Anda di halaman 1dari 8

BAB III

METODE PENELITIAN
1.1 Desain Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti memilih menggunakan jenis penelitian deksriptif
kualitatif. Karena peneliti ingin menggambarkan atau melukiskan fakta-fakta,
keadaan, fenomena dan keadaan yang terjadi pada saat penelitian berjalan dan
menyajikannya dengan apa adanya. Penelitian kualitatif bertujuan memperoleh
gambaran seutuhnya mengenai suatu hal menurut pandangan manusia yang diteliti.
Penelitian kualitatif berhubungan dengan ide, persepsi, pendapat atau kepercayaan
orang yang diteliti dan kesemuanya tidak dapat diukur dengan angka. Fakta
penelitian deskriptif kualitatif berkaitan dengan informasi yang telah dikumpulkan
dan diolah selama peneliti melakukan observasi di lingkungan Humas Jakarta Smart
City Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Penelitian deskriptif kualitatif mencoba
menggambarkan situasi atau peristiwa serta pengumpulan data yang spesifik dan
mendetail.
Menurut Kriyantono (2012 : 46), metodologi kualitatif memandang bahwa
prosedur riset atau tahapan riset berisi upaya dialektifkan dan partisipasi antara riset
dan realitas. Terdapat upaya menekan upati dan interapsi dialektis antara periset
dengan informan untuk merekonstruksi realitas yang diteliti, melalui metode
pengumpulan data yang memungkinkan data lebih mendalam, seperti wawancara
mendalam dan observasi lapangan.
Riset metodologi kualitatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (Kriyantono,
2012 : 57)
1. Lebih menonjolkan kata-kata, kalimat-kalimat atau narasi-narasi dari pada
angka-angka statistik.
2. Intensif dan keterlibatan tinggi, yaitu partisipasi periset pada setting lapangan
yang alamiah. Periset adalah instrument riset pokok, yaitu terlibat dalam
konstruksi-konstruksi makna.
3. Subyektif dan berada dalam refrensi periset dan subjek riset. Individu yang
diteliti bersifat aktif memaknai realitas dan tidak sekedar menjadi objek.
Karena itu, riset kualitatif tidak mengenal responden (yang hanya merespon)
atau sampel karena tidak bermaksud menggeneralisasikan data, tetapi lebih
menganggapnya sebagai partisipan, informan, atau subjek riset, yang semuanya
mengandung pengertian aktif memaknai realitas.
4. Bertujuan menggali data yang lebih mendalam dan holistic dari pada keluasan.
Karena itu, subjek riset atau informan tidak terlalu besar jumlahnya. Jika
periset merasa data yang dikumpulkan sudah cukup atau tidak ada data baru
lagi (data jenuh) maka dia dapat mengakhiri proses pengumpulan data.
5. Bersifat fleksibel, permasalahan riset, informan, lama tidaknya riset bersifat
fleksibel, mudah berubah atau cair tergantung konteks-konteks di lapangan.
Analisi data bersifat terus-menerus dan dilakukan kapanpun juga tanpa
menunggu kegiatan pengumpulan selesai. Misalnya, periset dapat langsung
menganalisi dan menginterpretasi data sesaat data itu diperoleh.
6. Prosedur riset lebih bersifat empiris-rasional, artinya periset berangkat dari data
di lapangan. Kemudian data tersebut ke dalam tataran teoritis untuk
menghasilkan proposisi-proposisi atau teori-teori baru.
7. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap periset dapat mengkreasi realitas sebagai
bagian dari proses risetnya. Realitas dipandang bersifat dinamis sebagai produk
kontruksi sosial yang juga dinamis.
8. Realitas yang diteliti dianggap bersifat holistic (keseluruhan kesatuan, tidak
dapat dipisah-pisahkan). Analisis terhadap atau realitas bersinggungan atau
berkaitan dengan realitas lainnya. Periset berupaya menjalin interrelasi antara
aktifitas, pengalaman, kepercayaan, kebutuhan, norma-norma kebiasaan dalam
konteks alamiah. Sehingga diperoleh multi analisis atau multidimensional.

Alasan peneliti memilih metode kualitatif karena pendekatan kualitatif ini


membahas keadaan, fakta, pendapat dan fenomena mengenai strategi Humas
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui City Branding “Jakarta Smart City” secara
mendalam melalui sudut pandang Humas dan staff yang berhubungan dengan
kegiatan city branding.
Analisis yang peneliti gunakan pada penelitian ini lebih menekankan pada
bagaimana strategi Humas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui City Branding
“Jakarta Smart City” dan apa saja hambatan Humas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
dalam menjalankan city branding “Jakarta Smart City”.

Table 3.1
Tipe-tipe Dasar Desain Studi Kasus
Desain-desain kasus tunggal. Desain-desain multi kasus

TIPE-1 TIPE-3
Holistik (Unit Analisis
Tunggal) TIPE-2 TIPE-4
Terjalin (Unit Multi Analisis)

Keterangan Gambar:
1. Desain Kasus Tunggal Holistik
2. Desain Kasus Tunggal Terjalin (Embedded
3. Desain Multikasus Holistik
4. Desain Multikasus Terjalin
Pada tipe penelitian ini, desain penelitiannya menggunakan desain TIPE-2
(dua), yaitu desain kasus tunggal dengan unit analisis multi-analisis. Kasus tunggal
yang akan diteliti yaitu:
1. Strategi yang dilakukan Humas Jakarta Smart City melalui City Branding
“Jakarta Smart City”. Sedangkan multi unit analisis dari penelitian ini adalah
strategi City Branding “Jakarta Smart City” pada Humas Jakarta Smart City,
2. Hambatan Humas Jakarta Smart City dalam mensukseskan City Branding
“Jakarta Smart City”.
Alasan peneliti memilih desain studi kasus tipe-2 dikarenakan pada
penelitian ini menggunakan lebih dari satu sumber. Sehingga tipe desain studi kasus
ini cocok untuk peneliti gunakan pada penelitian ini.

1.2 Obyek Penelitian


Objek pada penelitian ini yang akan diteliti yaitu dari Strategi Humas
Jakarta Smart City dalam mensukseskan City Branding “Jakarta Smart City”
tahun 2020.
Penelitian ini juga akan meneliti mengenai hambatan yang ada dalam
pelaksanaan kegiatan City Branding “Jakarta Smart City” oleh Humas Jakarta Smart
City,

1.3 Definisi Operasional Konsep


Definisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah
variable yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga akan memudahkan
dalam mengoperasionalkannya di lapangan. Dalam penelitian ini, ditentukan
beberapa definisi konseptual yang berhubungan dengan yang akan diteliti, yaitu:
1) Strategi Humas Pemerintah merupakan suatu perencanaan yang
dilakukan seorang Humas untuk mencapai tujuan yang diinginkan dari
kegiatan tersebut.
2) City Branding yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsin DKI Jakarta
adalah sebagai identitas Kota Jakarta melalalui Jakarta Smart City.
Kegiatan ini dimaksudkan agar Kota Jakarta dapat dikenal dan mudah
diingat oleh masyarakatnya sendiri maupun masyarakat dari luar Kota
Jakarta.

1.4 Sumber Data


1.4.1 Key Informan
Menurut Moleong (2005 : 133), key informan adalah mereka yang tidak
hanya bisa memberi keterangan tentang suatu kepada peneliti, tetapi juga bisa
memberi saran tentang sumber bukti yang mendukung serta menciptakan sesuatu
terhadap sumber yang bersangkutan.
Maka dapat dikatakan bahwa key informan harus menguasai seluk-beluk
dari city branding “Jakarta Smart City” yang dilakukan dan terlibat langsung
dalam kegiatan tersebut. Adapun key informan dalam penelitian ini, adalah:
1. Kepala Kepala Bidang Komunikasi Unit Jakarta Smart City:
Bapak Raedi Fadil
2. Kepala Bidang Pengembangan Analisa Produk Unit Jakarta Smart City:
Bapak Hamdi

1.4.2 Informan
Menurut Moleong (2005 : 132) informan adalah orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Jadi, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang penelitian. Ia berkewajiban
secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal.
Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan dengan kesuka-relaannya ia dapat
memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan,
proses, dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian tersebut. Adapun informan
yang diperoleh, adalah:
1. Staff Humas Jakarta Smart City
2. Masyarakat DKI Jakarta
Peneliti memiliki beberapa kriteria untuk menentukan masyarakat yang
akan dipilih sebagai informan untuk penelitian, yaitu:
 Berdomisili DKI Jakarta
 Memiliki Kartu Tanda Penduduk Jakarta
 Masyarakat yang memiliki peran serta dalam Jakarta Smart City

Peneliti telah menentukan teknik sampling yang tepat untuk penelitian ini
yaitu teknik purposive sampling. Menurut Sugiyono (2008 : 218), purposive
sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu.
Menurut Margono (2004 : 128), pemilihan sekelompok subjek dalam
purposive sampling didasarkan atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai
sangkut paut yang erat dengan ciri-ciri populasi yang sudah diketahui sebelumnya,
dengan kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria
tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan peneliti.
Kriyantono (2012 : 54) mengatakan bahwa hal pertama yang harus
dilakukan dalam teknik purposive adalah menentukan kriteria, dimana kriteria
harus mendukung tujuan penelitian. Biasanya teknik purposive dipilih untuk
penelitian yang lebih mengutamakan kedalaman data dari pada tujuan
representative yang dapat digeneralisasikan.

1.5 Unit Analisis


Menurut Yin (2002 : 30), unit analisis merupakan komponen penelitian
fundamental dengan masalah penentuan apa yang dimaksud studi kasus dalam
penelitian yang bersangkutan. Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa unit
analisis merupakan komponen mendasar berkaitan dengan kasus yang menjadi
rumusan focus penelitian.
Dalam studi kasus dikenal dua unit analisis, yaitu individu dan non-individu.
Sedangkan kaitannya dengan focus penelitian, maka unit analisis yang digunakan
adalah non-individu. Hal ini dikarenakan Humas Jakarta Smart City tidak mewakili
individu melainkan kelompok.

1.6 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2009 : 224-225) teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dilakukan
pada natural setting (kondisi yang alamiah, sumber data primer, dan teknik
pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara, dan dokumentasi). Pada
penelitian ini menggunakan tiga teknik penelitian, yaitu:
1) Wawancara
Menurut Sugiyono (2010 : 194), teknik wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah
respondennya sedikit.
2) Observasi
Menurut Nawawi dan Martini (1992 : 74), observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu
gejala atau gejala-gejala pada obyek penelitian.
3) Dokumentasi
Menurut Hamidi (2004 : 72), metode dokumentasi adalah informasi yang
berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun
perorangan. Dokumentasi penelitian ini merupakan pengambilan gambar oleh
peneliti untuk memperkuat hasil penelitian.

1.7 Teknik Analisa Data


Menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip dalam Moleong (2005 : 248)
bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat
dikelola, menistensikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain.

Menurut Seiddel dan Moleong (2005 : 248), analisis data kualitatif prosesnya
berjalan sebagai berikut:
1. Mencatat dan menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode
agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri.
2. Mengumpulkan, memilah-memilih, mengklarifikasikan.
3. Mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeks.
4. Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna,
mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan dan membuat
temuan-temuan umum.
Menurut Janice Mcdury (2005 : 248), tahapan analisis data kualitatif adalah
sebagai berikut:
1. Membaca atau mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan
yang ada dalam data.
2. Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang
berasal dari data.
3. Menuliskan “model” yang ditemukan.
4. Koding yang telah dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas, maka teknik analisis data yang peneliti lakukan
dalam penelitiannya adalah sebagai berikut:
1. Mencatat hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi.
2. Mengumpulkan, memilah-milah dan mengkasifikasikan hasil wawancara,
observasi serta dokumentasi tersebut.
3. Melakukan pemeriksaan data yang didapat, lalu melakukan pengecekan
atas hasil data yang didapatkan sehingga peneliti dapat menemukan hasil
penelitian.

3.8 Teknik Keabsahan Data


Menurut Moleong (2008 : 324), keteralihan sebagai persoalan empiris
bergantung pada kesamaan antara konteks pengirimnya dan penerima. Untuk
melakukan pengalihan tersebut seorang peneliti hendaknya mencari dan
mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks antara yang dilapangan
dengan teori yang ada. Sedangkan untuk menguji reliabilitas, teknik pemeriksaan
yang relevan yaitu dengan menggunakan tringulasi.
Moleong (2008 : 330) mengatakan bahwa tringulasi yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data itu. Menurut Patton
dalam Afifuddin (2009 : 143), terdapat empat macam triangulasi sebagai teknik
pemeriksaan untuk mencapai keabsahan:
1. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data, seperti dokumen, arsip, hasil wawancara,
hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang
dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat diluar peneliti yang turut memeriksa hasil pengumpulan data
dalam penelitian ini, misalnya pembimbing bertindak sebagai pengamat
(export judgement) yang memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan
data.

3. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang
dikumpulkan sudah memenuhi syarat.

4. Tringulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti metode
wawancara dan metode observasi.
Tetapi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainnya. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan adalah:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang
dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perpektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang
berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, pemerintahan.
5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang
berkaitan.

Jadi, triangulasi dapat dikatakan sebagai cara terbaik untuk menghilangkan


perbedaan-perbedaan kenyataan yang ada dalam konteks atau suatu studi kasus
sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai
pandangan.
Dengan triangulasi, peneliti dapat memeriksa kembali temuannya dengan
cara membandingkan berbagai sumber, metode, atau teori. Berdasarkan hal tersebut,
maka peneliti dapat mengeceknya dengan berbagai sumber data, dan memanfaatkan
berbagai metode agar pengecekan kepercayaan data dapat dilakukan.
Dalam proses melakukan perbandingan antara teori dan kenyataan, peneliti
harus melakukan cek dan re-check secara teliti dari data yang diperoleh di lapangan.
Selain mengandalkan informasi dari data primer, data sekunder pun harus diikut
sertakan dalam proses pengolahan data. Setelah mendapatkan informasi yang sesuai
dengan tujuan penelitian, maka selanjutnya informasi tersebut akan dibandingkan
teori dengan yang ada hingga data yang diperoleh dapat dikatakan akurat. Maka untuk
mencapai validitas melalui kriteria keteralihan (transferability), peneliti mencari dan
mengumpukan data yang berhubungan dengan kegiatan City Branding “Jakarta
Smart City”. Untuk menentukan keabsahan data dari penelitian ini, maka peneliti
memilih triangulasi data yaitu menggunakan data seperti dokumen, hasil wawancara
dan hasil observasi.

Bagan 3.1 Triangulasi Keabsahan Data

Observasi
Hasil
yang
sah

Wawancara Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai