Disusun oleh :
Oktavia Nyai Sakti
2022-04-14901-052
i
LEMBAR PERSETUJUAN
Mengetahui
Ketua Prodi Sarja Keperawatan
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui
Ketua Prodi Sarja Keperawatan
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Medikal bedah Pada Tn. N dengan Diagnosa Medis Periodik Paralis Hipokalemia
di Ruang Teratai RSUD dr. Doris Sylvanus Palangla Raya”.
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Hermanto, Ners., M. Kep selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ibu Elvry Martalina, S.Kep.,Ners selaku pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
keperawatan diruang Teratai RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
peraktik keperawatan maternitasini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
iv
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi Periodik Paralis Hipokalemia
Kalium merupakan salah satu dari banyak elektrolit dalam tubuh. Kalium
dapat ditemukan di dalam sel. Tingkat normal kalium sangat penting untuk
pemeliharaan jantung, dan fungsi sistem saraf.
Periodik Paralis Hipokalemia adalah suatu kondisi dimana kadar kalium
dalam darah lebih rendah dari nilai yang normal (kadar normal kalium pada angka
3,5-5,5 ). Kondisi ini dapat sangat berbahaya karena kalium dalam kehidupan
berperan dalam kinerja saraf dan otot terutama otot jantung.
Hipokalemia adalah suatu keadaan dimana kadar atau serum mengacu
pada konsentrasi dibawah normal yang biasanya menunjukkan suatu kekurangan
nyata dalam simpanan kalium total (Brunner dan Suddarth, 2011).
Hipokalemia didefinisikan sebagai kadar kalium serum yang kurang dari
3,5 mEq/L (Price & Wilson, 2014).
Periodik Paralis Hipokalemia dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, di
antaranya diare, muntah - muntah berat, penggunaan obat diuretik, penggunaan
beberapa jenis antibiotik, keringat yang berlebihan, konsumsi alcohol yang berle-
bihan, penggunaan obat - obatan asma, dll.
1.1.2 Etiologi
Penyebab hipokalemia meliputi:
1) Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh.
2) Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop (seperti
Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang aspirin,
dan antibiotik tertentu.
3) Ginjal disfungsi, ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena suatu kondisi
yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan mengeluarkan
terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA termasuk Cisplatin dan
Amfoterisin B.
v
4) Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau
berkeringat.
5) Endokrin atau hormonal bermasalah (seperti tingkat aldosteron meningkat),
aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu
dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat
menyebabkan kehilangan kalium.
vi
kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada kompartemen ECF akan
mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya, hanya perubahan kalium
ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini secara bermakna.
Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari hiperkalemia berat
yang dapat dikurangi kegawatannya dengan menginduksi pemindahan kalium
dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam mempertahankan fungsi
nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu kofaktor yang penting dalam
sejumlah proses metabolik. Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi
kalium antara ECF dan ICF,juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran.
Beberapa faktor hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam
pengaturan ini, termasuk aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-
basa. Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100
mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam
beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal
akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (lebih kecil dari 20%) akan
diekskresikan melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium ke dalam
sel setelah makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan
rangkaian mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang
berbahaya. Ekskresi kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium
tubulus distal dan laju pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh
jumlah natrium yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum
diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun.
Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh gromerulus akan di
reabsorpsi pada tubulus proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkan
lebih banyak kalium yang terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran
bagi reabsorpsi natrium atau H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan
dalam urine. Sekresi kalium dalam tubulus distal juga bergantung pada arus
pengaliran, sehingga peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus
distal (poliuria) juga akan meningkatkan sekresi kalium. Keseimbangan asam
basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi kalium antara ECF dan ICF.
Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium keluar dari sel, sedangkan
alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF. Tingkat pemindahan ini
vii
akan meningkat jika terjadi gangguan metabolisme asam-basa, dan lebih berat
pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa hormon juga berpengaruh
terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF. Insulin dan Epinefrin
merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya, agonis alfa-adrenergik
menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini berperan penting dalam
klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik (Price & Wilson, edisi 6, hal 341).
viii
ix
Etiologi: Pemeriksaan penunjang:
WOC Periodik Paralis Penyebab hipokalemia meliputi, peningkatan ekskre 1) Kalium serum
Hipokalemia si dari kalium dari tubuh, konsumsi obat-obatan 2) Klorida serum
tertentu seperti diuretic loop, ginjal disfungsi, mual 3) Glukosa serum
muntah, diare berlebihan serta tingkat aldosteron 4) Bikarbonat plasma
meningkat menyebabkan kehilangan kalium yang 5) Osmolalitas urine
dapat menyebabkan hipokalemia. 6) GDA
Manifestasi klinis :
Definisi : 1) CNS dan neuromuscular, lelah, reflek
Gangguan keseimbangan asam
tendon menurun
Periodik Paralis Hipokalemia suatu kondisi basa dalam tubuh, proses alkalosis
2) Otot-otot pernapasan lemah.
dimana kadar kalium dalam darah lebih rendah terganggu, penunuruna kalium
poliuria, nokturia poliuria, nokturia 3) Saluran cerna, anoreksia,mual muntah,
dari nilai yang normal (kadar normal kalium dalam tubuh. diare.
pada angka 3,5-5,5 mEq/L ). 4) Kardiovaskuler, disaritmia, hipotensi, per
Periodik Paralis Hipokalemia ubahan irama EKG
5) Ginjal, poliuria, nokturia.
