Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH LK 1

KONSEP DASAR DAN TEORI MANAJEMEN MUTU

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Manajemen Mutu dan Keselamatan Pasien

OLEH:
AULIANA TESA (2221312009)
YULYAN SHARI (2221312015)

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat,

hidayah serta kemudahan yang berlimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

makalah Manajemen Mutu dengan judul “KONSEP DASAR DAN TEORI

MANAJEMEN MUTU”. Salawat Kepada Rahmatan lil’alamin, Rasulullah SAW yang

telah membawa kita menuju alam yang penuh pengetahuan. Semoga Rahmat selalu

tercurah buat beliau, keluarga dan seluruh pengikutnya.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada pembimbing Ibu

Dr. Yulastri Arif, M.Kep yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan

makalah ini. Serta terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan

makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Untuk itu

penulis membutuhkan kritikan dan saran yang membangun demi penyempurnaan

makalah penulis kedepannya. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi kita

semua. Atas semua perhatian pembaca, penulis ucapkan terimakasih.

Padang, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar belakang...............................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
TINJAUAN TEORITIS...........................................................................................3
A. Konsep Manajemen Mutu.............................................................................3
B. Culture of Safety and Blame Manajemen Mutu............................................8
1. Culture of Safety........................................................................................8
2. Culture of Blame.....................................................................................11
C. Bedah Buku Manajemen Mutu……………………………………………..12
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP..............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Mutu pelayanan kesehatan saat ini sudah sangat sering dibicarakan, baik

dari pihak penyedia jasa pelayanan kesehatan itu sendiri, maupun dari pihak

masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan kesehatan. Menurut Pohan (2012)

pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan telah menjadi suatu kiat yang sistemik

serta terus menerus dievaluasi dan disempurnakan sebagai salah satu perangkat

yang sangat berguna bagi mereka yang mengelola dan merencanakan layanan

kesehatan. Pendekatan itu juga merupakan bagian dari keterampilan yang sangat

mendasar bagi setiap pemberi (provider) layanan kesehatan yang secara langsung

melayani pasien. Mutu pelayanan tidak terlepas dari satu profesi saling

keterkaitan,tergantung pada mutu pelayanan medis dan mutu pelayanan

keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Pelayanan keperawatan yang baik didasarkan pada kualitas tindakan

profesional perawat. Menurut Puspitarini (2008) mutu pelayanan keperawatan

adalah pelayanan kepada pasien yang berdasarkan standar keahlian untuk

memenuhi kebutuhan dan keinginan pasien, sehingga pasien dapat menghasilkan

keunggulan kompetitif melalui pelayanan yang berkualitas, efesien, inovatif dan

menghasilkan customer responsiveness. Mutu pelayanan keperawatan sebagai

indikator kualitas pelayanan kesehatan menjadi salah satu faktor penentu citra

institusi pelayanan kesehatan di masyarakat.

iv
Penilaian mutu pelayanan dan asuhan keperawatan perlu dilakukan guna

untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan rumah sakit. Oleh sebab itu perlu

diketahui bagaimana konsep manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam makalah

ini adalah “Bagaimana konsep,teori Culture of Safety & Blame manajemen mutu?”

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui konsep , teori Culture of Safety & Blame manajemen mutu.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui konsep manajemen mutu.

b. Untuk mengetahui konsep Culture of Safety & Blame

c. Untuk membedah buku Manajemen Mutu Terpadu

v
d. BAB II

KERANGKA TEORI

A. Konsep Manajemen Mutu

1. Definisi Manajemen Mutu

Manajemen mutu dalam kesehatan mengacu pada administrasi desain

sistem, kebijakan, dan proses yang meminimalkan sakit jika tidak

menghilangkan, sambil mengoptimalkan hasil perawatan pada pasien

(Dodwad, 2013). Tujuan manajemen mutu adalah untuk memastikan bahwa

produk, layanan, atau organisasi tertentu secara konsisten akan memenuhi

tujuan yang dimaksudkan. Untuk mencapai ini, ada pengumpulan data yang

konstan dan perubahan dalam proses untuk menciptakan produk atau layanan

yang optimal yang memenuhi niatnya dan memuaskan konsumen.

