Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KONSEP PENJAMINAN MUTU


ASUHAN KEPERAWATAN

DOSEN PENGAMPU :
Josep Christina lubis

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK
NAMA : 1. HAFSANAH NIKMAHTULLAH
2. NOVIA ELIDAYANTI GURNING
TINGKAT : II

AKADEMI KEPERAWATAN
GITA MATURA ABADI KISARAN
T.A 2023-2024

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena kami dapat
menyelesaikan Makalah ini.Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah dengan judul Penjaminan Mutu Asuhan Keperawatan. Selain itu tujuan dari
penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan dalam menuntut ilmu.
Kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah
selanjutnya menjadi lebih baik.Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih dan
semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

Kisaran, 14 Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Ruang Lingkup ................................................................................................. 1
C. Metode Penulisan............................................................................................... 1
D. Sistematika Penulisan........................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A. Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan ........................................... 3
B. Proses Quality Control (Kendali Mutu)............................................................ 6
C. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan............................................................ 6
D. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan.......................................................... 7
E. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan 1. Quality Assurance (Jaminan Mutu) 9
F. Indikator Mutu Keperawatan............................................................................ 10
G. Keselamatan Pasien.......................................................................................... 13

BAB III PENUTUP................................................................................................ 15


A. Kesimpulan....................................................................................................... 15
B. Saran................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 16

ii
BABI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan utama dari pelayanan rumah sakit. Hal
ini terjadi karena pelayanan keperawatan diberikan selama 24 jam kepada pasien yang
membutuhkannya. berbeda dengan pelayanan medis dan pelayanan kesehatan lainnya yang
hanya membutuhkan waktu yang relatif singkat dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada kliennya. Dengan demikian pelayanan keperawatan perlu ditingkatkan kualitasnya
secara terus-menerus dan berkesinambungan sehingga pelayanan rumahsakit akan meningkat
juga seiring dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan. (Ritizza, 2013)
Kualitas pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh proses, peran dan fungsi dari
manajemen pelayanan keperawatan, karena manajemen keperawatan adalah suatu tugas
khusus yang harus dilaksanakan oleh manajer pengelola keperawatan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan serta mengawasi sumber-sumber yang ada, baik
sumber daya maupun sumber dana sehingga dapat memberikan pelayanan keperawatan yang
efektif dan efisien baik kepada klien, keluarga dan masyarakat. (Donny, 2014)
Mengingat pentingnya peranan manajemen pelayanan keperawatan, maka dalam
makalah ini penulis akan menguraikan tentang pengertian, proses, dimensi, penilaian,
strategi, indikator, standar dan peran dalam menejemen mutu pelayanan keperawatan
sehingga dapat menggambarkan bagaimana manajemen keperawatan yang bermutu
seharusnya dilaksanakan
B. Ruang Lingkup
Sistem mutu dalam keperawatan sangatlah luas dan kompleks. Agar pembahasan
lebih terarah. dalam makalah ini penulis hanya membahas mengenai aspek Mutu dalam
Pelayanan keperawatan.
C. Metode Penulisan
Dalam maklah ini menggunakan metode penulisan deskriptif dengan menggunakan
teknik study literature dari berbagai sumber yang terkait dengan Mutu dalam Pelayanan
Keperawatan.
D. Sistematika Penulisan
Pada makalah ini, dimulai dengan bab pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang
masalah.. ruang lingkup masalah, sistematika penulisan dan yang terakhir metode penulisan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mutu dalam Pelayanan Keperawatan
1. Mutu
Mutu merupakan gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang
berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan (American
society for quality control). Mutu adalah "fitness for use" atau kemampuan kecocokan
penggunaan (J.M. Juran, 1989). Azwar (1996) menjelaskan bahwa mutu adalah tingkat
kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati dan juga merupakan kepatuhan
terhadap standar yang telah ditetapkan, sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa mutu
adalah penyesuaian terhadap keinginan pelanggan dan sesuai dengan standar yang berlaku
serta tercapainya tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka mutu dapat dikatakan sebagai kondisi dimana hasil
dari produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, standar yang berlaku dan tercapainya
tujuan. Mutu tidak hanya terbatas pada produk yang menghasilkan barang tetapi juga untuk
produk yang menghasilkan jasa atau pelayanan termasuk pelayanan keperawatan
2. Pelayanan Keperawatan
a. Pelayanan
Definisi mengenai pelayanan telah banyak dijelaskan, dan Kottler (2000, dalam
Supranto, 2006) menjelaskan mengenai definisi pelayanan adalah suatu perbuatan di mana
seseorang atau suatu kelompok menawarkan pada kelompok orang lain sesuatu yang pada
dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk,
sedangkan Tjiptono (2004) menjelaskan bahwa pelayanan merupakan aktivitas, manfaat atau
kepuasan yang ditawarkan untuk dijual, sehingga dapat dikatakan bahwa pelayanan itu
merupakan suatu aktivitas yang ditawarkan dan menghasilkan sesuatu yang tidak berwujud
namun dapat dinikmati atau dirasakan.
Berdasarkan dari pendapat-pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pelayanan
merupakan salah satu bentuk hasil dari produk yang memberikan pelayanan yang mempunyai
sifat tidak berwujud sehingga pelayanan hanya dapat dirasakan setelah orang tersebut
menerima pelayanan tersebut. Selain itu, pelayanan memerlukan kehadiran atau partisipasi
pelanggan dan pemberi pelayanan baik yang professional maupun tidak profesional secam
bersamaan sehingga dampak dari transaksi jual beli pelayanan dapat langsung dirasakan dan
jika pelanggan itu tidak ada maka pemberi pelayanan tidak dapat memberikan pelayanan.
b. Keperawatan
2
Keperawatan sudah banyak didefinisikan oleh para ahli, dan menurut Herderson
(1966, dalam Kozier et al, 1997) menjelaskan keperawatan sebagai kegiatan membantu
individu sehat atau sakit dalam melakukan upaya aktivitas untuk membuat individu tersebut
sehat atau sembuh dari sakit atau meninggal dengan tenang (jika tidak dapat disembuhkan),
atau membantu apa yang seharusnya dilakukan apabila ia mempunyai cukup kekuatan,
keinginan atau pengetahuan Sedangkan Kelompok Kerja Keperawatan (1992) menyatakan
bahwa keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral
dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual yangm komprehensif,
ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun sehat, yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Layanan keperawatan diberikan karena adanya
kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan dalam
melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri.
Berdasarkan penjelasan mengenai mutu dan pelayanan keperawatan di atas, maka
Mutu Pelayanan Keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional
kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat baik sakit maupun sehat, dimana
perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan.
c. Mutu pelayanan keperawatan
Mutu pelayanan keperawatan dapat merupakan suatu pelayanan keperawatan yang
komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual yang diberikan oleh perawat profesional
kepada pasien (individu, keluarga maupun masyarakat) baik sakit maupun schat, dimana
perawatan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien dan standar pelayanan. Namun
pada dasamya, definisi mutu pelayanan keperawatan itu dapat berbeda-beda tergantung dari
sudut pandang mana mutu tersebut dilihat. (Rakhmawati, 2009).
Berbagai sudut pandang mengenai definisi mutu pelayanan keperawatan tersebut
diantaranya yaitu:
a) Sudut Pandang Pasien (Individu, Keluarga, Masyarakat)
Meishenheimer (1989) menjelaskan bahwa pasien atau keluarga pasien
mendefinisikan mutu sebagai adanya perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan
perawatan yang terampil dan kemampuan perawat dalam memberikan perawatan. Sedangkan
Wijono (2000) menjelaskan mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap akan
kebutuhannya. pelayanan harus sesuai dengan kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang
ramah pada waktu mereka berkunjung. Pada umumnya mereka ingin pelayanan yang
mengurangi gejala secara efektif dan mencegah penyakit, sehingga pasien beserta
3
keluarganya sehat dan dapat melaksanakan tugas mereka sehari-hari tanpa gangguan fisik.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat dikatakan bahwa mutu pelayanan
keperawatan didefinisikanolehpasien (individu, keluarga masyarakat) sebagai pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhannya yang berlandaskan rasa empati,
penghargaan. ketanggapan, dan keramahan dari perawat serta kemampuan perawat dalam
memberikan pelayanan. Selain itu melalui pelayanan keperawatan tersebut, juga dapat
menghasilkan peningkatan derajat kesehatan pasien.
b) Sudut Pandang Perawat
Mutu berdasarkan sudut pandang perawat sering diartikan dengan memberikan
pelayanan keperawatan sesuai yang dibutuhkan pasien agar menjadi mandiri atau terbebas
dari sakitnya (Meishenheimer, 1989). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Wijono (2000),
bahwa mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu secara profesional untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu pelayanan yang baik dan memenuhi standar yang baik.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perawat sebagai tenaga profesional yang
memberikan pelayanan keperawatan terhadap pasien mendefinisikan mutu pelayanan
keperawatannya sebagai kemampuan melakukan asuhan keperawatan yang profesional
terhadap pasien (individu keluarga, masyarakat) dan sesuai standar keperawatan,
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
c) Sudut Panding Manajer Keperawatan

