Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

METODE PENINGKATAN MUTU PELAYANAN KEBIDANAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Mutu Pelayanan Kebidanan dan
Kebijakan Kesehatan
Dosen Pengampu: Agustin Setianingsih, S.SiT, M.Kes

Disusun Oleh:
1. Satya Romadhyaningrum P1337424416008
2. Wardha Fatimah Tuzzahroh P1337424416014
3. Asma’ Nurbaiti P1337424416018
4. Gusti Husnul Anami P1337424416022
5. Diyah Ayu Puspitasari P1337424416035
6. Rosi Ermina P1337424416038

JURUSAN KEBIDANAN SEMARANG


PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulisan
makalah “Metode Peningkatan Mutu Pelayanan Kebidanan” merupakan salah satu
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Mutu Pelayanan Kebidanan
dan Kebijakan Kesehatan.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ibu Agustin Setianingsih,
S.SiT, M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Mutu Pelayanan Kebidanan
dan Kebijakan Kesehata dan semua pihak yang telah membantu dalam
terselesaikannya makalah ini.
Penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan
maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, Aamiin.

Semarang, September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Prakata.................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................4
A. Memahami Berbagai Metode Peningkatan Mutu Pelayanan Kebidanan.....4
Berdasarkan Konsep PDCA.........................................................................5
B. Strategi Untuk Melakukan Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan..............7
Teknik Observasi.........................................................................................7
Teknik Wawancara......................................................................................10
Teknik Dokumentasi....................................................................................11
BAB III PENUTUP............................................................................................18
A. Simpulan......................................................................................................18
B. Saran.............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mutu merupakan hal yang sangat penting bagi suatu organisasi, baik itu
organisasi non pendidikan maupun organisasi pendidikan. Mutu sendiri
mempunyai berbagai macam pengertian, seperti yang dikemukakan oleh
beberapa ahli berikut: Menurut Juran dalam M. N. Nasution (2001), mutu suatu
produk adalah kecocokkan penggunaan produk (fitness for use) untuk
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Crosby dalam M. N. Nasution
(2001) menyatakan bahwa mutu adalah conformance to requirement, yaitu
sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu produk memiliki
mutu apabila sesuai dengan standar mutu yang telah ditentukan. Standar mutu
meliputi bahan baku, proses produksi dan produk jadi.
Mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan 
kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak menimbulkan kepuasan
pelanggan (pasien/klien) sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan,
serta di pihak lain tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan etika
profesi yang telah ditetapkan.
Kesehatan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan manusia yang
amat penting untuk segera diwujudkan sebagai upaya peningkatan kualitas
hidup dalam masyarakat. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
eonomis (UU RI NO.23 Tahun 1992).
Manusia takkan mungkin bisa bekarya atau bekerja secara optimal jika
ia dalam kondisi yang sedang sakit. Dengan demikian diperlukan upaya yang
lebih memadai bagi peningkatan derajat kesehatan dan pembinaan dan
penyelenggaraan upaya keshatan secara menyeluruh dan terpad melalui
pembangunan kesehatan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 BAB II pada pasal 2
dan tentang kesehatan dijelaskan bahwa: “pembangunan kesehatan