Sistem manajemen mutu (SMM) adalah alat yang digunakan untuk

menerapkan manajemen mutu dan mengatur, menstandarisasi, dan

meningkatkan kegiatan yang melibatkan produk atau layanan yang ditujukan

untuk pelanggan (Betlloch, 2015). Tujuan utama manajemen mutu adalah untuk

mencapai perawatan tingkat tinggi yang konsisten dengan morbiditas,

mortalitas, penyakit, ketidaknyamanan, dan kepuasan pasien yang minimal saat

memenuhi atau melampaui keenam domain Institude of Medicine (aman,

efektif, berpusat pada pasien, tepat waktu, efisien, dan perawatan yang adil)

(Seelbach, 2022).

vi
Menurut Feigenbaum (1961), kualitas tidak berarti “terbaik” tetapi

“terbaik untuk penggunaan pelanggan dan harga jual”. Sedangkan Crosby

(1984) memandang bahwa kualitas harus didefinisikan sebagai kesesuaian

dengan persyaratan. Menurut Juran (1988) kualitas adalah "kesesuaian untuk

digunakan", bahwa suatu produk atau layanan harus diproduksi dengan

mempertimbangkan kebutuhan pelanggan. Lebih lanjut, Deming (1993)

menyatakan bahwa kualitas berarti tingkat keseragaman yang dapat diprediksi,

dapat diandalkan dengan biaya rendah dan sesuai dengan pasar.

Sejalan dengan (Sousa & Voss, 2002) juga menyoroti bahwa manajemen

mutu adalah filosofi manajerial atau pendekatan yang terdiri dari seperangkat

prinsip yang saling memperkuat, yang masing-masing didukung oleh

serangkaian praktik, alat, dan teknik untuk efektivitas dan efisiensi sehubungan

dengan sistem dan kinerjanya. Secara umum, tampak bahwa ada kesepakatan

tentang definisi kualitas dan arti manajemen mutu meskipun penulis yang

berbeda menggunakan terminologi yang berbeda.

2. Rasional Manajemen Mutu

Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan Menurut Robert dan Prevost (1987)

perbedaan dimensi tersebut adalah:

a. Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas

dalam memenuhi kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi antara petugas

dengan pasien, keprihatinan serta keramah-tamahan petugas dalam melayani

pasien, atau kesembuhan penyakit yang sedang diderita oleh pasien.

vii
b. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan

yang diselenggarakan dengan ilmu dan teknologi kesehatan, standar dan

etika profesi, dan adanya otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.

c. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efesiensi pemakaian

sumber dana, kewajaran pembiayaan, atau kemampuan dari pelayanan

kesehatan mengurangi kerugian.

Pengukuran Mutu Pelayanan Menurut Donabedian, mutu pelayanan

dapat diukur dengan menggunakan tiga variabel, yaitu input, proses, dan

output/outcome.

a. Input adalah segala sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan

kegiatan seperti tenaga, dana, obat, fasilitas peralatan, teknologi, organisasi,

dan informasi.

b. Proses adalah interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan

konsumen (pasien dan masyarakat). Setiap tindakan medis/keperawatan

harus selalu mempertimbangkan nilai yang dianut pada diri pasien. Program

keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien dan

meningkatkan mutu pelayanan. Interaksi profesional selalu memperhatikan

asas etika terhadap pasien, yaitu:

viii
1) berbuat hal hal yang baik (beneficence) terhadap manusia khususnya

pasien, staf klinis dan nonklinis, masyarakat dan pelanggan secara

umum;

2) tidak menimbulkan kerugian (nonmaleficence) terhadap manusia;

3) menghormati manusia (respect for persons) menghormati hak otonomi,

martabat, kerahasiaan, berlaku jujur, terbuka, empati;

4) berlaku adil (justice) dalam memberikan layanan.

c. Output/outcome adalah hasil pelayanan kesehatan atau pelayanan

keperawatan, yaitu berupa perubahan yang terjadi pada konsumen termasuk

kepuasan dari konsumen. Tanpa mengukur hasil kinerja rumah

sakit/keperawatan tidak dapat diketahui apakah input dan proses yang baik

telah menghasilkan output yang baik pula.

