2/3 depan Sulit dinilai Sulit dinilai

Hiperakusis Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri
Suara berbisik Sulit dinilai Sulit dinilai

Detik arloji Sulit dinilai Sulit dinilai

36
Rinne tes Sulit dinilai Sulit dinilai

Weber tes Sulit dinilai

Schwabach tes Sulit dinilai


- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Sulit dinilai Sulit dinilai
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Sulit dinilai Sulit dinilai

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks muntah (Gag Rx) Sulit dinilai

N. X (Vagus)

Arkus faring Sulit dinilai

Uvula Sulit dinilai

Menelan Sulit dinilai

Suara Tidak Jelas


Nadi ireguler

N. XI (Asesorius)

Menoleh ke kanan Sulit dinilai

Menoleh ke kiri Sulit dinilai

Mengangkat bahu ke Sulit dinilai


kanan
Mengangkat bahu ke kiri Sulit dinilai

37
N. XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah dalam Deviasi ke kiri


Kedudukan lidah dijulurkan Deviasi ke kanan
Tremor -
Fasikulasi -
Atropi -

4. Pemeriksaan koordinasi

Cara berjalan
Romberg tes Sulit dinilai Sulit dinilai
Ataksia Sulit dinilai Sulit dinilai
Reboundphenomen Sulit dinilai Sulit dinilai
Test tumit lutut Sulit dinilai Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Teratur


Duduk
b. Berdiri dan Gerakan spontan +
berjalan Tremor -
Atetosis -
Mioklonik -
Khorea -
c. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit dinilai Sulit
dinilai
Kekuatan Dengan tes jatuh lateralisasi ke kanan
Tropi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi

Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

6. Pemeriksaan sensibilitas

Sensibiltas taktil Sulit dinilai


Sensibilitas nyeri Sulit dinilai
Sensiblitas termis Sulit dinilai
Sensibilitas kortikal Sulit dinilai
Stereognosis Sulit dinilai
Pengenalan 2 titik Sulit dinilai
Pengenalan rabaan Sulit dinilai

38
7. Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
 Atas Cremaster
 Tengah Sfingter

 Bawah

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (+) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)
8. Otonom

- Miksi : unhibitted bladder (-)

- Defekasi : fungsi normal

- Sekresi keringat: fungsi normal

9. Fungsi luhur : Baik

Kesadaran Tanda Dementia


 Reaksi bicara Sulit dinilai  Reflek glabella -
 Fungsi intelek Sulit dinilai  Reflek Snout -
 Reaksi emosi Sulit dinilai  Reflek menghisap -
 Reflek memegang -
 Reflek -
palmomental

39
3. Pemeriksaan laboratorium

Darah :

Rutin : Hb : 13,8 gr/dl

Leukosit : 6140/mm3

Trombosit : 210.000/mm3

Hematokrit : 41%

Kimia Klinik : Na/K/Cl : 141 /4,2/109 mEq/L

Ureum/creatinin : 24 / 0,7

GDS : 109 g/dl

Rencana pemeriksaan tambahan

 Algoritma Gajah Mada : penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), reflek

babinsky (+). Kesan : stroke iskemik

 Siriraj score : (2,5 x 0) + ( 2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 130) – ( 3x 0) - 12= 1

Kesan : diagnosis meragukan, anjuran CT SCAN

40
 EKG : Irama : ireguler, HR : 90x/i, gelombang P tidak jelas, interval PR tidak

jelas,ST depresi di lead V3, V4, V5, V6

Kesan : atrium fibrilasi + NSTEMI

4. Assesment (Penalaran Klinis):

Telah dilaporkan seorang perempuan berusia 81 tahun dengan kelamahan

anggota gerak kanan dan tidak mampu memiringkan badan ke arah kanan

terjadi`secara tiba-tiba ketika pasien hendak bangun dari tempat tidur sejak 12 jam

sebelum masuk rumah sakit. Bicara pasien juga menjadi tidak jelas sejak 12 jam

sebelum masuk rumah sakit. Penurunan kesadaran tidak ada. Kejang tidak ada.