1
diselenggarakan berasaka kemanusiaan yang berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa, manfaat, usaha bersama, dan kekeluargaan, adil dan merata, peri
kehidupan dalam keseimbangan, serta kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauwan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal”.
Mutu pelayanan dapat didefinisikan dalam banyak pengertian Azwar
(2010:46) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah menunjuk
pada tingkat kesenpurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan dan di pihak lain tata cara penyeleggaraannya sesuai kode etik
profesi serta standart yang telah ditetapkan. Mutu pelayanan kebidanan dapat
diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian. Dalam praktiknya
melakukan penilaian tidaklah mudah, karena mutu dalam pelayanan kebidanan
bersifat multidimenional.
Bagi penyelenggara pelayanan, mutu terkait dengan dimensi kesesuaian
pelayanan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta otonomi profesi
sesui dengan kebutuhan klien. Bagi penyandang dana, mutu terkait dengan
dimensi efisiensi pemakaian dana, kewajaran pembiayaan dan kemampuan
menekan beban biaya.
Berkaitan dengan kepuasan, terdapat masalah pokok yang ditemukan
yaitu kepuasan bersifat subjektif. Tingkat orang memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda,. Sekalipun pelayanan kebidanan telah memuaskan klien, tetapi
masalah banyak ditemukan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar profesi
dan kode etik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana metode peningkatan mutu pelayanan kebidanan berdasarkan
konsep PDCA ?
2. Bagaimana metode peningkatan mutu pelayanan kebidanan berdasarkan
pendekatan Quality Assurance?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui metode peningkatan mutu pelayanan kebidanan
berdasarkan konsep PDCA.
2. Untuk mengetahui metode peningkatan mutu pelayanan kebidanan
berdasarkan pendekatan Quality Assurance.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Memahami Berbagai Metode Peningkatan Mutu Pelayanan Kebidanan


Bab ini membahas penilaian mutu pelayanan kebidanan, penilaian
mutu pelayanan kebidanan berdasarkan konsep PDCA dan pendekatan
quality assurance yang perlu Anda ketahui. Uraiannya mencakup tentang
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi, konsep plan, do, chek, and
action (PDCA), serta proses quality assurance dalam pelayanan kesehatan,
mendesain mutu/quality assurance, dan menetapkan batasan-batasan
masalahnya (Hermanto, Dadang. 2010).

Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah


keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan
atas empat kelompok, yaitu: penilaian terhadap masukan, proses, keluaran,
dan dampak. Penilaian mutu pelayanan kebidanan dapat dilakukan dengan
teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi (Hermanto, Dadang. 2010)..

Berdasarkan konsep PDCA dapat juga dilakukan penilaian mutu


pelayanan kebidanan. Plan, do, check, and action (PDCA) mencerminkan
dasar program mutu yang berkelanjutan, yang terdiri dari empat tahapan,
yang satu mengikuti yang lain secara berulang-ulang menuju kearah
tujuan yang telah ditetapkan. Quality assurance pada praktiknya akan
berupa siklus, yakni suatu proses sedemikian rupa jalannya sehingga akan
berulang. Dalam menerapkan quality assurance haruslah dibentuk tim
terlebih dahulu dan tidak dilakukan perorangan (Hermanto, Dadang. 2010).

Setelah mempelajari Bab ini Anda diharapkan dapat menjelaskan


metode peningkatan mutu pelayanan kebidanan, sehingga akan
mempermudah Anda dalam membahas Bab berikutnya. Selanjutnya secara
khusus setelah mempelajari Bab ini Anda diharapkan dapat:

4
1. Menjelaskan tentang penilaian mutu pelayanan kebidanan.
2. Menjelaskan tentang penilaian mutu pelayanan kebidanan berdasarkan
konsep plan, do, chek, and action (PDCA).
3. Menjelaskan tentang pendekatan quality assurance
(Hermanto, Dadang. 2010).
1. Berdasarkan Konsep PDCA
Penilaian adalah suatu proses untuk menentukan nilai atau jumlah
keberhasilan dari pelaksanaan suatu program dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Pada waktu melakukan penilaian haruslah diingat bahwa
penilaian dilakukan pada tahap akhir (summative evaluation) sehingga
perhatian hendaknya lebih ditujukan pada unsur keluaran (output) dari
program menjaga mutu. Dalam hal ini merujuk pada mutu pelayanan
kesehatan yang disenggarakan. Untuk dapat melakukan penilaian sumatif
ini perlu memahami standar serta indikator yang digunakan, yakni
standar dan indikator yang merujuk pada mutu pelayanan kesehatan
(Naomy Marie Taudo,2013).

a. Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan


Penilaian dapat ditemukan pada setiap tahap pelaksanaan
program dan secara umum penilaian dapat dibedakan atas tiga jenis.

