Anda di halaman 1dari 41

SINDROM KORONER AKUT (SKA)

DI SUSAN OLEH: KELOMPOK I

Nama :

Dian Ramadhan (2233069P)

Eka Rusmini (2233061P)

Margareta Ayu Mitasari (2233098P)

Magdelena Weny Puji Atmani (2233060P)

Ni Made Shinta Pratiwi (2233097P)

MATA KULIAH : KEPERAWATAN KRITIS

DOSEN PENGAMPUH : Ns. Vinsensius Surani,M.Kep

UNIVERSITAS KATOLIK MUSI CHARITAS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

TAHUN AJARAN 2022/2024


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jantung manusia, sebagai pompa utama untuk sistem peredaran
darah, merupakan struktur tubuh yang sangat penting. Masalah jantung
dan pembuluh darah sering disebut sebagai penyakit kardiovaskular.
Penyakit jantung dan pembuluh darah menyumbang 35%, kanker 1%
hingga 2%, penyakit pernapasan kronis 6%, diabetes 6%, dan penyakit
tidak menular lainnya menyumbang 15% dari semua kematian saat ini,
seperti yang dilaporkan oleh WHO ( Organisasi Kesehatan Dunia)
(WHO, 2021). Di Indonesia, penyakit jantung koroner merupakan
penyebab utama kematian, menurut data Global Burden of Disease dan
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 (Surya
& Aklima, 2022).
Salah satu penyakit kardiovaskuler adalah Sindrome Koroner Akut
(SKA) merupakan kondisi obstruksi akibat ketegangan dari arteri
koronaria atau arteri yang mengalami penyempitan bisa disebabkan
oleh plak atau restenosis yang dimana penyemipitan tersebut akan
menyebabkan miokardium mengalami nekrosis atau biasa disebut
infark miokard. Klasifikasi sindrom koroner terbagi menjadi tiga: Infark
miokard dengan segmen ST Elevasi (STEMI), Infark miokard dengan
segmen Non ST Elevasi (NSTEMI) dan Unstable Angina Pectoris
(UAP) (PERKI, 2018).
Setiap tahun lebih dari tujuh juta orang di dunia terdiagnosis SKA
dan menjadi penyumbang kematian serta kecacatan terbesar secara
global (Bhatt et al., 2022; Sanchis-Gomar et al., 2016; WHO, 2022).
SKA juga merupakan penyebab tertinggi insiden perawatan di rumah
sakit dan rawat kembali akibat serangan berulang sehingga
dihubungkan juga dengan penyebab peningkatan biaya untuk pasien
dan sistem kesehatan (Marina et al., 2018; PERKI, 2018)
Di Indonesia penyakit SKA merupakan penyumbang kedua tertinggi
kematian dengan kontribusi sebesar 42,3% setelah penyakit stroke
(Kemenkes RI, 2018). Data di atas menunjukan bahwa penyakit SKA
tidak dapat dianggap remeh karena akan meningkatkan angka kematian
dan kecacatan yang tinggi di Indonesia.
Gejala umum yang dialami oleh pasien SKA adalah nyeri dada saat
istirahat dan paling sering dialami oleh sekitar 79% pasien pria dan
74% pasien wanita. Akan tetapi sekitar 40% pria dan 48% wanita juga
mengeluhkan gejala non spesifik seperti dyspnea dengan atau tanpa
nyeri dada. Oleh karena itu, penanganan medis yang cepat sangat
dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pengobatan pasien SKA. Pada
sindrom koroner akut, waktu yang berlalu antara awal gejala dan saat
pasien menerima pengobatan merupakan penentu penting kelangsungan
hidup dan pemulihan selanjutnya. Namun, banyak pasien tidak
menerima pengobatan secepat yang direkomendasikan, sebagian besar
karena keterlambatan pra-rumah sakit yang substansial seperti
menunggu untuk mencari penanganan medis setelah onset awal
(Arrebolamoreno et al., 2020)
Intervensi awal dan cepat setelah terjadinya serangan SKA sangat
mempengaruhi ketercapaian kondisi klinis pasien yang lebih baik.
Sehingga, sangat penting mengontrol penyebab keterlambatan Pra-
rumah sakit untuk mengembangkan mekanisme untuk mengurangi
keterlambatan pra-rumah sakit (Ribeiro et al., 2010; PERKI,
2018).Penyebab keterlambatan Pra-rumah sakit pasien SKA dikaitkan
dengan berbagai faktor penyebab. Faktor faktor tersebut diantaranya;
pengetahuan penderita dan keluarga serta kesiapsiagaan yang buruk,
sosiodemografi, sarana transportasi yang tidak memadai, perilaku
pencarian pengobatan dan faktor klinis.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas tentang
Asuhan keperawatan Sindrome Koroner Akut, untuk lebih memahami
pemberian asuhan secara komperhensip

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah
yang berhubungan dengan pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien Sindrome Koroner Akut
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Pembuatan Asuhan keperawatan ini bertujuan untuk melakukan
Analisis pasien dengan Sindrome Koroner Akut, secara cepat dan
tepat dalam bidang keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komperhensip pada pasien
Sindrome Koroner Akut
b. Mampu Menganalisis data yang di dapat pada pasien Sindrome
Koroner Akut
c. Mampu menegakkan diagnose keperawatan pada pasien
Sindrome Koroner Akut
d. Mampu melakukan evaluasi dari Tindakan yang di beri pada
pasien Sindrome Koroner Akut
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis
1. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah istilah untuk tanda dan
gejala klinis dari iskemik miokardium seperti nyeri dada, mual,
muntah, nyeri saat aktivitas, berdebar-debar, napas pendek, cepat
capek, yang terdiri dari angina pektoris tidak stabil, non-ST segmen
elevasi miokard infark, dan ST segmen elevasi miokard infark
( Kasliwal, RR, 2012 ). SKA adalah kumpulan tanda dan gejala
klinis yang dikarakteristikkan oleh nyeri dada sugestiv dari iskemik
cardiac yang diklasifikasikan lebih lanjut oleh perubahan EKG dan
biomarker jantung. Pada UAP gambaran EKG bisa normal atau ada
ST depresi dan T inversi tetapi tidak terdapat peningkatan enzim
jantung, pada NSTEMI gambaran EKG bisa normal atau ada ST
depresi dan T inversi disertai dengan peningkatan enzim jantung,
dan untuk STEMI gambaran EKG ST elevasi disertai dengan
peningkatan enzim jantung ( Harward, P Mary, 2012 ).
SKA adalah suatu kondisi iskemia atau infark yang menyebabkan
penurunan aliran darah koroner secara tiba-tiba yang biasanya
disebabkan oleh adanya thrombus dari plak atheroma pembuluh
darah koroner yang robek dan pecah yang akan menyumbat liang
pembuluh darah koroner baik secara total ataupun parsial
(Pranatalia, et al, 2020). Berdasarkan beberapa pengertian diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa ACS adalah penurunan aliran darah
pada arteri koroner secara sebagian maupun total sehingga otot
jantung tidak dapat berfungsi dengan baik atau mati
2. Anatomi Jantung