Mutu pelayanan difokuskan pada pengaturan staf, pasien dan masyarakat yang baik
dengan menjalankan supervisi, manajemen keuangan din logistik dengan baik serta alokasi
sumber daya yang tepat (Wijono, 2000).
Pelayanan keperawatan memerlukan manajemen yang baik sehingga manajer
keperawatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan
dengan melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dengan baik yang memfokuskan pada
pengelolaan staf keperawatan dan pasien sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Selain
itu pengelolaan pun mencakup pada manajemen keuangan dan logistik.
d) Sudut Pandang Institusi Pelayanan
Meishenheimer (1989) mengemukakan bahwa mutu pelayanan diasumsikan sebagai
kemampuan untuk bertahan, pertimbangan penting mencakup tipe dan kualitas stafnya untuk
memberikan pelayanan, pertanggungjawaban intitusi terhadap perawatan terhadap pasien
yang tidak sesuai, dan menganalisis dampak keuangan terhadap operasional institusi
4
Sedangkan Wijono (2000) menjelaskan bahwa mutu dapat berarti memiliki tenaga
profesional yang bermutu dan cukup. Selain itu mengharapkan efisiensi dan kewajaran
penyelenggaraan pelayanan, minimal tidak merugikan dipandang dari berbagai aspek seperti
tidak adanya pemborosan tenaga, peralatan, biaya, waktu dan sebagainya.
e) Sudut Pandang Organisasi Profesi
Badan legislatif dan regulator schagai pembuat kebijakan baik lokal maupun nasional
lebih menekankan pada mendukung konsep mutu pelayanan sambil menyimpan uang pada
program yang spesifik. Dan selain itu juga menekankan pada institusi-institusi pelayanan
keperawatan dan fasilitas pelayanan keperawatan Badan akreditasi dan sertifikasi
menyamakan kualitas dengan mempunyai seluruh persyaratan administrasi dan dokumentasi
klinik yang lengkap pada periode waktu tertentu dan sesuai dengan standar pada level yang
berlaku. Sertifikat mengindikasikan bahwa institusi pelayanan keperawatan tersebut telah
sesuai standar minimum untuk menjamin keamanan pasien. Sedangkan akreditasi tidak hanya
terbatas pada standar pendirian institusi tetapi juga membuat standar sesuai undang-undang
yang berlaku (Meishenheimer, 1989).
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai organisasi profesi mempunyai
tanggung jawab dalam meningkatkan profesi keperawatan. Sehingga untuk meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan, organisasi profesi tersebut membuat dan memfasilitasi
kebijakan regulasi keperawatan yang mencakup sertifikasi, lisensi dan akreditasi. Dimana
regulasi tersebut diperlukan untuk meyakinkan masyarakat bahwa pelayanan keperawatan
yang diberikan telah berdasarkan kaidah suatu profesi dan pemberi pelayanan keperawatan
telah memenuhi standar kompetensi yang telah ditetapkan.
Tujuan standar keperawatan merrnut Gilies (1989) adalah:
a. Meningkatkan asuhan keperawatan.
b. Mengurangi biaya asulan keperawatan
c. Melinding pemwa dan kelalaian dalam melaksanaka tugas danmelindungi pasien
dan tindakan yang tidak terapeutik
Standar pelayanan keperawatan menurut Depkes RI 1996 adalahmeliputi:
a. Startdar 1 : Falsafah Keperawatan
b. Standar 2 : Tujuan Asuhan Keperawatan
c. Standar 3 : Pengkajian Keperawatan
d. Standar 4 : Diagnosa Keperawatan
e. Standar 5 : Perencanaan keperawatan.
f. Staridar 6 : Itervensi keperawatan
5
g. Standar 7 : Evaluasi Keperawatan
h. Standar 8 : Catatan asuhan keperawatan