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Breathing Blood Brain Bladder Bowel Bone
1.1.6 Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit hipokalemia ini adalah sebagai berikut :
1) Akibat kekurangan kalium dan cara pengobatan yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan otot menjadi lemah, kalau tidak diatasi dapat menimbulkan
kelumpuhan.
2) Hiperkalemia yang lebih serius dari hipokalemia, jika dalam pengobatan
kekuarangan kalium tidak berhati-hati yang memungkinkan terlalu banyaknya
kalium masuk kedalam pembuluh darah.(Ilmu Gizi, 1991, hal 99)
3) Aritmia (ekstrasistol atrial atau ventrikel) dapat terjadi pada keadaan
hipokalemia terutama bila mendapat obat digitalis.
4) Kelemahan otot sampai kuadriplegia.
5) pH urine kurang akibatnya ekskresi ion H+ akan berkurang.
1.1.7 Penatalaksanaan
Adapun penatalaksanaan penyakit hipokalemia yang paling baik adalah
pencegahan. Berikut adalah contoh-contoh penatalaksanaannya :
1) Pemberian kalium sebanyak 40-80 mEq/L.
2) Diet yang mengandung cukup kalium pada orang dewasa rata-rata 50-100
mEq/hari (contoh makanan yang tinggi kalium termasuk kismis, pisang,
aprikot, jeruk, advokat, kacang-kacangan, dan kentang).
3) Pemberian kalium dapat melalui oral maupun bolus intravena dalam botol
infus.
11
4) Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat (seperti 20 mEq/L) dapat
diberikan melalui jalur sentral bahkan pada hipokalemia yang sangat berat,
dianjurkan bahwa pemberian kalium tidak lebih dari 20-40 mEq/jam
(diencerkan secukupnya) : pada situasi semacam ini pasien harus dipantau
melalui elektrokardigram (EKG) dan diobservasi dengan ketat seperti
perubahan pada kekuatan otot.
1.1.8 Pengobatan
Adapun pengobatan penyakit hipokalemia adalah :
1) Pemberian Kalium melalui oral atau Intravena untuk penderita berat.
2) Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
3) Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar
2,5-3,5 mEq/L. Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar Kalium
serum Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi Kalium cukup per
oral.
4) Monitor kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia terutama
pada pemberian secara intravena.
5) Pemberian Kalium intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui
vena yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia
atau kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100
mEq/jam. KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonik.
6) Acetazolamide untuk mencegah serangan.
7) Triamterene atau spironolactone apabila acetazolamide tidak memberikan
efek pada orang tertentu.
12
1.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan
1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Pengumpulan Data, Meliputi
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, no register, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien hipokalemia mengeluh mual dan muntah, hilang nafsu
makan, konstipasi, tubuh terasa lemas, kram otot dan jantung berdebar.
Keadaan umum pasien hipokalemia biasanya di dapatkan kesadaran yang baik
atau composmentis dan akan berubah sesuai dengan kadar kalium yang hilang
dalam tubuh.
3) Riwayat Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian dilakukan dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai
kelemahan fisik pasien secara PQRST. Biasanya pasien akan mengeluh sesak
nafas dan kelemahan saat beraktifitas, kelelahan, dada terasa berat, dan berdebar-
debar.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita klien terutama penyakit
yang mendukung munculnya penyakit saat ini. Dan juga memiliki riwayat
penggunaan obat-obatan pada masa yang lalu dan masih relevan dengan
kondisi saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat diuretik, nitrat, penghambat
beta, serta antihipertensi. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa
lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali pasien
menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
1.2.1.2 Pengkajian primer
1) A (Airway)
Pada pengkajian airway kaji ada tidaknya sumbatan jalan nafas (Tabrani,
2007).
2) B (Breathing)
Kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oksimeter, untuk
mempertahankan saturasi >95 %. Pada pasien hipokalemia ditemukan adanya
13
sesak nafas sehingga memerlukan oksigen, bisa dengan nasal kanul, simple
mask, atau non rebreathing mask sesuai dengan kebutuhan oksigen.
3) C (Circulation)
Pada pasien hipokalemia terdengar suara S1 S2. Pada pasien hipokalemia
berikan cairan dengan kalium tinggi untuk meningkatkan elektrolit yang hilang
melalui IV.
4) D (Disability)
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau GCS. Jika pasien
mengalami penurunan kesadaran menunjukkan pasien masuk kondisi ekstrim
dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di
ICCU (Mediana, 2012).
5) E (Exposure)
Jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan fisik lainnya
(Mediana, 2012).
1.2.1.3 Pengkajian sekunder
1) Five intervensi atau full of vital sign
Pada pasien dengan hipokalemia intervensi yang harus dilakukan adalah
pemeriksaan laboraturium darah lengkap untuk mengetahui kadar kalium.
2) Give comfort
Pada pasien dengan hipokalemia harus diberi posisi senyaman mungkin
untuk mengurangi rasa sesak pasien.
1.2.1.4 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik yang dapat dilakukan pada pasien hipokalemia adalah
sebagai berikut :
1) Pernafasan (B1 : Breathing)
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya dispnea, otot-otot pernapasan
lemah, dan napas dangkal.
2) Kardiovaskuler (B2 : Blood)
Pasien dapat mengeluh lemas dan mudah lelah. Gejala ini merupakan
tanda dari penurunan curah jantung. Adanya perubahan nadi, Nadi lemah atau
menurun, tidak teratur. Tekanan darah biasanya menurun akibat terganggunya
14
kerja jantung akibat kurangnya kalium dalam tubuh. Pada pasien hipokalemia
dapat terjadi hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
3) Persyarafan (B3 : Brain)
Kesadaran composmetis, dan terkadang pasien mengeluh lemas karena
hilangnya kalium yang berlebihan. Pasien hipokalemia sering merasakan
lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam menghilang dan lemas.
Penurunan status mental / kacau mental, apatis, mengantuk, peka rangsangan,
koma, hiporefleksia, tetani, paralisis.
4) Perkemihan (B4 : Bladder)
Adanya polidipsi untuk memenuhi kalium yang hilang dan pasien akan
mengalami poliuria dan nokturia untuk menjaga keseimbangan cairan dalam
tubuh.
5) Pencernaan (B5 : Bowel)
Pasien biasanya mual dan muntah, anoreksia, menurunnya motilitas usus
besar, enurunan bising usus, distensi abdomen akibat hilangnya kalium dalam
tubuh secara berlebih.
6) Tulang, otot dan integument (B6 : Bone)
Pada pengkajian B6 di dapatkan kulit dingin dan mudah lelah (Muttaqin,
2012).
15
1.2.3 Intervensi Keperawatan
Tujuan (Kriteria Intervensi
No Diagnosa
Hasil)
Keperawatan (SIKI)
(SLKI)
Edukasi :
Informasikan hasil pemantaua,
jika perlu
Kolaborasi :
1. Kolaborasi penggunaan ok-
sigen saat aktifitas dan /
atau tidur
16
2. Pola nafas Setelah dilakukan tin- Pemantauan Respirasi ( I.
tidak efektif dakan keperawatan di- 01014 Hal. 247) :
(D.0005 hal harapkan ventilasi ede- Observasi :
26) kuat membaik 1. Monitor pola nafas,
Kriteria hasil : monitor saturasi oksegen
1. Dipnea menurun 2. Monitor frekuensi, irama,
(1) kedalaman dan upaya
2. Penggunaan otot nafas.
bantu napas 3. Monitor adanya sumbatan
membaik (5) jalan nafas.
3. Frekuensi nafas
meningkat (5) Terapeutik :
4. Kedalaman nafas 1. Atur interval pemantauan
meningkat (5) respirasi sesuai kondisi
pasien.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan.
2. Informasikan hasil peman-
tauan jika perlu.
17
hidung akibat pemasangan
oksigen.
Terapeutik :
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan trakea
jika perlu.
2. Pertahankan kepatenan
jalan nafas.
3. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan kelurga cara
menggunakan O2 di
rumah.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan /
tidur.
3. Nyeri akut Setelah dilakukan tin- Manajemen Nyeri (I.08238.
Hal.201)
(D.0077. dakan keperawatan di-
Observasi
Hal:172) harapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakte-
menurun ristik, durasi, frekuensi,
Kriteria hasil : kualitas, insensitas nyeri.
1. Frekuensi nadi 2. Identifikasi sekala nyeri
membaik (5)
3. Identifikasi faktor yang
2. Pola nafas
membaik (5) memperberat dan mempe=r
3. Keluhan nyeri
ingan nyeri
menurun (5)
4. Meringis menurun
(5)
18
5. Gelisah menurun Terapeutik
(5)
1. Berikan teknik nonfarma-
6. Kesulitan tidur
menurun (5) kologis untuk mengirangi
rasa nyeri ( mis. TENS,
hipnosis,akupresur, trapi
musik, biofeedback, trapi
pijat, aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing, kom-
pres hangat/dingin, terapi
bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
( mis. Suhu ruangan, penca
-hayaan, kebisingan )
3. Pasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi mereda-
kan nyeri.
Edukasi
1. Jelasksan penyebab, perio-
de,dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi mereda-
kan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarma-
kologis untuk mengurangi
rasa nyeri
19
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian anal
getik, jika perlu.
4. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tin- Manajemen Nutrisi ( I.03119
(D.0019 hal. dakan keperawatan di- Hal. 200)
56 ) harapkan status nutrisi Observasi :
terpenuhi. 1. Identifikasi status nutrisi.
Kriteria hasil : 2. Identifikasi alergi dan
1. Porsi makanan intoleransi makanan.
yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang
meningkat (5) disukai.
2. Berat badan atau 4. Identifikasi kebutuhan
IMT meningkat (5) kalori dari jenis nutrient.
3. Frekuensi makan 5. Identikasi perlunya penggu
meningkat (5) naan selang nasogastric.
4. Nafsu makan 6. Monitor asupan maka-nan
meningkat (5) 7. Monitor berat badan.
5. Perasaan cepat 8. Monitor hasil pemeriksaan
kenyang menurun laboratorium.
(1)
Terapeutik :
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu.
2. Fasilitasi menentukan
pedoman diet ( mis.
Piramida makanan ).
3. Sajikan makana secara
menarik dan suhu yang
sesuai.
4. Berikan makana tinggi
serat untuk mencegah
5. Berikan makakan tinggi
20
protein dan kalori.
6. Berikan suplemen maka-
nan, jika perlu.
7. Hentikan pemberian maka
nan melalui selang
nasogatrik jika asupan oral
dapat di toleransi.
Edukasi :
1. Anjurkan posisi duduk,
jika mampu.
2. Ajarkan diet yang di
progamkan.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
( mis. Pereda nyeri, antle-
metik ), jika perlu.
2. kolaborasi dengan ahli gizi
unruk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika
perlu.
5. Resiko ketidak Setelah dilakukan tin- Manajemen Cairan ( I.03098
seimbangan dakan keperawatan di- Hal. 159)
cairan harapkan keseimba- Observasi :
(D.0036 hal. ngan cairan meningkat 1. Monitor status hidrasi
87) Kriteria hasil : ( mis. Frekuensi nadi,
1. Asupan cairan kekuatan nadi, akral,
meningkat (5) pengisian kapiler, kelemba
2. Haluaran urine bap mukosa, turgor kulit,
21
menurun (5) tekanan darah).
3. Edema menurun (1) 2. Monitor berat badan harian
4. Asites menurun (5) 3. Monitor berat badan
sesudah dn sebelum
dialysis.
4. Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium ( mis. MAP,
CVP, PAP, PCWP jika
tersedia ).
Terapeutik :
1. Catat intake – output
hiting balance cairan 24
jam
2. Berikan asupan cairan,
sesuai kebutuhan.
3. Berikan cairan intavena,
jika perlu.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian deu-
retik, jika perlu.
6. Gangguan mo- Setelah dilakukan tin- Dukungan mobilisasi
bilitas fisik dakan keperawatan di- ( I.05173 Hal. 30)
(D.0054 hal. harapkan mobilitas fi- Observasi :
124) sik meningkat. 1. Identifikasi adanya nyeri
Kriteria hasil : atau keluhan fisik lainnya.
1. Pergerakan ekster- 2. Identifikasi toleransi fisik
mitas meningkat melakukan pergerakan.
(5). 3. Monitor frekuensi jantung
2. Kekuatan otot dan tekanan darah sebelum
meningkat (1). memulai mobilisasi.
22
3. Nyeri menurun (1) 4. Monitor kondisi umum
4. Kaku sendi menu- selama melakukan mobili-
run (1). sasi.
5. Gerakan terbatas
menurun (1) Terapeutik :
6. Kelemahan fisik 1. Fasilitasi aktivitas mobile-
menurun (1). tas dengan alat bantu
( mis. pagar tempat tidur ).
2. Fasilitasi melakukan perge
rakan, jika perlu.
3. Libatkan keluarga untiuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan.
Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi.
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini.
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan. ( mis. Duduk di
tempat tidur, duduk disisi
tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi).
23
1.2.4 Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat
terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
rencana keperawatan diantaranya : Implementasi dilaksanakan sesuai dengan
rencana setelah dilakukan validasi ; keterampilan interpersonal, teknikal dan
intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan
respon pasien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit
dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna, 2016).
1.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan
pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi
ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai
dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H,
dkk, 2016).
24
DAFTAR PUSTAKA
25