Disusun Oleh:
Kelompok 2
S1 Keperawatan TKT 4B
1. Dina Febrianti 2019.C.11a.1042
2. Lara Sinta 2019.C.11a.1047
3. Ledy Anggare Larasati D 2019.C.11a.1048
4. Mantili 2019.C.11a.1054
5. Roky Yohanes 2019.C.11a.1060
6. Yapan Harianto 2019.C.11a.1070
7. Edina 2019.C.11a.1074
Penyusun
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang …………………………………………………………………
B. Tujuan ………………………………………………………………………...
Bab II Pembahasan
A. Pengertian Mutu Pelayanan Keperawatan …………………………………………
B. Pelayanan kesehatan …………………………………………………………….
C. Pelayanan Keperawatan …………………………………………………………
D. Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan …………………………………………….
E. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan ……………………………………………..
F. Mutu pelayanan ………………………………………………………………...
G. Dimensi mutu pelayanan ………………………………………………………...
H. Indikator Penilaian Mutu Keperawatan ……………………………………………
I. Ciri Mutu Asuhan Keperawatan ......................................................................
Bab III Penutup
A. Kesimpulan …………………………………………………………………….
B. Saran …………………………………………………………………………..
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal oleh
perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies cit Asmuji (2012) menyebutkan:
a. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang optimal. Dari
hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan meningkakan kerja perawat.
b. Tujuan yang memiliki kriteria sulit dan menantang harus dikolaborasikan dengan tim
sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak diperkenankan untuk melakukan
tindakan secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi.
c. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif sehingga akan
lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian keberhasilan tersebut.
d. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar pencapaian target
lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan target dan tidak mengesampingkan
kolaborasi dengan pasien.
E. Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan
Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa
faktor yaitu:
a. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya komunikasi dari
mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang telah mendapatkan perawatan
dari sebuah instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila mereka
mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau menyampaikan berita negatif tentang
mutu pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak mengenakkan.
b. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien bervariasi maka
mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan berdasarkan kebutuhan pribadi pasien.
c. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung menilai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam mutu pelayanan keperawatan
yang baik akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien, namun sebaliknya
jika seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu pelayanan keperawatan maka
akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali di suatu instansi.
d. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi mutu
pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien akan mempercayai
penuh terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.
Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan
keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:
a. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah tindakan
keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada pada diri
perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau meminimalisir
kejadian yang tidak diinginkan.
b. Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan asuhan
keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien.
c. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih memiliki pengetahuan
yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan pasien dengan cermat dan baik.
d. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang paling dekat dengan pasien.
oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui keluhan pasien dengan mendetail dan
melakukan pendokumentasian teliti setelah melakukan asuhan.
e. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu melakukan penilaian dan
tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas utama pasien.
f. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus melakukan
evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik, dan perawat mampu
melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut
diantaranya yaitu:
a. Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan
perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan.
Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan
tanggap akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan
dengan cara yang ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin
pelayanan yang mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga
pasien beserta keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa
gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan
keperawatan didefinisikan oleh pasien (individu, keluarga, masyarakat) sebagai
pelaksanaan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan
rasa empati, penghargaan, ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan
perawat dalam memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan
tersebut, juga dapat menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
b. Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas
dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000),
bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional yang
memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan mutu pelayanan
keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan yang profesional
terhadap pasien (individu, keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c. Sudut Pandang Manajer Keperawatan
Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik dengan
menjalankan supervisi, manajemen keuangan dan logistik dengan baik serta alokasi sumber
daya yang tepat (Wijono, 2000). Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang
baik sehingga manajer keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan
baik yang memfokuskan pada pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu,
keluarga dan masyarakat. Selain itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan
dan logistik.
d. Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai
kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya
untuk memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan terhadap
pasien yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional
institusi. Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki
tenaga profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan
kewajaran penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai
aspek seperti tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
Kategori Ukuran
Ukuran 1 Angka kematian pasien karena komplikasi operasi
berfokus 2 Angka decubitus
outcomes 3 Angka pasien jatuh
pasien
4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line
central di ICU dan HDNC
8 VAP di ICU dn HDNC
Ukuran 9 Konseling berhenti merokok pada kasus AMI
berfokus 10 Konseling berhenti merokok pada kasus Gagal jantung
pada 11 Konseling berhenti merokok pada kasus Peneumonia
intervensi
perawat
Ukuran 12 Perbandingan antara RN, LVN/LPN, UAP dan kontrak
berfokus 13 Jam perawatan pasien per hari oleh RN,LPN/LPN dan
pada system UAP
14 Practice Environment Scale—Nursing Work Index
15 Turn over
Sumber: The National Database of Nursing Quality Indicators (NDNQI),2007.