b. Penilaian pada tahap awal program, yaitu penilaian yang


dilakukan pada saat merencanakan suatu program (formative
evaluation). Tujuan utamanya adalah untuk meyakinkan bahwa rencana
yang disusun benar-benar telah sesuai dengan masalah yang ditemukan
(dapat menyelesaikan masalah tersebut). Penilaian yang dimaksudkan
untuk mengukur kesesuaian program dengan masalah dan/atau
kebutuhan masyarakat dan disebut dengan studi penjajakan kebutuhan
(need assessment study).
c. Penilaian pada tahap pelaksanaan program, yaitu penilaian pada saat
program sedang dilaksanakan (promotive evaluation). Tujuan utamanya
adalah untuk mengukur apakah program yang sedang dilaksanakan

5
telah sesuai dengan rencana atau tidak, atau apakah terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dapat merugikan pencapaian
tujuan dari program tersebut. Pada umumnya ada dua bentuk penilaian
pada tahap pelaksanaan program yaitu pemantauan (monitoring) dan
penilaian berkala (periodical evaluation).
d. Penilaian pada tahap akhir program, yaitu penilaian yang dilakukan
pada saat program telah selesai dilaksanakan (summative evaluation).
Tujuan utamanya secara umum dapat dibedakan atas dua macam yakni
untuk mengukur keluaran (output) serta untuk mengukur dampak
(impact) yang dihasilkan. Dari kedua macam penilaian akhir ini,
diketahui bahwa penilaian keluaran lebih mudah daripada penilaian
dampak karena pada penilaian dampak diperlukan waktu yang lama.
(Naomy Marie Taudo,2013).
Ruang lingkup penilaian secara sederhana dapat dibedakan atas empat
kelompok sebagai berikut.

a. Penilaian terhadap masukan, yaitu penilaian yang menyangkut


pemanfaatan berbagai sumber daya, baik sumber dana, tenaga, ataupun
sumber sarana.
b. Penilaian terhadap proses, yaitu penilaian yang dititikberatkan pada
pelaksanaan program, apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
atau tidak. Proses yang dimaksud mencakup semua tahap administrasi,
mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program.
c. Penilaian terhadap keluaran, merupakan penilaian terhadap hasil yang
dicapai dari dilaksanakannya suatu program.
d. Penilaian terhadap dampak, yaitu penilaian yang mencakup
pengaruh yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program. (Naomy
Marie Taudo,2013).

Contoh Antenatal Care (ANC)

6
INPUT PROCESS OUTCOME IMPACT

1.Tenaga 1.Anamnesa 1.Terdeteksinya ibu 1.Turunnya


hamil risiko tinggi angka kesakitan
2.Sarana 2.Pemeriksaan fisik
2.Perujukan Pasien 2.Turunnya
3.Dana 3.Diagnosa
angka kematian
3.Kepuasan pasien
4.Dst. 4.Tindakan ibu
4.Pengetahuan,
5.Konseling
sikap dan perilaku

B. Strategi Untuk Melakukan Penilaian Mutu Pelayanan Kebidanan


1. Teknik Observasi
a. Pengertian observasi
Observasi merupakan teknik pengumpulan data untuk menilai dengan
menggunakan indra (tidak hanya dengan mata saja). Mendengarkan,
mencium, mengecap meraba juga termasuk bentuk dari observasi. Instrumen
yang digunakan dalam observasi adalah panduan pengamatan dan lembar
pengamatan.

b. Kelebihan teknik observasi


1. Dapat membandingkan apakah perkataan sesuai dengan tindakan.
2. Peneliti dapat mempelajari subjek yang tidak memberi
kesempatan laporan lisan (verbal).
3. Subjek observasi bebas melakukan kegiatan.
4. Dimungkinkan mengadakan pencatatan secara serempak kepada
sasaran penilaian yang lebih banyak.
c. Kelemahan teknik observasi
1. Tidak selalu memungkinkan untuk mengamati suatu kejadian yang
spontan, harus ada persiapan.
2. Tidak bisa menentukan ukuran kuantitas terhadap variabel yang
ada karena hanya dapat menghitung variabel yang kelihatan.