B. Proses Quality Control (Kendali Mutu)


Secara sederhana proses kendali mutu (Quality Control) dimulai dari menyusun
strandar - Standar mutu, selanjutnya mengukur kinerja dengan membandingkan kinerja yang
ada dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila tidak sesuai, dilakukan tindakan koreksi.
Bila diinginkan peningkatan kinerja perlu menyusun standar baru yang lebih tinggi dan
seterusnya. (Djoko Wijono, 1999)
C. Dimensi Mutu Pelayanan Keperawatan
Windy (2009) menyatakan bahwa dimensi mutu dalam pelayanan keperawatan terbagi
kedalam 5 macam, diantaranya:
1. Tangible (bukti langsung)
Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan langsung oleh pasien yang
meliputi fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan staf keperawatan. Sehingga dalam
pelayanan keperawatan, bukti langsung dapat dijabarkan melalui kebersihan, kerapian, dan
kenyamanan ruang perawatan; penataan ruang perawatan: kelengkapan, kesiapan dan
kebersihan peralatan perawatan yang digunakan dan kerapian serta kebersihan penampilan
perawat.
2. Reliability (keandalan)
Keandalan dalam pelayanan keperawatan merupakan kemampuan untuk memberikan
pelayanan keperawatan yang tepat dan dapat dipercaya, dimana dapat dipercaya dalam hal ini
didefinisikan sebagai pelayanan keperawatan yang konsisten. Oleh karena itu, penjabaran
keandalan dalam pelayanan keperawatan adalah: prosedur penerimaan pasien yang cepat dan
tepat pemberian perawatan yang cepat dan tepat: jadwal pelayanan perawatan dijalankan
dengan tepat dan konsisten (pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur
perawatan tidak berbelat belit.
3. Responsiveness (ketanggapan)
Perawat yang tanggap adalah yang bersedia atau mau membantu pelanggan dan
memberikan pelayanan yang cepattanggap Ketanggapan juga didasarkan pada persepsi pasien
sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan.
4. Assurance (jaminan kepastian)

6
Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana perawat dapat menjamin pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga pasien menjadi yakin akan
pelayanan keperawatan yang diterimanya. Untuk mencapai jaminan kepastian dalam
pelayanan keperawatan ditentukan oleh komponen: "kompetensi yang berkaitan dengan
pengetahuan dan keterampilan perawat dalars memberikan pelayanan keperawatan:
"keramahan', yang juga diartikan kesopanan perawat sebagai aspek dari sikap perawat; dan
keamanan, yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai tuntas sehingga tidak
menimbulkan dampak yang negatif pada pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan
kepada pasien aman. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan. Dimensi
kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi:
1. Kompetensi (Competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan
2. Kesopanan (Courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para
karyawan
3. Kredibilitus (Credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya
5. Empati (empathy)
Berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi
perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman
akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan, kesesuaian waktu pelayanan
dengan kebutuhan konsumen. Dimensi empati ini merupakan penggabungan dari dimensi:
1. Akses (4ccer), meliputi kemudahan untuk memafaatkan jasa yang ditawarkan
2. Komunikasi (Communication), merupakan kemapuan melaukan komunikasi
untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan
dari pelanggan
3. Pemahaman kepada pelanggan (Understanding the Customer), meliputi usaha
perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan
pelanggan.

D. Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan


Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu:
1. Audit Struktur (Input)

7
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur merupakan
masukan (input) yang meliputi sarana fisik perlengkapan peralatan, organisasi, manajemen,
keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilnas keperawatan.
Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa struktur
berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang diberikan dan sumber daya
yang memadai. Aspek dalam komponen struktur dapat dilihat melalui:
a. Fasilitas yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai pelayanan dan keamanan
b. Peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni menempatkan peralatan
c. Staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, ratarata turnover, dan rasio pasien-perawat
d. Keuangan, yaitu meliputi gaji, kecukupan dan sumber keuangan.
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih difokuskan pada
hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan, diantaranya yaitu:
a. Fasilitas fisik, yang meliputi ruang perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta
penataan ruang perawatan yang indah;
b. Peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih dan ditata dengan baik:
c. Staf keperawatan sebagai sumber daya manusia, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas
d. Keuangan, yang meliputi bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana.
Faktor-faktor yang menjadi masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik
manajemen sumber daya manusia, keuangan maupun logistik.
2. Proses (Process)
Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke dalam hasil (outcome), Proses
adalah kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan
interaksinya dengan pasien.
Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa rencana perawatan, indikasi tindakan,
prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan terhadap perawat
dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat diukur dari relevan tidaknya proses
bagi pasie. fleksibelitas efektifitas, mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan
yang semestinya, dan kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan). Tappen (1995) juga
menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan dengan aktivitas nyata yang
ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan Penilaian dapat melalui observasi atau
audit dari dokumentasi.
3. Hasil (Outcome)
8
Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap pasien.
Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik positif maupun negatif.
Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien
terhadap pelayanan perawatan yang telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000).
Sedangkan Tappen (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari
aktivitas yang diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari
aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan dan
kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu pada hasil dari
pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan derajat kesehatan pasien dan
kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu
pelayanan keperawatan
E. Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan 1. Quality Assurance (Jaminan Mutu)
Quality Assurance mulai digunakan di rumah sakit sejak tahun 1960-an implementasi
pertama yaitu audit keperawatan. Strategi ini merupakan program untuk mendesain standar
pelayanan keperawatan dan mengevaluasi pelaksanaan standar tersebut (Swansburg, 1999).
Dengan demikian quality assurance dalam pelayanan keperawatan adalah kegiatan menjamin
mutu yang berfokus pada proses agar mutu pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai
dengan standar. Dimana metode yang digunakan adalah
a. Audit internal dan surveilan untuk memastikan apakah proses pengerjaannya
(pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien) telah sesuai dengan standar
operating procedure (SOP)
b. Evaluasi proses
c. Mengelola mutu
d. Penyelesaian masalah.
2. Continuous Quality Improvement (Peningkatan Mutu Berkelanjutan)
Continuous Quality Improvement dalam pelayanan kesehatan merupakan
perkembangan dari Quality Assurance yang dimulai sejak tahun 1980-an. Menurut Loughlin
dan Kaluzny (1994. dalam Wijono 2000) bahwa ada perbedaan sedikit yaitu Total Quality
Management dimaksudkan pada program industry sedangkan Continuous Quality
Improvement mengacu pada klinis. Wijonon (2000) mengatakan bahwa Continuous Quality
Improvement itu merupakan upaya peningkatan mutu secara terus menerus yang dimotivasi
oleh keinginan pasien. Tujuannya adalah untuk meningkatkan mutu yang tinggi dalam
pelayanan keperawatan yang komprehensif dan baik, tidak hanya memenuhi harapan aturan
yang ditetapkan standar yang berlaku.
9
Sehingga dapat dikatakan bahwa Continuous Quality Improvement dalam
keperawatan adalah upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara terus
menerus yang memfokuskan mutu pada perbaikan mutu secara keseluruhan dan kepuasan
pasien. Oleh karena itu perlu dipahami
mengenai karakteristik-karakteristik yang dapat mempengaruhi mutu dari outcome
yang ditandai dengan kepuasan pasien
3. Total quality manajemen (TQM)
Total Quality Manajemen (manajemen kualitas menyeluruh) adalah suatu cara
meningkatkan performansi secara terus menerus pada setiap level operasi atau proses, dalam
setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan semua sumber daya
manusia dan modal yang tersedia dan berfokus pada kepuasan pasien dan perbaikan mutu
menyeluruh. (Windy, 2009)
F. Indikator Mutu Keperawatan
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan meliputi:
 Angka infeksi nosocomial: 1-2%
 Angka kematian kasar: 3-4%
 Kematian pasca bedah: 1-2%
 Kematian ibu melahirkan: 1-2%
 Kematian bayi baru lahir: 20/1000
 NDR (Net Death Rate): 2.5%
 ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
 PODR (Post Operation Death Rate) 1%
 POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:
 Biaya per unit untuk rawat jalan
 Jumlah penderita yang mengalami decubitus
 Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
 BOR: 70-85%
 BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat tidur tahun ⚫
TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
 LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial, gawat
darurat; tingkat kontaminasi dalam darah tingkat kesalahan; dan kepuasan
pasien) Normal tissue removal rate: 10%