Strategi peningkatan mutu :

a. Mengembangkan akreditasi dalam meningkatkan mutu rumah sakit

b. ISO 9001:2000 yaitu suatu standar internasional untuk sistem manajemen

kualitas yang bertujuan menjamin kesesuaian proses pelayanan terhadap

kebutuhan persyaratan yang dispesifikasikan oleh pelanggan dan rumah

sakit.

c. Memperbarui keilmuan untuk menjamin bahwa tindakan medis/keperawatan

yang dilakukan telah didukung oleh bukti ilmiah yang mutakhir.

d. Good corporate governance yang mengatur aspek institusional dan aspek

bisnis dalam penyelenggaraan sarana pelayanan kesehatan dengan

ix
memperhatikan transparansi dan akuntabilitas sehingga tercapai manajemen

yang efisien dan efektif.

e. Clinical governance merupakan bagian dari corporate governance, yaitu

sebuah kerangka kerja organisasi pelayanan kesehatan yang bertanggung

jawab atas peningkatan mutu secara berkesinambungan.

f. Membangun aliansi strategis dengan rumah sakit lain baik di dalam atau luar

negeri, kerja sama tim yang baik.

g. Melakukan evaluasi terhadap strategi pembiayaan, sehingga tarif pelayanan

bisa bersaing.

3. Implikasi Pada Administrasi Keperawatan

Selama beberapa dekade terakhir, masalah mengenai kualitas perawatan

kesehatan telah meningkat pesat di banyak negara berpenghasilan rendah dan

menengah. Penyedia layanan kesehatan dan manajer menyadari pentingnya hasil

pasien yang sukses dan hemat biaya. Bukti telah menunjukkan bahwa semua

proses dan kegiatan yang diperlukan untuk memberikan layanan kesehatan perlu

dikendalikan menggunakan sistem manajemen kualitas total (TQM) (Groene,

2016). Sistem ini mencakup serangkaian praktik yang saling berinteraksi yang

bertujuan untuk memantau, menilai, dan meningkatkan kualitas perawatan, di

mana pemberian perawatan ini harus berpusat pada pasien (Wagner, 2014).

Australian Commission on Safety and Quality in Health Care (2012)

mengatakan eberpusatan pada pasien menyiratkan bahwa semua pihak yang

terlibat dalam pemberian perawatan kesehatan perlu mempertimbangkan

x
kebutuhan, preferensi, dan harapan pasien, sambil memastikan bahwa nilai-nilai

pasien memandu semua keputusan klinis. Menawarkan perawatan dengan cara

yang lebih berpusat pada pasien pada akhirnya dapat berkontribusi pada pasien

yang puas dan loyal, pemberian perawatan yang lebih baik, dan hasil klinis yang

lebih baik (Greenfield, 2008).

Dalam penelitian Hijazi (2018) yang menguji dampak penerapan

manajemen mutu (QM) dalam praktik berpusat pada pasien studi ini secara

keseluruhan menggambarkan bahwa visibilitas manajemen puncak, keterlibatan,

perhatian untuk mempertahankan QI, dan kemampuan untuk mendorong

perubahan budaya yang berkaitan dengan kualitas perawatan pasien penting

dalam menciptakan nilai tambah bagi pasien. Penelitian yang relevan telah

menunjukkan bahwa staf administrasi dan manajer paling berpengetahuan dan

sangat terlibat dalam meningkatkan manajemen mutu.

B. Teori Manajemen Mutu Culture of Safety & Blame

1. Culture of Safety
ANA mendefenisikan Culture of Safety sebagai sesuatu inti dari nilai dan
perilaku yang dihasilkan dari kumpulan dan komitmen yang didukung oleh
pemimpin organisasi, manager, dan pegawai menekankan keselamatan atas
tujuan untuk bersaing (ANA, 2016). Culture safety juga dapat diartikan
sebagai hasil dari pokok asumsi atau tujuan inti dari sebuah organisasi
(Meaney, 2000).
Atribut budaya keselamatan yang positif meliputi (ANA, 2016):
a. keterbukaan dan saling percaya ketika membahas masalah keamanan dan
solusi tanpa menyalahkan individu
b. marshaling dari sumber daya yang tepat, seperti staffing- keterampilan-
mix level

xi
c. lingkungan belajar di mana para profesional kesehatan belajar dari
kesalahan dan secara proaktif mendeteksi kelemahan sistemik
d. transparansi dan akuntabilitas