7
3. Sulit mendapatkan data terutama yang sifatnya rahasia dan
memerlukan waktu yang lama.
4. Apabila sasaran penilaian mengetahui bahwa mereka sedang
diamati, mereka akan dengan sengaja menimbulkan kesan-kesan
yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, jadi sifatnya dibuat-
buat.
5. Subyektifitas dari observer tidak dapat dihindari
d. Penilaian mutu dengan observasi
Penilaian mutu pelayanan kebidanan dengan observasi dapat
dilakukan dengan memantau (monitoring) mutu pelayanan, yaitu
dengan cara melihat data informasi objektif dari sistem informasi yang
ada tentang struktur, proses, dan outcome pelayanan antara lain melalui:

1. Peer Review (tinjauan untuk teman sejawat).


Pengukuran penilaian dilakukan dengan pengamatan untuk teman
sejawat terhadap proses dan hasil pelayanan kesehatan peer review
selanjutnya. Pengukuran ini bisa dilakukan dengan menggunakan
lembar checklist, dimana teman sejawat melakukan pengamatan
langsung terhadap temannya pada satu atau beberapa keterampilan
sesuai dengan checklist.
2. Tinjauan proses.
Mengukur mutu pelayanan dengan cara menelaah apakah
pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan kebutuhan dan
harapan pasien, konsumen, dan pelanggan/masyarakat. Pada
umumnya dengan tinjauan proses dapat diketahui apakah
pelayanan telah efisien dan efektif. Pelayanan telah efisien apabila
pasien tidak datang berulang-ulang, antrian tidak panjang, waktu
tunggu cepat, dan obat tersedia sehingga tidak harus membeli di
luar puskesmas.

8
3. Pelayanan telah efektif, apabila telah berobat pasien sembuh,
tidak mengalami kesakitan dan kecacatan, serta kepatuhan terhadap
standar layanan kesehatan.
e. Instrumen penilaian mutu dengan observasi
1. Daftar tilik (checklist)
Daftar alat berisi nama subyek dan beberapa hal/ciri yang akan
diamati dari sasaran pengamatan. Pengamat dapat memberi tanda
cek (√) pada daftar tersebut yang menunjukkan adanya ciri dari
sasaran pengamatan. Daftar tilik terdiri dari 4 bagian, yaitu: daftar
tilik pengamatan pelayanan, daftar tilik pengetahuan pasien, daftar
tilik pengetahuan petugas,dan daftar tilik sarana esensial. Daftar
tilik hanya dapat menyajikan data kasar saja, hanya mencatat
ada tidaknya suatu gejala. Contoh daftar tilik yang digunakan dalam
menilai misalnya pelayanan antenatal yang meliputi instrumen
penilaian pengetahuan pasien tentang ANC, pengetahuan petugas
tentang ANC, dan pengetahuan petugas tentang sarana untuk
pelayanan ANC.
2. Skala penilaian (rating scale)
Skala ini berupa daftar yang berisi ciri-ciri tingkah laku yang
dicatat secara bertingkat. Rating scale ini dapat merupakan satu alat
pengumpulan data untuk menerangkan, menggolongkan, dan
menilai seseorang atau suatu gejala.
3. Alat-alat mekanik
Alat-alat ini antara lain: alat perekam, alat fotografis, film, tape
recorder, kamera televisi, dan sebagainya. Alat-alat tersebut setiap
saat dapat diputar kembali untuk memungkinkan mengadakan
penilaian secara teliti. Contoh: penilaian terhadap kompetensi
ANC bidan dapat dilakukan dengan merekam menggunakan
video rekaman sehingga jika diperlukan penilaian ulang maka dapat
diputar ulang. (Sriyanti, Cut,2016)

9
2. Teknik Wawancara
a. Pengertian wawancara
Wawancara adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data dimana penilai mendapatkan keterangan secara lisan
dari seorang sasaran penilaian. Data diperoleh langsung dari orang yang
dinilai melalui suatu pertemuan/percakapan. Wawancara sebagai pembantu
utama dari metode observasi. Gejala-gejala sosial yang tidak dapat terlihat
atau diperoleh melalui observasi dapat digali dari wawancara. Jenis
wawancara yang sering digunakan dalam penilaian mutu adalah
wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilaksanakan berdasarkan
pedoman-pedoman berupa panduan penilaian yang telah disiapkan
secara matang sebelumnya.

b. Kelebihan wawancara
1) Flexibility: pewawancara dapat secara luwes mengajukan
pertanyaan sesuai dengan situasi saat itu dan memungkinkan
diberikan penjelasan kepada responden bila pertanyaan kurang
dimengerti.
2) Nonverbal behavior,: pewawancara dapat mengobservasi perilaku
nonverbal, misalnya rasa suka, rasa tidak suka, atau perilaku lainnya
pada saat pertanyaan diajukan dan dijawab oleh responden.
3) Completeness: pewawancara dapat memperoleh jawaban atas
seluruh pertanyaan yang diajukan secara langsung.
4) Time of interview: pewawancara dapat menyusun jadwal wawancara
yang relatif pasti, kapan dan dimana, sehingga data yang diperoleh
tidak keluar dari rancangan yang sudah disusun. Data yang
diperoleh dapat langsung diketahui objektivitasnya karena
dilaksanakan secara tatap muka.
c. Kelemahan wawancara.
1) Proses wawancara membutuhkan biaya dan tenaga yang besar.

10
2) Keberhasilan wawancara sangat tergantung pada kemahiran
pewawancara alam menggali, mencatat, dan menafsirkan setiap
jawaban.
3) Responden sulit menyembunyikan identitas dirinya sehingga
pewawancara bisa dipandang mempunyai potensi yang bisa
mengancam dirinya sehingga jawaban harus diberikan secara ekstra
hati-hati, apalagi jika jawabannya direkam.
d. Penilaian mutu dengan wawancara secara spesifik digunakan pada hal-hal
berikut.
1) Saat tim penjaga mutu melakukan validasi terhadap interpretasi
data yang bertujuan untuk mengatasi masalah mutu pelayanan
kesehatan
2) Menilai alasan yang digunakan untuk melakukan tindakan
3) Menilai kemampuan terhadap perkembangan kasus pada mutu
pelayanan kesehatan.
e. Instrumen penilaian mutu dengan wawancara dapat berupa kuesioner
yaitu daftar pertanyaan yang sudah disusun dengan baik sehingga
pewawancara selama melakukan wawancara dapat menuliskan jawaban
atau tanda pada lembaran tersebut. (Sriyanti, Cut,2016)

3.Teknik Dokumentasi
a. Pengertian dokumentasi
Dokumentasi adalah suatu sistem pencatatan dan pelaporan
informasi tentang kondisi dan perkembangan kesehatan pasien dan
semua kegiatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan.

b. Pembagian dokumen
Dokumen terbagi dua kategori yaitu:

1) Dokumen sumber resmi, merupakan dokumen yang


dibuat/dikeluarkan oleh lembaga atau perorangan atas nama

11
lembaga. Ada dua bentuk yaitu sumber resmi normal dan sumber
resmi informal;
2) Dokumen sumber tidak resmi, merupakan dokumen yang dibuat /
dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Ada dua
bentuk yaitu sumber tak resmi formal dan sumber tak resmi
informal.
c. Penilaian mutu dengan dokumen
Untuk melakukan penilaian mutu agar dapat menemukan
masalah mutu dalam pelayanan kebidanan dapat menggunakan cara di
atas agar dalam pelaksanaannya berjalan dengan baik perlu
dikembangkan atau disusun daftar tilik/cheklist. Checklist adalah
sebuah daftar pekerjaan yang harus dilakukan dalam suatu rangkaian
proses kegiatan untuk meminimalkan kesalahan akibat kelalaian
dalam melakukan pekerjaan. Checklist berupa kolom-kolom yang
memuat daftar pekerjaan dan kolom tempat kita memberi tanda atau
keterangan apakah pekerjaan tersebut sudah dilakukan atau belum
serta keterangan lainnya. (Sriyanti, Cut,2016)