Muntah tidak ada. Pasien masih beraktivitas seperti biasa sebelumnya. Riwayat

hipertensi ada namun tidak control teratur. Riwayat Diabetes mellitus dan penyakit

jantung tidak ada

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umu pasien sedang, dengan

kesadarah E4M6Vafasia. Pada saat diperiksa pasien tampak kurang kooperatif

disamping pasien juga sudah mengalami penurunan pendengaran. Nadi 80 kali

permenit dengan irama ireguler dan tekanan darah didapatkan 180/130mmHg. Pada

pemeriksaan nervus cranialis didapatkan pada raut wajah plika nasolabialis kanan

lebih datar dari pada kiri dan saat lidah didalam deviasi kekiri, saat lidah diluar

deviasi kekanan. Untuk pemeriksaan motorik gerakan sulit dinilai dan kekuatan

diperiksa dengan tes jatuh terdapat lateralisasi ke kanan. Pada pemriksaan reflek

patologis didapatkan reflek babinski kanan positif.

Pada pemeriksaan algortima gajah mada pasien mengalami stroke iskemik

dan pada perhitungan siriraj score didapatkan hasil meragukan dan anjuran untuk

41
dilakukan Ct Scan. Pada pemeriksaan EKG didapatkan kesan atrium fibrilasi dan

NSTEMI.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien

didiagnosis dengan Hemiparese dekstra tipe UMN + parese N.VII , XII tipe UMN,

Stroke cardioemboli dd Stroke hemoragik, Hipertensi Emergensi, AF NVR +

NSTEMI. Pada pasien dilakukan Elevasi kepala 300, pemberian O2 3L/I, IVFD RL

12 jam/kolf, dilakukan pemasangan NGT dan kateter urin. Pasien juga diberikan

Injeksi Citicolin 2x500 gram, Injeksi Ranitidin 2x50 mg, Simvastatin 1x40 mg PO,

Bisoprolol 1x2,5 mg PO, CPG 1x1 tab PO, Aspilet 1x1 tab PO. Pasien diberikan

Drip Nicardipin 1 amp dalam 50 cc RL kecepatan 7,5 cc/ jam updown titrasi jika TD

>200/100 dan Manitol 20% tapering off sesuai protap. Pasien dirawat bersama

neurologi dan jantung.

5. Plan

Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Hemiparese dekstra tipe UMN + parese N.VII , XII

tipe UMN

Diagnosis Topik : Hemisfer Cerebri sinistra

Diagnosis Etiologi : Stroke cardioemboli dd Stroke hemoragik

Diagnosis Sekunder : Hipertensi Emergensi + AF NVR + NSTEMI

Terapi:

- Umum : Elevasi kepala 300

O2 3L/i

IVFD Asering 12 jam/kolf

Pasang NGT dan Kateter urin

42
- Khusus :

Konsul Sp.S, Advice

 IVFD RL 12 jam/kolf

 Inj Citicolin 2x500 gram (iv)

 Inj Ranitidin 2x50 mg (iv)

 Drip Nicardipin 1 amp dalam 50 cc RL kecepatan 7,5 cc/ jam updown titrasi

 Manitol 20% tapering off sesuai protap

 Konsul jantung

Konsul Sp.JP, Advice

 Loading CPG 4 tab, Aspilet 2 tab (jika tidak ada KI dari bagian Neurologi)

 Inj Lovenox 2x0,6 cc (jika tidak ada KI dari bagian Neurologi)

 Simvastatin 1x40 mg PO

 Bisoprolol 1x2,5 mg PO

 Rawat Bersama Neurologi

Konsul Sp.S, Advice

 Loading CPG dan Aspilet , inj lovenox tunda dahulu karena ada kecurigaan

perdarahan

Berikan CPG 1x1 tab PO, Aspilet 1x1 tab PO

 Tatalaksana lain lanjut

 Rawat di HCU neurologi

43
Follow Up

13 Maret 2019 14 Maret 2019 15 Maret 2019

S  Sadar(+),  Kesadaran menurun  Pasien susah buka mata

 lemah anggota gerak  Lemah anggota gerak  Gelisah

kanan(+) kanan (+)  Lemah anggota gerak

kanan,

 sesak nafas

O  KU/Kes: sedang/apatis  KU/Kes:  KU/Kes:

 GCS : E4M6V4 sedang/soporous- sedang/soporous-

 TD: 145/100 somnolen somnolen

 HR: 61  TD: 145/98  TD: 128/76

 Nafas: 20  HR: 66  HR: 66

 T: 36,7  Nafas: 18  Nafas: 20

 Kepala: TRM(-), pupil  T: 36,5  T: 36,5

isokor, RC+/+, DEM  Kepala: TRM(-), pupil  Kepala: TRM(-), pupil

ditengah, paresis NVII, isokor, RC+/+, paresis isokor, RC+/+, paresis

NXII dekstra tipe UMN NVII, XII dekstra tipe NVII, XII dekstra tipe

 RF: ++ I ++ UMN UMN


++ I ++
 RP: - I -  RF: ++ I ++  RF: ++ I ++
+I- ++ I ++ ++ I ++
 Motorik: dengan tes  RP: - I -  RP: - I -
+I- +I-
jatuh, lateralisasi  Motorik: dengan tes  Motorik: dengan tes

kekanan (Hemiparese jatuh, lateralisasi jatuh, lateralisasi

dekstra tipe UMN) kekanan (Hemiparese kekanan (Hemiparese

44
dekstra tipe UMN) dekstra tipe UMN)

A  Stroke iskemik ec  Stroke iskemik ec  Stroke iskemik ec

cardioemboli dd Stroke cardioemboli dd Stroke cardioemboli dd Stroke

hemoragik hemoragik hemoragik

 AF NVR + NSTEMI  AF NVR + NSTEMI  AF NVR CHF

 HT Stage 2  HT Stage 2  CAP

P  Elevasi kepala 30˚  Elevasi kepala 30˚  Elevasi kepala 30˚

 O2 3L/i  O2 3 L/i  O2 4-5 L/i

 IVFD RL 12 jam/kolf  IVFD RL 12 jam/kolf  IVFD Nacl 0,9 % 12

 NGT: diet MC RG II  NGT: diet MC RG II jam/kolf

6x250 cc 6x250 cc  NGT: diet MCRG II

 Foley catheter hitung  Foley catheter 6x300 cc

balance cairan  Citicolin 2x1000 mg iv  Foley catheter :hitung

 Citicolin 2x500 mg iv  Inj Ranitidin 2x1 amp balance cairan

 CPG 1x75 mg  PCT 3x500 mg Per NGT  Citicolin 2x1000 mg iv

 Aspilet 1x80 mg  Inj Ceftriaxon 2x1 gr IV  Manitol 20% tap off

 Manitol 20% tap off  Suction berkala jika TD>120/80

sesuai protap  Candesartan 1x8 mg  Inj Ranitidin 2x1 amp

 Th lain lanjut  Th lain lanjut  Th lain lanjut

 Cek CT BT  Anjuran rujuk untuk

Brain CT Scan dan

tatalaksana lebih lanjut

45
KONSUL SP.JP KONSUL SP.JP

S  Penurunan kesadaran  Penurunan Kesadaran

 Sesak nafas

 gelisah

O  kes : somnolen-soporous  kes : somnolen-soporous

 TD 149/70  TD 110/70

 HR 80-82, ierguler  HR 60-80, ierguler

 Pulmo : Rh+/+  Pulmo : Rh+/+

 EKG : AF NVR EKG : AF NVR

A  AF NVR CHF  AF NVR CHF

 Stroke ec cardioemboli  Stroke ec cardioemboli

 HAP

P  RL 12 jam/kolf  Th Lanjut

 Spironolakton 1x25 mg  Anjuran CT Scan untuk

 Digoxin 1x0,25 mg memulai apakah ada

 Captopril 1x12,5 mg tanda-tanda perdarahan

 BC O TC 2500 cc di kepala

 Simarc 1x2 ug bila tidak

ada KI neurologi

 Candesartan stop

 Bisoprolol stop

 CPG, aspilet stop

 Anjuran konsul paru

46
47

Anda mungkin juga menyukai