Anda di halaman 1dari 82

ANALISIS METODE PENGUMPULAN DATA,POPULASI DAN SAMPEL,

PARTISIPAN BERDASARKAN DESIGN PENELITIAN KUALITATIF


( FENOMENOLOGI, ETNOGRAFI, GROUNDED )

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3 :

1. DEDI PUTRA 2221312001


2. AULIANA TESA 2221312009
3. DUMA PRATIWI PURBA 2221312016
4. NOVESRA DELVIA 2221312022
5. AYU NABILLA AZAARA 2221312028
6. RACHMAD APRILIO 2221312034
7. ALEX CONTESA 2221312040

DOSEN:

Nelwati, S.Kp., M.N., Ph.D

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat,
hidayah, keberkahan serta kemudahan yang berlimpah, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas kelompok “Analisis metode pengumpulan data,populasi dan
sampel, partisipan berdasarkan design penelitian kualitatif (fenomenologi, etnografi,
grounded ) ” Mata Kuliah Riset Kualitatif.
Sholawat beringkan salam marilah kita haturkan Kepada junjungan besar kita
Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita menuju alam yang penuh
pengetahuan serta terang benderang ini. Semoga Rahmat selalu tercurah kepada beliau,
keluarga dan seluruh pengikutnya.

Terima Kasih yang sebesar-besarnya kami ucapkan kepada Nelwati, S.Kp., M.N., Ph.D
sebagai dosen pengajar dalam mata kuliah ini. Terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih memiliki
kekurangan. Untuk itu kami membutuhkan kritikan dan saran yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini kedepannya. Harapan kami semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua. Atas semua perhatian pembaca, kami ucapkan terimakasih.

Padang, Juni 2023

Hormat kami,

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami (to understand) fenomena atau gejala
sosial dengan lebih menitik beratkan pada gambaran yang lengkap tentang fenomena yang
dikaji daripada memerincinya menjadi variabel-variabel yang saling terkait. Harapannya
ialah diperoleh pemahaman yang mendalam tentang fenomena untuk selanjutnya
dihasilkan sebuah teori. Karena tujuannya berbeda dengan penelitian kuantitatif, maka
prosedur perolehan data dan jenis penelitian kualitatif juga berbeda.

Ada delapan jenis penelitian kualitatif, yakni etnografi (ethnography), studi kasus
(case studies), studi dokumen/teks (document studies), observasi alami (natural
observation), wawancara terpusat (focused interviews), fenomenologi (phenomenology),
grounded theory, studi sejarah (historical research).

Fenomenologi, pada awalnya, merupakan kajian filsafat dan sosiologi. Edmund Husserl
sendiri, penggagas utamanya, menginginkan fenomenologi akan melahirkan ilmu
yanglebih bisa bermanfaat bagi kehidupan manusia, setelah sekian lama ilmu pengetahuan
mengalami krisis dan disfungsional. Fenomenologi, kemudian, berkembang sebagai
semacam metode risetyang diterapkan dalam berbagai ilmu sosial, termasukdi dalamnya
komunikasi, sebagai salah satu varian dalampenelitiankualitatifdalampayungparadigma
interpretif.

Etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi
melalui observasi lapangan tertutup dari fonomena sosio kultural (Emzir, 2011). Dapat
disimpulkan bahwa penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta bagaimana aktivitas sosial dan
berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Tujuan dari etnografi adalah untuk
menguraikan budaya tertentu secara holistik yaitu aspek budaya baik spiritual maupun
material.

Groundedtheory model merupakan salah satu pendekatan penelitian kualitatif yang


betujuan untuk menggali proses sosial yang muncul akibat adanya interaksi antar
manusia. Menurut Cresswell(1998) pendekatan ini menekankan pada makna dari
pengalaman seseorang yang menghasilkan suatu teori yang bertujuan untuk memahami
perilaku manusia secara alamiahdengan menggeneralisasi teori tentang fenomena sosial
mapun psikologi (Streubert dan CarpenterdalamSaryono& Anggraini, 2013).

1.2 Tujuan
1.1.1. Mengetahui analisis pengumpulan data, populasi,sampel pada penelitian
kualitatif (fenomenologi)
1.1.2. Mengetahui analisis pengumpulan data, populasi,sampel pada penelitian
kualitatif (Etnografi)
1.1.3. Mengetahui analisis pengumpulan data, populasi,sampel pada penelitian
kualitatif (Groundedtheory)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. METODE PENGAMBILAN DATA FENOMENOLOGIS


Studi fenomenologis mendeskripsikan pemaksaan umum dari sejumlah individu
terhadap berbagai pengalaman hidup mereka terkait dengan konsep atau fenomena.
Para fenomenolog memfokuskan untuk mendeskripsikan apa yang sama/umum dari
semua partisipan ketika mereka mengalami fenomena (misalnya, dukacita yang
dialami secara universal). Tujuan utama dari fenomenologi adalah untuk mereduksi
pengalaman individu pada fenomena menjadi deskripsi tentang esensi atau intisari
universal (“pemahaman tentang sifat yang khas dari sesuatu”).Untuk tujuan ini,
para peneliti kualitatif mengidentifikasi fenomena.Pengalaman manusia ini dapat
berupa fenomena, yang kemudian mengumpulkan data dari individu yang telah
mengalami fenomena tersebut dan mengembangkan deskripsi gabungan tentang
esensi dari pengalaman tersebut bagi semua individu itu. Deskripsi ini terdiri dari
“apa” yang mereka alami dan “bagaimana” mereka mengalaminya.
1. Populasi
Populasi tidak digunakan dalam penelitian kualitatif, tetapi menggunakan
istilah social situation atau situasi sosial yaitu kesinambungan antara tempat (place),
pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Peneliti
dapat mengamati secara mendalam aktivitas (activity) orang-orang (actors) yang
ada pada tempat (place) pada situasi sosial tertentu(Sugiyono, 2008).

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi (Sugiyono, 2008). Teknik
pengambilan sampel pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian
kuantitatif. Pada penelitian kuantitatif jumlah sampel harus dilakukan seleksi
terlebih dahulu secara jelas dan dapat secara teracak maupun terstruktur dengan
jumlah besar. Sedangkan pada penelitian kualitatif tidak membutuhkan jumlah
sampel yang besar(Anggito & Setiawan, 2018).
a) Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat berbentuk wawancara, observasi, dan
dokumentasi(Wahidmurni, 2017).

Metode Penelitian Kuantitatif Penelitian Kualitatif


Wawancara Penelitian survei : Pertanyaan terbuka
utamanya pertanyaan untuk sampel dalam
dengan pilihan jawaban jumlah kecil
singkat, tetap untuk
sampel acak.

Observasi Studi pendahuluan untuk


membuat kerangka Mempelajari dan
kuesioner memahami suatu budaya

Analisis Analisis isi, misalnya


teks/dokumen menghitung bentuk Memahami kategori-
kategori-kategori data. kategori yang dituliskan
para partisipan
Jarang digunakan,
Rekaman audio dan biasanya untuk Memahami struktur
video memeriksa akurasi pembicaraan, ekspresi
rekaman wawancara wajah dan gerakan tubuh

Tabel 2.1 Perbedaan Penggunaan Metode Pengumpulan Data ( Silverman,


2011 dalam (Afiyanti & Rachmawati, 2014).
Endacott (2005) menyatakan ada 4 hal yang perlu dipertimbangkan peneliti
saat melakukan pengumpulan data pada penelitian kualitatif :
1. Level struktur wawancara atau jenis observasi yang dilakukan
2. Urutan kegiatan pengambilan data (mana yang dilakukan pertama,
wawancara atau observasi)
3. Jumlah partisipan (individu atau kelompok)
4. Lokasi pengambilan data (di wilayah autoritas partisipan seperti tempat
tinggal partisipan, atau di wilayah autoritas peneliti seperti ruang/tempat
yang telah disediakan peneliti) (Afiyanti & Rachmawati, 2014).

Sesuai dengan tujuan penelitian fenomenologi dalam Ilmu Keperawatan ialah


mencari atau menemukan makna dari hal-hal yang esensial atau mendasar dari
pengalaman hidup pada kelompok masyarakat maupun pasien dengan fenomena-
fenomena yang dihadapi dalam situasi tertentu, maka penelitian fenomenologi juga
memiliki variasi metode dalam pengumpulan data-data penelitiannya, diantaranya
melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, rekaman audio.

Jenis Pengumpulan Data Pada Penelitian Kualitatif Dengan Pendekatan


Fenomenologi
Adapun jenis pengumpulan data pada penelitian kualitatif dengan
pendekatan fenomenologi(Kresno & Martha, 2016) antara lain :
1) Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Wawancara mendalam (indepth interview) adalah salah satu jenis
wawancara yang dilakukan peneliti untuk menggali informasi, memahami
pandangan, kepercayaan, pengalaman, pengetahuan informan mengenai
sesuatu hal secara utuh. Wawancara diakukan dengan panduan interview
guide berupa open-ended question yang telah disiapkan peneliti.

2) Observasi
Observasi merupakan pencatatan yangs sistematis dan perekaman
peristiwa, perilaku, dan benda-benda di lingkunga sosial tempat studi
berlangsung. Observasi adalah metode dasar yang sangat penting dalam
penelitian kualitatif.
Kegiatan observasi meliputi memerhatikan dengan saksama, termasuk
mendengarkan, mencatat, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek
pada fenomena yang sedang diamati. Objek observasi adalah sebagai
berikut :
a. Pakaian, gaya rambut, sepatu, tatto, rumah, perhiasan , dll.
b. Gerakan-gerakan tubuh seperti gerakan mata, wajah, postur, senyum,
kerutan dahi, dll.
c. Lingkungan fisik
d. Bahasa tubuh misalnya menyilangkan kaki, dll.
e. Kelas sosial, status dan gender
3) Rekaman Audio
Rekaman audio atau alat recording adalah sarana untuk membantu
proses pengumpulan data untuk merekam percakapan selama wawancara,
yang kemudian dibuat transkrip hasil wawancara. Alat recording juga
membantu peneliti dalam menstransliterasi hasil rekaman (Susilo, W.H,
dkk., 2014).
b) Prosedur Pengumpulan Data dalam Riset Fenomenologi
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian Keperawatan dengan
pendekatan fenomenologi terdiri dari tiga tahap (Susilo, W.H, dkk., 2014) :
1) Tahap Persiapan
2) Pelaksanaan
3) Paska wawancara
c) Kegiatan yang Dilakukan Peneliti Terkait Pengumpulan Data dalam Riset
Fenmenologi
1) Melakukan bracketing
Yaitu proses mensupresi, mengurung, atau menyimpan berbagai asumsi,
pengetahuan, dan keyakinan yang dimiliki peneliti tentang fenomena yang
diteliti.
2) Melakukan intuisi
Langkah awal melakukan intuisi dimulai ketika mengumpulkan data atau
informasi dengan cara mengeksplorasi pengalaman partisipan tentang
fenomena yang diteliti melalui pengamatan langsung, wawancara,
penemuan dokumen-dokumen tertulis, dan menuliskan berbagai catatan
lapangan selama pengambilan data. Pada tahap ini, peneliti tidak boleh
memberikan kecaman, evaluasi, opini, atau segala hal yang membuat
peneliti kehilangan konsentrasi terhadap data atau informasi yang sedang
diceritakan kepada partisipannya.
3) Melakukan analisis
Kegiatan analisis dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu mengumpulkan
dan melakukan analisis data atau informasi tentang fenomena yang diteliti
dengan langkah-langkah : membaca semua data atau fenomena yang telah
dikumpulkan, membaca ulang fenomena dan memilih kata kunci.
4) Melakukan deskripsi dan interpretasi
5. Merupakan kegiatan akhir dari pengumpulan dan analisis data, yaitu
memberikan gambaran tertulis secara utuh dari fenomena yang diteliti, lalu
membandingkannya dengan hasil-hasil penelitian sebelunya (Afiyanti &
Rachmawati, 2014).

d) Teknik Analisis data

Creswell (2014), menjelaskan tentang teknik analisis data dalam kajian


fenomenologi sebagai berikut:
1. Peneliti mendeskripsikan sepenuhnya fenomena/pengalaman yang
dialami subjek penelitian.
2. Peneliti kemudian menemukan pernyataan (hasil wawancara) tentang
bagaimana orang-orang menemukan topik, rinci pernyataan-pernyataan
tersebut dan perlakuan setiap pernyataan memiliki nilai yang setara,
kemudian rincian tersebut dikembangkan dengan tidak
melakukanpengulangan.
3. Pernyataan-pernyataan tersebut kemudian dikelompokkan dalam unit-unit
bermakna, peneliti merinci unit-unit tersebut dan menuliskan sebuah
penjelasan teks tentang pengalaman yang disertai contoh denganseksama.
4. Peneliti kemudian merefleksikan pemikirannya dengan menggunakan
variasi imajinatif (imaginative variation) atau deskripsi struktural
(structural description), mencari keseluruhan makna yang memungkinkan
dan melalui perspektif yang divergen (divergent perspectives),
mempertimbangkan kerangka rujukan atas gejala (phenomenon), dan
mengkonstruksikan bagaimana gejala tersebutdialami.
5. Peneliti kemudian mengkonstruksi seluruh penjelasan tentang makna dan
esensi pengalamannya.
6. Peneliti melaporkan hasil penelitiannya. Laporan tersebut menunjukkan
adanya kesatuan makna berdasarkan pengalaman seluruh informan.
Setelah itu, kemudian tulis deskripsigabungannya.

Data dari fenemena sosial yang diteliti dapat dikumpulkan dengan berbagai
cara, diantaranya observasi dan interview, baik interview mendalam (in-depth
interview). In depth dalam penelitian fenomenologi bermakna mencari sesuatu
yang mendalam untuk mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang
fenomena sisoal dan pendidikan yang diteliti. In-depth jugabermaknamenuju pada
sesuatu yangmendalam guna mendapatkan sense dari yang nampaknya straight-
forward secara aktual secara potensial lebih complicated. Pada sisi lain peneliti
juga harus memformulasikan kebenaran peristiwa/ kejadian dengan
pewawancaraan mendalam. ataupun interview. Data yang diperoleh dengan in-
depth interview dapat dianalisis proses analisis data dengan Interpretative
Phenomenological Analysis sebagaiman ditulis oleh Smith (2009: 79-
107).Tahap-tahapInterpretative Phenomenological Analysis yang dilaksanakan
sebagai berikut: 1) Reading and re-reading; 2) Initial noting; 3) Developing
Emergent themes; 4) Searchingfor connections acrossn emergent themes; 5)
Moving the next cases; and 6) Looking for patterns across cases. Masing-masing
tahap analisis diuraikan sebagaiberikut:

1. Reading andRe-reading

Dengan membaca dan membaca kembali peneliti menenggelamkan diri


dalam data yang original.Bentuk kegiatan tahap ini adalah menuliskan transkrip
interviu dari rekaman audio ke dalam transkrip dalam bentuk tulisan.Rekaman
audio yang digunakan oleh peneliti dipandang lebih membantu pendengaran
peneliti dari pada transkrip dalam bentuk tulisan. Imaginasi kata-kata dari
partisipan ketika dibaca dan dibaca kembali oleh peneliti dari transkrip akan
membantu analisis yang lebih komplit. Tahap ini di laksanakan untuk memberikan
keyakinan bahwa partisipan penelitian benar-benar menjadi fokus analisis.

2. Initial Noting

Analisis tahap awal ini sangat mendetail dan mungkin menghabiskan


waktu.Tahap ini menguji isi/konten dari kata, kalimat dan bahasa yang digunakan
partisipan dalam level eksploratori.Analisis ini menjaga kelangsungan pemikiran
yang terbuka (open mind) dan mencatat segala sesuatu yang menarik dalam
transkrip.

Dalam pelaksanaannya peneliti akan menggunakan catatan berikut untuk


melakukan analisis pada hard copy dari transkrip, sbb:

Tabel 4: Initial Comment


Transkrip Asli Komentar Eksploratory, termasuk:
komentar deskriptif, komentar bahasa
(linguistic) dan komentar koseptual.
1. Pertanyaan dalam interviu ……………………………………………
Pernyataan partisipant………… ……………………………………………
…………………………………… ……………………………………………
……………………………………………
2. ............................ ....................................................................

Setelah memberikan komentar eksploratori peneliti melakukan dekonstruksi


(deconstruction). Ini membantu peneliti untuk mengembangkan strategi de-
kontekstualisasi yang membawa peneliti pada fokus yang lebih detail dari setiap
kata dan makna dari partisipan penelitian. De-konstekstualisasi membantu
mengembangkan penilaian yang secara alamiah diberikan pada laporan-laporan
partisipan dan dapat menekankan pentingnya konsteks dalam interviu sebagai
keseluruhan, dan membantu untuk melihat interrelationship (saling hubungan)
antar satu pengalaman dengan pengalamanlain.

Setelah dekonstruksi peneliti melakukan tinjauan umum terhadap tulisan


catatan awal (overview of writing initial notes). Langkah ini dilaksanakan
denganmemberikan catatan-catatan eksploratory yang dapat digunakan selama
mengeksplore data dengan cara: 1) Peneliti memulai dari transkrip,
menggarisbawahi teks-teks yang kelihatan penting. Pada saat setiap bagian teks
digarisbawahi berusaha juga untuk menuliskan dalam margin keterangan-
keterangan mengapa sesuatu itu dipikirkan dan digarisbawahi dan karena itu
sesuatu itu dianggap penting; 2) Mengasosiasi secara bebas teks-teks dari
partisipan, menuliskan apapun yang muncul dalam pemikiran ketika membaca
kalimat-kalimat dan kata-kata tertentu. Ini adalah proses yang mengalir dengan
teks-teks secara detail, mengeksplore perbedaan pendekatan dari makna yang
muncul dan dengan giat menganalisis pada level yang interpretative.
3. Developing Emergent Themes (Mengembangkan kemunculan tema-tema)

Meskipun transkrip interviu merupakan tempat pusat data, akan tetapi data
itu akan menjadi lebih jelas dengan diberikannya komentar eksploratori
(exploratory commenting) secara komphrehensip. Dengan komentar
eksploratori tersebut maka pada seperangkat data muncul atau tumbuh secara
substansial. Untuk memunculkan tema-tema peneliti memenej perubahan data
dengan menganalisis secara simultan, berusaha mengurangi volume yang detail
dari data yang berupa transkrip dan catatan awal yang masih ruwet (complexity)
untuk di mapping kesalinghubungannya (interrelationship), hubungan
(connection) dan pola-pola antar catatan eksploratori. Pada tahap ini analisis
terutama pada catatatan awal lebih yang dari sekedar transkrip.Komentar
eksploratori yang dilakukan secara komprehensip sangat mendekatkan pada
simpulan dari transktip yangasli.

Analisis komentar-komentar eksploratori untuk mengidentifikasi


munculnya tema-tema termasuk untuk memfokuskan sehingga sebagian besar
transkrip menjadi jelas. Proses mengidentifikasi munculnya tema-tema termasuk
kemungkinan peneliti mengobrak-abrik kembali alur narasi dari interviu jika
peneliti pada narasi awal tidak merasa comfortable. Untuk itu peneliti melakukan
reorganisasi data pengalaman partisipan. Proses ini merepresentasikan lingkaran
hermeneutik.Keaslianinterviusecarakeseluruhanmenjadiseperangkatdaribagianny
ang dianalisis, tetapi secara bersama-sama menjadi keseluruhan yang baru yang
merupakan akhir dari analisis dalam melukiskan suatu peristiwa dengan terperinci.

Untuk memunculkan tema-tema dari komentar eksploratori menggunakan


tabel pencatatan sebagai berikut:

Tabel 5: Mengembangkan Kemunculan Tema-tema


Kemunculan Transkrip Asli Komentar Eksploratory, termasuk:
Tema-tema komentar deskriptif, komentar
bahasa (linguistic) dan komentar
koseptual.
1. ………………. 1. Pertanyaan dalam ……………………………………
2. ……………… interviu ……………….
……………………………………
Pernyataan ……………………………………
participant………… ……………………………………
…………………… ………………
Dst…….. Dst…………. Dst……………….

4. Searching for connection a cross emergentthemes

Partisipan penelitian memegang peran penting semenjak mengumpulkan


data dan membuat komentar eksploratori. Atau dengan kata lain pengumpulan
data dan pembuatan komentar eksploratori di lakukan dengan berorientasi pada
partisipan. Mencari hubungan antar tema-tema yang muncul dilakukan setelah
peneliti menetapkan seperangkat tema-tema dalam transkrip dan tema-tema telah
diurutkan secara kronologis. Hubungan antar tema-tema ini dikembangkan dalam
bentuk grafik atau mapping/pemetaan dan memikirkan tema-tema yang
bersesuaian satu sama lain. Level analisis ini tidak ada ketentuan resmi yang
berlaku.Peneliti didorong untuk mengeksplore dan mengenalkan sesuatu yang
baru dari hasil penelitiannya dalam term pengorganisasian analisis. Tidak semua
tema yang muncul harus digabungkan dalam tahap analisis ini, beberapa tema
mungkin akan dibuang. Analisis ini tergantung pada keseluruhan dari pertanyaan
penelitian dan ruang lingkuppenelitian.

Mencari makna dari sketsa tema-tema yang muncul dan saling bersesuaian
dan menghasilkan struktur yang memberikan pada peneliti hal-hal yang penting
dari semua data dan aspek-aspek yang menarik dan penting dari keterangan-
keterangan partisipan. Hubungan-hubungan atau koneksi-koneksi yang mungkin
muncul dalam Interpretative Pheno-menology Analysis selama proses analisis
meliputi: Abstraction, Subsumtion, Polarization, Contextualization, Numeration,
dan Function.

5. Moving the next cases

Tahap analisis 1- 4 dilakukan pada setiap satu kasus/partisipan.Jika satu


kasus selesai dan dituliskan hasil analisisnya maka tahap selanjutnya berpindah
pada kasus atau partisipan berikutnya hingga selesai semua kasus. Langkah ini
dilakukan pada semua transkrip partisipan, dengan cara mengulang proses yang
sama.