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan struktur, proses, dan
outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari
tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi
RS. Secara umum aspek penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA)
(Nursalam, 2014).
1. Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang meliputi M1
(tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan keperawatan), M4 (dana), M5
(pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS
tertata dengan baik akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari
tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-masing komponen
struktur.
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain yang mengadakan
interaksi secara professional dengan pasien. Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk
penilaian tentang penyakit pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan,
indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi lain terhadap
pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
1. Biaya per unit untuk rawat jalan
2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial; gawat darurat;
tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat kesalahan; dan kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan jumlah
keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat masuk di
kotak saran, dan lainnya.
d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal
pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar nasional,
penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada tahun-
tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan kesepakatan pihak
manajemen/direksi RS yang bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff
lainnya yang terkait.
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi
2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya
Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
Ʃ ALOS 1-10 hari
Ʃ TOI 1-3 hari
Ʃ BTO 5-45 hari
Ʃ NDR < 2,5%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Ʃ NTRR < 10%
Ʃ MDR < 0,25%
Ʃ IDR < 0,2%
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi nosokomial,
angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus, kesalahan dalam pemberian obat, dan
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.
I. Ciri Mutu Asuhan Keperawatan
Ciri mutu asuhan keperawatan yang baik adalah (Munijaya,2004) :
1. Memenuhi standar profesi yang ditetapkan.
2. Sumber daya untuk pelayanan asuhan keperawatan dimanfaatkan secara wajar,
efisiensi, dan efektif.
3. Aman bagi pasien dan dan tenaga keperawatan sebagai pemberi jasa.
4. Memuaskan bagi pasien dan tenaga keperawatan
5. Aspek sosial, ekonomi, budaya, agama, etik dan tata nilai masyarakat diperhatika dan
dihormati.
BAB II
Penutup
A. Kesimpulan
Indikator mutu pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting bagi suatu
institusi rumah sakit, karena mutu pelayanan keperawatan ini merupakan penilaian bagi
masyarakat terhadap suatu rumah sakit. Indikator mutu ini merupakan citra dari suatu rumah
sakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan indikator mutu pelayanan
keperawatan di ruang rawat inap.
B. Saran
Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat hendaknya menerapkan standar asuhan
keperawatan sebagai landasan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien agar
dapat memberikan pelayanan keperawatan yang bermutu dan professional sehingga dapat
memberikan pelayanan yang aman, komprehensif demi tercapai derajat kesehatan masyarakat
yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A. 1996. Menuju Pelayanan Kesehatan yang Lebih Bermutu. Jakarta: Yayasan
Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia.
Gillies, D.A. 1994. Nursing Management, A System Approach. Third Edition. Philadelphia :
WB Saunders.
Kozier, Erb & Blais. 1997. Profesional Nursing Practice: Concept & Perspectives. Third
Edition. California : Addison Wesley Publishing. Inc
Meisenheimer, C.G. 1989. Quality Assurance for Home Health Care. Maryland: Aspen
Publication.
Rakhmawati, Windy. 2009. Pengawasan Dan Pengendalian Dalam Pelayanan Keperawatan
(Supervisi, Manajemen Mutu& Resiko).
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/03/pengawasan_dan_pengendalian_dlm_
pelayanan_keperawatan.pdf,diakses 4 November 2015
Tjiptono, F. (2004). Prinsip-prinsip total quality service (TQS). Yogyakarta : Andi Press
Wijono, D. (2000). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Teori, Strategi dan
Aplikasi. Volume.1. Cetakan Kedua. Surabaya : Airlangga Unniversity Press