10
c. Indikator mutu yang berkaitan dengan kepuasan pasien dapat diukur dengan
jumlah keluhan pasien/keluarganya, surat pembaca dikoran, surat kaleng, surat
masuk di kotak saran, dan lainnya.
d. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

 Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak RS dengan asal
pasien.
 Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan pembedahan dan jumlah
kunjungan SMF spesialis
 Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS. angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indicator) nasional. Jika bukan angka standar
nasional, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu
pada tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah dikembangkan
kesepakatan pihak manajemen direksi RS yang bersangkutan dengan masing-
masing SMF dan staff lainnya yang terkait
e. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:
 Pasien terjatuh dari tempat tidur kamar mandi
 Pasien diberi obat salah
 Tidak ada obat/alat emergensi
 Tidak ada oksigen
 Tidak ada suction (penyedot lendir)
 Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
 Pemakaian obat
 Pemakaian air, listrik, gas, dan lainnya

11
Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan
Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut
bersumber dari sensus harian rawat inap :
1. BOR (Bed Occupancy Ratio-Angka penggunaan tempat tidur) Menurut Depkes
RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu
tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat
pemanfaatan tempat tidur rumah sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah
antara 60-85% (Depkes RI, 2005).
Rumus:
(Jumlah hari perawatan di rumah sakit) x100%
(jumlah tempat tidur jumlah hari dalam sam periode)

2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)


ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien.
Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal
yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai ALOS yang ideal antara 6-9
hari (Depkes, 2005).
Rumus:
(Jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval= Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak
ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat
efisiensi penggunaan tempat tidur Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3
hari.
Rumus:
(jumlah tempat tidur x Periode) - Hari Perawatan)
jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over =Angka perputaran tempat tidur)

12
BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu
periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. Idealnya dalam
satu tahun, satu tempat tidur rata-rata dipakai 40-50 kali.
Rumus:
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk
tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di
rumah sakit.
Rumus:
Jumlah pasien mati > 48 jam x100%
(jumlah pasien keluar (hidup mati)
6. GDR (Gross Death Rate)
GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000
penderita keluar
Rumus:
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup mati))
Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit:
1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi
nosokomial, angka kejadian pasien jatuh kecelakaan, dekubitus, kesalahan
dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.
G. Keselamatan Pasien
Keselamatan pasien (patient safety) merupakan suatu variable untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan
Program keselamatan passen adalah suatu usaha untuk menurunkan angka kejadian tidak
13
diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit sehingga
sangat merugikan baik pasien itu sendiri maupun pihak rumah sakit. KTD bisa disebabkan
oleh berbagai faktor antara lain beban kerja perawat yang tinggi, alur komunikasi yang
kurang tepat, penggunaan sarana yang kurang tepat dan lain sebagainya.
Indikator keselamatan pasien (IPS) bermanfaat untuk mengidentifikasi area-area
pelayanan yang memerlukan pengamatan dan perbaikan lebih lanjut, misalnya untuk
menunjukkan:
1. Adanya penurunan mutu pelayanan dari waktu ke waktu
2. Bahwa suatu area pelayanan ternyata tidak memenuhi standar klinik atau terapi
sebagaimana yang diharapkan
3. Tingginya variasi antar rumah sakit dan antar pemberi pelayanan
4. ketidaksepadanan antarunit pelayanan kesehatan (misalnya, pemerintah dengan
swasta atau urban dengan rural)
Indikator keselamatan pasien, sebagaimana dilaksanakan di SGH (Singapore General
Hospital, 2006) meliputi:
a. Pasien jatuh disebabkan kelalaian perawat, kondisi kesadaran pasien, beban kerja
perawat,model tempat tidur, tingkat perlukaan, dan keluhan keluarga
b. Pasien melarikan diri atau pulang paksa, disebabkan kurangnya kepuasan pasien,
tingkat ekonomi pasien, respons pasien terhadap perawat, dan peraturan rumah sakit
c. Clinical incident diantaranya jumlah pasien flebitis, jumalah pasien ulkus decubitus,
jumlah pasien pneumonia, jumlah pasien tromboli, dan jumlah pasien edema paru
karena pemberian cairan yang berlebih
d. Sharp injury, meliputi bekas tusukan infus yang berkali-kali, kurangnya ketrampilan
perawat. dan complain pasien
e. Medication incident, meliputi lima tidak tepat jenis, obat, dosis, pasien, cara, waktu)

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penilaian Mutu Pelayanan Keperawatan berupa Audit Struktur (Input). Proses
(Process), Hasil (Outcome). Dalam Manajemen Muni dalam Pelayanan Keperawatan terdapat
Strategi Mutu Pelayanan Keperawatan, diantaranya Quality Assurance (Jaminan Mutu), Total
quality manajemen (TQM). Peran sebagai seorang pemimpin dalam pelayanan kesehatan
adalah menjadi model kepemimpinan yang berpusat pada prinsip (principle centered
leadership).
Dari permasalahan tersebut dapat dirumuskan yang menjadi penyebab dari
permasalahan tersebut adalah Perawat tidak bersikap baik terhadap pasien dan Kondisi ruang
rawat yang buruk. Maka dari itu untuk mengatasi penyebab permaslaahan tersebut harus
dilakukan penyelesaian alternatif. diantaranya untuk perawat tidak bersikap baik terhadap
pasien dapat dilakukan penyelesaian altematif yaitu memberikan surat peringatan dan
dilakukan coaching oleh kepala ruangan, tapi dengan catatan tetap dalam pengawasan, agar
tidak terulang kembali. Sedangkan untuk Kondisi ruang rawat yang buruk yang dapat
dijadikan altematife penyelesaiaan masalah adalah adalah berkoordinasi dengan kepala
ruangan agar menyampaikan keluhan pasien kepada pihak manajemen rumah sakit terkait
dengan terganggunya kenyamanan pasien berhubungan dengan fasilitas yang kurang
memadai.
B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar penibaca dapat mulai
menerapkan manjanen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan manajemen muni
dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi
perawat yang professional.

15
DAFTAR PUSTAKA

Wijono, Djoko, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1. Surabaya Airlangga
University Press
Anggri (2011). Peran dan Pemimpin dalam Meningkatkan Mutu http://anggri-
healthsystemdisa ster.blogspot.com/2011/02/peran-pemimpin-dalam-meningkatkan-
mutu.html Di akses pada tanggal 30 September 2014
Endri Astuti (2005). Indikator Mutu Keperawanan Menurut AN.4
http://www.mutupelayanankesehatan.net/index.php/publikasi/artikel/19-headline/1272-
jenis-jenis- indikator-mutu-pelayanan-keperawatan. Di akses pada tanggal 29
September 2014 Erika LavlecHongki, (2012). Manajemen
Keperawatan. http://www.slideshare.net/etikars 31801900manajemenkeperawatan related-1.
Diakses pada tanggal 29 September 2014)
Ratizza Ramli (2010). Manajemen Keperawanan.
http://www.academia.edu/4750548/Manajemen Keperawatan By Ratiza S.Kep. Diakses
pada tanggal 30 September 2014.
Windy Rakhmawati. (2009), Pengawasan dan Pengendalian dalam PelayananKeperawatan
http://pustaka.unpad.ac.idwpcontentuploads201003pengawasan dan pengendalian dlm
pelayanan keperawatan.pdf. Di akses pada tanggal 29 September 2014

16

Anda mungkin juga menyukai