6. Looking for patterns acrosscases


Tahap akhir merupakan tahap keenam dalam analisis ini adalah mencari pola-
pola yang muncul antar kasus/partisipan. Apakah hubungan yang terjadi antar
kasus, dan bagaimana tema-tema yang ditemukan dalam kasus-kasus yang lain
memandu peneliti melakukan penggambaran dan pelabelan kembali pada tema-
tema. Pada tahap ini dibuat master table dari tema-tema untuk satu kasus atau
kelompok kasus dalam sebuah institusi/organisasi.

B. METODE PENGAMBILAN DATA ETNOGRAFI


Etnografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologi
melalui observasi lapangan tertutup dari fonomena sosio kultural (Emzir, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa penelitian etnografi adalah kegiatan pengumpulan data
yang dilakukan secara sistematik mengenai cara hidup serta bagaimana aktivitas
sosial dan berbagai benda kebudayaan dari suatu masyarakat. Tujuan dari etnografi
adalah untuk menguraikan budaya tertentu secara holistik yaitu aspek budaya baik
spiritual maupun material.

2.2 Karakteristik Penelitian Etnografi


Penelitian etnografi memiliki ciri- ciri sebagai penelitian kualitatif yang unik sebagai
berikut (Spradley, 2006):

1. Metode penelitian etnografi mampu menggali informasi secara mendalam dengan


sumber- sumber yang luas.
2. Metode penelitian yang unik dengan teknik observatory participant yaitu
partisipasi peneliti lansung dalam sebuah masyarakat atau komunitas sosial
tertentu.
3. Metode ini merupakan kegiatan untuk mengembangkan ilmu antropologi yang
kental dengan kajian masyarakat.

Penelitian etnografi memeiliki karakteristik sebagai berikut (Streubert & Carpenter,


2011):

1. Peneliti sebagai instrumen


Tugas peneliti mengidentifikasi, interpretasi dan menganalisis budaya yang
akan diteliti, tidak hanya itu peneliti menjadi partisipan di area budaya yang
diteliti. Etnografer menjadi bagian dari pembelajaran budaya untuk merasa
seperti apa orang disituasi tersebut.
2. Lingkungan kerja
Semua penelitian etnografi terjadi dilapangan, peneliti mengambil tempat yang
menurut nya budaya di tempat tersebut menarik untuk diteliti.
3. Sifat siklus dari pengambilan dan Analisa data
Pengumpulan data bagi etnografer dilapangan untuk menggambarkan
perbedaan dan kesamaan pada pertanyaan tentang budaya. Ketika pertanyaan
dijawab pertanyaan lain akan terus berlanjut. Oleh karena itu peneliti
melanjutkan proses interview, observasi, analisa data dan kembali ke lapangan
untuk menginterview mengambil beberapa pengamatan dan mengumpul benda
tambahan. Menurut Spradley dan Mccurdy (1972) dalam (Streubert &
Carpenter, 2011) mengidentifikasi penelitian dikatakan selesai tidak hanya
karena semua jawaban peneliti terjawab oleh responden atau telah
menggambarkan secara komplek budaya tetapi dikatakan selesai karena waktu
dan sumber daya telah berakhir.
4. Fokus pada budaya
Penelitian etnografi hanya bertujuan untuk memahami kehidupan individu
yang dalam suatu kelompok.
5. Ikut serta dalam budaya
Peneliti dari etnografi mengharuskan para peneliti hidup diantara orang – orang
yang sedang diteliti.
6. Refleksivitas
Menggambarkan perjuangan menjadi peneliti dan menjadi anggota budaya
yang diteliti.

Ciri – ciri penelitian etnografi menurut Hutomo dalam (Spradley, 2006) antara lain:

1. Sumber data penelitian etnorafi bersifat ilmiah artinya peneliti harus


memahami kenyataan dalam kehidupan sehari – hari.
2. Penelitian etnografi menggunakan data kualitatif dan kuantitatif namun
sebagian besar menggunakan kualitatif.
3. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bentuk – bentuk tertentu atau studi
kasus.
4. Peneliti sebagai instrumen dalam proses pengumpulan data
5. Proses pengambilan data peneliti berperilaku seperti partisipan
6. Pengambilan responden menggunakan teknik purposive sampling
7. Kebenaran data harus dicek dengan data lain baik lisan maupun tulisan
8. Orang yang dilakukan subjek penelitian disebut partispan, konsultan serta
teman sejawat
9. Penelitian ini berfokus pada masalah penting yang diteliti dari responden
bukan dari etik
10. Proses menganalisa data bersifat deskripsi artinya mencatat secara teliti
fenomena budaya yang dilihat, dibaca, lewat apapun termasuk dokumen resmi,
kemudian mengkombinasikan mengabstrakkan dan menarik kesimpulan.
11. Analisis data penelitian ini bersifat induktif

Beberapa hal yang membedakan metode penelitian etnografi dengan penelitian


kualitatif lainnya sebagai berikut : Pengumpulan data menggunakan teknik
observatory partisipan, jangka waktu penelitian relatif lama, berada dalam setting
tertentu, wawancara dilakukan secara mendalam dan tidak terstruktur dan
mengikutsertakan interpretasi penulis.

2.3 Prinsip – prinsip Metodologi Penelitian Etnografi


Berikut ini ada tiga prinsip dalam metodelogi penelitian Etnografi yaitu (Emzir,
2011):

1. Naturalisme merupakan pandangan bahwa tujuan penelitian sosial adalah untuk


menangkap karakter perilaku manusia yang muncul secara alami, dan bahwa ini
hanya dapat dari kontak lansung dengannya. Naturalisme bearti peneliti harus
mengurangi pengaruh mereka terhadap perilaku orang – orang yang akan mereka
teliti.
2. Pemahaman merupakan ahli etnografi sebelum mengambil suatu budaya untuk
diteliti hendaknya peneliti minimal mengetahui dasar dari budaya tersebut.
3. Penemuan merupakan proses penelitian sebagai induktif atau berdasarkan temuan
bukan dibatasi pada pengujian hipotesis secara eksplisit. Itu beralasan bahwa jika
seseorang mendekati suatu fenomena dengan suatu set hipotesis, mungkin dia
gagal menemukan hakikat fenomena tersebut akibat dibutakan oleh asumsi yang
dibangun kedalam hipotesis.
2.4 Tipe Etnografi
Penelitian etnografi sebagai metode penelitian kualitatif memiliki beberapa tipe
sebagai berikut (Munhall, 2012) :

1. Autoethnography
2. Classical (holistic traditional)
3. Cognitive
4. Critical (disrupted)
5. Deconstructive
6. Disrupted
7. Focused
8. Maxiethnography (classical, holistic, traditional)
9. Microethnography
10. Performance
11. Practioner
12. Reflexive .
13. Specialist

2.5 Prosedur Penelitian Etnografi


Dalam penelitian etnografi menggunakan pola siklus selalu mengulangi, seperti
terlihat pada gambar 2.1.

Mengumpulkan
data etnografi
Menanyakan
pertanyaan etnografi Membuat cacatan
etnografi

Memilih objek Analisa data


etnografi etnografi

Menulis suatu
etnografi

Gambar 2.1 Siklus penelitian Etnografi (Spradley, 2006)

Berikut ini merupakan penjelasan dari siklus penelitian Etnografi (Emzir, 2011) :

a. Pemilihan suatu objek organisasi


Spradley (2006) menyarankan bahwa etnografi biasanya dilakukan dengan sebuah
masalah umum tunggal dalam pikiran, untuk menemukan orang berpengetauan
budaya yang digunakan untuk mengatur perilaku mereka dan menginterpretasikan
pengalaman mereka.
b. Pengajuan pertanyaan etnografi
Terdapat tiga jenis pertanyaan etnografi masing – masing mengarah pada jenis
observasi yang berbeda dilapangan. Semua jenis etnografi dimulai dengan
pertanyaan deskriptiv umum/luas seperti “siapa orang yang ada disini ?”
kemudian setelah itu pertanyaan struktural dan pertanyaan kontras yang akan
membimbing peneliti untuk membuat observasi lebih terfokus. Dalam etnografi
dapat juga mengajukan sub pertanyaan yang berhubungan dengan suatu deskripsi
tentang konteks, analisis tentang tema – tema utama dan interpretasi perilaku
kultural.
c. Pengumpulan data
Pengumpulan data dengan cara observasi partisipan, peneliti mengamati aktivitas
orang, karakteristik fisik situasi sosial, dan apa yang akan menjadi bagian dari
tempat kejadian. Dimulai dengan deskriptif secara umum, mencoba memperoleh
suatu tinjauan terhadap situasi sosial dan yang terjadi disana.Setelah perekaman
dan analisis data awal peneliti dapat mempersempit penelitian dan mulai
melakukan observasi ulang dilapangan dan mempersempit penyelidikan untuk
melakukan observasi selektif.
d. Pembuatan rekaman etnografi
Pada tahap ini pengambilan cacatan lapangan, pengambilan foto, pembuatan peta,
dan penggunaan cara – cara lain untuk merekam observasi anda.
e. Analisis Data Etnografi
Terdapat empat jenis analisis yaitu (1) analisis domain yaitu memperoleh
gambaran umum dan menyeluruh dari objek penelitian, (2) analisis toksonomi
yaitu menjabarkan domain – domain yang dipilih menjadi lebih rinci untuk
mengetahui struktur internalnya, (3) analisis komponen yaitu mencari ciri spesifik
pada setiap struktur internal dengan cara mengontraskan antar elemen, dan (4)
analisis tema yaitu mencari hubungan antara domain dan hubungan dengan
keseluruhan selanjutnya dinyatakan kedalam tema – tema sesuai dengan fokus
dan sub fokus penelitian.
f. Penulisan sebuah etnografi
Penulisan sebuah etnografi memaksa peneliti ke dalam suatu jenis analisis yang
lebih intensif.

C. METODE PENGAMBILAN DATA FENOMENOLOGIS


Penelitian groundedtheory pertama dikemukakan oleh Glaser dan Strauss pada
tahun 1960-an. Menurut Denzin (1994) di daalam Siswanto (2017),
penelitaingroundedtheory adalah penelitian kualitatif yang menggunakan
seperangkat prosedur sistematik untuk mengembangkan teori (theorydevelopment)
dari dasar yang diperoleh secara induktif tentang suatu fenomena(Siswanto, 2017).

1. Rancangan Analisa Data


Terdapat tiga langkah rancangan dalam analisis data penelitian groundedtheori
yaitu pengkodean terbuka, axial, dan selektif, serta pengembangan paradigma logis
atau gambaran visual dari teori yang dilahirkan(Umanailo, 2018).

1) Pengkodean terbuka
Open codingadalah pengkodeaan yang dimulai dari suatu pemahaman belum
jelas berupa list sejumlah kategori yang relefan (“open codes). Data dikodekan
dengan mengklasifikasikan kedalam elemen-elemen data dalam bentuk tema-
tema atau kategorisasi kemudian dicari pola diantara kategori berdasarkan
komunaliti/keguyuban, kausalitas/hubungan sebab akibat, dsb. Koding awal
akan dapat dilakukan dengan membaca sejumlah literatur, meskipun Glaserand
Strauss (1967) andGlaser (1978) berargumentasi bahwa peneliti harus menjauhi
literatur yang berkaitan dengan subyek penelitian, sebab membaca literatur ini
akan membuat peneliti lebih peka terhadap konsep-konsep yang berkaitan
dengan teori yang ada dan membatasi inovasi dalam melakukan koding data.
Lebih baik peneliti membangkitkan apa yang disebut oleh Lowe (1995) sebagai
“topicguide” untuk mengarahkan koding awal dari tema dan kategori
berdasarkan elemen dari pertanyaan awal penelitiannya. Glaser (1978, 57)
memberikan tiga pertanyaan yang digunakan dalam membangkitkan koding
terbuka yaitu:
a. Whatisthis data a study of?
b. Whatcategorydoesthisincidentindicate?
c. Whatisactuallyhappening in the data?
2) Pengkodeanaksial (bersumbu)
Proses axialcoding adalah sebuah proses untuk menemukan relasi antar konsep,
dan antar kategori. Dari proses penemuan relasi ini dapat dihasilkan kategori
baru, konsep baru, perubahan nama kategori dan konsep, atau penggabungan
konsep atau kategori. Kodingaksial adalah pelacakan hubungan diantara elemen-
elemen data yang terkodekan. Strauss (1978) menasehatkan bahwa kodingaksial
harus menguji elemen seperti keadaan kalimat, interaksi diantara subyek,
strategi, taktik dan konsekuensi. Strauss andCorbin (1998) menyamakan proses
ini untuk mencocokkan bagian-bagian dari pola yang masih teka-teki. Mereka
beragumentasi bahwa dengan menjawab konsekuensi dari “Who, When, Where,
Why, HowandWith”, peneliti dapat menceritakan struktur ke proses. Pendekatan
manapun yang diambil, kita dapat mencatat secara baik kemunculan
wawasan/pengertian dan secara eksplisit merefleksikan bagaimana wawasan itu
membatasi masalah penelitian melalui pemilihan sejumlah kategori. Ini dapat
dicapai melalui pembangkitan catatan/memo teoritis. Proses menemukan relasi
dilakukan dengan menggunakan codingparadigm yang diusulkan oleh Strauss.
Codingparadigm meminta peneliti untuk mengidentifikasi lebih lanjut setiap
konsep dan kategori yang muncul dalam peranannya terhadap fenomena yang
menjadi tujuan penelitian.

3) Pengkodean selektif
Selectivecoding adalah upaya untuk menentukan satu, atau dua kategori inti dan
membatasi penelitian di seputar kategori inti tersebut. Kategori ini
(corecategory) adalah poin esensial dan mendasar dari teori yang dibangun,
dimana kebanyakan kategori lain dihubungkan dengan kategori ini, dan kategori
ini bertanggung jawab terhadap hampir seluruh variasi pola yang terjadi.
Kategori inti memiliki fungsi utama (primefunction) mengintegrasikan teori, dan
membuat teori ‘padat’ dan saturasi terakhir dan meliputi penelusuran (scanning)
semua data dan kode-kode yang telah didapat sebelumnya. Tahap terakhir ini
dilakukan ketika peneliti telah siap untuk melakukan pengkodean terakhir dan ia
telah mengidentifikasi tema-tema utama dari penelitian. Pada pengkodean
terakhir ini, peneliti melihat secara selektif untuk kasus-kasus yang
mengilustrasikan tema-tema hasil pengkodean sebelumnya.

Ada beberapa tahapan kerja yang disarankan dalam proses pengkodean terpilih
ini (Umanailo, 2018):
a) Melakukan reproduksi kembali alur cerita atau susunan data ke dalam kerangka
Pemikiran.
b) Mengidentifikasi data dengan menulis beberapa kalimat pendek yang berisl inti
cerita atau data. Pertanyaan yang perlu diajukan peneliti terhadap dirinya sendiri,
adalah "apakah yang tampak menonjol dari wilayah penelitian ini?", atau "apa
masalah utamanya".
c) Menyimpulkan dan memberi kode terhadap satu atau dua kalimat
sebagai'kategori inti.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam groundedtheori adalah observasi non-


partisipan, . wawancara mendalam, dan pengumpulan dokumen. Secara umum,
dalam groundedtheory pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
wawancara yang pertanyaannya tidak terstruktur yaitu melalui interview yang
dikenal dengan istilah unstructuredinterview Suatu wawancara tidak terstruktur
merupakan interaksi antara pewawancara dengan responden, dimana pewawancara
hanya mempunyai rencana pertanyaannya atau rencana hal-hal atau konteks/topik
yang akan ditanyakannya. Pertanyaan tersebut biasanya merupakan pertanyaan yang
umum dan bukan merupakan sekumpulan pertanyaan spesifik yang harus ditanyakan
dengan perkataan tertentu dan dengan urutan tertentu (Babbie, 1992 dalam
Umanailo, 2018).
Ada enam tingkat dalam pendekatan groundedtheory refleksif yaitu:

1. Researchinitiation
2. Data selection
3. Data collection
4. Data analysis
5. Synthesisandtheorygeneration
6. Reserachpublication.

Aktivitas Pengumpulan Data pada Studi GroundedTheory(Siswanto, 2017):

No Aspek Aktivitas Pengumpulan Data


1 Apakah yang biasanya dipelajari? Beragam individu yang merespon aksi
(tempat atau individu) atau berpartisipasi dalam proses di
seputar fenomena sntral
2 Apakah persoalan akses dan Menemukan letak sampel yang
hubungan yang biasa terjadi? (akses homogeny
dan hubungan)
3 Bagaimanakah peneliti memilih Menemukan sampel homogeny, sampel
tempat atau individu yang diteliti “berbasis-teori”, sampel “teoritis”
(strategi sampling)
4 Apakah jenis informasi yang biasa Terutama wawancara dengan 20 hingga
dikumpulkan? (bentuk data) 30 orang untuk mencapai tingkat detail
dalam teorinya
5 Bagaimana informasi direkam? Protocol wawancara, memoing
(perekaman informasi)
6 Apa sajakah persoalan pengumpulan Persoalan wawancara (misalnya
data yang umum terjadi? (persoalan logistic, keterbukaan)
lapangan)
7 Bagaimanakah biasanya informasi Transkrip, filecomputer
disimpan? (penyimpanan data)

Pada groundedtheory pengambilan data dilakukan dengan menggunakan


wawancara yang pertanyaannya tidak terstruktur yaitu melalui interview yang dikenal
dengan istilah “unstructuredinterview”. Yaitu interaksi antara pewawancara dengan
responden, dimana pewawancara hanya mempunyai rencana pertanyaannya atau rencana
hal-hal atau konteks/topic yang akan ditanyakannya. Pertanyaan tersebut biasanya
merupakan pertanyaan yang umum dan bukan merupakan sekumpulan pertanyaan
spesifik yang harus ditanyakan dengan perkataan tertentu dan dengan urutan
tertentu(Siswanto, 2017).
Prosedur dan Teknik Analisa Data(Siswanto, 2017).

No Prosedur Analisis dan Penyajian Data


1 Organisasi data Menciptakan dan mengorganisasikan
file untuk data
2 Pembacaan, memoing Membaca seluruh teks, membuat
catatan pinggir, membentuk kode awal
3 Mendeskripsikan data menjadi kode Mendeskripsikan kategori coding
dan tema terbuka
4 Mengklarifikasikan data menjadi kode 1. Memilih satu kategori coding
dan tema terbuka untuk fenomena
sentralnya
2. Melakukan codingasksial-
kondisi kausal, konteks, kondisi
pengamggu, strategi,
konsekuensi
5 Menafsirkan data Melakukan coding selektif dan saling
menghubungkan kategori untuk
mengembangkan “cerita” atau
proposisi
6 Menyajikan, memvisualisasikan data 1. Menyajikan model visual atau
teori
2. Menyajikan proposisi

Pelaksanaan penelitian grounded bertolak belakang dengan penelitian pada


umumnya yang diawali dengan rancangan tertentu, sedangkan grounded tidak
demikian. Pada penelitian grounded, peneliti langsung ke lapangan, semuanya
dilaksanakan di lapangan. Rumusan masalah ditemukan di lapangan, data
merupakan sumber teori. Teori berdasarkan data, sehingga teori juga lahir dan
berkembang di lapangan(Martha, 2016).
Perbedaan utama groundedtheory dengan penelitian kualitatif metode lainnya
terletak pada pengembangan teori. Penelitian yang menggunakan pendekatan ini
bertujuan untuk menghasilkan teori substantive, bahkan generaltheory(Martha,
2016).