2. Pendekatan Quality Assurance (Definisi, fungsi dan macam-macam)


a. Falsafah Mutu
Mutu (quality) dapat didefinisikan sebagai keseluruhan
karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan kemampuan dalam
memuaskan kebutuhan konsumen, baik kebutuhan yang dinyatakan
maupun kebutuhan yang tersirat. Perbaikan mutu merupakan upaya
transformasi budaya kerja organisasi melalui pengalaman belajar
sehingga merubah cara berpikir setiap orang yang terlibat dalam
organisasi dan cara organisasi dikelola, sehingga berubah ke arah yang
lebih baik. (Sultina, Sarita. 2012)

12
b. Pengertian Jaminan Mutu (Quality Assurance (QA))
Jaminan Mutu (QA) adalah suatu proses yang dilaksanakan secara
berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu untuk; Menetapkan
masalah dan penyebabnya berdasarkan standar yang telah ditetapkan,
menetapkan upaya penyelesaian masalah dan melaksanakan sesuai
kemampuan menilai pencapaian hasil dengan menggunakan indikator
yang ditetapkan, menetapkan dan menyusun tindak lanjut untuk
meningkatkan mutu pelayanan. Walaupun mutu tidak selalu dapat
dijamin tetapi dapat diukur. Jika bisa diukur, berarti bisa ditingkatkan
dan dapat disempurnakan. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengidentifikasi indikator kunci mutu dalam pelayanan, memonitor
indikator tersebut dan mengukur mutu hasilnya. Salah satu faktor yang
perlu diperhatikan adalah mengidentifikasi proses–proses kunci yang
mengarah pada hasil tersebut (outcome). Dengan berfokus pada upaya
peningkatan proses, tingkat mutu dari hasil yang dicapai akan meningkat.
Jadi, upaya pendekatan yang dilakukan diawali dari jaminan mutu (QA),
mengarah pada peningkatan mutu yang proaktif (QI). (Sultina, Sarita.
2012)

c. Tujuan dan Manfaat ( Kegunaan QA )


1) Dapat lebih meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.
Peningkatan efektifitas yang dimaksud di sini erat hubungannya
dengan dapat diselesaikannya masalah yang tepat dengan cara
penyelesaian masalah yang benar. Karena dengan diselenggarakannya
program menjaga mutu dapat diharapkan pemilihan masalah telah
dilakukan secara tepat serta pemilihan dan pelaksanaan cara
penyelesaian masalah telah dilakukan secara benar.
2) Dapat lebih meningkatkan efesiensi pelayanan kesehatan.
Peningkatan efesiensi yang dimaksudkan disini erat hubungannya
dengan dapat dicegahnya penyelenggaraan pelayanan yang berlebihan
atau yang dibawah standar. Biaya tambahan karena pelayanan yang

13
berlebihan atau karena harus mengatasi berbagai efek samping karena
pelayanan yang dibawah standar akan dapat dicegah.
3) Dapat lebih meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan. Apabila
peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan, pada gilirannya pasti
akan berperan besar dalam turut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat secara keseluruhan.
4) Dapat melindungi pelaksana pelayanan kesehatan dari kemungkinan
munculnya gugatan hukum.
Pada saat ini sebagai akibat makin baiknya tingkat pendidikan dan
keadaan sosial ekonomi masyarakat serta diberlakukannya berbagai
kebijakan perlindungan publik, tampak kesadaran hukum masyarakat
makin meningkat pula. Untuk melindungi kemungkinan munculnya
gugatan hukum dari masyarakat yang tidak puas terhadap pelayanan
kesehatan, tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan kecuali
berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang terjamin
mutunya. Dalam kaitan itu peranan program menjaga mutu jelas amat
penting, karena apabila program menjaga mutu dapat dilaksanakan
dapatlah diharapkan terselenggaranya pelayanan kesehatan yang
bermutu, yang akan berdampak pada peningkatan kepuasan para
pemakai jasa pelayanan kesehatan.
(Sultina, Sarita. 2012)
d. Jenis QA (Jaminan Mutu)
Program menjaga mutu prospektif (yang diselenggarakan sebelum
pelayanan kesehatan) Adalah program menjaga mutu yang
diselenggarakan sebelum pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini perhatian
utama lebih ditunjukkan pada standar masukan dan standar lingkungan
yaitu pemantauan dan penilaian terhadap tenaga pelaksana, dana, sarana,

14
di samping terhadap kebijakan, organisasi, dan manajemen institusi
kesehatan. Prinsip pokok program menjaga mutu prospektif sering
dimanfaatkan dan tercantum dalam banyak peraturan perundang-
undangan, di antaranya : Standardisasi (Standardization),perizinan
(Licensure), Sertifikasi (Certification), akreditasi (Accreditation). Prinsip-
prinsip pokok program menjaga mutu. (Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya,
MPH. 2012)
1) Standarisasi
Standar adalah keadaan ideal atau tingkat pencapaian tertinggi dan
sempurna yang dipergunakan sebagai batas penerimaan minimal, atau
disebut pula sebagai kisaran variasi yang masih dapat diterima (Clinical
Practice Guideline, 1990).
2) Lisensi (Perizinan)
Standarisasi perlu diikuti dengan perizinan untuk mencegah pelayanan
yang tidak bermutu. Izin menyelenggarakan pelayanan kesehatan hanya
diberikan kepada institusi kesehatan yang telah memenuhi standar yang
telah ditetapkan. (Clinical Practice Guideline, 1990).
3) Sertifikasi
Sertifikasi adalah tindak lanjut dari perizinan, yakni memberikan
sertifikat (pengakuan) kepada institusi kesehatan yang benar-benar telah
dan atau tetap memenuhi persyaratan. Ditinjau serta diberikan secara
berkala. (Clinical Practice Guideline, 1990).
4) Akreditasi
Akreditasi adalah bentuk lain dari sertifikasi yang nilainya dipandang
lebih tinggi. Dilakukan secara bertingkat, yakni sesuai dengan
kemampuan institusi kesehatan. Ditinjau serta diberikan secara berkala.
(Clinical Practice Guideline, 1990).

e. Program menjaga mutu konkruen


Yang dimaksud dengan Program menjaga mutu konkuren adalah
yang diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan. Pada

15
bentuk ini perhatian utama lebih ditujukan pada standar proses, yakni
memantau dan menilai tindakan medis, keperawatan dan non medis yang
dilakukan.

1) Diselenggarakan bersamaan dengan pelayanan kesehatan


2) Perhatian utama pada standar proses, memantau dan menilai tindakan
medis dan non medis yg dilakukan. Apabila kedua tindakan tersebut
tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka berarti
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan kurang bermutu.
Proram menjaga mutu ini paling sulit dilaksanakan, hal ini antara
lain disebabkan karena ada faktor tenggang rasa antara sesama teman
sejawat yang dinilai. (Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya, MPH. 2012)
f. Program menjaga mutu retrospektif
Yang dimaksud dengan program menjaga mutu restrospektif adalah
yang diselenggarakan setelah pelayanan kesehatan. Pada bentuk ini
perhatian utama lebih ditujukan pada standar keluaran, yakni memantau
dan menilai penampilan pelayanan kesehatan, maka obyek yang dipantau
dan dinilai bersifat tidak langsung, dapat berupa hasil kerja pelaksana
pelayanan .atau berupa pandangan pemakai jasa kesehatan. Contoh
program menjaga mutu retrospektif adalah : Record review, tissue review,
survei klien dan lain-lain. (Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya, MPH. 2012)
1) Review Rekam Medis
Penampilan pelayanan dinilai dari rekam medis yang digunakan pada
pelayanan kesehatan. Semua catatan yang ada dalam rekam medis
dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan.

2) Review Jaringan
Penampilan pelayanan kesehatan yang dinilai adalah dari jaringan yang
diangkat pada tindakan pembedahan. Misalnya tindakan apendiktomi,
jika gambaran patologi anatomi dari jaringan yang diangkat sesuai
degan diagnosa yang ditegakkan, maka mutu pelayanannya baik.

