Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN SUBDURAL HEMATOMA (SDH)

DI RUANG ICU RSD dr. SOEBANDI JEMBER


PERIODE 5-10 DESEMBER 2022

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Tugas di Stase


Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh:

Achmad Riansyah Sanda Pratama, S.Kep


NIM. 2201031033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
Desember, 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Dasar Medis


A. Anatomi fisiologi

Gambar 1. Struktur jantung

Jantung memiliki rongga dibagian tengahnya, dan memiliki bentuk kerucut


yang mana terdiri dari jaringan otot jantung yang bersifat involunteer atau tidak
sadar. Fungsi jantung yaitu untuk memompa darah ke seluruh tubuh dengan
melakukan mekanisme gerakan berdenyut selama 100.00 kali. Adapun jantung
terletak di dalam rongga dada di bagian tengah agak condong ke kiri di antara paru-
paru. Sedangkan diabagian bawa berbatasan dengan otot diafragma. Jantung
dilindungi oleh os sternum dan os costae di sisi depan dan dilindungi oleh kolumna
vertebalis dan os costae bagian belakang (Harjanto dkk., 2018).
Jantung diselaputi oleh selaput yang disebut perikardium. Fungsi dari selaput
ini yaitu untuk melindungi jantung dari gesekan dengan organ disekitarnya misal
tulang rusuk atau paru-paru (Anggraini & Leniwita, 2020). Selaput ini terbagi
menjadi dua yaitu lamina parietalis/parietal layer dan lamina viseralis/ visceral layer
Kemudian jantung memiliki dinding yang terdiri dari:
a. Lapisan epikardium
Lapisan dinding terluar jantung yang tersusun atas jaringan ikat dan lemak yang
memiliki fungsi pelindung tambahan jantung dibawah lapisan perikardium.
b. Lapisan Miokardium
Miokardium adalah lapisan dinding jantung kedua setelah lapisan epikardium.
Lapisan ini paling tebal dan tersusun dari jaringan otot jantung. Lapisan
miokardium ini yang memungkinkan terjadinya gerak denyut jantung.
c. Lapisan Endokardium
Lapisan dinding jantung yang bertemu dengan ruang jantung dan darah.
Tersusunatas jaringan epitel skuamosa.

Jantung memiliki ruangan dimana ruang tersebut dibagi menjadi 4 dimana hal ini
berfungsi untuk menampung darah yang masuk dan juga untuk mengeluarkan darah
tersebut dari jantung. Jantung manusia memeliki 4 ruang berongga yaitu (Anggraini &
Leniwita, 2020):
a. Serambi Jantung/Atrium Jantung/Atrium
b. Biliki jantung/Ventrikel jantung/Ventricle
Katup jantung berfungsi sebagai pintu pembatas antara ruang ruang jantung
dalam membuka dan menutup. Katup jantung terdiri dari 2 jenis, yaitu (Harjanto
dkk., 2018):
a. Katup Atrioventrikularis (Katup A.V)
Katup antrioventrikularis adalah katup jantung yang berada di runag atrium dan
ventrikel. Berfungsi dalam mencegah aliran balik darah dari ventrikel kembali
atrium. Yang biasanya disebut degan fase Sistole. Katup ini tebagi atas :
b. Katup Semilunaris
Katup semilunaris adalah katup jantung yang berbentuk seperti bulan sabit.
Berfungsi dalam mencegah aliran balik darah yang sudah keluar dari jantung
kembali ke ruang ventrikel selama fase diastole. Katup ini terletak antara ruang
ventrikel dengan pembuluh darah di luar jantung.
c. Katup Aorta /Aortic Valve
Katup jantung yang membatasi antara ruang ventrikel kiri dengan pembuluh
aorta dalam mencegah aliran balik darah dari aorta kembalike ventrikel kiri

d. Katup Pulmonalis/Pulmonary Valve


Katup jantung yang membatasi antara ruang ventrikel kanan dengan pembuluh
arteri pulmoalis dalam mencegah aliran balik darah dari arteri pulmonalis
kembali ke ventrikel kanan.
B. Definisi

Gagal jantung adalah keadaan dimana jantung tidak mampu memompakan


darah dengan jumlah yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, atau
kemampuan tersebut yang hanya dapat dicapai dengan tekanan pengisian jantung
yang tinggi, atau keduanya. Gagal jantung adalah fase kronis yang dapat
menyebabkan kerusakan fungsional jantung akibat banyaknya gejala. Banyaknya
gejala yang dialami oleh pasien gagal jantung mempengaruhi kesehatannya (Astuti
Purnamawati dkk., 2018).

Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang
menghabiskan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan
atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Laksono dkk., 2021).
C. Etiologi

Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit jantung bawaan maupun didapat
yang diakibatkan oleh beban volume (preload) atau beban tekanan (afterload)
berlebih atau oleh insufisiensi miokard. Umumnya pada gagal jantung terjadi curah
jantung yang rendah misalnya pada miokarditis akut, kardiomiopati dilatasi,
takiaritmia kronik, kelainan koroner dan sekuele pasca operatif. Dapat terjadi juga
curah jantung yang normal atau bahkan meningkat misalnya pada gagal jantung
akibat hipertiroid, anemia atau defisiensi thiamine. Beberapa penyakit jantung
didapat yang bisa mengakibatkan gagal jantung diantaranya (Laksono dkk., 2021) :

1) Gangguan metabolik hipoksia dan asidosis yang berat, hipoglikemi dan


hipokalsemia dapat mengakibatkan gagal jantung pada bayi baru lahir.
2) Miokarditis akibat virus lebih sering terjadi pada pada usia di atas satu tahun.
Kadang dapat terjadi pada periode neonatus. Penyakit Kawasaki dapat
mengakibatkan gagal jantung akibat miokarditis maupun infark miokard.
3) Demam rematik yang disertai karditis atau penyakit jantung rematik menimbulkan
gagal jantung akibat beban volume karena insufisiensi mitral dan atau insufisiensi
aorta.
4) Kardiomiopati dilatasi dapat menimbulkan gagal jantung pada semua usia anak
maupun remaja.
5) Kardiomiopati akibat doksorubisin (sitostatik) dapat bermanifestasi beberapa
bulan atau beberapa tahun setelah kemoterapi selesai. Kardiotoksisitas yang
timbul berhubungan dengan dosis yang diterima Pada biopsi kerusakan miosit
berbanding lurus dengan dosis kumulatif Dosis kumulatif 242 mg/m2 merupakan
batas untuk timbulnya gangguan kemampuan jantung.

Penyebab lain gagal jantung, antara lain (Laksono dkk., 2021):


1) Takikardia supraventricular. Klinis manifestasi sebagai takikardia dengan denyut
jantung > 200/menit. Pada EKG dijumpai takikardia tanpa gelombang P Gagal
jantung dapat terjadi sejak masa bayi 2. Blok jantung komplit, biasanya pada
periode neonatus dan bulan bulan pertama kehidupan
2) Anemia berat dapat menimbulkan gagal jantung pada setiap usia
3) Kor pulmonale akut yang disertai obstruksi saluran nafas akut
4) Hipertensi akut. Peningkatan beban kerja jantung mengakibatkan pengecilan
serabut otot jantung. Efeknya (hipertrofi miokard) sebagai mekanisme kompensasi
karena meningkatkan kontraktilitas jantung. Hipertensi dapat menyebabkan gagal
jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri.
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan
diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta memudahkan
untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia ventrikel.
D. Epidemiologi

Penyakit jantung adalah salah satu masalah utama kesehatan pada Negara maju
dan berkembang. Tingkat kematian di rumah sakit pada gagal jantung akut adalah
10% sampai 20%. Menurut World Health Organization (WHO) (2013) 17,3 juta
orang di dunia meninggal disebabkan penyakit kardiovaskuler lalu terus meningkat
hingga mencapai 23,3 juta pada tahun 2020 (Depkes, 2014). Gagal jantung akut
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama pada beberapa negara industri
maju dan Negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI tahun 2014, prevalensi penyakit gagal
jantung di Indonesia tahun 2013 diperkirakan sekitar 530.068 orang (Puspita dan
Fadil, 2020).

Beberapa penelitian menunjukkan kualitas hidup pasien gagal jantung cukup


rendah, salah satunya penelitian dari Tatukude, Rampengan, dan Panda (2016) bahwa
dari38 pasien gagal jantung yang memiliki kualitas hidup kurang baik sebanyak 24
responden (63,2%). Prevalensi gagal jantung di provinsi Bali sebesar 0.3% dari
populasi sedangkan di kabupaten Badung sebesar 0.1% (Laksmi dkk., 2020).
E. Klasifikasi

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa tingkatan parahannya.


Dibawah ini tabel gambaran sitem klasifikasi yang paling umum digunakan,
menurut New York Heart Association (NYHA) Fungsional Classification (NYHA,
2016) :
Tabel 1.5.1 Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan gejala

Class Gejala pasien


I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan kelelahan yang berarti, palpitasi, dyspnea (sesak napas)
II Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik sehari - hari. Nyaman saat
istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan
dyspnea
III Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat.
Sedikit aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan dyspnea
IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Gejala
gagal jantung saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan,
ketidaknyamanan meningkat

Klasifikasi berbagai sindrom gagal jantung dibuat berdasarkan gambaran


umum yang mendominasi sindrom klinis secara keseluruhan. Hal ini bisa membantu
menegakkan diagnosis (Laksono dkk., 2021).
1) Gagal jantung akut (acute heart failure) secara garis besar sama dengan gagal
jantung kiri dan disebabkan oleh ke gagalan mempertahankan curah jantung
yang terjadi mendadak. Tidak terdapat cukup waktu untuk terjadinya mekanisme
kom pensasi dan gambaran klinisnya didominasi oleh edema paru akut.
2) Gagal jantung kronis (chronic heart failure (CHF) secara garis besar sama
dengan gagal jantung kanan. Curah jantung menurun secara bertahap. gejala dan
tanda tidak terlalu jelas, dan didominasi oleh gambaran yang menunjukkan
mekanisme kompensasi. Yang membingungkan, sering terjadi gagal jantung kiri
dan kanan sekaligus, biasanya karena gagal jantung kiri kronis menyebabkan
hipertensi pulmonal sekunder dan gagal jantung kanan. Kegagalan biventrikular
kronisdisebut gagal jantung kongestif.
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan manifestasi klasifikasinya, antara lain
(Potter dkk., 2019) :
1) Gagal jantung kiri merupakan kondisi abnormal yang ditandai oleh penurunan
fungsi ventrikel kiri. Jika kegagalan ventrikel kiri bermakna, jumlah darah yang
dipompakan dari ventrikel kiri menurun tajam, mengakibatkan penurunan
cardiac output. Tanda-tanda dan gejala-gejalanya meliputi kelelahan, kesulitan
bernapas, pusing, dan kebingungan sebagai akibat dari hipoksia jaringan karena
berkurangnya cardiac output. Semakin lama ventrikel kiri mengalami kegagalan,
darah mulai terkumpul pada sirkulasi pulmoner, sehingga menyebabkan kongesti
pulmoner Temuan temuan klinis meliputi crackles pada daerah basal paru-paru
pada saat auskultasi, hipoksia, kesulitan bernapas pada saat beraktivitas, batuk,
dan paroxysmal nocturnal dyspnea (kesulitan bernapas pada malam hari).
2) Gagal jantung kanan diakibatkan oleh kerusakan fungsi ventrikel kanan. Hal ini
biasanya terjadi oleh karena penyakit paru atau akibat kegagalan jantung kırı
yang sudah berlangsung lama Faktor patologis utama pada gagal jantung kanan
adalah meningkatnya tahanan vaskular paru (pulmonary vascular resistance

(PVR)). Seiring meningkatnya PVR, ventrikel kanan bekerja lebih keras, dan
kebutuhan oksigen jantung meningkat. Jika kegagalan terus berlangsung, jumlah
darah yang dipompakan dari ventrikel kanan menurun, dan darah mengalir
kembali ke sirkulasi sistemik. Secara klinis pasien mengalami kenaikan berat
badan, distensi vena vena leher, hepatomegali dan splenomegali, serta edema
perifer dependen
3) Gagal jantung kongestif biasa diartikan sebagai kombinasi dari gagal jantung
kanan dan kiri, menyebabkan kongesti paru dan edema perifer. Gagal jantung
kongestif (dekompensasi jantung) merupakan sin drom yang dicirikan oleh
ketidakmampuan jantung dalam mem pertahankan aliran darah yang memadai di
dalam sistem sirkulasi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, retensi
cairan dan natrium yang berlebihan, edema perifer dan paru, dan akhirnya
jantung yang keletihan serta membengkak.
F. Patofisiologi

Pada gagal jantung terjadi suatu kelainan multisistem dimana terjadi gangguan
pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta
perubahan neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan
pada ventrikel kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output Hal ini
menyebabkan aktivasi mekanisme kompensası neurohormonal, sistem Renin
Angiotensin Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretic peptide
yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung
dapat terjaga (Mayangsari dkk., 2019).

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac


output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta
vasokons-triksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul
berkelanjutan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis
yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan
nekrosis miokard fokal (Mayangsari dkk., 2019).

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II


plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten
(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemikyang merangsang pelepasan noradrenalin dari
pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteronakan menyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan
sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada
disfungsi endotel pada gagal jantung (Mayangsari dkk., 2019).
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir samayang
memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan
menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide
(BNO) juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan
ANP. C-type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan
saraf pusat, efekterhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain
natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan
kelebihantekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler,
sekresi aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan
natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan
perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai
terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin merupakan hormon antidiuretik
yang meningkat kadarnya padagagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi
juga didapatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia
(Mayangsari dkk., 2019).
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah
ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma
akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung (Mayangsari dkk.,
2019).
Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan
kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri
menyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering
adalah penyakit jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit
jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal
jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan
meski dapat timbul sendiri (Mayangsari dkk., 2019).
PATHWAY

Disfungsi miocard Beban systolic Kelainan otot Arteriosklerosis Hipertensi Peradangan Penyakit Faktor
(AMI) miokarditis meningkat jantung koroner sistemik/pulmonal dan penyakit jantung sistemik
miokardium

Preload Gangguan akiran darah


meningkat ke otot jantung Serabut otot
meningkat jantung rusak

Disfungsi
miokardium

Gagal Jantung
Gagal Jantung

Gagal pompa ventrikel kiri Gagal pompa ventrikel kanan

Forward Back
failure Pulmonary Vascular
failure
Resistance (PVR) meningkat
Kongesti
pulmonalis
Hipertrofi v Suplai darah jaringan Renal flow Kebutuhan O2
miosit otot menurun menurun jantung meningkat
Distensi vena
pulmonalis
Kontraksi Metabolisme LFG/GFR Volume darah yang dipompa dari
otot melemah anaerob menurun Cairan kapiler ventrikel kanan menurun
berpindah ke
Pasokan Asidosis Gagal ginjal interstisial paru Darah mengalir kembali ke
darah ke otot metabolik sirkulasi sistemik
menurun
Produksi urin Penimbunan
ATP menurun cairan alveoli Penurunan konsentrasi
Hipoksia menurun Hemoglobin (Hb)
jaringan otot Edema paru
Oliguria
Fatigue
Penurunan Ekspansi paru ↓ Kompensasi
Hipervolemia Ronkhi basah
Curah Jantung
Intoleransi
Work of Perfusi Perifer
Aktivitas Disfungsi osmotik breathing ↓ Tidak Efektif

PO₂↓ dan PCO₂↑ RR ↑

Gangguan
Sesak
pertukaran gas

Pola Nafas Tidak Efektif


G. Manifestasi klinis

Gejala gagal jantung berupa sesak nafas, bengkak, dan kelelahan yang
berlangsung lama mempengaruhi status fungsional dan kehidupan yang dijalani
pasien setiap hari (Laksmi dkk., 2020). Adapun gejala dan tanda yang terjadi pada
seseorang dengan gagal jantung (Davey, 2005) :

1) Gagal jantung kiri: sesak napas, diperberat bila berbaring (ortopnea), terutama saat
tengah malam (dispnea nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnoea
PND]). Tanda-tanda yang muncul di antaranya adalah takipnea, takikardia,
terdengar nya bunyi jantung ketiga dan ronki paru bibasilar saat inspirasi.
Kenaikan tekanan vena jugularis (JVP) dan edema perifer bisa tidak ada.

2) Gagal jantung kanan: retensi cairan pada tungkai, pada kasus yang berat dapat
terjadi asites. Tanda-tanda yang ditemukan adalah kenaikan JVP dan edema
perifer.

3) Gagal jantung kronis pada CHF yang berlangsung lama (congestive heart failure-
gagal jantung kongestif) terjadi pembesaran jantung (kardiomegali dan regurgitasi
mitral/trikuspid sekunder). Penurunan otot skelet (kaheksia jantung') bisa
substansial dan menyebabkan fatigue, kelelahan, dan kelemahan.
H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada penderita gagal jantung antara lain (Irwan, 2018):
a) Foto torak
Foto torak penting sebagai pemeriksaan rutin dan melihat besarnya jantung,
bentuk jantung serta vaskularisasi paru. Hampir selalu ditemukan kardiomegali
Tidak ditemukannya kardiomegali hampir dapat menyingkirkan diagnosis gagal
jantung Dikatakan kardiomegali pada foto posteroanterior (PA) jika rasio antara
diameter jantung dengan dimensi torak internal (cardiothoracic ratio CTR)
melebihi 0.5 pada dewasa, 0.55 pada anak dan sekitar 0.6 pada bayi
Peningkatan CTR terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri atau kanan, hipertrofi
ventrikel kiri atau efusi pericardium
b) EKG
EKG tidak dapat memastikan ada atau tidaknya gagal jantung tetapi dapat
mendeteksi adanya hipertrofi ruang ruang jantung Jadi lebih berfungsi ke arah
penyebab dari gagal jantung Pemeriksaan ini sangat penting jika penyebab
gagal jantung adalah aritmia misalnya takikardia supraventrikular yang hanya
bisa dipastikan dengan EKG Nilai normal EKG berbeda menurut usia anak
c) Ekokardiografi
Ekokardiografi memberi gambaran terinci dan kuantitatif tentang anatomi dan
fungsi jantung Ekokardiografi dapat memastikan pembesaran ruang jantung
gangguan fungsi ventrikel kiri dan juga dapat mendeteksi penyebab dari gagal
jantung tersebut misalnya ditemukannya defek septum ventrikel besar
I. Penatalaksanaan medis
Penatalaksaan secara umum (Saroinsong dkk., 2021) :
1) Pemberian oksigen.
2) Tirah baring, posisi setengah duduk Sedasi kadang diperlukan pada anak yang
sangat gelisah.
3) Koreksi gangguan kesimbangan asam basa dan elektrolit yang timbul 4Restriksi
garam jangan terlalu ketat terutama pada bayi
4) Timbang berat badan tiap hari pada pasien yang dirawat inap. Hal ini untuk
menilai apakah retensi cairan yang bertambah atau berkurang
5) Menghilangkan faktor yang memperberat seperti demam (diberi antipiretik),
anemia (berikan transfusi packed cell), atasi infeksi jika ada
6) Mengobati faktor penyebab misalnya hipertensi, arıtmı, defek septumventrikel
besar, dan sebagainya.

II. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan suatu proses sistematis yang dilaksanakan
dengan mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar tentang pasien,
serta membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian harus dilakukan
secara menyeluruh untuk mengindentifikasi masalah masalah pasien. Terdapat dua
langkah pengkajian yaitu pengumpulan data dari klien (sumber primer) dan keluarga,
tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa keperawatan.
Pengkajian adalah proses secara terstruktur dan sistematis, dimulai dari pengumpulan
data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang apa saja yang menyangkut data
klien.
a. Identitas Klien
Pada laki-laki tingkat terjadinya gagal jantung lebih tinggi daripada wanita.
Rtta- rata Usia laki-laki yang mengalami gagal jantung antra 45-75 tahun.
Sedangan usia wanita yang beresiko terkena gagal jantung lebih banyak pada usia
> 74 tahun ditambah dengan keadaan menopause. Faktor pendidikan dan gaya
hidup yang salah juga dapat memicu terjadinya hipertensi. Banyak mengkonsumsi
makanan tinggi natrium, kolesterol dan kurang aktivitas fisik.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang paling sering muncul menjadi alasan klien untuk
meminta pertolongan kesehatan yaitu dyspnea atau sesak napas, kelemahan atau
kelelahan fisikdalam melakukan aktivitasmaupun istirahat serta adanya palpitasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Berisi tentang bagaimana perjalanan penyakit, dan usaha yang telah dilakukan
klien. Di dapatkan kesadaran alert atau composmentis, dan akan berubah sesuai
tingkat gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat. Pengkajian di dapat
dengan adanya gejala-gejala kongesti vaskuler pulmonal adalah dyspnea,
orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, batuk dan edema pulmonal akut.
d. Riwayat penyakit terdahulu
Berisi mengenai penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, serta obat-
obatan yang pernah digunakan, serta riwayat penyakit keluarga. Salah satu adalah
adanya riwayat gagal jantung pada keluarga. Tanyakan mengenai masalah-masalah
seperti adanya riwayat penyakit jantung, hipertensi, perokok, riwayat gagal
jantung, pernah dirawat dengan penyakit jantung, kerusakan katub jantung bawaan,
diabetes militus dan infark miokard kronis.
e. Riwayat penyakit keluarga
Hal yang perlu dikaji dalam keluarga klien, adakah yang menderita penyakit
sama dengan klien, penyakit jantung, gagal jantung, hipertensi.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Keadaan umum dan tanda-tanda vital merupakan pemeriksaan pertama dan utama
dalam menentukan triase pasien. Klien umumnya memiliki kesadaran composmentis
dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi system saraf pusat.
2) Pengkajian data
a) Aktifitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang
istirahat,sakit dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
b) Sirkulasi: riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites,
disaritmia, fibrilasiatrial, kontraksi ventrikel prematur,
peningkatan JVP, sianosis, pucat.
c) Respirasi: dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.

d) Pola makan dan cairan: hilang nafsu makan, mual dan muntah.

e) Eliminasi: penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia,


diare ataukonstipasi.
f) Neuorologi: pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.

g) Interaksi sosial: aktifitas sosial berkurang

h) Rasa aman: perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis


3) Pengkajian head to toe

a) Kepala

Inspeksi: simetris pada kepala, rambut terlihat kering dan kusam, warna
rambut hitam atau beuban, tidak adanya hematom pada kepala, tidak
adanya pedarahan pada kepala.

Palpasi: tidak teraba benjolan pada kepala, rambut teraba kasar.

b) Mata

Inspeksi: simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada mata, reaksi pupil
terhadap cahaya baik, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak ada
pembengkakan pada mata, tidak memakai kaca mata.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan lepas pada daerah mata, tidak teraba
benjolan disekitar mata

c) Telinga

Inspeksi: simetris kiri dan kanan pada telinga, tidak terjadi perdarahan,
tidak ada pembengkakan, dan pendengaran masih baik.

Palpasi: tidak teraba benjolan pada daun telinga, tidak ada nyeri saat diraba
bagian telinga, tidak ada perdarahan pada telinga baik luar maupun dalam.

d) Hidung

Inspeksi: simetris pada hidung, tidak ada kelainan bentuk pada hidung,
tidak ada perdarahan, ada pernapasan cuping hidung, terpasang oksigen.
Palpasi: tidak teraba benjolan pada hidung dan tidak ada perdarahan pada
hidung.

e) Mulut dan tenggorokan

Inspeksi: mulut terlihat bersih, terdapat batuk, mukosa lembab/ kering, dan
tidak terjadi kesulitan menelan.

f) Thoraks

Inspeksi: dada tampak simetris, tidak ada lesi pada thorak, tampak sesak RR
meningkat, menggunakan otot bantu pernafasan, terdapat retraksi dinding
dada.

Palpasi: tidak teraba benjolan pada dada, suhu pada thorak teraba sama
kirikanan Perkusi: sonor seluruh lapang paru

Auskultasi: vesikuler atau terdapat suara tambahan pada thoraks seperti


ronkhi, wheezing, dullness

g) Jantung

Inspeksi: JVP meningkat, letak ictus cordis (normal: ICS ke5) Palpasi:
PMIbergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi ventrikel

Perkusi: batas jantung normal pada orang dewasa

Auskulatsi: bunyi jantung I dan II. Pada pemeriksaan auskultasi


didapatkanTD tinggi, Nadi meningkat (takikardia).

h) Abdomen

Inspeksi: biasanya abdomen tampak adanya pembesaran, dan tidak adanya


lesipada abdomen.

Auskultasi: bising usus 12x/mnt

Perkusi: saat diperkusi terdengat bunyi tympani

Palpasi: teraba adanya massa/ pembengkakan, hepar dan limpa, terdapat


nyeri tekan dan lepas didaerah abdomen.
i) Genitalia

Pasien terpasang kateter, produksi urin menurun karena adanya retensi


cairan dalam tubuh.

j) Ekstremitas

Ekstremitas atas: terdapat edema perifer, tidak ada kelainan bentuk pada
kedua tangan, turgor kulit menurun, akral teraba hangat

Ekstremitas bawah: tidak ada kelainan bentuk pada kedua kaki, terlihat
edema pada kedua kaki dengan piting edema > 2 detik, type derajat edema,
tidak ada varises pada kaki, akral teraba hangat, CRT > 2 detik
4) Pemeriksaan Penunjang
a. Foto thorax dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema
atau efusi pleura yang menegaskan diagnosa CHF

b. EKG dapat mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan


iskemi (jika disebabkan AMI), ekokardiogram
c. Pemeriksaan laboratorium: Hiponatremia, hiperkalemia pada tahap lanjut
dari gagal jantung, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin meningkat,
peninkatan bilirubin dan enzim hati.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003) b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005) b.d depresi pusat pernapasan
3. Penurunan curah jantung (D.0008) b.d perubahan kontraktilitas
4. Hipervolemia (D.0022) b.d kelebihan asupan cairan
5. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) b.d penurunan aliran arteri dan/atauvena
6. Intoleransi aktivitas (D.0056) b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
7. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0149) b.d hipersekresi jalan nafas
8. Defisit nutrisi (D.0019) b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
9. Gangguan integritas kulit (D.0129) b.d kelebihan volume cairan
C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosis Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Pemantauan respirasi (I.01014)


pertukaran keperawatan selama … jam diharapkan Observasi
gas (D.0003) pertukaran gasdapat meningkat, dengan 1. Monitor frekuensi, irama,
kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas
Pertukaran Gas L.01003 2. Monitor pola napas (seperti
No. Indikator Aw Tujuan bradipnea, takipnea,
al 1 2 3 4 5 hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
1. Dispnea √ stokes, biot,ataksis)
3. Monitor saturasi oksigen
2. Bunyi √ Terapeutik
napas 4. Atur interval pemantauan
tambahan respirasisesuai kondisi pasien
3. Napas √ 5. Dokumentasikan hasil pemantauan
cuping Edukasi
hidung
6. Jelaskan tujuan dan
Keterangan: prosedur
1= Meningkat pemantauan
2 = Cukup meningkat
7. Informasikan hasil pemantauan
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun

2 Pola napas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Napas (1.01011)
tidak efektif selama … jam diharapkan pola napas dapat Observasi
(D.0005) membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas
Pola Napas L.01004 2. Monitor bunyi napas tambahan
No. Indikator Awal Tujuan 3. Monitor sputum
1 2 3 4 5 Terapeutik
1. Frekuensi 4. Pertahankan kepatenan jalan
napas napasdengan head-tilt dan chin-
lift
2. Kedalaman √ 5. Posisikan semifowler atau fowler
napas 6. Berikan oksigen, jika perlu
Keterangan: 7. Anjurkan asupan cairan 2000
1= Memburuk ml/hari
2 = Cukup memburuk Kolaborasi
3 = Sedang 8. Kolaborasi pemberian
4 = Cukup membaik bronkodilator,jika perlu
5 = Membaik
3 Penurunan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Jantung (I. 02075)
curah selama … jam diharapkan curah jantung Observasi
jantung dapat meningkat dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda dan gejala
(D.0008) Curah Jantung L.02008 primer penurunan curah jantung
seperti dyspnea, kelelahan,
edema,
Tujuan ortopnea, paroxysmal nocturnal
No. Indikator Awal
1 2 3 4 5 dyspnea, dan peningkatan CVP
Palpitasi √
2. Monior aritmia
1 3. Monitor EKG 12 sadapan
√ 4. Monitor keluhan nyeri dada
2 Takikardi
(lokasi, radiasi, durasi, presivitasi
√ yang mengurangi nyeri)
3 Gambaran
EKG Terapeutik

5. Posisikan semifowler atau fowler
4 Lelah dengan kaki ke bawah atau posisi
Keterangan: nyaman
1= Meningkat Edukasi
2 = Cukup meningkat 6. Anjurkan berhenti merokok
3 = Sedang 7. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
4 = Cukup menurun toleransi
5 = Menurun Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian
antiaritmiajika diperlukan
9. Rujuk ke program
rehabilitasijantung
4 Hipervolemia Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipervolemia (I.03114)
(D.0022) keperawatan selama … jam Observasi
diharapkan keseimbangancairan dapat 1. Periksa tanda dan gejala
menurun dengan kriteria hasil : hipervolemia (mis: ortopnes,
Keseimbangan Cairan L.03020 dipsnea, edema, JVP/CVP
Tujuan meningkat, suara nafas tambahan)
No. Indikato Awa
r l 1 2 3 4 5 2. Monitor intake dan output cairan
Edema √ 3. Monitor efek samping diuretik
1
(mis: hipotensi ortortostatik,
hipovolemia, hipokalemia,
2 Asites √
hiponatremia)
Terapeutik
4. Batasi asupan cairan dan garam
Keterangan:
1= Meningkat 5. Tinggikan tempat tidur 30-40
2 = Cukup meningkat derajat
3 = Sedang Edukasi
4 = Cukup menurun 6. Anjurkan melapor haluaran urin
5 = Menurun <0,5mL/kg/jam dalam 6 jam
7. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian diuretik

5 Perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Sirkulasi (I.02079)


perifer tidak selama … jam diharapkan kontrol nyeri Observasi
efektif dapat menurun, dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi
(D.0009) perifer, edema, pengisian
kapiler,
Perfusi Perifer L.02011 warna, suhu)
No. Indikator Awal Tujuan 2. Identifikasi faktor resiko
1 2 3 4 5 gangguansirkulasi
1 Nada perifer √ Terapeutik
3. Lakukan hidrasi
2 Akral √
teraba
Edukasi
hangat 4. Anjurkan menggunakan obat
3 Warna kulit √ penurun tekanan darah,
tidak pucat antikoagulan, dan penurun
Keterangan: kolestrol, jika perlu
1= Meningkat 5. Anjurkan minum obat pengontrol
2 = Cukup meningkat tekanan darah secara teratur
3 = Sedang 6. Informasikan tanda dan gejala
4 = Cukup menurun darurat yanng harus dilaporkan.
5 = Menurun
6 Intoleransi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen energi (1.05178)
aktivitas selama diharapkan toleransi aktivitas Observasi
(D.0056) dapat meningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi gangguan fungsi
Toleransi Aktivitas L.05047 tubuhyang mengakibatkan
Tujuan kelelahan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Monitor kelelahan fisik danemos
1 Frekuensi √ Terapeutik
nadi 3. Lakukan aktifitas gerak pasif
√ danatau aktif
2 Saturasi
4. Berikan aktifitas distraksi yangmene
oksigen Edukasi
Keterangan: 5. Anjurkan tirah baring
1= Meningkat 6. Anjurkan menghubungi perawat
2 = Cukup meningkat jika tanda dan gejala kelelahan
3 = Sedang tidak berkurang
4 = Cukup menurun Kolaborasi
5 = Menurun 7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentangcara peningkatan asupan
makanan
7 Bersihan jalan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Jalan Nafas (I. 01011)
nafas tidak selama diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
efektif membaik dengan kriteria hasil: 1. Monitor pola napas (frekuensi,
(D.0149) Bersihan Jalan Napas L.01001 kedalaman, usaha napas)
Tujuan 2. Monitor bunyi napas tambahan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 (mis. Gurgling, mengi, weezing,
1 Produksi √ ronkhi kering)
sputum 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
√ aroma)
2 mengi Terapeutik
Keterangan: 4. Pertahankan kepatenan jalan
1= Meningkat napas dengan head-tilt dan chin-
2 = Cukup meningkat lift (jaw- thrust jika curiga trauma
3 = Sedang cervical)
4 = Cukup menurun 5. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
5 = Menurun 6. Lakukan penghisapan lendir
kurangdari 15 detik
7. Berikan oksigen
8. Berikan oksigen
Edukasi
9. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
10. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik
8 Defisit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
nutrisi selama diharapkan status nutrisi dapat Observasi
(D.0019) membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi status nutrisi
Status Nutrisi L.03030 2. Identifikasi alergi dan intoleransi
Tujuan makanan
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 3. Identifikasi kebutuhan kalori dan
1 Frekuensi √ jenis nutrient
makan 4. Identifikasi perlunya
2 Nafsu √ penggunaanselang nasogastric
5. Monitor asupan makanan
makan
6. Monitor berat badan
Keterangan:
Terapeutik
1= Meningkat
2 = Cukup meningkat 7. Berikan makan tinggi serat untuk
3 = Sedang mencegah konstipasi
4 = Cukup menurun 8. Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
5 = Menurun
9. Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi
10. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
11. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
9 Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I. 11353)
integritas selama diharapkan integritas kulit Observasi
kulit dapatmeningkat dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
(D.0129) Integritas Kulit L.14125 gangguanintegritas kulit
Tujuan Terapeutik
No Indikator Awal
1 2 3 4 5 2. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
1
Kerusakan √ baring
jaringan 3. Bersihkan perineal dengan air
√ hangat
2 Hematoma 4. Lakukan pemijatan pada aerapeno
Keterangan: Edukasi
1= Meningkat 5. Anjurkan meningkatkan
2 = Cukup meningkat asupannutrisi
3 = Sedang
4 = Cukup menurun
5 = Menurun
D. Discharge Planning

1. Anjurkan berhenti merokok


2. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
3. Batasi asupan cairan dan garam
4. Ajarkan cara membatasi cairan
5. Lakukan aktifitas gerak pasif dan atau aktif
6. DisBerikan aktifitas distraksi yang menenangkan
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara peningkatan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Astuti Purnamawati, D., F. Arofiati, dan A. Relawati. 2018. Pengaruh supportive-


educative system terhadap kualitas hidup pada pasien gagal jantung. Mutiara
Medika: Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan. 18(2)
Churchhouse, A. dan J. O. M. Ormerod. 2017. Crash Course Kardiologi Dan Kelainan
Vaskular - Edisi Indonesia Ke-4. Elsevier Health Sciences.
Davey, P. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta.
Harjanto, A. R., F. Nurdin, dan M. Rahmanoe. 2018. Efusi pleura sinistra masif et causa tb
pada anak. Majority. 7(3):152–157.
Irwan. 2018. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Deepublish.
Laksmi, I. A. A., M. A. Suprapta, dan N. W. Surinten. 2020. HUBUNGAN self care
dengan kualitas hidup pasien gagal jantung di rsd mangusada. 8487(1):39–47.
Laksono, S., A. S. Prawara, B. F. Florencia, D. Yobel, H. Kusharsamita, I. C. S.
Putra, dan R. Halomoan. 2021. Seri Kardiologi Praktis Gagal Jantung: Bintang
Pustaka. Bintang Pustaka Madani.
Mayangsari, E., B. Lestari, dan Nurdiana. 2019. Farmakoterapi Kardiovaskuler.
Malang: Universitas Brawijaya Press.
Nurkhalis dan R. J. Adista. 2020. Manifestasi klinis dan tatalaksana gagal jantung.
Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika. 3(3):36–46.
NYHA. 2016. Fungsional Classification
PERKI. 2020. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia.
Potter, P. A., A. G. Perry, P. A. Stockert, dan A. Hall. 2019. Fundamentals of Nursing Vol
2- 9th Indonesian Edition: Dasar Psikososial Untuk Praktik Keperawatan; Unit VII
Dasar Fisiologis Untuk Praktik Keperawatan; Glosarium. Elsevier Health Sciences.
Puspita, D. dan M. Fadil. 2020. Penggunaan ventilasi mekanik pada gagal jantung akut.
Jurnal Kesehatan Andalas. 9(1S):194–203.
Saroinsong, L., E. L. Jim, dan S. H. Rampengan. 2021. Diagnosis dan tatalaksana terkini
gagal jantung akut. E-CliniC. 9(1):60–67.

Anda mungkin juga menyukai