3. Instrumen Penelitian
Ciri utama penelitian GT adalah peneliti adalah instrumen dari penelitiannya.
GubadanLincoln (1981) dalam (Sudira, 2009) mengetengahkan tujuh
karakteristikyang menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian dengan
kualifikasi baik. Kualifikasi seorang peneliti kualitatif sebagai instrumen adalah :
1. Memiliki sifat responsif;
2. Adaptif;
3. Lebih holistik;
4. Kesadaran pada konteks tak terkatakan;
5. Mampu memproses segera;
6. Mampu mengejar klarifikas dan mampu meringkas sesegera mungkin;
7. Mampu menjelajahi jawaban ideosinkretik dan mampu mengejar pemahaman
yang lebih dalam
BAB III

ANALISIS JURNAL (CEKLIS CASP)

A. ARTIKEL JURNAL (Terlampir)

Judul Jurnal : A grounded theory study: Exploring health care professionals decision
making when managing end stage heart failure care
Penulis : Karen Higginbotham, Ian Jones & Martin Johnson
Publikasi : Journal of Advanced Nursing; 77:3142–3155, 21 Maret 2021

B. FORM CASP
Section A: Are The Results Valid?
1 Was there a clear statement of the aims Yes √ HINT: Consider
of the research? Can’t Tell  What was the goal of the research
No  Why it was thought important
 Its relevance
Comments:
Dalam artikel relevansi yang terkandung antara latar belakang dan fokus penelitian secara garis besar
menjadi mudah dipahami karena paragraf awal artikel tersebut menceritakan tentang pasien yang
didiagnosis gagal jantung stadium akhir yang dirawat di rumah sakit dengan gejala dekompensasi akut
memiliki angka kematian yang tinggi, 1 dari 6 pasien akan meninggal di rumah sakit atau dalam waktu
30 hari setelah keluar dari rumah sakit. Banyak dari pasien ini tidak memiliki kesempatan untuk
melakukan percakapan di akhir hayat dan sebagai konsekuensinya memiliki akses terbatas ke layanan
perawatan paliatif.
Artikel ini pada bagian pendahuluan juga memberikan informasi/ulasan yang berkualitas dan sangat
penting bagi kesehatan khususnya bahwa percakapan akhir kehidupan antara profesional perawatan
kesehatan dan pasien sebaiknya dimulai jauh sebelum perburukan klinis untuk memastikan bahwa rencana
akhir kehidupan yang tepat didiskusikan. Fenomena tersebut yang melatarbelakangi peneliti untuk
melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengambilan keputusan profesional perawat
saat mengelola pasien gagal jantung stadium akhir dan bagaimana keputusan ini berdampak langsung
pada pasien di akhir pengalaman hidup.
2 Is a qualitative methodology Yes √ HINT: Consider
appropriate? Can’t Tell  If the research seeks to interpret or illuminate
No the actions and/or subjective experiences of
research participants
 Is qualitative research the right metodology for
addressing the research goal
Comments:
Pada artikel peneliti berupaya untuk mengeksplorasi pengambilan keputusan profesional perawat
saat mengelola pasien gagal jantung stadium akhir dan melihat bagaimana keputusan ini berdampak
langsung pada pasien di akhir pengalaman hidupnya. Berdasarkan tujuan dari penelitian yang dilakukan,
peneliti telah menggunakan metodologi penelitian yang tepat yaitu metode kualitatif sehingga pada hasil
penelitian secara jelas menjawab tujuan penelitian.
Is it wort continuing?
3 Was the research design appropriate to Yes √ HINT: Consider
address the aims of the research? Can’t Tell  If the researcher has justified the research
No design (e.g.have they discussed how they
decided which method to use)

Comments:
Dalam artikel peneliti menetapkan judul penelitian “Studi grounded theory: Mengeksplorasi
pengambilan keputusan profesional perawatan kesehatan saat mengelola perawatan gagal jantung
tahap akhir”. Secara jelas peneliti menuliskan sebuah judul yang menggambarkan pendekatakan
kualitatif yang digunakan dalam penelitian yaitu grounded theory. Pada latar belakang peneliti juga
menjelaskan fenomena yang melatarbelakangi mengapa penelitian tersebut dilakukan, tujuan yang akan
peneliti capai hingga menghasilkan kategori baru terkait pengambilan keputusan oleh perawat dalam
mengelola pasien gagal jantung tahap akhir. Kemudian teknik yang diterapkan untuk mengumpulkan
data dan menganalisis penelitian berdasarkan pendekatan graunded theory.
4 Was the recruitment strategy appropriate Yes √ HINT: Consider
to the aims of the research? Can’t Tell  If the research has explaned how the
No participants were selected
 If they explained why the participants the
selected were the most appropriate to provide
access to the type of knowledge sought by the
study
 If there are any discussions around recuiment
(e.g. why somepeople chose not to take part)

Comments:
Dalam artikel telah dijelaskan prosedur pengambilan sampel yaitu berdasarkan teknik purposive
peneliti merekrut 47 partisipan dari Rumah sakit Distrik di Barat Laut Inggris, penelitian dilakukan selama
periode 1 tahun (2016-2017). 16 Partisipan terdiri dari perawat (Perawat umum), 15 dokter (Bekerja di
bidang pengobatan akut), 16 pasien gagal jantung berdasarkan hasil EKG (2minggu) dan mengalami
keterbatasan yang nyata dalam aktifitas fisik karena kelelahan, palpitasi, tingkat ketergantungan III dan
IV serta praksi ejeksi 35%. 3 Pasien menolak untuk berpartisipasi, tidak ada alasan yang diberikan.
5 Was the data collected in a way that Yes √ HINT: Consider
addressed the research issue? Can’t Tell  If the setting for the data collection was justified
No  If is clear how data were collected (e.g. focus
groub, semi-structured interview etc.)
 If the researcher has justified the methods
chosen
 If the researcher has made the methodsexplicit
(e.g. interview method, is there an indication of
how interview areconducted, or did they use a
topic guide)
 If method were modified during the study, if so
has the researcher explained how and why
 If the form of data is clear (e.g.tape recording,
video material, note etc.)
 If the researcher has discussed saturation of data
Comments:
Dalam artikel peneliti secara transparan memberi rincian bagaimana metode pengumpulaan data
sehingga dapat memberikan informasi pada peneliti selanjutnya yang akan melanjutkan penelitian
tersebut. Dijelaskan dalam artikel pengumpulan data mengunakan wawancara semi-terstruktur yang
dilakukan bersama dokter, perawat dan pasien dengan tujuan untuk mengeksflorasi pengalam mereka
dalam pengmabilan keputusan ketika mengelola atau menerima perawatan gagal jantung di akhir hayat.
Awalnya pertanyaan bersifat terbuka tetapi menjadi lebih terfokus karena transkrip diberi kode. Kode
dibandingkan dengan katagori sampai tema muncul. Selama setiap tahap pengkodean, memo teoritis
ditulis untuk memfokuskan pengumpulan data lebih lanjut serta untuk menginformasikan dan
menyempurnakan analisis teoretis yang berkembang.
Wawancara pasien dilakukan di bangsal, baik di samping tempat tidur atau di ruangan yang tenang
yang berdekatan dengan ruang perawat. Wawancara profesional kesehatan dilakukan di tempat pilihan
mereka dirumah sakit. Untuk sekelompok kecil profesional perawatan kesehatan, lebih mudah untuk
diwawancarai bersama. Dua wawancara kelompok fokus diatur pada hari yang berbeda. Peserta didorong
untuk mendiskusikan pengalaman mereka secara bebas sehingga panduan wawancara digunakan secara
fleksibel untuk memungkinkan diskusi terbuka. Pertanyaan ditinjau secara teratur ketika konsep dan tema
mulai muncul dari data. Agar suara semua peserta dapat didengar dalam kelompok fokus, beberapa
strategi digunakan.
Pertama, kelompok fokus diadakan selama periode makan siang dan perwakilan medis dengan ramah
menyediakan makan siang. Ini menciptakan lingkungan yang ramah dan menghasilkan suasana yang lebih
santai. Kedua, pengalihan pertanyaan yang hati-hati memungkinkan peserta yang lebih junior dalam
kelompok untuk berpartisipasi dan berbagi pengalaman mereka sendiri dalam pengambilan keputusan.
Ketiga, check-in dengan peserta membantu memperjelas poin-poin diskusi yang sering menyebabkan
perdebatan lebih lanjut. Catatan lapangan berisi keterlibatan substansial dalam pertemuan dan kegiatan
sehari-hari. Buku harian digunakan untuk merekam refleksi dan pengamatan pribadi sehari-hari. Buku
harian, catatan lapangan, dan penulisan memo merupakan bagian integral dari perbandingan data yang
konstan dan hanya berakhir setelah terbukti bahwa kategori telah jenuh dan tidak ada tema baru yang
muncul. Semua wawancara direkam menggunakan aplikasi memo suara peneliti di iPhone dan segera
setelah wawancara diunduh ke dalam file di PC yang dilindungi kata sandi.
6 Has the relationship between researcher Yes √ HINT: Consider
and participants been adequately Can’t Tell  If the researcher critically ecamined their own
considered? No role, potential bias and influence during (a)
formulation of the research question (b) data
collection, including sample recuitment and
choice of location
 How the reseaecher responded to events during
the study and whether they considered the
implications of any changes in the research
design

Comments:
Peneliti telah di pertimbangkan partisipan dengan jelas, pengrekrutan partisipan dan pemilihan lokasi
dipertimbangkan sebelumnya, dengan menetapkan kriteria partisipan agar menghindari bias saat
penelitian.
Beberapa strategi digunakan untuk meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan dari temuan
penelitian ini. Begitu kata kunci mulai muncul dari data, ini dibagikan kepada peserta untuk melihat
apakah mereka selaras dengan pengalaman mereka sendiri dan apakah teori yang muncul masuk akal.
Kemudian kembali dan memeriksa dengan peserta menegaskan bahwa teori itu sebenarnya didasarkan
pada data. Pembandingan data, catatan lapangan dan memo yang terus-menerus membantu dalam proses
pengecekan ini dan membantu mengarahkan pertanyaan sampai semua kategori secara teoritis jenuh dan
tidak ada eksplorasi lebih lanjut dari fenomena tersebut. Selain itu, peneliti mendapat masukan dari
badan amal pasien 'Pumping Marvellous' yang memberikan tanggapan pasien dalam desain awal
penelitian ini.
Peneliti percaya bahwa kedalaman dan detail yang diperoleh cukup untuk memberikan validitas
substansial dalam hal kredibilitas dan relevansi dengan kategori yang dihasilkan.
Section B: What are the results?
7 Have ethical issues been taken into Yes √ HINT: Consider
consideration? Can’t Tell  If the are sufficient details of how the research
No was explained to participants for the reader to
assess whether ethical standards were
maintained
 If the researcher has discussed issues raised by
study (e.g. issues around informed consent or
confidentiality or how they have handled the
effectsofthe study on the participants during and
after the study)
 If approval has been sought from the ethics
committe
Comments:
Dalam artikel masalah etik telah dipertimbangkan sebelumnya, persetujuan etis penelitian diberikan oleh
Komite Layanan Etika Riset Nasional-North West (13/NW0483), Komite Etika Universitas dan Departemen Tata
Kelola Riset Trust Rumah Sakit. Semua peserta juga diberitahu tentang peran dan latar belakang pewawancara,
memberikan persetujuan tertulis sebelum wawancara dilakukan. Semua data disimpan secara elektronik di
komputer yang dilindungi kata sandi.
8 Was the data analysis sufficiently Yes √ HINT: Consider
rigorous? Can’t Tell  If there is an in depth decription of the analysis
No process
 If thematic analysis is used. If so, it clear how
the categories/themes were derived from the
data
 Whether the researcher explains how the data
prsented were selected from the original
sasmple to demonstrate the analysis process
 If sufficient data are presented to support the
findings
 To what extent contradictory data are taken into
account
 Whether the researcher critically examined their
own role, potential bias and influence during
analysis and selection of data for presentation

Comments:
Dalam artikel metodologi penelitian yang digunakan adalah grounded theory. Peneliti menjelaskan
secara terperinci, bagimana peneliti mengkontrol kualitas dari data yang tekrumpul, langkah-langkah
dalam melakukan analisis peneliti terlibat dalam peroses pengumpulan data, pengelompokan data ke
kategori-kategori, pengumpulan data tambahan, dan membandingkan informasi-informasi yang baru
dengan membandingkan denan katogori-katagori yang muncul, proses pengembangan teori dilakukan
secara perlahan-lahan (Constant comperative procedure) sesuai dengan metodologi penelitian yang
dilakukan (grounded theory).Wawancara berlangsung rata-rata 40-60 menit direkam secara digital,
kemudian ditranskripsikan kata demi kata kedalam bentuk dokumen.
Pengkodean awal dilakukan secara manual untuk menghindari risiko membuat lompatan konseptual,
kemudian data dianalisis mengunakan Vivo untuk memperoleh makna, pandangan dan tindakan peserta.
Kemudian analisis melibatkan pengkodean terfokus untuk mengelola tahap pengkodean ini transkrip
diunggah ke Vivo. Kode-kode awal disaring, disortir, dan disentesis untuk mengidentifikasi kode-kode
yang dianggap memiliki jangakaun teoritis. Pengkodean aksial digunakan untuk mengidentifikasi
hubungan antara konsep dan kategori dan melibatkan terus menerus membandingkan transkrip dengan
catatan lapangan, buku harian dan memo.
9 Is there a clear statement of findings? Yes √ HINT: Consider
Can’t Tell  If the findings are explicit
No  If is adequate discussion of the evidence both
for and against the researcher hasdiscussed the
creadibility of their findings (e.g. triangulation,
respondent validation, more than one analyst)
 Ifthe findings are discussed in relation to the
original research question
Comments:
Berdasarkan hasil penelitian, artikel ini telah menjawab pertanyaan dalam penelitian secara jelas yaitu
ada 4 katagori bagaimana profesional perawat menegosiasikan proses pengambilan keputusan ketika
mempertimbangkan perawatan akhir kehidupan yaitu gejala penanda, mengatur perawatan, diberitahu dan
mengenali kematian. Tema dalam katagori ini disebut “Lingkaran setan perawatan gagal jantung”.
Section C: Will the results help locally?
10 How valuable is the research? Yes √ HINT: Consider
Can’t Tell  If the researcher discusses the contribution the
No study makes to existing knowledge or
understanding (e.g. do they consider the
findings in relation to current practice or policy,
or relevant researchbased literature
 If the researchershave discussed whether or how
the fidings can be transferred other ways the
research maybe used
Comments:
Dalam artikel peneliti menarik kesimpulan bahwa “Dalam penelitian ini, lingkaran setan perawatan
pasien gagal jantung ditemukan sebagai produk dari sistem perawatan kesehatan di mana tuntutan
organisasi dan aturan organisasi tidak selalu memfasilitasi”
Hasil temuan telah dijelaskan dengan dilengkapi oleh data yang didapatkan peneliti. Penelitian ini
merupakan penelitian pertama yang dilakukan peneliti tidak melanjutkan atau mengembangkan
penelitian sebelumnya yang sudah ada.
Peneliti menyatakan bahwa penelitian dilakukan dilokasi dengan budaya beragam etnis dan
partisipan kulit putih. Penting untuk menyelididki masalah ini dalam kaitannya dengan berbagai
minoritas. Tujuan penelitian ini bukan untuk memberikan teorit khusus untuk satu peserta tetapi satu
yang dapat diterapkan atau dibandingkan dengan data di pengaturan serupa lainnya.
Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan bahwa teori subtantif ini dimasa depan
menyediakan platform untuk penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi siklus perawatan dengan
pasien yang didiagnosis dengan gagal jantung stadium akhir dari berbagai pengaturan dan komunitas.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Artikel
Dalam artikel peneliti menetapkan judul penelitian “Studi grounded theory:
Mengeksplorasi pengambilan keputusan profesional perawatan kesehatan
saat mengelola perawatan gagal jantung tahap akhir”. Secara jelas peneliti
menuliskan sebuah judul yang menggambarkan pendekatakan kualitatif yang
digunakan dalam penelitian yaitu grounded theory, sehingga memberi
kemudahan bagi pembaca untuk menemukan informasi mengenai jenis
penelitian yang mereka cari. tujuan peneliti (Mengeksplorasi pengambilan
keputusan profesional perawat saat mengelola pasien gagal jantung stadium
akhir dan bagaimana keputusan ini berdampak langsung pada akhir pasien dari
pengalaman hidup), menggunakan pendekatakan kualitatif (grounded theory)
B. Analisa Metode Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian kualitatif berbeda dengan penelitian kuantitatif,
walaupun beberapa metode menggunakan istilah yang sama. Beberapa metode
pengumpulan data pada penelitian kualitatif yang sering digunakan pada penelitian
keperawatan yaitu wawancara dan kuesioner, observasi, fokus grup diskusi, analisis
teks/studi dokumen, dan rekaman audio dan video.

Tabel 1. Perbedaan penggunaan metode pengumpulan data


Metode Penelitian Kualitatif Penelitian Kuantitatif
Wawancara Penelitian survey: uatamanya Pertanyaan terbuka untuk
pertanyaan dengan pilihan jawaban sampel dalam jumlah kecil
singkat, tetap untuk sampel acak
Observasi Studi pendahuluan untuk membuat Mempelajari dan memahami
kerangka kuesioner suatu budaya
Analisis teks/ dokumen Analisis isi, misaslnya menghitung Memahami kategori-kategori
bentuk kategori-kategori data yang dituliskan para partisipan
Rekaman audio dan video Jarang digunakan, biasanya untuk Memahami struktur
memeriksa akurasi rekaman pembicaraan, ekspresi wajah
wawancara dan Gerakan tubuh

Proses pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara


bersamaan/simultan dengan proses analisis data. Data yang dihasilkan pada penelitian
kualitatif dapat berbentuk kutipan langsung dan tidak langsung baik dari hasil
wawancara, maupun dari dokumen tertulis dan berbagai hasil observasi. Endacott (2005)
dalam Afiyanti & Rachmawati (2014) menyatakan bahwa terdapat empat hal yang perlu
dipertimbangkan peneliti saat melakukan pengumpulan data pada penelitian kualitatif,
yaitu 1) level struktur wawancara dan atau jenis observasi yang dilakukan; 2) urutan
kegiatan pengambilan data, (mana yang akan dilakukan pertama, wawancara atau
observasi?); 3) jumlah partisipan (individu atau kelompok); dan 4) lokasi pengambilan
data (di wilayah autoritas partisipan, seperti tempat tinggal partisipan atau di wilayah
autoritas peneliti, seperti ruang/tempat yang telah disediakan peneliti).
Metode pengumpulan data pada pendekatan kualitatif yang umum digunakan pada
penelitian-penelitian keperawatan:
1. Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang paling sering digunakan
pada banyak penelitian kualitatif. Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan
pembicaraan yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan informal.
Wawancara ditujukan untuk mendapatkan informasi dari individu yang
diwawancarai, oleh karena itu hubungan asimetris harus tampak antara pewawancara
dengan individu yang diwawancarai. Peneliti melakukan wawancara mengeksplorasi
perasaan, persepsi, dan pemikiran partisipan (Rachmawati, 2007).

Suatu wawancara yang berkualitas merupakan hubungan yang dibangun oleh


komunikasi dua arah dan bukan bentuk interograsi yang berlangsung secara satu
arah. Wawancara merupakan suatu interaksi. Kvale (2011), menekankan bahwa
interaksi yang terjadi saat wawancara pada wawancara riset kualitatif "inter Views"
berarti bahwa terjadi suatu pertukaran dan terciptalah interdependensi sementara.
Pewawancara memberikan stimulus untuk menghasilkan suatu reaksi. Reaksi
tersebut berasal dari orang yang diwawancarai, namun suatu stimulus juga dapat
terjadi akibat respons orang yang diwawancarai.

a) Peran peneliti sebagai Pewawancara


Peran peneliti di antaranya: mempertahankan kesadaran dirinya untuk berusaha
bagaimana wawancara yang sedang dilakukan berlangsung, memerhatikan
bagaimana orang yang diwawancarai bereaksi terhadap pertanyaan, dan seperti
apa umpan balik yang tepat untuk mempertahankan berjalannya komunikasi
dua arah yang terjadi saat wawancara. Melakukan reflexivity, yaitu bertanggung
jawab untuk mengidentifikasi pengaruh dirinya (self-reflection) dalam segala
aspek hasil wawancaranya.
b) Naskah wawancara atau pedoman wawancara
Naskah wawancara (disebut juga dengan pedoman, protokol wawancara,
interview script) disusun sebagai pedoman agar proses wawancara saling
berkaitan satu sama lainnya. Naskah wawancara dapat berisi beberapa topik
penelitian atau berisi urutan pertanyaan secara rinci. Bentuknya biasanya
berupa lembar sebanyak 4-5 halaman, berisi urutan pertanyaan dengan jarak
antarpertanyaan untuk jawaban atau catatan lapangan. Bagian satu dari protokol
wawancara berisi data dan deskripsi dari partisipan. Lembar berikutnya berisi
daftar pertanyaan. Pertanyaan wawancara dapat dievaluasi baik dari dimensi
tematik dan dimensi dinamiknya. Dimensi tematik mengevaluasi hasil
pengetahuan yang dihasilkan, sementara, dimensi dinamik mengevaluasi
tingkat interaksi pewawancara dan individu yang sedang diwawancarai.

Penggunaan kata tanya "mengapa", "apa", dan "bagaimana" dibedakan dalam


hal pertanyaan penelitian dan pertanyaan wawancara. Ketika merancang naskah
wawancara, kata tanya "mengapa" dan "apa" seharusnya ditanyakan dan diberi
jawaban terlebih dulu sebelum pertanyaan "bagaimana". Dalam situasi
wawancara, perubahan pertanyaan dalam naskah wawancara dilakukan sesuai
prioritas, dalam hal ini disesuaikan dengan pertanyaan utama pada fenomena
yang diteliti dan dapat direvisi setelah wawancara karena ide yang baru muncul
belakangan. Pedoman wawancara dapat dibuat secara rinci walaupun hal itu
tidak perlu diikuti secara ketat. Peneliti harus ingat bahwa mereka perlu
mengendalikan diri sehingga tujuan penelitian dapat dicapai dan topik
penelitian tergali.

c) Jenis Wawancara
1) Wawancara tidak berstruktur tidak berstandar, informal, atau berfokus
Jenis wawancara ini relatif memiliki tidak banyak pertanyaan yang
disiapkan, bahkan hanya dengan satu pertanyaan yang disiapkan peneliti
pada awal wawancara dan diikuti oleh suatu kata kunci. Misalnya untuk
pertanyaan "Ceritakan tentang pangalaman nyeri anda", maka dapat
menggunakan kata kunci: perasaan, pergi ke dokter, profesi kesehatan
lainnya, menggunakan pengobatan komplementer, dukungan sosial,
dukungan praktik, klinik nyeri, dan puncak nyeri.

Peneliti lebih banyak mendengarkan dan banyak belajar dari pengalaman


atau hal-hal yang diceritakan para partisipannya untuk memberikan
pertanyaan selanjutnya. Bahkan peneliti umumnya mengajukan
pertanyaan yang tidak direncanakan sebelumnya atau tidak diantisipasi
untuk ditanyakan kepada para partisipannya. Untuk selanjutnya, peneliti
perlu mengeksplorasi dan memeriksa lebih dalam hasil wawancara
tersebut untuk melakukan klarifikasi. Jenis wawancara tidak terstruktur
umum digunakan pada studi-studi etnografi, studi analisis wacana
(discourse analysis), grounded theory, studi naratif, studi tentang kisah
hidup seseorang (life history) dan studi kasus. Wawancara ini
menghasilkan data yang paling kaya, tetapi juga memiliki dross rate
(jumlah materi atau informasi yang tidak berguna dalam penelitian) paling
tinggi, terutama apabila pewawancaranya tidak berpengalaman.
2) Wawancara semi berstruktur.
Wawancara ini dimulai dari isu yang dicakup dalam pedoman wawancara.
Urutan pertanyaan tiap partisipan tidak sama, bergantung pada proses
wawancara dan jawaban tiap individu. Namun pedoman wawancara
menjamin bahwa peneliti mengumpulkan jenis data yang sama dari para
partisipan. Peneliti dapat menghemat waktu melalui cara ini. Jenis
wawancara ini menggunakan pertanyaan terbuka (open-ended questions)
dan menggunakan prober yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara
semi berstruktur sering digunakan untuk studi yang berfokus pada life-
world yang berupaya memahami berbagai tema kehidupan sehari-hari dari
perspektif masing-masing individu. Jenis wawancara semi struktur
umumnya digunakan pada studi etnografi dan grounded theory.
3) Wawancara dengan percakapan informal (Informal conversations).
Pada jenis wawancara ini peneliti mengasumsikan memiliki peran yang
lebih aktif daripada peran interaktifnya. Studi-studi yang umumnya
menggunakan jenis wawancara ini adalah studi fenomenologi, etnografi,
dan grounded theory.
4) Wawancara berstruktur atau berstandar. Peneliti kualitatif jarang sekali
menggunakan jenis wawancara ini. Beberapa keterbatasan pada wawancara
jenis ini membuat data yang diperoleh tidak kaya. Jadwal wawancara berisi
sejumlah pertanyaan yang telah direncanakan sebelumnya. Tiap partisipan
ditanyakan pertanyaan yang sama dengan urutan yang sama pula. Jenis
wawancara ini menyerupai kuesioner survel yang tertulis. Peneliti kualitatif
mengguna pertanyaan yang berstruktur ini hanya untuk mendapatkan data
sosio-demografik, seperti usia, lamanya kondisi yang dialami, lamanya
pengalaman, pekerjaan, kualifikasi, dan sebagainya.
5) Wawancara Kelompok
Wawancara kelompok merupakan instrumen yang berharga untuk peneliti
yang berfokus pada normalitas kelompok atau dinamika seputar isu yang
ingin diteliti.
d) Kapan Tidak Dilakukan Wawancara
Terdapat beberapa fenomena dan tujuan penelitian yang tidak memungkinkan
menggunakan wawancara untuk pengambilan data penelitiannya, di antaranya:
- Pada penelitian yang bertujuan memprediksi dan mempelajari fenomena
dalam suatu kelompok besar, seperti penelitian jenis survei untuk
memperoleh pendapat dari banyak orang. Ketika tidak tersedia banyak
waktu untuk pengambilan data, metode kuesioner pada umumnya akan lebih
mungkin digunakan karena lebih cepat didistribusikan, dianalisis, dan
dilaporkan daripada melakukan wawancara.
- Studi yang mempelajari perilaku para individu dan interaksi antar mereka
dengan lingkungannya, metode observasi dan percakapan informal akan
lebih sesuai digunakan daripada metode wawancara. Jika tujuan suatu
penelitian untuk memperoleh data atau pengalaman seseorang yang personal
atau pribadi, maka metode membina hubungan yang sangat dekat
merupakan metode yang tepat dilakukan peneliti, dibanding dengan
menggunakan metode w
- awancara.

e) Lama, Pemilihan Waktu, dan Tempat Wawancara


Lama wawancara. Dianjurkan agar wawancara dilakukan tidak lebih dari satu
jam. Sebenarnya waktu wawancara bergantung pada ketersediaan waktu
partisipan. Peneliti harus melakukan kontrak waktu dengan partisipan. Pada
pastisipan lanjut usia, menderita kelemahan fisik, atau sakit mungkin perlu
istirahat setelah 20 atau 30 menit. Partisipan anak-anak juga tidak bisa
konsentrasi dalam waktu yang lama. Jika lebih dari tiga jam, konsentrasi tidak
akan diperoleh bahkan bila wawancara tersebut dilakukan oleh peneliti
berpengalaman sekalipun. Jika dalam waktu yang maksimal tersebut data belum
semua diperoleh, wawancara dapat dilakukan sekali lagi atau lebih. Beberapa
kali wawancara singkat akan lebih efektif dibanding hanya satu kali dengan
waktu yang panjang (Rachmawati, 2007).

Waktu wawancara. Waktu atau jadwal wawancara perlu juga ada kesepakatan
antara peneliti dan partisipan. Pilihlah waktu yang sekiranya partisipan tidak ada
kesibukan lainnya dan peneliti tidak terburu-buru. Sebagai contoh, seorang ibu
nifas atau menyusui biasanya mempunyai waktu yang terbatas sehingga
wawancara dilakukan dalam waktu yang singkat karena ia harus menyusui atau
merawat bayinya. Jika wawancara dilakukan di bangsal rumah sakit, pilihlah
waktu di luar jam kunjungan atau jadwal visitasi dokter.
Tempat wawancara. Wawancara dilakukan di tempat yang disepakati juga oleh
peneliti dan partisipan. Idealnya, wawancara harus dilakukan pada lingkungan
yang kondusif dan perlu menjaga privasi individu yang diwawancarai serta
terhindar dari gangguan dari pihak luar yang hadir, serta pertimbangan implikasi
akibat interaksi perempuan dan pria. Salah satu cara untuk melakukan hal ini
mungkin dengan menyewa ruang khusus. Pewawancara yang bekerja di
masyarakat perlu menemukan lokasi yang cocok. Contoh, akan tidak pantas bagi
seorang perawat lelaki untuk melakukan wawancara sendirian dengan partisipan
seorang siswa perawat perempuan di kamarnya di asrama perempuan.

f) Proses Wawancara
Pelaksanaan wawancara dapat bersifat formal yang direncanakan sebelumnya
dan dapat juga secara informal layaknya percakapan sehari hari. Saat wawancara
berlangsung, respons dan tanggapan para partisipan yang diwawancarai terhadap
pertanyaan peneliti menentukan kelancaran proses wawancara dan menentukan
pola kategorisasi data yang dihasilkan ketika menganalisis hasil wawancara
tersebut. Langkah-langkah yang perlu dilakukan peneliti dalam melakukan
metode wawancara (Kvale, 2011):
1) Rencanakan wawancara dengan menyeleksi individu yang akan
diwawancarai.
2) Lakukan wawancara sesuai dengan pedoman wawancara yang telah dibuat
secara sistematik. Waktu yang diperlukan tiap wawancara sekitar 45-60
menit dengan menggunakan alat recording.
3) Buat segera transkrip hasil wawancara sesegera mungkin setelah wawancara
4) Lakukan analisis dari transkrip yang telah dibuat dengan membuat
kategorisasi
5) Lakukan verifikasi dan konfirmasi hasil wawancara yang telah dilakukan
dengan para partisipan.
6) Buat laporan hasil wawancara.

2. Observasi
Terminologi kata observasi diturunkan dari bahasa latin yang berarti 'melihat' dan
'memerhatikan'. Kegiatan observasi meliputi memerhatikan dengan saksama,
termasuk mendengarkan, mencatat, dan mempertimbangkan hubungan antaraspek
pada fenomena yang sedang diamati. Observasi merupakan metode pengumpulan
data yang esensial dalam penelitian kualitatif. Untuk memperoleh hasil observasi
yang akurat dan tepat, peneliti diwajibkan memiliki keterampilan dalam melakukan
observasi dan mempunyai waktu yang cukup untuk melakukan pendalaman dalam
situasi yang akan diteliti. Observasi yang panjang menghasilkan pengetahuan yang
lebih mendalam terhadap kelompok atau keadaan yang sedang diteliti dan peneliti
dapat menghindari gangguan atau bias yang disebabkan oleh kurang hadirnya
peneliti dalam kelompok.

Melakukan observasi pada umumnya juga dilakukan dengan cara membuat denah
lokasi atau format lokasi dalam bentuk bagan atau grafik tempat dilakukannya
observasi. Sebagai contoh, membuat denah atau lay out ruangan ICU jika observasi
dilakukan di ruang ICU atau denah atau gambar ruang staf keperawatan, jika
dilakukan di ruangan tersebut. Membuat denah lokasi penting dilakukan terutama
pada studi-studi etnografi.

a) Keunggulan dan Keterbatasan Observasi


Metode observasi memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
- Peneliti akan memperoleh pemahaman lebih baik tentang konteks dari
fenomena yang sedang diteliti.
- Observasi memungkinkan peneliti untuk bersikap terbuka, berorientasi pada
penemuan daripada pembuktian dan mempertahankan pilihan untuk
mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan
yang nyata, kecenderungan untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi
(yang ada sebelumnya) tentang topik yang diamati akan berkurang.
- Mengingat individu yang telah sepenuhnya terlibat dalam konteks hidupnya
sering mengalami kesulitan merefleksikan pemikiran mereka tentang
pengalamannya, observasi memungkinkan peneliti melihat hal hal yang oleh
partisipan atau subjek penelitian sendiri kurang disadari. Observasi
memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang karena
berbagai sebab tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka
dalam wawancara.
- Jawaban terhadap pertanyaan akan diwarnai oleh persepsi selektif individu
yang diwawancara. Berbeda dengan wawancara, observasi memungkinkan
peneliti melakukan lebih banyak dari persepsi selektif yang ditampilkan
subjek penelitian atau pihak-pihak lainnya.
- Observasi memungkinkan peneliti merefleksikan dan bersikap introspektif
terhadap penelitian yang dilakukannya. Impresi dan perasaan-perasaan
pengamat akan menjadi bagian dari data yang pada gilirannya dapat
dimanfaatkan untuk memahami fenomena yang sedang diteliti.
Namun, metode observasi juga memiliki keterbatasan dalam menghasilkan data,
di antaranya:
- memiliki efek pada situasi yang sedang diobservasi dengan cara yang tidak
diketahui,
- partisipan yang diobservasi dapat membuat-buat perilaku karena dirinya
mengetahui sedang diobservasi,
- persepsi khusus atau pengamatan khusus dari peneliti dapat mendistorsi data
yang diobservasi. Selain itu, metode observasi juga hanya dapat mengamati
perilaku eksternal dari objek yang diamati, observer tidak dapat mengamati
apa yang terjadi pada lingkungan internal atau di dalam diri yang tidak dapat
diamati atau diobservasi peneliti. Lebih lanjut, metode observasi juga
terbatas hanya melaporkan hasil observasi pada aktivitas-aktivitas objek
yang terjadi pada saat dilakukan observasi.
b) Lokasi Penelitian. Perawat peneliti dapat mengobservasi setting apa pun yang
menjadi fokus penelitiannya. Observasi partisipan bervariasi pada rentang setting
terbuka ke setting tertutup. Setting terbuka adalah yang dapat dilihat publik
seperti jalanan, koridor rumah sakit dan area penerimaan. Pada setting tertutup,
aksesnya sulit atau khusus. Ruang bedah, saat rapat manajemen atau klinik adalah
beberapa contoh keadaan tertutup.
c) Jenis Observasi
Observasi dapat bersifat berstruktur atau tidak berstruktur. Observasi berstruktur
tujuannya untuk merekam perilaku fisik dan verbal. Jadwal atau pedoman
observasi ditentukan sebelumnya dengan menggunakan taksonomi yang
dikembangkan dari teori. Observasi tidak berstruktur digunakan untuk
memahami dan menafsirkan perilaku budaya. Hal ini didasarkan pada paradigma
interpretis/ konstruktivis yang mementingkan konteks dan konstruksi
pengetahuan antara peneliti dan yang diteliti. Observasi berstruktur digunakan
secara luas dalam psikologi, dan dari aspek ini para perawat peneliti telah
mengadopsi metode untuk dikembangkan sendiri.

Observer memasuki keadaan yang diteliti tanpa berniat membatasi pengamatan


hanya pada proses atau orang tertentu dan menggunakan pendekatan tidak
berstruktur. Observasi akan berkembang dari tidak berstruktur ke arah yang lebih
fokus sampai ada tindakan atau peristiwa tertentu yang menjadi minat utama
peneliti. Empat jenis peran observer, yaitu partisipan komplit, partisipan sebagai
observer, observer sebagai partisipan, dan observer komplit.

Gambar Tipologi peran peneliti sebagai observer partisipan


Partisipan komplit adalah bagian dari keadaan atau kelompok dan mengambil
peran 'orang dalam' yang melakukan observasi tersamar. Jenis ini mengandung
beberapa masalah. Satu yang menjadi pertanyaan serius adalah apakah observasi
tersamar di pelayanan, tanpa sepengetahuan atau izin dari orang yang diobservasi
ini etis? Jika setting sifatnya tertutup bukan di jalanan atau area publik, untuk
profesi kesehatan yang memberikan asuhan dan perilaku etis, observasi tersamar
ini tidak dianjurkan.

Partisipan sebagai observer adalah bagian dari kelompok yang diteliti. Bagi
perawat peneliti cara ini baik untuk melakukan penelitian karena mereka telah
terlibat dalam situasi kerja. Keuntungan jenis ini adalah mudahnya hubungan
peneliti-partisipan yang dapat disudahi atau diperluas. Selain itu, observer juga
dapat berpindah sekitar lokasi sesuka mereka sehingga dapat melakukan
observasi lebih detail dan dalam.

Untuk peneliti pemula, observasi lebih sulit dibanding wawancara karena adanya
berbagai isu etik. Pasien yang harusnya dilindungi dari gangguan ketika
berinteraksi dengan tenaga kesehatan, dieksplorasi. Untuk minta semua pasien di
bangsal tertentu izin berpartisipasi, meski sulit, mungkin saja bisa namun komite
etik sering kali enggan menyetujui mahasiswa muda untuk melakukan observasi.
Observer sebagai partisipan hanya secara marginal berada dalam situasi,
misalnya perawat melakukan observasi di suatu bangsal tetapi sebenarnya ia
tidak secara langsung bekerja di sana. Keuntungan dari jenis ini adalah
kemungkinan peneliti menanyakan beberapa pertanyaan dan diterima sebagai
kolega dan peneliti tetapi tidak disebut sebagai bagian dari tim kerja. Observer
terhindar dari memainkan peran asli di dalam setting. Pembatasan dari
keterlibatan ini tidaklah mudah, terutama pada situasi kerja yang sibuk. Peneliti
juga harus selalu minta izin untuk kemana-mana di dalam setting.

Observer komplit tidak mengambil bagian dalam setting. Observasi di area


penerimaan atau pada suatu kecelakaan atau di departemen gawat darurat adalah
contoh jenis ini. Observer komplit benar-benar hanya memungkinkan jika
peneliti mengobservasi melalui sebuah cermin dua sisi di setting publik yang ia
tidak diketahui atau tidak berdampak pada situasi. Jenis ini umumnya digunakan
di klinik anak untuk mengobservasi interaksi keluarga. Sekali lagi, izin dari
partisipan harus diperoleh.
d) Proses Observasi
Tiga tahap kemajuan observasi, yaitu observasi deskriptif, terpusat dan selektif.
Observasi deskriptif berdasar pada pertanyaan umum yang sudah dipikirkan
peneliti. Apa pun yang terjadi di dalam situasi menjadi data dan direkam,
termasuk warna, bau, dan penampilan orang-orang dalam setting. Deskripsi ini
mencakup semua indera. Seiring berjalannya waktu, area atau aspek penting
tertentu dari setting menjadi lebih dapat dipahami dan peneliti berfokus pada hal
ini karena pada pencapaian tujuan penelitian. Akhirnya observasi menjadi sangat
selektif.

Peran pengamatan yang berbeda, penanya kualitatif terlibat dalam proses


pengamatan, terlepas dari perannya. Proses umum ini diuraikan oleh Cresswell
(2018) sebagai berikut:
1. Pilih lokasi penelitian yang akan diamati yang dapat membantu peneliti
memahami fenomena utamanya. Peneliti sebelumnya telah mengurus surat
izin agar diperbolehkan masuk ke dalam situs atau setting tempat yang akan
diamati.
2. Masuk ke wilayah kelompok yang diamati, secara perlahan dengan melihat-
lihat; memahami situs secara umum; dan membuat catatan terbatas,
setidaknya pada awalnya. Lakukan observasi singkat terlebih dahulu,
karena kemungkinan besar peneliti akan kewalahan dengan semua aktivitas
yang terjadi, bangun hubungan baik dengan individu di wilayah tersebut,
dan membantu peneliti mengasimilasi sejumlah besar informasi.
3. Identifikasi siapa atau apa yang akan diamati, kapan harus mengamati, dan
berapa lama untuk mengamati. Penanggung jawab lokasi dapat
memberikan arahan dan jadwal yang tepat dapat berinteraksi dengan
individu di lokasi pengamatan.
4. Tentukan awalnya, peran peneliti sebagai pengamat. Pilih dari peran
partisipan atau nonpartisipan selama beberapa observasi pertama peneliti.
Pertimbangkan apakah akan menguntungkan untuk mengubah peran
selama proses untuk mempelajari dengan baik tentang individu atau situs.
Terlepas dari apakah peneliti berganti peran, pertimbangkan peran apa yang
akan peneliti gunakan dan alasannya.
5. Lakukan beberapa pengamatan dari waktu ke waktu untuk mendapatkan
pemahaman terbaik tentang lokasi dan individu. Terlibat dalam pengamatan
luas pada awalnya, perhatikan lingkungan umum. Kenali dulu latar
belakang lokasi dan individu yang ada, sehingga akan mempermudah
peneliti mempersempit area pengamatannya.
6. Rancang beberapa cara untuk merekam catatan selama observasi Data yang
terekam selama observasi disebut catatan lapangan. Catatan lapangan
adalah teks (kata) yang direkam oleh peneliti selama observasi dalam
penelitian kualitatif.
7. Pertimbangkan informasi apa yang akan peneliti catat selama observasi.
Misalnya, informasi ini dapat mencakup potret peserta, latar fisik,
khususnya acara dan kegiatan, dan reaksi pribadi (Bogdan & Biklen, 1998).
Contoh: pengamatan ruang kelas, peneliti dapat merekam kegiatan guru,
siswa, interaksi siswa dan guru, dan percakapan siswa ke siswa.
8. Rekam catatan lapangan deskriptif dan reflektif. Catatan lapangan
deskriptif adalah catatan deskripsi peristiwa, kegiatan, dan orang (misalnya,
apa yang terjadi). Catatan lapangan reflektif merekam pemikiran pribadi
yang dimiliki peneliti yang berhubungan dengan wawasan, firasat, atau
gagasan luas atau tema mereka yang muncul selama pengamatan (misalnya,
pemahaman peneliti tentang lokasi, orang, dan situasi).
9. Buatlah diri peneliti dikenal, tetapi tetap tidak mengganggu. Selama
observasi, perkenalkan oleh seseorang jika peneliti adalah "orang luar" atau
orang baru di lingkungan. Bersikaplah pasif, ramah, dan hormati orang serta
lokasinya.
10. Setelah mengamati, perlahan mundur dari lokasi. Ucapkan terima kasih
kepada peserta dan beri tahu mereka tentang penggunaan data dan
ketersediaan ringkasan hasil setelah peneliti menyelesaikan studi

Pedoman observasi yang digunakan banyak dikembangkan berdasarkan: (1)


Pertanyaan 'who'. berapa banyak orang yang ada dalam setting atau mengambil
bagian dari aktivitas? Apa karakter dan perannya? (2) Pertanyaan 'what'. Apa
yang terjadi dalam setting? Apa tindakan dan aturan perilakunya? Apa saja
variasi dalam perilaku yang diobservasi? (3) Pertanyaan 'where'. Di antara
interaksi dilakukan? Di antara orang-orang yang terlokalisasi di ruangan fisik?
(4) Pertanyaan 'when'. Kapan percakapan dan interaksi dilakukan? Kapan
aktivitas dilakukan. (5) Pertanyaan 'why'. Mengapa orang di dalam setting
berlaku seperti yang mereka lakukan? Mengapa ada variasi perilaku?

Clarke (2009) menggunakan matriks pertanyaan deskriptif sebagai yang dirujuk


dari Spradley yang terdiri atas ruang, objek, tindakan, aktivitas, kejadian, waktu,
pelaku, tujuan, dan perasaan. Sedangkan Mack et al (2005) mengembangkan
pedoman yang mencakup penampilan, perilaku verbal dan bermacam interaksi,
perilaku fisik dan bahasa tubuh, ruang, lalu lalang orang, dan orang-orang yang
terlibat di dalamnya.

e) Hasil Observasi
Hasil observasi dituliskan oleh peneliti atau observer secara deskriptif dan
informatif, bukan secara interpretatif atau menyimpulkan hasil observasi. Hasil
observasi yang dituliskan dalam bentuk interpretasi peneliti dapat menyebabkan
kesalahan dan dapat menyebabkan data menjadi bias. Membuat deskripsi artinya
peneliti menuliskan data yang diamati secara konkret/nyata tentang fenomena
yang berhasil diobservasi sehingga para pembaca dapat memahami kondisi yang
terjadi pada lokasi yang diamati peneliti tanpa peneliti memberikan pendapat atau
pandangan tentang yang diamati.
Sebagai contoh, fenomena tentang sepasang suami istri yang berada dalam suatu
ruangan perawatan postpartum dan mereka merupakan keluarga yang baru saja
memperoleh kehadiran seorang bayi dan saat ini sedang berbahagia. Hasil
observasi peneliti dapat menuliskan tentang ruangan postpartum yang nyaman
dan sejuk, yaitu ruangan postpartum memiliki ukuran sekitar 3x4 meter dengan
dekorasi terdapat 3 lukisan yang menggambarkan aktivitas ibu merawat bayi,
terdengar suara musik lembut, dan ruangan tersebut berwarna pastel dengan
tercium pengharum ruangan dan udara sejuk berasal dari sistem pendingin/AC
yang dimiliki ruangan tersebut. Sementara, untuk mendeskripsikan sepasang
suami istri dengan bayinya, peneliti dapat menuliskan hasil deskripsinya sebagai
berikut: sepasang suami istri saling memerhatikan dan berbicara dengan bayi
yang baru saja dilahirkan oleh sang istri. Keduanya saling mengomentari kondisi
wajah dan tubuh bayi mereka, saling membelai bayi mereka, dan satu sama lain
saling berpelukan. Hal ini akan berbeda jika peneliti memberi interpretasi dari
hasil observasinya, misalnya, hasil interpretasi peneliti dapat menuliskan bahwa
ruangan postpartum sangat nyaman, indah, dan sejuk dan terdapat sepasang
suami istri dan bayinya yang sedang berba hagia.

3. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Disscussion)


a. Definisi dan Tujuan Metode DKT
Metode DKT adalah melakukan eksplorasi suatu isu/fenomena khusus,
memperoleh produk data/ informasi dari diskusi suatu kelompok individu yang
berfokus pada aktivitas bersama di antara para individu yang terlibat di
dalamnya untuk menghasilkan suatu kesepakatan bersama. Eksplorasi yang
dilakukan adalah tentang fenomena pengalaman hidup sepanjang siklus hidup
manusia melalui interaksi sosial dirinya dalam kelompok.
Aktivitas yang dilakukan dalam kelompok diskusi tersebut antara lain
memfasilitasi untuk saling berbicara, memberi pertanyaan, dan memberi
komentar satu dengan lainnya tentang pengalaman atau pendapat di antara
mereka dalam satu kelompok diskusi tersebut (Afiyanti, 2008). Interaksi ini
dapat saling memengaruhi dan menghasilkan data/informasi jika memiliki
kesamaan dalam hal, antara lain memiliki kesamaan karakteristik individu
secara umum, kesamaan status sosial, kesamaan isu/permasalahan, dan
kesamaan relasi/hubungan secara sosial.

Tujuan utama metode DKT adalah untuk memperoleh interaksi data yang
dihasilkan dari suatu diskusi sekelompok partisipan/responden dalam hal
meningkatkan kedalaman informasi menyingkap berbagai aspek suatu
fenomena kehidupan sehingga fenomena tersebut dapat didefinisikan dan diberi
penjelasan. Data dari hasil interaksi dalam diskusi kelompok tersebut dapat
memfokuskan atau memberi penekanan pada kesamaan dan perbedaan
pengalaman dan memberikan informasi/data yang padat tentang suatu
perspektif yang dihasilkan dari hasil diskusi kelompok tersebut.
b. Karakteristik DKT
Jumlah kelompok yang dapat menghasilkan data berjumlah 8 - 10 individu atau
pada kelompok yang lebih kecil (mini group) berisi 4 - 6 individu dengan
karakteristik individu yang sama. Selama diskusi, diperlukan moderator yang
handal untuk memfasilitasi kelancaran diskusi. Pengumpulan data dilakukan
dengan merekam dan disuplementasi oleh catatan lapangan. Jenis wawancara
yang berlangsung antara moderator dan para partisipan dilakukan secara
langsung, bersifat formal, dan menggunakan pedoman pertanyaan terstruktur
yang sudah disiapkan sebelumnya oleh peneliti.
c. Kelebihan dan Keterbatasan DKT
kelebihan metode DKT adalah: partisipannya bisa bebas berpendapat, cukup
hemat dan ekonomis untuk memperoleh hasil yang cepat, fleksibel, elaborasif
serta diperolehnya jumlah data yang lebih banyak dalam waktu yang singkat;
Memiliki face validity yang tinggi dibanding metode wawancara individual.
Keterbatasan metode DKT, peneliti memiliki keterbatasan dalam mengontrol
para partisipannya, terutama jika terdapat individu yang mendominasi diskusi
kelompok yang dapat memengaruhi pendapat individu yang lainnya. Selain itu,
analisis data pada metode ini lebih sulit di analisis, kualitas data yang dihasilkan
sangat bergantung pada kemampuan moderator, dan membutuhkan lingkungan
yang kondusif
d. Peran Peneliti dalam DKT
DKT sebaiknya dilakukan oleh minimal dua orang peneliti (disebut juga dengan
fasilitator). Fasilitator mempunyai tanggung jawab individu maupun bersama.
Satu orang berperan sebagai moderator diskusi dan yang lainnya sebagai
penulis catatan lapangan. Kedua fasiliator harus dipersiapkan sebelum
melakukan perannya, karena mungkin saja selama proses DKT dapat saling
bertukar peran. Secara umum moderator bertanggung jawab memimpin DKT,
menyikapi semua pertanyaan yang ditentukan dalam pedoman DKT,
mempertahankan diskusi sesuai dengan jalurnya dan mendorong kontribusi
partisipan. Penulis catatan lapangan secara umum bertanggung jawab
menuliskan seluruh rincian proses diskusi termasuk apabila proses diskusi
direkam secara audio maupun visual. Catatan ini merupakan pelengkap dari
dokumentasi observasi diskusi dan sebagai back up bila perekaman gagal.
Seorang penulis catatan ini juga bertanggung jawab dalam tugas yang berkaitan
dengan perekaman seperti mengoperasikan alat, member label dan tanggal hasil
rekaman bila kegiatan usai. Tugas selanjutnya adalah memfasilitasi logistik
yang berkaitan dengan kedatangan dan kepulangan partisipan, atau apabila
partisipan ingin mengundurkan diri dari penelitian.

Fasilitator juga mempunyai tanggung jawab bersama yang meliputi: merekrut


partisipan sesuai dengan perencanaan; mengingatkan partisipan tentang waktu
dan tempat DKT seperti membuat undangan, mengantar dan menjemput;
menjawab berbagai pertanyaan dari partisipan berkaitan dengan studi atau
proses DKT; dan menjadi andalan bagi partisipan dengan mempertahankan
komitmen misalnya datang tepat waktu, memberikan pedoman bagi partisipan,
menyiapkan segala keperluan partisipan lainnya.

4. Studi Dokumen
Studi dokumen dapat memberi informasi tentang situasi yang tidak dapat diperoleh
langsung melalui observasi langsung atau wawancara (Hammersley & Atkinson,
2007). Yang termasuk dokumen adalah buku harian pribadi, surat, otobiografi dan
biografi serta dokumen dan berbagai laporan dinas. Sumber dokumen bisa dari yang
informal sampai formal. Penelitian keperawatan bisa menggunakan jadwal, laporan,
dan catatan kasus, standar asuhan dan lainnya sebagai sumber. Peneliti
memperlakukan sumber tersebut layaknya transkrip wawancara atau catatan hasil
observasi, yang nanti dapat dianalisis dengan memberi kode dan kategori.
a. Jenis Dokumen
Tujuan utama dari metode dan analisis dokumen adalah interpretasi maknanya.
Pembagian jenis dokumen didasarkan pada (Scott, 1991): dokumen tertutup,
dokumen terbatas dan arsip terbuka, serta dokumen yang dipublikasi terbuka.
Dokumen tertutup mempunyai akses yang terbatas pada orang tertentu, misalnya
penulisnya atau orang yang berwenang lainnya. Pada dokumen terbatas, peneliti
hanya mendapatkan akses dengan izin pada kondisi tertentu. Izin ini dapat
diperoleh dari penulis yang masih hidup atau dari orang yang menyimpan
dokumen tersebut. Dokumen arsip terbuka tersedia bagi siapa pun dengan
prosedur administrasi tertentu atau waktu tertentu.

Kualitas sebuah dokumen ditentukan oleh kriteria seperti keaslian, kredibilitas,


keterwakilan dan maknanya. Keaslian biasanya untuk dokumen sejarah,
dipertimbangkan bagaimana sejarahnya, maksud dan bias penulisnya. Demikian
juga halnya dengan kredibilitas. Akurasi sebuah dokumen bisa dipengaruhi oleh
kedekatan penulis dalam hal waktu dan tempat yang dideskripsikan dan juga
kondisi di sekitar saat informasi tersebut diperoleh. Keterwakilan sebuah
dokumen sulit dibuktikan karena kadang peneliti tidak punya informasi tentang
jumlah dan jenis dokumen yang memuat kejadian yang dimaksud. Menganalisis
dokumen pribadi lebih mudah karena peneliti terbiasa dengan bahasa dan
konteksnya dibanding menilai keterwakilan atau keaslian dokumen sejarah yang
konteksnya hanya bisa dibuat asumsi. Peneliti hanya dapat mencoba melakukan
interpretasi makna teks dalam konteks, situasi dan kondisi yang ditulis dan
mencoba menetapkan maksud penulis.

Studi dokumen ini sering dibuat sebagai triangulasi untuk metode lainnya, seperti
pada berbagai studi yang menggunakan pendekatan grounded theory. Pada
pendekatan ini pengumpulan data yang menggunakan berbagai metode sangat
dipentingkan. Sebagai contoh, perawat dapat melakukan penelitian tentang
pengobatan yang dilakukan terhadap pasien melalui wawancara dengan pasien
dan tenaga kesehatan, observasi apa yang terjadi di ruang rawat dan studi
dokumen dari rekam medis dan catatan lainnya.

Dalam artikel peneliti secara transparan memberi rincian bagaimana


metode pengumpulaan data sehingga dapat memberikan informasi pada
peneliti selanjutnya yang akan melanjutkan penelitian tersebut. Dijelaskan
dalam artikel pengumpulan data mengunakan wawancara semi-terstruktur
yang dilakukan bersama dokter, perawat dan pasien dengan tujuan untuk
mengeksflorasi pengalam mereka dalam pengmabilan keputusan ketika
mengelola atau menerima perawatan gagal jantung di akhir hayat.
Awalnya pertanyaan bersifat terbuka tetapi menjadi lebih terfokus karena
transkrip diberi kode. Kode dibandingkan dengan katagori sampai tema
muncul. Selama setiap tahap pengkodean, memo teoritis ditulis untuk
memfokuskan pengumpulan data lebih lanjut serta untuk
menginformasikan dan menyempurnakan analisis teoretis yang
berkembang. Wawancara pasien dilakukan di bangsal, baik di samping
tempat tidur atau di ruangan yang tenang yang berdekatan dengan ruang
perawat. Wawancara profesional kesehatan dilakukan di tempat pilihan
mereka di kampus rumah sakit. Untuk sekelompok kecil profesional
perawatan kesehatan, lebih mudah untuk diwawancarai bersama. Dua
wawancara kelompok fokus diatur pada hari yang berbeda. Peserta
didorong untuk mendiskusikan pengalaman mereka secara bebas sehingga
panduan wawancara digunakan secara fleksibel untuk memungkinkan
diskusi terbuka. Pertanyaan ditinjau secara teratur ketika konsep dan tema
mulai muncul dari data. Agar suara semua peserta dapat didengar dalam
kelompok fokus, beberapa strategi digunakan.
Pertama, kelompok fokus diadakan selama periode makan siang dan
perwakilan medis dengan ramah menyediakan makan siang. Ini
menciptakan lingkungan yang ramah dan menghasilkan suasana yang
lebih santai. Kedua, pengalihan pertanyaan yang hati-hati memungkinkan
peserta yang lebih junior dalam kelompok untuk berpartisipasi dan berbagi
pengalaman mereka sendiri dalam pengambilan keputusan. Ketiga, check-
in dengan peserta membantu memperjelas poin-poin diskusi yang sering
menyebabkan perdebatan lebih lanjut. Catatan lapangan berisi keterlibatan
substansial dalam pertemuan dan kegiatan sehari-hari. Buku harian
digunakan untuk merekam refleksi dan pengamatan pribadi sehari-hari.
Buku harian, catatan lapangan, dan penulisan memo merupakan bagian
integral dari perbandingan data yang konstan dan hanya berakhir setelah
terbukti bahwa kategori telah jenuh dan tidak ada tema baru yang muncul.
Semua wawancara direkam menggunakan aplikasi memo suara peneliti di
iPhone dan segera setelah wawancara diunduh ke dalam file di PC yang
dilindungi kata sandi.

Dalam artikel metodologi penelitian yang digunakan adalah grounded


theory. Peneliti menjelaskan secara terperinci, bagimana peneliti
mengkontrol kualitas dari data yang tekrumpul, langkah-langkah dalam
melakukan analisis peneliti terlibat dalam peroses pengumpulan data,
pengelompokan data ke kategori-kategori, pengumpulan data tambahan,
dan membandingkan informasi-informasi yang baru dengan
membandingkan denan katogori-katagori yang muncul, proses
pengembangan teori dilakukan secara perlahan-lahan (Constant
comperative procedure) sesuai dengan metodologi penelitian yang
dilakukan (grounded theory).
Wawancara berlangsung rata-rata 40-60 menit direkam secara digital,
kemudian ditranskripsikan kata demi kata kedalam bentuk dokumen.
1. Pengkodean awal dilakukan secara manual untuk menghindari
risiko membuat lompatan konseptual, kemudian data dianalisis
mengunakan Vivo untuk memperoleh makna, pandangan dan
tindakan peserta
2. Analisis melibatkan pengkodean terfokus untuk mengelola tahap
pengkodean ini transkrip diunggah ke Vivo. Kode-kode awal
disaring, disortir, dan disentesis untuk mengidentifikasi kode-kode
yang dianggap memiliki jangakaun teoritis. Pengkodean aksial
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara konsep dan
kategori dan melibatkan terus menerus membandingkan transkrip
dengan catatan lapangan, buku harian dan memo.

C. Populasi dan Sampel


Menurut (Sugiyono, 2018) teknik sampling merupakan teknik pengambilan
sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat
berbagai teknik sampling yang digunakan antara lain yaitu :

1. Probability sampling
Pengertian probability sampling menurut Sugiyono (2014). Menurut Sugiyono,
probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel.
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel. Teknik ini meliputi :
a. Pengambilan sampel acak sederhana (Simple random sampling)
Teknik probability sampling ini dianggap sebagai metode pengambilan
probability samplin yang paling mudah. Untuk dapat melakukan metode ini,
yang harus dilakukan peneliti adalah memastikan bahwa semua anggota
populasi sudah dimasukkan ke dalam daftar induk dan subjeknya dipilih
secara acak dari daftar induk tersebut.
Artinya, dalam sampel acak sederhana ini, setiap anggota populasi diberi
tanda pengenal, misalnya nomor dan lain sebagainya. Kemudian mereka yang
terpilih dalam sampel diambil secara acak atau dengan menggunakan program
perangkat lunak otomatis.
b. Pengambilan sampel acak bertingkat (Stratified random sampling)
Jenis pengambilan sampel probability sampling yang kedua adalah
pengambilan sampel proportionate stratified random sampling. Pengambilan
sampel dengan metode ini subjek awalnya dikelompokkan ke dalam
klasifikasi yang berbeda, misalnya berdasarkan jenis kelamin, tingkat
pendidikan, atau status sosial ekonominya.
Dalam pengambilan sampel ini, peneliti harus memperhatikan bahwa
klasifikasi yang dilakukan tidak boleh memiliki subjek yang tumpang tindih.
Setelah itu, peneliti akan secara acak memilih daftar akhir subjek dari berbagai
kategori yang ditentukan untuk dapat memastikan sampel yang lengkap.

c. Pengambilan sampel acak klister atau area (Cluster/random sampling)


Metode selanjutnya adalah pengambilan sampel acak klaster atau area yang
dilakukan jika ukuran populasi terlalu besar untuk melakukan pengambilan
sampel acak sederhana. Dalam pengambilan sampel acak klaster atau area ini,
suatu populasi dibagi menjadi klaster yang unik.
Meski demikian, klaster yang unik tersebut harus dapat mewakili kelompok
yang beragam. Misalnya kota yang sering digunakan sebagai klaster. Dari
daftar klaster tersebut, nomor terpilih bisa dipilih secara acak untuk dapat
mengikuti studi. Sehingga bisa dikatakan bahwa metode pengambilan sampel
acak klaster atau area dapat dilakukan ketika kita harus mengambil sampel
populasi yang disalurkan ke wilayah geografis yang luas.
Dengan mengambil sampel populasi yang disalurkan ke wilayah geografis
yang luas, peneliti bisa menjangkau banyak wilayah secara geografis untuk
mendapatkan setiap unit yang diambil sampelnya.
d. Pengambilan sampel sistematis (Systematic sampling)
Teknik probability sampling selanjutnya adalah pengambilan sampel
sistematis. Pengambilan sampel acak sistematis ini sering dibandingkan
dengan perkembangan aritmatika di mana perbedaan antara dua angka
berurutan dengan memiliki nilai yang sama. Misalnya, seorang peneliti akan
meneliti sebuah klinik yang memiliki 100 pasien.
Langkah pertama yang bisa dilakukan dalam pengambilan sampel acak
sistematis adalah memilih bilangan bulat yang lebih kecil dari jumlah total
populasi yang ada. Ini akan menjadi langkah pertama. Dari contoh tersebut,
misalnya yang dipilih adalah subjek nomor 4, maka langkah selanjutnya
adalah memilih bilangan bulat lain yang akan menjadi jumlah individu di
antara subjek.
Misalkan selanjutnya memilih 6, kemudian dari proses sebelumnya maka
subjek penelitian yang didapatkan adalah pasien 4, 10, 16, 22, 28, dan
seterusnya. Dengan menggunakan teknik sampel acak sistematis, subjek yang
dipilih menjadi bagian dari sampel menggunakan interval tetap.

e. Pengambilan sampel multi-tahap (Multi-stage sampling)


Teknik terakhir adalah pengambilan sampel multi-tahap. Pengambilan
probability sampling dengan sampel multi-tahap ini adalah metode
pengambilan sampel yang jauh lebih kompleks daripada variasi sederhana ini.
Biasanya, penelitian sosial terapan adalah penelitian yang paling nyata
menggunakan pengambilan sampel multi-tahap.
Prinsip terpenting dalam teknik pengambilan sampel multi-tahap adalah dapat
menggabungkan metode sederhana yang dijelaskan sebelumnya dalam
berbagai cara dan berguna membantu peneliti menangani kebutuhan
pengambilan sampel dengan cara yang paling efisien dan efektif. Ketika
menggabungkan metode pengambilan sampel, maka bisa disebut
pengambilan sampel multi-tahap.
Dengan kata lain, teknik pengambilan sampel multi-tahap ini melibatkan
kombinasi dari dua atau lebih metode pengambilan probability sampling yang
sudah diuraikan sebelumnya. Tentu saja teknik multi-tahap ini akan membuat
metode pengambilan sampel lebih maju daripada menggunakan satu
probability sampling saja.
Menggabungkan dua teknik probability sampling pada berbagai tahap
penelitian menjadi inisiatif seorang peneliti untuk dapat mempertahankan
keyakinan bahwa mereka dapat mengurangi bias sebanyak mungkin.
2. Non probability sampling
Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi utnuk
dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi :
a. Convenience Sampling
Convenience sampling akan dipilih seorang peneliti apabila penelitian sudah
memiliki informasi mengenai elemen yang telah memenuhi syarat untuk
dijadikan sebagai sebuah sample penelitian tersebut.
b. Purposive Sampling
Purposive sampling adalah sebuah metode untuk penetapan sample yang
dilakukan dengan cara menentukan target dari elemen populasi yang
diperkirakan paling cocok untuk dikumpulkan datanya.
c. Quota Sampling
Quota sampling yaitu jenis lain dari purposive sampling, untuk jenis sampling
ini dalam menentukan banyaknya jumlah element yang terpilih sebagai
sample akan ditentukan berdasarkan dari quota maksimal sebanding dengan
komposisi tiap-tiap kelompok tersebut.
d. Judgement Sampling
Judgement Sampling adalah metode yang dipilih peneliti apabila peneliti
menentukan subjek dari sample yang dipilih berdasarkan judgmemnt/
penilaian dari peneliti saja.
e. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang awalnya jumlahnya
kecil, lalu sampel ini disuruh untuk memeilih teman-temannya untuk
dijadikan sebagai samel. Seperti itu seterusnya, sehingga jumlah sampel akan
menjadi semakin banyak.
f. Sampling Aksidental
Sampling aksidental yaitu metode penentuan sampel atas dasar kebetulan
yaitu siapa pun yang kebetulan bertemu dengan peneliti bisa digunakan
sebagai sampel, jika rasa orang yang kebetulan ditemui tersebut cocok
digunakan sebagai sumber data
Dalam artikel secara jelas dan singkat menggambarkan informasi
keseluruhan isi dari artikel, yaitu tujuan peneliti (Mengeksplorasi
pengambilan keputusan profesional perawat saat mengelola pasien gagal
jantung stadium akhir dan bagaimana keputusan ini berdampak langsung pada
akhir pasien dari pengalaman hidup), menggunakan pendekatakan kualitatif
(grounded theory) dengan pengambilan sampel secara purposive, kemudian
mengunakan wawancara semi terstruktur dan kelompok fokus sehingga
peneliti menemukan empat katagori bagaimana profesional perawat
menegosiasikan proses pengambilan keputusan ketika mempertimbangkan
perawatan akhir kehidupan (Gejala penandaan, pengaturan perawatan,
diberitahu dan mengenali kematian. Katagor-katagori tersebut ditemakan
“Lingkaran setan perawatan gagal jantung”.

D. Partisipan Data berdasarkan desain penelitian (grounded)


Pengambilan data pada metode penelitian grounded theory ini dengan
wawancara tidak terstruktur, yaitu suatu interaksi antara pewawancara dengan
partisipan dimana pewawancara hanya memiliki rencana pertanyaan yanng
biasanya bersifat umum. Pendekatan grounded theory ini mencakup
pembangkitan teori dari data empirik, sehingga berbagai metode
pengumpulan data diperlukan seperti interview dan observasi non partisipan
dan pengumpulan dokumen. Aktivitas pengumpulan data dengan metode
penelitian ini berlangsung bertahap dan lama, dimana proses pengambilan
sampelnya terus menerus selama pengambilan data (Umanailo, 2018).
Terdapat perbedaan khusus pengambilan data pada grounded theory dengan
penelitian kualitatif lainnya yaitu terletak pada pemilihan fenomena yang
dikumpulkan. Observasi dilakukan sebellum dan selama riset dilakukan
mengenai gambaran umum, suasana kehidupan sosial, kondisi fisik dan
ekonomi. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung dan terpisah di
lingkungannya masing – masing dan dilakukan dengan informan yang
dianggap kompeten dan mewakili. Tidak hanya wawancara ataupun observasi,
catatan lapangan dari wawancara informal, seminar, pertemuan kelompok
ahli, artikel, surat kabar, bahkan percakapan dengan teman juga bisa menjadi
data bagi penelitian ini(Ayu & Budiasih, n.d.).
Grounded theory berhubungan dengan proses pengumpulan data yang
kemudian dikenal dengan melakukan induksi alami yaitu peneliti ke lapangan
tidak membawa ide – ide sebagai pertimbangan sebelumnya untuk
membuktikan atau tidak. Isu – isu penting dalam penelitian muncul dari cerita
yang diungkapkan oleh partisipan mengenai sesuatu yang menarik atau toppik
bahasan bersama – sama dengan peneliti.
Dalam pengumpulan data dibedakan empiris dengan data, hanya empiris yang
relevan dengan obyek yang dikumpukan oleh peneliti bisa disebut dengan
data. Setelah dilakukan interview, peneliti harus secepatnya membuat catatan
hasil rekaman observasi ataupun wawancara. Catatan tersebut dibedakan dua
hal yaitu catatan deskriptif dan catatan reflektif. Catatan deskriptif menyajikan
rinci kejadian bukan merupakan ringkasan dan evaluasi. Catatan reflekstif
lebih mengetengahkan kerangka fikiran, ide, perhatian peneliti, komentar
peneliti, hubungan berbagai data, dan kerangka fikir (Sudira, 2009).
Dalam artikel pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive peneliti
merekrut partisipan dari Rumah sakit Distrik di Barat Laut Inggris, penelitian
dilakukan selama periode 1 tahun (2016-2017). Partisipan terdiri dari perawat
(Perawat umum), dokter (Bekerja di bidang pengonbatan akut), pasien (gagal
jantung berdasarkan hasil EKG dan mengalami keterbatasan yang nyata dalam
aktifitas fisik karena kelelahan, tingkat ketergantungan III dan IV serta praksi
ejeksi 35%.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Istilah feomenologi diperkenalkan oleh Johann Heinrickh Lambert, tahun


1764.Meskipun demikian Edmund Husserl (1859-1938) lebih dipandang sebagai
bapak fenomenologi, karena intensitas kajiannya dalam ranah filsafat.Fenomenologi
yang kita kenal malalui Husserl adalah ilmu tentang fenomena.Walaupun demikian
Alfred Schutz yang lebih dikenal dalam membangun perspektif ini.

Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan.Tujuan


utama dari kegiatan ini adalah untuk memahami suatu pandangan hidup dari sudut
pandang penduduk asli. Oleh karena itu penelitian etnografi melibatkan aktivitas
belajar mengenai dunia orang lain dengan melihat, mendengar, berbicara, berpikir
dan bertindak dengan cara yang berbeda.
Groundedtheory model merupakan salah satu pendekatan penelitian kualitatif
yang betujuan untuk menggali proses sosial yang muncul akibat adanya interaksi
antar manusia. Menurut Cresswell(1998) pendekatan ini menekankan pada makna
dari pengalaman seseorang yang menghasilkan suatu teori yang bertujuan untuk
memahami perilaku manusia secara alamiahdengan menggeneralisasi teori tentang
fenomena sosial mapun psikologi

DAFTAR PUSTAKA
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metode penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV Jejak.

Afiyanti, Y. (2008). Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terfokus) Sebagai


Metode Pengumpulan Dataa Penelitian Kualitatif. Jurnal Keperawatan Indonesia
Cresswell, J. W. (2014). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Data Kualitatif Ilmu-Ilmu Sosial). At-Taqaddum

Gunawan, I. (2015). Metode Penelitian Kualitatif. Retrieved from http://fip.um.ac.id/wp-

content/uploads/2015/12/3_Metpen-Kualitatif.pdf

Kristanto, V. H. (2018). Metodologi Penelitian Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah

(KTI). Yogyakarta: CV Budi Utama.

Laird, Y. (2018). A grounded theory of how social support influences physical activity in

adolescent girls. International Journal of Qualitative Studies on Health and Well-

Being, 13(1). https://doi.org/10.1080/17482631.2018.1435099


Manzilati, A. (2017). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma, Metode, dan Aplikasi.
Malang: UB Press.
Muhadjir, N. (2006). Metode Penelitian. Cetakan kedua, Alfabeta, Bandung.
Nugrahani, F. (2014). Metode Penelitian Kualitatif dalam Penelitian Pendidikan Bahasa.

Solo: Cakra Books

Rahardjo, M. (2011, Juni 10). Materi Kuliah Metodologi Penelitian PPs. UIN Maliki

Malang.

Semiawan, C. R. (2010). Metodei Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan


Keunggulannya. Jakarta: Grasindo
Situmorang, S. H. (2010). Analisis Data untuk Riset Menejemen dan Bisnis. Medan: USU
Press.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutabri, T. (2012). Analisis Sistem Informasi. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Suwendra, I. W. (2018). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial, Pendidikan,

Kebudayaan dan Keagamaan. Bandung: NilaCakra.

Sudira, P. (2009). Grounded theory, 1–29.

Umanailo, M. C. B. (2018). Teknik praktis grounded theory dalam penelitian kualitatif,

(April). https://doi.org/10.13140/RG.2.2.18448.71689

Wahidmurni. (2017). Pemaparan Metode Penelitian Kualitatif, 1–17. Retrieved from

http://repository.uin-malang.ac.id/1984/2/1984.pdf

Yusuf, A. M. (2014). Kuantitatif, Kualitatif, & Penelitian Gabungan. Jakarta: Kencana


Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.
| |
Received: 30 August 2020    Revised: 16 March 2021    Accepted: 21 March 2021

DOI: 10.1111/jan.14852

ORIGINAL RESEARCH:
E M P I R I C A L R E S E A R C H – ­ Q U A L I TAT I V E

A grounded theory study: Exploring health care professionals


decision making when managing end stage heart failure care

Karen Higginbotham1  | Ian Jones1  | Martin Johnson2

1
School of Nursing and Allied Health,
Liverpool John Moore University, Abstract
Liverpool, UK
Aim: To explore how healthcare professionals in an acute medical setting make deci-
2
School of Health and Society, University
of Salford, Manchester, UK
sions when managing the care of patients diagnosed with end stage heart failure, and
how these decisions impact directly on the patient's end of life experience.
Correspondence
Karen Higginbotham, School of Nursing
Design: A constructivist grounded theory approach was adopted.
and Allied Health, Liverpool John Moore Method: A purposive sample was used to recruit participants that included 16 regis-
University, Rm2.21, Tithebarn Building,
81, Tithebarn Street, Liverpool, L2 2ER,
tered nurses, 15 doctors and 16 patients. Data were collected using semi-­structured
UK. interviews and focus groups over a 12-­month period of fieldwork concluding in 2017.
Email: k.higginbotham@ljmu.ac.uk
The interviews were recorded and transcribed and the data were analysed using con-
stant comparison and QSR NVivo.
Findings: Four theoretical categories emerged from the data to explain how health-
care professionals and patients negotiated the process of decision making when con-
sidering end of life care. These were: signposting symptoms, organizing care, being
informed and recognizing dying. The themes revolved around a core category ‘a vi-
cious cycle of heart failure care’.
Conclusion: Healthcare professionals need to engage in informed decision making
with patients to break this ‘vicious cycle of care’ by identifying key stages in the ter-
minal phase of heart failure and correctly signposting the patient to the most suitable
healthcare care professional for intervention.
Impact: This study provides a theoretical framework to explain a ‘vicious cycle of
care’ for patients diagnosed with end stage heart failure. This theory grounded in
data demonstrates the need for both acute and primary care to design an integrative
end of life care pathway for heart failure patients which addresses the need for early
shared decision making between the healthcare professional, family and the patient
when it comes to end of life conversations.

KEYWORDS
end of life care, end stage heart failure, grounded theory, healthcare professional, heart
failure, nurse, nursing care, palliative care, recognizing dying, vicious cycle

This is an open access article under the terms of the Creative Commons Attribution-­NonCommercial License, which permits use, distribution and reproduction
in any medium, provided the original work is properly cited and is not used for commercial purposes.
© 2021 The Authors. Journal of Advanced Nursing published by John Wiley & Sons Ltd

|
3142    
wileyonlinelibrary.com/journal/jan J Adv Nurs. 2021;77:3142–3155.
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3143

1  |  I NTRO D U C TI O N (Wiskar et al., 2018). Equally concerning is that little is known about
the decision making of these professionals when caring for such
The National Institute for Cardiovascular Outcomes Research (2019) patients (Meyers & Goodlin, 2016). End of life decision-­making re-
defines heart failure as the pathophysiological state in which an ab- search has traditionally focused on primary care and barriers to
normality of cardiac function is responsible for the heart's inability to communication with very few studies exploring the decision making
pump blood sufficiently to meet the body's metabolic requirements. of healthcare professionals in acute medical environments (Barclay
The impaired cardiac function occurs as a consequence of damage to et al., 2011; Selman et al., 2007).
the heart tissue caused by, for example, a myocardial infarction, car-
diomyopathy, valve disease and/or hypertension. They go on to say
that the most prevalent form of heart failure is characterized by poor 2.1  |  Advance care planning and heart failure
contraction of the left ventricle, termed heart failure with a reduced
ejection fraction (National Institute for Cardiovascular Outcomes In ‘Ambitions for Palliative and End of Life Care’ The National
Research, 2019) However, heart failure can also be caused by re- Palliative and End of Life Care Partnership (2015) proposed a frame-
duced filling of the left ventricle referred to as heart failure with pre- work detailing six ambitions for the delivery of excellent care to the
served ejection fraction. dying and their families. The main purpose of this document was that
Heart failure is estimated to affect 23 million people worldwide, each person should be seen as an individual and have access to fair
including 10 million people in the USA, 15 million people in Europe care which is coordinated and reviewed regularly by staff who are
(Lawson et al., 2019) and over 900,000 people in the UK (Conrad competent. For those patients diagnosed with a non-­malignant ill-
et al., 2019). In addition, the cost of managing heart failure accounts ness this was a major step forward in recognizing the need for equal
for 2% of the UK healthcare budget and has been shown to be re- access to palliation.
sponsible for 5% of unplanned Emergency Department admissions However, the disease trajectory for heart failure, unlike many
(Cowie, 2017). The unpredictability of the disease-­trajectory means cancers, is not linear and therefore it makes it very difficult to prog-
that some patients will live well for several years before requiring nosticate and plan end of life care. Heart failure often follows an
hospital admission (Sobanksi et al., 2020). However, worsening unpredictable course with periods of stability interrupted by ex-
symptoms and reduced quality of life can often ensue with around acerbations which may lead to instability and ultimately death
50% of heart failure patients dying within 5 years of diagnosis (Taylor (Mcllvennan & Allen, 2016).
et al., 2019). Patients diagnosed with end stage heart failure who are Once diagnosed with heart failure the patient often overesti-
admitted to hospital with symptoms of acute decompensation have mates their own survival making it difficult to engage in conversa-
high mortality rates: up to 1 in 6 patients will die in hospital or within tions about end of life care planning. In a study comparing patient
30 days of discharge (Dhamarajan et al., 2015; Parenica et al., 2013). predicted life expectancy and model predicted life expectancy,
Many of these patients will not have had the opportunity to have patients overestimated their life expectancy by 40% (Allen et al.,
end of life conversations and as a consequence have limited access 2008).
to palliative care services (Hill et al., 2020; Jaarsma et al., 2009). It is Advance care planning (ACP) is a “voluntary process of discus-
therefore imperative that end of life conversations between health- sion about future care between an individual and their care provid-
care professionals and the patient begin well in advance of clinical ers, irrespective of discipline” (NHS End of Life Care Programme,
deterioration (Asano et al., 2019) to ensure that appropriate end of 2008, p. 5). The aim of the ACP discussion is accurately to document
life plans are discussed. individuals’ concerns, record care planning goals and to clarify pref-
erences and wishes towards the end of life.
Studies undertaken in both primary and secondary care suggest
2  |  BAC KG RO U N D that there is several barriers to initiating ACP which may be pre-
cluding patients and families from having these important conver-
Despite a plethora of guidance documents (Department of Health, sations. De Vleminck et al.’s (2014) qualitative study involved five
2008, 2010, 2015; NHS Improving Quality, 2014) aimed at improv- focus group interviews of General Practitioners (GP) (n  =  36) with
ing end of life care for patients diagnosed with heart failure there the aim of understanding barriers to initiating the ACP. This study
appears to be little improvement in this area of heart failure care. suggests that barriers occurred more frequently with heart failure
Decisions are made too late in the disease trajectory or not made patients due to a lack of familiarity of the GP with the terminal phase
at all, leaving the patient and their families unable to make informed of the illness. The surprising lack of patient awareness about their
choices (Allen et al., 2012; LeMond et al., 2015). As a consequence diagnosis and prognosis was cited by the GPs as a further barrier to
many of these patients die in an acute hospital bed (National initiating ACP conversations (De Vleminck et al., 2014). Similar find-
Institute for Cardiovascular Outcomes Research, 2019) rather than ings were reported by Ahluwalia et al. (2013) who, in a prospective
their preferred place of care. In the hospital, patients are rarely given observational study, set out to evaluate the extent to which physi-
an opportunity to discuss their preferred end of life choices with a cians working in a busy out-­patient department engaged in ACP with
heart failure nurse, cardiologist or indeed a palliative care consultant heart failure patients.
|
3144      HIGGINBOTHAMIAN et al.

Data analysed included audio tapes of patients aged 65  years the reality is that people with heart failure rarely access these ser-
and older (n  =  52) and their physicians (n  =  44). The findings con- vices in numbers.
curred with De Vleminck et al. (2014) that physicians were reluctant A survey undertaken in the UK by Cheang et al. (2015) with
to engage with ACP because of lack of time, not knowing what as- 499 respondents reported that 47% of palliative care providers
pects of ACP to discuss and a lack of skill and confidence in having received <10 referrals of patients with heart failure annually and
end of life discussions (Ahluwalia et al., 2013). only 3% received more than 50 referrals. According to Selman
et al. (2007) the lack of palliative care models for heart failure in
primary and acute care may explain why service provision remains
2.2  |  Decision making and heart failure woefully inadequate.
In a detailed review of the situation, Puckett and Goodlin
End of life decision making in acute care is complex, involving dif- (2020) make a strong case for the integration of palliative
ficult choices which can often be emotionally demanding for health- care into the management of people with heart failure. They
care professionals, patients and their families (Barclay et al., 2011). illustrate the extent to which heart failure patients endure
The prognostic uncertainty of heart failure makes it extremely dif- breathlessness, anxiety, depression and significant ischaemic
ficult for physicians to know when is the best time to involve the pain, with more than 50% of people having four or more co-­
patient in the decision-­making process. morbidities. They suggest that it is not inconsistent to integrate
Nurses are recognized as having particular insight into patients’ palliative care principles within an approach which also aims to
wishes as they spend much more of their time with patients and modify the course of heart failure as both have relief of symp-
their families and as a consequence can develop a trusting relation- toms as the aim.
ship (Puntillo & McAdam, 2006). The unique relationship between Improvement in quality of life at its end is clearly important
the nurse, the patient and their family can allow information to be and there is consensus that it reduces demand on acute health-
shared and can broker the gap between the patient's lack of under- care services. Evidence suggests that this needs to coincide
standing and the doctor's potential over-­medicalization of the dying with the preferences of patients and their families and that this
process (Costello, 2001; Hockley et al., 2005). In theory, the nurse's is by far the best option (Metzger et al., 2013). A large cohort
therapeutic proximity and the close relationship with the patient can study (N = 113,540) in Ontario comparing the use of health ser-
assist in signalling the patient's readiness to discuss end of life issues. vices towards the end of life in cancer and non-­c ancer patients
Making this less likely is evidence which suggests that patients demonstrated that, in heart failure (and other non-­c ancer ter-
may currently prefer to play a passive role in decisions about their minal illnesses) palliative care was associated with a 12% reduc-
care and treatment, especially at the end of life. Rodriguez et al. tion in emergency department visits and hospital admissions and
(2008) conducted a telephone survey of 90 adults diagnosed with 41% diminution in intensive care unit admission (Quinn et al.,
heart failure. Using the ‘Control Preferences Scale’ the researchers 2020).
showed that 48% of patients preferred a passive role, with just 21% In summary, a wide international literature makes clear that,
hoping for an active role. Similar findings were reported by Matlock despite some reluctance to refer patients arising from interdisci-
et al. (2010) who interviewed 22 patients with symptomatic heart plinary boundaries, heart failure patients being involved in deci-
failure using semi-­structured interviews. Questions posed were “Can sions about their care has good outcomes for both patients and
you tell me about any important or difficult decisions you have had to health services. Studies seem to suggest that good outcomes for
make about your heart condition”? Two distinct styles emerged: ac- the patient include optimal symptom control and improved quality
tive decision makers (55%) who were able to consider treatment op- of life at the end of life, and for the health services a reduction in
tions and consider impact on quality life and passive decision makers hospital costs due to reduced hospital admissions (Greener et al.,
(45%) who did not identify difficult decisions and were happy to trust 2014; Sahlollbey et al., 2020). Our study aimed to examine the
in the physician to make treatment choices. Both Rodriguez et al.’s extent to which this is happening and what participants’ attitudes
(2008) and Matlock et al.’s (2010) studies are limited in that they had and experiences were.
relatively small sample sizes. In both studies, the patients recruited
were predominantly male and white with a mean age of 65 years so
although these results are not widely generalizable they are indica- 3  |  TH E S T U DY
tive of key elements of the population of people with heart failure.
3.1  |  Aim

2.3  |  Palliative care in heart failure To explore how healthcare professionals in an acute medical setting
make decisions when managing the care of patients diagnosed with
Despite claims that modern hospice and palliative care services ex- NYHA Ⅲ and NYHA Ⅳ heart failure, and how these decisions impact
tend to all people with an incurable disease (Sobanksi et al., 2020) directly on the patient's end of life experience.
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3145

3.2  |  Design and setting IV (The Criteria Committee of the New York Heart Association,
1994). Patients were included in this study if they had an ejection
A constructivist grounded theory design (Charmaz, 2006) was em- fraction ≤35% (Ponikowski et al., 2016; Table S1).
ployed to understand how healthcare professionals made decisions Patients were identified following daily checks of the Electronic
when managing the care of patients diagnosed with end-­stage heart Records System along with bi-­weekly reviews of echocardiograms.
failure. The setting for this study was an acute medicine department There was twice weekly attendance at the board rounds in the
in a 524 bed District Hospital in the North West of England. Medical Assessment Unit by the heart failure nurse, plus weekly
attendance by KH on the cardiology ward rounds. The age and gen-
der profile of the sample was broadly in keeping with the UK heart
3.3  |  Sample and participants failure population (British Heart Foundation, 2020); there were 12
males with a mean age of 70 years and 3 females (n = 3) with a mean
47 participants were purposefully recruited to the study over a average age of 67 years (see Table 3). Healthcare professionals were
1-­year period concluding in 2017. The sample included registered included in this study if they were a registered general nurse or a
nurses (n = 16; Table 1), doctors (n = 15; Table 2) and patients (n = 16; medical doctor working in acute medicine. The registered nurses
Table 3). Three patients declined to participate, no reasons were (n = 16) included; staff nurses (n = 5), ward managers (n = 2), ward
given. Patients were included if they had a diagnosis of heart failure
confirmed by echocardiography and they were experiencing marked TA B L E 2  Characteristics of the doctors
limitations in their physical activity due to fatigue, palpitations or
Clinical
dyspnoea, were at NYHA functional classification stage III, or expe-
Pseudonym Grade of doctor Gender specialism
riencing symptoms of heart failure at rest, NYHA classification stage
Shabib FY1 (foundation Male Medicine
year 1) (cardiology)
TA B L E 1  Characteristics of the nurses
Fiona ST2 (speciality Female Medicine (care
Pseudonym Grade of nurse Gender Clinical area trainee) of elderly)
Ella Staff nurse Female Care of elderly Tim ST2 (speciality Male Medicine (care
Joanne Staff nurse Female Acute medicine trainee) of elderly)

Danielle Staff nurse Female Acute medicine Liam StR1 (specialist Male Medicine
(respiratory) registrar year (cardiology)
1)
Bob Staff nurse Male Acute medicine
(respiratory) Andrew StR1 (specialist Male Medicine
registrar year (cardiology)
Jade Staff nurse Female Acute medicine 1)
Liz Ward sister Female Cardiology ward Steve StR1 (specialist Male Medicine (care
Debbie Ward manager Female Acute medicine registrar year of elderly
Ann Ward manager Female Medical 1)
Assessment John StR2 (Specialist Male Medicine (care
Unit Registrar Year of elderly)
Pauline End of life Female Acute medicine 2)
co-­ordinator Paul StR2 (specialist Male Medicine (care
Sarah End of life Female Acute medicine registrar year of elderly)
specialist 2)
nurse David StR2 (specialist Male Medicine (care
Jane Cardiology Female Cardiology registrar year of elderly)
specialist 2)
nurse Amina StR2 (specialist Female Medicine
Steve Heart failure Male Cardiology registrar year (cardiology)
specialist 2)

Rebecca Palliative care Ahmed Consultant Male Medicine


nurse (cardiology)

Jenny Trainee advance Female Acute medicine Geoff Consultant Male Emergency
practitioner department

Kelly Trainee advance Female Acute medicine Simon Consultant Male Palliative care
practitioner Siddiqui Consultant Male Medicine (care
Mary Trainee advanced Female Acute medicine of elderly)
practitioner Patel Consultant Male Medicine (care
of elderly)
|
3146      HIGGINBOTHAMIAN et al.

sister (n  =  1), palliative care nurse (n  =  1), end of life coordinator Semi-­structured interviews were undertaken with the doctors,
(n = 1), end of life specialist nurse (n = 1), heart failure specialist nurse nurses and patients with the aim of exploring their experiences of
(n = 1), cardiology specialist nurse (n = 1) and trainee advanced prac- decision making when managing or receiving heart failure care at
titioners (n = 3). Similarly, the doctors (n = 15) included FY1 (founda- the end of life. Initially, questions were open-­ended (Table 4) but
tion year 1) (n = 1), ST2 (speciality trainee, care of elderly medicine) became more focused as transcripts were coded. Codes were com-
(n = 2), specialist registrars (years 1–­6) (n = 7), consultant cardiolo- pared with categories until themes began to emerge. During each
gist with a specialist interest in heart failure (n  =  1), consultant in coding stage theoretical memos were written to focus further data
care of elderly medicine (n = 3) and a consultant in emergency care collection as well as to inform and refine the developing theoretical
(consultants were generally qualified over 9 years). A palliative care analysis (Charmaz, 2006).
consultant (n = 1) was recruited to the study who was based in the The patient interviews were conducted on the ward, either at
local hospice and provided two sessions per week for the hospital. the bedside or in a quiet room adjacent to the nurses’ station. The
There was one GP who worked primarily in the community who had healthcare professionals’ interviews were undertaken in a place of
a special interest in emergency care medicine. their choice on the hospital campus. For a small group of health-
care professionals, it was more convenient to be interviewed to-
gether. Two focus group interviews were arranged on separate
3.4  |  Data collection days. A total of 12 doctors and 3 trainee advanced practice nurses
were recruited as follows. Focus group 1 (n  =  7, acute medicine)
Over a period of 12 months fieldwork such as attendance at relevant had two ST2 specialist trainees, two consultant physicians (care
clinical meetings, ward rounds and training events was undertaken. of elderly) and three specialist registrars. Focus group 2 (n  =  8,

TA B L E 3  Characteristics of the
Ejection
patients
Pseudonym Gender Age Ethnicity Diagnosis fraction NYHA

Barry Male 63 White HFrEF <20% 4


Graham Male 71 White HFrEF <35% 3
Maggie Female 92 White HFpEF <35% 3
Fred Male 84 White HFpEF <35% 3
Patrick Male 70 White HFpEF <35% 3
Eric Male 70 White HFrEF <25% 3
Paul Male 64 White HFrEF <30% 4
Frank Male 75 White HFrEF <30% 4
Pauline Female 68 White HFrEF <20% 3
Heather Female 50 White HFpEF <35% 3
Allan Male 74 White HFrEF <20% 4
Peter Male 78 White HFrEF <27% 4
Brian Male 63 White HFrEF <20% 4
Flo Male 78 White HFrEF <14% 4
Jo Male 65 White HFrEF <18% 4
Tony Male 85 White HFrHF <35% 3

Abbreviations: HFpEF, heart failure with preserved ejection fraction; HFrEF, heart failure with a
reduced ejection fraction.

TA B L E 4  Example of interview questions

Healthcare professional questions Patient questions

• How would you approach end of life discussions? • What do you understand about the term long-­term condition?
• How do you involve the patient and families in those discussions? • What do you understand about the term heart failure?
• How are you developing your heart failure service? Do you actively • Did you have the opportunity to discuss what was important to you
engage patients in user groups? in the management of your heart failure?
• What do understand about advance care planning and Gold Standard • Have you been involved as much as you wanted in the decision
Framework? Would you consider the tool to be easy to use and to about your care and treatment?
navigate? Do you think it is relevant to patients diagnosed with heart
failure?
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3147

cardiology) included one consultant, two stR year one registrars, sifted, sorted and synthesized to identify those codes which were
two stR year two registrar and three trainee advanced practi- considered to have theoretical reach (Charmaz, 2014). Axial cod-
tioners (see Table S2). An interview guide was used to provide con- ing provided a way to identify relationships between concepts and
tinuity and to act as a prompt when asking more probing questions categories and involved constantly comparing transcripts with field
(see Table 3). Participants were encouraged to discuss their expe- notes, diaries and memos.
riences freely and so the interview guide was used flexibly to allow
for open discussion. Questions were reviewed regularly as con-
cepts and themes began to emerge from the data (Charmaz, 2014). 3.7  |  Rigour
To enable all participants’ voices to be heard in the focus groups
several strategies were employed. Firstly, the focus groups were Several recognized strategies were employed to enhance cred-
held over a lunchtime period and medical representatives kindly ibility and trustworthiness of this study's findings. Once the cat-
provided lunch. This created a welcoming environment and gen- egories began to emerge from the data these were shared with
erated a more relaxed atmosphere. Secondly, careful redirecting participants to see if they resonated with their own experiences
of questions allowed those more junior participants in the group and if the emerging theory made sense. This constant going back
to participate and share their own experiences of decision mak- and checking with the participants confirmed that the theory in
ing. Thirdly, checking in with participants helped to clarify points fact was grounded in the data. The constant comparing of data,
of discussion which often led to further debate. Field notes were field notes and memos helped in this checking process and assisted
kept of substantial involvement in day-­to-­day meetings and activi- in directing the questions until all categories were theoretically
ties. Diaries were used in capturing day to day personal reflections saturated and there was no further exploration of the phenom-
and observations. The diaries, field notes and memo writing were ena. In addition, we had input from a patient charity ‘Pumping
an integral part of the constant comparison of data and only ended Marvellous’ which provided the patient voice in the initial design
once it was evident that categories had been saturated and no new of this study. We believe that the depth and detail gained are suf-
themes emerged. All interviews were recorded using the research- ficient to lend substantial validity in terms of credibility and rel-
er's voice memo application on the iPhone and immediately post evance to the categories generated (Long & Johnson, 2000). This
interview downloaded into a file on a password protected PC. study was conducted with COREQ qualitative criteria clearly in
mind (Tong et al., 2007).

3.5  |  Ethical considerations


4  |  FI N D I N G S
Ethical approval was granted for this study by the National
Research Ethics Service Committee-­N orth West (13/NW0483), Four categories emerged from the data to explain the core phe-
University Ethics Committee and the Hospital Trust's Research nomena; recognizing dying, being informed, organizing care and
Governance Department. All participants, who were clear about signposting symptoms. Each of these categories grounded in data
the role and background of the interviewer, provided written were found to be integral to the ‘vicious cycle of care’ and as a
informed consent before the interviews were undertaken and consequence found to influence the heart failure patients’ care
were told that they could withdraw from the study at any time. pathway.
Although some patients were quite ill, participants were able The core category ‘negotiating the vicious cycle of care’ (Figure 1)
to consent freely in writing. Professional support was available was an in vivo code which emerged to explain how participants in
for any participants who became upset or distressed during the this study negotiated decision making within the cycle of end stage
course of the interviews. All data were stored electronically on a heart failure. The theory suggests that this turbulent ‘vicious cycle’
password protected computer. of care for heart failure patients disabled the shared decision-­
making process between healthcare professionals and the patient
resulting in a delay in transitioning patients to palliative care. To try
3.6  |  Data analysis and negotiate this cycle of care participants were found to adopt
several different strategies which were neatly packaged within the
Interviews lasted on average 40–­60 min and were digitally recorded, four theoretical categories.
then transcribed verbatim into a word document. The process of
initial coding was undertaken manually to remain close to the data
and to avoid the risk of making conceptual leaps. During this initial 4.1  |  Recognizing dying
coding process ‘in vivo’ codes were used to capture participants’
meaning, views and actions (Charmaz, 2014). The second stage of The healthcare professionals were often resigned to the fact that
analysis involved focussed coding. To manage this stage of coding heart failure was difficult to prognosticate and that the unpredict-
the transcripts were uploaded into NVivo 10. The initial codes were ability of the disease could lead to unexpected deaths.
|
3148      HIGGINBOTHAMIAN et al.

Following a plan
Providing continuity
Distressing care
Organising care Individualising care
Have the right mind set
Right place to care
Personalising care

Complex disease trajectory Pitter and patter around


Recognising Dying Complete unpredictability
Missed opportunities
Slipping through the net
Professional Boundaries
Negotiating a vicious Cracking on
cycle of care
Telling the truth Telling me the same
Being Informed Giving Information Picking up the pieces
Accessing information Knowing the right time

Gasping for breath


Managing symptoms
Signposting symptoms Overwhelming symptoms
Worrying symptoms
Giving a new place to
Getting the balance
manage symptoms

Core Category Theoretical Codes Focus Codes Initial Codes

F I G U R E 1  The evolution of the core category ‘negotiating a vicious cycle of care’

They will just try everything they can medically off-­ diagnosing dying and so there was a tendency to prescribe potentially
loading the fluid you know to the point where the unhelpful treatments for the patients. The continuation of these fu-
renal function is impaired, probably because the dis- tile treatments occasionally led to patients’ lives being unnecessarily
ease trajectory is so unpredictable. Even the cardiol- prolonged; this was distressing for both the patient and their families.
ogists don't like to commit to days or weeks. I know
people who I have seen in the clinic on Tuesday and “I think that is our failing, I think it is the medics’ fail-
they sadly passed away on the Thursday. I would be ing, … from my point of view. This patient in particular,
thinking what's wrong with them but they are either we really have to be sensible about this and how long
going to die from pump failure or an arrhythmia so do we sensibly have to continue doing things for this
it's what gets you first unfortunately.” (Steve, Heart gentleman which is inappropriate and we have to bear
Failure Nurse) in mind what he wants. Does he want to spend his last
days in a hospital or does he want his symptoms looked
Despite the availability of the New York Heart Association func- at in an appropriate setting, and I think yeah, and I think
tional classification score to assist in the decision-­making process, very other than that we can all reflect and improve.” (Liam,
few doctors were observed recording the patient NYHA classification Registrar)
in the medical notes. The reason given for this was: ‘it isn't very helpful’,
‘patients find it difficult to understand’ and ‘(it's) not always as reliable as The barrier to expert end of life care was perceived by some doc-
blood tests and echocardiogram’ (Ahmed, Consultant, Cardiologist). There tors involved to be the lack of clear guidance. For many doctors having
were very few nurses both on the cardiology and acute medical wards defined guidance provided the necessary support and assurance to
who understood NYHA or knew about the classification. know when to refer onto the palliative care team. In heart failure pa-
tients this lack of certainty in recognizing dying and referring them for
“No, I never see that on the ward but I think the nurses palliative care often delayed the patient's transfer and consequently
do ask some of the questions, but maybe not all of the patient died unnecessarily in a hospital bed. The cardiology doc-
them. For me they are either out of breath or not out of tors often referred to this as being the ‘vicious cycle’.
breath; they are either breathless when walking or not
out of breath when walking.” (Liz, Ward Sister) “…We don't have a policy of guidelines to recommend
co-­operation with the palliative care team … so you
The withdrawal of the Liverpool Care Pathway (Neuberger et al., know if a patient is going to die very soon with severe
2013) and the lack of clarity surrounding the implementation of the LV (left ventricular) dysfunction 20 or below of ejec-
individualized end of life care plan (Leadership Alliance for the Care tion fraction, 20 or below with lots of symptoms, (it)
of Dying People, 2014) had made some doctors nervous about would be beneficial if the palliative team were involved
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3149

and the heart failure nurses. One patient was here for couldn't handle it’. This practice was observed amongst the more senior
6 months. She was in the side ward and we were not nurses who took a gatekeeper role in keeping the patient emotionally
doing anything … we hardly made any changes … it is safe.
a vicious cycle … and it was difficult to get her out of
the hospital … these patients are very costly.” (Andrew, “Yes, probably more so I think with spouses than with
Specialist Registrar) the patients themselves, I think somebody who is very
close to somebody can see that they are not getting
better and they want to know the answers and they
4.2  |  Being informed want to know what is coming. They don't always want
to discuss that in front of the patient but they want to
‘Being informed’ was found to be multi-­factorial and revealed dif- know the answers and I think sometimes possibly the
ferent emotions in both patients and healthcare professionals. For fear with patients, they almost don't want to know.
example, it was important for patients to be informed about what They won't ask the question because they don't want
was ‘going on’ by a healthcare professional whom they considered to know the answer. I think there is a slight element of
to be trustworthy. For the healthcare professional ‘being informed’ that sometimes.” (Jane, Specialist Nurse)
was about balancing the risks and being able to deliver safe and ef-
fective care. We found ‘giving information’ to patients about their In contrast, palliative care nurses took a different approach to
end of life care to be dependent on several factors; the expertise of information giving; there was an understanding that the patient
the person giving the information, professional status, suitability of had a right to know their fate. It was accepted that ‘being sad’ and
the information and how the information would be received by the ‘being upset’ were part of a normal response to being given a terminal
patient and their families. Nurses described patients falling into two diagnosis.
categories; ‘those who could handle’ the information and those who
‘couldn't handle the information’. Occasionally nurses would refer to “I have seen over a thousand patients … I must have
this intuitive knowing which was described as ‘a gut feeling’ that pa- done … most people, yes they are sad but they are ok
tients were ready to receive information. … they are ok … yes of course they are sad they (are)
approaching the end of their life … but they are ok.”
“I think you can come across some patients who you (Rebecca, Palliative Care Nurse)
would get the feeling, who you know can handle the
information you are going to give them and they are A consensus amongst some healthcare professionals was that
to handle it well and they are going to take it on board, information was not given because of a ‘lack of confidence’. This was
but there are other patients; how are they going to observed in non-­cardiology areas like care of the elderly and respira-
respond to this?” (Bob, Staff Nurse) tory medicine where healthcare professionals were considered ‘not the
experts’.
Often nurses were found to link this ‘intuitive knowing ‘to their
years of clinical experience and an ability to sense when it was the right “I think it is a confidence thing with the person who is
time to give information to the patient and their families. giving that information because sometimes you see it
yourself; people sitting on the fence a bit and sort of
“I can remember saying to a student nurse this patient I what you think, well this is … they need to know the
can't see going out of hospital. She said how you know facts.” (Kelly, Trainee Advanced Nurse Practitioner)
that? I said it's just intuition, it's just experience … you
just know when the right time is to give information.” In this study, both nurses and doctors stated that they found the
(Debbie, Ward Manager) task of explaining the diagnosis and prognosis to the patient very chal-
lenging. They spoke about the ‘need to be honest’ about the seriousness
To avoid upsetting the patient nurses would initially use the family of the condition and were mindful that this could raise patient anxiety.
as a ‘sound board’ to test the patient's understanding about their ter- To avoid giving information to patients about their terminal condition
minal condition. This technique was well-­rehearsed and meant nurses emotional blockers were used like ‘I don't want the patient ‘to lose hope’.’
could avoid unintentionally upsetting the patient. It was not clear what (Specialist Registrar, Cardiology). This left many patients in a situation of
nurses considered to be the accepted or the right time to give end of ‘not knowing’ and having ‘false hope’.
life information to the patient. Generally, information was observed to
be given on a need to know basis. The only time nurses would deviate “Really it's a problem to be honest. We should tell them
from this practice was when a direct question was asked by the pa- everything at that time but we just don't want to upset
tient. The rationale given for not giving end of life information was that them all in one go and then go: ‘you're going to die’.”
patients would ‘not want to know’, it would be too upsetting or ‘they (Shabib, FY1)
|
3150      HIGGINBOTHAMIAN et al.

4.3  |  Signposting symptoms FY1). It was unanimously agreed amongst the doctors that conversa-
tions about end of life should already have been initiated with the pa-
It was common for patients to present initially to the GP with acute tient before reaching the end stages of the disease. This was felt to be
symptoms of decompensation (failure of the heart to maintain ad- the responsibility of the heart failure team but in many cases is just did
equate circulation). Patients spoke about making multiple visits to not happen.
their GP where their medications would be reviewed and then being
sent home.
4.4  |  Organizing care
“I went to doctors because I couldn't breathe. At
times they gave me some tablets which they said take Patients did not always have access to a community heart failure
for 10 days so I took them for 10 days. They worked to nurse so relied on the GP or practice nurse for advice and support.
an extent because it all settled down. Once I stopped If symptoms did not improve the GP would refer the patient to the
taking them it went back up again … I went back to on-­call physician or the emergency department. For the patient, this
doctors they gave me the same again only for longer cycle of care often resulted in readmission to hospital within weeks
and they didn't seem to do anything at all. Next thing of discharge.
I know 2 more weeks down the line I’m going back
getting another load of tablets twice as strong as the “Oh, I had swollen legs a bit then but they still sent
last lot and I mean, you have seen my legs.” (Patrick, me home and I went downhill a bit, I was sick like.
Patient) Before I had my breakfast this morning I was heaving
and bringing up all different sorts of stuff so I knew
There were common ‘markers’ or ‘signposts’ which the patient I was going down really as I said to them “I am not
would describe. Often these markers or signposts would be described blaming anybody” because it's bad enough (to) report
‘gasping for breath’, ‘swollen legs’, ‘loss of appetite’ and ‘lack of sleep’. to higher authority here, and they want to know why I
Often patients were observed self-­referring to the emergency depart- was sent home in the first place and why I have come
ment when symptoms became progressively worse and the markers or back again”. (Patrick, Patient)
symptoms were not picked up by the GP.
For the doctors responsible for the care of the elderly ‘sign- The emergency department was considered by healthcare pro-
posting symptoms’ involved treating the acute episode of de- fessionals to be the lowest common denominator when it came to
compensation. It involved controlling symptoms rather than patients being readmitted back into hospital. The healthcare profes-
acknowledging or trying to change the patient's prognosis or sionals often commented that the department was often used to pro-
referral to palliative care. In some cases a patient's symptoms vide ‘crisis intervention’ for patients which was seen as unsatisfactory.
would improve to allow discharge home. For many patients it was This often meant treating the symptoms of decompensation and then
common to be readmitted with worsening symptoms only weeks discharging the patient either to a ward or back home into the care of
after being discharged back home. This ‘vicious cycle of care’ the GP. Often opportunities to engage in end of life conversations or
would then be repeated over and over again; treatment, review, refer to the palliative care team was missed.
discharge and readmission.
“I don't think there is any joined up thinking. Patients
“If patients are stage 3 and 4 they are usually on with long-­term conditions whether chest, heart, what-
maximal medical therapy and are never going to ever, they are given their treatment, they go home
get any better so it's about symptom control as with it and then as they deteriorate and when there is
opposed to like making their prognosis any better. a crisis the lowest common denominator is Emergency
They are probably going to die in the next 6 months Department and MAU (Medical Admissions Unit). In
but they continue to come back into hospital be- the acute phase it's just sticky plaster medicine you
cause they become more breathless. We tinker get them over the hump and discharge them home
around with the diuretics and then they go home but there is not much in the way of follow-­up, what's
and then they come back with acute kidney infec- the long-­term plan, is palliation an option?” (Geoff,
tion because the Frusemide has been upped, so it is Emergency Department)
a recognition that the person is probably dying and
that it is symptom control.” (Fiona, ST2) Furthermore, there was recognition by the emergency care team
that meeting the government four hourly wait target meant for some
This type of medical model of managing heart failure patients was heart failure patients being discharged from the department without
considered by doctors to be “sticky plaster medicine” (Geoff, Consultant) having the opportunity to be seen by the cardiologist or palliative care
and that often it was just a case of “cracking on until the end” (Shabib, team.
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3151

“Meeting the four hourly ED target means patients once failure (Figure 2). Our findings show how the absence of a struc-
reviewed will need to be discharged either home or into tured management plan and a fragmented care system leads to the
beds … we probably keep people with severe heart fail- disabling of the shared decision-­making process between healthcare
ure 48–­72 h till they are over the worst then get them professionals and the patient, resulting in a consistent failure to tran-
home but if there's a 4  day wait for a cardiology bed sition patients to a palliative care approach as might more often hap-
then they don't make it we do refer them all to the heart pen in cancer care, for example, where prognoses are in many cases
failure nurse… (Geoff, Emergency Department) more certain. We describe this as a ‘vicious cycle’ of care.
To try to negotiate this cycle of care participants were found
to adopt several different strategies which were neatly packaged
5  |  D I S C U S S I O N within the four theoretical categories; signposting symptoms, or-
ganizing care, being informed and recognizing dying. These themes
We believe that this is the first study to illustrate in detail how health identified by the participants and grounded in data were found to be
professionals often fail to negotiate modern, open, communication important landmarks in the negotiation process and assisted partici-
and decision making with patients within the cycle of end stage heart pants in making sense of each stage of the cycle.

Transfer to
Medical
Assessment Unit

Organising Care

Transfer to
Referral to Hospital Cardiologists
Medical Ward
Self-Referral to ED Signposting
Being Informed
Symptoms
Heart Failure Nurse

Palliative Care

Recognising Dying
GP assessment and
treatment of patient Discharged Home

Patient with symptoms


of acute
decompensation

F I G U R E 2  Vicious cycle of care for heart failure patients


|
3152      HIGGINBOTHAMIAN et al.

The findings suggest that for the nurses knowing when to give present study, the delay in recognizing dying led directly to delays in
information to the patient about their heart failure condition was referring patients to the palliative care team. Consequently, patients
enabled by a process they described as ‘intuitive knowing’. This pro- were unable to make informed decisions with their families about
cess of intuitive knowing was seen by the nurses as a way of protect- their end of life care.
ing the patient from any information which could potentially cause In this study, the Emergency Department was observed to be the
any harm or distress. Equally, intuitive knowing was what the nurses most common point of entry into the cycle for patients presenting
used to decide the patients’ readiness to receive information. This with acute symptoms of decompensation. This was particularly ev-
process was carefully orchestrated to allow the nurse's time to flag ident for those patients without community heart failure services.
any concerns to the doctor and suppress what may be perceived un- For the healthcare professionals this cycle of care was recognized
wanted information. These findings are congruent with Taylor et al. as being unsatisfactory. The competing demands of resources and
(2017) who found that nurses and doctors used an iterative process, pressure to meet government targets meant that patients were
which involved intuitive knowing, collecting clinical data and the use often pushed through the cycle without any time to organize care
of prognostic models to inform the diagnosing dying decision. and refer to either a cardiologist or community heart failure services.
There was a genuine concern by the doctors that giving pa- Moreover, many healthcare professionals recognized that the op-
tients too much information could result in the patient giving up portunity to refer patients to palliative care was lost because of the
hope. These findings supplement those of Clayton et al. (2007) and need to meet government targets. Several studies concur with this
Brighton and Bristowe (2016) who found that doctors were reluc- finding agreeing that Emergency Departments could provide the
tant to disclose prognosis because they wanted to preserve hope initial assessment and referral to a palliative care team potentially
and avoid harm to the patient. The principles of non-­maleficence reducing the number of potential re-­admissions (Lipinski et al., 2018;
and beneficence (Beauchamp & Childress, 2008) were important Pang et al., 2014).
to the doctors in this study who described the giving of informa-
tion as a careful balancing act between meeting patient expectation
and avoiding harm. Gordon and Daugherty (2003) argue that these 6  |  LI M ITATI O N S
principles may be misguided and that beneficence would ideally still
entail full disclosure of prognosis without necessarily causing harm. The transferability of these study findings should be evaluated
Likewise, nurses were of the opinion they would be more comfort- in the context of its geographical location and its modest sample
able raising discussions and giving prognostic information if it was size. The sample recruited to this study was limited to only one
perceived to benefit the patient and their families. A moral frame- District General Hospital in the Northwest of England, therefore
work privileging autonomy, in this case the meeting of patient and these findings may not be transferable to other healthcare organi-
family preferences and the relief of suffering might perhaps play a zations. However, it could be argued that the process of gathering
stronger role in the future. rich and contextualized data on the human experience compli-
Interestingly, in this study very few patients were observed pro- ments and adds to existing literature on the topic of end stage
actively seeking out information from healthcare professionals, they heart failure. This study was undertaken in a location of ethnic
preferred to take a more backstage passive role in the process of diverse cultures and yet the sample recruited were all white par-
being informed. Literature around the topic of health information ticipants. This was not intentional and this issue was raised as a
seeking behaviour seems to suggest that avoiding information is a concern to the cardiologists who were aware that ethnic minori-
common strategy used to protect oneself from the burden of knowl- ties in the area were not attending the outpatient clinics. It will be
edge (Klindtworth et al., 2015). Other factors observed to influence important to investigate this issue in relation to various minorities
patients’ information seeking were found to be the physical symp- such as South Asians who are known to be particularly vulnerable
toms of heart failure, for example breathlessness, which made it dif- to heart disease (Davis et al., 2020). The aim of this study was not
ficult for many patients to engage in questioning or conversation. to provide a theory specific to one participant but one that could
The demise of the Liverpool Care Pathway along with an un- be applied or compared with data across other similar settings.
predictable disease trajectory were reasons given by the doctors Therefore, it is important to consider that this substantive theory
for delaying or avoiding end of life discussions with their patients. will in the future provide a platform for further research to explore
There was a belief held amongst some of the doctors that recog- cycles of care with patients diagnosed with end stage heart failure
nizing dying was equivalent to failure and so they felt morally justi- from a range of setting and communities.
fied in continuing to provide medical intervention. Several doctors
recognized that prolongation of life was not right but at times felt
obliged to meet the treatment expectations of both the patient and 7  |  CO N C LU S I O N
their families. The difficulties in recognizing end of life have been
highlighted in the literature where doctors have failed to recognize In this study, the vicious cycle of care for heart failure patients
dying and been overly optimistic with treatment plans (Momen & was found to be a product of a healthcare system where organiza-
Barclay, 2011; O’Leary et al., 2009; Willard & Luker, 2006). In the tional demands and organizational rules do not always facilitate the
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3153

delivery of best care. The cycle allows the patient to enter and exit T WITTER
the cycle randomly without any barriers leading to the patient mov- Karen Higginbotham  @K_Higginbotham1
ing back and forth within the cycle until the patient's untimely death. Ian Jones  @ProfIanJones
The knowledge about cycles of care in heart failure is limited and so Martin Johnson  @martinjohnson33
further work needs to be undertaken with multiprofessional teams
across primary and secondary care to develop a truly integrated care REFERENCES
pathway which delivers on quality of care but facilitates shared deci- Ahluwalia, S. C., Levin, J. R., Lorenz, K. A., & Gordon, H. S. (2013). There’s
sion making at the end of life. no cure for his condition. How physicians discuss advance care
planning in heart failure. Patient Education and Counselling, 91,
200–­205.
Allen, L. A., Stevenson, L. W., Grady, K. L., Goldstein, N. E., Matlock, D. D.,
8  |  I M PLI C ATI O N S FO R PR AC TI C E Arnold, R. M., Cook, N. R., Felker, G. M., Francis, G. S., Hauptman,
P. J., Havranek, E. P., Krumholz, H. M., Mancini, D., Riegel, B., &
Spertus, J. A. (2012). Decision making in Advanced Heart Failure:
Whilst we understand that further research is necessary and that
A scientific statement from the American Heart Association.
these findings can only be applied to the hospital in which the study Circulation, 125, 1928–­1952. https://doi.org/10.1161/cir.0b013​
was undertaken, there are some practical changes which could im- e3182​4f2173
pact positively on the care and management of the heart failure pa- Allen, L. A., Yager, J. E., Funk, M. J., Levy, W. C., Tulsky, J. A., Bowers, M.
T., Dodson, G. C., O’Connor, C. M., & Felker, M. (2008). Discordance
tient. These are as follows:
between patient-­predicted and model predicted life expectancy
An integrated care pathway which includes primary care, sec- among ambulatory heart failure patients. Journal of the American
ondary care and tertiary services. This pathway needs to include a Medical Association, 299(21), 2533–­2542.
clearly defined decision-­making algorithm to optimize the patients’ Asano, R., Abshire, M., Denison-­Himmelfarb, C., & Davidson, P. M. (2019).
and families’ experience throughout the episode of care and can Barriers and facilitators to a ‘good death ‘in heart failure: An inte-
grative review. Collegian, 26, 651–­665. https://doi.org/10.1016/j.
clearly identify the need for palliation.
colegn.2019.09.010
A flag system similar to that adopted by cancer services has Barclay, S., Momen, N., Case-­Upton, S., Kuhn, I., & Smith, E. (2011). End-­
to be adopted by the electronic patient records systems for heart of-­life care conversations with heart failure patients: A systematic
failure patients to allow healthcare professionals to identify literature review and narrative synthesis. British Journal of General
Practice, 61(582), 49–­62. https://doi.org/10.3399/bjgp1​1x549018
quickly if the patient is at the end of life and has, or should have, an
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2008). Principles of biomedical ethics
advance care plan in place. This flag system could be incorporated (6th ed.). Oxford University Press.
into the integrated care pathway. The early identification and alert Brighton, L. J., & Bristowe, K. (2016). Communication in palliative care:
will prevent the patient being missed and avoid inappropriate cy- Talking about the end of life, before the end of life. Post Graduate
Medical Journal, 92, 466–­470. https://doi.org/10.1136/postg​radme​
cles of care.
dj-­2015-­133368
British Heart Foundation. (2020). Heart and circulatory disease statistics
AC K N OW L E D G E M E N T S 2019. British Heart Foundation in Collaboration with the Institute
The authors are grateful to the patients and healthcare professionals Applied HealthCare Research at the University of Birmingham.
Retrieved from www.bhf.org.uk
who generously gave off their time and shared their experiences and
Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory. A practical guide
to Professor Paula Ormandy for her expertise, support and guidance through qualitative analysis. Sage Publication Ltd.
in the initial phase of this study. Charmaz, K. (2014). Constructing grounded theory (2nd ed.). Sage
Publications Ltd.
Cheang, H. M., Rose, G., Cheung, C. C., & Thomas, M. (2015). Current
C O N FL I C T O F I N T E R E S T
challenges in palliative care provision for heart failure in the UK:
The authors declare that there is no conflict of interest. A survey on the perspectives of palliative care professionals. Open
Heart, 2, e00188. https://doi.org/10.1136/openh​r t-­2014-­0 00188
PEER REVIEW Clayton, J. M., Hancock, K. M., Butow, P. N., Tattersall, M. H. N., &
The peer review history for this article is available at https://publo​ Currow, D. C. (2007). Clinical practice guidelines for communicat-
ing prognosis and end of life issues with adults in the advanced
ns.com/publo​n/10.1111/jan.14852.
stages of a life limiting illness, and their care givers. The Medical
Journal of Australia, 186(12), S77–­S108. https://doi.org/10.5694/
DATA AVA I L A B I L I T Y S TAT E M E N T j.1326-­5377.2007.tb011​0 0.x
The data that support the findings of this study are available on re- Conrad, N., Judge, A., Tran, J., Mohseni, H., Hedgecott, D., Crespillo, A.
P., Allison, M., Hemingway, H., Cleland, J. G., McMurray, J. J. V.,
quest from the corresponding author. The data are not publicly avail-
& Rahimi, K. (2019). Temporal trends and patterns in heart failure
able due to privacy or ethical restrictions. incidence: A population-­based study of 4 million individuals. The
Lancet, 391(10120), 572–­580. https://doi.org/10.1016/S0140​
ORCID -­6736(17)32520​-­5
Costello, J. (2001). Nursing older dying patients: Findings from an eth-
Karen Higginbotham  https://orcid.org/0000-0003-0795-7473
nographic study of death and dying in elderly care wards. Journal of
Ian Jones  https://orcid.org/0000-0002-3081-0069 Advanced Nursing, 35(1), 59–­68.
Martin Johnson  https://orcid.org/0000-0001-6570-0145
|
3154      HIGGINBOTHAMIAN et al.

Cowie, M. R. (2017). The heart failure epidemic: A UK perspective. Echo Leadership Alliance for the Care of Dying People. (2014). One chance to
Research and Practice, 4(1), R15–­R 20. https://doi.org/10.1530/ get it right. Improving people’s experience of care in the last few days
ERP-­16-­0 043 and hours of life (1st ed.). Leadership Alliance for the Care of Dying
Davis, D., Jones, I., Johnson, M., Howarth, M., & Astin, F. (2020). ‘I don’t People.
do it for myself, I do it for them’: A grounded theory study of South LeMond, L., & Goodlin, S. J. (2015). Management of heart failure in
Asians’ experiences of making lifestyle change after myocardial patients nearing the end of life-­there is so much more to do.
infarction. Journal of Clinical Nursing. https://doi.org/10.1111/ Cardiac Failure Review, 1(1), 31–­3 4. https://doi.org/10.15420/​
jocn.15395 CFR.2015.01.01.31
De Vleminck, A., Pardon, K., Beernaert, K., Deschepper, R., Houttekier, Lipinski, M., Eagles, D., Fischer, L. M., Mielniczuk, L., & Stiell, I. G. (2018).
D., Van Audenhove, C., Deliens, L., & Vander Stichele, R. (2014). Heart failure and palliative care in the emergency department.
Barriers to advance care planning in cancer, heart failure and de- Journal Emergency Medicine, 35, 726–­729. https://doi.org/10.1136/
mentia patients: A focus group study on general practitioners views emerm​ed-­2017-­207186
and experiences. PLoS One, 9(1), 1–­9.Retrieved from www.ploso​ Long, T., & Johnson, M. (2000). Rigour, reliability, and validity in qualita-
ne.org tive research. Clinical Effectiveness in Nursing, 4(1), 30–­37.
Department of Health. (2008). End of life strategy: Promoting high qual- Matlock, D. M., Nowells, C. T., & Bekelman, D. B. (2010). Patient perspec-
ity care for all adults at the end of life. Department of Health, The tives on decision making in heart failure. Journal of Cardiac Failure,
Stationary Office. 16(10), 823–­826.
Department of Health. (2010). End of life strategy: Second annual report. Mcllvennan, K. C., & Allen, A. L. (2016). Palliative care in patients
‘How people die remains in the memory of those who live on’. The with heart failure. British Medical Journal, 353, i1010. https://doi.
Stationary Office. org/10.1136/bmj.i1010
Department of Health. (2015). One chance to get it right: One year on re- Metzger, M., Norton, S. A., Quinn, J. R., & Gramling, R. E. (2013). Patient
port. Department of Health. and family members’ perceptions of palliative care in heart fail-
Dhamarajan, K., Hsieh, A. F., Kulkarni, V. T., Lin, Z., Ross, J. S., Horwitz, ure. Heart and Lung, 42, 112–­119. https://doi.org/10.1016/j.
L., Kim, N., Suter, L. G., Lin, H., Normand, S. L. T., & Krumholz, H. hrting.2012.11.002
M. (2015). Trajectories of risk after hospitalisation for heart fail- Meyers, D. E., & Goodlin, S. (2016). End of life decisions and palliative
ure, acute myocardial infarction, pneumonia: Retrospective cohort care in advanced heart failure. Canadian Journal Cardiology, 32,
study. British Medical Journal, 350. https://doi.org/10.1136/bmj. 1148–­1156. https://doi.org/10.1016/J.CJCA.2016.04.015
h411 Momen, N. C., & Barclay, S. I. G. (2011). Addressing ‘the elephant on
Gordon, E. J., & Daugherty, C. K. (2003). Hitting you over the the table: Barriers to end of life care conversations in heart fail-
head: Oncologists’ disclosure of prognosis to advanced ure-­a literature review and narrative synthesis. Current Opinion
cancer patients. Bioethics, 17(2), 142–­168. https://doi. in Supportive and Palliative Care, 5(4), 312–­316. https://doi.
org/10.1111/1467-­8519.00330 org/10.1097/spc.0b013​e3283​4b8c4d
Greener, D. T., Quill, T., Amir, O., Szydlowski, J., & Gramling, R. E. (2014). National Institute for Cardiovascular Outcomes Research. (2019).
Palliative care referral among patients hospitalized with advanced National heart failure audit, 2019 summary report (2017/18 data).
heart failure. Journal of Palliative Medicine, 17, 1115–­1120. https:// Retrieved from https://www.nicor.org.uk/wp-­conte​nt/uploa​
doi.org/10.1089/jpm.2013.0658 ds/2019/09/Heart​-­Failu​re-­2019-­Repor​t-­final.pdf
Hill, L., Geller, T. P., Baruah, R., Beattie, J. H., de Boyne, J., Stoutz, N. D., National Palliative and End of Life Care Partnership. (2015). Ambitions
Stolfo, G., Lambrinou, E., Skibelund, A. K., Uchmanowicz, I., Rutten, for palliative and end of life care: A national framework for local action
F. H., Čelutkiene, J., Piepoli, M. F., Jankowska, E. A., Chioncel, O., 2015–­2020. National Palliative and End of Life Care Partnership.
Gal, T. B., Seferovic, P. M., Ruschitzka, F., Coats, A. J. S., … Jaarsma, Retrieved from http://endof​lifec​aream​bitio​ns.org.uk/
T. (2020). Integration of a palliative care approach into heart fail- Neuberger, J., Guthrie, C., Aaronovitch, D., Hameed, K., Bonser, T.,
ure: A European Society of Cardiology Heart Failure Association Harries, R., Charlesworth-­Smith, D., Jackson, E., Cox, D., & Waller,
position paper. European Journal of Heart Failure, 22, 2327–­2339. S. (2013). More care less pathway: A review of the liverpool care path-
https://doi.org/10.1002/ejhf.1994 way. Retrieved from https://www.gov.uk/
Hockley, J., Dewar, B., & Watson, I. (2005). Promoting end of life care in NHS End of Life Care Programme. (2008). Advance care planning: A guide
nursing homes using an integrated care pathway for the last days of for health and social care staff. NHS End of Life Care Programme.
life. Journal of Research in Nursing, 10, 131–­152. NHS Improving Quality. (2014). End of life care in heart failure—­A frame-
Jaarsma, T., Beattie, J. H., Ryder, M., Rutten, F. H., McDonagh, T., Mohacsi, work for implementation. NHS Improving Quality.
P., Murray, S. A., Grodzicki, T., Bergh, I., Metra, M., Eckman, I., O’Leary, N., Murphy, F. N., O’Loughlin, C., Tiernan, E., & McDonald, K.
Angermann, C., Leventhal, M., Pitsis, A., Anker, S. D., Gavazzi, (2009). A comparative study of the palliative care needs of heart
A., Ponikowski, P., Dickstein, K., Delacretaz, E., … McMurray, J. failure and cancer patients. European Journal of Heart Failure, 11,
(2009). Palliative care in heart failure: A position statement from 406–­412. https://doi.org/10.1093/eurjh​f/hfp007
the palliative care workshop of the Heart Failure Association of the Pang, S. P., & Schuur, J. D. (2014). Emergency departments, acute heart
European Society of Cardiology. European Journal of Heart Failure, failure and admissions. One size does not fit all. Journal American
11, 433–­4 43. https://doi.org/10.1093/eurjh​f/hfp041 College Cardiology: Heart Failure, 2(3), 278–­280. https://doi.
Klindtworth, K., Oster, P., Hager, K., Krause, O., Bleidorn, J., & Schneider, org/10.1016/j.jchf.2014.03.003
N. (2015). Living with and dying from Advanced Heart Failure: Parenica, J., Spinar, J., Vitovec, J., Widimsky, P., Linhart, A., Fedorco, M.,
Understanding the needs of older patients at the end of life. Vaclavik, J., Miklik, R., Felsoci, M., Horakova, K., Cihalik, C., Malek,
BMC Geriatrics, 15(125), 2–­11. https://doi.org/10.1186/s1287​ F., Spinarova, L., Belohlavek, J., Kettner, J., Zeman, K., Dušek, L.,
7-­015-­0124-­y & Jarkovsky, J. (2013). Long-­ term survival following acute heart
Lawson, C. A., Zaccardi, F., Squire, I., Suping, L., Davies, M. J., Lam, C. S. failure: The Acute Heart Failure Database Main registry (AHEAD
P., Mamas, M. A., Khunti, K., & Kadam, U. T. (2019). 20 Year Trends main). European Journal of Internal Medicine, 24(2), 151–­160. https://
in cause specific heart failure outcomes by sex, socioeconomic doi.org/10.1016/j.ejim.2012.11.005
status, and place of diagnosis: A population-­based study. Lancet Ponikowski, P., Voors, A. A., Ankers, S. D., Bueno, H., Cleland, J. G. F.,
Public Health, 4(8), e406–­e 420. https://doi.org/10.1016/S2468​ Coats, A. J. S., Falk, V., Gonzalez-­Juanatey, J. R., Harjola, V. P.,
-­2667(19)30108​-­2 Jankowska, E. A., Jessup, M., Linde, C., Nihoyannopoulos, P., Parissis,
HIGGINBOTHAMIAN et al. |
      3155

J. T., Pieske, B., Riley, J. P., Rosano, G. M. C., Ruilope, L. M., van der Force expert position statement. Cardiovascular Research, 116, 12–­
Ruschitzka, F. H., & Meer, P. (2016). 2016 ESC Guidelines for the di- 27. https://doi.org/10.1093/cvr/cvz200
agnosis and treatment of acute and chronic heart failure. The Task Taylor, C. J., Ordóñez-­Mena, J. M., Roalfe, A. K., Lay-­Flurrie, S., Jones,
Force for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart N. R., Marshall, T., & Richard Hobbs, F. D. (2019). Trends in survival
failure of the European Society of Cardiology (ESC). Developed after a diagnosis of heart failure in the United Kingdom 2000–­2017:
with the special contribution of the Heart Failure Association (HFA) Population-­based cohort study. British Medical Journal, 364, 1223.
of the ESC. European Heart Journal, 37, 2129–­2200. https://doi.org/10.1136/bmj.l223
Puckett, C., & Goodlin, S. J. (2020). A modern integration of palliative care Taylor, P., Dowding, D., & Johnson, M. (2017). Clinical decision mak-
into the management of heart failure. Canadian Journal of Cardiology, ing in the recognition of dying: A qualitative interview study.
36, 1050–­1060. https://doi.org/10.1016/j.cjca.2020.05.004 BMC Palliative Care, 16(11), 1–­11. https://doi.org/10.1186/s1290​
Puntillo, K. A., & McAdam, J. L. (2006). Communication between phy- 4-­016-­0179-­3
sicians and nurses as a target for improving end of life care in the The Criteria Committee of the New York Heart Association. (1994).
intensive care unit: Challenges and opportunities for moving for- Nomenclature and criteria for diagnosis of diseases of the heart and
ward. Critical Care Medicine, 34(11), 332–­3 40. great vessels (9th ed.). Little Brown and Company.
Quinn, K. L., Stukel, T., Stall, N. M., Huang, A., Isenberg, S., Tanuseputro, Tong, A., Sainsbury, P., & Craig, J. (2007). Consolidated criteria for re-
P., Goldman, R., Cram, P., Kavalieratos, D., Destsky, A. S., & Bell, porting qualitative research (COREQ): A 32 item checklist for in-
C. M. (2020). Association between palliative care and health out- terviews and focus groups. International Journal for Quality in Health
comes among adults with terminal non-­c ancer illness: Population Care, 19(6), 349–­357. https://doi.org/10.1093/intqh​c/mzm042
based matched cohort study. British Medical Journal Open. https:// Willard, C., & Luker, K. (2006). Challenges to end of Life care in the acute
doi.org/10.1136/bmj.m2257 hospital setting. Palliative Medicine, 20, 611–­615.Retrieved from
Rodriguez, K. L., Appelt, C. J., Switzer, G. E., Sonel, A. F., & Arnold, R. https://link.sprin​ger.com/artic​le/10.1186/s1290​4-­016-­0179-­3
M. (2008). Veterans’ decision-­making preferences and perceived Wiskar, K., Toma, M., & Rush, B. (2018). Palliative care in heart fail-
involvement in care for chronic heart failure. Heart and Lung, 37, ure. Trends in Cardiovascular Medicine, 28, 445–­450. https://doi.
440–­4 48. org/10.1016/j.tcm.2018.02.008
Sahlollbey, N., Lee, C. K. S., Shirin, A., & Joseph, P. (2020). The impact of
palliative care on clinical and patient-­centred outcomes in patients
with advanced heart failure: A systematic review of randomized
controlled trials. European Journal of Heart Failure, 22(2340), 2346. S U P P O R T I N G I N FO R M AT I O N
https://doi.org/10.1002/ejhf.1783 Additional supporting information may be found online in the
Selman, L., Harding, R., Beynon, T., Hodson, F., Coady, E., Hazeldine, C., Supporting Information section.
Walton, M., Gibbs, L., & Higginson, I. J. (2007). Improving end of
life care for patients with chronic heart failure: “Let’s hope it’ll get
better, when I know in my heart of hearts it won’t”. Heart, 93(8),
How to cite this article: Higginbotham K, Jones I, Johnson M.
963–­967. https://doi.org/10.1136/hrt.2006.106518
Sobanksi, P. Z., Alt-­Epping, B., Currow, D. C., Goodlin, S. J., Grodzicki, A grounded theory study: Exploring health care professionals
T., Hogg, K., Janssen, D. J. A., Johnson, M. J., Krajnik, M., Leget, C., decision making when managing end stage heart failure care. J
Martinez-­Selles, M., Moroni, M., Mueller, P. S., Ryder, M., Simon, S. Adv Nurs. 2021;77:3142–3155. https://doi.org/10.1111/
T., Stowe, E., & Larkin, P. J. (2020). Palliative care for people living
jan.14852
with heart failure: European Association for Palliative Care Task

The Journal of Advanced Nursing (JAN) is an international, peer-reviewed, scientific journal. JAN contributes to the advancement of evidence-based
nursing, midwifery and health care by disseminating high quality research and scholarship of contemporary relevance and with potential to ­advance
knowledge for practice, education, management or policy. JAN publishes research reviews, original research reports and methodological and
­theoretical papers.

For further information, please visit JAN on the Wiley Online Library website: www.wileyonlinelibrary.com/journal/jan

Reasons to publish your work in JAN:


• High-impact forum: the world’s most cited nursing journal, with an Impact Factor of 2.561 – ranked 6/123 in the 2019 ISI Journal Citation
Reports © (Nursing; Social Science).
• Most read nursing journal in the world: over 3 million articles downloaded online per year and accessible in over 10,000 libraries worldwide
(including over 6,000 in developing countries with free or low cost access).
• Fast and easy online submission: online submission at http://mc.manuscriptcentral.com/jan.
• Positive publishing experience: rapid double-blind peer review with constructive feedback.
• Rapid online publication in five weeks: average time from final manuscript arriving in production to online publication.
• Online Open: the option to pay to make your article freely and openly accessible to non-subscribers upon publication on Wiley Online Library,
as well as the option to deposit the article in your own or your funding agency’s preferred archive (e.g. PubMed).

Anda mungkin juga menyukai