3) Survei Klien

16
Penampilan pelayanan dinilai dari pandangan pemakai jasa.

(Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya, MPH. 2012)

g. Program menjaga mutu Internal


1) Program Menjaga Mutu dilaksanakan oleh suatu organisasi yang
dibentuk di dalam institusi kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Sebaiknya keanggotaan organisasi pelaksana
program menjaga mutu adalah mereka yang meyelenggarakan
pelayanan kesehatan (dapat semuanya atau hanya perwakilan).
2) Pembentukan organisasi sebaiknya pada setiap unit organisasi yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan.
(Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya, MPH. 2012)
h. Program menjaga mutu Eksternal
Dilaksanakan oleh suatu organisasi khusus yang dibentuk di luar
institusi pelayanan kesehatan merupakan pelengkap program menjaga
mutu internal, yang perannya lebih banyak bersifat lembaga pembanding
(Apabila terdapat perselisihan pendapat tentang hasil penilaian mutu
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh program menjaga mutu
internal). Jika dibandingkan antara program menjaga mutu internal dengan
program menjaga mutu eksternal maka program menjaga mutu internal
yang lebih baik, karena program menjaga mutu akan lebih mudah tercapai
(penyelenggaranya terlibat langsung). Juga untuk dapat menyelenggarakan
program menjaga mutu eksternal dibutuhkan sumber daya yang tidak
sedikit (dalam banyak hal sulit dipenuhi). (Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya,
MPH. 2012)

17
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kesimpulan
Mutu pelayanan kesehatan adalah tingkat kesempurnaan pelayanan 
kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak menimbulkan kepuasan
pelanggan (pasien/klien) sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata pelanggan,
serta di pihak lain tatacara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan
etika profesi yang telah ditetapkan. Bab ini membahas penilaian mutu
pelayanan kebidanan, penilaian mutu pelayanan kebidanan berdasarkan
konsep PDCA dan pendekatan quality assurance.
Berdasarkan konsep PDCA dapat juga dilakukan penilaian mutu
pelayanan kebidanan. Plan, do, check, and action (PDCA) mencerminkan
dasar program mutu yang berkelanjutan, yang terdiri dari empat tahapan,
yang satu mengikuti yang lain secara berulang-ulang menuju kearah
tujuan yang telah ditetapkan. Quality assurance pada praktiknya akan berupa
siklus, yakni suatu proses sedemikian rupa jalannya sehingga akan berulang.

B. Saran
Untuk lebih memberikan kepuasan kepada konsumen maka mutu
pelayanan kesehatan di indonesia harus lebih ditingkatkn, untuk mencapai
masyarakat yang sehat dan terbebas dari berbagai macam penyakit. Sebagai
seorang Bidan sangat ditekankan akan mutu pelayanan yang maksimal.
Tuntutan seorang bidan sangatlah berat dan berisiko tinggi terutama pada ibu
dan anak. Maka dari itu seorang bidan wajib menjalankan tugas sesuai
prosedur yang sudah ditentukan baik itu, penyuluhan dan lainnya sesuai
profesi kebidanan

18
DAFTAR PUSTAKA

Hermanto, Dadang. 2010. Pengaruh Persepsi Mutu Pelayanan Kebidanan


Terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kebidanan Di Rsud Dr. H.
Soemarno Sosroatmodjo Bulungan Kalimantan Timur. Tesis . Program
Pasca Sarjana.Universitas Dipenogoro. Semarang.

Hj. Nurmawati, S.Si.T, M.Kes. 2010. Mutu Pelayanan Kebidanan. Trans Info
Media: Jakarta.

Jenny J.S Sondakh, Marjati, Tatarini Ika Pipitcahyani. 2013. Mutu Pelayanan
Kesehatan dan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.

Naomy Marie Taudo. 2013. Mutu Pelayanan Kebidanan dan Kebijakan


Kesehatan. Jakarta : In Media.

Prof. dr. A.A. Gde Muniojaya, MPH. 2012. Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan. Jakarta : EGC.

Sriyanti, Cut. (2016) Mutu Layanan Kebidanan & Kebijakan Kesehatan.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sultina, Sarita. 2012. Kesehatan Masyarakat. Kendari: Poltekkes Kemenkes


Kendari.

19

Anda mungkin juga menyukai