Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda
dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatik ( saat istirahat atau saat aktivitas)
yang disebabkan oleh kelainan struktur dan fungsi jantung. CHF dapat disebabkan
oleh gangguan yang mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel
(disfungsi distolik) dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik) (Sudoyo
dkk. 2015).
Menurut Smeltzert & Bare (2013) CHF adalah ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah dalam jumlah cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi yang dibutuhkan oleh jaringan. CHF merupakan suatu keadaan
patologis di mana kelainan fungsi jantung menyebabkan kegagalan jantung untuk
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan, atau hanya dapat
memenuhi kebutuhan jaringan dengan meningkatkan tekanan pengisian
(Muttaqin,2012).
Menurut J. Charles Reeves (2001) dalam Wijaya & Yessi (2013), CHF
adalah kondisi dimana fungsi jantung sebagai pemompa untuk mengantarkan
darah yang kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-
keperluan tubuh.

2.1.2 Anatomi Fisiologi

Menurut Kasron, 2011. Jantung adalah organ pompa utama tubuh.


Berukuran kira-kira segenggaman tangan manusia, jantung menjaga orang tetap
hidup melalui aktivitas elektrik dan mekanis.Posisi jantung terletak di antara
kedua paru dan berada di tengah-tengah dada, bertumpu pada diafragma thoraxcis
dan berada kira-kira 5 cm di atas processus xiphoideus.
Pericardium yang membungkus jantung terdiri dari dua lapisan: lapisan
dalam (pericardium viseralis) Pericardium viseralis melekat secara langsung pada
permukaan jantung, dan lapisan luar (pericardium parietalis). Pericardium
parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang pada kolumna vertebralis,
dan ke bawah pada diafragma.

Gambar 2.1. Struktur ruang jantung (sumber : Rizki Mumpun, 2022)


Perlekatan ini menyebabkan jantung terletak stabil ditempatnya.
Pericardium juga melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari
organ-organ sekitarnya ke jantung. Ruang jantung terdiri dari : Atrium dextra,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah dari
vena-vena sirkulasi sistemik yang mengalir ke ventrikel dextra. Ventrikel dextra,
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah
ke dalam arteria pulmonalis. Atrium sinistra. Atrium sinistra menerima darah
teroksigenasi dari paru-paru melalui keempat vena pulmonalis. Ventrikel sinistra.
Ventrikel sinistra menghasilkan tekana yang cukup tinggi untuk mengatasi
tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan perifer.
Jantung memiliki dua katup, yaitu Katup Atrioventrikularis (AV). Katup
atrioventrikularis terdiri dari dua yaitu trikuspidalis dan bikuspidalis. Katup
semilunaris. Katup semilunaris terdiri dari dua katup yaitu katup aorta dan katup
pulmonalis, katup ini terdiri dari 3 daun katup simetris yang menyerupai corong.
Katup semilunaris mencegah alirah kembali darah dari aorta atau arteria
pulmonalis ke dalam ventrikel, sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.
Jantung manusia terdapat tiga lapisan jantung yaitu : lapisan Pericardium.
Pericardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan
mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Pericardium terdiri
dari dua lapisan yaitu pericardium parietalis, pericardium viseralis, danepicardiu. 
Lapisan Miocardium. Miocardium yaitu jaringan utama otot jantung yang
bertanggung jawab atas kemampuan kontraksi jantung. Miokardium merupakan
lapisan inti dari jantung yang terdiri dari oto-oto jantung yang berkontaksi untuk
memompa darah. Dan lapisan Endocardium. Endocardium merupakan lapisan
terakhir atau lapisan paling dalam pada jantung. Pada lapisan endocardium
ventrikel terdapat serabut Purkinje yang menjadi salah satu penggerak sistem
impuls konduksi jantung, yang membuat jantung bisa berdetak.