Organisasi dengan budaya keselamatan yang positif memiliki


karakteristik yaitu dengan adanya komunikasi menemukan kepercayaan
bersama- sama, berbagi persepsi tentang pentingnya keselamatan, dan
dengan kepercayaan merupakan tindakan pencegaham yang efisiensi
(Meaney, 2000).
Budaya keselamatan pasien terdiri dari beberapa elemen. Elemen
pada budaya keselamatan pasien antara lain:
a. Budaya terbuka (open)
b. Adil (just)
c. Pelaporan (reporting)
d. Pembelajaran (learning)
e. Penginformasian (informed)
Budaya keselamatan pasien merupakan hal yang penting. Budaya
keselamatan pasien akan menurunkan adverse event (AE) sehingga
akuntabilitas rumah sakit di mata pasien dan masyarakat akan meningkat.
Budaya keselamatan pasien membantu organisasi mengembangkan clinical
governance, organisasi dapat lebih menyadari kesalahan yang telah terjadi,
menganalisis dan mencegah bahaya atau kesalahan yang akan terjadi,
mengurangi komplikasi pasien, kesalahan berulang serta sumber daya yang
diperlukan untuk mengatasi keluhan dan tuntutan.
Adapun proses terbentuknya budaya keselamatan kerja sebagai (Yusri,
2011):
1. Personal values atau nilai – nilai individu melahirkan sikap mental
2. Sikap mental melahirkan tindakan kerja
3. Tindakan yang berulang – ulang melahirkan kebiasaan kerja
4. Kebiasaan keja mendarah daging melahirkan tabiat kerja
5. Tabiat yang dimiliki sebagian besar karyawan melahirkan budaya kerja

xii
6. Budaya kerja dalam organisasi disebut budaya organisasi
7. Budaya organisasi yang memberikan prioritas tinggi terhadap
keselamatan disebut dengan budaya keselamatan.
Menurut James Reason (1998) dalam (Yusri, 2011) safety culture
berfungsi antara lain:
1. Meminimalkan kemungkinan kecelakaan akibat kesalahan yang
dilakukan individu
2. Meningkatkan kesadaran akan bahaya melakukan kesalahan
3. Mendorong pekerja untuk menjalani setiap prosedur dalam semua tahap
pekerjaan
4. Mendorong pekerja untuk melaporkan kesalahan/kekurangan sekecil
apapun yang terjadi untuk menghidari terjadinya kecelakaan.
Salah satu cara mengerti tentang budaya keselamatan organisasi
adalah dengan mengetahui Karakteristik budaya keselamatan sebagai
strategi untuk mengukur, mengidentifikasi dan menumbuh-kembangkan
budaya keselamatan yang mencakup sikap dan perilaku yang terstruktur.
Karakteristik budaya keselamatan juga dapat ditafsirkan sebagai serangkaian
proses berinteraksi dari setiap individu yang terlibat memberikan kontribusi
untuk mencapai kinerja keselamatan yang tinggi.

Berdasarkan PERKA BATAN Nomor 200/KA/X/2012 Budaya


keselamatan terdiri dari 5 (lima) karakteristik seperti pada Gambar 2, dan
diuraikan menjadi 37 atribut budaya keselamatan dan indikator. Pada diklat
ini dibatasi pada Karakteristik budaya keselamatan saja.

xiii
Gambar 2. Lima Karakteristik Budaya Keselamatan

2. Culture of blame

Culture of Blame adalah suatu norma atau perilaku dalam organisasi


yang memiliki karakteristik ketidakmauan mengambil resiko atau menerima
tanggung jawab untuk kesalahan karena takut di kritik atau diperingatkan oleh
manajemen. Budaya ini memperkuat ketidakpercayaan dan ketakutan dan
menyalah kan orang lain untuk menghindari teguran dengan hasil tidak ada ide
baru atau inisiatif personal karena orang tidak ingin untuk resiko disalahkan
(Brown & Hicks, 2009). Culture of blame memiliki sikap diam sebagai respons
utama dalam organisasi di perawatan kesehatan untuk masalah kinerja, resiko
celaka, atau penyimpangan lain dari praktik yang diinginkan, khususnya ketika
aktor yang bertanggung jawab atas kesalahan berasal dari status tinggi
kelompok profesional (Detert & Edmondson, 2007; Nembhard & Edmondson,
2006; Ramanujam & Rousseau, 2006; Tangirala & Ramanujam, 2008)

