Anda di halaman 1dari 5

Dari Inisiasi 5.

Diskusi 5. Penelitian Kualitatif dengan Ethnographis dan Historis

Diskusi A
Apakah studi etnography bisa digeneralisasikan ke dalam konteks di luar etnik yang diteliti?
Diskusikan jawaban Anda dengan melihat paradigma penelitian etnographis.
Etnografi juga merupakan bagian dari penelitian kualitatif. Etnografi merupakan suatu
disiplin ilmu yang mengkaji budaya sekelompok orang. Penelitian etnografi bermula dari
penelitian antropologi yang berusaha mengamati budaya di suatu tempat. Antropologi sendiri
adalah bidang ilmu yang berusaha untuk dapat ‘memahami sudut pandang orang di lingkup
tertentu’ dan untuk ‘berjalan dengan cara jalan mereka, berbicara dengam cara bicara mereka,
serta menuliskan cerita mereka (Hammersley & Atkinson 2007). Peneliti antropologi biasanya
menghabiskan waktu berbulan-bulan di lapangan hanya untuk membiasakan diri dengan
bahasa dan adat-istiadat setempat. Wolcott (1977) menjelaskan, etnografi adalah suatu
metode khusus atau satu set metode yang didalamnya terdapat berbagai bentuk yang
mempunyai karakteristik tertentu, termasuk partisipasi etnografer, memahami dan mengikuti
kehidupan sehari-hari dari seseorang dalam periode yang lama, melihat apa yang terjadi,
mendengarkan apa yang dikatakan, bertanya kepada mereka, dan pada kenyataannya
mengumpulkan data apa saja yang ada. Fokus utama dari etnografi adalah ‘pekerjaan untuk
mendiskripsikan budaya, dan untuk memahami jalan hidup lain, serta pandangan hidup dari
orang lain (Spradley, 1980).
Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai sebuah metode, etnografi maju dengan
pesat di bawah antropologi yang mendunia sebagaimana antara lain yang disebutkan di atas.
Karakteristik utama dari metode ini adalah sifat analisisnya yang mendalam, kualitatif, dan
holistik-integratif. Dengan sendirinya, teknik utama dari metode ini adalah observasi partisipasi
yang dilakukan dalam waktu yang relatif lama, serta wawancara mendalam (depth interview)
yang dilakukan secara terbuka. Oleh sebab itu, seorang etnografer tidak hanya melakukan studi
pada tataran atas, namun ia benar-benar memahami pikiran, perilaku, dan kebudayaan sebuah
masyarakat.
Penelitian ini terus berkembang sehingga memunculkan konsep etnografi modern yang
menekankan kepada usaha untuk menemukan bagaimana masyarakat mengorganisasikan
budaya mereka dalam pikiran mereka dan kemudian menggunakan budaya tersebut dalam
kehidupan. Jadi bentuk sosial dan budaya disini menurut aliran baru adalah susunan yang ada
dalam pikiran anggota masyarakat dan tugas peneliti mengoreknya keluar dari pikiran mereka.
Tujuan dari etnografi adalah ‘untuk menghasilkan narasi sistematis dari perilaku dan
pola pikir dari aktor-aktor di dalam budaya, organisasi, profesi, atau komunitas tertentu. Selain
itu etnografi adalah strategi penelitian yang memiliki sensitivitas terhadap konteks dan latar
penelitian. Strategi ini cocok untuk penelitian yang memiliki keterikatan erat dengan latar
penelitian (Hammersley & Atkinson 2007).
Namun demikian, etnografi memiliki keterbatasan. Salah satu keterbatasan yang sering
ditujukan ke penelitian etnografi adalah masalah generalisasi yang sering diragukan. Penelitian
di satu lokasi atau kasus memang tidak bertujuan untuk generalisasi temuan. Penelitian
etnografi fokus pada aspek intrinsik, sehingga generalisasi bukanlah perhatian utama (Parker &
Northcott, 2016). Akan tetapi karena etnografi merupakan bagian dari penelitian kualitatif,
generalisasi juga dimungkinkan bisa terjadi. Generalisasi dalam penelitian kualitatif disebut
transferability/transferabilitas (Firestone, 1993). Intinya, hasil penelitian kualitatif dapat
dipindahkan atau diaplikasikan ke kasus lain jika kondisi lokasi lain tidak jauh berbeda dengan
kasus penelitian (Basrowi & Suwandi, 2008). Dalam penelitian kualitatif, generalisasi
menunjukkan “sejauh mana hasil penelitian berlaku untuk populasi tertentu berdasarkan
sampel acak”. Generalisasi menunjukkan validitas eksternal. Validitas eksternal berkaitan
dengan tingkat generalisasi / penerapan "apakah hasil penelitian juga berlaku untuk situasi lain"
atau "apakah sesuai atau dapat diterapkan dalam situasi lain yang diserahkan kepada
pengguna". Apabila pengguna melihat keserasian hasil penelitian dengan keadaan di mana ia
berada, maka transferabilitas terjadi walaupun tidak ada dua situasi yang sama, sehingga dalam
kondisi demikian tetap diperlukan penyesuaian dengan keadaan masing-masing sehingga
penelitian memiliki validitas eksternal.

Diskusi B
Penelitian kuantitatif dan penelitian historis memiliki kesamaan, yakni menggunakan data-
data di masa lampu. Diskusikan perbedaan di antara keduanya.
Penelitian Kuantitatif
Dalam penelitian kuantitatif umumnya dimulai berdasarkan teori atau gap pada hasil
penelitian sebelumnya. Penelitian ini menuntut adanya pengukuran variabel penelitian.
Penelitian kuantitatif bertujuan untuk mengidentifikasi suatu populasi dan membuktikan
hipotesis dan model penelitian (Muslim, 2015).
Penelitian kuantitatif menekankan pada objektivitas, sehingga penting untuk
menggeneralisasi hasil. Peran instrumen penelitian sangat penting karena harus dicek
reliabilitas dan validitasnya baik secara kualitatif misalnya menggunakan face validity, dan
secara kuantitatif misalnya menggunakan analisis reliabilitas dan analisis faktor. Konstruksi
dalam suatu penelitian dibuat berdasarkan teori dan konsep yang relevan yang selanjutnya
dirumuskan dan dioperasionalkan sehingga dapat diukur dengan instrumen (misal kuesioner)
yang menggunakan skala tertentu (misal skala likert dari 1 hingga 7) (Tashakkori & Teddlie,
1998).
Data yang diperoleh harus dianalisis dan diuji menggunakan statistik (misalnya deskripsi,
korelasi dan regresi berganda). Skema penelitian kuantitatif secara umum adalah latar belakang
masalah, pertanyaan penelitian, tujuan, ruang lingkup dan kegunaan penelitian, tinjauan teori,
model penelitian dan hipotesis, metode penelitian kuantitatif yang meliputi pembahasan
prosedur pengambilan sampel, alat ukur, analisis data dan kesimpulan yang berhubungan
dengan kendala. Batasan penelitian, generalisasi hasil, dan saran untuk penelitian selanjutnya
(Creswell, 2003).

Penelitian Historis
Penelitian historis menurut Neuman (2007) menggunakan metode yang menempatkan
waktu kesejarahan dan variasi antar budaya sebagai pusat pertanyaan penelitian, pengumpulan
data, dan analisis data. Penggunaan metode ini memerlukan pengetahuan yang menyeluruh
mengenai sejarah dan konteks budaya yang melingkupi seputar pertanyaan penelitian.
Sementara itu, Babbie (2008) menyebutkan bahwa penelitian historis sebagai penyelidikan atas
masyarakat (atau unit sosial lain) selama periode waktu tertentu dan dalam perbandingan satu
sama lain. Metode ini berbeda secara substansial dengan metode-metode yang ada meskipun
saling tumpang tindih dengan penelitian lapangan maupun penelitian lain yang bersifat
unobstrusive maupun analisis atas data statistik yang ada.
Penelitian historis berusaha menemukan pola umum yang muncul kembali dan bertahan
di berbagai waktu dan tempat yang berbeda (Babbie, 2008). Lebih jauh dijelaskan bahwa
metode komparatif historis digunakan ketika fokus penelitian tidak terpaku dalam satu titik
waktu tertentu, dan ketika perbandingan periode waktu diperlukan untuk lebih memahami
perkembangan dan pengaruhnya pada bentuk-bentuk sosial.
Beberapa kondisi yang paling sesuai untuk dijawab menggunakan metode historis
komparatif menurut Neuman (2007) adalah sebagai berikut:
1. Kondisi saat peneliti ingin mencari tahu mengapa hasil sosial tertentu terjadi, misalnya
mengapa peng-aturan sosial tertentu terjadi dalam satu masyarakat dan tidak pada
masyarakat yang lain dan mengapa suatu kebijakan tertentu muncul bukan kebijakan yang
lain.
2. Kondisi saat peneliti ingin membandingkan sebuah topik proses dan konsep sosial yang
sama pada beberapa konteks budaya atau historis yang berbeda.
3. Kondisi saat peneliti ingin menentukan apakah penjelasan “lama” atas fenomena sosial
tertentu masih valid sejalan dengan perubahan dari waktu ke waktu.
Selanjutnya, Mahoney dan Rueschemeyer (2003) menyebutkan tiga karakteristik dari
penelitian historis yaitu:
1. Penjelasan dan identifikasi konfigurasi kausal merupakan bagian krusial dalam penelitian
historis. Argumen kausal merupakan bagian penting bagi analisis, sehingga proposisi kausal
dipilih dan diuji secara hati-hati, karena itu penelitian historis tidak memasukkan berbagai
karya yang menolak atau menjauhkan diri dari analisis kausal. Sebagai contoh, penelitian
yang menghindari analisis kausal karena lebih memilih pendekatan “interpretif” yang
bertujuan untuk makna kultural dari perilaku manusia tidak termasuk dalam studi historis
komparatif.
2. Peneliti historis secara eksplisit menganalisis rangkaian historis dan memberi perhatian
terhadap proses yang belum terungkap. Karena itu, penelitian historis akan memasukkan
struktur temporal dalam penjelasan mereka.
3. Penelitian historis adalah khas karena para praktisi terlibat dalam perbandingan yang
sistematis dan konteks-tual dari kasus-kasus yang serupa dan kontras. Pembandingan
sistematis, tentu saja, sangat di-perlukan mengingat minat analitik dalam analisis kausal.

Referensi
Babbie, E. (2008). The Basics of Social Research. California: Thomson Wadsworth.
Basrowi & Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Creswell, J.W. (2003). Research Design: Qualitative, Quantitative and Mixed Methods
Approaches. California: Sage Publications Inc.
Firestone, W.A. (1993). Alternative Arguments For Generalizing From Data As Applied To
Qualitative Research. Educational Researcher 22.
Hammersley, M. & Atkinson, P. (2007). Ethnography: Principles in Practice. Taylor & Francis.
Mahoney, J. & Rueschemeyer, D. (2003). Comparative-Historical Analysis: Achievements And
Agendas. Dalam Mahoney, J. & Rueschemeyer, D. (ed). Comparative Historical
Analysis in the Social Sciences. Cambridge: Cambridge University Press.
Muslim. (2015). Varian-Varian Paradigma, Pendekatan, Metode, Dan Jenis Penelitian Dalam
Ilmu Komunikasi. Jurnal Wahana Vol. 1 No. 10. Bogor: Universitas Pakuan.
Neuman, W. L. (2007). Basics of Social Research, Qualitative and Quantitative Approaches.
Boston: Pearson Education.
Parker, L. D. & Northcott, D. (2016). Qualitative Generalising in Accounting Research: Concepts
and Strategies. Accounting, Auditing & Accountability Journal 29 (6). Emerald Group
Publishing Limited: 1100–1131. https://doi.org/10.1108/AAAJ-04-2015-2026.
Spradley, J., (1980). Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Tashakkori, A. & Teddlie, C. (1998). Mixed methodology. Combining Qualitative and
Quantitative Approaches. Applied Social Research Methods Series Volume 46. London:
Sage Publications.
Wolcott, S.K. (1977). Student Assumptions about Knowledge and Critical Thinking in the
Accounting Classroom, online working paper available from
http://www.wolcottlynch.com/Publications.html

Anda mungkin juga menyukai