2.1.3 Etiologi
Pada CHF, jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah cukup
untuk menjaga lancarnya sirkulasi. Akibatnya terjadi penumpukan darah dan
tekanan ekstra dapat menyebabkan akumulasi cairan ke dalam paruparu. Gagal
jantung terutama berkaitan dengan masalah-masalah pemompaan otot jantung di
bilik jantung, yang mungkin disebabkan oleh penyakit-penyakit seperti infraktus
otot jantung (serangan jantung), endocarditis (infeksi pada jantung), hipertensi
(tekanan darah tinggi), atau valvular insufficiency. Jika penyakit mempengaruhi
jantung sebelah kiri, darah akan kembali ke paru-paru.
Menurut Kasron (2012), ada beberapa penyebab dari gagal jantung
diantaranya :
1. Kelainan Otot Jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau infalamasi.
2. Aterosklerosis Koroner
Aterosklerosis Koroner mengakibatkan disfungsi otot jantung karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit otot jantung
degenerative, berhubungan dengan gagal jantug karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung dan pada akhirnya mengakibatkan
hipertrophi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofi otot
jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi
CHF.
4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Sangat berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit Jantung Lain. Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah (tamponade, pericardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis
katup AV), peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan
darah sistemik (hipertensi malignan) dapat menyebabkan CHF meskipun tidak
ada hipertrofi miokardial.
6. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
CHF meningkatnya laju metabolisme, (demam, tirotoksikosis), hipoksia dan
anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan
oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen
ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan abnormalitas elektrolit
dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung juga dapat terjadi
dengan sendirinya atau secara sekunder akibat CHF menurunkan efisiensi
keseluruhan fungsi jantung.

2.1.4 Klasifikasi
Menurut Kasron, 2012. Gagal jantung di klasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Gagal jantung akut-kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiak output dan tidak adekuatnyaperfusi jaringan.
b. Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis.
2. Gagal jantung kanan-kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untuk memompa darah
darah secara adekuat.
b. Gagal jantung kanan, disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal
jantung kiri yang berlangsung cukup lama.
3. Gagal jantung sistolik-diastolik
a. Sistolik terjadi karena penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga
ventrikel kiri tidak mampu memompa darah.
b. Diastolik karena ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah.
Klasifikasi menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala
yang ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan
seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.
Kelas Definisi Istilah
I Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel yang
pembatasan pada aktivitas fisik. asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikut pembatasan
III Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan aktivitas
fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat
dimanifestasikan dengan segala bentuk
aktivitas fisik akan menyebabkan keluhan
Tabel 2.1. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
(NYHA), (2013).

2.1.5 Patofisiologi ( WOC )


Pada CHF dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot
jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan. Volume sekuncup jumlah darah yang dipompa pada setiap
kontraksi tergantung pada tiga faktor; preload; kontraktilitas dan afterload.
Preload adalah sinonim dengan hukum Starling pada jantung yang menyatakan
bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan
yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung. Kontraktilitas
mengacu pada perubahan kekuatan kontraktilitas yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium.
Afterload mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole. (Brunner and Suddarth, 2013)

Gambar 2.2 Patofisiologi Gagal Jantung (Silbernagl, 2000)
2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Ardiansyah. M, 2012. CHF memiliki manifestasi klinik sebagai
berikut :
1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoliyang
mengganggu pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun
aktivitas (gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang minimal atau sedang).
2. Ortopnea, yakni kesulitan bernafas saat penderita berbaring.
3. Paroximal, yakni noktura dispne. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien
duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah pergi
berbaring ke tempat tidur.
4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak / lendir
(sputum) berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah
banyak.
5. Mudah lelah, di mana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang
sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal,
disamping menurunnya pembuangan sisa hasil metabolisme.
6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat munculnya rasa
sesak saat bernafas, dan karena pasien mengetahui bahwa jantungnya tidak
berfungsi dengan baik.
7. Disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala
berikut:
a. Edema ekstremitas bawah atau edema dependen;
b. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen;
c. Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena di
dalam rongga abdomen;
d. Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal dan
di dukung oleh posisi penderita pada saat berbaring; serta
e. Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan
akibat sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak
adekuat dari jaringan.
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi akut gagal jantung meliputi (Kowalak dkk, 2011):
1. Edema paru
2. Gagal ginjal akut
3. Aritmia
Komplikasi kronis meliputi (Kowalak dkk, 2011):
4. Intoleransi terhadap aktivitas
5. Gangguan ginjal
6. Kaheksia jantung
7. Kerusakan metabolik
8. Tromboembolisme