Budaya menyalahkan adalah seperangkat norma dan sikap dalam suatu


organisasi yang ditandai dengan keengganan untuk mengambil risiko atau
menerima tanggung jawab atas kesalahan karena takut akan kritik atau teguran
manajemen. Budaya ini memupuk ketidakpercayaan dan ketakutan, dan orang
saling menyalahkan untuk menghindari teguran atau hukuman, sehingga tidak

xiv
ada ide baru atau inisiatif pribadi karena orang tidak mau mengambil risiko
salah. Perlu dicatat di sini bahwa organisasi tidak sengaja memilih budaya
menyalahkan, melainkan budaya seperti itu berkembang dari gaya manajemen
birokrasi yang sangat berorientasi pada aturan, didorong oleh kepatuhan, dan
berfokus pada menugaskan kesalahan atau pertanggungjawaban kepada
individu bahkan untuk kegagalan tingkat sistem.

Ada beberapa hal yang lebih melemahkan semangat daripada budaya


menyalahkan. Ini memaksa orang untuk melindungi diri mereka sendiri dengan
dokumen yang tidak perlu, menjilat, atau mengalihkan kesalahan, mengalihkan
perhatian dari perawatan pasien dan menghambat perbaikan berkelanjutan.
Sedangkan individu yang biasanya pandai "politik kantor" berkembang dalam
budaya seperti itu, individu yang jujur dan pekerja keras merasa tidak berdaya
dan frustrasi.

C. BEDAH BUKU “MANAJEMEN MUTU TERPADU”


1. Tampilan
a. Desain Buku dan Cover Buku
Setelah kami mengamati buku ini yang berjudul Manajemen Mutu
Terpadu, desain bukunya terlihat sangat sederhana dengan cover berwarna
ungu dan biru. Meskipun tampilan buku terlihat sederhana tetapi menurut
kami buku ini sangat menarik untuk dibaca karena buku ini menjelaskan
secara baik tentang Manajemen Mutu Terpadu. Buku ini diterbitkan
Rineka Cipta. Karena ukurannya yang lebih kecil dapat memudahkan kita
untuk membawanya kemanapun, sehingga kita dapat membacanya dalam
waktu-waktu luang disela-sela pekerjaan kita.
Cover buku ini terkesan sangat sederhana akan tetapi sangat menarik,
kami mengatakan sederhana karena hanya menampilkan gambar abstrak
sehingga nampak seperti sebuah lukisan. Tulisan judul buku yang
berwarna putih nampak sangat jelas dalam bentuk tulisan timbul begitupun
dengan foto pada cover buku.

xv
b. Layout Buku
Ketepatan Layout buku biasanya dinilai dari tata letak dari elemen-
elemen yang ada dalam buku. Adapun layout pada buku ini menurut kami
sudah tepat dan bagus. Dengan font size seperti itu sudah sesuai dengan
ukuran buku yang cukup kecil dan lebih penting lagi isi buku dapat
terbaca dengan jelas. Sedangkan untuk penempatan tata letak gambar atau
foto, penempatan info singkat menurut kami sudah baik dan jelas.
c. Ukuran Buku
Buku yang kami bedah dengan judul Manajemen Mutu Terpadu
(Suatu Pengantar) yang diterbitkan oleh KPG dan Tempo Publishing
berukuran 15,5x10,5 cm dan ketebalan 1,3 cm yang terdiri dari 293
halaman belum termasuk sampul.
d. Jenis Kertas
Jenis kertas yang digunakan dalam buku ini yaitu jenis bookpeper
atau sering juga disebut storenso, dimana jenis kertas seperti itu sering
digunakan pada buku novel dan buku pengetahuan lainnya. Jenis kertas
ini hampir sama dengan kertas HVS perbedaan yang mencolok hanya
terletak pada warnanya dimana pada kertas HVS berwarna putih
sedangkan untuk jenis bookpeper berwarna cream dengan ketebalan
standar.
2. Isi Buku
a. Redaksional atau Tata Bahasa
Untuk penilaian redaksional atau tata bahasa dalam buku yang harus
diperhatikan ada beberapa hal, yaitu pemakaian huruf, penulisan huruf,
penulisan kata dan penggunaan tanda baca atau pungtuasi. Semua itu sudah
cukup baik penggunaannya di dalam buku yang kami bedah
b. .Gaya Penulisan
Untuk menilai gaya penulisan sebuah buku yang perlu diperhatikan yaitu,
jernih dan komunikatif, sesuai nalar dan logika atau saling berkaitan, serta
akurasi atau kebenaranya. Hal-hal tersebut sudah diterapkan dengan baik
dalam buku. Buku ini menurut kami sangat komunikatif dan jernih dimana

xvi
semuanya digambarkan secara baik dan jelas, juga sangat logis dan akurat,
sumber disebutkan dengan jelas dan baik.
c. Efektifitas, Efisiensi, dan Ekonomis Penggunaan Kata
1. Efektifitas
Menurut kami buku yang kami bedah dengan judul Manajemen Mutu
Terpadu sudah cukup efektif walaupun masih ada beberapa kesalahan
yang perlu diperbaiki untuk kedepannya. kami mengatakan cukup efektif
karena penulisannya secara umum sudah sesuai EYD, sistematis, tidak
boros dan bertele-tele, serta tidak ambigu atau bisa dikatakan semuanya
digambarkan secara jelas.
2. Efisiensi
Dari segi efisiensi buku ini sangat bermanfaat dijadikan referensi dalam
mendalami terkait Manajemen Mutu Terpadu, karena dalam buku ini
terdapat bahasan yang akan membuat kita lebih memahami tentang
Manajemen Mutu Terpadu. Buku Total Quality Management-Suatu
Pengantar ini terdiri dari 7 Bab. BAB 1 membahas kerangka dasar TQM,
Bab II menguraikan tokoh-tokoh pemikiran Manajemen Mutu, Bab III
memberikan gambaran sepintar tentang manajemen mutu, Bab IV
mengemukakan beberapa aspek-aspek ISO 9000, Bab V menguraikan
Benchmarking, Bab VI membahas mengenai dimensi manusia dalam
mutu, dan Bab VII membahas beberapa aspek gugus kendali mutu.
3. Ekonomis
Buku ini memberikan konstibusi yang luar biasa untuk menambah
pengetahuan kita mengenai TQM. Dimana pada pada buku ini pembaca
akan dapat lebih memahami terkait manajemen mutu, manajemen biaya,
dan pengendalian mutu.
4. Kalimat Mudah dipahami atau Susah Dipahami

Untuk masalah susah mudahnya dipahami, menurut kami tergantung dari


pembaca itu sendiri. Karena sebenarnya kata-kata dalam buku ini tidak
begitu sulit dipahami apabila kita sering membaca buku.

xvii
xviii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kepuasan merupakan satu  kata yang cukup representatif ketika kita

berbicara tentang mutu atau kualitas. Dalam keperawatan biasanya mutu

dapat dilihat dari pelayanan yang diberikan kepada pasien oleh perawat

pasien merasa puas, tanpa adanya keluhan atas pelayanan yang didapat kan.

Setiap orang dapat mengartikan mutu sesuai persepsi masing-masing.

Hal ini dikarenakan mutu belum memiliki arti yang tetap sehingga para pakar

masih mengartikan mutu sesuai persepsi dan bidangnya.

Manajemen mutu sangat di perlukan di dalam keperawatan, organisasi

yang mempunyai  pengendalian mutu yang baik dan teratur kemungkinan

besar tidak akan mengalami hambatan-hambatan dalam mengerjakan

tugasnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

. Baines RJ, Langelaan M, de Bruijne MC, et al. Changes in adverse event rates in
hospitals over time: a longitudinal retrospective patient record review
study. BMJ Qual Saf. 2013; 22(4):290–298.
Australian Commission on Safety and Quality in Health Care (ACSQHC).
Improving quality and safety by focusing care on patients and consumers.
https://www.safetyandquality. gov.au/wp-content/uploads/2012/01/PCCC-
DiscussPaper.pdf. Published 2010.
Crosby, P. B. (1984). Quality without tears: the art of hassle-free management.
New York: United States of America.: McGraw-Hill.
Dahlgaard, J. J., Kristensen, K., & Kanji, G. K. (2002). Fundamentals of Total
Quality Management. Cheltenham: United Kingdom: Nelson Thornes L.
Deming, W. E. (1993). The New Economics For Industry, Government, and
Education. Cambridge: Massachusetts Institute of Technology Center for
Advanced Engineering Study.
Dodwad SS. (2013). Quality management in healthcare. Indian J Public
Health. 2013 Jul-Sep;57(3):138-43. 
Foundation NPS. Free From Harm: Accelerating Patient Safety Improvement
Fifteen Years After “To Err is Human”. Boston, MA: National Patient
Safety Foundation; 2015.
Greenfield D, Braithwaite J. Health sector accreditation research: a systematic
review. Int J Qual Health Care. 2008;20(3):172-183.
Groene O, Kringos D, Sunol R. Seven ways to improve quality and safety in
hospitals: an evidence-based guide. DUQuE collaboration.
http://www.duque.eu/uploads/DUQuE_Seven_
Ways_To_Improve_Quality_And_Safety_2014.pdf. Published 2014.
Hijazi H, Heather L, (2018). The Impact of Applying Quality Management
Practices on Patient Centeredness in Jordanian Public Hospitals: Results of
Predictive Modeling. SAGE Publishing.
Juran, J. M. (1988). Juran’s quality control handbook (4 ed.). New York:
McGraw-H.
Lark M, Kai K. (2019). Patient Safety Movement: History and Future Directions.
J Hand Surg Am. 2018 February ; 43(2): 174–178.
doi:10.1016/j.jhsa.2017.11.006.

20
Powell, C. T. (1995). Total Quality Management as Competitive Advantage: A
Review and Empirical Study. Strategic Management Journal, 16(1), 15-37.
https://doi.org/10.1002/smj.4250160105.
Seelbach CL, Brannan GD. Quality Management. [Updated 2021 Mar 16]. In:
StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557505/.
Tao, F., Cheng, Y., Da Xu, L., Zhang, L., & Li, B. H. (2014). CCIoT-CMfg:
cloud computing and internet of things-based cloud manufacturing service
system. . IEEE Transactions on Industrial Informatics, 10(2), 1435-1442.
https://doi.org/10.1109/TII.2014.2306383.
Tao, F., LaiLi, Y., Xu, L., & Zhang, L. (2013). FC-PACO-RM: a parallel method
for service composition optimal-selection in cloud manufacturing system.
IEEE Transactions on Industrial Informatics, 9(4), 2023-2033.
https://doi.org/10.1109/TII.2012.2232936.
To Err Is Human: Building a Safer Health System. Washington, DC: Institute of
Medicine; 1999. [press release].
Wagner C, Groene O, Thompson C, et al. Development and validation of an index
to assess hospital quality management systems. Int J Qual Health Care.
2014;26(1):16-26.
Asmussen J. & Jensen A. (1974) Mental procedures in real life tasks: a case study
of electronic trouble shooting. Ergonomics 17 (17), 293–307.
Reason J.T. (1990) Human Error. Cambridge University Press, Cambridge.
Reason J.T. (1974) Man in Motion. Weidenfield & Nicholson, London. Reason
J.T. (1997) Managing the Risks of Organisational Accidents. Ashgate,
Aldershot.
Reason J.T. (2000) Human error, models and management. British Medical
Journal 320 (7237), 768–770.
Armitage G. Human error theory: relevance to nurse management. J Nurs Manag.
2009;17(2):193-202. doi:10.1111/j.1365-2834.2009.00970.x
Dekker S. (2006) Field Guide to Human Error. Ashgate Publishing, Aldershot

21

Anda mungkin juga menyukai