Jantung merupakan organ vital tubuh yang berfungsi memompa


darah keseluruh tubuh untuk membawa oksigen dan bahan pokok
yang diburuhkan sel untuk kelangsungan hidupnya. Secara anatomi,
ukuran jantung manusia mendekati ukuran kepalan tangannya atau
dengan ukuran panjang kira-kira 12 cm dan lebar sekitar 9 cm.
Jantung terletak di belakang tulang sternum tepatnya di ruang
mediastinum diantara kedua paru-paru dan bersentuhan dengan
diafragma. Apeksnya (puncaknya) miring kesebelah kiri. Berat
jantung kira-kira 300 gram.
a. Lapisan Pembungkus Jantung
Jantung di bungkus oleh sebuah lapisan yang disebut lapisan
perikardium, dimana lapisan perikardium di bagi menjadi 3
lapisan, yaitu:
1) Lapisan fibrosa yaitu lapisan paling luar pembungkus jantung
yang bersifat sangat keras dan bersentuhan langsung dengan
bagian dinding dalam sternum thorax.
2) Lapisan parietal yaitu bagian dalam dari dinding lapisan
fibrosa.
3) Lapisan visceral yaitu lapisan pericardium yang bersentuhan
dengan lapisan luar dari otot jantung atau epicardium
b. Lapisan Otot Jantung terdiri atas 3 lapisan yaitu :
1) Epicardium yaitu bagian luar otot jantung atau pericardium
visceral.
2) Miocardium yaitu jaringan utama otot jantung yang
bertanggung jawab atas kemampuan kontraksi jantung.
3) Endocardium yaitu lapisan tipis bagian dalam otot jantung
yang berhhubungan langsung dengan darah dan bersifat sangat
licin untuk aliran darah.
c. Katup Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
searah melalui bilik jantung. Ada dua jenis katup, yaitu katup
atrioventricular dan katup semilunar.
1) Katup atrioventrikular, memisahkan antara atrium dan
ventrikel. Katup ini memungkinkan darah mengalir dari
masing –masing atrium ke ventrikel saat diastole ventrikel dan
mencegah aliran balik ke atrium saat sistole ventrikel. Katup
atrioventrikuler ada dua, yaitu katup triskupidalis dan katup
biskuspidalis. Katup triskupidalis memiliki 3 buah daun katup
yang terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup
biskuspidalis atau katup mitral memiliki 2 buah katup dan
terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri.
2) Katup semilunar, memisahkan antara arteri pulmonalis dan
aorta dari ventrikel. Katup semilunar yang membatasi ventrikel
kanan dan arteri pulmonaris disebut katup semilunar pulmonal.
Katup yang membatasi ventikel kiri dan aorta disebut katup
semilunar aorta. Adanya katup ini memungkinkan darah
mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri pulmonalis
atau aorta selama sistole ventrikel dan mencegah aliran balik
ke ventrikel sewaktu diastole ventrikel.
d. Arteri Koroner adalah arteri yang bertanggung jawab dengan
jantung sendiri, karena darah bersih yang kaya akan oksigen dan
elektrolit sangat penting sekali agar jantung bisa bekerja
sebagaimana fungsinya. Apabila arteri koroner mengalami
pengurangan suplainya ke jantung atau yang disebut dengan
ischemia maka dapat menyebabkan terganggunya fungsi jantung
sebagaimana mestinya. Jika arteri koroner mengalami sumbatan
total atau yang disebut dengan serangan jantung mendadak atau
miokardiac infarction maka dapat menyebabkan kematian.
Begitupun apabila otot jantung dibiarkan dalam keadaan iskemia,
ini juga akan berujung dengan serangan jantung juga atau
miokardiac infarction. Arteri koroner dibagi dua, yaitu: arteri
koroner kiri dan arteri coroner kanan
1) Arteri Koroner Kiri
Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang yaitu LAD (Left
Anterior Desenden) dan arteri sirkumflek. Kedua arteri ini
melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu
sulcus coronary atau sulcus atrioventrikuler yang melingkari
jantung diantara atrium dan ventrikel, yang kedua yaitu sulcus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan
kedua lekuk ini dibagian permukaan posterior jantung yang
merupakan bagian dari jantung yang sangat penting yaitu kruks
jantung. Nodus AV node berada pada titik ini. LAD arteri
bertanggung jawab untuk mensuplai darah untuk otot ventrikel
kiri dan kanan, serta bagian interventrikuler septum.
Sirkumflex arteri bertanggung jawab untuk mensuplai 45%
darah untuk atrium kiri dan ventrikel kiri, 10% bertanggung
jawab mensuplai SA node.
2) Arteri Koroner Kanan
Arteri koroner kanan bertanggung jawab mensuplai darah ke
atrium kanan, ventrikel kanan,permukaan bawah dan belakang
ventrikel kiri, 90% mensuplai AV Node,dan 55% mensuplai
SA
Node.
3. Fisiologi Curah Jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama
jantung. Siklus jantung merupakan periode ketika jantung kontraksi
dan relaksasi. Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode
sistole (saat ventrikel kontraksi) dan satu periode diastole (saat
ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai dengan
depolarisasi spontan sel pacemarker dari SA node dan berakhir
dengan keadaan relaksasi ventrikel. Pada siklus jantung, sistole
(kontraksi) atrium diikuti sistole ventrikel sehingga ada perbedaan
yang berarti antara pergerakan darah dari ventrikel ke arteri.
Kontraksi atrium akan diikuti relaksasi atrium dan ventrikel mulai
ber kontraksi. Kontraksi ventrikel menekan darah melawan daun
katup atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya. Tekanan
darah juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis. Kedua
ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa darah ke arteri.
Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan pengaliran kembali
darah ke atrium dan siklus kembali.
CO (mL/mnt) = HR (denyut/mnt) x SV (mL/denyut)

Curah jantung (cardiac output, CO) adalah volume darah yang


dipompa oleh masing-masing ventrikel per menit. Selama satu
periode waktu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru
sama dengan volume yang mengalir melalui sirkulasi sistemik.
Karena itu, curah jantung dari masing-masing ventrikel normalnya
sama. Curah jantung normal adalah 4 sampai 6 liter per menit pada
orang dewasa yang sehat dengan berat badan 70 kg saat beristirahat.
Volume darah yang bersirkulasi berubah sesuai kebutuhan oksigen
dan metabolik tubuh. Misalnya selama latihan, kehamilan, dan
demam curah jantung meningkat, tetapi selama tidur curah jantung
menurun(Potter & Perry, 2015).
Volume sekuncup adalah volume darah yang dipompa oleh setiap
ventrikel pada setiap kontraksi. Sekitar dua per tiga dari volume
darah dalam ventrikel pada akhir diastolik dikeluarkan selama
sistolik, disebut fraksi ejeksi. Volume ini dipengaruhi oleh jumlah
darah di ventrikel kiri pada akhir diastol (preload), tahanan terhadap
semprotan ventrikel kiri (afterload), dan kontraktilitas jantung
(Potter & Perry, 2015). Beban awal (preload) adalah derajat
peregangan serabut miokardium pada akhir pengisian ventrikel.
Aliran balik darah vena kembali ke jantung menentukan volume
akhir diastolik ventrikel. Beban akhir (afterload) adalah tegangan
serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi dan
pemompaan darah. Kontraktilitas merupakan perubahan kekuatan
kontraksi yang terbentuk yang terjadi tanpa tergantung perubahan
pada panjang serabut miokardium. Peningkatan kontraksi, tanpa
memandang penyebabnya, meningkatkan volume sekuncup yang
memperkuat curah jantung. Sebaliknya, penurunan kontraktilitas
dapat menurunkan volume sekuncup dan mempengaruhi curah
jantung (Price &Wilson, 2012).

4. Faktor resiko
a. Merokok
Orang yang merokok mempunyai resiko 2 kali lebih banyak
untuk menderita penyakit kardiovaskuler dibanding orang yang
tidak merokok. Efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis
antara lain dapat menurunkan kadar HDL, trombosit lebih
mudah mengalami agregasi, mudah terjadi luka endotel karena
radikal bebas dan pengeluaran katekolamin berlebihan serta
dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah. Racun dalam
darah dari merokok berkontribusi pada pengembangan
aterosklerosis yang dapat menghambat aliran darah. Kematian
mendadak karena SKA 2-3 kali lebih banyak pada perokok
dibandingkan bukan perokok. Orang yang merokok mempunyai
resiko kematian 60% lebih tinggi, karena merokok dapat
menstimulasi pengeluaran katekolamin yang berlebihan
sehingga fibrilasi ventrikel mudah terjadi.

b. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan
darah sistoli diatas 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolic
diatas 80 mmHg. Nilai yang diterima berbeda sesuai usia dan
jenis kelamin. Hipertensi merupakan faktor resiko yang secara
langsung dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita
hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-
tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit
sampai terjadi kerusakan organ yang bermakna. Bila terdapat
gejala, sifatnya non spesifik seperti sakit kepala atau pusing.
Apabila hipertensi tetap tidak diketahui dan tidak dirawat, maka
akan mengakibatkan kematian karena SKA, gagal jantung,
stroke, atau gagal ginjal. Diagnosis dini hipertensi dan
perawatan yang efektif dapat mengurangi kemungkinan
morbiditas dan mortalitas (William, 2011)
c. Dislipidemia
Dislipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol dan
bentuk ikatannya dengan protein seperti trigliserida dan LDL,
tetapi sebaliknya kadar HDL menurun. Dislipidemia tidal lepas
dari keterpajanan terhadap asupan lemak sehari-hari terutama
asupan lemak jenuh dan kolesterol, yang dapat meningkatkan
insiden penyakit jantung koroner. Dikatakan setiap penurunan
200 mg asupan kolesterol per 1000 kalori akan menurunkan
30% insiden penyakit jantung koroner. Sedangkan asupan lemak
jenuh dalam ukuran normal maksimal 10% dari 30% total lemak
yang dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari, asupan kolesterol
tidak lebih dari 30 gram perhari. WHO merekomendasikan
asupan lemak jenuh maksimal 10% dari 30% lemak keseluruhan
yang digunakan sebagai bahan kalori. Angka kematian
meningkat sesuai dengan angka kenaikan kolesterol. Pada kadar
kolesterol diatas 300 mg% angka kematian SKA sebanyak 4 kali
dibandingkan dengan kadar kolesterol dibawah 200 mg%
(Kasliwal, 2011).
d. Diabetes Melitus
Pada penyandang diabetes terjadi kelainan metabolisme yang
disebabkan oleh hiperglikemia yang mana metabolit yang
dihasilkan akan merusak endotel pembuluh darah termasuk
didalamnya pembuluh darah koroner. Pada penyandang diabetes
yang telah berlangsung lama akan mengalami mikroangiopati
diabetik yaitu mengenai pembuluh darah besar, dimana pada
penderita ini akan sering mengalami triopati
diabetik/mikrongopatiyaitu neuropati, retinopati dan nefropati.
Bilamana makroangiopati terjadi bersama-sama dengan
neuropati maka terjadilah infark tersembunyi ataupun angina
yang tersembunyi yaitu tidak ditemukan nyeri dada, dimana
keadaan ini mencakup hampir 40% kasus. Pada penyandang DM
terjadi percepatan aterosklerosis dan 75-80% kematian penderita
diabetes disebabkan oleh makroangiopati terutama yang terjadi
pada jantung, yaitu SKA (Gelfand, 2009).
e. Stres
Banyak ahli yang mengatakan bahwa faktor stress erat
kaitannya dengan kejadian penyakit jantung koroner. Dalam
kondisi stress yang kronis dan berkepanjangan saraf simpatis
akan dipacu setiap waktu, dan adrenalin pun akan meningkat,
yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darahnbersamaan
dengan meningkatnya kadar kolesterol dalam darah. Hal
inintentunya akan membebani jantung dan merusak pembuluh
darah koroner. Stress merupakan salah satu resiko koroner yang
kuat, tapi sukar di identifikasi.
f. Faktor resiko yang tidak dapat diubah, yaitu :
1) Umur dan jenis kelamin
Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. SKA lebih
sering timbul pada usia lebih dari 35 tahun ke atas dan pada
usia 55-64 tahun terdapat 40% kematian disebabkan oleh
penyakit jantung koroner. Dahulu SKA sering dianggap
sebagai penyakit yang diderita oleh orang tua terutama yang
berusia 60 tahun ke atas. Namun saat ini ada kecendrungan
juga diderita oleh pasien dibawah umur 40 tahun. Umur
merupakan faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi,
dimana seseorang yang berumur lebih atau sama dengan 60
tahun memiliki resiko kematian sebesar 10 kali dibandingkan
yang berumur 25-49 tahun (Theroux, 2011). Insiden SKA
dikalangan wanita lebih rendah daripada pria, tetapi hal ini
akan berubah begitu memasuki periode menopause, dimana
insiden penyakit ini akan mendekati insiden pada pria. Pria
lebih dominan untuk terkena SKA sebesar 2 kali jika
dibandingkan dengan perempuan. Wanita memiliki hormon
estrogen yang berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol Low
Density Lipid (LDL) lebih mudah menembus plak didalam
dinding pembuluh darah apabila dalam kondis teroksidasi.
Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah
proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk
menembus plak akan berkurang. Hormon estrogen juga
memiliki efek memperbaiki fungsi endothelial pembuluh
darah dan menyebabkan relaksasi pada otot polos pembuluh
darah arteri, sehingga kerusakan pada dinding pembuluh
darah serta peningkatan tekanan darah dapat dicegah.
(Kasliwal, 2012)
2) Genetik
Orang yang mempunyai riwayat keluarga positif penyakit
jantung memiliki resiko 2,3 kali untuk terkena SKA
dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai riwayat
keluarga.
g. Faktor resiko predisposisi seperti :
1) Obesitas
Obesitas didefinisikan sebagai berat badan lebih yang
terutama disebabkan oleh akumulasi lemak tubuh. Obesitas
adalah apabila indeks masa tubuh (IMT) lebih dari 27,
dimana IMT adalah berat badan dalam kg disbanding tinggi
dalam m2. Orang dengan obesitas mempunyai resiko 2,6 kali
untuk terjadinya SKA. Obesitas dapat mempercepat
terjadinya penyakit jantung koroner melalui berbagai cara,
yaitu :
1) Obesitas mengakibatkan terjadinya perubahan lipid
darah, yaitu peninggian kadar kolesterol darah, kadar
LDL (kolesterol jahat) meningkat, dan penurunan kadar
HDL (kolesterol baik).
2) Obesitas mengakibatkan terjadinya hipertensi akibat
penambahan volume darah, peningkatan kadar renin,
peningkatan kadar aldosterone dan insulin,
meningkatnya tahanan pembuluh darah sistemik, serta
terdapatnya penekanan mekanis oleh lemak pada dinding
pembuluh darah tepi.
3) Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan
toleransi glukosa ataupun kencing manis. Oleh karena
hipertensi, hiperkolesterol, LDL, HDL, dan diabetes
mellitus merupakan factor resiko SKA, maka
peningkatan dari semua hal diatas juga akan
meningkatkan resiko SKA (Gelfand, 2009).
h. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik atau olahraga akan menstimulasi pembentukan
pembuluh darah kolateral yang berperan protektif terhadap
kejadian miokard infark. Orang yang teratur berolahraga atau
bekerja fisik cukup berat mempunyai presentasi terendah untuk
terkena hipertensi ataupun SKA. Orang yang tidak berolahraga
mempunyai resiko terkena SKA 2 kali lebih besar dibanding
yang berolahraga teratur atau beraktifitas fisik cukup berat
(William, 2011).

5. Klasifikasi SKA
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
(2018), menyatakan bahwa berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan
marka jantung,
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi:
a. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP : Unstable Angina Pectoris)
b. Infark Miokard dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI: Non
ST segment Elevation Miocardial Infraction)
c. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST (STEMI: ST
segment Elevation Miocardial Infraction)

Diagnosis NSTEMI dan angina pektoris tidak stabil ditegakkan


jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa elevasi segmen ST
yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG
saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang
T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau
bahkan tanpa perubahan. Angina pektoris tidak stabil dan NSTEMI
dibedakan berdasarkan kejadian infark miokard yang ditandai
dengan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim
digunakan adala Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan
biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka
diagnosis menjadi NSTEMI. Pada angina pektoris tidak stabil marka
jantung tidak meningkat secara bermakna. (PERKI, 2018). Pada
Angina Pektoris tidak stabil marka jantung tidak meningkat secara
bermakna. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk
peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi
nilai normal atas (upper limits ofnormal, ULN).

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI)


merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri
koroner. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vascular. Diagnosis STEMI ditegakkan jika
terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST
yang persisten di 2 sadapan yang berlebihan. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran
darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa
menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi
coroner perkutan primer. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak
memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung.

Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,


inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-
normalization atau bahkan tanpa perubahan. Jika pemeriksaan EKG
awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau menunjukkan
kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika ulangan
EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif SKA, maka pasien dipantau selama
12-24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina
berulang.

6. Etiologi
Penyebab SKA paling sering adalah oklusi lengkap atau hampir
lengkap dari arteri koroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak
aterosklerosis yang rentan dan diikuti oleh pembentukan thrombus.
Sumbatan pada arteri coroner ini yang menyebabkan terhambatnya
aliran darah ke suatu bagian dari jantung. Jika terhambatnya aliran
darah ini yang berlangsung lebih dari beberapa menit, maka jaringan
jantung akan mati. Ruptur plak dapat dipicu oleh bebrapa faktor
risiko.
Faktor risiko ada yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang
dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, keturunan dan ras. Pertambahan usia akan meningkatkan
aterosklerosis, hal ini mencerminkan lebih lama menupuknya plak
pada arteri koroner. Wanita menopause lebih beresiko terbentuknya
aterosklerosis dibanding sebelum menopause resikonya sama dengan
laki-laki. Riwayat dengan keluarga yang mempunyai penyakit
jantung koroner akan meningkatkan kemungkinan timbulnya
aterosklerosis prematur. Ras kulit putih lebih tinggi resiko terjadinya
aterosklerosis dibanding kulit. Faktor yang dapat diuba yaitu:
penyakit hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan
peningkatan kadar lipid serum hitam (Nurarif & Kusuma, 2015).
7. Tanda dan gejala
Berikut adalah beberapa tnda dan gejala Sindrom coroner Akut yang
perlu diwaspadai :
b. sesak napas
c. detak jantung tidak teratur
d. merasa seperti ingin jatuh
e. kelelahan yang parah
f. otot melemah
g. mual atau muntah
h. Keluar keringat dingin.
8. Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut (SKA) dimulai dengan adanya ruptur
plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet,
pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak
berkurang. Oklusi mendadak dari arteri koroner bila ada ruptur
plaque, akan mengaktivasi sistem pembekuan. Interaksi antara
ateroma dengan bekuan akan mengisi lumen arteri, sehingga
menutup lumen pembuluh darah koroner yang sudah mengalami
aterosklerosis. Hipoksemia pada daerah distal dari sumbatan
menyebabkan iskemia dan selanjutnya nekrosis miokardia. Kematian
sel miokardium akibat iskemia disebut infark miokard, dimana
terjadi kerusakan, kematian otot jantung, dan terbentuk jaringan
parut tanpa adanya pertumbuhan kembali otot jantung. Pada infark
miokard, fungsi ventrikel kiri mengalami gangguan kontraktilitas.
Sumbatan tersebut mengakibatkan kontraksi jantung meningkat.
Kontraksi jantung yang meningkat menyebabkan beban jantung juga
meningkat dan tidak adekuatnya aliran darah di jantung sehingga
menyebabkan penurunan curah jantung (Brunner & suddarth, 2020).
9. Komplikasi
Menurut sarjani (2020) komplikasi SKA sebagi berikut:
a. Infark miokard
Dikenal dengan istilah serangan jantung adalah kondisi
terhentinya aliran darah dari arteri koroner pada area yang terkena
yang menyebabkan kekurangan oksigen (iskemia) lalu sel-sel
menjadi nekrotik (mati) karena kebutuhan energi akan melebihi
suplai energi darah.
b. Aritmia
Lazim ditemukan pada fase akut MCI, aritmia perlu diobati bila
menyebabkan gangguan hemodinamik. Aritmia memicu
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang mengakibatkan
perluasan infark.
c. Gagal jantung
Kondisi saat pompa jantung melemah, sehingga tidak mampu
mengalirkan darah yang cukup ke seluruh tubuh
d. Syok Kardiogenik
Sindroma kegagalan memompa yang paling mengancam dan
dihubungkan dengan mortalitas paling tinggi, meskipun dengan
perawatan agresif
e. Perikarditis
Sering ditemukan dan ditandai dengan nyeri dada yang lebih berat
pada inspirasi dan tidur terlentang. Infark transmural membuat
lapisan epikardium yang langsung kontak dengan perikardium
kasar, sehingga merangsang permukaan perikard dan timbul
reaksi peradangan
f. Aneurisma ventrikel
Dapat timbul setelah terjadi MCI transmural. Nekrosis dan
pembentukan parut membuat dinding miokard menjadi lemah.
Ketika sistol, tekanan tinggi dalam ventrikel membuat bagian
miokard yang lemah menonjol keluar. Darah dapat merembes ke
dalam bagian yang lemah itu dan dapat menjadi sumber emboli.
Disamping itu bagian yang lemah dapat mengganggu curah
jantung kebanyakan aneurisma ventrikel terdapat pada apex dan
bagian anterior jantung
10. Pemeriksaan diagnostik
a. EKG
1) STEMI : Perubahan pada pasien dengan Infark Miokard Akut,
meliputi : hiperakut T, elevasi segmen ST yang diikuti dengan
terbentuknya Q pathologis, terbentuknya bundle branch block /
yang dianggap baru. Perubahan EKG berupa elevasi segment
ST ≥ 1 mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead
dan atau segment elevasi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
2) NSTEMI : Perubahan EKG berupa depresi segment ST ≥ 1
mm pada 2 sadapan yang berdekatan pada limb lead dan atau
segmen depresi ≥ 2 mm pada 2 sadapan chest lead.
b. Enzim Jantung
1) CKMB : Kreatinin kinase dan isoenzimnya dipandang sebagai
indicator paling sensitif dalam menegakkan diagnosa infark
miokardium. CK- MB adalah isoenzim yang ditemukan hanya
pada sel jantung. Apabila terjadi kerusakan pada sel-sel
jantung, nilai CK-MB akan meningkat.
2) Troponin I : spesifik untuk kerusakan otot jantung, dapat
dideteksi 4-8 jam pasca infark.
3) LDH : Laktat dehidrogenase dapat mendeteksi pasien yang
menderita infark miokard akut. Untuk mendiagnosa MI,
menggunakan LDH1 dan LDH2. Normalnya LDH2 lebih
tinggi dibandingkan LDH1. Apabila kadar LDH1 melebihi
LDH2 maka keadaan tersebut menunjukkan adanya infark
miokard.
c. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekhokardiografi memegang peranan penting
dalam ACS. Ekhokardiografi dapat mengidentifikasi abnormalitas
pergerakan dinding miokard dan membantu dalam menegakkan
diagnosis. Ekhokardiografi membantu dalam menentukan luasnya
infark dan keseluruhan fungsi ventrikel kiri dan kanan, serta
membantu dalam mengidentifikasi komplikasi seperti regurgitasi
mitral akut, rupture LV, dan efusi perikard.
d. Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
e. Sel darah putih
Leukosit (10.000 – 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2
setelah IMA berhubungan dengan proses inflamasi.
f. AGD dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut
maupun kronis.
g. Kolesterol atau trigliserida serum meningkat, menunjukkan
arterosklerosisi sebagai penyebab IMA.
11. Penatalaksanan
SKA merupakan kasus kegawat daruratan sehingga harus
mendapatkan penanganan yang segera. Dalam 10 menit pertama
sejak pasien datang ke instalasi gawat darurat, harus sudah dilakukan
penilaian meliputi anamnesa riwayat nyeri, pemeriksaan fisik, EKG
12 lead dan saturasi oksigen, pemeriksaan enzim jantung, elektrolit
dan bekuan darah serta menyiapkan intravena line dengan D5%.
f. Pasien dianjurkan istirahat total
g. Pasang iv line dan infuse untuk pemberian obat-obatan intra
vena
h. Atasi nyeri, dengan : - Morfin 2.5-5 mg iv atau pethidine 25-50
mg Lain-lain : Nitrat, Calsium antagonis, dan Beta bloker.
i. Pasang oksigen tambahan 2-4 liter/menit
j. Berikan sedatif sedang seperti Diazepam per oral.
k. Antitrombotik - Antikoagulan (Unfractional Heparin / golongan
Heparin atau Low Molecul Weight Heparin / golongan
Fraxiparin) – Antiplatelet (golongan Clopidogrel, Aspirin)
l. Streptokinase/ Trombolitik (pada pasien dengan akut STEMI
onset <3 jam)
m. Primary PCI ( pada pasien dengan akut STEMI onset > 3 jam)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data yang didapatkan oleh paerawat merupakan nyeri pada dada ,
dispnea dalam melakukan pengkajian fisik ini harus lengkap
dikarenakan pengkajian ini sangatlah untuk mengetahui komplikasi dan
status pada pasien
a. Keluhan utama :
Pasein mengatakan atau mengeluh nyeri pada dada selain itu pasien
mengalami mual muntah sesak nafas dan juga badan tersa lemas, dan
juga kejang
b. Riwayat masalalu :
asien mengatakan bahwasanya dia perena mengomsumsi obat secara
rutin, dan memiliki riwayat kanker prostat metastasis ke otak.
Riwayat penyakit keluarga :
c. Riwayat penyakit keluarga :
Pasien mengatakan bahwasanya anggota keluarganya mempunyai
riwayat penyakit pada jantung
d. Pemerikaan laboratorium merupakan pemeriksaan yang
menggunakan darah lengkap dan juga tes darah secara rutin .
Data yang lain yang perlu dikaji adalah :
e. Dikaji tingkat kesadaran
f. Evaluasi pada nyeri dada
g. Kaji irama jantung dan juga frekuesi
h. Dikaji bunyi jantung
i. Ukur tekanan darah untuk merespon terhadap nyeri dan juga terapi ,
tekanan nadi.
j. Kaji nadi ferifer irama frekuensi dan juga volume
k. Evaluasi pada warna kulit dan juga temperatur kulit
l. Obserpasi haluaran urin dan juga periksa adanya adema yang
merupakan hipotensi disertai oliguria
2. Diagnosis
Diagnosis yang mungkin muncul pada pasien sindrom koroner akut
adalah:
a. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d program pengobatan
b. Resiko ketidakefektifan perpusi jaringan perifer b.d penurunan curah
jantung akibat disfungsi vertikel pada bagian kiri
c. Ketidakefektifan perpusi jaringan pada jantung b.d penurunan aliran
darah koroner
3. Perencenaan
a. Meredakan nyeri
1) Mengkaji tanda – tanda fital pada pasien megalami nyeri
2) Berika oksigen serta berikan terapi medikasi untuk meredahkan
nyeri
3) Bantu pasien untuk beristirahat dengan cara meninggikan
punggung gunanya untuk mengurangi dispenia dan juga ketidak
nyamanan pada dada
b. Memperbaiki fungsi pada pernapasan
1) Anjur pasien untuk bernafas dalam dan juga sering mengubah
posisi untuk mencegah akumulasi pada paru
2) Pantau setatus volume cairan dan
3) Kaji fungs pernafasan untuk mengetahuhi tanda terjadinya
komplikasi
c. Meningkatkan perfungsi jaringan
1) Anjurkan pasien tetap ditempat tidur dikarnakan untuk
mengurangi konsumsi oksigen miokard dan juga periksa
terperatur kulit.
2) Memantau dan juga mengatasi pada komplikasi yaitu memantau
ketat terhadap tanda dan gejala kardiovaskuler yang telah
menujukan awitan komplikasi
d. Meningkatkan peran perawat
1) Perawat mengajarkan pasien tentang perawatan diri
2) Perawat berkerja sama dengan pasien ataupun keluarga untuk
menyusun recana daam memenuhi kebutuhan pada pasien

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. ANALISIS KASUS

Seorang Pria bernama Tn Y usia 61 tahun datang ke IGD RS


Charitas Belitang dengan keluhan sesak nafas, nyeri ulu hati dan
nyeri dada sebelah kiri sejak semalam SMRS. pasien mengatakan
keluhan sesak muncul saat melakukan aktivitas, pasien juga
mengeluh nyeri ulu hati dan nyeri dada, pada saat nyeri biasanya
pasien cenderung diam dan memegangi bagian yang nyeri.
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung, riwayat DM
disangkal. Pasien mengkonsumsi obat rutin Trombo aspilet 1x80mg,
Clopidogrel 1x75mg, Farsorbid 1x5mg (SL), Atorvastatin 1x20mg,
Bisoprolol 1x5mg per oral. Pemeriksaan umum didapatkan keadaan
umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis (GCS
E4 M6 V5). Tekanan darah saat di IGD 145/91 mmHg, nadi 119 kali
per menit, pernafasan 26 kali per menit dan suhu 36,7°C, saturasi
oksigen 98%.
Pemeriksaan neurologis tidak didapatkan defisit neurologis.
Pemeriksaan kardiovaskular didapatkan peningkatan JVP 5+3
cmH2O dan kesan kardiomegali. Pemeriksaan paru tidak ditemukan
adanya ronkhi maupun wheezing. Pada pemeriksaan EKG
didapatkan kesan OMI (old miocard infark). EKG menunjukkan
perbaikan tanpa pemberian loading antiplatelet ganda. Untuk
pemeriksaan lain yang lebih spesifik yang mengarah ke pemeriksaan
jantung di Charitas Belitang belum ada.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan hemoglobin 9.9
mg/dL, eritrosit 3.22 ribu, hematokrit 29.8 %, creatinin 2.2 mg/dL,
ureum 75.4 mg/dL, GDS 338mg/dL

1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama pasien : Tn. Y
Usia : 61 tahun
Keluhan masuk RS : Sesak nafas, nyeri ulu hati dan nyeri
dada sebelah kiri sejak semalam SMRS
b. Riwayat kesehatan
1) Pasien mengeluh sesak nafas
2) Pasien mengeluh nyeri dada
3) Pasien mengeluh nyeri ulu hati
4) Pasien memiliki riwayat penyakit jantung
5) Pasien memiliki riwayat konsumsi obat rutin Trombo
aspilet 1x80mg, Clopidogrel 1x75mg, Farsorbid 1x5mg
(SL), Atorvastatin 1x20mg, Bisoprolol 1x5mg per oral.
c. Pemeriksaan umum
1) Pasien tampak sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis (GCS E4 M6 V5)
2) Tekanan darah saat di IGD 145/91 mmHg, , dan suhu
36,7°C,
3) Nadi 119 kali per menit
4) pernafasan 26 kali per menit
5) Suhu 36.7°C saturasi oksigen 98%.
d. Pemeriksaan neorologis
Tidak didapatkan defisit neorologis
e. Pemeriksaan kardiovaskuler
Didapatkan peningkatan JVP 5+3 cmH O dan kesan2

kardiomegali. Pemeriksaan paru tidak ditemukan adanya


ronkhi ataupun wheezing.
f. Pemeriksaan EKG
Menunjukkan kesan OMI (old miocard infark). EKG
menunjukkan perbaikan tanpa pemberian loading
g. Pemeriksaan Laboratorium
Menunjukkan hemoglobin 9.9 mg/dL, eritrosit 3.22 ribu,
hematokrit 29.8 %, creatinin 2.2 mg/dL, ureum 75.4
mg/dL, GDS 338mg/dL 10 mg/dL.
h. Pemeriksaan Enzim Jantung
Belum dilakukan dikarenakan belum tersedianya
pemeriksaan fungsi jantung

Analisis Data

No Tanda dan Gejala Etiologi Masalah Keperawatan


1 DS
- Pasien mengatakan sesak nafas
masih dirasakan
DO
- Pasien tampak sesak, terpasang O2
nasal 5 liter per menit Perubahan irama Penurunan curah jantung
- Tekanan darah saat di IGD 145/61 jantung
mmHg
- Didapatkan peningkatan JVP 5+3
cmH2O dan kardiomegali

2. DS
- Pasien mengatakan nyeri ulu hati
- Pasien mengeluh nyeri dada

DO
- Ekspresi wajah tampak meringis Agen pencendera Nyeri akut
menahan nyeri fisiologis
- Pasien tampak memgangi bagian
tubuh yang sakit
- Tekanan darah saat di IGD 145/61
mmHg

3 Kondisi klinis terkait : Sindrom Koroner Faktor resiko : Resiko perfusi miokard
akut Hipoksia tidak efektif

2. Diagnosis
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
irama jantung ditandai dengan pasien mengatakan sesak
nafas sejak SMRS pasien juga mengeluh nyeri ulu hati dan
nyeri dada, gambaran EKG menunjukkan OMI, Tekanan
darah saat di IGD 145/61 mmHg Didapatkan peningkatan
JVP 5+3 cmH2O dan kardiomegali
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pendecera fisiologis
pasien mengeluh nyeri dada, pasien mengalami kelemahan
anggota gerak, tekanan darah saat di IGD 145/61 mmHg,
nadi 119 x/menit, pernafasan 26 x/menit
c. Resiko perfusi miokard tidak efektif ditandai dengan
hipoksia

3. Perencanaan

No Diagnosis Luaran Intervensi

1 Penurunan Curah jantung : kriteria 1. Perawatan jantung


curah jantung hasil : Observasi :
Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi tanda gejala primer
3x24 jam diharapkan : penurunan curah jantung
1. Takikardia berada pada - Identifikasi tanda gejala sekuner
skala 1 (meningkat) penurunan curah jantung
setelah dilakukan - Monitor tekanan darah
tindakan 3x24 jam - Monitor saturasi oksigen
diharapkan berada pada - Monitor keluhan nyeri dada
skala 3 (sedang) - Monitor EKG
2. Gambaran EKG aritmia - Monitor aritmia
berada pada skala 1 - Monitor nilai laboratorium jantung
(meningkat) setelah - Periksa tekanan darah dan nadi
dilakukan tindakan sebelum dan sesudah aktivitas
3x24 jam diharapkan Terapeutik :
berada pada skala 3 - Posisikan pasien semi-fowler
(sedang) dengan kaki kebawah atau posisi
3. Dispnea berada pada nyaman pasien
skala 1 (meningkat) - Berikan diet jantung yang sesuai
setelah dilakukan - Fasilitasi pasien dan keluarga
tindakan diharapkan untuk modifikasi gaya hidup sehat
berada pada skala 3 - Berikan terapi relaksasi untung
(sedang) mengurangi stress
4. Tekanan darah berada - Berikan dukungan emosional dan
pada skala 2 (cukup spiriptual
memburuk). Setelah - Berikan oksigen untuk
dilakukan tindakan mempertahankan saturasi oksigen
3x24 jam diharapkan Edukasi :
tekanan darah pasien - Anjurkan berhenti merokok
berada pada skla 5 - Anjurkan pasien beraktifitas fisik
(membaik) sesuai toleransi
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
- Rujuk kepada program rehabilitasi
jantung

2. Perawatan jantung akut


Observasi :
- Identifikasi karakteristik nyeri
dada
- Monitor EKG 12 sadapatan untuk
perubahan ST dan T
- Monitor aritmia
- Monitor elektrolit yang
meningkatkan resiko eritmia
- Monitor enzim jantung
- Identifikasi stratifikasi pada
sindrom koroner akut
Terapeutik :
- Pertahankan tirah baring minimal
12 jam
- Pasang akses intavena
- Sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat dan
pemulihan
Edukasi :
- Anjurkan segera melaporkan nyeri
dada
- Jelaskan tindakan yang dijalani
pasien
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian antiangina
- Kolaborasi pemberian morfin
- Kolaborasi pemeriksaan X-ray
dada

2 Nyeri akut Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri


Kriteria Hasil : Observasi :
1. Keluhan nyeri berada - Identifikasi karakteristik, lokasi,
pada skala 1 durasi, frekuensi, kualitas,
(meningkat). Setelah intensitas nyeri Identifikasi skala
dilakukan tindakan nyeri
3x24 jam diharapakan - Identifikasi respon nyeri non-
berada pada skala 5 verbal
(menurun) - Identifikasi faktor yang
2. Frekuensi nadi berada memperberat dan memperingan
pada skala 2 (cukup nyeri
memburuk). Setelah Terapeutik :
dilakukan tindakan - Berikan teknik non-farmakologis
3x24 jam diharapkan untuk mengurasi rasa nyeri
berada pada skala 5 - Kontrol lingkungan yang
(membaik) memperberat tingkat nyeri
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik
2. Pemberian analgesik
Observasi :
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik dengan tingkat keparahan
nyeri
- Monitor ttv sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
- Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik :
- Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan
respons pasien
- Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesik
Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian jenis dan
dosis analgesik

3 Resiko perfusi Perfusi miokard - Monitor tekanan darah, nadi, suhu,


perifer tidak Kriteria hasil : dan status pernapasan dengan tepat
efektif 1. Gambaran EKG aritmia - Monitor tekanan darah setelah
berada pada skla 5 pasien minum obat jika
(meningkat) setelah memungkinkan
dilakukan tindakan - Monitor tekanan darah, denyut
3x24 jam diharapkan nadi, dan pernapasan sebelum,
berada pada skala 3 selama, dan setelah beraktivitas
(sedang) dengan tepat
2. Nyeri dada berada pada - Monitor irama dan tekanan
skala 5 (meningkat). jantung. Sedangkan pada terapi
Setelah dilakukan oksigen yaitu dengan pertahankan
tindakan 3x24 jam kepatenan jalan nafas
diharapkan berada pada - Monitor aliran oksigen, amati
skala 1 (menurun) tanda-tanda hipovontilasi induksi
3. Takikardi berada bada oksigen, konsultasi dengan tenaga
skala 2 (cukup kesehatan lain mengenai
memburuk0 setelah penggunaa oksigen tambahan
dilakukan tindakan selama kegiatan dan/atau tidur
3x24 jam diharapakan
berada pada skala 5
(membaik)
B. EDVIDENCE BASED PRACTICE
Terapi akupresur sebagai Advidence based nursing untuk
mengurangi nyeri dada pada pasien sindrom koroner
akut.

Penyakit sindrom koroner akut merupakan penyakit


kardiovaskuler yang ditandai dengan adanya nyeri dada
(angina) atau dada terasa tertekan saat melakukan aktivitas.
Proses terjadinya nyeri dada disebabkan oleh adanya
disumbatan diarteri koroner atau penurunan curah jantung ,
akibatnya suplai darah yang membawa oksigen dan nutrisi
yang dibutuhkan tubuhuntuk metabolisme menurun.
Untuk mengatasi nyeri, banyak sekali dari tenaga
kesehatan yg menggunakan obat analgesik sebagai obat
oereda nyeri tanpa memlertimbangkan ketergantungan dan
efek samping yang akan terjadi.Ketakutan akan terjadinya
ketergantungan dan efek samping dapat membatasi klien
menghentikan penggunaan analgetik. Sebagai contoh obat
tramadol yang merupakan opioid sintetis memiliki efek
samping mual, muntah, konstipasi, dan konfusi pada lansia.
Obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) dapat menyebabkan
dispepsia, perdarahan lambung, ulkus peptikum, perdarahan
abnormal, kerusakan saluran cerna, dan nefritis ginjal akut
sehingga diperlukanya penatalaksanaan non-farmakologis
untuk dapat diterapkan sebagai pengganti intervensi atau
kombinasi dalam menurunkan intensitas nyeri (Kneale &
Davis, 2011).
Oleh penliti melakukan penerapakan terapi
akupresur.Akupresur merupakan salah satu terapi
komplementer berdasarkan pada teori keseimbangan .
Pelaksanan akupresur dilakukan dengan memberikan tekanan
fisik pada beberapa titik pada permukaaan tubuh yang
merupakan tempat sirkulasi energi dan keseimbangan pada
kasus gejala nyeri. Kelebihan teknik akupresur yaitu aman,
mudah, praktis, tidak memerlukan biaya besar, tidak
menimbulkan efek samping dan bisa dilakukan siapa saja
(Widyaningrum, 2013). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Narimani et al pada tahun 2018 memperlihatkan
hasil bahwa akupresure diberikan pada kelompok intervensi
pada titik L14 terbukti signifikan dalam mengurangi keluhan
nyeri dada pada pasien dengan penyakit jantung.
Tujuan terapi akupresure ini adalah untuk mengurangi
nyeri dada pada pasien dengan penyakit akut coronary
sindrom yaitu dengan menggunakan teknik
akupresure.Intervensi terapi akupresur/sentuhan diberikan
pada lokasi titik LI4 terletak di bagian belakang tangan
kanan/kiri antara tulang metacarpal pertama dan kedua dan
hampir sepanjang tulang radial. Dilakukan selama ± 20 menit
dalam 10 detik diberikan tekanan sekitar 3 - 5 kilogram
dengan periode istirahat 2 detik.
Dengan memberikan tekanan fisik pada titik L14
pada permukaaan tubuh yang merupakan tempat sirkulasi
energi dan keseimbangan pada kasus gejala nyeri dapat
meningkatkan kadar endofrin dalam darah maupun sistemik,
tetapi memiliki daerah tangkap yang berbeda, sehingga
penggunanan titik akupresur berbeda sesuai dengan organ
yang akan dituju dan sesuai indikasi. Endofrin merupakan
opiat tubuh secara alami dihasilkan oleh kelenjar pituitary
yang berguna untuk mengurangi nyeri, mempengaruhi
memori dan mood yang kemudian akan memberikan
perasaan relaks (Yam et al, 2018).Dalam penerapan teknik
akupresur ini terjadi pelaporan skala penurunan nyeri dada
pada 7 responden dengan skor rata- rata penurunan nyeri 2,
ini menunjukan bahwa akupresur mampu menurunkan skala
nyeri dada pada pasien dengan dengan kasus Acute Coronary
Syndrome/ACS. Menurut beberapa hasil pembahasan dari 15
studi tentang terapi akupresur 12 studi terbukti secara
signifikan mampu menurunkan nyeri setelah pemberian
terapi akupresur (You et al, 2017).

C. DISCHARGE PLANNING
Discharge plenning merupakan memilihi pemahaman
tentang informasi tatang pendidikan kesahatan yang telah
diberikan ketika dirumah sakit dan persiapan perawatan saat
klien sudah dirumah, disharge plenning ialah proses
pengkajian sampang dengan evaluasi disharge plenning
dengan cara optimal akan memberikan proses yang lebih baik
pada klien sehingga terjadinya perubahan pada prilaku pasien
dan keluarganya dalam memaknai kondisi kesehatanya. Dari
penatalaksana discharge plenning saat dirumah sakit sangat
baik dikarenakan pada saat pengumpulan data rumah sakit
tersebut memiliki tingkat akreditas peripura bintang lima,
dalam melaksanakan discharge plenning telah tersedia format
disharge plenning yang sudah lengkap, seperti kesediaan alat,
media yang mendukung dalam pelaksanaan discharge
plenning untuk disampaikan dengan pasien dan juga keluarga
pasien dengan memberikan dukungan kepada pasien untuk
kesembuhannya, dan hasil penelitian ini menyatakan
bahwasanya perencanaan program discharge plenning hanya
boleh dilakukan dengan tim keperawatan yang terdiri dari
manager keperawatan, dan juga asisten keperawatan semua
petugas bisa melakukan discharge plenning dengan format
yang sudah tersedia, hanya tetapi belum ada format baku
berstandar khusus untuk pasien.
Discharge plenning merupakan dukungan informasi
psikososial yang telah diberikan dan telah dilakukan dengan
baik pada implementasi discharge plenning harus dilakukan
oleh perawat untuk membantu pasien dan keluarga dalam
menyaipkan kepulangan pasie, discharge plenning juga harus
diberikan kepada orang yang terdekat dengan pasien karena
pasien yang menderita penyakit sindrom koroner akut ini
biasanya merasakan masalah pada fisik yang berat seperti
merasakan nyeri dada akibat iskemia miokardium yang
merupakan salah satu masalah yang sering dikeluhkan
terhadap pasien, pasien juga akan mengalami kehilangan
aspek biopsikososial, dari penelitian discharge plenning telah
diungkapkan bahwa pelaksanaan telah ditinjau dikarenakan
perawat bisa memotifasikan pasien untuk meminum obat
secara baik dan teratur, perawat juga memastikan bahwa
pasien dengan penyakit sindrom koroner akut membutuhkan
informasi psikososial contohnya memotivasi pasien untuk
menjalani pengobatan, mengajak dan juga menjelaskan
kepada keluarga dalam perawatan pasien, menenangkan
pasien ketika gelisah,dan juga siap mendengarkan keluh
kesah tentang penyakit yang dideritanya.
Tindakan ini dilakukan karena untuk meminimalkan
penyakit yang dialaminya dan juga mengurangi angkat
keperawawatan pada rumah sakit. Pelaksanaan discharge
plenning yang telah dilakukan perawat ke pasien perlu
ditingkatkan lagi, perawat peduli terhadap kebersihan
lingkungan atau tempat tidur pasien karena untuk menjaga
kesehatan pasien dan juga untuk sering berhati-hati dalam
melakukan aktivitas terutama diarea tempat tidur pasien yang
tidak sesuai dengan kondisi kesehatannya, disharge plenning
juga perawat mengajarkan tentang kebutuhan pasien terhadap
kesehatan kepada pasien dan juga keluarganya. Sebagian
besar pasien sudah memahami tentang disharge plenning
yang merupakan tentang pengobatan, hasil laboratorium dan
juga jadwal terapi.
Discharge plenning bisa mengurangi hari perawatan
pasien, mencegah kekambuhan dan juga meningkatkan
kondisi pekembangan kesehatan pasien serta menurunkan
beban keperawatan keluarga. Salah satu tantangan perawat
dalam disharge plenning dengan pasien perawatan akut
merupakan kebinggungan terhadap peran dan juga tidak
terlihatnya peran staf dalam perencanan pasien saat pulang
terutama dalam menyiapkan rujukan kepada psien ketika
pasien sudah ada dirumah tanpa dibantu dengan bantuan
medis. Tujuan dari surat rujukan merupakan keinginan pasien
dan keluarga sudah baikkan pasien juga telah mengatakan
bahwa perawat sudah menjelaskan tentang pelayanan
kesehatan yang bisa digunakan saat nyer dada kambuh,
perawat juga sudah menjelaskan pelayanan kesehatan ketika
sudah berada dirumah, dan perawat telah menjelaskan
pengobatan saya dipoli jantung dan perawat juga memberikan
nomer telepon yang bisa dihungi ketika terjadi kondisi
darurat.
Program disharge plenning merupakan hal yang
penting untuk meningkatkan pada kualitas hidup pasien
sebelum pulang penting untuk meningkatkan kualitas hidup
dan keselamatan, disharge planning merupakan kesiapan
pulang pasien dengan penyakit jantung koroner akutyang
terdiri status persoal, pengetahuan, kemampuan koping dan
juga dukungan. Disharge plenning dilakukan selama tujuh
hari ketika pasien dirawat dirumah sakit memberikan
disharge plenning sesuai dengan kondisi rumah sakit dari hari
pertama sampek hari keenam pada hari keenam pasien
diberikan leaflet tentang penyakit jantung akut kepada pasien.
Perawat juga mengkaji kesiapan pulang pasien dengan
penyakit jantung akut dengan meminta pasien untuk mengisi
RHDS (readiness for hospital discharge scala).
Intervensi discharge plenning yang dimuali dengan
hari pertama pasien dan keluarga diorientasikan terlebih
dahulu dengan tujuan untuk membina saling percaya dan juga
perawat memberikan buku kepada keluarga tentang penyakit
jantung koroner setelah itu rehabilitas jantung pada tahap 1
yang dilakukan pada hari pertama dan hari kedua mengkaji
kebutuhan persiapan pulang pasien pada rehabilitas jantung,
pada hari ketiga perawat memberikan pendidikan kesehatab
seperti anatomi,fisiologi jantung dan juga tentang penyakit
jantung koroner pada hari tiga pemerikaan pada penyakit
jantung koroner dan diberikan obat hari ke empat
memberikan modifikasi lingkungan dan yang terakhir
evaluasi terhadap reabilitas jantung pada tahap 1.
Kesiapan pulang pasien ada 4 diantaranya : status
personal, pengetahuan, kemampuan koping dan yang terakir
dukungan.
1. Status personal
Status personal yaitu yang bisa dirasakan oleh pasien
yang diukur seperti keyakinan pada pasien untuk pulang,
persiapan fisik, nyeri, kekuatan dan kesiapan emosional
bisa juga terjadi setres
2. Pengetahuan
Discharge plenning pada pengetahuan ini adalah
stimulus yang telah diberikan dengan melalui media yang
telah melibatkan indra penglihatan dan juga indra
pendengaran selain itu stimulus ditransfer kedalam otak
untuk melakukan proses berfikir dan juga
mempertimbangkan terhadap stimulus tersebut.sedangkan
stimulus yang diterima kemudian dicoba untuk dilakukan
sehingga dapat menimbulkan keyakinan terjadinya
kemandirian dalam merawat diri dan untuk mencegah
terjadinya kekambuhan.
3. Kemampuan koping
Dalam kemampuan kopling ini discharge plenning
merupakan mekanisme koping dalam mempersiapkan
pasien untuk pulang kerumah dari rumah sakit dengan
kaadaan yang sudah tidak mengalami kecemasan dan juga
depresi pasca pada serangan penyakit jantung akut
sehingga pasien talah mampu memiliki kemampuan
koping setalah sudah sampai dirumahnya pada masalah
koping ini merupakan cara perawatan dirumah untuk
dilakukan secara mandiri seperti minumobat, diet,aktivitas
rehabilitas lanjutandan juga mencegah komplikasi
4. Dukungan
Pada dukungan ini discharge planning bertujuan
untuk memberikan dukungan terhadap pasiendan juga
keluarga pasien hingga dapat menunjang perbaikan
kondisi pasien dirumah sakit serta dirumahnya sendiri
discharge plenning yang telah diberikan dengan cara
komprehensif dan ditambahkandengan adanya dukungan
keluarga dan juga orang yang terdekat setalah pulang
kerumah pasien dengan penyakit jantung akut yang
bermakna dapat mengurangireadmission dan juga
meningkatkan kelangsungan hidup serta kualitas hidup
pasien.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom koroner akut adalah suatu kondisi iskemia atau infark yang
menyebabkan penurunan aliran darah koroner secara tiba-tiba yang
biasanya disebabkan oleh adanya thrombus dari plak atheroma
pembuluh darah koroner yang robek dan pecah yang akan menyumbat
liang pembuluh darah koroner baik secara total ataupun parsial
(Pranatalia, et al, 2020).
Gejala umum yang dialami oleh pasien Sindrom koroner akut adalah
nyeri dada saat istirahat dan paling sering dialami oleh sekitar 79%
pasien pria dan 74% pasien wanita. Akan tetapi sekitar 40% pria dan
48% wanita juga mengeluhkan gejala non spesifik seperti dyspnea
dengan atau tanpa nyeri dada. Oleh karena itu, penanganan medis yang
cepat sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan pengobatan
pasien sindrom koroner akut. Pada sindrom koroner akut, waktu yang
berlalu antara awal gejala dan saat pasien menerima pengobatan
merupakan penentu penting kelangsungan hidup dan pemulihan
selanjutnya. Namun, banyak pasien tidak menerima pengobatan secepat
yang direkomendasikan, sebagian besar karena keterlambatan pra-
rumah sakit yang substansial seperti menunggu untuk mencari
penanganan medis setelah onset awal (Arrebolamoreno et al., 2020)
B. Saran

1. Pendidikan
Untuk memberikan informasi pada bidang pendidikan
kesehatan, khususnya pada bidang kedokteran dan juga pada
pelayanan kesehatan mengenai bagaimana korelasi nilai CK-MB dan
juga Troponin T pada pasien yang mempunyai penyakit sindrom
koroner akut. Perawat dapat memberikan pendidikan kesehatan
kepada pasien yang mempunyai penyakit SKA dan keluarga
penderita tentang untuk segera mencari pertolongan kesehatan
dirumah sakit, agar pemanjangan waktu prehospital tidak akan
terjadi.
2. Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat memberi masukan kepada seluruh
pelayanan kesehatan dimana untuk meningkatkan pengetahuan dan
juga edukasi yang merupakan bagian dari intervensi keperawatan
untuk mengurangi nyeri pada dada pada pasien yang menderita
penyakit sindrom koroner akut. tentang terapi realitas dimana untuk
menurunkan derajat cemas dan intensitas nyeri.

3. Penelitian
Penulis berharap dari studi kasus dibawah ini akan mampu
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di perguruan tinggi
untuk di aplikasikan dilapangan dan juga mampu meningkatkan
pengetahuan dan juga wawasan tentang asuhan keperawatan
khususnya pada pasien yang menderita penyakit sindrom koroner
akut, peneliti diharapkan dapat memberikan sumbangan teoritis
didalam memperkaya ilmu psikiatri dan juga ilmu penyakit jantung
tentang terapi realitas dimana untuk menurunkan derajat cemas dan
intensitas nyeri pada pasien pasca sindrom koroner akut.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer,S. C., & Bare, B. G.,2015, Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Brunner & suddarth. Vol.2.E/8”. Jakarta : EGC.

Kementerian Kesehatan. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Jakarta;


BPPK Kemenkes RI

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid
1. Jogjakarta :Mediaction

Potter, P.A., & Perry, A. . (2015). Buku Ajar Fundamental Keperawatan


Edisi 7. Jakarta: Salemba Medika.

Pranatalia, F. V., et al. (2020). Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap


Penurunan Respon Cemas Pasien Sindrom Koroner Akut Post
PemberianTerapi Fibrinolitik Di Ruang ICCU. Jurnal Keperawatan
Wiyata, 1(1), 91-100.
Price, S.A & Wilson, L. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (6 Volume 1; H. Hartanto, Ed.). Jakarta: EGC.

Sanjani, Rizal Dwi & Nurkusumasari, Nanda. (2020). Sindrom Koroner


Akut. Surkarta; PP PERKI

Anda mungkin juga menyukai