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Nugroho, dkk. 2016
1. EKG (elektrokardiogram)
Untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung EKG : Hipertrofi
atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis iskemia san kerusakan polamungkin
terlihat. Disritmia misalnya takhikardia, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen
ST/T persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfrak miokrad menunjukkan
adanya aneurime ventricular.
2. Echokardiogram
Menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantung,
serta menilaikeadaan ruang jantung dan fungsi katup jantung. Sangat
bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung. 20
3. Foto rontgen dada
Untuk mengetahui adanya pembesaran jantung, penimbunan cairan diparu-
paru atau penyakit paru lainnya.
4. Tes darah BNP
Untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype nattruretic peptide) yang pada
gagal jantung akan meningkat.
5. Sonogram
Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam
fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
6. Skan jantung
Tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan pergerakan dinding.
7. Katerisasi jantung
Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau insufisiensi, juga mengkaji
potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan kedalam ventrikel menunjukkan
ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2012), meliputi :
8. Non Farmakologis
c. CHF Kronik
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat dan pembatasan aktivitas.
2. Diet pembatasan natrium (< 4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
3. Menghentikan obat-obatan yang dapat memperparah kondisi seperti
NSAIDs karena efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air
dan natrium.
4. Pembatasan cairan ( kurang lebih 1200 – 1500 cc/hari ) e) Olahraga
ringan secara teratur.
d. CHF Akut
1. Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2. Pembatasan cairan (< 1500 cc/hari)
3. Farmakologis
1) First line drugs (diuretik)
Tujuan pemberian diuretik ini yaitu untuk mengurangi afterload pada
disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi
diastolik. Obatnya adalah : thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop
diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic untuk neningkatkan
pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic.
2) Second Line drugs (ACE inhibitor)
Tujuan pemberian obat ini yaitu meningkatkan COP dan menurunkan
kerja jantung. Obatnya adalah :
a. Digoxin Untuk meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolik yang mana dibutuhkan pengembangan
ventrikel untuk relaksasi.
b. Hidralazin Untuk menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
c. Isobarbide dinitrat Untuk mengurangi preload dan afterload, disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
d. Calsium channel bloker Untuk kegagalan diastolik, meningkatkan
relaksasi dan pengisian ventrikel tetapi tidak dianjurkan untuk CHF
kronik.
e. Beta blocker Sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolik untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan

2.3.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi


1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien CHF mengeluh sesak nafas dan kelemahan saat beraktifitas,
kelelahan, nyeri pada dada, dispnea pada saat beraktivitas. (Wijaya & Yessi,
2013)
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik pasien secara PQRST. Biasanya pasien akan mengeluh sesak
nafas dan kelemahan saat beraktifitas, kelelahan, dada terasa berat, dan berdebar-
debar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit
yang mendukung munculnya penyakit saat ini. Pada pasien CHF biasanya
sebelumnya pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium,
infark miokardium, diabetes melitus, dan hiperlipidemia. Dan juga
memiliki riwayat penggunaan obat-obatan pada masa yang lalu dan masih
relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretik,
nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping
yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering
kali pasien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
2.3.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF) dengan adalah sebagai berikut :
1. Pernafasan (B1 : Breathing)
Kongesti Vaskular Pulmonal, gejala-gejalanya yaitu : dispneu, ortopneu,
dispnea nokturnal paroksismal, batuk, edema pulmonal. Auskultasi krakles dan
wheezing. Krakles terdengar saat akhir inspirasi. Dokumentasikan frekuensi
dan kedalaman pernafasan.
2. Kardiovaskuler (B2 : Blood)
a. Inspeksi : bentuk dada dan JVP. JVP lebih dari 3 cm di atas angulus
sternal menunjukkan abnormalitas.
b. Palpasi : Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
c. Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
d. Auskultasi : Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Bunyi Jantung dan Crackles : Tanda fisik yang berkaitan dengan
kegagalan ventrikel kiri yang dapat dikenal dengan mudah adalah adanya
bunyi jantung ketiga dan keempat (S3,S4) dan crackles pada paru-paru. S4
terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang ditempatkan dengan
tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk berbaring pada posisi
miring kiri untuk mendapatkan bunyi. S3 atau gallop ventrikel adalah
tanda penting dari gagal ventrikel kiri dan pada orang dewasa hampir tidak
pernah ditemukan kecuali jika ada penyakit jantung signifikan.
e. Disritmia : Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal
jantung terhadap stres, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
f. Distensi  Vena Jugularis : Bila ventrikel kanan tidak mampu
berkompensasi terhadap kegagalan ventrikel.
g. Kulit Dingin : Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya
perfusi ke organ-organ. Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena
pembuluh darah perifer mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin
yang tereduksi meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
h. Perubahan Nadi : Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung akan
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat
atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatik. Penurunan yang bermakna dari volume sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer akan mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik) dan menghasilkan denyut yang lemah atau
thready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal jantung yang lebih
berat.
3. Persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer
apabila terjadi gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien
meliputi wajah meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
4. Perkemihan (B4 : Bladder)
Pengukuran volume output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas menunjukkan adanya retensi
cairan yang parah.
5. Pencernaan (B5 : Bowel)
a. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi
akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong
masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres
bpernafasan.
b. Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran
vena dan stasis vena di dalam rongga abdomen.
6. Tulang, otot dan integument (B6 : Bone)
a. Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung yang dapat
dipercaya dan tentu saja, ini sering ditemukan bila gagal ventrikel kanan
telah terjadi. Ini sedikitnya merupakan tanda yang dapat dipercaya bahwa
telah terjadi disfungsi ventrikel.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen dan secara bertahap
akan meningkat hingga ke bagian tungkai dan paha akhirnya ke genitalia
eksterna dan tubuh bagian bawah). Pitting edema merupakan cara
pemeriksaan edema di masa edema akan tetap cekung setelah penekanan
ringan dengan ujung jari, dan akan jelas terlihat setelah terjadi retensi
cairan minimal sebanyak 4,5 kg.
b. Mudah lelah, klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembungan sisa hasil katabolisme.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien
terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa
berdasarkan SDKI adalah :
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
2. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
3. Penurunan curah jantung (D.0008)
4. Nyeri akut (D.0077)
5. Hipervolemia (D.0022)
6. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
7. Intoleransi aktivitas (D.0056)
8. Ansietas (D.0080)
9. Defisit nutrisi (D.0019)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
No Diagnosa
(SLKI) (SIKI)
Keperawata
n
1. Gangguan Tujuan : Observasi
pertukaran Setelah dilakukan 1. Monitor frekuensi irama,
gas tindakan keperawatan kedalaman dan upaya nafas
diharapkan pertukaran 2. Monitor pola nafas
gas meningkat. 3. Monitor kemampuan batuk
Kriteria hasil : efektif
1. Dipsnea menurun 4. Monitor nilai AGD
2. bunyi nafas 5. Monitor saturasi oksigen
tambahan menurun 6. Auskultasi bunyi nafas
3. pola nafas membaik
4. PCO2 dan O2 Terapeutik
membaik Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Edukasi
Informasikan hasil pemantauan
, jika perlu

Kolaborasi
Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas dan/atau
tidur
2. Pola nafas Tujuan : Observasi
tidak efektif Setelah dilakukan tindak 1. Monitor pola nafas
an keperawatan (frekuensi, kedalaman, usaha
diharapkan pola nafas nafas)
membaik. 2. Monitor bunyi nafas
Kriteria hasil : tambahan (mis: gagling, mengi,
1. Frekuensi nafas dalam Wheezing, ronkhi)
rentang normal 3. Monitor sputum (jumlah,
2. Tidak ada warna, aroma)
pengguanaan otot bantu
pernafasan Terapeutik
3.Pasien tidak Posisikan semi fowler atau
menunjukkan tanda fowler
dipsnea
Edukasi
Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilato, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
3. Penurunan Tujuan : Observasi
curah jantung Setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda/gejala
tindakan keperawatan primer penurunan curah
diharapkan curah jantung
jantung meningkat. 2. Identifikasi tanda/gejala
Kriteria hasil : sekunder penurunan curah
1. Tanda vital dalam jantung
rentang normal 3. Monitor intake dan output
2. Kekuatan nadi cairan
perifer meningkat 4. Monitor keluhan nyeri dada
3. Tidak ada edema
Terapeutik
1. Anjurkan beraktifitas fisik
sesuai toleransi
2. Anjurkan berakitifitas fisik
secara bertahap

Edukasi
Berikan terapi terapi relaksasi
untuk mengurangi strees, jika
perlu

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antiarit-
mia, jika perlu
4. Hipervolemia Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan tinda- 1. Periksa tanda dan gejala
kan keperawatan dihara hipervolemia (mis:
p-kan keseimbanga cair ortopnes,dipsnea,edema,
an meningkat. JVP/CVP meningkat,suara
nafas tambahan)
Kriteria hasil : 2. Monitor intake dan output
1. Terbebas dari edema cairan
2. Haluaran urin menin 3. Monitor efek samping
gkat diuretik (mis : hipotensi
3. Mampu mengontrol ortortostatik, hipovolemia,
asupan cairan hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik
Batasi asupan cairan dan garam
Anjurkan melapor haluaran
urine

Edukasi
Ajarkan cara membatasi cairan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik
5. Nyeri akut Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
tindakan keperawatan karakteristik nyeri, durasi,
diharapkan tingkat nyeri frekuensi, intensitas nyeri
menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang
Kriteria hasil : memperberat dan
1. Pasien mengatakan memperingan nyeri
nyeri berkurang dari Terapeutik
skala 7 menjadi 2 1. Berikan terapi non
2. Pasien menunjukkan  farmakologis untuk
ekspresi wajah mengurangi rasa nyeri
tenang 2. Kontrol lingkungan yang
3. Pasien dapat beristir memperberat rasa nyeri
ahat dengan nyaman (mis: suhu ruangan,
pencahayaan,kebisingan)
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri

Edukasi
Ajarkan teknik non farmakolo-
gis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analge-
tik, jika perlu
6. Perfusi peri- Tujuan : Observasi
fer tidak Setelah dilakukan tinda- 1. Periksa sirkulasi perifer
efektif kan keperawatan dihara (mis:nadi perifer,edema,pe
pkan perfusi perifer ngisian kapiler, warna,suh)
meningkat. 2. Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi
Kriteria hasil : 3. Lakukan hidrasi
1. Nadi perifer teraba
kuat Terapeutik
2. Akral teraba hangat Anjurkan minum obat
3. Warna kulit tidak pengontrol tekanan darah
pucat secara teratur

Edukasi
Informasikan tanda dan gejala
darurat yanng harus
dilaporkan.

Kolaborasi
Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolestrol, jika perlu
7. Intoleransi Tujuan : Observasi
aktifitas Setelah dilakukan tinda- 1. Monitor kelelahan fisik dan
kan keperawatan diha- emosional
rapkan toleransi aktifi- 2. Monitor pola dan jam tidur
tas meningkat.
Terapeutik
Kriteria hasil : Sediakan lingkungan yang
1. kemampuan nyaman dan rendah stimulus
melakukan aktifitas (mis: cahaya, suara,
sehari-hari kunjungan)
meningkat
2. Pasien Mampu Edukasi
berpindah dengan 1. Berikan aktifitas distraksi
atau tanpa bantuan. yang menenangkan
3. Pasien mangatakan 2. Anjurkan tirah baring
dipsnea saat dan/atau 3. Anjurkan melakukan
setelah aktifitas aktifitas secara bertahap
menurun
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan.

8. Ansietas Tujuan : Observasi


Setelah dilakukan tinda- 1. Identifikasi saat tingkat
kan keperawatan diha- ansietas berubah
rapkan tingkat ansietas 2. Pahami situasi yang
menurun. membuat ansietas

Kriteria hasil : Terapeutik


1. Pasien mengatakan 1. Dengarkan dengan penuh
telah memahami perhatian
penyakitnya 2. Gunakan pendekatan yang
2. Pasien tampak tena- teang dan meyakinkan
ng 3. Informasikan secara faktual
3. Pasien dapat beristi- mengenai diagnosis,
rahat dengan nyaman pengobatan, dan prognosis

Edukasi
1. Anjurkan keluarga untuk
tetap menemani pasien, jika
perlu

2. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
Kolaborasi
-
9. Defisit nutrisi Tujuan : Observasi
Setelah dilakukan tinda- Monitor asupan dan keluarnya
kan keperawatan diha- makanan dan cairan serta
rapkan status nutrisi kebutuhan kalori.
membaik.
Terapeutik
Kriteria hasil : Timbang berat badan secara
1. Porsi makan yang rutin
dihabiskan mening-
kat Edukasi
2. Perasaan cepat kenya Anjurkan membuat catatan
ng menurun harian tentang perasaan dan
3. Nafsu makan mem- situasi pemicu pengeluaran
baik makanan (mis:pengeluaran
yang disengaja, muntah,
aktivitas berlebihan)

Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang target berat badan,
kebutuhan kalori dan pilihan
makanan
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Tahap evaluasi keperawatan ini dapat menilai sejauh mana keberhasilan
yang dicapai dan seberapa besar kegagalan yang terjadi. Dari hasil evaluasi,
tenaga kesehatan dapat menilai pencapaian dari tujuan serta dari hasil evaluasi ini,
tenaga kesehatan akan menjadikan hasil evaluasi ini sebagai bahan koreksi dan
catatan untuk perbaikan tindakan yang harus dilakukan (Prabowo, 2018).
Evaluasi keperawatan disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional,
seperti :
1. S (Subjektif) adalah ungkapan perasaan maupun keluhan yang disampaikan
pasien
2. O (Objektif) adalah pengamatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan melalui
sikap ibu ketika dan setelah dilakukan tindakan keperawatan
3. A (Assesment) adalah analisa tenaga kesehatan setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif yang dibandingkan dengan tujuan dan kriteria hasil yang
ada pada rencana keperawatan
4. P (Planning) adalah perencanaan untuk tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah melakukan analisa atau assesmen.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai