M DENGAN
DIAGNOSA MEDIS P1A0 POST SC A/I PEB DI RSUD DORIS SYLVANUS
Disusun Oleh :
Roky Yohanes
NIM : 2019.C.11a.1060
PEMBIMBING PRAKTIK
Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Juga Asuhan Keperawatan
dengan judul : “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Ny. M Dengan Diagnosa
P1A0 POST SC A/I PEB RSUD Doris Sylvanus”. Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini
disusun dalam rangka untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik Praklinik
Keperawatan II.
Laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep Selaku Ketua Program Studi Ners STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
3. Ibu Rimba Aprianti , S.Kep.,Ners Selaku Penanggung Jawab Mata Kuliah Praktik Praklinik
Keperawatan I.
4. Ika Cristephanie, S.Kep., Ners Selaku dosen pembimbing Akademik
5. Ibu Desy Mariasanthy, S.Kep., Ners selaku pembimbing klinik yan telah memberikan izin,
informasi dan membantu dalam melaksanakan praktik menajemen keperawatan di Ruang
Mawar RSUD Doris Sylvanus.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini masih terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini dapat
mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapar bermanfaat bagi kita semua.
1.2 Etiologi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti, tapi pada
penderita yang meninggal karena preeklamsi terdapat perubahan yang khas pada
berbagai alat. Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi
Na dan air dan coogulasi intravaskulaer.
Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini,
akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai
preeklamsi.
1.2.1. Sebab pre eklamasi belum diketahui,Vasospasmus menyebabkan :
a. Hypertensi
b. Pada otak (sakit kepala, kejang)
c. Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
d. Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
e. Pada hati (icterus)
f. Pada retina (amourose)
1.2.2. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeklamsia yaitu :
a. Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan
molahidatidosa
b. Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan
c. Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian janin dalam
uterus
d. Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma.
1.2.3. Factor Perdisposisi Preeklamsi
a. Molahidatidosa
b. Diabetes melitus
c. Kehamilan ganda
d. Hidrocepalus
e. Obesitas
f. Umur yang lebih dari 35 tahun
1.4 Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial.Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya peningkatan
sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat mengakibatkan
kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat sebagai pemicu
timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra
Uterin Growth Retardation.
1.5 Komplikasi
Tergantung derajat pre-eklampsianya, yang termasuk komplikasi antara lain atonia
uteri (uterus couvelaire), sindrom HELLP (Haemolysis Elevated Liver Enzymes, Low
Platelet Cown), ablasi retina, KID (Koagulasi Intra Vaskular Diseminata), gagal ginjal,
perdarahan otak, oedem paru, gagal jantung, syok dan kematian. Komplikasi pada janin
berhubungan dengan akut kronisnya insufisiensi uteroplasental, misalnya pertumbuhan
janin terhambat dan prematuritas.
1.6 Penatalaksanaan Keperawatan
1.8.1 Prinsip penatalaksanaan pre-eklampsia
a. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
b. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
c. Mengatasi atau menurunkan risiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
d. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur, atau imatur jika diketahui bahwa risiko janin atau ibu akan lebih
berat jika persalinan ditunda lebih lama.
1.8.2 Penanganan konservatif
Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan dapat dilakukan nasehat tentang
tentang dan berkaitan dengan:
a. Diet makanan
Makanan tinggi protein tinggi karbohidrat, cukup vitamin, dan rendah lemak.
Kurangi garan apabila berat badan bertanbah atau edema. Makanan berorientasi
pada empat sehat lima sempurna. Untuk meningkatkan jumlah portein dengan
tambahan sau butir telur stiap hari.
b. Cukup istirahat
Istirahat yang cukup pada hamil semakin tua dalam arti bekerja dan disesuaikan
dengan kmampuan. Lebih banyak duduk atau berbaring ke arah punggung janin
sehingga aliran darah menuju plasenta tidak mengalami gangguan.
c. Pengawasan antenatal ( hamil)
Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera datang ke
tempat pemeriksaan.
d. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar
semua wanita hamil memeriksakan diri sejak hamil muda.
e. Mencari pada setiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia dan mengobatinya
segera apabila ditemukan.
f. Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas
apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
1.8.3 Penatalaksanaan preeklamsi ringan
a. Kehamilan kurang dari 37 minggu. (Saifuddin et al. 2002)
Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
1. Pantau tekanan darah, urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
2. Konseling pasien dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya
preeklampsia dan eklampsia.
3. Lebih banyak istirahat, tidur miring agar menghilangkan tekanan pada vena
cava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan menambah
curah jantung.
4. Diet biasa (tidak perlu diet rendah garam).
5. Tidak perlu diberi obat-obatan.
6. Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit :
7. Diet biasa
8. Pantau tekanan darah 2 kali sehari dan urin (untuk proteinuria) sekali sehari.
9. Tidak perlu diberi obat-obatan.
10. Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis, atau gagal ginjal akut.
11. Jika tekanan diastolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan :
12. Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat.
13. Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan
janin, serta gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat;
14. Jika tekanan diastolik naik lagi, rawat kembali. Jika tidak ada tanda-tanda
perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan dan observasi kesehatan
janin.
15. Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan. Jika tidak rawat sampai aterm.
16. Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai PE berat.
b. Kehamilan lebih dari 37 minggu
1. Jika serviks matang, pecahkan ketuban dan induksi persalinan dengan
oksitosin atau prostaglandin.
2. Jika serviks belum matang, lakukan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau kateter Foley atau lakukan seksio sesarea.
1.8.4 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Tujuannya : mencegah kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan,
pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang
tepat untuk persalinan. (Angsar MD, 2009; Saifuddin et al. 2002):
1. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
2. Pengelolaan cairan, monitoring input dan output cairan.
3. Pemberian obat antikejang.
4. Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid.
5. Pemberian antihipertensi
Masih banyak perdebatan tentang penetuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang
dipakai adalah ≥ 160/110 mmHg dan MAP ≥ 126 mmHg. Di RSU Soetomo
Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila tekanan
sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg.
6. Pemberian glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.
2. Konsep Dasar Secsio Cesaria
2.1 Definisi
Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)
Pre eklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil, bersalin dan
nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan protein uria tetapi tidak menujukkan tanda-tanda
kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih. (Nanda, 2012) Preeklamsia berat adalah suatu
komlikasi kehamilan yang di tandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih di
sertai proteinuria dan oedema pada kehamilan 20 minggu atau lebih Bayi baru lahir merupakan
individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat
melakukan penyesuaian diri dari kehidupan kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin
(Dewi, 2011).
2.2 Etiologi
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin
besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika
akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk
rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi
abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-
eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling
penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu
mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil
aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar
memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengah Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b) Presentasi muka Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %. c)
Presentasi dahi Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya
akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis
letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi
bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki.
2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea :
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada saat
persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang segmenn bawah
uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang, insisi
membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior uterus
dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul. Diperlukan
luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong dahulu. Janin serta
plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis. Pada masa modern ini
hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan Sectio Caesarea klasik.
Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah kesulitan teknis dalam
menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
PREEKLAMSIA
Spasme Pembuluh Darah
Normal
Penurunan Perfusi Uteroplasenter Perubahan Perubahan
Insisi
Fisiologis Psikologis
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya alergi makanan 1. Untuk mengetahui apakah pasien ada alergi
makanan
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intak2e. Intake fe dapat meningkatkan kekuatan tulang
Fe 3. substansi gula dapat meningkatkan energi
pasien
3. Berikan substansi gula
4. Untuk memenuhi status gizi pasien
4. Berikan makanan yang terpilih (sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
5. Catatan harian makanan dapat mengetahui
5. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan asupan nutrisi pasien
makanan harian
Intervensi Rasional
1. Tingkat kecemasan ibu 1. Tingkat kecemasan ringan dan sedang bisa ditoleransi
dengan pemberian pengertian sedangkan yang berat
diperlukan tindakan medikamentosa
2. Jelaskan mekanisme proses persalinan2. Pengetahuan terhadap proses persalinan diharapkan
- Nadi : 84x/menit
- Pernapasan :20x/menit
- Tekanan Darah 170/120xMenit
- BB : 51 Kg
- Tinggi badan : 168 Cm
- Kesadaran : Composmentis
- Turgor Kulit : tidak ada
ii. Kepala - Warna rambut : Hitam
- Keadaan : Normal
c. Muka - Oedema : -
- Cloasma gravidarum : Tidak
d. Mulut - Mukosa mulut & bibir : mukosa mulut
lembab dan bibir berwarna merah
- Keadaan gigi : Bersih
- Fungsi pengecapan : Baik, tidak ada
gangguan
- Keadaan mulut : Bersih
- Fungsi menelan : dapat menelan secara
normal
e. Mata - Konjunctiva: anemis
- Sklera : Normal berwarna putih
- Fungsi Pengelihatan: Baik
f. Hidung - Pendarahan/Peradangan : Tidak ada
- Keadaan/kebersihan
g. Telinga - Keadaan : Bersih
- Fungsi pendengaran : Baik
h. leher - Pembesaran kel. Tyroid : Tidak ada
pembesaran thyroid
- Distensi Vena Jugularis: Vena jugularis
dapat teraba
- Pemebesaran KGB : Tidak terdapat
pembesaran kelenjar Getah bening
i. Daerah dada - Suara napas : normal
- Jantung dan paru-paru - Bunyi jantung : Bunti jantung normal
- Retraksi dada : tidak ada pemebesaran
kelenjar
e. Personel Hygiene
- Kulit : Bersih
- Rambut : Hitam & bersih
- Mulut dan Gigi : Bersih
- Pakaian : Bersih & Rapi
- Kuku : Bersih
f. Ketergatungan fisik
- Merokok : Tidak
- Minuman keras : Tidak
- Obat-obatan : Tidak
- Lain-lain : Tidak ada
5. Aspek Psikososial dan Spiritual
a. Pola pikir dan persepsi
- Apakah ibu telah mengetahu cara memberi ASI dan memberi makanan tambahan
pada bayi :Ibu paham dalam cara pemberia ASI
- Jenis kelamin yang diharapkan : Orang Tua menerima apapun jenis kelamin
anaknya
- Siapa yang membantu merawat bayi dirumah : Suami serta orang tuanya
- Apakah ibu telah mengetahui nutrisiibu menteteki :Ibu kurang dalam pemahaman
nutrisi
- Apakah ibu telah mengetahui cara memandikan dan merawat tali pusat :.....
Ibu masih kurang dalam teknik cara memandikan bayi
b. Persepsi diri
- Hal yang amat dipikirkan saat ini : Kesehatan dirinya serta bayinya
c. Konsep diri
- Ideal diri : Ingin menjadi Ibu yg baik yg dapat mengajarkan anakanya serta
berperan baik sebagai Istri
d. Hubungan/Komunikasi
- Bahasa utama : Bahasa Indonesia Bahasa daerah : Bahasa banjar dan Dayak
- Motivasi dari suami : Suami berharap Istrinya segera pulih agar dapat berkumpul
bersama kembali.
e. Kebiasaan Seksual
6. Data Penunjang
1.swab antigen : Negatif
2.Anti HIV : Non Reaktif
Data penunjang ( radiologis. Laboratorium, penunjang lain)
No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal
1 WBC / Leukosit (10^3/uL) 8.44 4.50 – 11.00
2 HGB (g/dl) 11.3 10.5 – 18.0
3 HCT (%) 33.0 37.0 – 48.0
4 PLT (10^3/uL) 244 150 - 400
Pemeriksaan tangal : 20- 10- 2021
I. PENGOBATAN
Roky Yohanes
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN DATA
KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH
OBYEKTIF
Nyeri akkut
DS: Agen pencendera fisik SDKI ( D.007 )
klien mengatakan masih merasa
nyeri di dibagian luka post SC
( dengan skala nyeri 5 ) nyeri
datang timbul. Luka bekas SC
berwarna kemerahan
DO :
- Kalien tampak gelisah
- Klien tampak gelisah
- TD : 170/120mmHg
- S : 36 .6℃
- N : 84 x/menit
- R: 20 x/menit
DS :
Pasien mengatakan tidak bisa
tidur nyenyak pada malam hari. Gangguan rasa nyaman Gangguan pola tidur
SDKI ( D.0055)
DO :
- Pasien susah tidur
- Pasien tampak
khawatir
- Kalien tampak lemah
TD : 170/120mmHg
S : 36,6℃
N : 84x/menit
RR: 20 x/menit
DS:
Klien mengatakan masih merasa Ketidakadekuat pertahan Resiko infeksi
nyeri dibagian luka post SC sekunder SDKI ( D.142 )
DO :
Hasil yang didapatkan kemerahan
dibagian luka post SC
- Klien tampak kesakitan
- Klien tampak gelisah
- Rubor luka bekas SC
berwarna kemerahan
- TD : 170/120 x/menit
- S : 36,6 ℃
- N : 84 x/menit
- R: 20 x/menit
PRIORITAS MASALAH
Ruang Rawat :
Gangguan pola tidur setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan
pola tidur membaik ,dengan kriteria hasil : Manajemen SDKI ( D.0055 )
1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1.Keluhan sukit tidur menurun
2. Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau
2.Keluhan sering terjaga menurun psikologis)
3.Keluhan tidak puas tidur menurun 3. Modifikasi lingkungan (mis. pencahayaan, kebisingan,
4.Keluhan istirahat menurun suhu, matras, dan tempat tidur)
4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama hamil
5. Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya
14 oktober 2021